You are on page 1of 24

Tumor parotis

BAB I
PENDAHULUAN

Dalam rongga mulut terdapat 3 kelenjar liur besar yaitu kelenjar parotis,
kelenjar submandibularis, dan kelenjar sublingualis. Kelenjar parotis merupakan
kelenjar liur utama yang terbesar dan menempati ruangan di depan procesus
mastoideus dan liang telinga luar. Tumor ganas parotis pada anak jarang ditemukan.
Tumor paling sering pada anak adalah karsinoma mukoepidermoid, biasanya jenis
derajat rendah. Massa dalam kelenjar liur dapat menjadi ganas seiring dengan
bertambahnya usia. Prevalensi tumor ganas yang biasanya terjadi pada orang dengan
usia lebih dari 40 tahun adalah 25 % tumor parotis, 50 % tumor submandibula, dan
satu setengah sampai dua pertiga dari seluruh tumor kelenjar liur minor adalah ganas
(Adams, 1997).
Tumor parotis adalah tumor yang menyerang kelenjar parotis. Dari tiap 5
tumor kelenjar liur, 4 terlokalisasi di glandula parotis, 1 berasal dari kelenjar liur
kecil atau submandibularis dan 30 % adalah maligna. Disebutkan bahwa adanya
perbedaan geografik dan suku bangsa pada orang Eskimo tumor ini lebih sering
ditemukan dengan penyebab yang belum diketahui. Sinar yang mengionisasi diduga
sebagai faktor etiologi (Gregory, 2003).
Keganasan pada kelenjar liur sebagian besar asimtomatik, tumbuhnya
lambat, dan berbentuk massa soliter. Rasa sakit didapatkan hanya pada 10-29%
pasien dengan keganasan pada kelenjar parotisnya. Rasa nyeri yang bersifat episodik
mengindikasikan adanya peradangan atau obstruksi akibat dari keganasan itu sendiri.
Massa pada kelenjar liur yang tidak nyeri dievaluasi dengan aspirasi menggunakan
jarum halus (Fine Needle Aspiration) atau biopsi. Pemeriksaan radiologi
menggunakan CT-Scan dan MRI sangat membantu menegakkan diagnosis. Untuk
tumor ganas, pengobatan dengan eksisi dan radioterapi menghasilkan tingkat
kesembuhan sekitar 50% bahkan pada keganasan dengan derajat tertinggi (Gregory,
2003).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI KELENJAR PAROTIS


Kelenjar parotis adalah kelenjar saliva yang berpasangan, berjumlah dua.
Kelenjar parotis merupakan kelenjar saliva yang terbesar. Masing-masing
beratnya rata-rata 25 gram dan bentuknya irregular, berlobus, berwarna antara
hijau dan kuning (yellowish) terletak di bawah meatus akustikus eksternus di
antara mandibula dan muskulus sternokleidomastoideus (Susan, 2005). Kelenjar
parotis memiliki saluran untuk mengeluarkan sekresinya yang dinamakan
Stensen’s duct yang akan bermuara di mulut dekat gigi molar 2; lokasi biasanya
ditandai oleh papilla kecil.

Gambar 1. Kelenjar SalivaTampak lateral

Kelenjar parotis bentuknya bervariasi, jika dilihat dari lateral 50%


berbentuk segitiga, 30% bagian atas dan bawahnya membulat. Biasanya kelenjar
parotis berbentuk seperti piramida terbalik dengan permukaan-permukaannya
sebagai berikut: permukaan superior yang kecil, superficial, anteromedial, dan
posteromedial. Bentuk konkav pada permukaan superior berhubungan dengan
bagian tulang rawan dari meatus akustikus eksternus dan bagian posterior dari
sendi temporomandibular. Disini saraf auriculotemporal mempersarafi kelenjar
parotis. Permukaan superfisialnya ditutup oleh kulit dan fascia superficial yang
mengandung cabang fasial dari saraf aurikuler, nodus limfatikus parotis
superficial, dan batas bawah dari platisma. (Susan dkk, 2005)

Gambar 2. Kelenjar parotisTampak lateral

Bagian anterior kelenjar berbatasan dengan tepi posterior ramus mandibula


dan sedikit melapisi tepi posterior muskulus masseter. Bagian posterior kelenjar
dikelilingi oleh telinga, prosesus mastoideus, dan tepi anterior muskulus
sternokleidomastoideus. Bagian dalam yang merupakan lobus medial meluas ke
rongga parafaring, dibatasi oleh prosesus stiloideus dan ligamentum
stilomandibular, muskulus digastrikus, serta selubung karotis. Di bagian anterior
lobus ini terletak bersebelahan dengan bagian medial pterygoideus. Bagian
lateral hanya ditutupi oleh kulit dan jaringan lemak subkutaneus. Jaringan ikat
dan jaringan lemak dari fasia leher dalam membungkus kelenjar ini. Kelenjar
parotis berhubungan erat dengan struktur penting di sekitarnya yaitu vena
jugularis interna beserta cabangnya, arteri karotis eksterna beserta cabangnya,
kelenjar limfa, cabang auriculotemporalis dari nervus trigerninus dan nervus
fasialis. (Susan dkk, 2005)
Gambar 3. Vaskularisasi Kelenjar Parotis

Vaskularisasi kelenjar parotis berasal dari arteri karotis eksterna dan


cabang-cabang di dekat kelenjar parotis. Darah vena mengalir ke vena jugularis
eksterna melalui vena yang keluar dari kelenjar parotis (Susan, 2005).
Nodul kelenjar limfe ditemukan pada kulit yang berada di atas kelenjar
parotis (kelenjar preaurikuler) dan pada bagian dari kelenjar parotis itu sendiri.
Ada 10 kelenjar limfatik yang terdapat pada kelenjar parotis, sebagian besar
ditemukan pada bagian superficial dari kelenjar di atas bidang yang
berhubungan dengan saraf fasialis. Kelenjar limfe yang berasal dari kelenjar
parotis mengalirkan isinya ke nodus limfatikus servikal atas (Susan, 2005).

Gambar 4. Kelenjar Parotisdan Nervus Facialis


Persarafan kelenjar parotis oleh saraf preganglionic yang berjalan pada
cabang petrosus dari saraf glossopharyngeus dan bersinaps pada ganglion otikus.
Serabut postganglionic mencapai kelenjar melalui saraf auriculotemporal
(Susan, 2005).

B. TUMOR PAROTIS
1. Definisi
Tumor didefinisikan sebagai massa jaringan abnormal dengan pertumbuhan
berlebihan dan tidak ada koordinasi dengan pertumbuhan jaringan normal dan
tetap tumbuh secara berlebihan setelah stimulus yang menimbulkan
perubahan tersebut berhenti (Robbins; Kumar, 1995).
2. Etiologi
Penyebab pasti tumor kelenjar liur belum diketahui secara pasti, dicurigai
adanya keterlibatan faktor lingkungan dan factor genetic.Paparan radiasi
dikaitkan dengan tumor jinak warthin dan tumor ganas karsinoma
mukoepidermoid.Epstein-Barr virus mungkin merupakan salah satu faktor
pemicu timbulnya tumor limfoepitelial kelenjar liur.Kelainan genetik,
misalnya monosomi dan polisomi sedang diteliti sebagai faktor timbulnya
tumor kelenjar liur.

3. Klasifikasi
a. Tumor jinak
1) Pleomorfik adenoma (mixed tumor jinak):
Merupakan tumor tersering pada kelenjar liur dan paling sering
terjadi pada kelenjar parotis.Dinamakan pleomorfik karena
terbentuk dari sel-sel epitel dan jaringan ikat.Pertumbuhan tumor
ini lambat, berbentuk bulat, dan konsistensinya lunak.Secara
histologi dikarakteristik dengan struktur yang beraneka
ragam.biasanya terlihat seperti gambaran lembaran, untaian atau
seperti pulau-pulau dari spindel atau stellata. Penatalaksanaanya
yaitu eksisi bedah dari kelenjar yang terkena
2) Warthin's tumor (cth kistadenoma limfomatosum papiler, adenoma
kistik papiler)
Tumor ini tampak rata, lunak pada daerah parotis, memiliki
kapsul apabila terletak pada kelenjar parotis dan terdiri atas kista
multipel.Histologi Warthin's tumor yaitu memiliki stroma limfoid
dan sel epitelial asini.Perubahan menjadi ganas tidak pernah
dilaporkan.Lebih sering ditemukan pada kelenjar mayor.
3) Papiloma intraduktal
Berbentuk kecil, lunak dan biasanya ditemukan pada lapisan
submukosa.Gambaran mikroskopiknya tampak dilatasi kistik
duktus parsial dengan epitel kuboid.Sangat jarang terjadi pada
kelenjar minor.
4) Oxyphil adenoma (oncosistoma)
Sangat jarang ditemukan, lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan pria dengan ratio 2:1.Diameternya kecil (< 5 cm),
pertumbuhannya lambat dan berbentuk sferis.dapat terjadi rekurens
jika eksisi tumor tidak komplit.

b. Tumor Jinak Nonepitelial


1) Hemangioma
Kebanyakan terajadi pada anak-anak biasnya pada kelenjar
parotis. Biasanya asimptomatik, unilateral dan massa yang
kompresibel. berwarna merah gelap, berlobus-lobus dan tidak
berkapsul. Penanganan dengan pemberian steroid 2-4
mg/kgBB/hari.40-60% hemengioma tidak berespon terhdap steroid.
2) Limfangioma (higroma kistik)
Merupakan tumor bagian kepala dan leher yang paling sering
pada anak-anak, eksisi merupakan penanganan piliha bila tumor
terletak pada struktur yang vital.Limfangioma jarang menimbulkan
gejala-gejala obstruksi jalan napas dan eksisi biasanya untuk alasan
kosmetik.
3) Lipoma
Jarang terjadi pada kelenjar liur mayor.tumor terdiri dari sel-
sel adiposa dengan inti yang uniform. Rasio laki-laki dan
perempuan adalah 10:1.Pertumbuhan tumor lambat dengan
diameter rata-rata 3 cm. Penenganan adalah eksisi.

c. Tumor Ganas Kelenjar Liur


1) Mukoepidermoid karsinoma
Kebanyakan berasal dari kelenjar parotis dan biasanya
memiliki gradasi yang rendah
2) Kista Adenoma karsinoma
Merupakan karsinoma yang paling banyak pada kelenjar
minor.pertumbuhannya lambat dan kebanyakan memiliki gradasi
yang rendah. dapat berulang setelah dilakukan pembedahan,
kadang-kadang beberapa bulan setelah operasi.
3) Adenokarsinoma
Terdapat beberapa tipe adenokarsinoma:
a) Karsinoma sel asinik
Paling banyak berasal dari kelenjar parotis dan
pertumbuhannya lambat
b) Adenokarsinoma
polimorfik grade rendah
Kebanyakan berasal dari kelenjar minor
c) Adenokarsinoma yang
tidak dispesifikasikan:
Bila dilihat di mikroskop tumor ini memiliki penempakan
yang cukup untuk disebut adenokarsinoma, tetapi belim
memiliki penampakan untuk dispesifikasikan.sering
berasal dari kelenjar parotis dan kelenjar minor.
d) Adenokarsinoma yang
jarang:
Contohnya seperti basal sel adenokarsinoma, clear cell
adenokarsinoma, kistadenokarsinoma, sebaceus
adenokarsinoma, musinous adenokarsinoma

d. Mixed tumor maligna


Terdiri atas 3 tipe yaitu, ex adenoma pleomorfik, karsinosarkoma
dan mixed tumor metastasis.kasrinoma ex pleomorfik adenoma
merupakan tipe yang paling banyak. Karsinoma ex pleomorfik adenoma
merupakan kanker yang berkembang dari mixed tumor jinak
(pleomorfik adenoma). Kebanyakan terjdi pada kelenjar liur mayor.

e. Kanker kelenjar liur lainnya yang jarang


 squamous sel karsinoma: terutama pada laki-laki yang tua. Dapat
berkembang setelah terapi radiasi untuk kanker yang lain pada
area yang sama.
 epitelial-mioepitelial karsinoma
 anaplastik small sel karsinoma
 karsinoma yang tidak berdiferensiasi
 limfoma non hodgin

4. Patofisiolofogi
a. Teori multiseluler: teori ini
menyatakan bahwa tumor kelenjar liur berasal dari diferensiasi sel-sel
matur dari unit-unit kelenjar liur. Seperti tumor asinus berasal dari sel-
sel asinar, onkotik tumor berasal dari sel-sel duktus striated, mixed
tumor berasal darisel-sel duktus interkalated dan mioepitelial,
squamous dan mukoepidermoid karsinoma berasal dari sel-sel duktus
ekskretori.
b. Teori biseluler: teori ini
menerangkan bahwa sel basal dari glandula ekskretorius dan duktus
interkalated bertindak sebagai stem sel. Stem sel dari duktus
interkalated dapat menimbulkan terjadinya karsinoma acinous,
karsinoma adenoid kistik, mixed tumor, onkotik tumor dan Warthin's
tumor. sedangkan stem sel dari duktus ekskretorius menimbulkan
terbentuknya skuamous dan mukoepidermoid karsinoma.

5. Insidensi
Setiap tahunnya ditemukan 2500 kasus baru tumor glandula salivatorius
dan 80 % kasus merupakan tumor glandula parotis. Adanya massa di
kelenjar parotis, 75 % merupakan tumor sedangkan 25 % sisanya disebabkan
oleh proses non neoplasma infiltrative, seperti kista dan inflamasi. Pada
tumor parotis, 70 sampai dengan 80 % kasus merupakan kasus benigna.
Tumor parotis paling banyak ditemukan pada bangsa kulit putih (Sanford,
2010).

6. Gejala dan Tanda


a. Gejala
Biasanya terdapat pembengkakan di depan telinga dan kesulitan
menggerakkan salah satu sisi wajah. Pada tumor parotis benigna biasanya
asimtomatis (81%), nyeri didapatkan pada sebagian pasien (12%), dan
paralisis nervus facialis (7%). Paralisis nervus facialis lebih sering
didapatkan pada pasien dengan tumor parotis maligna, tetapi paralisis
nervus facialis lebih sering berhubungan dengan Bell palsy (Sanford,
2010). Adanya bengkak biasanya mengurangi kepekaan wilayah tersebut
terhadap rangsang (painless) dan menyebabkan pasien kesulitan dalam
menelan (David, 2010).

b. Tanda
Pada tumor benigna benjolan bisa digerakkan, soliter, dan keras
(Dubner, 2010). Namun, pada pemeriksaan tumor maligna diperoleh
benjolan yang terfiksasi , konsistensi keras, dan cepat bertambah besar
(Wong, 2010).

7. Diagnosa Tumor Parotis


a. Pemeriksaan Klinis
1) Anamnesa
Anamnesa dengan cara menanyakan kepada penderita atau
keluarganya tentang :
a.) Keluhan
 Pada umumnya hanya berupa benjolan soliter, tidak
nyeri, di pre/infra/retro aurikula (tumor parotis), atau di
submandibula (tumor sumandibula), atau intraoral
(tumor kelenjar liur minor)
 Rasa nyeri sedang sampai hebat (pada keganasan
parotis atau submandibula)
 Paralisis n. fasialis, 2-3% (pada keganasan parotis)
 Disfagia, sakit tenggorok, gangguan pendengaran
(lobus profundus parotis terlibat)
 Paralisis n.glosofaringeus, vagus, asesorius,
hipoglosus, pleksus simpatikus (pada karsinoma
parotis lanjut)
 Pembesaran kelenjar getah bening leher (metastase)
b.) Perjalanan penyakit ( progresivitas penyakit)
c.) Faktor etiologi dan resiko (radioterapi kepala
leher, ekspos radiasi)
d.) Pengobatan yang telah diberikan serta
bagaimana hasil pengobatannya
e.) Berapa lama kelambatan

2) Pemeriksaan fisik
a.) Status general
Pemeriksaan umum dari kepala sampai kaki, tentukan :
 Penampilan (Karnofski / WHO)
 Keadaan umum
Adakah anemia, ikterus, periksa T,N,R,t, kepala,
toraks, abdomen, ekstremitas,vertebra, pelvis
 Apakah ada tanda dan gejala ke arah metastase jauh
(paru, tulang tengkorak, dll)
b.) Satus lokal
 Inspeksi (termasuk inraoral, adakah pedesakan
tonsil/uvula)
 Palpasi (termasuk palpasi bimanual, untuk menilai
konsistensi, permukaan, mobilitas terhadap jaringan
sekitar)
 Pemeriksaan fungsi n.VII,VIII,IX,X,XI,XII

c.) Status regional


Palpasi apakah ada pembesaran kelenjar getah bening leher
ipsilateral dan kontralaeral. Bila ada pembesaran tentukan
lokasinya, jumlahnya, ukuran terbesar, dan mobilitasnya.

3) Pemeriksaan Radiologis (Atas Indikasi)


a) Imaging
 Foto Polos
Foto polos sekarang jarang digunakan untuk mengevaluasi
glandula salivatorius mayor. Foto polos paling baik untuk
mendeteksi adanya radioopaque ada sialolithiasis, kalsifikasi,
dan penyakit gigi. Foto madibula AP/Eisler, dikerjakan bila
tumor melekat tulang. Sialografi, dibuat bila ada diagnosa
banding kista parotis / submandibula. Foto toraks terkadang
dilakukan untuk mencari metastase jauh. Meskipun foto polos
dapat diperoleh secara cepat dan relatif murah, namun memiliki
keterbatasan nilai klinis karena hanya dapat mengidentifikasi
kalsifikasi gigi. Sialolit atau kalsifkasi soft tissue lebih mudah
diidentifikasi lebih mudah diidentifikasi menggunakan USG dan
CT Scan.

 USG
USG pada pemeriksaan penunjang berguna untuk evaluasi
kelainan vaskuler dan pembesaran jaringan lunak dari leher dan
wajah, termasuk kelenjar saliva dan kelenjar limfe. Cara ini
ideal untuk membedakan massa yang padat dan kistik. Kerugian
USG pada daerah kepala dan leher adalah penggunaannya
terbatas hanya pada struktur superficial karena tulang akan
mengabsopsi gelombang suara.

Warthin tumor of the right parotid gland: The above sonographic images of the
right parotid gland show an obvious well defined, hypoechoic mass within the middle
third of the gland in this middle aged male. Measuring 2.7 x 1.8 cms., the mass shows
mild posterior acoustic enhancement (a feature of pleomorphic adenoma). Power
Doppler image shows few vessels within the mass.
 CT Scan
Gambaran CT tumor parotis adalah suatu penampang yang
tajam dan pada dasarnya mengelilingi lesi homogen yang
mempunyai suatu kepadatan yang lebih tinggi dibanding
glandular tisssue. Tumor mempunyai intensitas yang lebih besar
ke area terang (intermediate brightness. Foci dengan intensitas
signal rendah (area gelap/radiolusen) biasanya menunjukkan
area fibrosis atau kalsifikasi distropik. Kalsifikasi ditunjukkan
dengan tanda kosong (signal void) pada neoplasma parotid
sebagai tanda diagnosa (Newman, 2005)
Pemeriksaan radiografi CT dan MRI berguna untuk
membantu menegakkan diagnosa pada penderita tumor parotid.
Dengan CTI, deteksi tumor 77% pada bidang aksial dan 90%
pada bidang aksial dengan CE CT.
Pemeriksaan Tumor parotis dengan CTI oleh radiolog untuk
mengetahui lokasi dan besar tumor, deteksi lesi, batas tumor,
batas lesi, aspek lesi, kontras antara lesi dengan jaringan
sekitarnya, gambaran intensitas dari lesi, keberhasilan
pemakaian medium kontras, aspek lesi setelah injeksi medium
kontras, deteksi kapsul nya dan resorpsi tulang yang terjadi di
sekitar lesi tersebut (Sjamsuhidayat, 1997).
Deteksi lesi dapat diklasifikasikan menjadi positif atau
negatif. Pinggir lesi dapat diklasifikasikan menjadi kurang jelas
atau semuanya jelas. Batas lesi dapat diklasifikasikan menjadi
halus atau berlobus. Aspek lesi dapat diklasifikasikan menjadi
homogen atau tidak homogen. Kontras antara lesi dengan
jaringan sekitarnya dapat diklasifikasikan menjadi tinggi atau
rendah. Gambaran intensitas dari lesi dengan otot disebelah lesi
diklasifikasikan kedalam empat kelompok: tinggi, intrermediet,
rendah, atau gabungan tinggi dengan rendah. Aspek lesi
terhadap injeksi medium kontras diklasifikasikan menjadi
homogen, tidak homogen dan perifer. Deteksi kapsulnya dan
resorpsi tulang diklasifikasikan menjadi positif atau negatif.
(Sonis, 2003)

Gambar Tumor pada kelenjar parotid wanita, 57 tahun.Pinggir tumor, batas


tumor di deteksi dengan CT Scan. Kalsifikasi di deteksi dengan CTI (A)
Tumor tidak homogen, intensitas signal intrermediet pada CTI.
(B) Setelah pemakaian medium kontras tumor menunjukkan peningkatan
yang tidak homogen pada CE CTI.
Axial CT Scan : terlihat massa soft tissue ireguler pada kelenjar
parotis kanan (tanda panah)

 MRI
Pemeriksaan MRI bisa membantu untuk membedakan massa
parotis yang bersifat benigna atau maligna. Pada massa parotis
benigna, lesi biasanya memiliki tepi yang halus dengan garis
kapsul yang kaku. Namun demikian, pada lesi malignansi
dengan grade rendah terkadang mempunyai pseudokapsul dan
memiliki gambaran radiografi seperti lesi benigna. Lesi
malignansi dengan grade tinggi memiliki tepi dengan gambaran
infiltrasi.

Gambar A. Seorang wanita 48 tahun dengan carcinoma ex pleomorphic


adenoma
B.Apparent Diffusion Coefficient (ADC) menunjukkan
hiperseluler dengan karsinoma (tanda panah), sedangkan
komponen intermediet dan medial hiposeluler dengan
pleomorphic adenoma (tanda panah bengkok) (Kato,
2008).

 PET (Positron Emission Tomography)


Alat ini menggunakan glukosa radioaktif yang dikenal sebagai
fluorine18 atau Fluorodeoxyglucose (FGD) yang mampu
mendiagnosa kanker dengan cepat dan dalam stadium dini.
Caranya, pasien disuntik dengan glukosa radioaktif untuk
mendiagnosis sel-sel kanker di dalam tubuh. Cairan glukosa ii
akan bermetabolisme di dalam tubuh dan memunculkan respon
terhadap sel-sel yang terkena kanker.

b) Pemeriksaan
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin, seperti: darah, urine,
SGOT/SGPT, alkali fosfatase, BUN/kreatinin, globulin, albumin,
serum elektrolit, faal hemostasis, untuk menilai keadaan umum dan
persiapan operasi

c) Pemeriksaan Patologi
 FNA
Belum merupakan pemeriksaan baku.Pemeriksaan ini harus
ditunjang oleh ahli sitopatologi handal yang khusus menekuni
pemeriksaan kelenjar liur.
 Biopsi insisional
Dikerjakan pada tumor ganas yang inoperabel.
 Biopsi eksisional
 Pada tumor parotis yang operabel dilakukan parotidektomi
superfisial
 Pada tumor submandibula yang operabel dilakukan eksisi
submandibula
 Pada tumor sublingual dan kelenjar liur minor yang
operabel dilakukan eksisi luas ( minimal 1 cm dari batas
tumor)
 Pemeriksaan potong beku
Dikerjakan terhadap spesimen operasi pada biopsi
eksisional.
 Pemeriksaan spesimen operasi

8. Diagnosis Banding
a. Inflamasi:
1) Abses/sellulitis/reactive adenopathy
2) Benign lymphoepithelialcysts (AIDS)
3) Autoimun/Sjogren syndrome
b. Benign tumor :
1) Benign mixed tumor (pleomorphic adenoma)
2) Warthin tumor
3) Lipoma
c. Malignansi :
1) Mucoepidermoid carcinoma
2) Adenoid cystic carcinoma;
3) Non-Hodgkin lymphoma
4) Malignant mixed tumor;
5) Lainnya: acinar cell carcinoma, adenocarcinoma, squamouscell
carcinoma
d. Metastasis:
1) Skin squamous cell carcinoma or melanoma
2) Breast orlung carcinoma
3) Nodal non-Hodgkin lymphoma

9. Penatalaksanaan
Pengobatan tumor parotisadalah multidisipliner termasuk bedah,
neurologi, radiologi diagnostic dan inventersional, onkologi dan patologi.
Factor tumor dan pasien harus diperhitungkan termasuk keparahannya,
besarnya tumor, tingkat morbiditas serta availabilitas tenaga ahli dalam
bedah, radioterapi dan khemoterapi.
a. Tumor operable
1) Terapi utama
Terapi utama pada tumor parotis yang operable adalah
pembedahan, dapat berupa:
a. Parotidektomi superfisial, dilakukan pada tumor jinak
parotis lobus superfisialis.
b. Parotidektomi total, dilakukan pada :
i. Tumor ganas parotis yang belum ada ekstensi
ekstraparenkim dan n.VII
ii. Tumor jinak parotis yang mengenai lobus profundus
c. Parotidektomi total diperluas, dilakukan pada tumor ganas
parotis yang sudah ada ekstensi ekstraparenkim atau n.VII
d. Deseksi leher radikal (RND), dikerjakan bila terdapat
metastase kelenjar getah bening leher yang masih operabel
(Espat , 2001).

2) Terapi tambahan
Terapi tambahan berupa radioterapi pasca bedah dan diberikan
pada tumor ganas dengan kriteria :
a. High grade malignancy
b. Masih ada residu makroskopis atau mikroskopis
c. Tumor menempel pada syaraf (n.fasialis, n.lingualis,
n.hipoglosus, n. asesorius )
d. Setiap T3,T4
e. Karsinoma residif
f. Karsinoma parotis lobus profundus
Radioterapi sebaiknya dimulai 4-6 minggu setelah pembedahan
untuk memberikan penyembuhan luka operasi yang adekuat,
terutama bila telah dikerjakan alih tandur syaraf.
- Radioterapi lokal diberikan pada lapangan operasi
meliputi bekas insisi sebanyak 50 Gy dalam 5 minggu.
- Radioterapi regional/leher ipsilateral diberikan pada
T3,T4, atau high grade malignancy(Anil, 2004).

b. Tumor inoperabel
1) Terapi utama
Radioterapi : 65 – 70 Gy dalam 7-8 minggu
2) Terapi tambahan
Kemoterapi :
a) Untuk jenis adenokarsinoma (adenoid cystic carcinoma,
adenocarcinoma, malignant mixed tumor, acinic cell
carcinoma)
 adriamisin 50mg/m2 iv pada hari 1
diulang tiap
 5 fluorourasil 500mg/m2 iv pada hari 1 3minggu
 sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2

b) Untuk jenis karsinoma sel sqamous (squamous cell


carcinoma, mucoepidermoid carcinoma)
 methotrexate 50mg/m2 iv pada hari ke 1 dan 7 diulang tiap
3minggu
 sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2
(Anil, 2004).

c. Metastase Kelenjar Getah Bening (N)


1) Terapi utama
a) Operabel : deseksi leher radikal (RND)
b) Inoperabel : radioterapi 40 Gy/+kemoterapi preoperatif,
kemudian dievaluasi
- menjadi operabel  RND
- tetap inoperabel  radioterapi dilanjutkan
sampai 70Gy
2) Terapi tambahan
Radioterapi leher ipsilateral 40 Gy
(Espat , 2001).
d. Metastase Jauh (M)
Terapi paliatif : khemoterapi
1) Untuk jenis adenokarsinoma (adenoid cystic carcinoma,
adenocarcinoma, malignant mixed tumor, acinic cell carcinoma)
diulang tiap
 adriamisin 50mg/m2 iv pada hari 1 3minggu

 5 fluorourasil 500mg/m2 iv pada hari 1


 sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2
2) Untuk jenis karsinoma sel squamous (squamous cell carcinoma,
mucoepidermoid carcinoma)
 methotrexate 50mg/m2 iv pd hari ke 1 dan 7
diulang tiap
 sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2 3minggu

(Anil, 2004).

Bagan Penanganan Tumor Parotis Operabel dengan (N) Secara Klinis Negatif

Tumor parotis (N negatif)

Parotidektomi superfisial

Potong beku

Jinak Ganas

Stop Parotidektomi total +


sampling k.g.b subdigastrikus

Potong beku

Meta k.g.b (-) Meta k.g.b (+)

Stop RND
10. Prognosis
Prognosis pada tumor maligna sangat tergantung pada histology,
perluasan local dan besarnya tumor dan jumlah metastasis kelenjar leher.Jika
sebelum penanganan tumor maligna telah ada kehilangan fungsi saraf, maka
prognosisnya lebih buruk.Untuk tumor maligna, pengobatan dengan eksisi
dan radiasi menghasilkan tingkat kesembuhan sekitar 50%, bahkan pada
keganasan dengan derajat tertinggi.Ketahanan hidup 5 tahun kira-kira 5%,
namun hal ini masih tetap tergantung kepada histologinya (Lee, 2003)

BAB III
PENUTUP

Kelenjar parotis adalah kelenjar liur yang berpasangan, berjumlah 2.Kelenjar


parotis merupakan kelenjar liur yang terbesar.Tumor pada ini relatif jarang terjadi,
persentasenya kurang dari 3% dari seluruh keganasan pada kepala dan
leher.Keganasan pada tumor kelenajar liur berkaitan dengan paparan radiasi, faktor
genetik, dan karsinoma pada dada. Sebagian besar tumor pada kelenjar liur terjadi
pada kelenjar parotis, dimana 75% - 85% dari seluruh tumor berasal dari parotis dan
80% dari tumor ini adalah adenoma pleomorphic jinak (benign pleomorphic
adenomas).
Tumor kelenjar parotis baik itu jinak atau ganas akan muncul sebagai suatu
massa berbentuk soliter, berkembang diantara sel-sel pada kelenjar yang terkena.
Pertumbuhan yang cepat dari massa dan rasa sakit pada lesi itu berkaitan dengan
perubahan ke arah keganasan, tetapi bukan sebagai alat diagnostik. Keterlibatan saraf
fasialis (N.VII) umumnya sebagai indikator dari keganasan,walaupun gejala ini
hanya nampak pada 3% dari seluruh tumor parotis dan prognosisnya buruk.
Keganasan pada kelenjar liur sebagian besar asimtomatik, tumbuhnya lambat,
dan berbentuk massa soliter. Rasa sakit didapatkan hanya 10-29% pasien dengan
keganasan pada kelenjar parotisnya.Rasa nyeri yang bersifat episodik
mengindikasikan adanya peradangan atau obstruksi daripada akibat dari keganasan
itu sendiri.Massa pada kelenjar liur yang tidak nyeri dievaluasi dengan aspirasi
menggunakan jarum halus (Fine Needle Aspiration) atau biopsi.Pencitraan
menggunakan CT-Scan dan MRI dapat membantu. Untuk tumor ganas, pengobatan
dengan eksisi dan radiasi menghasilkan tingkat kesembuhan sekitar 50%, bahkan
pada keganasan dengan derajat tertinggi
Untuk terapi dilakukan reseksi tergantung dari stadiumnya.Terapi tambahan
berupa radiasi pasca operasi atau kemoterapi dapat diberikan dengan
mempertimbangkan resiko-resiko yang harus dihadapi nantinya.Untuk tumor
maligna, pengobatan dengan eksisi dan radiasi menghasilkan tingkat kesembuhan
sekitar 50%, bahkan pada keganasan dengan derajat tertinggi. Untuk prognosis
sesudah terapi adekuat pada tumor benigna terjadi residif lokal kurang dari 1% kasus.
Namun, jika tumor benigna tidak diangkat secara luas, sering timbul residif lokal.

DAFTAR PUSTAKA
Anil K. 2004. Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology-Head & Neck
Surgery. USA : Mc Graw Hill.
Lee K.J. 2003. Essential Otolaryngology-Head & Neck surgery ed.8 .Connecticut :
McGraw-Hill.
Espat J, Carew JF, Shah JP. 2001. Cancer of Head and Neck. Dalam : Bland KI,
Daly JM. Surgical Oncology-Contemporary Priciples and Practice. New
York : Mc Graw-Hill Companies,Inc.
HarnsbergerH.R., Osborn A.G. 1991. Differential Diagnosis of Head and Neck
Lesions Based on Their Space of Origin.AJR 157:147-154.
Joe V.Q., Westesson P.L. 1994. Tumors of the Parotid Gland: MR Imaging
Characteristics of Various Histologic Types. AJR163:433-438
Peraboi. 2003. Protokol Penatalaksanaan Tumor/ Kanker Kelenjar Air Liur.
Adams LG, Boies RL, Paparella MM. Dalam: Buku Ajar Penyakit THT , Ed.6.
Jakarta : EGC, 1997: 305-319.
Gregory Masters, Bruce Brockstein. Dalam :Head and Neck Cancer. USA: Kluwer
Academic Publishers,2003: 158-161.
Beers MH, Porter RS. Dalam: Merck Manual of Diagnosis and Theraphy,
Ver.10.2.3. USA: Merck Research Laboratories,2007.
Susan, Standring. Dalam: Grays Anatomy: The Anatomical Basis of Clinical
Practice. USA: Elsevier, 2005: 515-518.
Grays Anatomy:The Anatomical Basis of Clinical Practice. USA: Elsevier, 2005:
515-518

You might also like