You are on page 1of 10

PEMANASAN GLOBAL

A. PENDAHULUAN

Setiap tanggal 22 April, masyarakat dunia khususnya masyarakat peduli lingkungan


memperingatinya sebagai Hari Bumi. Peringatan yang pertama kali dilakukan pada 22 April
1970 di Amerika Serikat atas prakarsa seorang senator yang bernama Geylord Nelson itu, bagi
pejuang lingkungan hidup merupakan momen untuk mendesak masuknya isu lingkungan hidup
dalam agenda tetap nasional dan mengingatkan manusia akan pentingnya kelestarian lingkungan
hidup. Isu dunia tentang lingkungan yang terhangat saat ini adalah masalah pemanasan global
(global warming) dan akibat-akibatnya bagi kehidupan manusia.

B. TINJAUAN PUSTAKA

Pemanasan global adalah kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan
daratan Bumi. Pada saat ini, Bumi menghadapi pemanasan yang cepat, yang oleh para ilmuan
dianggap sebagai akibat dari aktifitas manusia. Penyebab utama pemanasan ini adalah
pembakaran bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam, yang melepas
karbondioksida dan gas-gas lainnya yang dikenal sebagai gas rumah kaca ke atmosfer.
Diperkirakan, setiap tahun dilepaskan 18,35 miliar ton karbon dioksida. Ketika atmosfer
semakin kaya akan gas-gas rumah kaca ini, ia semakin menjadi insulator yang menahan lebih
banyak panas dari Matahari yang dipancarkan ke Bumi. Inilah yang disebut dengan Efek Rumah
Kaca. Rata-rata temperatur permukaan Bumi sekitar 15°C (59°F). Selama seratus tahun terakhir,
rata-rata temperatur ini telah meningkat sebesar 0,6 derajat Celsius (1 derajat Fahrenheit). Para
ilmuan memperkirakan pemanasan lebih jauh hingga 1,4 – 5,8 derajat Celsius (2,5 – 10,4 derajat
Fahrenheit) pada tahun 2100.
Karerna alasan tersebut kami mencoba untuk menuliskan makalah tentang pemansasan
global yang sedang terjadi pada saat ini, yang ditinjau dari segi umum/ilmiah tentang pemanasan
global (ditinjau dari dampak pemanasan global, mengapa terjadi pemanasan global, efek rumah
kaca, dan cara mengurangu efek rumah kaca dalam pencegahan pemanasan global).
C. PEMBAHASAN

1. Menurut iptek tentang pemanasan global

Sebagian besar para ilmuwan telah mencapai suatu kesepakatan mengenai fenomena
yang terkenal dengan nama pemanasan global dan telah menjadi sorotan utama masyarakat dunia
sekarang. Selama setengah abad sekarang ini, gas rumah kaca CO2, methan, nitrat oksida dan
CFC dilepaskan ke atmosfir bumi dalam jumlah yang sangat besar dan dengan konsekuensi yang
sangat besar.
Menurut laporan panel antara pemerintahan antar perserikatan bangsa-bangsa/IPCC, telah
terjadi kenaikan suhu minimum dan maksimum bumi antara 0,5-1,5 derajat. Kenaikan itu terjadi
pada suhu minimum dan maksimum disiang hari maupun malam hari antara 0,5°C sampai 2,0°C
atau temperatur rata-rata global telah meningkat sekitar 0,6°C (33°F) dibandingkan dengan masa
sebelum industri.
Jika emisi gas-gas berbahaya ini terus meningkat sesuai dengan kecenderungan yang
terjadi, konsentrasi gas rumah kaca akan lebih tinggi dan mencapai dua kali lipat dari sebelum
era industri pada tahun 2100. Jika ini terjadi, maka konsentrasi gas rumah kaca akan lebih tinggi
dibandingkan dengan konsentrasi selama jutaan tahun terakhir ini. Hal ini akan mengakibatkan
meningkatnya temperatur rata-rata global sebesar 2,5°C, dengan peningkatan 4°C di daratan.
Angka tersebut sepertinya kecil dan tidak berarti, tetapi ketika temperature permukaan bumi
meningkat 4°C, peningkatan ini sebenarnya cukup untuk mengakhiri zaman es. Saat ini,
ketinggian lautan sudah meningkat karena blok-blok es di lautan mulai mencair. Para ilmuwan
mengatakan bahwa abad paling dalam millennium terakhir adalah abad ke-20. tidak
mengehrankan jika tinggi lautan selama abad ke-20 adalah sekitar 10 cm, dan sebagian besar
diantaranya terjadi pada abad ke-20.
Kenaikan suhu secara execeptional sangat mencemaskan dibandingkan dengan bencana
seperti banjir dan kekeringan karena kenaikan suhu tidak tergantung dari musim dan bersifat
lintas batas sehingga efek distruksinya besar. Selain dari itu, kenaikan suhu durasinya lama dan
polanya kontinu sehingga menguras totalitas energi. Berbeda dengan banjir dan kekeringan,
sekalipun polanya saat itu acak tetapi magnitude banjir besar terjadi pada musim hujan dan
magnitude kekeringan ekstrem terjadi pada puncak musim kemarau.
Perubahan iklim sudah tidak lagi menyangkut kepentingan lingkungan hidup. Namun,
sudah meluas pada aspek keamanan pangan, ketersediaan air bersih, kesehatan masyarakat,
gangguan cuaca berupa badai yang kian meningkat intensitasnya serta ancamannya. Intinya,
resiko resiko yang dihadapi manusia naik tajam. Tidak hanya mengarah pada kerusakan harta
benda atau lingkungan, tetapi juga mengancam jiwa manusia. Pemanasan global telah memicu
peningkatan suhu bumi yang mengakibatkan melelehnya es di gunung dan kutub, berkurangnya
ketersediaan air, naiknya permukaan air laut dan dampak buruk lainnya.
Laju pemanasan global yang tidak terkendali akan makin mempercepat pencairan es
dikutub dan meningkatkan permukaan air laut secara drastic. Dampaknya, kawasan pulau kecil
dan pesisir makin tenggelam. Kemudian menimbulkan sedimentasi yang menutup permukaan
terumbu karang. Fenomena tersebut juga akan memicu tingkat keasaman terumbu karang yang
menimbulkan pemudaran (bleaching) hingga kepunahan ekosistem tersebut akibat sedimentasi
dan intensitas cahaya matahari yang berkurang.
“Mengukur perubahan secara langsung sulit dilakukan, karena anda harus mendeteksi
variabel tertentu dari sekian banyak variabel,” kata Gavin Smith, salah satu anggota tim peneliti
dari NASA.
“Tapi kami tahu berapa besar energi yang diserap lautan dari pengukuran selama puluhan
tahun melalui satelit maupun peralatan yang ditempatkan langsung. Didukung pemahaman kami
tentang atmosfer, hasil pengolahan data memperlihatkan bahwa selama ini terjadi
ketidakseimbangan di atmosfer,” lanjutnya.
Caranya dengan memonitor suhu permukaan laut dari ribuan pelampung (buoys) yang
tersebar di berbagai lokasi. Data-data yang diambil dari berbagai tempat dimasukkan dalam
komputer dan merepresentasikan model iklim yang kompleks meliputi aktivitas atmosfer, laut,
angin, arus, gas, dan zat pencemar lainnya.
Dari penjelasan tersebut tampak bahwa atmosfer bumi menyerap energi 0,85 watt per
meter persegi (secara keseluruhan setara dengan 7 triliun bola lampu 60 watt), lebih dari energi
yang dilepaskan kembali. Penyebabnya adalah efek rumah kaca yang terbentuk oleh lapisan gas
karbon dioksida. lapisan tersebut menyerap radiasi panas yang dipantulkan bumi yang
seharusnya dilepaskan ke ruang angkasa.
Menurut Gavin Schmidt, butuh energi yang besar untuk menghasilkan perubahan di
permukaan bumi. Meskipun demikian penyerapan energi telah berjalan dalam rentang waktu
yang lama.
Berdasarkan laporan Nasa, penyerapan energi sudah terlalu besar sehingga peningkatan
suhu bumi sebesar setengah derajat celcius tidak dapat dicegah kecuali manusia menghentikan
produksi gas rumah kaca.

2. Dampak Pemanasan Global

Jika tidak segera diatasi, maka kenaikan temperatur karena pemanasan global hingga
tahun 2100 akan mengakibatkan mencairnya es di kutub dan menghangatkan lautan, yang
mengakibatkan meningkatnya volume lautan serta menaikkan permukaannya sekitar 9 – 100 cm
(4 – 40 inchi), menimbulkan banjir di daerah pantai, bahkan dapat menenggelamkan pulau-
pulau. Diantara 17.500 pulau di Indonesia, sekitar 4000 pulau akan tenggelam.
Beberapa daerah dengan iklim yang hangat akan menerima curah hujan yang lebih tinggi,
tetapi tanah juga akan lebih cepat kering. Kekeringan tanah ini akan merusak tanaman bahkan
menghancurkan suplai makanan di beberapa tempat di dunia. Hewan dan tanaman akan
bermigrasi ke arah kutub yang lebih dingin dan spesies yang tidak mampu berpindah akan
musnah.
Di Indonesia sendiri, tanda-tanda perubahan iklim akibat pemanasan global telah lama
terlihat. Misalnya, sudah beberapa kali ini kita mengalami musim kemarau yang panjang. Tahun
1982-1983, 1987 dan 1991, kemarau panjang menyebabkan kebakaran hutan yang luas. Hampir
3,6 juta hektar hutan habis di Kalimatan Timur akibat kebakaran tahun 1983. Musim kemarau
tahun 1991 juga menyebabkan 40.000 hektar sawah dipusokan dan produksi gabah nasional
menurun drastis dari 46,451 juta ton menjadi 44,127 juta ton pada tahun 1990.
Pada tahun 2006, akibat pemanasan global terlihat dengan terlambatnnya musim
penghujan yang seharusnya sudah turun pada Oktober 2006. Namun hingga Desember 2006
hujan belum juga turun. Keterlambatan itu juga disertai dengan pendeknya periode hujan, namun
intensitasnya tinggi. Akibatnya banjir melanda Jakarta dan sekitarnya.
Pemanasan Global juga mengakibatkan siklus perkawinan dan pertumbuhan nyamuk
(dari telur menjadi larva dan nyamuk dewasa) akan lebih singkat, sehingga jumlah populasi akan
cepat naik. Mengganasnya penyakit yang disebabkan oleh nyamuk kemudian seolah
menyebabkan jenis penyakit baru.

3. Efek Rumah Kaca

Efek rumah kaca, pertama kali ditemukan oleh Joseph Fourier pada 1824, merupakan
sebuah proses di mana atmosfer memanaskan sebuah planet.
Efek rumah kaca disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbondioksida (CO2 ) dan
gas-gas lainnya di atmosfer. Kenaikan konsentrasi gas CO2 ini disebabkan oleh kenaikan
pembakaran bahan bakar minyak (BBM), batubara dan bahan bakar organik lainnya yang
melampaui kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk mengabsorbsinya.
Selain gas CO2 , yang dapat menimbulkan efek rumah kaca adalah sulfur dioksida
(SO2 ), nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2 ) serta beberapa senyawa organik
seperti gas metana (CH4 ) dan khloro fluoro karbon (CFC). Gas-gas tersebut memegang peranan
penting dalam meningkatkan efek rumah kaca.
Energi yang masuk ke bumi mengalami : 25% dipantulkan oleh awan atau partikel lain di
atmosfer 25% diserap awan 45% diadsorpsi permukaan bumi 5% dipantulkan kembali oleh
permukaan bumi
Proses Efek Rumah Kaca berawal dari sinar matahari yang menembus lapisan udara
(atmosfer) dan memanasi permukaan bumi. Permukaan bumi yang menjadi panas
menghangatkan udara yang tepat diatasnya. Karena menjadi ringan, udara panas tersebut naik
dan posisinya digantikan oleh udara sejuk. Tanpa Efek Rumah Kaca maka bagian bumi yang
tidak terkena sinar matahari akan menjadi sangat dingin seperti di dalam freezer lemari es (-
18°C)
Mekanisme yang sebenarnya menguntungkan kehidupan di bumi ini berbalik menjadi
sebuah ancaman tatkala manusia memasuki era industrialisasi (abad ke-18). Untuk menunjang
proses industri, manusia mulai melakukan pembakaran batu bara, minyak dan gas bumi untuk
menghasilkan bahan baker dan listrik.
Proses pembakaran energi dari bumi ini ternyata menghasilkan gas buangan berupa CO2.
Otomatis kadar lapisan gas rumah kaca yang menahan dan memantulkan kembali udara panas ke
bumi menjadi semakin banyak. Bumi pun semakin panas.
4. Mengurangi Efek Rumah Kaca

Satu sisi, Efek Rumah kaca dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan alam. Namun, Efek
Rumah Kaca yang berlebihan akibat aktifitas manusia akan berubah menjadi ancaman untuk
kehidupan manusia itu sendiri. Oleh karena itu, ketika manusia menyadari bahwa aktifitasnya
telah mengakibatkan Efek Rumah Kaca yang berlebih, maka diperlukan usaha yang sungguh-
sungguh untuk menguranginya sehingga mencapai keseimbangannya kembali.
Dunia masih mempunyai kesempatan realistis hingga 2010 guna menghindari sebagian
dari bencana meluas akibat pemanasan global (global warming). Demikian disampaikan dua
peneliti lingkungan dari Universitas Princeton dan Universitas Brown, Michael Oppenheimer
dan Brian O’Neill, di AS dalam suatu kajian yang dimuat Journal Science.
Sebuah laporan yang dikeluarkan di Cina pada tahun yang sama menyatakan ramalan,
suhu global Bumi bisa meningkat sampai 5,8 derajat Celcius sedikitnya pada akhir abad ini.
Pernyataan ini diperkuat pula oleh laporan lain dari NASA Goddard Institute for Space Studies
yang mengatakan, ambang CO2 meningkat dari angka satuan 280 ppmv (/parts per million by
volume/) pada tahun 1850 menjadi 360 ppmv pada tahun 2001. Padahal, dalam kajian yang lain
dikatakan, ambang CO2 di atmosfer harus dicegah untuk tidak melebihi ambang 450 ppmv.
Para ilmuwan mempelajari cara-cara untuk membatasi pemanasan global. Kunci
utamanya adalah:
1.membatasi emisi CO2
Tehnik yang efektif untuk membatasi emisi karbon ada dua yakni mengganti energi
minyak dengan sumber energi lainnya yang tidak mengemisikan karbon dan yang kedua
penggunaan energi minyak sehemat mungkin.
2.Menyembunyikan karbon yang juga membantu mencegah karbon dioksida memasuki
atmosfer atau mengambil CO2 yang ada.
Menyembunyikan karbon dapt dilakukan dengan dua cara:
1. Di bawah tanah atau penyimpanan air tanah
Bawah tanah atau air bawah tanah bisa digunakan untuk menyuntikkan emisi CO2 ke
dalam lapisan bumi atau ke dalam lautan. Lapisan bumi yang dapat digunakan adalah
penyimpanan alami minyak dan gas bumi di tambang-tambang minyak. Dengan memompakan
CO2 kedalam tempat-tempat penyimpanan minyak di perut bumi akan membantu mempermudah
pengambilan minyak atau gas yang masih tersisa. Hal ini bisa menutupi biaya penyembunyian
karbon. Lapisan garam dan batubara yang dalam juga bias menyembunyikan karbon dioksida.
2. Penyimpanan di dalam tumbuhan hidup.
Tumbuhan hijau menyerap CO2 dari udara untuk tumbuh. Kombinasi karbon dari CO2
dengan hidrogen diperlukan untuk membentuk gula sederhana yang disimpan di dalam jaringan.
Mengingat pentingnya tumbuhan dalam menyerap CO2 , maka perlunya memelihara pepohonan
dan menanam pohon baru lebih banyak lagi.

D. KESIMPULAN

Dari penjelasan makalah yang kami buat di atas, kami dapat menarik kesimpulan, antara lain:

1. Pemanasan Global telah mengancam kehidupan manusia, tumbuhan dan hewan.


2. Pemanasan Global merupakan dampak negatif dari aktifitas manusia.
3. Solusi yang ditawarkan untuk menangkal pemanasan global adalah menghentikan gaya hidup
yang berlebih-lebihan.
DAFTAR PUSTAKA

 baskoro06.wordpress.com
 collegeworldbudiman.blogspot.com
 langitbiru89.multiply.com
MAKALAH ILMU ALAMIAH DASAR
PEMANASAN GLOBAL

OLEH :

ACHMAD IRFAN (1215066104)

AGIT WIDIYANTO (1215086076)

AYUDIANA ALFIANA (1215066085)

CHAIRANI DWIKA AFRI (1215066094)

NORMAN SYAHRIAL (1215066110)

REZA MEHTHA (1215086066)

VISCA MELASARI (1215066082)

JURUSAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

You might also like