Professional Documents
Culture Documents
DAN PERTANAHAN
BAB XI
A. PENDAHULUAN
XI/3
dukungnya. Pembangunan lingkungan hidup, penataan ruang, dan
pertanahan sesuai dengan amanah GBHN 1993 diselenggarakan
untuk meningkatkan penataan dan pelestarian fungsi lingkungan
hidup sesuai daya dukung, potensi dan keseimbangan pemanfaatan
sumber daya alam, serta pengendalian yang handal dan konsisten
terhadap pemanfaatan ruang dan sumber daya alam. Dengan
demikian pembangunan dapat diselenggarakan secara berke-
lanjutan, tertib, efisien, dan efektif.
XI/4
sumberdaya alam yang terdapat dalam berbagai kawasan
memperlihatkan jumlah, mutu dan potensi sumber daya alam dan
lingkungan hidup nasional. Dalam upaya pelestarian sumberdaya
alam telah ditetapkan kawasan seluas 12,5 juta hektare sebagai
kawasan konservasi darat dan laut.
XI/5
Dalam rangka penataan ruang telah diselesaikan 2 (dua)
Peraturan Pemerintah sebagai penjabaran dari Undang-Undang
Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Yang pertama
adalah Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1996 tentang
Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Tata Cara dan Bentuk Peran
serta Masyarakat dalam Penataan Ruang. Yang kedua adalah
Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 1997 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional (PP RTRWN). RTRWN berisi: penetapan
kawasan lindung, kawasan budidaya, dan kawasan tertentu; norma
dan kriteria pemanfaatan ruang; dan, pedoman pengendalian
pemanfaatan ruang. Di dalam RTRWN ditetapkan 111 Kawasan
Andalan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Sampai
dengan tahun 1997/98, seluruh propinsi Daerah Tingkat I (Dati I)
telah menyelesaikan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi
(RTRWP) dan menetapkannya menjadi Peraturan Daerah (Perda).
Seluruh kabupaten Daerah Tingkat II (Dati II) telah memiliki
rencana tata ruang wilayah namun baru sekitar 58% telah
ditetapkan menjadi Perda. Untuk Daerah Tingkat II Kotamadya,
seluruhnya juga telah memiliki rencana tata ruang wilayah dan 80%
telah ditetapkan dengan Perda.
XI/6
hatikan prioritas pengembangan kawasan berdasarkan rencana tata
ruang masing-masing wilayah.
B. LINGKUNGAN HIDUP
XI/7
pengembangannya; (b) terpeliharanya kawasan konservasi, hutan
lindung, keanekaragaman hayati, dan fungsi ekosistem khusus,
seperti wilayah DAS, terumbu karang, dan hutan bakau; (c)
terbentuknya sistem kelembagaan yang lebih efisien dan efektif
mulai dari tingkat pusat sampai ke daerah, baik dalam lingkungan
pemerintah, dunia usaha maupun organisasi masyarakat; (d)
terkendalinya pencemaran perairan dan udara; (e) pemulihan
potensi produksi lahan kritis; dan (f) terkendalinya kerusakan
pantai dan terpeliharanya mutu dan fungsi kawasan pantai.
XI/8
kelestarian fungsi lingkungan hidup. Peningkatan kemampuan
tersebut diperoleh melalui perluasan cakupan lokasi pemulihan
kualitas lingkungan kawasan-kawasan penting yang telah rusak
struktur ekosistemnya, perbaikan kualitas informasi yang berkaitan
dengan inventarisasi jumlah dan mutu jasa lingkungan yang
tersedia di alam, dan perluasan wilayah pengendalian pencemaran.
Selanjutnya secara khusus dalam Repelita VI telah dilakukan
pengembangan kapasitas pengelolaan lingkungan hidup dari tingkat
pusat hingga tingkat daerah, yang disertai dengan meningkatnya
kapasitas kelembagaan dalam pemantauan dan pengendalian
dampak lingkungan.
XI/9
jaringan nasional sistem informasi geografi telah dilaksanakan
pemetaan rupa bumi digital skala 1:25.000 meliputi Jawa, Bali,
Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Timor Timur,
yang sampai dengan tahun keempat Repelita VI telah menghasilkan
peta-peta digital sebanyak 1.580 nlp. Secara keseluruhan hasil
pemetaan rupa bumi wilayah darat telah meliputi 70 persen dari
seluruh wilayah nasional.
XI/10
Selain itu dalam rangka inventarisasi potensi hutan, telah
dilakukan penetapan tata batas luar dan fungsi hutan yang
mencapai 36,9 ribu kilometer. Sampai dengan tahun 1997/98
inventarisasi hutan melalui penafsiran citra Landsat berikut
penyempurnaan (up-dating) katalogisasi datanya, telah mencapai
cakupan kawasan hutan seluas 326 juta hektare.
XI/11
b. Program Penyelamatan Hutan, Tanah dan Air
XI/12
Dalam rangka pemantapan koordinasi pengelolaan taman
nasional dan peningkatan keterpaduan pengelolaannya dengan
pembangunan daerah, telah dibentuk berbagai forum komunikasi
pengelolaan taman-taman nasional untuk wilayah Sumatera, Jawa,
Kalimantan dan Sulawesi. Peningkatan peran serta masyarakat
dalam pengelolaan taman nasional juga terus dilakukan antara lain
dengan telah ditetapkannya 210 desa penyangga dari sasaran
sebanyak 682 desa dan berbagai upaya untuk melibatkan kelompok
masyarakat di sekitar taman nasional dalam penyusunan rencana
pengelolaan taman nasional di 26 propinsi. Perlindungan ekosistem
hutan selain dilakukan dengan melibatkan peran serta masyarakat
di sekitar kawasan hutan, juga dilaksanakan dengan mengadakan
pelatihan tenaga Jagawana sebanyak 7.100 orang atau telah
mencapai 50% dari sasaran pengadaan tenaga Jagawana sebanyak
15.000 orang selama Repelita VI.
XI/13
Disamping itu telah dilakukan pelatihan pencegahan, pengendalian
dan mitigasi kebakaran hutan bagi masyarakat yang diikuti oleh
5.840 orang (537 regu).
XI/14
regional ini menunjukkan peningkatan 8 kali lipat dibandingkan
dengan kondisi pada akhir Repelita I (Tabel XI-2.A).
XI/ 15
c. Program Pembinaan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup
XI/16
Repelita VI telah disusun penerapan teknik penyusunan AMDAL
untuk 86 jenis kegiatan wajib-AMDAL. Selain itu, sebagai tindak
lanjut dari Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 1993, sampai
dengan tahun 1997/98 tercatat sebanyak 2.037 kegiatan
pembangunan utama yang telah memiliki dokumen AMDAL
termasuk diantaranya 6 (enam) dokumen AMDAL Kegiatan
Terpadu dan 7 (tujuh) dokumen AMDAL Regional yang sebagian
besar berkaitan dengan pembangunan perkotaan baru. Upaya-upaya
tersebut dilanjutkan dengan pengembangan tata laksana
penyusunan AMDAL, evaluasi pemantauan pelaksanaan Rencana
Pengelolaan Lingkungan/Rencana Pemantauan Lingkungan
(RKL/RPL) serta pelaksanaan Audit Lingkungan terutama bagi
kegiatan-kegiatan yang memiliki dampak penting yang
diperkirakan akan tuntas pada tahun 1998/99.
XI/17
sasaran. Hal tersebut menunjukkan adanya perhatian masyarakat
yang tinggi untuk ikut berperan serta dalam penerapan AMDAL.
XI/18
Peningkatan kapasitas kelembagaan pengelolaan lingkungan
hidup disertai dengan pembaharuan sistem hukum lingkungan.
Dalam rangka itu telah diselesaikan Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Perundangan
ini menggantikan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Melalui pembaharuan yang dilakukan dalam peraturan
perundangan tersebut diharapkan dapat diperoleh kepastian hukum
yang Lebih baik dalam penanganan berbagai permasalahan
lingkungan hidup yang muncul di masa mendatang.
XI/19
laboratorium sektoral, pengembangan jaringan informasi antar
laboratorium, peningkatan sistem pelatihan teknis dan
pengembangan sistem akreditasinya. Kegiatan penting lain dalam
tahun 1998/99 adalah melanjutkan penyusunan berbagai pedoman
antara lain pedoman analisis contoh dalam lingkup uji
laboratorium, prosedur pengambilan contoh dan analisis parameter
lingkungan. Peningkatan peran serta masyarakat dan dunia usaha
dalam upaya pengelolaan lingkungan hidup melalui pola kemitraan
terus dikembangkan melalui berbagai kerjasama antara pemerintah,
dunia usaha, dan masyarakat yang bersifat penggalangan misalnya
Program Peringkat (Proper), Program Kali Bersih (Prokasih) dan
Adipura.
XI/20
Peningkatan kapasitas pengelolaan lingkungan hidup diikuti
dengan penyusunan baku mutu limbah berbagai media pencemaran.
Baku mutu limbah ini berisi penetapan baku mutu limbah bagi 23
jenis industri yang memiliki dampak penting bagi kelestarian fungsi
lingkungan hidup termasuk didalamnya baku mutu limbah cair
untuk pengelolaan minyak dan gas serta panas bumi. Disamping
itu, sampai dengan tahun 1997/98 telah ditetapkan baku mutu untuk
tingkat kebisingan, baku mutu tingkat getaran, baku mutu tingkat
kebauan, serta baku mutu limbah cair untuk kegiatan hotel dan
rumah sakit. Pengembangan baku mutu limbah udara juga semakin
diperhatikan antara lain melalui penetapan Baku Mutu Emisi
Sumber Tidak Bergerak yang diikuti dengan penyusunan panduan
teknis pemantauan kualitas emisi industri semen, besi baja, pulp
dan kertas. Selanjutnya dalam rangka pengembangan Sistem
Pemantauan Lingkungan Hidup Nasional penetapan baku mutu
lingkungan termasuk baku mutu limbah baik untuk tingkat
nasional, wilayah atau propinsi diharapkan akan tuntas pada akhir
Repelita VI (1998/99).
XI/21
persiapan menghadapi penghapusan penggunaan metil bromida
yang banyak dipergunakan dalam bidang pertanian. Sebagai
antisipasi terhadap dampak perubahan iklim akibat peningkatan
volume gas rumah kaca, Indonesia juga telah ikutserta dalam
berbagai kerjasama internasional antara lain melalui Konperensi
Antarpihak dalam Pengendalian Perubahan Iklim Akibat Gas
Rumah Kaca di Jenewa pada tahun 1996 yang diikuti dengan
kegiatan inventarisasi sumber dan jumlah emisi gas metan serta
karbon dioksida, serta penyusunan evaluasi dampaknya. Dengan
dihasilkannya Protokol Kyoto pada bulan Desember 1997, maka
penyusunan National Action Plan on Dealing with Global
Warming, Climate Change and Sea Level Rise di Indonesia yang
sudah dirintis, menjadi makin penting untuk pengelolaan
lingkungan yang memiliki dampak terhadap perubahan iklim
global.
XI/22
melampaui sasaran Repelita VI sebanyak 35 ruas sungai di 17
propinsi yang meliputi Propinsi DI Aceh, Sumatera Utara, Riau,
Sumatera Selatan, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa
Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat,
Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Jambi, Sulawesi Selatan,
Sulawesi Utara dan Bali. Hasil terpenting dari pelaksanaan
Prokasih ini adalah menurunnya beban pencemaran buangan limbah
cair pada badan air sungai yang menunjukkan adanya peningkatan
kesadaran masyarakat khususnya dunia usaha untuk ikut berperan
serta dalam pengendalian pencemaran air sungai.
XI/23
keberhasilan program ini, dalam tahun 1996/97 Indonesia
memperoleh penghargaan Leadership Award on Zero Emissions
dari Universitas Perserikatan Bangsa-Bangsa.
XI/24
pencemar B3 antar negara telah dikembangkan kerjasama
internasional. Lokasi pendidikan dan pelatihan di Indonesia
pengelolaannya dilaksanakan bersama dengan Cina untuk
selanjutnya berfungsi sebagai Pusat Regional untuk Pelatihan dan
Transfer Teknologi bagi kawasan Asia Pasifik. Tujuannya adalah
untuk membantu negara-negara di kawasan ini agar dapat
menerapkan Konvensi Basel tentang kegiatan minimisasi limbah
dan pengawasan perpindahan limas batas limbah B3. Selain itu
dikembangkan pula jaringan pemantauan aliran limbah B3 berikut
pembangunan jaringan sistem tanggap daruratnya.
XI/25
yang bertugas merumuskan pokok-pokok kegiatan dan produk
barang/ jasa yang diatur dalam program Ekolabel. Hal ini juga
dilaksanakan sebagai antisipasi terhadap penerapan ISO seri 14000
oleh dunia usaha.
XI/26
Kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan kritis yang dilakukan
dalam kawasan lindung, meliputi berbagai kegiatan yang dilakukan
di sempadan sungai, kawasan pantai berhutan bakau dan hutan
lindung. Program ini bertujuan untuk meningkatkan daya dukung
DAS yang telah rusak agar dapat berfungsi dalam sistem produksi
dan terpeliharanya kelestarian jasa-jasa lingkungan hidup. Upaya
tersebut mencakup kegiatan penghijauan, reboisasi, dan konservasi
tanah dan air.
XI/27
pengusahaan hutan secara lestari. Secara keseluruhan sampai
dengan tahun 1997/98 luas penanaman hutan rakyat telah mencapai
910,8 ribu hektare (Tabel XI-5 dan XI-5 A). Dibandingkan dengan
pelaksanaan tahun 1993/94 terdapat peningkatan seluas 474,4 ribu
hektare dui luas semula 436,4 ribu hektare. Kegiatan rehabilitasi
lahan pada hutan rakyat merupakan usaha yang terpadu untuk
mencegah meluasnya tanah kritis dan memperbaiki fungsi hidro-
orologis DAS. Fungsi hutan rakyat selanjutnya dikembangkan
sebagai hutan serba guna yang dapat digunakan untuk percontohan
pengawetan tanah.
XI/28
Selama Repelita VI telah dilaksanakan reboisasi pada
kawasan hutan lindung seluas 128,4 ribu hektare. Sampai dengan
tahun keempat Repelita VI (1997/98) apabila dibandingkan dengan
tahun 1993/94 telah dilakukan kegiatan reboisasi pada kawasan
hutan lindung yang meliputi pemulihan kualitas lahan kritis seluas
156,6 ribu hektare (label Xl-8 dan Tabel XI-8 A). Kegiatan
reboisasi yang dilakukan sejak awal PJP I bertujuan untuk
mempertahankan mutu hutan lindung dan diharapkan dapat
meningkatkan daya pulih fungsi ekosistem hutan lindung. Upaya
rehabilitasi lahan kritis juga dilakukan dengan melibatkan peladang
berpindah sebanyak 123.071 KK di 21 propinsi melalui pembinaan
tanpa memindahkan penduduk. Untuk lebih meningkatkan
pengendalian perladangan berpindah dan perambah hutan telah
disusun Petunjuk Teknis Pengendalian Perladangan Berpindah dan
Perambahan Hutan Melalui Pola Pembinaan In-situ dan Ex-situ.
Disamping itu telah dilaksanakan pula pembinaan usaha tani
menetap terhadap 55 ribu KK melalui kegiatan HPH Bina Desa.
XI/29
berat pada penataan kembali pengelolaan 49 Daerah Aliran Sungai
(DAS) kritis sebagai prioritas utama.
XI/30
kualitas fisik perairan laut Indonesia telah dikembangkan Sistem
Informasi Potensi Kelautan. Sistem ini berbasiskan prosedur
pemantauan perairan laut Seawatch yang menghasilkan data real
time yang dapat digunakan untuk pemantauan perubahan cuaca dan
iklim bagi kegiatan lalu lintas pelayaran, pemantauan pencemaran
laut, dan dukungan analisis sebaran bahan pencemar.
XI/31
konservasi perairan. Kegiatan Pantai Lestari juga meliputi
pembinaan masyarakat wilayah pantai, pelestarian ekosistem pantai
seperti hutan bakau, terumbu karang, dan padang lamun, serta
pengamanan daerah pantai dari kegiatan yang menimbulkan
dampak merugikan. Berkaitan dengan hal tersebut maka telah
dilakukan persiapan untuk pengelolaan terumbu karang nasional
secara lebih terpadu (Coral Reef Rehabilitation and Management
Program/COREMAP) yang dilakukan sejak tahun 1996/97
mencakup kawasan terumbu karang di 10 propinsi.
XI/32
perencanaan tata ruang yang ditunjang dengan penegakan hukum
yang berwibawa; (3) terbentuknya mekanisme peranserta
masyarakat dan dunia usaha yang efektif dalam pemanfaatan dan
pengendalian pemanfaatan ruang secara aktif dan bertanggung
jawab; (4) mantapnya sistem pengelolaan tata ruang yang meliputi
mekanisme, prosedur, standar, dan format pengelolaan tata ruang;
serta (5) terbentuknya sistem pemantauan dan evaluasi penataan
ruang khususnya di kawasan yang cepat dan kawasan
andalan/strategis, termasuk wilayah perbatasan dengan negara lain.
XI/33
untuk mendukung kegiatan pembangunan; serta (4) meningkatnya
kemampuan kelembagaan pertanahan untuk mewujudkan sistem
pengelolaan pertanahan yang terpadu, serasi, efektif, dan efisien.
XI/34
Program pokok adalah penataan pertanahan yang terdiri atas
kegiatan: penataan penguasaan tanah, penataan penggunaan tanah,
serta penyempurnaan kelembagaan dan pengembangan administrasi
pertanahan. Sedangkan program penunjang meliputi: (a) Program
pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan pertanahan; (b) Program
penataan ruang; (c) Program pengembangan informasi pertanahan;
serta (d) Program penerapan dan pengembangan hukum.
a. Penataan Ruang
1) Program Pokok
XI/35
penatagunaan tanah. Di samping itu, telah pula dilakukan
perumusan beberapa pedoman teknis, yaitu antara lain (1) pedoman
teknis penyempurnaan dan peninjauan kembali evaluasi Rencana
Tata Ruang Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I (RTRWP) dan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/ Kotamadya Daerah
Tingkat II (RTRWK), (2) pedoman teknis penyusunan rencana rinci
tata ruang kawasan, dan (3) pedoman perumusan indikasi program
terpadu jangka menengah untuk wilayah kabupaten/kotamadya.
XI/36
pulau untuk lima wilayah besar di Indonesia. Pada tahun 1997/98
telah diselesaikan materi pendahuluan Rencana Tata Ruang Pulau
untuk lima wilayah besar di Indonesia, yaitu Pulau Sumatera, Jawa,
Kalimantan, Sulawesi, dan pulau-pulau lain di Kawasan Timur
Indonesia.
XI/37
Repelita VI seluruh daerah tingkat I telah memiliki RTRWP yang
telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah (Perda) dan mendapat
pengesahan Menteri Dalam Negeri (status E). Status kemajuan
pengesahan RTRWP dari sejak dimulainya kegiatan ini pada awal
Repelita ke-V (tahun 1989/90) dapat dilihat dalam Tabel XI-10.
XI/38
(Perda) Tk.II di DPRD Tk.II, 5 RTRWK dalam tahap telah
ditetapkan sebagai Perda Tk.II, dan 55 RTRWK telah mendapat
pengesahan dari Gubernur Kepala Daerah Tingkat I. Secara rinci,
kemajuan dan status penyelesaian Rencana Tata Ruang Wilayah
Kotamadya dari sejak Repelita I dapat dilihat dalam Tabel XI-12
dan Tabel XI-12A.
XI/39
Kawasan Samarinda-Sangasanga-Balikpapan atau Sasamba
(Kalimantan Timur), Kawasan Manado-Bitung (Sulawesi Utara),
Kawasan Batui (Sulawesi Tengah), Kawasan Buton-Kolaka-
Kendari atau Bukari (Sulawesi Tenggara), Kawasan Pare-Pare
(Sulawesi Selatan), Kawasan Bima (Nusa Tenggara Barat),
Kawasan Mbay (Nusa Tenggara Timur), Kawasan Betano-
Natarbora-Viqueque dan sekitarnya (Timor Timur), Kawasan
Seram (Maluku), dan Kawasan Biak (Irian Jaya). Selain itu, telah
diselesaikan pula strategi pengembangan untuk 5 Kawasan Andalan
(yaitu di Sorong dan Merauke di Irian Jaya, Mataram di NTB,
Tenau Bolok di NTT, dan Sula di Maluku).
XI/40
Sumatera Barat). Sesuai dengan amanat UU No. 24/1992 tentang
Penataan Ruang khususnya pasal 13, telah disusun Pedoman
Peninjauan Kembali RTRW Dati I dan Dati II yang merupakan
implikasi dari perubahan-perubahan pemanfaatan ruang yang terjadi
akibat adanya kebijaksanaan-kebijaksanaan baru seiring dengan
pesatnya laju pembangunan. Peninjauan kembali terhadap RTRWP
dilakukan baik bagi RTRW yang sudah di-Perda-kan maupun yang
belum. Naskah Konsep Pedoman Peninjauan Kembali RTRW Dati
I dan Dati II telah melalui proses ujicoba di 26 propinsi.
2) Program Penunjang
XI/41
wilayah Indonesia dengan skala 1 : 50.000 telah meliput seluruh
propinsi di Sumatera, Jawa dan Bali, NTB, NTT, Sulawesi,
Kalimantan dan sebagian perbatasan Indonesia-Papua New Guinea.
Prioritas pemetaan dilakukan di dalam kawasan-kawasan yang
diandalkan pengembangannya dalam masing-masing wilayah
tersebut. Sementara itu untuk skala 1 : 25.000 telah diselesaikan
sebagian wilayah di propinsi-propinsi Jawa dan Bali, Nusa
Tenggara Barat dan Timur, Timor Timur, dan perbatasan RI-
Malaysia. Pemetaan dengan skala 1 : 5.000 telah dilakukan untuk
kawasan yang diprioritaskan penyusunan rencana rincinya seperti
sebagian kawasan Bandung Utara dan kawasan Puncak atau Bogor-
Puncak-Cianjur (Bopunjur).
XI/42
Sampai dengan tahun 1997/98, telah dilaksanakan
serangkaian upaya untuk menyusun Rancangan Undang-Undang
tentang Penataan Ruang Lautan dan Ruang Udara di Luar Wilayah
Propinsi Dati I dan Wilayah Kabupaten/ Kotamadya Dati II. Pada
saat ini, tahap penyusunannya telah sampai pada pematangan
materi akademis. Selain itu juga sedang disusun Rancangan
Peraturan Pemerintah mengenai Pengelolaan Tata Guna Udara
sebagai pelaksanaan dari pasal 16 ayat 2 UU No. 24 Tahun 1992
tentang Penataan Ruang. Penyusunan konsep RPP tersebut
dikoordinasikan oleh Departemen Pertahanan Keamanan.
XI/43
d) Program Penerapan dan Penegakan Hukum
XI/44
perencanaan dan pembangunan diantara instansi-instansi terkait,
baik di tingkat pusat maupun daerah.
XI/45
e) Program Pendidikan, Pelatihan, dan Penyuluhan Tata
Ruang
b. Penataan Pertanahan
XI/46
gulangan kemiskinan. Upaya tersebut dilaksanakan melalui program
pokok penataan pertanahan dan program-program penunjangnya.
1) Program Pokok
XI/47
landreform untuk 31.880 KK. Dalam kurun waktu yang sama telah
diselenggarakan pendataan pemilikan/penguasaan tanah kawasan
pedesaan untuk 359 kecamatan dan kawasan perkotaan untuk 593
desa/kelurahan, identifikasi penegasan tanah negara seluas 18.940
hektare, dan penyiapan konsolidasi tanah perkotaan untuk 22.700
bidang, pembinaan konsolidasi tanah perkotaan untuk 18.000
bidang, dan konsolidasi tanah pertanian irigasi teknis (melalui
kegiatan PIADP atau Provincial Irrigated Agriculture Development
Program) untuk 20.257 hektare.
XI/48
Hak Guna Usaha sebanyak 51 SK. Dalam empat tahun Repelita VI
(sampai dengan 1997/98), dalam kegiatan yang sama telah
diterbitkan Surat Keputusan Hak Atas Tanah sebanyak 99.324 SK,
Surat Keputusan melalui PIADP sebanyak 185.607 SK atau bidang,
dan Surat Keputusan Hak Guna Usaha sebanyak 161 SK.
XI/49
Di dalam areal permukiman transmigrasi, dalam tahun
1993/94 telah dilaksanakan dilaksanakan pengukuran dan pemetaan
kapling seluas 93.423 hektare, serta diterbitkan Surat Keputusan
hak pakai/milik untuk 115.752 persil. Dalam periode empat tahun
Repelita VI (sampai dengan tahun 1997/98), telah dilaksanakan
pengukuran dan pemetaan kapling seluas 326.223 hektare,
penerbitan sertifikat Hak Pengelolaan atas tanah seluas 172.807 ha,
penerbitan SK hak pakai/hak milik untuk 280.185 persil, dan ralat
Surat Keputusan untuk 54.866 persil. Dalam kurun waktu yang
sama juga telah dilakukan penerbitan sertifikat sebanyak 396.904
buah, dan penyelesaian masalah perubahan status hak pakai
menjadi hak milik untuk 138.524 Persil. Uraian lebih rinci
perkembangan kegiatan pertanahan dalam lingkungan permukiman
transmigrasi sejak Repelita II dapat dilihat dalam Tabel XI-15 dan
Tabel XI- 15A.
2) Program Penunjang
XI/50
a) Program Pendidikan, Pelatihan, dan Penyuluhan
Pertanahan
XI/51
penyediaan informasi penggunaan tanah berupa data dan peta untuk
berbagai kegiatan perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian
pemanfaatan ruang. Kawasan-kawasan yang diprioritaskan
pemetaannya adalah kawasan-kawasan andalan yang diprioritaskan
di Kawasan Timur Indonesia (KTI), kawasan-kawasan yang cepat
berkembang dan bermasalah di Pulau Jawa seperti Kawasan
Bopunjur, Kawasan Cekungan Bandung, dan sebagainya.
XI/52
haknya atas tanah. Dalam program ini dilaksanakan pula
pengembanan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan.
Dalam Repelita VI telah diselesaikan berbagai penelitian hukum
antara lain untuk perancangan dan penerapan sistem informasi
bidang hukum pertanahan, penelitian mengenai hukum/hak adat
pertanahan, penelitian pelaksanaan landreform perdesaan,
penelitian pelaksanaan Proyek Operasi Nasional Pertanahan
(PRONA), penelitian pelaksanaan pengawasan melekat (waskat)
pada kantor pertanahan, penelitian yurisprudensi pertanahan, dan
penelitian kerangka dasar ilmu pertanahan di Indonesia, serta
inventarisasi dan dokumentasi berbagai peraturan di bidang
pertanahan.
XI/53
D. PENUTUP
XI/54
ruang nasional sampai dengan akhir PJP II. Peraturan Pemerintah
Nomor 69 tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban
Serta Tata Cara dan Bentuk Peranserta Masyarakat Dalam Penataan
Ruang (PP Peran Serta), memberikan kepastian hukum dalam
peranserta masyarakat pada tiap tahapan kegiatan penataan ruang
yang juga menunjukkan upaya untuk menjamin transparansi dan
demokratisasi dalam penataan ruang.
XI/55
konflik-konflik pertanahan yang menyangkut rakyat kecil harus
dapat diatasi secara tepat. Selain memperhatikan kebutuhan sekarang
segenap upaya pembangunan juga harus memperhatikan kebutuhan
kehidupan manusia di masa depan. Karena itu kegiatan penataan
ruang, lingkungan hidup dan pertanahan harus mendapat perhatian
dan penanganan yang arif.
XI/56
TABEL XI – 1
PETA RUPA BUMI NASIONAL YANG SUDAH TERSEDIA 1)
1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98
(dalam nomor lembar peta)
1) Angka kumulatif
2) Angka diperbaiki
3) Angka sementara sampai dengan Desember 1997
XI/57
TABEL XI – 1.A
PETA RUPA BUMI NASIONAL YANG SUDAH TERSEDIA 1)
1968, 1973/74, 1978/79, 1983/84, 1988/89
(dalam nomor lembar peta)
1) Angka kumulatif
2) Angka diperbaiki
XI/58
TABEL XI – 2
HASIL PELAKSANAAN USAHA PENGENDALIAN SUNGAI
PENGEMBANGAN WILAYAH DAN PENANGGULANGAN BENCANA ALAM
MENURUT DAERAH TINGKAT I 1)
1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98
(dalam ha)
XI/59
TABEL XI – 2.A
HASIL PELAKSANAAN USAHA PENGENDALIAN SUNGAI
PENGEMBANGAN WILAYAH DAN PENANGGULANGAN BENCANA ALAM
MENURUT DAERAH TINGKAT I 1)
1968, 1973/74, 1978/79, 1983/84, 1988/89
(dalam ha)
XI/60
TABEL XI – 3
JUMLAH PENGIKUT KURSUS-KURSUS AMDAL 1)
1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98
(orang)
XI/61
TABEL XI – 3.A
JUMLAH PENGIKUT KURSUS-KURSUS AMDAL 1)
1968, 1973/74, 1978/79, 1983/84, 1988/89
(orang)
XI/62
TABEL XI – 4
HASIL PELAKSANAAN PENGHIJAUAN
MENURUT DAERAH TINGKAT I 1)
1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98
(dalam ha)
XI/63
TABEL XI – 4.A
HASIL PELAKSANAAN PENGHIJAUAN
MENURUT DAERAH TINGKAT I 1)
1968, 1973/74, 1978/79, 1983/84, 1988/89
(dalam ha)
XI/64
TABEL XI – 5
HASIL PENANAMAN HUTAN RAKYAT 1)
1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98
(dalam ha)
XI/65
TABEL XI – 5.A
HASIL PENANAMAN HUTAN RAKYAT 1)
1968, 1973/74, 1978/79, 1983/84, 1988/89
(dalam ha)
XI/66
TABEL XI – 6
KEADAAN HASIL PEMBUATAN
PETAK PERCONTOHAN/DEMPLOT PENGAWETAN TANAH 1)
1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98
(dalam buah)
XI/67
TABEL XI – 6.A
KEADAAN HASIL PEMBUATAN
PETAK PERCONTOHAN/DEMPLOT PENGAWETAN TANAH 1)
1968, 1973/74, 1978/79, 1983/84, 1988/89
(dalam buah)
XI/68
TABEL XI – 7
PEMBUATAN DAN PENGENDALI
MENURUT DAERAH TINGKAT I 1)
1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98
(dalam unit)
XI/69
TABEL XI – 7.A
PEMBUATAN DAN PENGENDALI
MENURUT DAERAH TINGKAT I 1)
1968, 1973/74, 1978/79, 1983/84, 1988/89
(dalam unit)
XI/70
TABEL XI – 8
KEADAAN HASIL REBOISASI 1)
1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98
(dalam ha)
XI/71
TABEL XI – 8.A
KEADAAN HASIL REBOISASI 1)
1968, 1973/74, 1978/79, 1983/84, 1988/89
(dalam ha)
XI/72
TABEL XI – 9
JUMLAH PETUGAS LAPANGAN PENGHIJAUAN (PLP), PETUGAS
LAPANGAN REBOISASI (PLR), PETUGAS KHUSUS PENGHIJAUAN (PKP)
MENURUT DAERAH TINGKAT I 1)
1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98
(dalam orang)
XI/71
TABEL XI – 9.A
JUMLAH PETUGAS LAPANGAN PENGHIJAUAN (PLP), PETUGAS
LAPANGAN REBOISASI (PLR), PETUGAS KHUSUS PENGHIJAUAN (PKP)
MENURUT DAERAH TINGKAT I 1)
1968, 1973/74, 1978/79, 1983/84, 1988/89
XI/74
TABEL XI – 10
PENYELESAIAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROPINSI
DAERAH TINGKAT I SELURUH INDONESIA
1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98
1) Angka diperbaiki
Keterangan:
Kegiatan penyusunan rencana tata ruang propinsi (RSTRP = Rencana Struktur Tata Ruang Propinsi) baru
Diselenggarakan sejak Repelita V (1989/90). Pada tahun 1989/90, disusun RSTRP untuk 2 propinsi, tahun
1990/91 disusun RSTRP untuk 6 propinsi, dan tahun 1991/92 disusun RSTRP untuk 17 propinsi.
XI/75
TABEL XI – 11
PENYELESAIAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN
DAERAH TINGKAT II SELURUH INDONESIA
1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98
1) Angka diperbaiki
2) Angka sementara sampai dengan Desember 1997
Keterangan:
1. Jumlah kabupaten ini termasuk 1 Kab. Administratif di DI Aceh dan 3 Kab. Administratif di Irian Jaya
2. Kegiatan penyusunan rencana tata ruang kabupaten (RUTRD = Rencana Umum Tata Ruang Daerah) secara sistematis baru dimulai sejak Repelita V (1989/90). Pada tahun 1989/90, disusun
RUTRD untuk 21 kabupaten. Pada tahun 1990/91 disusun RUTRD untuk 48 kabupaten, dan pada tahun 1991/92 disusun RUTRD untuk 112 kabupaten.
XI/76
TABEL XI – 12
PENYELESAIAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTAMADYA
DAERAH TINGKAT II SELURUH INDONESIA
1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98
Keterangan:
1. Jumlah kotamadya ini termasuk 1 Kotamadya Administratif di Riau dan 5 Kotamadya Administratif di DKI Jakarta
2. Kegiatan penyusunan rencana tata ruang kotamadya (RUTRK = Rencana Umum Tata Ruang Kota) secara sistematis baru dimulai sejak Repelita III.
1) Angka kumulatif
.. = Tidak ada data
-- = Tidak ada kegiatan
Keterangan:
Jumlah kotamadya ini termasuk 1 Kotamadya Administratif di Riau dan 5 Kotamadya
Administratif di DKI Jakarta
XI/78
TABEL XI – 13
PENYELESAIAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA NON-STATUS
DAERAH TINGKAT II SELURUH INDONESIA
1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98
1) Angka diperbaiki
2) Angka kumulatif dari Repelita I
3) Angka sementara sampai dengan Desember 1997
Keterangan:
A = Materi rencana tata ruang dalam penyempurnaan
B = Rancangan Perda siap diajukan ke DPRD Tk. II
C = Rancangan Perda sedang dibahas di DPRD Tk. II
D = Telah ditetapkan sebagai Peraturan Daerah (Perda)
E = Sudah disahkan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I
XI/79
TABEL XI – 12.A
PENYELESAIAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA NON-STATUS
DAERAH TINGKAT II SELURUH INDONESIA
1968, 1973/74, 1978/79, 1983/84, 1988/89
1) Angka diperbaiki
2) Angka kumulatif dari Repelita I
XI/80
TABEL XI – 14
REALISASI KEGIATAN PROGRAM PENATAAN PERTANAHAN
1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98
1) Angka diperbaiki
2) Angka sementara sampai dengan Desember 1997
.. = Tidak ada data
-- = Tidak ada kegiatan
XI/81
TABEL XI – 14.A
REALISASI KEGIATAN PROGRAM PENATAAN PERTANAHAN
1968, 1973/74, 1978/79, 1983/84, 1988/89
XI/82
(Lanjutan TABEL XI – 14.A)
XI/83
TABEL XI – 15
REALISASI KEGIATAN PROGRAM PERMUKIMAN DAN LINGKUNGAN TRANSMIGRASI
1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98
XI/84
TABEL XI – 15.A
REALISASI KEGIATAN PROGRAM PERMUKIMAN DAN LINGKUNGAN TRANSMIGRASI
1968, 1973/74, 1978/79, 1983/84, 1988/89
XI/85
TABEL XI – 16
REALISASI KEGIATAN PROGRAM PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN HUKUM,
PENELITIAN, PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PERTANAHAN
1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98
1) Angka diperbaiki
2) Angka sementara sampai dengan Desember 1997
Keterangan:
Kegiatan penyuluhan dan pengembangan hukum serta penelitian dan pendidikan pertanahan secara sistematis baru dimulai pada Repelita V.
XI/86