You are on page 1of 7

Nama : Ckonery Oberlin Banurea

NIM : 200901026110

Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Hukum, Universitas Jayabaya, Jakarta.

Tugas Mata Kuliah Sosiologi Hukum.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

ANOMI : IMPLIKASI BUDAYA GLAMOUR DAN HEDONISME

TERHADAP PENYIMPANGAN SOSIAL

I. LATAR BELAKANG

Pertumbuhan perekonomian di Indonesia secara nyata dapat dikatakan berkembang

walaupun besar kecilnya perkembangan itu sendiri dirasakan berbeda-beda bagi setiap

individu. Pertumbuhan ekonomi secara personal telah menimbulkan perubahan gaya hidup

yang berbeda beda tergantung seberapa besar pertumbuhan ekonomi itu dialami oleh individu

itu sendiri. Namun bagi sebagian orang dampak pertumbuhan ekonomi tersebut dapat

dikontrol dan dikelola dengan baik sehingga dapat menjadikan hal tersebut sebagai modal

dalam usaha mencapai pertumbuhan yang lebih baik lagi tentunya yang diterapkan dalam

bentuk usaha-usaha konkrit ke arah pertumbuhan berikutnya.

Namun secara kasat mata kita dapat melihat bahwa masih banyak pertumbuhan

ekonomi tersebut tidak berpihak bagi sebagian orang. Akibat kurangnya pendidikan,

minimnya pengalaman dan skill telah mengakibatkan rendahnya pendapatan. Misalnya faktor

tidak memadainya gaji pegawai negeri atau swasta yang di lain pihak secara nyata

berhadapan dengan kian mahalnya harga-harga kebutuhan hidup, gaya hidup mewah yang

glamour dan supermewah (hedonisme) di depan mata, khususnya di kalangan pejabat negara
dan para kaum the have yang secara langsung telah memberikan contoh yang tidak baik bagi

sebagian golongan ini. Pada akhirnya golongan ini secara langsung maupun tidak langsung

memiliki keinginan untuk meniru gaya hidup para pemimpinnya atau orang lain yang

dianggap menarik dan merupakan suatu kewajaran dan berhak atas keadaan tersebut. Pada

faktor lain adanya jenjang reward dan imbalan yang berselisih jauh telah menimbulkan

ketidakmampuan bagi sebagian orang untuk bersaing dalam memenuhi gaya hidupnya. Hal-

hal ini pada akhirnya berujung pada suatu pembrontakan yang merupakan perwujudan dari

akibat ketidakpuasan akan keadaan yang terjadi. Ketidakpuasaan akan pemerataan keadilan

baik dalam bidang penghasilan dari pekerjaan, dan perlakuan yang tidak adil dalam pekerjaan

telah membentuk sebagian orang menjadi orang yang frustasi dan berpikiran pendek.

II. MASALAH

Implikasi krisis dari hal ini terhadap konteks sosial dapat dirasakan dengan meluasnya

konflik, baik terhadap individu maupun masyarakat secara tiba-tiba sehingga menimbulkan

krisis sosial yang berkepanjangan yang dinamakan anomi society. Budaya korupsi dalam

berbagai bentuk dianggap sebagai suatu budaya yang terjadi pada saat ini yang sangat tepat

dijadikan contoh anomali yang sedang “in” dewasa ini.

Sebagai dampak dari adanya krisis sosial tersebut, kondisi dan situasinya menjadi

sulit dikendalilkan. Keliaran, kebuasan dan keberingasan menjadi semangat yang

menggerakan manusia, sebagai akibatnya kejahatan-kejahatan penyalahgunaan wewenang

dapat terjadi dengan mudah. Hukum pun sebagai alat pengendali mengalami kemandulan dan

tidak berfungsi sama sekali. Tidak adanya kewibawaan hukum serta tidak adanya kepastian

hukum telah melahirkan manusia yang apatis dan frustasi. Dalam situasi dan kondisi seperti

2
inilah ketidakpuasaan terhadap penghasilan tadi menemukan ruang dan momentumnya di

tengah formasi sosial masyarakat Indonesia yang sedang kacau balau.

Konflik baik horizontal maupun vertikal dapat kita lihat dari suguhan media massa

setiap hari, dengan kasat mata kita menyaksikan banyak muncul pencurian , penyelewengan

jabatan, korupsi secara terselubung maupun terang-terangan, ditayangkan media massa secara

estafet. Sebagai contoh kasus yang sekarang lagi ”happening” adalah mengenai kasus

dugaan pidana pajak yang diduga dilakukan oleh Gayus Tambunan. Kasus ini sebelumnya

diungkap mantan Kabareskrim Komjen. Susno Duadji. Tudingan tersebut berawal dari

laporan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) pada 2009 yang

mencurigai transaksi dalam rekening Gayus yang berisi uang Rp 25 miliar.

Masalah dugaan penyimpangan ini yang penulis sebut sebagai anomi yang menurut

penulis dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu penyimpangan individu dan penyimpangan

masyarakat atau kelompok. Penyimpangan individu antara lain timbulnya pencurian,

penyalahgunaan wewenang, dalam bentuk konkritnya adalah korupsi, baik secara terselubung

maupun secara terang-terangan, dan lain-lain sementara penyimpangan masyarakat dapat

berupa penjarahan, konspirasi dalam penipuan, dan lain-lain.

III. ANALISIS

A. Anomi sebagai kekacauan pada diri individu

Émile Durkheim, sosiolog perintis Prancis abad ke-19 menggunakan kata ini dalam

bukunya yang menguraikan sebab-sebab bunuh diri untuk menggambarkan keadaan atau

kekacauan dalam diri individu, yang dicirikan oleh ketidakhadiran atau berkurangnya standar

3
atau nilai-nilai, dan ketiadaan tujuan yang menyertainya. Anomi sangat umum terjadi apabila

masyarakat sekitarnya mengalami perubahan-perubahan yang besar dalam situasi ekonomi,

entah semakin baik atau semakin buruk, dan lebih umum lagi ketika ada kesenjangan besar

antara teori-teori dan nilai-nilai ideologis yang umumnya diakui dan dipraktikkan dalam

kehidupan sehari-hari.

Robert King Merton juga mengadopsi gagasan tentang anomi dalam karyanya. Ia

mendefinisikannya sebagai kesenjangan antara tujuan-tujuan sosial bersama dan cara-cara

yang sah untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Dengan kata lain, individu yang mengalami

anomi akan berusaha mencapai tujuan-tujuan bersama dari suatu masyarakat tertentu, namun

tidak dapat mencapai tujuan-tujuan tersebut dengan sah karena berbagai keterbatasan sosial.

Akibatnya, individu itu akan memperlihatkan perilaku menyimpang untuk memuaskan

dirinya sendiri.

B. Anomi sebagai kekacauan masyarakat

Kata ini digunakan untuk masyarakat atau kelompok manusia di dalam suatu

masyarakat, yang mengalami kekacauan karena tidak adanya aturan-aturan yang diakui

bersama yang eksplisit ataupun implisit mengenai perilaku yang baik, atau, lebih parah lagi,

terhadap aturan-aturan yang berkuasa dalam meningkatkan isolasi atau bahkan saling

memangsa dan bukan kerja sama.

Kamus Webster 1913, sebuah versi yang lebih tua, melaporkan penggunaan kata

"anomi" dalam pengertian "ketidakpedulian atau pelanggaran terhadap hukum".

Kondisi anomi di Indonesia menampakan karakter khas dengan munculnya

kelompok-kelompok sosial dimana dalam kelompok ini tumbuh solidaritas yang tinggi,

kondisi ini seringkali memunculkan solidaritas kelompok sehingga ketika anggota


4
kelompoknya disakiti mereka membentuk solidaritas untuk menyakiti kembali. Hemat

penulis tumbuhnya kelompok-kelompok ini tidak bisa dilepaskan dari krisis ekonomi dan

politik yang terjadi pada saat ini.

Dalam skala lebih luas anomi kolektif disertai dengan tidak adanya kesadaran hukum

juga sering memicu terjadinya anomic homicide yang dilakukan oleh sekelompok anggota

masyarakat yang hanya didasarkan pada kesadaran kolektif.

C. Skala atau Indikator-indikator Anomi

1. Ketidakpercayaan kepada pemerintah

Yaitu berkurangnya atau hilangnya kepercayaan pada pemerintah akan kemampuan

untuk mengatasi krisis yang terjadi dalam berbagai bidang kehidupan baik krisis ekonomi,

politik, dan sosial. Sebagai contoh nyata dalam kasus Gayus Tambunan adalah

ketidakmampuan pemerintah dalam mengelola managemen dalam birokrasi di Departemen

Perpajakan. Banyaknya celah dalam managemen birokrasi perpajakan telah membuat

beberapa orang tergiur untuk menyalahgunakan celah tersebut demi untuk mengeruk

keuntungan pribadi. Di samping timbulnya jenjang gaji yang sangat signifikan antara

pegawai biasa dengan pejabat di departemen keuangan tersebut.

2. Ketidakpuasan terhadap kondisi kehidupan

Semakin tingginya biaya hidup telah menyebabkan kurangnya daya beli masyarakat

untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Di pihak lain tidak sdikit orang yang berkelimpahan

materi yang mempu untuk memenuhi kebutuhannya bahkan secara berlebihan.

Ketidakmampuan individu dalam pemenuhan kebutuhan hidup ini telah membuat individu

tersebut semakin tersingkirkan dalam masyarakat maupun dalam pergaulan.

Ketidakmampuan ini telah melahirkan rasa ketidakpuasan terhadap keadaan dan dengan

5
orang lain yang mampu memperoleh pendapatan yang lebih tinggi. Bagi sebagian orang

ketidakpuasan ini telah dijadikan pebenaran untuk melakukan hal-hal yang bersifat negatif

guna memenuhi rasa ketidakpuasan tersebut, salah satu contohnya adalah korupsi.

3. Pesimisme menghadapi masa depan.

Yaitu ketidakyakinan untuk bisa menikmati kualitas kehidupan yang lebih baik pada

waktu yang akan datang yang tidak terlalu lama. Hal ini tentunya terbentuk dari keadaan

yang sudah berlangsung lama dan tanpa adanya perubahaan yang signifikan. Hal ini menjadi

sesuatu hal yang bersifat traumatik yang membuat orang menjadi gegabah dalam menentukan

suatu keputusan. Nilai-nilai agama tidak lagi mampu membendung sifat keserakahan dan

kerakusan manusia. Guna menghindari kesengsaraan dan kemiskinan di masa yang akan

datang maka akhirnya timbullah perbuatan curang yang dalam prakteknya terwujud dalam

beberapa hal, seperti korupsi, penipuan, penggelapan dan lainnya.

IV. KESIMPULAN

Dari latar belakang, masalah dan analisa makalah yang telah dideskripsikan di atas

dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Dampak Sosial

A. Dampak sosial yang terjadi pada individu

Bahwa krisis ekonomi yang terjadi sangat berpengaruh terhadap konteks sosial

dapat dirasakan dengan semakin tingginya tingkat korupsi, penipuan, penyelewengan jabatan,

penggelapan, dan lain-lain yang pada akhirnya bermuara sebagai pemenuhan hasrat pribadi

semata. Pada masa ini terjadi apa yang dinamakan anomie personal (individu yang tidak

menggunakan norma atau aturan).

6
B. Dampak sosial yang terjadi pada masyarakat

Terbentuknya masyarakat yang tidak menggunakan norma atau aturan dalam

kehidupan bermasyarakat. Dari dampak sosial yang terjadi pada individu apabila berlangsung

secara terus menerus maka akan menjadi contoh bagi individu lainnya untuk melakukan hal

yang sama dan akan semakin subur di tengah kurangnya law enforcement (penegakan

hukum). Puncak dari hal ini akan timbulnya kekacauan, apatis dan keserakahan yang

merajalela yang tentunya akan berpengaruh kepada kesengsaraan yang meluas nagi

masyarakat luas. Tentunya dampak dari hal ini akan menimbulkan kesenjangan yang sangat

jauh antara yang kaya dan miskin. Dapat ditebak bahwa akhirnya kekacauanlah yang akan

terjadi karena akan timbul aksi ketidakpuasaan kepada kelompok kaya oleh kelompok miskin

yang terwujud dalam pencarahan, pencurian dan pembunuhan.

2. Terjadinya Penyimpangan Sosial

Penyimpangan sosial disebabkan oleh:

a. Ketidakpercayaan kepada pemerintah,

b. Pesimis dalam mengahdapi masa depan,

c. Ketidakpuasan terhadap kondisi kehidupan.

******************

You might also like