You are on page 1of 13

CIRI KHAS PERILAKU BELAJAR

Setiap perilaku belajar selalu ditandai oleh ciri-ciri perubahan yang spesifik.
Karakteristik perilaku belajar ini dalam beberapa pustaka rujukan, antara lain
Psikologi Pendidikan Oleh Surya (1982), disebut juga sebagai prinsip-prinsip belajar.
Diantara ciri-ciri perubahan khas yang menjadi karakteristik perilaku belajar yang
terpenting adalah:
1) Perubahan itu Intensional

perubahan yang terjadi dalam proses belajar ialah berkat pengalaman atau praktik
yang dilakukan dengan sengaja dan disadari, atau dengan kata lain bukan kebetulan.
Karakteristik ini mengandung konotasi bahwa siswa menyadari akan adanya
perubahan yang dialami atau sekurang-kurangnya ia merasakan adanya perubahan
dalam dirinya, seperti bertambahnya pengetahuan, kebiasaan, sikap dan pandangan
terhadap sesuatu, keterampilan dan lainnya. Maka dari itu, perubahan yang
diakibatkan mabuk, gila, dan lelah tidak termasuk dalam karakteristik belajar, karena
individu yang bersangkutan tidak menyadari keberadaannya.

2) Perubahan itu Positif dan Aktif

Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat positif dan aktif. Positif artinya
baik, berguna, serta sesuai dengan harapan. Hal ini juga bermakna bahwa perubahan
tersebut senantiasa merupakan penambahan, yakni diperolehnya sesuatu yang baru
yang lebih baik daripada apa yang telah ada sebelumnya. Adapun perubahan aktif
artinya tidak terjadi dengan sendirinya, seperti karena proses kematangan, akan tetapi
karena proses itu sendiri.

3) Perubahan itu Efektif dan Fungsional

Perubahan yang timbul karena proses belajar bersifat efektif, yakni berguna. Yakni,
perubahan tersebut membawa pengaruh, makna, manfaat tertentu bagi peserta didik.
Selain itu, perubahan dalam proses belajar bersifat fungsional dalam arti bahwa ia
relatif menetap dan setiap saat apabila dibutuhkan, perubahan tersebut dapat
direproduksi dan dimanfaatkan. Perubahan fungsional dapat diharapkan memberi
manfaat yang luas (misalnya ketika siswa menempuh ujian dan menyesuaikan diri
dengan lingkungannya dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya).
Psikologi Belajar dan Ruang Lingkupnya
BAB I
PENDAHULUAN
Kegiatan pembelajaran termasuk pembelajaran Pelajaran Agama Islam (PAI), sarat
dengan muatan psikologis. Dengan kata lain, banyak aspek psikologis dalam proses
pembelajaran yang harus dipahami oleh seorang pendidik demi tercapainya tujuan
pendidikan. Mengabaikan aspek-aspek psikologis dalam pembelajaran akan berakibat
kegagalan. Untuk dapat memahami berbagai aspek psikologis dalam pembelajaran,
termasuk pembelajaran PAI, guru harus memahami berbagai konsep psikologi,
khususnya psikologi belajar.
Telah disebutkan di atas bahwa belajar dan mengajar merupakan konsep yang
bermuatan psikologis. Islam melalui surat Al-Alaq dan Al-Muddatsir telah
meletakkan dasar-dasar konsep psikologi bagi kehidupan manusia, khususnya dalam
aktivitas belajar mengajar, terlebih khusus lagi pembelajaran PAI. Konsep dalam
kedua ayat tersebut merupakan konsep ideal. Oleh karena itu wajarlah bila teori dan
konsep psikologi pendidikan di dasarkan pada Al-Qur’an dan sunah.
Banyak hal yang perlu dikuasai oleh seorang pendidik, bukan hanya hal-hal yang
kasat mata dan lahiriah, tetapai juga harus menguasai hal-hal yang bersifat batiniah.
Misalnya memahami perasaan, keinginan, jalan pikiran, dan emosi siswa, yang
kesemuanya tercakup dalam ranah psikologi. Tanpa keahlian tersebut, pendidik tidak
akan mampu memaksimalkan potensi siswa.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Psikologi Belajar
Psikologi belajar terdiri atas dua kata, yaitu psikologi dan belajar.
1. Psikologi
Kata psikologi berasal dari Bahasa Inggris psychology. Kata ini diadopsi dari Bahasa
Yunani yang berakar dari dua kata yaitu psyche yang berarti jiwa atau roh, dan logos
berarti ilmu. Jadi secara mudah psikologi berarti ilmu jiwa.
Beberapa ahli memberikan pendapat mengenai arti psikologi. RS. Woodworth berkata
psychology can be defined as the science of the activities of the individual
(Woodworth, 1955:3). Ngalim Purwanto (1996:12) menyatakan bahwa psikologi
adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia. Tingkah laku disini meliputi
segala kegiatan yang tampak maupun yang tidak tampak, yang dilakukan secara sadar
atau tidak sadar. Sedang Sarwono (1976) mendefinisikan psikologi dalam tiga
definisi. Pertama, psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan
hewan. Kedua, psikologi adalah ilmu yang mempelajari hakikat manusia. Ketiga,
psikologi adalah ilmu yang mempelajari respon yang diberikan oleh makhluk hidup
terhadap lingkungannya.
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa psikologi adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari tingkah laku individu dalam interaksi dengan
lingkungannya.
2. Belajar
Muhibbin (2006) berpendapat bahwa belajar merupakan tahapan perubahan seluruh
tingkah laku yang relative menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan
lingkungan yang melibatkan proses kognitif.
Sedang menurut Morgan dalam Introdution to Psycology (1978) berpendapat belajar
adalah perubahan yang relative menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai hasil
dari latihan.
Ngalim Purwanto (1996:14) menyatakan bahwa belajar memiliki empat unsur:
a. Perubahan dalam tingkah laku
b. Melalui latihan
c. Perubahan relative mantap
d. Perubahan meliputi fisik dan psikis
Jadi dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses menuju perubahan yang
bersifat mantap melalui proses latihan dalam interaksi dengan lingkungan dan
meliputi perubahan fisik dan mental.
3. Psikologi Belajar
Dari pengertian masing-masing psikologi dan belajar, dapat diambil suatu kesimpulan
bahwa psikologi belajar adalah suatu ilmu yang mengkaji atau mempelajari tingkah
laku manusia, didalam mengubah tingkah lakunya dalam kehidupan pribadi,
kemasyarakatan dan kehidupan alam sekitar melalui proses pendidikan.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat dipahami bahwa psikologi belajar menitik
beratkan pada perilaku orang-orang yang terlibat dalam proses belajar, yaitu pendidik
dan murid.
B. Ruang Lingkup Psikologi Belajar
Ada beberapa pendapat mengenai ruang lingkup psikologi belajar yang diajukan para
ahli. Adapun yang dianggap mewakili dari berbagai pendapat tersebut, yaitu ruang
lingkup yang terdiri atas belajar, proses belajar, dan situasi belajar.
1. Belajar
a. Teori
Ada beberapa teori dalam belajar. Adapun yang paling menonjol antara lain:
1) Teori Koneksionisme
Teori ini dikembangkan Edward Thorndike (1874-1949). Ia ber-pendapat bahwa
belajar adalah hubungan antara stimulus dan respon.
2) Teori Pembiasaan Klasikal
Teori ini berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukan Ivan Pavlov (1849-1936). Ia
berpendapat belajar adalah perubahan yang ditandai dengan adanya hubungan antara
stimulus dan respon.
3) Teori Pembiasaan Perilaku Respons
Pembuat teori ini adalah Burrhus Frederic Skinner (1904). Belajar adalah hubungan
antara respon dan stimulus yang berdasarkan pada penguatan (reinforcement).
4) Teori Pendekatan Kognitif
Menurut teori ini, belajar bukan hanya peristiwa behavioral (jasmani) tapi juga
peristiwa mental.
b. Hakikat Belajar
Belajar secara hakikat berarti suatu proses menuju pendewasaan manusia ke arah yang
lebih baik melalui pelatihan. Selain itu, belajar merupakan salah satu fitrah manusia
sebagai sifat dasar manusia yang harus dipenuhi dan melekat sejak lahir.
c. Jenis Belajar
Menurut Gagne (dalam MOPC:2004), ada lima jenis belajar yaitu:
1) Belajar informasi verbal
2) Belajar kemahiran intelektual
3) Belajar pengaturan kegiatan intelektual
4) Belajar keterampilan motorik
5) Belajar sikap
d. Typologi atau Gaya Belajar Siswa
Ada banyak cara dan gaya belajar yang dilakukan para siswa. Namun dapat
digolongkan sebagai berikut:
1) Field Dependence Vs Field Independence
Field Dependence berarti siswa mau belajar apabila ada pengaruh dari luar.
Sebaliknya gaya Field Independence berarti siswa belajar secara mandiri
2) Preseptive Vs Reseptive
Preseptive adalah gaya belajar dengan mengatur atau mengorganisasi konsep yang
ada. Sedang receptive berarti kecenderungan siswa menerima pelajaran secara
mendetail.
3) Impulsive Vs Reflektive
Impulsive adalah kecenderungan untuk cepat-cepat mengambil keputusan tanpa
perhitungan yang mendalam. Sedang reflective berarti siswa mempertimbangkan
semua konsep yang masuk.
4) Intuitive Vs Sistematis
Intuitive adalah kecenderungan menyelesaikan masalah dengan perasaan. Sedang
sistematis berarti siswa memecahkan masalah melalui struktur dan tata urutan yang
jelas.
e. Karakteristik Perubahan Hasil belajar
1) Perubahan Intensional
Perubahan ini berarti bahwa sebagai hasil belajar ada perubahan yang dapat dirasakan
seperti tambah pengetahuan, kebiasaan, sikap, keterampilan, dan pandangan.
2) Perubahan Positif Aktif
Perubahan positif berarti bahwa perubahan tersebut senantiasa merupakan
penambahan dan relative baru. Sedang perubahan aktif berarti perubahan itu tidak
terjadi dengan sendirinya, tetapi memang diusahakan.
3) Perubahan Efektif dan Fungsional
Artinya perubahan yang ada berdaya guna dan dapat dimanfaatkan suatu saat bila
dibutuhkan.
f. Metode Belajar
1) SQ3R (Survey, Question, Read, Recite, Review)
a) Guru menyuruh siswa memeriksa bahan yang akan diajarkan
b) Guru menuntun siswa agar membuat daftar pertanyaan mengenai teks
c) Guru memerintahkan membaca untuk mencari jawaban dari pertanyaan
d) Guru memerintahkan untuk menyebutkan jawaban
e) Guru memerintahkan untuk meninjau ulang jawaban
2) Pelajaran
a) Berdo’a, baca pelajaran yang lalu dan yang akan dipelajari
b) Periksa keperluan belajar
c) Konsentrasikan pada apa yang disampaikan
d) Catat pokok pembahasan
e) Ajukan pertanyaan
f) Seringlah ke perpustakaan untuk bahan tambahan
3) Belajar Sendiri
a) Berdo’a, lalu pelajari catatan singkat hasil belajar di sekolah
b) Buat pertanyaan mengenai catatan tersebut
c) Ulangi beberapa kali agar faham
d) Pilih waktu belajar yang cocok dan sesuai
e) Sebelum tidur, ulangi pertanyaan dan jawabannya
2. Proses Belajar
a. Tahapan Proses Belajar
1) Bayi: belajar makan, berjalan, berbicara, mengenali benda sekitar
2) Anak-anak: belajar keterampilan fisik, bergaul, mengembangkan keterampilan
membaca dan berhitung
3) Remaja: belajar etika dan peran, mencari peranan social, mengoptimalkan fungsi
tubuh, dan belajar menjadi ‘orang’
4) Dewasa: belajar mandiri, mencari pasangan, mengelola rumah, bekerja,
bertanggung jawab sebagai warga
5) Setengah baya: belajar bertanggung jawab, membantu anak, mengembangkan
aktivitas, mencapai kepuasan dalam profesi
6) Tua: belajar menyesuaikan diri dengan penurunan kekuatan dan fungsi tubuh,
menyesuaikan dengan kematian pasangan
b. Perwujudan Perilaku Belajar
1) Kebiasaan. Tiap siswa yang telah mengalami proses belajar kebiasaannya akan
berubah. Dalam proses belajar pembiasaan juga meliputi pengurangan perilaku yang
tidak diperlukan.
2) Keterampilan. Dalam belajar individu akan melakukan gerak motorik dengan
koordinasi dan kesadaran yang tinggi dan terkontrol.
3) Pengamatan. Yaitu menganali dunia luar dengan panca indra, kemudian
memprosesnya menjadi informasi
4) Daya ingat. Siswa yang telah mengalami proses belajar akan ditandai dengan
bertambahnya simpanan materi dalam otak.
5) Rasional. Siswa akan mampu berpikir rasional terutama dalam hal pemecahan
masalah dan analisanya.
6) Sikap. Perwujudan perilaku belajar siswa akan ditandai dengan munculnya
kecenderungan baru yang telah berubah.
7) Afektif. Seorang siswa setelah belajar akan memiliki perasaan tertentu, seperti
gembira, sedih, takut, benci dll.
c. Tingkatan Belajar
Menurut Robert Gagne (dalam Tohirin:2005) tingkatan belajar ada delapan, yaitu:
1) Mengenal tanda isyarat sederhana
2) Menghubungkan stimulus dengan respon
3) Merangkai dua respon atau lebih
4) Menghubungkan sebuah label kepada stimulus
5) Diskriminasi, yaitu menghubungkan suatu respon yang berbeda pada stimulus yang
sama
6) Mengenal konsep, yaitu menempatkan beberapa stimulus yang tidak sama dalam
kelas yang sama
7) Mengenal prinsip, yaitu menghubungkan dua konsep Pemecahan masalah, yaitu
menggunakan prinsip-prinsip untuk merancang suatu respon
d. Motivasi
Motivasi memiliki peran yang vital sebagai motor penggerak siswa belajar.
Bagaimanapun situasi dan kondisi lingkungan, dengan motivasi tinggi dapat
diharapkan hasil belajar yang baik.
Motivasi dibagi dalam dua bagian yaitu:
1) Motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang berasal dari diri sendiri. Misalnya keinginan
memahami suatu konsep.
2) Motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang berasal dari luar siswa. Motivasi ini bisa
berasal dari dorongan guru, orang tua atau takanan siswa lain.
e. Kesulitan dalam Belajar
1) Faktor intern siswa
a) Rendahnya intelektualitas / kecerdasan
b) Labilnya emosi dan sikap
c) Terganggunya alat indra
2) Faktor ekstern siswa
a) Tidak harmonisnya hubungan orang tua
b) Ekonomi lemah
c) Teman yang nakal dan malas
d) Letak sekolah yang tidak strategis
e) Sarana yang tidak memadai
3. Situasi Belajar
a. Lingkungan fisik
1) Kelas: tata ruang, tata bangku, kebersihan, pencahayaan, ventilasi, peralatan dan
perlengkapan belajar
2) Sekolah: letak sekolah, kelengkapan ruang belajar, kerindangan
b. Lingkungan non fisik
1) Kelas: situasi siswa (ramai, malas, rajjin, pandai dll), kecakapan guru
2) Sekolah: situasi sekolah (ramai karena dipinggir jalan, riuh karena sedang ada acara
sekolah dll), hubungan sekolah dengan masyarakat sekitar
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Psikologi belajar adalah suatu ilmu yang mengkaji atau mempelajari tingkah laku
manusia didalam mengubah tingkah lakunya dalam kehidupan pribadi,
kemasyarakatan dan kehidupan alam sekitar melalui proses pendidikan.
2. Ruang lingkup psikologi belajar antara lain:
a. Belajar
1) Teori
2) Hakikat belajar
3) Jenis belajar
4) Gaya belajar
5) Karakteristik hasil belajar
6) Metode belajar
b. Proses belajar
1) Tahapan proses belajar
2) Perwujudan perilaku
3) Tingkatan belajar
4) Motivasi
5) Kesulitan belajar
c. Situasi belajar
1) Lingkungan fisik
2) Lingkungan non fisik
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Depag, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Depag, 2004
Hamalik Oemar, Psikologi Belajar dan Mengajar, Bandung: Sinar Baru, 1992
Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar, Bandung: Sinar Baru, 1991
Ngalim Purwanto: Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rosda Karya, 1996
Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam , Jakarta: Grafindo
Persada, 2005
JENIS-JENIS BELAJAR
Filed under: Pendidikan by UDHIEXZ — 9 Komentar
13- Agustus- 2008
JENIS-JENIS BELAJAR

A. Jenis-Jenis Belajar

Walaupun belajar dikatakan berubah, namun untuk mendapatkan perubahan

itu bermacam-macam caranya. Setiap perbuatan belajar mempunyai cirri-ciri masing-

masing. Para ahli dengan melihat ciri-ciri yang ada di dalamnya, mencoba membagi

jenis-jenis belajar ini, disebabkan sudut pandang. Oleh karena itu, sampai saat ini

belum ada kesepakatan atau keragaman dalam merumuskannya. A. De Block

misalnya berbeda dengan C. Van Parreren dalam merumuskan sistematika jenis-jnis

belajar. Demikian juga antara rumusan sistematika jenis-jenis belajar yang

dikemukakan oleh C. Van Parreren dengan Robert M. Gagne.[1]

Jenis-jenis belajar yang diuraikan dalam pembahasan berikut ini merupakan

penggabungan dari pendapat ketiga ahli di atas. Walaupun begitu, dari pendapat

ketiga para ahli di atas, ada jenis-jenis belajar tertentu yang tidak dibahas dalam

kesempatan ini, dengan pertimbangan sifat buku yang dibahas.

Oleh karena itu, jenis-jenis belajar yang diuraikan berikut ini menyangkut

masalah belajar arti kata-kata, belajar kognitif, belajar menghafal, belajar teoritis,

belajar kaedah, belajar konsef/pengertian, belajar keterampilan motorik, dan belajar

estetik. Untuk jelasnya ikutilah uraian berikut.

1. Belajar arti kata-kata

Belajar arti kata-kata maksudnya adalah orang mulai menangkap arti yang

terkandung dalam kata-kata yang digunakan. Pada mulanya suatu kata sudah

dikenal, tetapi belum tahu artinya. Misalnya, pada anak kecil, dia sudah mengetahui

kata “kucing” atau “anjing”, tetapi dia belum mengetahui bendanya, yaitu binatang

yang disebutkan dengan kata itu. Namun lam kelamaan dia mengetahui juga apa arti

kata “kucing” atau “anjing”,. Dia sudah tahu bahwa kedua binatang itu berkaki empat

dan dapat berlari. Suatu ketika melihat seekor anjing dan anak tadi menyebutnya

“kucing”. Koreksi dilakukan bahwa itu bukan kucing, tetapi anjing. Anak itu pun tahu
bahwa anjing bertubuh besar dengan telinga yang cukup panjang, dan kucing itu

bertubuh kecil dengan telinga yang kecil dari pada anjing.

Setiap pelajar atau mahasiswa pasti belajar arti kata-kata tertentu yang belum

diketahui. Tanpa hal ini, maka sukar menggunakannya. Kalau pun dapat

menggunakannya, tidak urung ditemukan kesalahan penggunaan. Mengerti arti kata-

kata merupakan dasar-dasar terpenting. Orang yang membaca akan mengalami

kesukaran untuk memahami isi bacaan. Karena ide-ide yang terpatri dalam setiap

kata. Dengan kata-kata itulah, para penulis atau pengarang melukiskan ide-idenya

kepada siding pembaca. Oleh karena itu, penguasaan arti kata-kata adalah penting

dalam belajar.

2. Belajar Kognitif

Tak dapat disangkal bahwa belajar kognitif bersentuhan dengan masalah

mental. Objek-objek yang diamati dihadirkan dalam diri seseorang melalui

tanggapan, gagasan, atau lambang yang merupakan sesuatu bersifat mental.

Misalnya, seseorang menceritakan hasil perjalanannya berupa pengalamannya

kepada temuannya. Ketika dia menceritakan pengalamannya selama dalam

perjalanan, dia tidak tidak dapat menghadirrkan objek-objek yang pernah dilihatnya

selama dalam perjalanan itu di hadapan temannya itu, dia hanya dapat

menggambarkan semua objek itu dalam bentuk kata-kata atau kalimat. Gagasan

atau tanggapan tentang objek-objek yang dilihat itu dituangkan dalam kata-kata atau

kalimat yang disampaikan kepada orang yang mendengarkan ceritanya.

Bila tanggapan berupa objek-objek materiil dan tidak materiil telah dimiliki,

maka seseorang telah mempunyai alam pikiran kognitif. Itu berarti semakin banyak

pikiran dan gagasan yang dimiliki seseorang, semakin kaya dan luaslah alam pikiran

kognitif orang itu.

Belajar kognitif penting dalam belajar. Dalam belajar, seseorang tidak bisa

melepaskan diri dari kegiatan belajar kognitif. Mana bisa kegiatan mental tidak

berproses ketika memberikan tanggapan terhadap ojek-objek yang diamati.


Sedangkan belajar itu sendiri adalah proses mental yang bergerak kea rah

perubahan.

3. Belajar Menghafal

Menghafal adalah suatu aktivitas menanamkan suatu materi verbal dalam

ingatan, sehingga nantinya dapat diproduksikan {diingat} kembali secara harfiah,

sesuai dengan materi yang asli, dan menyimpan kesan-kesan yang nantinya suatu

waktu bila diperlukan dapat diingat kembali kealam dasar.

Dalam menghafal, ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan, yaitu

mengenai tujuan, pengertian, perhatian, dan ingatan. Efektif tidaknya dalam

menghafal dipengaruhi oleh syarat-syarat tersebut. Menghafal tanpa tujuan menjadi

tidak terarah, menghafal tanpa pengertian menjadi kabur, menghafal tanpa perhatian

adalah kacau, dan menghafal tanpa ingatan adalah sia-sia.

4. Belajar Teoritis

Bentuk belajar ini bertujuan untuk menempatkan semua data dan fakta

{pengetahuan} dalam suatu kerangka organisasi mental, sehingga dapat difahami

dan digunakan untuk memecahkan problem, seperti terjadi dalam bidang-bidang

studi ilmiah. Maka, diciptakan konsep-konsef, relasi-relasi di antara konsep-konsep

dan struktur-struktur hubungan. Missalnya, “bujur sangkar” mencakup semua persegi

empat; iklim dan cuaca berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman; tumbuh-

tumbuhan dibagi dalam genus dan species. Sekaligus dikembangkan dalam metode-

metode untuk memecahkan problem-problem secara efektif dan efesien, misalnya

dalam penelitian fisika.

5. Belajar Konsep

Konsep atau pengertian adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek

yang mempunyai ciri-ciri yang sama, orang yang memiliki konsep mampu

mengadakan abstraksi terhadap objek-objek yang dihadapinya, sehingga objek

ditempatkan dalam golongan tertentu. Objek-objek dihadirkan dalam kesadaran


orang dalam bentuk repressentasi mental tak berperaga. Konsep sendiri pun dapat

dilambangkan dalam bentuk suatu kata {lambang bahasa}.

Konsep dibedakan atas konsep konkret dan konsep yang harus didefinisikan.

Konsep konkret adalah pengertian yang menunjuk pada objek-objek dalam

lingkungan fisik. Konsep ini mewakili benda tertentu, seperti meja, kursi, tumbuhan,

rumah, mobil, sepeda motor dan sebagainya. Konsep yang didefinisikan adalah

konsep yang mewakili realitas hidup, tetapi tidak langsung menunjuk pada realitas

dalam lingkungan hidup fisik, karena realitas itu tidak berbadan. Hanya dirasakan

adanya melalui proses mental. Misalnya, saudara sepupu, saudara kandung, paman,

bibi, belajar, perkawinan, dan sebagainya, adalah kata-kata yang tidak dapat dilihat

dengan mata biasa, bahkan dengan mikroskop sekalipun. Untuk memberikan

pengertian pada semua kata itu diperlukan konsep yang didefinisikan dengan

menggunakan lambang bahasa.

Ahmad adalah saudara sepupu Mahmud; merupakan kenyataan {realitas},

tetapi tidak dapat diketahui dengan mengamati Ahmad dan Mahmud. Kenyataan itu

dapat diketahui dengan menggunakan lambang bahasa. Kata “saudara sepupu”

dijelaskan. Penjelasan atas kata “saudara sepupu” itulah yang dimaksudkan disini

dengan konsep yang didefinisikan. Berdasarkan konsep yang didefinisikan,

didapatkan pengertian, sauadara sepupu adalah anak dari paman atau bibi.

Akhirnya, belajar konsep adalah berfikir dalam konsep dan belajar

pengertian. Taraf ini adalah taraf konprehensif. Taraf kedua dalam taraf berfikir.

Taraf pertamanya adalah taraf pengetahuan, yaitu belajar reseptif atau menerima.

6. Belajar Kaidah

Belajar kaidah {rule} termasuk dari jenis belajar kemahiran intelektual

{intellectual skill}, yang dikemukakan oleh Gagne.[2] Belajar kaidah adalah bila dua

konsep atau lebih dihubungkan satu sama lain, terbentuk suatu ketentuan yang

mereprensikan suatu keteraturan. Orang yang telah mempelajari suatu kaidah,

mampu menghubungkan beberapa konsep. Misalnya, seseorang berkata, “besi


dipanaskan memuai”, karena seseorang telah menguasai konsep dasar mengenai

“besi”, “dipanaskan” dan “memuai”, dan dapat menentukan adanya suatu relasi yang

tetap antara ketiga konsep dasar itu {besi, dipanaskan, dan memuai}, maka dia

dengan yakin mengatakan bahwa “besi dipanaskan memuai”.

Kaidah adalah suatu pegangan yang tidak dapat diubah-ubah. Kaidah

merupakan suatu representasi {gambaran} mental dari kenyataan hidup dan sangat

berguna dalam mengatur kehidupan sehari-hari. Hal ini berarti bahwa kaidah

merupakan suatu keteraturan yang berlaku sepanjang masa. Oleh karena itu, belajar

kaidah sangat penting bagi seseorang sebagai salah salah satu upaya penguasaan

ilmu selama belajar di sekolah atau di perguruan tinggi {universitas}.

semoga uraian di atas dapat menjadi penghubung dalam memahami

belajar kaidah-kaidah di dalam menuntut ilmu..

7. Belajar Berpikir

Dalam belajar ini, orang dihadapkan pada suatu masalah yang harus

dipecahkan, tetapi tanpa melalui pengamatan dan reorganisasi dalam

pengamatan.masalah harus dipecahkan melalui operasi mental, khususnya

menggunakan konsep dan kaidah serta metode-metode bekerja tertentu.

Dalam konteks ini ada istilah berpikir konvergen dan berpikir divergen.

Berpikir konvergen adalah berpikir menuju satu arah yang benar atau satu jawaban

yang paling tepat atau satu pemecahan dari suatu masalah.berpikir divergen adalah

berpikir dalam arah yang berbeda-beda, akan diperoleh jawaban-jawaban unit yang

berbeda-beda tetapi benar.

Konsep Dewey tentang berpikir menjadi dasar untuk pemecahan

masalah adalah sebagai berikut.

a. Adanya kesulitan yang dirasakan dan kesadaran akan adanya masalah.

b. Masalah itu diperjelas dan dibatasi.

c. Mencari informasi atau data dan kemudian data itu diorganisasikan.


d. Mencari hubungan-hubungan untuk merumuskan hipotesis-hipotesis, kemudian

hipotesis-hipotesis itu dinilai, diuji, agar dapat ditentukan untuk diterima atau

ditolak.

e. Penerapan pemecahan terhadap masalah yang dihadapi sekaligus berlaku

sabagai pengujian kebenaran pemecahan tersebut untuk dapat sampai pada

kesimpulan.

Menurut Dewey, langkah-langkah dalam pemecahan masalah adalah

sebagai berikut.

a. Kesadaran akan adanya masalah.

b. Merumuskan masalah.

c. Mencari data dan merumuskan hipotesis-hipotesis.

d. Menguji hipotesis-hipotesis itu.

e. Menerima hipotesis yang benar.

Meskipun diperlukan langkah-langkah, menurut Dewey, tetapi pemecahan

masalah itu tidak selalu mengikuti urutan yang teratur, melainkan meloncat-loncat

antara macam-macam langkah tersebut. Lebih-lebih apabila orang berusaha

memecahkan masalah-masalah yang kompleks.[3]

B. Prinsip-Prinsip Belajar

Telah dipahami belajar adalah berubah. Berubah berarti belajar, tidak

berubah, berarti tidak belajar. Itulah sebabnya hakikat belajar adalah perubahan.

Tetapi tidak semua perubahan berarti belajar.

Agar setelah melakukan kegiatan belajar didapatkan hasil yang efektif dan

efesien tentu saja diperlukan prinsip-prinsip belajar tertentu yang dapat melapangkan

jalan kea rah keberhasilan.[4] Maka calon guru/pembimbing seharusnya sudah dapat

menyusun sendiri prinsip-prinsip belajar, ialah prinsip belajar yang dapat terlaksana

dalam situasi dan kondisi yang berbeda, dan oleh setiap siswa secara individual.

Namun demikian marilah kita susun prinsip-prinsip belajar itu, sebagai berikut:
1. Dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif, meningkatkan
minat dan membimbing untuk mencapai tujuan intruksional;
2. Belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur, penyajian
yang sederhana, sehingga siswa mudah menangkap pengertiannya;
3. Belajar harus dapat menimbulkan reinforcement dan motivasi yang kuat pada
siswa untuk mencapai tujuan intruksional;
4. Belajar itu proses kontinyu, maka harus tahap demi tahap menurut
perkembangannya;
5. Belajar adalah proses organisasi, adaptasi, eksplorasi dan discovery;
6. Belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan
tujuan instruksional yang harus dicapainya;[5]
7. Belajar memerlukan sarana yang cukup, sehingga siswa dapat belajar
dengan tenang;
8. Belajar memerlukan lingkungan yang menantang di mana anak dapat
mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan belajar yang efektif;
9. Belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungannya;
10. Belajar adalah proses kontiguitas {hubunagan antara pengertian yang satu
dengan pengertian yang lain} sehingga mendapatkan pengertian yang
diharapakan. Stimulus yang diberikan menimbulkan response yang
diharapkan;
11. Repetisi, dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali agar
pengertian/keterampilan/sikap itu mendalam pada siswa;

[1]. Drs. Syaiful Bahri Djamarah “Psikologi Belajar”, Rineka Cipta, Jakarta. 2002,
Hal. 27
[2]. Drs. Syaiful Bahri Djamarah, op. cit., Hal. 32
[3]. Drs. Syaiful Bahri Djamarah, op. cit., Hal. 34
[4]. Drs. Syaiful Bahri Djamarah, op. cit., Hal. 61
[5].Drs. Slameto “Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya”, Rineka Cipta, Jakarta, 1988. Hal

You might also like