You are on page 1of 7

BAB I

PENDAHULUAN

I . LATAR BELAKANG
Perpecahan di dalam Islam mulai terjadi pada masa kepemimpinan Khalifah Ali
bin Abi Thalib. Perpecahan pertama dalam Islam ini tidak terjadi akibat perbedaan paham
tentang hal-hal yang berhubungan dengan akidah atau teologi melainkan dikarenakan
kepentingan politik. Prof. Harun Nasution menilai “aneh” jika di dalam Islam sebagai
agama, persoalan yang timbul pertama-tama bukan pada bidang teologi tetapi bidang
politik. Dari persoalan politik tersebut berekembang memasuki wilayah teologi.
Perseteruan yang terjadi antara kelompok Ali bin Abi Thalib dan kelompok
Mu’awiyah bin Abu Sufyan membawa malapetaka bagi persatuan dan kesatuan umat
Islam yang baru tumbuh pada saat itu. Umat Islam terpecah menjadi tiga golongan, yaitu
Syi’ah, Khawarij, dan golongan pembela Mu’awiyah.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang kelompok pertama, yakni golongan
Syi’ah yang pada awalnya hanya bergerak di bidang politik, namun lambat laun menjadi
paham mazhab yang masuk ke wilayah akidah pengikutnya  karena pengaruh buruk
Saba’iyah oleh Abdullah ibn Saba’.
II.         RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian Syi’ah ?
2. Bagaimana sejarah lahirnya Syi’ah ?
3. Siapa tokoh-tokoh Syi’ah ?
4. Bagaimana pokok-pokok ajaran Syi’ah ?
5. Apa sajakah sekte-sekte dalam Syi’ah ?
6. Bagaimana perkembangan Syi’ah di Indonesia sekarang ini ?
III. TUJUAN
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui beberapa hal dalam islam syiah, yaitu
1. pengertian Syi’ah
2. sejarah lahirnya Syi’ah
3. Siapa tokoh-tokoh Syi’ah
4. Pokok-pokok ajaran Syi’ah
5. sekte-sekte dalam Syi’ah
6. perkembangan Syi’ah di Indonesia sekarang ini

1
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Syi’ah


Lafal Syi’ah menurut pengertian bahasa bermakna pengikut dan pembela
seseorang. Kata Syi’ah secara harfiyah berarti pengikut, partai, kelompok, atau
pendukung. Sedangkan secara khusus, perkataan Syi’ah mengandung pengertian
“Syi’atu Aliyyin” yaitu pengikut atau pendukung Ali bin Abi Thalib.
B.     Sejarah Syi’ah
Para penulis sejarah  Islam berbeda pendapat mengenai awal mula lahirnya
Syi’ah. Sebagian menganggap Syi’ah lahir langsung setelah wafatnya Nabi Muhammad
SAW. Sebagian yang lain menganggap Syi’ah lahir pada masa akhir kekhalifahan
Utsman bin Affan atau pada masa awal pemerintahan Ali bin Abi Thalib.
Pendapat yang paling populer adalah adalah bahwa Syi’ah lahir setelah gagalnya
perundingan antara pihak  pasukan Ali dan pihak pemberontak Muawiyyah bin Abu
Sufyan, di Shiffin, yang lazim disebut sebagai peristiwa tahkîm atau Arbitrasi. Arbitrasi
sebagai jalan tengah justru menyulut perpecahan umat Islam karena sangat merugikan
pihak Ali dan menguntungkan pihak Mu’awiyah.
Dilihat dari kaca mata sejarah, suksesi kekhalifahan tersebut mendorong
munculnya tiga faksi politik pada masa itu. Ketiga faksi tersebut adalah : Pertama, faksi
yang mendukung Ali, yaitu mereka yang bersikap pro dengan langkah Ali walaupun 
dengan berat hati mereka harus menerima keputusan arbitrasi, golongan ini dikenal
dengan nama Syi’ah. Kedua, faksi yang menentang Ali, yaitu mereka yang menentang
tindakan Ali yang menerima tawaran Arbitrasi, mereka dinamakan Khawarij. Ketiga,
faksi Mu’awiyah.
Pada awalnya, golongan Syi’ah dan Khawarij adalah sama-sama pengikut Ali bin
Abi Thalib. Namun karena kontra dengan hasil Arbitrasi maka Khawarij keluar dari
Jama’ah Ali. Kata “Khawarij” berasal dari kata “Kharaja” yang artinya keluar. Nama
tersebut diberikan kepada mereka karena mereka keluar dari jama’ah Ali.
Golongan Syi’ah yang terbentuk pada masa Ali bin Abi Thalib (setelah Arbitrasi)
hanyalah bergerak di bidang politik. Namun setelah Ali wafat, golongan ini mulai
berubah arah menjadi model mazhab. Orang yang mempelopori perubahan ini adalah
Abdullah bin Saba’. Dia adalah orang Yahudi dari San’a (Yaman), dikenal dengan Ibn

2
as-Sawda’ karena ibunya adalah wanita berkulit hitam. Dia masuk Islam pada masa
Khalifah Utsman bin Affan.
Menurut Prof Dr. Ali Ahmad As-Salus, Abdullah bin Saba’ adalah orang yang
pertama kali menciptakan ide dan opini bahwa Ali bin Abi Thalib sebagai al-Washi,
yaitu orang yang menerima wasiat untuk memikul tugas kekhalifahan setelah wafatnya
Rasulullah SAW. Dia juga orang yang mengklaim bahwa Ali-lah yang mengajarkan
padanya tentang ajaran Tasyayyu’ ( dukungan ) dalam bingkai mazhab. Maka
terkecohlah sebagian Syi’ah Ali dan cenderung mengikuti ajaran Ibnu Saba’. Dengan
demikian maka berubahlah paradigma Tasyayyu’ politik kini menjadi Tasyayyu’ Teologi
dan Religi.
C.     Tokoh-tokoh Syi’ah
Dalam pertimbangan Syi’ah, selain terdapat tokoh-tokoh populer seperti ‘Ali bin
Abi Thalib, Hasan bin ‘Ali, Husain bin ‘Ali, terdapat pula dua tokoh  Ahlulbait yang
mempunyai pengaruh dan andil yang besar dalam pengembangan paham Syi’ah, yaitu
Zaid bin ‘Ali bin Husain Zainal ‘Abidin dan Ja’far al-Shadiq.
Pemikiran Ja’far al-Shadiq dianggap sebagai cikal bakal ilmu fiqh dan ushul fiqh.
Adapun Zaid bin ‘Ali terkenal ahli di bidang tafsir dan fiqh, karyanya adalah kitab al-
Majmû’.
Selain tokoh-tokoh di atas, Al-‘Allamah Sayyid Muhammad Husain al-
Thabathaba’i dalam bukunya menyebutkan beberapa tokoh intelektual Syi’ah antara lain:
1.      Tsiqat al-Islam Muhammad Ibn Ya’qub Kulaini
2.      Syekh Sadiq Muhammad ibn Babuyah Qumi
3.      Syekh Muhammad Tusi
4.      Abdul Qasim ja’far Ibn Hasan Ibn Yahya Hilli
5.      Syahidul Awal Shamsuddin Muhammad Ibn Makki
6.      Syekh Ja’far Kasyif al-Ghita’ Najafi
D.    Pokok-pokok Ajaran Syi’ah
1.      Ahlulbait, istilah ini secara khusus dimaksudkan kepada keluarga atau kerabat Nabi
Muhammad SAW. Namun dalam Syi’ah, ahlulbait terbatas hanya pada Nabi sendiri,
‘Ali, Fathimah, Hasan, Husain, dan imam-imam dari keturunan ‘Ali bin Abi Thalib.
2.      Al-Badâ’, yaitu keyakinan bahwa Allah SWT mengetahui sesuatu setelah
sebelumnya tidak mengetahui.

3
3.      Asyura, yaitu hari kesepuluh dalam bulan Muharram yang diperingati kaum Syi’ah
sebagai hari berkabung umum untuk memperingati wafatnya Imam Husain bin ‘Ali dan
keluarganya.
4.      Imamah (kepemimpinan). Imamah adalah keyakinan bahwa pemimpin-pemimpin
Islam setelah Nabi SAW wafat yang berhak adalah ahlulbait. Pada umumnya, dalam
Syi’ah, penentuan imam bukan berdasarkan kesepakatan atau pilihan umat, tetapi
berdasarkan wasiat atau penunjukan oleh imam sebelumnya atau oleh Rasulullah
langsung, yang lazim disebut nash. Menurut W. Montgomery Watt, teori Imamah
mengenai 12 Imam itu tidak dapat diformulasikan sebelum kematian Imam kesebelas
pada bulan Januari 874 M.
5.      ‘Ishmah, yaitu keyakinan bahwa imam-imam mereka adalah ma’shum (tidak pernah
berbuat dosa). Ali Syari’ati mendefinisikan ‘ishmah sebagai prinsip yang menyatakan
bahwa pemimpin suatu komunitas atau masyarakat mestilah bebas dari kejahatan dan
kelemahan. 6.      Mahdawiyah, yang berarti keyakinan akan datangnya seorang juru
selamat pada akhir zaman yang akan menyelamatkan kehidupan manusia di muka bumi
ini. Juru selamat itu disebut Imam Mahdi.
7.      Raj’ah, yaitu keyakinan akan dihidupkannya kembali sejumlah hamba Allah SWT.
Menurut Ahmad Hanafi, ajaran ini merupakan pengaruh dari Yahudi. Dalam ajaran
Yahudi disebutkan bahwa Nabi Uzair yang dimatikan Tuhan selama seratus tahun
dibangkitkan lagi, dan peristiwa Nabi Harun yang diyakini mereka dibunuh  oleh Nabi
Musa akan kembali.
8.      Taqiyah yaitu suatu perkataan atau perbuatan yang tidak sesuai dengan
keyakinannya demi menjaga keselamatan jiwa karena khawatir akan bahaya yang dapat
menimpa dirinya. Taqiyah adalah satu rukun dari rukun-rukun ajaran mereka, seperti
halnya shalat. Ibnu Babawaih mengatakan, “Keyakinan kami tentang Tawiyah itu adalah
dia itu wajib. Barang siapa meninggalkannya maka sama dengan meninggalkan shalat”.
9.      Tawallî (mengangkat seseorang sebagai pemimpinnya) dan tabarrî (melepaskan diri
atau menjauhkan diri dari seseorang). Hal ini mereka pahami sebagai perintah untuk
tawallî kepada Ahlulbait dan tabarrî dari musuh-musuhnya.
10.  Tanah Karbala adalah lebih utama daripada Ka’bah.
11.  Nikah Muth’ah menjadi dasar ajaran Syi’ah, siapa mengingkari maka kafir.
12.  Ahlu al-Sunnah dianggap halal harta dan darahnya karena lebih kafir daripada
Yahudi dan Nasrani.

4
E.     Sekte-sekte Syi’ah
Pasukan Ali (Syi’atu Aliyin) terpecah menjadi empat kelompok. Kelompok
pertama, disebut Syi’ah yang mengikuti Sayyidina Ali. Mereka tidak mengecam para
sahabat Nabi, melainkan mencintai dan memuliakannya. Mereka inilah yang pada
awalnya disebut Syi’ah. Para pengikutnya disebut Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah.
Kelompok kedua, adalah mereka yang mempercayai bahwa Ali memiliki
kedudukan lebih tinggi daripada sahabat Nabi yang lain. Kelompok ini disebut
Tafdhiliyyah. Kata “Syi’ah” yang dipakai sekarang ini adalah merepresentasikan
kelompok ini. Ketika Imam Ali mendengar ada dari pengikutnya yang mencaci maki
Muawiyah dan kelompoknya, beliau marah dan melarang, seraya berkata:
“ Aku tidak suka kalian menjadi pengumpat (pencaci-maki), tapi andaikata kalian
tunjukkan perbuatan mereka dan kalian sebutkan keadaan mereka, maka hal yang
demikian itu akan lebih diterima sebagai alasan. Selanjutnya kalian ganti cacian kalian
kepada mereka dengan :Yaa Allah selamatkanlah darah kami dan darah mereka serta
damaikanlah kami dengan mereka” (Nahjul Balaghoh – 323)
Kelompok ketiga, yang berpendapat bahwa semua sahabat Nabi adalah kafir dan
berdosa. Mereka disebut Saba’iyyah  atau Hurufi. Kelompok keempat, yang disebut
Ghulat, yaitu mereka yang paling sesat, paling bid’ah, di antara empat kelompok di atas.
Mereka berpendapat bahwa Allah telah masuk ke dalam diri Ali RA.
Syi’ah telah berpecah menjadi banyak kelompok  hingga mencapai lebih dari
tujuh puluh kelompok dan yang paling sesat di antara semuanya adalah kelompok Syi’ah
dua belas imam (Itsna ‘Asyriyah). Kelompok inilah yang menjadi sumber kekacauan dan
bahaya bagi Islam dan kaum muslimin. Kelompok ini disebut Syi’ah Imamiyah karena
meyakini bahwa imamah setelah Rasulullah adalah milik Ali dan keluarganya. Dan
dikatakan Itsna ‘Asyriyah karena mereka mengimani bahwa imam dibatasi oleh Allah
alam bilangan dua belas imam yang dimulai dari Ali bin Abi Thalib sampai pada al-
Mahdi al-Muntazhar. Mereka juga dijuluki Rafidhah karena mereka menolak ucapan
imam Zaid yang mendoakan Abu Bakar dan Umar.
F.      Perkembangan Syi’ah di Indonesia
Dewasa ini paham Syi’ah telah semakin berkembang di Indonesia. Tercatat ada 65
Yayasan Syi’ah di antaranya Yayasan Dar Taqrib di Jepara, Al-Amin di Semarang, dan
Al-Mawdah di Solo; 8 Majlis Taklim, 9 ikatan (organisasi), 5 lembaga, 8 sekolah dan
pesatren, 26 penerbit buku, 11 penulis buku, 11 majalah, 31 Website dan blogroll, dan 28
universitas yang bekerja sama dengan Syi’ah.

5
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1.      Syi’ah adalah kaum yang berkeyakinan bahwa orang yang berhak menjadi khalifah
setelah Nabi wafat adalah Ali bin Abi Thalib dan keturunannya.
2.      Syi’ah lahir akibat permasalahan politik pada masa Ali. Syi’ah berubah arah menjadi
paham akidah dan kutuhanan setelah wafatnya Ali akibat fitnah dan doktrin-doktrin yang
dibawa oleh Abdullah bin Saba’.
3.      Di antara tokoh Syi’ah yang terkenal adalah Zaid bin ‘Ali bin Husain Zainal ‘Abidin
dan Ja’far al-Shadiq.
4.       Pokok ajaran akidah Syi’ah antara lain : Ahlulbait, Al-Badâ’, Asyura, Imamah,
‘Ishmah, Mahdawiyah, Raj’ah, Taqiyah Tawassul Tawallî dan tabarrî, serta
diperbolehkannya nikah Muth’ah.
5.       Syi’ah terpecah jadi sekte-sekte, yaitu : Ahlus Sunnah, Tafdhiliyah, Sabaiyah dan
Ghulat.
6.       Syi’ah sudah menyebar luas di negara-negara Islam dan telah berkembang di
Indonesia.

6
DAFTAR PUSTAKA
http://kangfatih.wordpress.com/
http://maulana2008.multiply.com/journal/item/155 ; diakses tgl 14 November 2010 pukul 08.30
WIB.

You might also like