mr: 1g
Bantuan Luar Negeri Negara Anggota
Bab 4 |v; Eropa Kepada Indonesia: Belanda,
Jerman, Inggris, Dan Perancis
Oleh : Agus R. Rahman
Pendahuluan
Sekitar pertengahan tahun 1997, Indonesia dihadapkan
oleh krisis yang sangat serius dalam perekonomiannya
sebagai akibat dari penurunan secara drastis nilai tukar
Rupiah tethadap Dolar Amerika Serikat (AS). Dengan
seketika, beban HLN (Hutang Luar Negeri) Indonesia
meningkat beberapa kali lipat. Dengan Kurs sebesar Rp
8.000 per Dolar AS saja, jumlah HLN Indonesia
dimungkinkan sudah mencapai 100 persen dari PDB
(Produk Domestik Bruto). Pada hal, pada tahun 1998,
nilai Kurs Rupiah per Dolar AS pernah mencapai lebih dari
Rp 12.000. Walaupun begitu, tanpa perubahan kurs pun
sebenamya porsi HLN Indonesia terhadap PDB (Produk
Domerstik — Bruto) memang sudah__sangat
mengkhawatirkan.
Dalam APBN 2000 dan APBN 2001, defisit
anggaran semakin meningkat untuk mengerem agar laju
krisis tidak tambah buruk dan sekaligus memberikan
landasan yang kuat untuk program perbaikan ekonomi.
Dalam APBN 2000, pendapatan negara dan hibah
mencapai Rp. 152,897 trilyun sedangkan belanja negara
sebesar Rp. 197,03 trilyun, yang berarti defisit anggaran
senilai Rp. 44,1 trilyun. Sedangkan dalam APBN 2001,
pendapatan negara dan hibah diproyeksikan sebesar Rp.
242,097 trilyun, tetapi belanja negara naik menjadi Rp.
295,113 trlyun, yang berarti defisit anggaran sebesar Rp.
82,1 trilyun.
Dalam kondisi itu, jumlah HLN Indonesia pun
‘semakin meningkat. Pada APBN 2000, HLN Indonesia7a BANTUAN LUAR NEGER! UN! ERORA TERHADAR INDONESIA
yang berupa penarikan Bantuan Luar Negeri (BLN),
secara bruto, adalah sebesar Rp. 27,3 tilyun lebih.
Besaran ini dikurangi cicilan pokok hutang luar negeri
sebesar Rp. 8,6 trlyun sehingga HLN Indonesia pada
tahun anggaran 2000 sebesar Rp. 18,7 _trilyun.
Sedangkan pada APBN 2001, HLN Indonesia yang
bersumber dari penarikan BLN, secara__bruto,
diproyeksikan mencapai Rp. 35,99 trilyun, Besaran ini
pun dikurangi cicilan pokok HLN yang jatuh tempo pada
tahun yang sama sebeser Rp. 15,876 trilyun sehingga
HLN Indonesia pada tahun 2001 bertambah menjadi Rp.
20,1 trlyun."
Berdasarkan fakta tersebut, pemerintah ternyata
tetap semakin tergantung pada BLN untuk menutup
defisit anggarannya. Hingga tahun 2001, Indonesia
ternyata belum mampu ke luar dari harapannya untuk
mengurangi porsi BLN dari para negara donor secara
bilateral maupun secara multilateral, dan sekaligus untuk
mengurangi HLN. Bahkan, ketergantungan ini semakin
tertuju kepada dua lembaga keuangan internasional, yaitu
Bank Dunia dan IMF, yang menempatkan Bank Dunia
sebagai koordinator CGI.
elas, HLN Indonesia kepada pihak negara donor
berasal dari bagian BLN yang merupakan pinjaman
dengan kewajiban untuk membayar sejumlah pinjaman
pokok dan bunganya yang telah ditentukan. Indonesia
menerima BLN sebagai salah satu sumber pembiayaan
pembangunan, di samping sumber dalam negeri. Hanya
saja, karena BLN merupakan salah satu instrumen politik
luar negeri dari negara-negara donor, maka pemberian
BLN terkandung didalamnya tekanan-tekanan politik, baik
secara tersurat maupun tersirat. Dengan demikian,
masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah
apakah Indonesia dapat keluar dari ketergantungan pada
BLN dan mengurangi HLN dalam jangka pendek atau
panjang. Mengapa negara-negara donor dari UE begitu
" Lihat APBN 2000, dan APBN 2001.
DANTUAN LUAR NEGER! NEGARA ANEGOTA UNI EROFA 79
kritis terhadap proses pembangunan ekonomi di
Indonesia? Apakah Indonesia dapat _menghindari
tekanan-tekanan politik dari negara-negara donor?
Penelitian ini bertujuan untuk mengemukakan suatu
analisis yang besifat kualitatif tentang hubungan antara
BLN dan tekanan polit terhadap Indonesia, Dalam sisi
yang pertama, BLN diletakkan sebagai sualu instrumen
politik tuar negeri dari negara-negara donor, sebaliknya,
BLN pun diasumsikan sebagai cara untuk menutup defisit
anggaran dari negara penerima BLN. Pada sisi yang lain
yaitu tekanan politi terhadap indonesia, indikator-
indikator yang relevan dalam hubungan Indonesia dengan
negara-negara donor secara bilateral, maupun multilateral
akan diperhitungkan. Oleh karena itu, penelitian ini
menitikberatkan pada konsep BLN, sumber pembiayaan
dan tekanan politik.
Penelitian ini terdiri dari beberapa bagian. Bagian
pendahuluan sebagai bagian pertama, diarahkan
membahas kontekstual permasalahan BLN, sumber
pembiayaan pembangunan, dan tekanan politik. Bagian
pendahuluan ini akan mengemukan konsep tentang BLN
sebagai instrumen politk lar negeri, sumber-sumber
pembiayaan dalam pembangunan dan tekanan politik.
Bagian kedua akan membahas sejarah BLN untuk empat
negara donor dari UE yang berpengaruh besar terhadap
Indonesia. Bagian ketiga akan membahas BLN dari
empat negara anggota UE ke Indonesia. Bagian keempat
akan membicaraken tekanan politik terhadap Indonesia
Bagian kelima adalah penutup.
Khusus tentang BLN dari UE, penelitian ini lebih
ditekankan pada BLN dari empat negara anggota UE
yaitu Inggris, Jerman, Perancis dan Belanda. Hal ini perlu
dipertegas bahwa UE memiliki dua sisi yang berbeda
tetapi_saling berkaitan. Sisi yang pertama adalah sisi
institusional sebagai suatu organisasi internasional di
kawasan Eropa Barat yang sedang mencoba untuk
Menegakkan proses integrasi ekonomi dan politik. Pada
sisi yang lain, sisi yang kedua, UE terdisi dari lima belasao BANTUAN LUAR Neen! UNI EROPA TERMADAP INDONESIA
negara anggota yang masih berdaulat dan bertekad untuk
mengikatkan diri dalam proses integrasi tersebut. Oleh
karena itu, pembahasan BLN dari UE ini juga akan
memberikan porsi yang layak kepada BLN dari negara-
negara anggotanya terutama empat negara anggota UE
yang diperhitungkan terhadap Indonesia.
BLN sebagai Instrumen Politik Luar Negeri
Dalam pikiran, BLN sebagai suatu intrumen PLN
(Politik Luar Negeri) menyatakan secara tersirat bahwa
program bantuan itu diciptakan sesuai dengan
kepentingan-kepentingan negara pemberi atau negara
donor. Sementara itu, dalam realitasnya, hal ini adalah
sah dan dapat diterima, tidak hanya bagi negara adikuasa
seperti AS, melainkan juga bagi program bantuan dari
negara-negara besar lainnya seperti Inggris, Perancis,
dah bahkan bagi negara kecil seperti Belanda dan
negara-negara Skandinavia.
Dalam meletakkan konsep BLN sebagai suatu
instrumen PLN itu, kita membedakannya ke dalam dua
pandangan utama. Pandangan pertama menekankan
pada BLN yang dimaksudkan sebagai suatu usaha
perbantuan kepada negara-negara__miskin untuk
melanarkan pembangunan ekonomi. Pandangan kedua
menggarisbawahi kontribusi BLN kepada keamanan
nasional dari negara donor. Dengan kata lain,
kompleksitas BLN memperlinatkan —pertimbangan-
pertimbangannya balk sebagai suatu elemen kebijakan
keamanan bersama dan sebagai suatu elemen kebijakan
bantuan ekonomi, ; ; ;
Sepanjang BEN dipandang sebagai bagian dari
program keamanan :bersama, permasalahan lain
bermunculan tentang negara mitra lainnya, besaran dan
karakter kontribusi_mereka, dan persepsi mereka
terhadap keamanan. Pada tahun 1961, sekitar 86 persen
dari semua BLN merupakan bantuan bilateral. Dari
bantuan bilateral itu, sebesar 98 persennya berasal dari
DANTUAN LUAR NEGERI NEGARA ANGSOTA UNI EROPA at
Negara-negara_ DAC (Development Assistance
Committee) dari OECD (Organization of Economic and
Development) ditambah Australia dan Selandia Baru,
Sebagian besar dari negara-negara tersebut memang
bergabung dengan AS dalam bermacam-macam pakta
niliter di seluruh dunia.
Dari sini, kita dapat membuat perbedaan apakah
kita mempertakukan bantuan ekonomi secara lerpisah
atau terkait dengan keamanan bersama. Jika terkait,
bantuan ekonomi kepada negara lain menjadi bagian
integral dari paket pengeluaran pertahanan domestik,
bantuan militer dan bantuan pembangunan ekonomi,
Kondisi ini menjadi aspek yang paling penting dalam
hubungan AS dengan negara-negara sekutunya di Eropa
Barat.
Sebaliknya, ketika BLN dipandang sebagai bantuan
pembangunan ekonomi yang terpisah dari kontribusinya
kepada _keamanan negara donor, _serangkaian
permasalahan lain pun perlu dipertimbangkan segera.
Seluruh bantuan yang disediakan kepada negara
Penerima merupakan bantuan dalam bentuk dukungan
devisa. Dalam masalah ini, BLN dibedakan antara
bantuan yang berbentuk bantuan proyek atau bantuan
Program, atau pinjaman untuk menutupi komponen lokal
atau hanya komponen luar negeri.
Hal lain yang tidak kalah penting dalam bantuan
Pembangunan ekonomi adalah kenyataan bahwa semua
bantuan meliputi pemberian akses impor yang meningkat.
Akan tetapi, akses ini bukan satu-satunya cara.
Sedangkan cara lainnya adalah tingkat bantuan yang
diperlukan untuk mendukung tingkat pembangunan. Hal
ini tergantung pada perolehan dari perdagangan dari
negara-negara penerima, kebijakan komersial, masuknya
investasi asing dan sejumiah hal lainnya.
Jelas, masalah tekanan pada keamanan bersama
atau bantuan pembangunan sebagai tujuan BLN semata-
mata merupakan suatu sine qua non dari suatu program
bantuan seperti kemampuan negara penerima untuk