You are on page 1of 19

Teknologi reproduksi kini telah menembus berbagai metode canggih untuk menolong

pasangan yang kesulitan mendapatkan keturunan. Gebrakan pertama terjadi saat metode
"bayi tabung" pertama melahirkan Louise Brown asal Inggris pada 1978. Setelah itu,
banyak teknik lain yang lebih mengagumkan berturut-turut ditemukan, termasuk metode
penyuntikan satu sperma terhadap satu sel telur secara in vitro.

Sering kali kita mendengar ‘ikut bayi tabung aja…’ atau ’anaknya dia dari hasil bayi
tabung’. Apa sih sebenarnya definisi atau pengertian bayi tabung itu? Apakah ini adalah
cara untuk mendapatkan anak?
Kalau dilihat dari kata ‘bayi’ & ‘tabung’, mungkin bayi tabung berarti bayi dari hasil
pembuahan di tabung. Ada juga yang bilang bayi tabung adalah bayi dari hasil tabungan
… memang benar juga sih soalnya proses bayi tabung itu tidak murah alias menguras
kantong.
Tetapi bayi tabung itu sebenarnya adalah proses pembuahan sel telur dan sperma di luar
tubuh wanita, dalam istilah kerennya in vitro vertilization (IVF).
In vitro adalah bahasa latin yang berarti dalam gelas/tabung gelas (nah nyambung juga
kan dengan kata tabung). Dan vertilization adalah bahasa Inggrisnya pembuahan.
Dalam proses bayi tabung atau IVF, sel telur yang sudah matang (seperti masak telur saja
ya) diambil dari indung telur lalu dibuahi dengan sperma di dalam sebuah medium cairan.
Setelah berhasil, embrio kecil yang terjadi dimasukkan ke dalam rahim dengan harapan
dapat berkembang menjadi bayi…
DAMPAK.Proses bayi tabung merupakan sebuah proses yang tidak alami dan biasanya
sesuatu yang tidak alami itu ada efek sampingnya.
Sebelum memutuskan untuk ikut program bayi tabung, saya diinformasikan sama dokter
tentang komplikasi yang bisa terjadi:
Ovarian Hyperstimulation Syndrome (OHSS), merupakan komplikasi dari proses
stimulasi perkembangan telur dimana banyak folikel yang dihasilkan sehingga terjadi
akumulasi cairan di perut. Cairan bisa sampai ke rongga dada dan yang paling
parah harus masuk rumah sakit karena cairan harus dikeluarkan dengan membuat lubang
dibagian perut. Kalau tidak dikeluarkan bisa menggangu fungsi tubuh yang lain. Jangan
takut dulu, OHSS yang parah ini hanya dialami oleh sekitar 1% dari pasien… kata dokter.
Dan sayangnya ini terjadi terhadap saya…
Kehamilan kembar, bukan merupakan rahasia lagi kalau proses bayi tabung bisa
menghasilkan lebih dari satu bayi. Kelihatannya enak punya anak kembar, tapi katanya
resiko melahirkannya lebih tinggi dari kalau hanya satu bayi. Tidak jarang bayinya
bisa masuk ICU karena prematur. Tak terbayang rasanya kalau mengandung bayi lebih
dari satu, kalau kembar dua sih umum… coba kalau tiga atau lebih … aduh perut bisa
kaya apa yah? dan bayinya pasti kecil-kecil.
Kalau kembar dua saya maaau sekali… dua anak cukup.
Keguguran. Ini memang bisa juga terjadi pada kehamilan normal. Tingkat keguguran
kehamilan bayi tabung sekitar 20%.
Kehamilan diluar kandungan atau kehamilan ektopik, kemungkinan terjadi sekitar 5%.
Resiko pendarahan pada saat pengambilan sel telur (Ovum Pick Up), sangat jarang
terjadi. Karena prosedurnya menggunakan jarum khusus yang dimasukkan ke dalam
rahim, resiko pendarahan bisa terjadi yang tentunya membutuhkan perawatan lebih
lanjut.
Walaupun diberi tahu komplikasi ini kita tetap saja memutuskan untuk maju terus …
pantang mundur. Memang tidak mudah yah kalau ingin punyak anak… berbahagialah
bagi ibu-ibu yang bisa hamil normal.

Latar Belakang Munculnya Inseminasi Buatan (Bayi Tabung)

Pelayanan terhadap bayi tabung dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah fertilisasi-
in-vitro yang memiliki pengertian sebagai berikut : Fertilisasi-in-vitro adalah pembuahan
sel telur oleh sel sperma di dalam tabung petri yang dilakukan oleh petugas medis.
Inseminasi buatan pada manusia sebagai suatu teknologi reproduksi berupa teknik
menempatkan sperma di dalam vagina wanita, pertama kali berhasil dipraktekkan pada
tahun 1970. Awal berkembangnya inseminasi buatan bermula dari ditemukannya teknik
pengawetan sperma. Sperma bisa bertahan hidup lama bila dibungkus dalam gliserol
yang dibenamkan dalam cairan nitrogen pada temperatur -321 derajat Fahrenheit.

Pada mulanya program pelayanan ini bertujuan untuk menolong pasangan suami istri
yang tidak mungkin memiliki keturunan secara alamiah disebabkan tuba falopii istrinya
mengalami kerusakan yang permanen. Namun kemudian mulai ada perkembangan
dimana kemudian program ini diterapkan pula pada pasutri yang memiliki penyakit atau
kelainan lainnya yang menyebabkan tidak dimungkinkan untuk memperoleh keturunan.

Otto Soemarwoto dalam bukunya “Indonesia Dalam Kancah Isu Lingkungan Global”,
dengan tambahan dan keterangan dari Drs. Muhammad Djumhana, S.H., menyatakan
bahwa bayi tabung pada satu pihak merupakan hikmah. Ia dapat membantu pasangan
suami istri yang subur tetapi karena suatu gangguan pada organ reproduksi, mereka tidak
dapat mempunyai anak. Dalam kasus ini, sel telur istri dan sperma suami dipertemukan di
luar tubuh dan zigot yang terjadi ditanam dalam kandungan istri. Dalam hal ini kiranya
tidak ada pendapat pro dan kontra terhadap bayi yang lahir karena merupakan keturunan
genetik suami dan istri.

Akan tetapi seiring perkembangannya, mulai timbul persoalan dimana semula program
ini dapat diterima oleh semua pihak karena tujuannya yang “mulia” menjadi
pertentangan. Banyak pihak yang kontra dan pihak yang pro. Pihak yang pro dengan
program ini sebagian besar berasal dari dunia kedokteran dan mereka yang kontra berasal
dari kalangan alim ulama. Tulisan ini tidak akan membahas mengenai pro kontra yang
ada tetapi akan membahas mengenai aspek hukum perdata yang menekankan pada status
hukum dari si anak dan segala akibat yang mengikutinya.

Proses Inseminasi Buatan (Bayi Tabung)

Dalam melakukan fertilisasi-in-virto transfer embrio dilakukan dalam tujuh tingkatan


dasar yang dilakukan oleh petugas medis, yaitu :
1. Istri diberi obat pemicu ovulasi yang berfungsi untuk merangsang indung telur
mengeluarkan sel telur yang diberikan setiap hari sejak permulaan haid dan baru
dihentikan setelah sel-sel telurnya matang.
2. Pematangan sel-sel telur sipantau setiap hari melalui pemeriksaan darah Istri dan
pemeriksaan ultrasonografi.
3. Pengambilan sel telur dilakukan dengan penusukan jarum (pungsi) melalui vagina
dengan tuntunan ultrasonografi.
4. Setelah dikeluarkan beberapa sel telur, kemudian sel telur tersebut dibuahi dengan sel
sperma suaminya yang telah diproses sebelumnya dan dipilih yang terbaik.
5. Sel telur dan sperma yang sudah dipertemukan di dalam tabung petri kemudian
dibiakkan di dalam lemari pengeram. Pemantauan dilakukan 18-20 jam kemudian dan
keesokan harinya diharapkan sudah terjadi pembuahan sel
6. Embrio yang berada dalam tingkat pembelahan sel ini. Kemudian diimplantasikan ke
dalam rahim istri. Pada periode ini tinggal menunggu terjadinya kehamilan.
7. Jika dalam waktu 14 hari setelah embrio diimplantasikan tidak terjadi menstruasi,
dilakukan pemeriksaan air kemih untuk kehamilan, dan seminggu kemudian dipastikan
dengan pemeriksaan ultrasonografi.

Permasalahan Hukum Perdata yang Timbul Dalam Inseminasi Buatan (Bayi


Tabung)

Inseminasi buatan menjadi permasalahan hukum dan etis moral bila sperma/sel telur
datang dari pasangan keluarga yang sah dalam hubungan pernikahan. Hal ini pun dapat
menjadi masalah bila yang menjadi bahan pembuahan tersebut diambil dari orang yang
telah meninggal dunia. Permasalahan yang timbul antara lain adalah :
1. Bagaimanakah status keperdataan dari bayi yang dilahirkan melalui proses inseminasi
buatan?
2. Bagaimanakah hubungan perdata bayi tersebut dengan orang tua biologisnya? Apakah
ia mempunyai hak mewaris?
3. Bagaimanakah hubungan perdata bayi tersebut dengan surogate mother-nya (dalam
kasus terjadi penyewaan rahim) dan orang tua biologisnya? Darimanakah ia memiliki hak
mewaris?

Tinjauan dari Segi Hukum Perdata Terhadap Inseminasi Buatan (Bayi Tabung)

Jika benihnya berasal dari Suami Istri


· Jika benihnya berasal dari Suami Istri, dilakukan proses fertilisasi-in-vitro transfer
embrio dan diimplantasikan ke dalam rahim Istri maka anak tersebut baik secara biologis
ataupun yuridis mempunyai satus sebagai anak sah (keturunan genetik) dari pasangan
tersebut. Akibatnya memiliki hubungan mewaris dan hubungan keperdataan lainnya.
· Jika ketika embrio diimplantasikan ke dalam rahim ibunya di saat ibunya telah bercerai
dari suaminya maka jika anak itu lahir sebelum 300 hari perceraian mempunyai status
sebagai anak sah dari pasangan tersebut. Namun jika dilahirkan setelah masa 300 hari,
maka anak itu bukan anak sah bekas suami ibunya dan tidak memiliki hubungan
keperdataan apapun dengan bekas suami ibunya. Dasar hukum ps. 255 KUHPer.
· Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami, maka secara
yuridis status anak itu adalah anak sah dari pasangan penghamil, bukan pasangan yang
mempunyai benih. Dasar hukum ps. 42 UU No. 1/1974 dan ps. 250 KUHPer. Dalam hal
ini Suami dari Istri penghamil dapat menyangkal anak tersebut sebagai anak sah-nya
melalui tes golongan darah atau dengan jalan tes DNA. (Biasanya dilakukan perjanjian
antara kedua pasangan tersebut dan perjanjian semacam itu dinilai sah secara perdata
barat, sesuai dengan ps. 1320 dan 1338 KUHPer.)

Jika salah satu benihnya berasal dari donor

· Jika Suami mandul dan Istrinya subur, maka dapat dilakukan fertilisasi-in-vitro transfer
embrio dengan persetujuan pasangan tersebut. Sel telur Istri akan dibuahi dengan Sperma
dari donor di dalam tabung petri dan setelah terjadi pembuahan diimplantasikan ke dalam
rahim Istri. Anak yang dilahirkan memiliki status anak sah dan memiliki hubungan
mewaris dan hubungan keperdataan lainnya sepanjang si Suami tidak menyangkalnya
dengan melakukan tes golongan darah atau tes DNA. Dasar hukum ps. 250 KUHPer.
· Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami maka anak yang
dilahirkan merupakan anak sah dari pasangan penghamil tersebut. Dasar hukum ps. 42
UU No. 1/1974 dan ps. 250 KUHPer.

Jika semua benihnya dari donor

· Jika sel sperma maupun sel telurnya berasal dari orang yang tidak terikat pada
perkawinan, tapi embrio diimplantasikan ke dalam rahim seorang wanita yang terikat
dalam perkawinan maka anak yang lahir mempunyai status anak sah dari pasangan Suami
Istri tersebut karena dilahirkan oleh seorang perempuan yang terikat dalam perkawinan
yang sah.
· Jika diimplantasikan ke dalam rahim seorang gadis maka anak tersebut memiliki status
sebagai anak luar kawin karena gadis tersebut tidak terikat perkawinan secara sah dan
pada hakekatnya anak tersebut bukan pula anaknya secara biologis kecuali sel telur
berasal darinya. Jika sel telur berasal darinya maka anak tersebut sah secara yuridis dan
biologis sebagai anaknya.

Dari tinjauan yuridis menurut hukum perdata barat di Indonesia terhadap kemungkinan
yang terjadi dalam program fertilisasi-in-vitro transfer embrio ditemukan beberapa
kaidah hukum yang sudah tidak relevan dan tidak dapat meng-cover kebutuhan yang ada
serta sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan yang ada khususnya mengenai status
sahnya anak yang lahir dan pemusnahan kelebihan embrio yang diimplantasikan ke
dalam rahim ibunya. Secara khusus, permasalahan mengenai inseminasi buatan dengan
bahan inseminasi berasal dari orang yang sudah meninggal dunia, hingga saat ini belum
ada penyelesaiannya di Indonesia. Perlu segera dibentuk peraturan perundang-undangan
yang secara khusus mengatur penerapan teknologi fertilisasi-in-vitro transfer embrio ini
pada manusia mengenai hal-hal apakah yang dapat dibenarkan dan hal-hal apakah yang
dilarang.

Kasus Inseminasi Buatan di Amerika Serikat


Mary Beth Whitehead sebagai ibu pengganti (surrogate mother) yang berprofesi sebagai
pekerja kehamilan dari pasangan William dan Elizabeth Stern pada akhir tugasnya
memutuskan untuk mempertahankan anak yang dilahirkannya itu. Timbul sengketa
diantara mereka yang kemudian oleh Pengadilan New Jersey, ditetapkan bahwa anak itu
diserahkan dalam perlindungan ayah biologisnya, sementara Mrs. Mary Beth Whitehead
(ibu pengganti) diberi hak untuk mengunjungi anak tersebut.

Negara Lain
Negara yang memberlakukan hukum islam sebagai hukum negaranya, tidak
diperbolehkan dilakukannya inseminasi buatan dengan donor dan dan sewa rahim.
Negara Swiss melarang pula dilakukannya inseminasi buatan dengan donor. Sedangkan
Lybia dalam perubahan hukum pidananya tanggal 7 Desember 1972 melarang semua
bentuk inseminasi buatan. Larangan terhadap inseminasi buatan dengan sperma suami
didasarkan pada premis bahwa hal itu sama dengan usaha untuk mengubah rancangan
ciptaan Tuhan.
Diposkan oleh Ronald Halim di 03:45 0 komentar Link ke posting ini
Jumat, 16 November 2007
Rokok berkaitan erat dengan kemampuan reproduksi. Salah satunya, adalah kemampuan
seorang pria untuk menghasilkan sperma yang berkualitas. Berbagai penelitian
membuktikan bahwa rokok bisa menurunkan kualitas sperma. Ini sangat masuk akal
mengingat dalam sebatang rokok terdapat sekitar 4.000 partikel kimia yang berbahaya
bagi tubuh alias beracun.
Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa racun dalam rokok ini bisa masuk ke testis,
sehingga mengganggu perkembangan sperma. Partikel tersebut masuk ke darah dan
semen. "Kondisi pada sperma akibat rokok itu bisa dilihat dari jumlah spermanya yang
berkurang, gerakannya menjadi lambat, dan bentuknya menjadi jelek," jelas embriologis
dari Klinik Infertilitas Permata Hati RS Dr Sardjito, dr Ita Fauzia Hanoum, MCE.
Ada penelitian yang bisa membuktikan kalaupun bentuk sperma tidak bermasalah,
kemudian gerakannya tidak terlalu berpengaruh, jumlahnya juga tidak terlalu turun, tetapi
DNA-nya rusak. Jadi, kata dia, sekarang yang menjadi perhatian para perokok, terutama
perokok berat, adalah kemungkinan tidak punya anak.
Penelitian yang mengemukakan bahwa rokok dapat mempengaruhi kualitas sel DNA
sperma pria banyak membuat papa pria tersebut memilih jalur bayi tabung dalam hal
memperoleh keturunan, tapi lewat proses bayi tabung-pun, DNA sel sperma yang sudah
rusak akan tetap mempengaruhi proses kelahiran bayi tabung.
Kerusakan DNA itu bisa mempengaruhi banyak hal, bisa yang minor sampai ke mayor.
"Angka keguguran menjadi tinggi. Kalau ayah dan ibunya merokok, kontribusinya
menjadi dua, tetapi kalau ibunya tidak merokok, angka kegugurannya karena DNA
ayahnya rusak," tandasnya. Parahnya lagi, kalau si ibu tidak mengalami keguguran dan
anak lahir hidup, anaknya mungkin ada kecacatan tertentu. "Apalagi bila si isteri usainya
sudah lanjut, suami merokok, angka kecacatan anaknya akan semakin tinggi," jelasnya.
Di Klinik Permata Hati belum dilakukan penelitian tentang hubungan laki-laki yang ikut
program bayi tabung dengan perilaku merokok, tetapi mereka selalu ditanya apakah
mereka merokok atau tidak. Disarankan pula kepada para suami perokok yang ikut
program bayi tabung agar tidak merokok. ''Memang ada yang mempertimbangkan hal itu,
tetapi sebagian besar menganggap tidak ada pengaruhnya dan tidak peduli. Mereka tetap
merokok. Padahal pendidikan mereka menengah ke atas,'' ungkap Ita. Dari hasil
penelitian juga didapatkan bahwa suami perokok kemampuan untuk menghamili isterinya
lebih lambat daripada suami yang tidak merokok. Kalaupun sang istri bisa hamil, masalah
lain akan menanti di depan mata. Maka dari itu cara bayi tabung pun tetap tidak akan
memberikan hasil yang baik jika anda tetap merokok.
Diposkan oleh Ronald Halim di 22:04 0 komentar Link ke posting ini
Bayi Tabung Lebih Pintar?
Penelitian pertama terhadap anak-anak usia delapan tahun dari hasil pembuahan melalui
metode intracytoplasmic sperm injection (ICSI) atau bayi tabung menunjukkan bahwa
mereka rata-rata memiliki tingkat intelegensi yang lebih baik daripada anak-anak hasil
reproduksi normal. Hal tersebut menolak anggapan bahwa teknik tersebut tidak seaman
metode in vitro vertilization (IVF) standar yang biasa dipakai untuk menghasilkan bayi
tabung.

ICSI dilakukan dengan menyuntikkan sperma secara langsung ke dalam sel telur, berbeda
dengan IVF standar yang hanya meletakkan sperma sedekat mungkin dengan sel telur,
tanpa disuntikkan, agar dapat melakukan pembuahan secara alami.

Beberapa penelitian pendahuluan yang dilakukan sejak 1998 melaporkan bahwa anak-
anak hasil bayi tabung/ICSI usia satu tahun terlambat berkembang dibandingkan anak-
anak yang normal. Sehingga keamanan teknik tersebut sempat diragukan. Tapi, penelitian
yang lebih lama terhadap anak usia lima tahun, tidak ditemukan perbedaan tingkat
perkembangan yang signifikan.

Baru-baru ini, tim yang dipimpin Lize Leunens dari Free University of Brussels (VUB) di
Belgia membandingkan antara tingkat intelegensi dan kemampuan motorik terhadap 151
anak hasil bayi tabung usia delapan tahun dengan 153 anak hasil pembuahan normal.

Hasilnya, tidak ada perbedaan dalam kemampuan motorik dan anak-anak ICSI memiliki
nilai tes intelegensi yang lebih tinggi daripada yang normal. Leunens memaparkan hasil
penelitiannya dalam pertemuan tahunan Perkumpulan Reproduksi Manusia dan
Embriologi Eropa di Kopenhagen, Denmark, Selasa (21/6).

"Kami sangat gembira karena dalam jangka panjang anak-anak hasil bayi tabung tersebut
tidak menderita kemunduran dalam perkembangannya," katanya.

Dalam penelitian tersebut, tidak ada perbedaan level pendidikan dari ibunya, yang
diketahui mempengaruhi tingkat intelegensi seorang anak. Oleh karena itu Leunens
berpendapat bahwa alasan yang dapat menerangkan adalah motivasi yang lebih besar dari
ibu yang mengandung bayi ICSI. "Ibu yang mengandung bayi ICSI ini mungkin
mendedikasikan dirinya secara khusus sebagai orang tua," katanya.

Selain itu, penjelasan yang masuk akal juga disampaikan menanggapi kemunduran
tingkat perkembangan pada bayi ICSI yang berusia sangat muda. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa ibu bayi ICSI lebih suka membesarkan anaknya di rumah daripada
mengirimkan ke playgroup atau berinteraksi dengan orang lain, kondisi yang mungkin
menyebabkan kemunduran dalam perkembangan sosial.
Tapi, penelitian ini bukanlah jawaban terakhir. Penelitian lain menunjukkan bahwa
penolakan banyak orang tua untuk mengijinkan anaknya diteliti, mungkin agak
menurunkan kepercayaan hasil penelitian Leunens. Faktanya, sepertiga orangtua anak-
anak ICSI menolak berpartisipasi.

Tanpa mengesampingkan kemungkinan-kemungkinan yang lain, Leunens menyatakan


bahwa hasil penelitian tidak berbeda dengan kondisi yang dipaparkan orang tua melalui
wawancara telepon. Ia juga menekankan bahwa penelitiannnya tidak melihat masalah
kesehatan yang lain.(NewScientist.com/Wah)
Diposkan oleh Ronald Halim di 04:40 0 komentar Link ke posting ini
Tehnik Bayi Tabung: Bedah Laparoskopik
Dalam proses bayi tabung secara ICSI, GIFT atau ZIFT seringkali ada operasi bedah
laparoskopik (laparoscopic surgery). Ini adalah sedikit pembahasan mengenai
laparoscopic surgery tersebut.

Operasi bedah laparoskopik merupakan teknik bedah yang dilakukan dengan cara
membuat lubang kecil di dinding perut dan mengangkat kandung empedu dengan
instrumen khusus menggunakan sistem endokamera melalui layar monitor.
Operasi ini digunakan dalam prosedur bayi tabung untuk memasukkan sel telur yang
sudah dibuahi oleh sel sperma dan berkembang menjadi zigot ke dalam tuba fallopi si
pasien wanita untuk kemudian agar dapat tumbuh secara alamiah menjadi bayi.

Efek bedah laparoskopik merupakan kebalikan dari efek bedah konvensional yang
seringkali menimbulkan rasa nyeri pasca operasi, munculnya bekas pembedahan, masa
pulih yang lambat, dan masa rawat yang panjang. Efek laparoskopik ini yaitu rasa nyeri
yang minimal, masa rawat pendek, masa pulih cepat serta luka parut yang minimal.

Angka kematian pada sistem operasi bedah ini tercatat nihil, sedangkan penyulit dan
konversi ke bedah konvensional kurang dari satu persen. Bedah laparoskopik sendiri
merupakan teknik bedah invasif minimal yang menggunakan sistem endokamera,
pneumoperitoneum dan instrumen khusus.

Pembedahan dilakukan di dalam rongga abdomen melalui layar monitor tanpa melihat
dan menyentuh langsung organ yang dioperasi. Karena itu, spesialis bedah memerlukan
pelatihan koordinasi mata dan tangan untuk menguasai keterampilan teknik bedah
laparoskopik.
Diposkan oleh Ronald Halim di 04:32 74 komentar Link ke posting ini
http://bayitabung.blogspot.com/
Sebagai salah satu teknik rekayasa reproduksi, program bayi tabung memiliki sejumlah
keunggulan dan kelemahan. Apa sajakah itu? Anak adalah dambaan setiap pasangan
suami istri (pasutri). Tapi faktanya, tak semua pasutri dapat dengan mudah memperoleh
keturunan. Data menunjukkan, 11-15 persen pasutri usia subur mengalami kesulitan
untuk memperoleh keturunan, baik karena kurang subur (subfertil) atau tidak subur
(infertil).

Kini, seiring makin majunya ilmu dan teknologi kedokteran, sebagian besar dari
penyebab infertilitas (ketidaksuburan) telah dapat diatasi dengan pemberian obat atau
operasi. Namun, sebagian kasus infertilitas lainnya ternyata perlu ditangani dengan teknik
rekayasa reproduksi, misalnya inseminasi buatan, dan pembuahan buatan seperti tandur
alih gamet intra-tuba, tandur alih zigot intra-tuba, tandur alih pronuklei intra-tuba, suntik
spermatozoa intra-sitoplasma, dan fertilisasi in vitro. Nah, yang disebut terakhir
(fertilisasi in vitro/FIV), lebih dikenal dengan sebutan bayi tabung. Ini merupakan salah
satu teknik hilir pada penanganan infertilitas.

Teknik ini dilakukan untuk memperbesar kemungkinan kehamilan pada pasutri yang
telah menjalani pengobatan fertilitas lainnya, namun tidak berhasil atau tidak
memungkinkan. Artinya, FIV merupakan muara dari penanganan infertilitas. Dalam FIV,
spermatozoa suami dipertemukan dengan ovum (sel telur) istrinya di luar tubuh hingga
tercapai pembuahan. Menurut Prof Dr Ichramsjah A Rachman SpOG(K), spesialis
obstetri dan ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), kehamilan
akan terjadi jika semua alat reproduksi berfungsi sebagaimana mestinya. Sebaliknya, jika
salah satu alat reproduksi tidak berfungsi, misalnya saluran tuba sang istri mengalami
penyumbatan sehingga menghalangi masuknya sperma, maka hal ini bisa menyebabkan
sperma dan sel telur tidak bertemu. ''Jika ini yang terjadi, bagaimana bisa terjadi
kehamilan. Nah, biasanya karena alasan ini pasutri memutuskan untuk mengikuti
program ini (bayi tabung),'' kata Ichramsjah.

Bertahap
Program bayi tabung ini dilakukan secara bertahap. Dimulai dengan pendaftaran diri oleh
pasutri yang berminat mengikuti program ini. Pada tahap ini, peserta biasanya melakukan
konsultasi dengan dokter spesialis obstetri dan ginekologi. Setelah itu, penanganan akan
dilanjutkan oleh dokter spesialis dari tim FIV untuk menentukan waktu pelaksanaan
program. Tahap selanjutnya adalah pemeriksaan awal terhadap pasutri, yang meliputi
pemeriksaan fisik dan laboratorium. Untuk suami, pemeriksaan fisik meliputi
perkembangan seksual dan ciri-ciri seks sekunder, pemeriksaan organ reproduksi lain,
kemampuan ereksi, dan ejakulasi.

Sedangkan untuk pemeriksaan laboratorium mencakup pemeriksaan darah dan urin


lengkap untuk menilai ada tidaknya penyakit-penyakit yang bisa mempengaruhi
keberhasilan program, misalnya saja penyakit kencing manis (diabetes mellitus), penyakit
hati, penyakit tiroid, penyakit ginjal, HIV (jika ada petunjuk ke arah itu), sindrom
antifosfolipid, serta infeksi TORSH-KM (toksoplasma, rubella, sitomegalus, herpes,
klamidia, mikoplasma). Sementara pemeriksaan pada pihak istri meliputi pemeriksaan
perkembangan seksual (payudara dan sebaran rambut), pemeriksaan organ reproduksi,
dan pemeriksaan laboratorium (sama seperti yang dilakukan suami). Pada pemeriksaan
organ reproduksi, dokter biasanya akan dibantu oleh sejumlah alat canggih seperti
ultrasonografi, histeroskopi, dan laparoskopi.

Dengan alat-alat itu, tim dokter bisa melihat keadaan rahim, serta bentuk dan potensi
saluran telur. Selain pemeriksaan-pemeriksaan tersebut, istri juga menjalani pemantauan
ovulasi. Setelah semua tahap awal selesai dan tidak ditemukan kelainan, maka pasutri ini
siap menjalani tahap berikutnya, yaitu mempertemukan sel telur dan sperma dengan
menggunakan cawan biakan dibantu mikroskop khusus. Ini semua dilakukan di
laboratorium dengan pengawasan yang ketat, sampai terjadinya pembuahan dan
perkembangan awal embrio. Pengawasan yang ketat itu dilakukan agar embrio yang
masih sensitif tersebut terjaga dari segala macam bentuk gangguan, misalnya saja bau cat,
parfum, atau lainnya. Seperti dijelaskan oleh dokter HR Nurhidayat Kusuma SpOG,
spesialis obstetri dan ginekologi dari Rumah Sakit Ibu dan Anak Budhi Jaya, Jakarta
Selatan, sel telur yang sudah dibuahi dibiarkan 2-3 hari dalam pengeram (inkubator) agar
membelah diri menjadi 4-8 sel. Setelah itu, embrio dimasukkan ke dalam rahim, dan
proses perkembangan embrio selanjutnya berlangsung seperti kehamilan biasa. Program
bayi tabung sebagai salah satu teknik rekayasa reproduksi memiliki sejumlah keunggulan
dan kelemahan.

Hal ini tentu patut dipertimbangkan oleh pasutri yang menginginkan anak dan berniat
mengikuti program ini. Keunggulan program bayi tabung adalah dapat memberikan
peluang kehamilan bagi pasutri yang sebelumnya menjalani pengobatan infertilitas biasa,
namun tidak pernah membuahkan hasil. Sedangkan kelemahan dari program ini adalah
tingkat keberhasilannya yang belum mencapai 100 persen. Di Indonesia misalnya, tingkat
keberhasilan tertinggi program bayi tabung dicapai oleh Rumah Sakit Harapan Kita,
Jakarta, yaitu 50 persen. Sedangkan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo mencapai 30-
40 persen. Kelemahan lainnya adalah, rentang waktu untuk mengikuti program ini cukup
lama dan memerlukan biaya yang mahal, berkisar antara 35 juta rupiah - 40 juta rupiah.
Satu hal lagi, program ini sering kali tak bisa sekali jadi, sehingga perlu diulang. Selain di
Jakarta, program bayi tabung juga sudah bisa dilakukan di beberapa kota lain di
Indonesia misalnya, Surabaya (RS Budi Mulya dan RS Dr Soetomo), juga Semarang, dan
Yogyakarta. ( mg04 )

Penelitian Risiko Bayi Tabung


http://www.dw-world.de/dw/article/0,,3780767,00.html

Großansicht des Bildes mit der Bildunterschrift:

Bayi tabung pertama Louis Brown dari Inggris lahir 30 tahun lalu. Kini
program bayi tabung merupakan hal rutin, terutama di negara-
negara maju. Akan tetapi tidak banyak diketahui dampak
jangka panjang dari program ini.

Pembuahan buatan sudah merupakan prosedur standar kedokteran, untuk menolong


pasangan yang sulit punya anak secara alami. Jumlah pasangan suami-istri yang
melaksanakan program bayi tabung dari tahun ke tahun juga meningkat. Sebuah
pemecahan praktis yang juga harus disadari mengandung risiko. Prosedurnya saja sudah
amat menegangkan, melelahkan dan bahkan sering memicu rasa frustrasi. Belum lagi
mengintai bahaya kecacatan pada bayi dan dampak lainnya. Seberapa besar risiko
program bayi tabung itu, kini menjadi tema penelitian sejumlah dokter dan ilmuwan
Jerman.

Metode umum yang digunakan sejak 30 tahun lalu, adalah pembuahan dalam tabung
reaksi atau istilahnya pembuahan in-vitro. Secara sederhana caranya adalah dengan
membuahi sel telur dengan sel sperma di luar rahim ibu. Setelah terjadi pembuahan,
barulah sel telur itu kembali dicangkokan ke dalam rahim ibu.

Bildunterschrift: Großansicht des Bildes mit der


Bildunterschrift: Louise Brown, bayi tabung pertama, ketika berumur 1 tahun
Pembuahan in-vitro benar-benar program bayi tabung, karena sel telur dan sperma
dipertemukan dalam tabung reaksi. Selain itu juga dikembangkan metode terbaru, berupa
pembuahan buatan di dalam rahim menggunakan bantuan semacam pipet untuk
menyuntikan sperma. Metodenya disebut intra-cytoplasma dengan menyuntikan sperma.
Di Jerman anak pertama yang dibuahi dengan metode intra-cytoplasma ini dilahirkan
tahun 1994 lalu, dari pasangan yang suaminya tidak mampu membuahi sel telur istrinya
secara alami.

Belum diketahui apakah ketidakmampuan ayahnya untuk melakukan pembuahan secara


alami, juga akan diturunkan kepada anaknya. Namun diketahui, pembuahan intra-
cytoplasma lebih berisiko dibanding pembuahan dalam tabung atau in-vitro. Risikonya
adalah bayi dengan cacat bawaan. Seperti yang dijelaskan Prof. Hilke Bertelsmann, pakar
ilmu kesehatan dan sekaligus juga pakar biologi Jerman.

“Cacat bawaan adalah cacat yang kelihatan maupun yang tidak, seperti kelainan pada
jantung, ginjal dan organ tubuh lainnya. Kekhawatiran lainnya adalah, sel sperma dan sel
telur mengalami kerusakan akibat panas atau manipulasi. Karena itu ditakutkan semakin
banyak kasus cacat bawaan dari metode pembuahan menggunakan pipet yang disuntikan
ke sel telur, ketimbang pembuahan dalam tabung reaksi.“

Berlandaskan dugaan semacam itu, Prof. Bertelsmann mengimbau komisi kedokteran


federal di Jerman, yang merupakan lembaga tertinggi administrasi kedokteran dengan
anggota para dokter, rumah sakit dan asuransi kesehatan, untuk melakukan penelitian
terpadu serta penelitian data secara sistematis. Tujuannya untuk meneliti risiko
munculnya cacat bawaan pada berbagai metode pembuahan buatan.
Bildunterschrift: Großansicht des Bildes mit der
Bildunterschrift: Seorang dokter sedang melakukan proses pembuahan buatanSejauh ini
memang belum diketahui secara pasti apa penyebab meningkatnya kasus cacat bawaan
pada bayi tabung itu. Dalam 10 kasus yang diamati, menyangkut perbedaan metode in-
vitro dan intra-cytoplasma, sejauh ini tidak ditemukan hasil yang signifikan. Artinya,
kemungkinan besar metode intra-cytoplasma juga tidak meningkatkan risiko munculnya
cacat bawaan.

Prof.Hilke Bertelsmann lebih lanjut mengatakan, “Walaupun begitu kami harus


mengatakan, kami tidak tahu, apakah hal itu disebabkan metode kedokteran dari
pembuahan buatan, atau dari meningkatnya risiko pada orang tua. Karena pada dasarnya
akibat risiko itulah mengapa mereka tidak bisa mendapatkan anak dengan cara alami.“

Yang sudah pasti, kasus cacat bawaan lebih banyak terjadi pada anak-anak yang
dilahirkan dengan cara pembuahan buatan, baik itu dengan metode in-vitro maupun intra-
cytoplasma, ketimbang pada anak-anak yang dilahirkan dari pembuahan secara alami.

Selain itu, kuota keberhasilan pembuahan buatan juga relatif rendah. Hanya 40 persen
pembuahan buatan yang sukses menimbulkan kehamilan. Sementara jumlah sukses
kehamilan hingga melahirkan anak jauh lebih rendah lagi, yakni hanya 15 persen dari
seluruh kehamilan melalui metode pembuahan buatan. Karena itulah, cukup banyak
pasangan suami istri yang memutuskan, melakukan pembuahan buatan beberapa sel telur
sekaligus dan mencangkokan sel embryo tersebut dalam rahim.

Dengan begitu diharapkan salah satu embryo akan berhasil berkembang menjadi janin di
dalam rahim. Akan tetapi, juga muncul masalah lainnya. Kadang-kadang beberapa sel
telur yang sudah dibuahi secara buatan, berkembang bersamaan di dalam rahim. Terjadi
kehamilan kembar lebih dari dua bayi. Dampaknya adalah berkurangnya peluang janin
untuk terus berkembang dalam rahim.

Masalah lainnya yang dihadapi di Jerman adalah kendala hukum. Aturan yang berlaku
untuk pembuahan buatan, tidak mengizinkan orang tua menggugurkan salah satu bayi
kembar lebih dari dua, hasil dari pembuahan buatan. Atau secara bahasa kedokterannya,
memberikan peluang kepada janin yang memiliki kemungkinan paling baik untuk terus
berkembang dalam rahim, dengan menyingkirkan saingannya yang kemungkinan cacat.

Terlepas dari aturan yang berlaku, teknologi pembuahan buatan atau program bayi
tabung, walaupun sudah berumur 30 tahun, tetap mengandung banyak misteri dan
pertanyaan yang belum terjawab tuntas secara ilmu kedokteran, menyangkut
kemungkinan risiko cacat bawaan. (as)

Bayi tabung (In Vitro Fertilitation) adalah bayi hasil konsepsi (pertemuan antara sel
telur dan sperma) yang dilakukan di dalam sebuah tabung di laboratorium dimana di
dalam laboratorium tersebut temperatur dan situasinya sama persis dengan keadaan
aslinya (rahim atau uterus).

Secara singkat, proses pembuatan bayi tabung secara umum ialah melalui tahap – tahap
berikut ini :

1. Mula – mula dengan suatu alat khusus dilakukan pengambilan sel telur dari
seorang ibu yang baru saja mengalami ovulasi.
2. Sel telur yang sudah diambil tadi kemudian dibuahi oleh sel sperma yang sudah
dipersiapkan sebelumnya. Pembuahan tersebut dilakukan dalam tabung yang
suasananya di buat persis seperti uterus.
3. Setelah terjadi pembuahan, zigot dipelihara didalam tabung sampai pada saat
tertentu.
4. Zigot dibiarkan berkembang dan mengalami pembelahan hingga menjadi
beberapa puluh sel.
5. Setelah terbentuk beberapa puluh sel, anakan sel tersebut dimasukan kembali
kedalam rahim atau uterus ibu semula. Diharapkan, dalam rahim tersebut akan
tumbuh menjadi embrio (hamil) hingga saat kelahiran tiba.

Adapun dampak positif dari teknik bayi tabung, antara lain :

1. Memberi harapan kepada pasangan pasutri yang lambat punya anak atau mandul.
2. Membantu oranga lain yang mengidap penyakit.
3. Memberikan harapan bagi kesejahteraan umat manusia.
4. Menghindari penyakit (seperti penyakit menurun/genetis, sehingga untuk kedepan
akan terlahir manusia yang sehat dan bebas dari penyakit keturunan.
5. Menuntut manusia untuk menciptakan sesuatu yang baru.

Dampak negatif dari teknologi bayi tabung ini, antara lain :

1. Munculnya persewaan rahim dan permasalahannya (menyewa rahim ibu yang


lain).
2. Bertentangan dengan kodrat dan fitrah manusia sebagai mahluk tuhan.
3. Kemajuan teknologi telah memperbudak manusia.
4. Memerlukan biaya yang besar sehingga hanya dapat dijangkau oleh kalangan
tertentu.
Bayi tabung adalah suatu istilah teknis. Istilah ini tidak berarti bayi yang terbentuk di
dalam tabung, melainkan dimaksudkan sebagai metode untuk membantu pasangan subur
yang mengalami kesulitan di bidang” pembuahan “ sel telur wanita oleh sel sperma pria.
Secara teknis, dokter mengambil sel telur dari indung telur wanita dengan alat yang
disebut "laparoscop" ( temuan dr. Patrick C. Steptoe dari Inggris ). Sel telur itu kemudian
diletakkan dalam suatu mangkuk kecil dari kaca dan dipertemukan dengan sperma dari
suami wanita tadi. Setelah terjadi pembuahan di dalam mangkuk kaca itu tersebut,
kemudian hasil pembuahan itu dimasukkan lagi ke dalam rahim sang ibu untuk kemudian
mengalami masa kehamilan dan melahirkan anak seperti biasa.

Bayi tabung pertama lahir ke dunia ialah Louise Brown. Ia lahir di Manchester, Inggris,
25 Juli 1978 atas pertolongan Dr. Robert G. Edwards dan Patrick C. Steptoe. Sejak itu,
klinik untuk bayi tabung berkembang pesat. Teknik bayi tabung ini telah menjadi metode
yang membantu pasangan subur yang tidak mempunyai anak akibat kelainan pada organ
reproduksi anak pada wanita.

Pembuahan Dipisahkan dari Hubungan Suami-Isteri.

Teknik bayi tabung memisahkan persetubuhan suami – istri dari pembuahan bakal anak.
Dengan teknik tersebut, pembuahan dapat dilakukan tanpa persetubuhan. Keterarahan
perkawinan kepada kelahiran baru sebagaimana diajarkan oleh Gereja tidak berlaku lagi.
Dengan demikian teknik kedokteran telah mengatur dan menguasai hukum alam yang
terdapat dalam tubuh manusia pria dan wanita. Dengan pemisahan antara persetubuhan
dan pembuahan ini, maka bisa muncul banyak kemungkinan lain yang menjadi akibat
dari kemajuan ilmu kedokteran di bidang pro-kreasi manusia.

Wanita Sewaan untuk Mengandung Anak.

Ada kemungkinan bahwa benih dari suami – istri tidak bisa dipindahkan ke dalam rahim
sang istri, oleh karena ada gangguan kesehatan atau alasan – alasan lain. Dalam kasus ini,
maka diperlukan seorang wanita lain yang disewa untuk mengandung anak bagi pasangan
tadi. Dalam perjanjian sewa rahim ini ditentukan banyak persyaratan untuk melindungi
kepentingan semua pihak yang terkait. Wanita yang rahimnya disewa biasanya meminta
imbalan uang yang sangat besar. Suami – istri bisa memilih wanita sewaan yang masih
muda, sehat dan punya kebiasaan hidup yang sehat dan baik. praktik seperti ini biasanya
belum ada ketentuan hukumnya, sehingga kalau muncul kasus bahwa wanita sewaan
ingin mempertahankan bayi itu dan menolak uang pembayaran, maka pastilah sulit
dipecahkan.

Sel Telur atau Sperma dari Seorang Donor.

Masalah ini dihadapi kalau salah satu dari suami atau istri mandul; dalam arti bahwa sel
telur istri atau sperma suami tidak mengandung benih untuk pembuahan. Itu berarti
bahwa benih yang mandul itu harus dicarikan penggantinya melalui seorang donor.

Masalah ini akan menjadi lebih sulit karena sudah masuk unsur baru, yaitu benih dari
orang lain. Pertama, apakah pembuahan yang dilakukan antara sel telur istri dan sel
sperma dari orang lain sebagai pendonor itu perlu diketahui atau disembunyikan
identitasnya. Kalau wanita tahu orangnya, mungkin ada bahaya untuk mencari hubungan
pribadi dengan orang itu. Ketiga, apakah pria pendonor itu perlu tahu kepada siapa
benihnya telah didonorkan. Masih banyak masalah lain lagi yang bisa muncul.

Munculnya Bank Sperma

Praktik bayi tabung membuka peluang pula bagi didirikannya bank – bank sperma.
Pasangan yang mandul bisa mencari benih yang subur dari bank – bank tersebut. Bahkan
orang bisa menjual – belikan benih – benih itu dengan harga yang sangat mahal misalnya
karena benih dari seorang pemenang Nobel di bidang kedokteran, matematika, dan lain-
lain. Praktek bank sperma adalah akibat lebih jauh dari teknik bayi tabung. Kini bank
sperma malah menyimpannya dan memperdagangkannya seolah – olah benih manusia itu
suatu benda ekonomis.

Tahun 1980 di Amerika sudah ada 9 bank sperma non – komersial. Sementara itu bank –
bank sperma yang komersil bertumbuh dengan cepat. Wanita yang menginginkan
pembuahan artifisial bisa memilih sperma itu dari banyak kemungkinan yang tersedia
lengkap dengan data mutu intelektual dari pemiliknya. Identitas donor dirahasiakan
dengan rapi dan tidak diberitahukan kepada wanita yang mengambilnya, kepada
penguasa atau siapapun.

Masalah Orang Tua Anak Hasil Bayi Tabung atau Legaltas Bayi Tabung

Bayi yang benihnya berasal dari pasangan suami – istri namun dikandung dan dilahirkan
oleh wanita sewaan dapat menimbulkan persoalan siapakah orang tua dari bayi itu. Bisa
dikatakan bahwa bayi orang tua itu adalah pasangan yang memiliki benih tadi. Tetapi
wanita sewaan juga telah menyumbangkan darah dan dagingnya selama mengandung
bayi tersebut. Sudah pernah terjadi bahwa seorang wanita sewaan tidak mau
mengembalikan bayi yang telah dikandung dan dilahirkannya. Orang tua bayi tersebut
menuntut di pengadilan, namun hukum yang dipakai untuk menyelesaikan masalah
tersebut belum dibuat.

Kalau benih diambil dari seorang donor, maka timbul persoalan juga tentang siapakah
orang tua bayi itu. Secara biologis orang tua bayi itu adalah donor yang telah
memberikan benihnya, tetapi secara legal, orang tua anak itu adalah orang tua yang
menerima dan membesarkannya dalam keluarga. Mana yang disebut orang tua? Orangtua
biologis atau orang tua legal. Sebelum ada teknik bayi tabung, maka orang tua biologis
adalah orang tua legal. [qondio.com]

Kisah Bayi Tabung Pertama di Dunia

Tahun 1978 dunia digemparkan dengan berita keberhasilan proses bayi tabung. Program
bayi tabung yang diprakarsai oleh Dr Robert Edwards dan Dr Partrick Steptoe telah
berhasil dengan lahirnya bayi perempuan bernama Louise Brown yang merupakan bayi
tabung pertama di dunia pada tanggal 25 Juli 1978 di rumah sakit Oldham General
Hospital Inggris.

Bagaimana keadaan sang bayi tabung pertama sekarang? wah penasaran nih. Katanya dia
hidup bahagia di Inggris, sudah menikah dan malah sudah punya seorang anak
perempuan! Jangan takut ikut program bayi tabung, keturunan nyambung terus…

Setelah kejadian bayi tabung pertama ini banyak pasangan yang punya masalah
kesuburan melirik untuk mengikuti program bayi tabung. Pada awalnya tingkat
keberhasilan sekitar 4%, yang artinya dari 100 pasangan hanya 4 yang berhasil
melahirkan bayi dengan proses bayi tabung. Dengan tekhnologi yang semakin maju
tingkat keberhasilannya sekarang menjadi lebih baik sekitar 25%.

Di Indonesia, bayi tabung pertama bernama Nugroho Karyanto lahir pada tanggal 2 Mei
1988 di Rumah Sakit Anak dan Bersalin Harapan Kita Jakarta oleh tim dokter yang
dipimpin oleh Prof Dr dr Sudraji Sumapraja SpOG. [ bayi-tabung.com]
http://www.ngobrolaja.com/showthread.php?t=50100

BAYI TABUNG
Tiga Puluh Tahun Bayi Tabung
by Hendro

Tanggal 25 Juli 2008 nanti, Louise Brown akan merayakan ulang tahunnya yang ke-30.
Louise adalah manusia pertama yang lahir dari hasil eksperimen bayi tabung. Semenjak
saat itu, puluhan ribu bayi tabung sudah lahir ke dunia. Di Indonesia sendiri sudah ada
beberapa klinik dan rumah sakit yang menawarkan program bayi tabung. Setiap tahun,
belasan bayi tabung dihasilkan dari tempat-tempat itu.

Apa sebenarnya bayi tabung itu?

Bayi tabung (test tube baby/in vitro fertilization) adalah bayi yang dihasilkan melalui
proses pembuahan sel telur oleh sperma di dalam tabung laboratorium (atau cawan petri).
Sel telur yang matang diambil dari indung telur (ovarium) ibu sesaat sebelum ovulasi
melalui alat khusus yang dimasukkan lewat vagina. Dengan kemajuan teknologi, proses
pengambilan ini tidak memerlukan operasi dan dapat dipantau secara cermat lewat
gambar ultrasonografi. Sel telur yang sudah diambil lalu ditaruh dalam tabung untuk
“dikawinkan” dengan sperma.

Hasil persilangan kemudian akan disimpan dalam satu tempat persemaian yang
bersuasana mirip tuba falopii, lingkungan alamiah untuk calon embrio. Dalam 2-3 hari,
sel-sel calon embrio akan berkembang melalui proses penggandaan, lalu dipindahkan
kembali ke rahim ibu agar tumbuh secara normal menjadi bayi. Proses selanjutnya seperti
kehamilan biasa.
Untuk meningkatkan peluang kesuksesan proses bayi tabung, sebelum pengambilan sel
telur si calon ibu akan dirangsang kesuburannya melalui injeksi hormon dan stimulasi
lainnya. Tujuannya agar sel telur yang dihasilkan adalah yang berkualitas terbaik dan
lebih dari satu. (Dalam keadaan normal, wanita hanya menghasilkan satu sel telur untuk
periode ovulasi).Pada saat yang sama, pria calon ayah juga menjalani program untuk
meningkatkan kualitas spermanya. Sperma segar yang diambil dari calon ayah masih
akan diseleksi untuk diambil yang terbaik.

Siklus proses bayi tabung bisa dilakukan berkali-kali sampai berhasil. Sel telur ekstra dan
sperma berkualitas yang telah diambil dapat dibekukan untuk cadangan bila percobaan
pertama gagal. Tingkat keberhasilan bayi tabung bisa lebih dari 50% dalam beberapa
siklus percobaan. Faktor utama yang menentukan keberhasilan adalah usia calon ibu dan
ayah. Peluang keberhasilan mengecil bila usia keduanya sudah di atas 40 tahun.

Kapan diperlukan bayi tabung?

Bayi tabung cocok bagi pasangan yang tidak dapat memiliki anak karena:

Gangguan ovulasi
Kerusakan saluran tuba falopii
Kualitas sperma yang kurang baik
Endometriosis
Sebab-sebab lain yang tidak dapat diketahui (sekitar 15-20% pasangan tidak dapat
memiliki anak tanpa diketahui sebabnya).
Aspek Agama

Dari sudut pandang agama, bayi tabung diperbolehkan bila sperma yang dipakai adalah
dari suami yang sah dan calon embrio dikembalikan ke rahim ibu tempat sel telur berasal.
Penanaman calon embrio ke rahim wanita lain (surrogate mother), tidak dibenarkan
agama karena berbagai alasan.

Pertama, Bayi Tabung ISIS Sukses di RS Dr Sardjito


Hanya 1,2 Juta Sperma Bisa Buahi Ovum

Memiliki anak memang dambaan setiap pasangan suami istri (pasutri). Sering pasutri
invertilitas (tak subur) merasa putus asa dan mengalami tekanan psikologis yang hebat,
apabila usaha untuk mendapatkan anak tidak kunjung berhasil.
Anak memang urusan Tuhan. Namun, manusia wajib berusaha. Setelah berkembangnya
teknologi 'bayi tabung', manusia menemukan piranti untuk mendukung usahanya
mendapatkan anak.

Dengan usaha ini, banyak pasutri yang bisa mendapatkan anak. Hal itu juga dialami
pasutri Widodo dan Winarni (bukan nama sebenarnya, red) asal Karanganyar, Surakarta.
Setelah tujuh tahun pernikahannya belum memiliki anak, pada tanggal 7 April 2001 lalu
pasangan ini dikaruniai seorang bayi laki-laki mungil dengan berat 3,25 kg dan panjang
badan 49 cm di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Sardjito, Yogyakarta.
Kesuksesan pasangan itu dalam mendapatkan anak dibantu dengan tim dokter bayi
tabung yang menggunakan teknologi Intra Cyloplasmatic Sperm Injection (ICSI) atau
yang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah ISIS (Injeksi Sperma Intra
Sitoplasma). Ini adalah teknologi bayi tabung tercanggih yang berhasil dikembangkan
Poliklinik Permata Hati RSUP Dr Sardjito, Yogyakarta. Metode yang memiliki
kemungkinan keberhasilan hanya 15-30 persen ini pertama kali berhasil dilakukan di
Belgia tahun 1992. Di Indonesia sendiri dilakukan pertama kali di RS Harapan Kita
Jakarta pada tahun 1995 dan di RS Surabaya. Yogyakarta sendiri baru berhasil dilakukan
pada tahun 2000/2001.

ISIS atau ICSI adalah metode terakhir yang diambil oleh tenaga medis, apabila suatu
pasangan mengalami infertilitas, yaitu keadaan tidak juga hamil kendati sudah satu tahun
melakukan hubungan seksual tanpa pelindung. ISIS membantu fertilitas dengan cara
menyuntikkan secara paksa sperma ke dalam sitoplasma sel telur yang telah diambil dari
rongga rahim. Selanjutnya prosesnya sama seperti proses tahapan bayi tabung, yakni
dengan mengembalikannya ke dalam rongga rahim untuk kemudian dibuahi.

"Metode ini diambil apabila suami memiliki kualitas sperma yang kecepatan dan
jumlahnya jauh di bawah rata-rata laki-laki normal, atau jumlahnya di bawah 5 juta
sperma," demikian diungkapkan Kepala Pelaksana Tim Bayi Tabung RSUP Dr Sardjito
Yogyakarta dr AR Amino Rahardjo SpOG kepada wartawan di Gedung Bulat RSUP Dr
Sardjito, Senin (16/4), dalam acara coffee morning.

Acara ini juga dimaksudkan untuk menjelaskan keberhasilan tim dokter RSUP Dr
Sardjito dalam melakukan operasi bayi tabung dengan Teknologi ISIS. Jumpa pers ini
juga dihadiri dr Arif Faisal CpR DHSM (wakil direktur pelayanan Medis dan
Keperawatan) dan dr Ita Fauzia MCE (Penanggung Jawab Laboratorium ART Klinik
Permata Hati) yang juga anggota tim Bayi Tabung RSUP Dr Sardjito.

Dokter AR Amino menambahkan, untuk laki-laki normal, biasanya memiliki kualitas


kecepatan dan jumlah sperma antara 20 juta sperma hingga 40 juta sperma. Jika seorang
suami memiliki kurang dari 10 juta sperma, maka mau tidak mau harus menempuh jalan
bayi tabung. Jika jumlah spermanya berada di bawah 5 juta, maka harus menggunakan
bayi tabung dengan metode ISIS.

"Pasangan suami istri yang keberatan disebutkan namanya ini hanya memiliki jumlah 1,2
juta sperma, maka akhirnya Tim Dokter Bayi Tabung RSUP Sardjito menyarankan
kepada pasangan ini menempuh metode ISIS yang tentunya dengan persetujuan
keduanya," jelasnya lebih lanjut.

Tentu saja satu pasangan yang kurang subur tidak serta-merta disarankan menggunakan
bayi tabung dengan metode ISIS. "Ada beberapa tahapan yang harus dilalui oleh satu
pasangan sebelum mencapai pada tahap ini, seperti konsultasi dan konseling pasutri
secara intens, senggama terencana, inseminasi buatan, sampai pada kesimpulan harus
ditempuh cara ini berdasarkan persetujuan medis," ungkap, dr Ita Fauzia MCE.
Secara konvensional, proses teknologi bayi tabung adalah mempertemukan secara alami
sel sperma dan sel telur (ovum) dalam satu tabung untuk selanjutkan dikembalikan
kepada rahim ibu untuk dibuahi. Ini dikenal dengan istilah Invitro Fertilization (IVF).
Namun, apabila sel sperma kurang aktif dan jumlahnya sangat sedikit tidak bisa dibiarkan
bertemu secara alami di tabung, tapi harus disuntikkan secara paksa agar bertemu.
Setelah sperma dan ovum bertemu, baru kemudian dimasukkan kembali ke rongga rahim
ibu yang dikenal dengan nama Injeksi Sperma Intra Sitoplasma (ISIS).

Saat ini Klinik Permata Hati RSUP Dr Sardjito telah berhasil mengembangkan teknologi
keduanya. Selain pelayanan medis dan fasilitas diagnosa terapi invertilitas kepada pasutri,
juga dilakukan bimbingan konseling dan pelayanan psikologis. Sebab, pasangan kurang
subur umumnya mengalami tekanan psikologis yang sangat berat dan keputusasaan.

Memang hingga kini belum diketahui dan sulit dibuktikan secara medis bahwa bayi
tabung dengan teknologi ISIS mengalami kelainan genetis, karena baru tahun 1992 lalu
teknologi ini pertama diterapkan. Namun, dengan yakin dr Amino menegaskan, kelainan
genetis pada bayi kemungkinannya 50 persen sama dengan bayi yang lahir normal.
"Tidak tertutup kemungkinan seorang bayi yang lahir normal juga mengalami kelainan
genetis," jelasnya.

Poliklinik Permata Hati sendiri sejak pertama kali dibangun pada September 1990 lalu,
sudah mampu membantu melahirkan bayi tabung pertama pada tanggal 26 Agustus 1997.
Sedangkan bayi tabung kembar tiga pada tanggal 10 Februari 2001 lalu.

Sementara teknologi bayi tabung ISIS baru mulai dikembangkan di poliklinik ini pada
tahun 2000 lalu dan berhasil dengan kelahiran bayi laki- laki pasangan asal Karanganyar
itu, pada 7 April 2001 lalu. Ini merupakan keberhasilan RS dr Sardjito dalam
mengembangkan teknologi bayi tabung hingga pada proses kelahiran. Sementara dengan
metode ISIS ini merupakan keberhasilan yang pertama. Sekecil apapun kemungkinan
keberhasilan kelahiran lagi-lagi tetap berpulang kepada kuasa Tuhan. (m2)

Apakah dampak positif dan negatif dari bayi tabung?

selain dari bayi tabung yaitu dampak positif dan negatif dari inseminasi buatan, hibridasi,
organisme transgenik, kultur jaringan, fusi fotoplasma dan kloning?

Dampak Positif

Anak adalah dambaan setiap pasangan suami istri (pasutri). Tapi faktanya, tak semua
pasutri dapat dengan mudah memperoleh keturunan. Data menunjukkan, 11-15 persen
pasutri usia subur mengalami kesulitan untuk memperoleh keturunan, baik karena kurang
subur (subfertil) atau tidak subur (infertil).
ya dengan bayi tabung buat pasutri adalah sebuah harapan juga
Dampak negatif

Kendala Program Bayi Tabung


Pasutri yang berniat mengikuti program bayi tabung dihadapi beberapa kendala. Yang
utama adalah dana yang tidak kecil. Mulai dari Rp 16,5 juta hingga Rp 54 juta untuk
sekali program bayi tabung. Di Amerika pun, tingginya biaya program bayi tabung
($6,000 hingga $7,000), juga dianggap sebagai kendala.
Apalagi, menurut Awadalla, mahalnya biaya tersebut belum menjamin keberhasilan
program bayi tabung. Padahal, teknologi yang digunakan sudah begitu ‘powerful’, namun
hanya 20% saja kemungkinan program ini akan berhasil.

Kalaupun berhasil, risiko bayi kembar lebih dari dua terbilang tinggi pada teknik transfer
embrio. Padahal, seorang ibu yang hamil kembar dua saja sudah masuk ke ‘area’ rawan.
Oleh karena itu, kini transfer blastosis lebih banyak direkomendasikan dokter lantaran
kemungkinan kembar lebih dari dua hampir tak ada.
Selain itu, menurut Awadalla, ada beberapa dampak negatif program bayi tabung untuk si
ibu. Misalnya, kemungkinan si ibu terserang infeksi, rhumatoid arthritis atau lupus, dan
alergi.

Kendati demikian, kenyataan di atas jangan mengendurkan niat Anda untuk mengikuti
program bayi tabung. Kalau Tuhan berkehendak, lewat usaha yang maksimal, kesabaran
dan ketabahan, tentulah akan berhasil. Apalah arti kesulitan dan rasa sakit yang mendera
bila dibandingkan dengan hadirnya buah hati dalam sebuah perkawinan.

http://irfansamtidar.blogspot.com/2008/03/bayi-tabung.html

You might also like