You are on page 1of 14

2.

Rumusan masalah
a. Bagaimana sejarah ditemukannya hukum Mendel?
b. Bagaimana konsep hukum Mendel 2?
c. Apa saja penyimpangan hukum mendel?
d. Bagaimana pola penurunan Mendelian dan non-Mendelian?
e. Apa kegunaan hukum Mendel?
BAB 2
PEMBAHASAN

1. Sejarah Hukum Mendel


Johann Mendel lahir tanggal 22 Juli 1822 di kota kecil Heinzendorf di Silesia,
Austria. (Sekarang kota itu bernama Hranice wilayah Republik Ceko.) Johann memunyai
dua saudara perempuan. Ayahnya adalah seorang petani. Minatnya dalam bidang
hortikultura ternyata dimulai sejak dia masih kecil.
Pada Oktober 1843, Johann menjadi murid baru di biara St. Thomas Augustini di
Brunn, Moravia (sekarang Brno di Republik Ceko), dengan nama Gregor. Di sini ia
mempelajari berbagai ilmu selain hortikultura yang telah diminatinya sejak kanak-kanak
di pertanian ayahnya. Biara ini sendiri memiliki kebun raya yang bagus, kebun sayur,
kebun buah, peternakan tawon, dan perusahaan susu untuk memenuhi kebutuhan biara.
Perpustakaan biara kaya akan buku dan tulisan-tulisan ilmiah mutakhir. Mendel
memperoleh kesempatan emas untuk melanjutkan minatnya dalam hortikultura.
Selanjutnya, dia memulai kariernya sebagai guru dan terus menekuni ilmu alam di
Universitas Vienna dengan melakukan eksperimen untuk menguji gagasan dalam ilmu.
Eksperimen mendel
Eksperimen Mendel dimulai saat dia berada di biara Brunn didorong oleh
keingintahuannya tentang suatu ciri tumbuhan diturunkan dari induk keturunannya. Jika
misteri ini dapat dipecahkan, petani dapat menanam hibrida dengan hasil yang lebih besar.
Prosedur Mendel merupakan langkah yang cemerlang dibanding prosedur yang dilakukan
waktu itu. Mendel sangat memperhitungkan aspek keturunan dan keturunan tersebut
diteliti sebagai satu kelompok, bukan sejumlah keturunan yang istimewa. Dia juga
memisahkan berbagai macam ciri dan meneliti satu jenis ciri saja pada waktu tertentu;
tidak memusatkan perhatian pada tumbuhan sebagai keseluruhan.
Dalam eksperimennya, Mendel memilih tumbuhan biasa, kacang polong, sedangkan
para peneliti lain umumnya lebih suka meneliti tumbuhan langka. Dia mengidentifikasi
tujuh ciri berbeda yang kemudian dia teliti:
 bentuk benih (bundar atau keriput),
 warna benih (kuning atau hijau),
 warna selaput luar (berwarna atau putih),
 bentuk kulit biji yang matang (licin atau bertulang),
 warna kulit biji yang belum matang (hijau atau kuning),
 letak bunga (tersebar atau hanya di ujung), dan
 panjang batang tumbuhan (tinggi atau pendek).
Mendel menyilang tumbuhan tinggi dengan tumbuhan pendek dengan menaruh
tepung sari dari yang tinggi pada bunga pohon yang pendek, demikian sebaliknya.
(Sebelumnya, dia memeriksa kemurnian jenis pohon induk tersebut dengan memastikan
bahwa nenek moyang tumbuhan itu selalu menunjukkan ciri-ciri yang sama.) Mendel
mengharapkan bahwa semua keturunan generasi pertama hasil persilangan itu akan berupa
pohon berukuran sedang atau separuh tinggi dan separuh pendek. Namun ternyata, semua
keturunan generasi pertama berukuran tinggi. Rupanya sifat pendek telah hilang sama
sekali. Lalu Mendel membiarkan keturunan generasi pertama itu berkembang biak sendiri
menghasilkan keturunan generasi kedua. Kali ini, tiga perempat berupa tumbuhan tinggi
dan seperempat tumbuhan pendek. Ciri-ciri yang tadinya hilang muncul kembali.
Dia menerapkan prosedur yang sama pada enam ciri lain. Dalam setiap kasus, satu
dari ciri-ciri yang berlawanan hilang dalam keturunan generasi pertama dan muncul
kembali dalam seperempat keturunan generasi kedua. (Hasil ini juga diperoleh dari
penelitian terhadap ratusan tumbuhan.
Karyanya diakui
Mendel meninggal di Brunn pada tanggal 6 Januari 1884 dalam usia 61 tahun. Karya
Mendel masih terabaikan selama 35 tahun. Jerih lelahnya itu baru diakui oleh tiga orang
ahli botani yang menemukan kesimpulan yang sama dengan Mendel pada tahun 1900.
Salah satu peneliti tersebut di antaranya adalah Hugo de Vries, seorang naturalis Belanda.
Meskipun karyanya banyak ditemukan dalam literatur ilmiah, baru setelah penyelidikan
verifikasi independen ini, karyanya dipublikasikan secara luas dan diterima. Karya Mendel
memberikan sumbangan besar terhadap studi ilmu genetika, khususnya studi mengenai
fungsi gen dalam keturunan.
Pentingnya karya mendel
Temuan Mendel memunyai implikasi penting. Karyanya membantah adanya
percampuran dalam keturunan, yaitu pemikiran bahwa ciri-ciri orang tua diwariskan
kepada anak dan kemudian bercampur, lalu diturunkan ke generasi berikut dalam bentuk
campuran. Eksperimen Mendel membuktikan justru kebalikannyalah yang benar; zat
genetika yang diwarisi dari orangtua hanya bergabung untuk sementara waktu dalam diri
anak, dan dalam generasi berikutnya zat genetik pecah menjadi satuan-satuan yang ada
dalam induk aslinya. Dengan kata lain, zat genetika itu sendiri tidak berubah.

2. Konsep Hukum Mendel II (Hukum Asortasi Bebas)


Hukum Mendel II dikenal juga sebagai Hukum Asortasi atau Hukum Berpasangan
Secara Bebas. Menurut hukum ini, setiap gen/sifat dapat berpasangan secara bebas dengan
gen/sifat lain. Meskipun demikian, gen untuk satu sifat tidak berpengaruh pada gen untuk
sifat yang lain yang bukan termasuk alelnya.
Hukum kedua Mendel menyatakan bahwa bila dua individu mempunyai dua pasang
atau lebih sifat, maka diturunkannya sepasang sifat secara bebas, tidak bergantung pada
pasangan sifat yang lain. Dengan kata lain, alel dengan gen sifat yang berbeda tidak saling
mempengaruhi. Hal ini menjelaskan bahwa gen yang menentukan e.g. tinggi tanaman
dengan warna bunga suatu tanaman, tidak saling mempengaruhi.
Seperti nampak pada gambar 1, induk jantan (tingkat 1) mempunyai genotipe ww
(secara fenotipe berwarna putih), dan induk betina mempunyai genotipe RR (secara
fenotipe berwarna merah). Keturunan pertama (tingkat 2 pada gambar) merupakan
persilangan dari genotipe induk jantan dan induk betinanya, sehingga membentuk 4
individu baru (semuanya bergenotipe wR). Selanjutnya, persilangan/perkawinan dari
keturuan pertama ini akan membentuk indidividu pada keturunan berikutnya (tingkat 3
pada gambar) dengan gamet R dan w pada sisi kiri (induk jantan tingkat 2) dan gamet R
dan w pada baris atas (induk betina tingkat 2). Kombinasi gamet-gamet ini akan
membentuk 4 kemungkinan individu seperti nampak pada papan catur pada tingkat 3
dengan genotipe: RR, Rw, Rw, dan ww. Jadi pada tingkat 3 ini perbandingan genotipe
RR , (berwarna merah) Rw (juga berwarna merah) dan ww (berwarna putih) adalah 1:2:1.
Secara fenotipe perbandingan individu merah dan individu putih adalah 3:1.
Kalau contoh pada gambar 1 merupakan kombinasi dari induk dengan satu sifat
dominan (berupa warna), maka contoh ke-2 menggambarkan induk-induk dengan 2
macam sifat dominan: bentuk buntut dan warna kulit. Persilangan dari induk dengan satu
sifat dominan disebut monohibrid, sedang persilangan dari induk-induk dengan dua sifat
dominan dikenal sebagai dihibrid, dan seterusnya.
Pada gambar 2, sifat dominannya adalah bentuk buntut (pendek dengan genotipe SS
dan panjang dengan genotipe ss) serta warna kulit (putih dengan genotipe bb dan coklat
dengan genotipe BB). Gamet induk jantan yang terbentuk adalah Sb dan Sb, sementara
gamet induk betinanya adalah sB dan sB (nampak pada huruf di bawah kotak). Kombinasi
gamet ini akan membentuk 4 individu pada tingkat F1 dengan genotipe SsBb (semua
sama). Jika keturunan F1 ini kemudian dikawinkan lagi, maka akan membentuk individu
keturunan F2. Gamet F1nya nampak pada sisi kiri dan baris atas pada papan catur. Hasil
individu yang terbentuk pada tingkat F2 mempunyai 16 macam kemungkinan dengan 2
bentuk buntut: pendek (jika genotipenya SS atau Ss) dan panjang (jika genotipenya ss);
dan 2 macam warna kulit: coklat (jika genotipenya BB atau Bb) dan putih (jika
genotipenya bb). Perbandingan hasil warna coklat:putih adalah 12:4, sedang perbandingan
hasil bentuk buntut pendek:panjang adalah 12:4. Perbandingan detail mengenai genotipe
SSBB:SSBb:SsBB:SsBb: SSbb:Ssbb:ssBB:ssBb: ssbb adalah 1:2:2:4: 1:2:1:2: 1.

Gambar 1

Gambar 2 Gambar 3
Perbandingan antara B (warna coklat), b Dengan 1 faktor dominan warna: putih
(warna putih), S (buntut pendek), dan s dan merah
(buntut panjang) pada generasi F2
Selain itu Hukum Mendel 2 ini dapat dijelaskan melalui persilangan dihibrida, yaitu
persilangan dengan dua sifat beda, dengan dua alel berbeda. Misalnya, bentuk biji
(bulat+keriput) dan warna biji (kuning+hijau). Pada persilangan antara tanaman biji bulat
warna kuning dengan biji keriput warna hijau diperoleh keturunan biji bulat warna kuning.
Karena setiap gen dapat berpasangan secara bebas maka hasil persilangan antara F1
diperoleh tanaman bulat kuning, keriput kuning, bulat hijau dan keriput hijau.
Hukum Mendel 2 ini hanya berlaku untuk gen yang letaknya berjauhan. Jika kedua
gen itu letaknya berdekatan hukum ini tidak berlaku. Hukum Mendel 2 ini juga tidak
berlaku untuk persilangan monohibrid.
Perhatikan analisis papan catur di bawah ini tentang persilangan buncis dengan dua
sifat beda (dihibrida). Buncis biji bulat warna kuning disilangkan dengan biji keriput
warna hijau. Keturunan pertama semuanya berbiji bulat warna kuning. Artinya, sifat bulat
dominan terhadap sifat keriput dan kuning dominan terhadap warna hijau. Persilangan
antar F1 mengasilkan keturunan kedua (F2) sebagai berikut: 315 tanaman bulat kuning,
101 tanaman keriput kuning, 108 tanaman bulat hijau dan 32 keriput hijau. Jika
diperhatikan, perbandingan antara tanaman bulat kuning : keriput kuning : bulat hijau :
keriput hijau adalah mendekati 9:3:3:1.

P : BBKK (bulat, kuning) X bbkk (keriput, hijau)


F1 : BbKk (bulat, kuning)
F1XF1 : BbKk (bulat, kuning) X BbKk (bulat, kuning)
Gamet : BK, Bk, bK, bk BK, Bk, bK, bk
Gamet-gamet ini dapat berpasangan secara bebas (Hukum Mendel 2) sehingga F2
dapat digambarkan sebagai berikut:

Gamet BK Bk bK bk
Keterangan:
BBKK BBKk BbKK BbKk bulat kuning 1,2,3,4,5,7,9,10,13
BK
1 2 3 4 keriput kuning 11,12,15
BBKk BBkk BbKk Bbkk bulat hijau 6,8,14
Bk keriput hijau 16
5 6 7 8
BbKK BbKk bbKK bbKk
bK
9 10 11 12
BbKk Bbkk bbKk bbkk
bk
13 14 15 16
Tanaman bulat kuning jumlah 9.
Tanaman bulat hijau jumlah 3.
Tanaman keriput kuning jumlah 3.
Tanaman keriput hijau pada jumlah 1.
Jadi, perbandingan homozigot terdapat pada kotak nomor 1,6,11 dan 16 sedangkan
lainnya heterozigot.
Bastar konstan atau individu baru terdapat pada kotak nomor 6 dan 11. Bastar
konstan adalah keturunan homozigot yang memiliki sifat baru (berbeda dengan kedua
induknya), sehingga dalam persilangan antar sesamanya tidak memisah, konstan.
3. Penyimpangan Hukum Mendel
Penyimpangan semu hukum Mendel merupakan bentuk persilangan yang
menghasilkan rasio fenotif yang berbeda dengan dasar dihibrid menurut hukum Mendel.
Meskipun tampak berbeda sebenarnya rasio fenotif yang diperoleh merupakan modifikasi
dari penjumlahan rasio fenotif hukum Mendel semula.
Macam penyimpangan hukum Mendel adalah sebagai berikut:
 Polimeri
 Kriptomeri
 Epistasis
 Hipostasis
 Komplementer
 Interaksi alel
a. Polimeri
Polimeri adalah suatu gejala dimana terdapat banyak gen bukan alel tetapi
mempengaruhi karakter/sifat yang sama. Polimeri memiliki ciri: makin banyak gen
dominan, maka sifat karakternya makin kuat.

Contoh: persilangan antara gandum berkulit merah dengan gandum berkulit putih
P    :    gandum berkulit merah    x         gandum berkulit putih
            M1M1M2M2                             m1m1m2m2
F1     :   M1m1M2m2 = merah muda
P2    :    M1m1M2m2        x        M1m1M2m2
F2    :    9 M1- M2 -          : merah – merah tua sekali
            3 M1- m2m2        : merah muda – merah tua
            3 m1m1M2 -        : merah muda – merah tua
            1 m1m1m2m2     : putih
 Dari contoh di atas diketahui bahwa gen M1 dan M2 bukan alel, tetapi sama-sama
berpengaruh terhadap warna merah gandum.
 Semakin banyak gen dominan, maka semakin merah warna gandum.
o 4M = merah tua sekali
o 3M = merah tua
o 2M = merah
o M = merah muda
o m = putih
Bila disamaratakan antara yang berwarna merah dengan yang berwarna putih, diperoleh:

b. Kriptomeri
Rasio fenotif F2 merah : putih = 15 : 1 Kriptomeri merupakan suatu
peristiwa dimana suatu faktor
tidak tampak pengaruhnya bila berdiri sendiri, tetapi baru tampak pengaruhnya bila ada
faktor lain yang menyertainya. Kriptomeri memiliki ciri khas: ada karakter baru muncul
bila ada 2 gen dominan bukan alel berada bersama.

Contoh: persilangan Linaria maroccana


A    : ada anthosianin            B    : protoplasma basa
a    : tak ada anthosianin       b    : protoplasma tidak basa
P    :      merah          x        putih
            AAbb                      aaBB
F1    :    AaBb    = ungu     -     warna ungu muncul karena A dan B berada bersama
P2    :    AaBb        x        AaBb
F2    :    9 A-B-     : ungu
            3 A-bb    : merah
            3 aaB-    : putih
            1 aabb   : putih
Rasio fenotif F2 ungu : merah : putih = 9 : 3 : 4
c. Epistasis-Hipostasis
Epistasis-hipostasis merupakan suatu peristiwa dimana suatu gen dominan menutupi
pengaruh gen dominan lain yang bukan alelnya. Gen yang menutupi disebut epistasis,
dan yang ditutupi disebut hipostasis.

Contoh: persilangan antara jagung berkulit hitam dengan jagung berkulit kuning.
P    :    hitam        x        kuning
           HHkk                 hhKK
F1    :    HhKh = hitam
Perhatikan bahwa H dan K berada bersama dan keduanya dominan. Tetapi karakter
yang muncul adalah hitam. Ini berarti hitam epistasis (menutupi) terhadap
kuning/kuning hipostasis (ditutupi) terhadap hitam
P2    :    HhKk        x        HhKk
F2     :    9 H-K-    : hitam
             3 H-kk    : hitam
             3 hhK-    : kuning
             1 hhkk    : putih
Rasio fenotif F2 hitam : kuning : putih = 12 : 3 : 1
d. Komplementer
Komplementer merupakan bentuk kerjasama dua gen dominan yang saling melengkapi
untuk memunculkan suatu karakter.

Contoh: perkawinan antara dua orang yang sama-sama bisu tuli


P    :    bisu tuli       x       bisu tuli
           DDee                  ddEE
F1  :    DdEe = normal
D dan E berada bersama bekerjasama memunculkan karakter normal. Bila hanya
memiliki salah satu gen dominan D atau E saja, karakter yang muncul adalah bisu tuli.
P2    :    DdEe    X    DdEe
F2     :    9 D-E-    : normal
             3 D-uu    : bisu tuli
             3 ppE-    : bisu tuli
             1 ppuu   : bisu tuli
Rasio fenotif F2 normal : bisu tuli = 9 : 7
e. Interaksi alel
Interaksi alel merupakan suatu peristiwa dimana muncul suatu karakter akibat interaksi
antar gen dominan maupun antar gen resesif.
Contoh: mengenai pial/jengger pada ayam

R-pp     : pial Ros/Gerigi          rrP- : pial Pea/Biji


        

R-P-     : pial Walnut/Sumpel        rrpp : pial Single/Bilah


P    :    Ros        x        Pea
           R-pp                rrP-
F1    :    RrPp     Walnut
P2    :    RrPp    X RrPp
F2    :    9 R-P-    : Walnut
            3 R-pp    : Ros
            3 rrP-     : Pea
            1 rrpp     : Single
Pada contoh di atas ada 2 karakter baru muncul:
- Walnut : muncul karena interaksi 2 gen dominan
- Singel : muncul karena interaksi 2 gen resesif
Rasio fenotif F2 Walnut : Ros : Pea : Single = 9 : 3 : 3 : 1

4. Pola penurunan Mendelian dan non-Mendelian


Pola penurunan Mendelian merupakan suatu prinsip utama mengenai penurunan
karakteristik sifat dari parental ke anakan yang dikemukakan oleh Gregor Mendel. Dalam hal
ini, dikenal istilah genotip, fenotip, dominan dan resesif.
1. Genotip adalah alel yang terdapat pada satu atau lebih lokus spesifik.
2. Fenotip adalah sifat fisik, biokimiawi, dan fisiologis yang terdapat dalam diri seseorang
sebagaimana ditentukan baik secara genetik maupun lingkungan. Dengan kata lain fenotip
adalah manifestasi genotip yang dapat dilihat pada tingkat makroskopis.
3. Dominan adalah sifat yang mempunyai pengaruh yang bersifat mengendalikan.
4. Resesif adalah sifat yang tidak dapat menampilkan dirinya kecuali alel yang bertanggung
jawab membawa kedua anggota pasangan kromosom yang homolog.
Sebagai contoh aplikasinya, pada persilangan dua individu dengan satu sifat beda Aa
x Aa (A dominan, a resesif), maka didapat keturunan dengan menggunakan diagram sebagai
berikut:
A a
A AA Aa
a Aa aa
Maka didapatkan keturunan dengan perbandingan fenotip 3:1. Apabila jumlah sifat beda
diperbanyak, maka akan didapatkan variasi keturunan yang lebih banyak. Misalnya pada dua
sifat beda diperoleh perbandingan fenotip anakan 9:3:3:1, atau tiga sifat beda
27:9:9:9:3:3:3:1, dst.
Pola penurunan non-Mendelian adalah suatu pernyataan umum yang merujuk kepada pola
penurunan sifat di mana sifat-sifat yang diwariskan tidak mengikuti aturan Mendel (pola
penurunan Mendelian). Pola-pola penurunan non-Mendelian yang diketahui sampai saat ini
adalah:
1. Penurunan sifat ekstranukleus (Extranuclear inheritance). Penurunan ini meliputi
penurunan DNA yang terdapat di klorofil dan mitokondria (keduanya berada di luar nukleus).
Tahun 1908, Carl Correns menemukan bahwa warna daun pada Mirabilis jalapa diturunkan
secara maternal. Ruth Sager kemudian mengidentifikasi bahwa DNA klorofil yang
bertanggung jawab atas penurunan ini. Mary dan Hershel Mitchell juga menemukan sifat
tertentu pada kapang Neurospora crassa yang dibawa secara maternal oleh DNA
mitokondria.
2. Konversi gen. Konversi gen merupakan suatu proses perbaikan dalam rekombinasi DNA,
di mana sepotong sekuens DNA ditransferkan dari satu heliks ke heliks lain sehingga
mengubah keseluruhan DNA heliks tersebut.
3. Infectious heredity. Infectious heredity merupakan pola penurunan yang didasari atas
infeksi partikel-partikel infeksius seperti virus dan bersifat melekat di sitoplasma sehingga
mengubah fenotip individu dan dapat ditransmisikan hingga ke tahap progenik.
4. Kesalahan pengulangan trinukleotida, yaitu kesalahan yang terjadi akibat pengulangan
tandem mikrosatelit yang terdiri atas trinukleotida dan dapat mempengaruhi bacaan asam
amino. Contoh penyakit yang disebabkan oleh kesalahan pengulangan trinukleotida adalah
penyakit Huntington dan sindrom fragile-X.
5. Genomic imprinting. Genomic imprinting merupakan suatu keadaan di mana sebelum gen
diwariskan kepada anakan, terlebih dahulu gen tersebut ditandai sehingga mengubah bacaan
fenotip gen tersebut.
6. Mosaikisme. Mosaikisme merupakan suatu keadaan di mana pada tubuh seseorang
terdapat sel yang memiliki perbedaan genetik dari sel-sel tubuh lainnya. Hal ini dapat
disebabkan karena mutasi yang terjadi hanya di jaringan tertentu. Apabila mutasi terjadi pada
sel-sel gamet, maka mutasi akan diturunkan.
Pola penurunan non-Mendelian: penurunan maternal
Penurunan non-Mendelian maternal mengacu pada konsep penurunan suatu sifat
tertentu melalui garis keturunan ibu. Hingga sampai saat ini diketahui penyebab dari hal
tersebut adalah DNA mitokondria dan DNA klorofil. Teori tertentu menyebutkan bahwa
mitokondria dan klorofil adalah organisme mikroskopis purba yang menginvasi sel eukariotik
dan tinggal di dalamnya. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa mitokondria dan klorofil
memiliki DNA sendiri, selain itu mitokondria memiliki kemampuan untuk menghasilkan
energi.
Khusus pada organel mitokondria, pola pewarisannya secara maternal disebabkan
oleh peristiwa pembuahan sel telur oleh sel sperma, di mana hanya kepala dari sel sperma
yang sanggup memasuki sel telur sehingga mitokondria sperma yang melekat di ekor sperma
menjadi ikut terlepas bersamaan dengan ekor sperma itu sendiri. Akibatnya satu-satunya
sumber mitokondria untuk zigot yang kemudian terbentuk hanya sel telur. Itu sebabnya
mitokondria yang terdapat pada makhluk hidup saat ini berasal dari mitokondria sel telur,
dengan demikian DNA mitokondria yang terdapat pada sel makhluk hidup saat ini berasal
dari DNA mitokondria maternal. Sehingga mutasi yang terjadi pada DNA mitokondria
diwariskan secara maternal.
Akibat dari mutasi DNA Mitokondria
Mutasi pada DNA mitokondria dapat menyebabkan berbagai macam penyakit, seperti
Leber’s hereditary optic neuropathy (gangguan saraf neuropatik herediter Leber),
kemerosotan fungsi jantung, penyakit muskular, ketulian, miopatik mitokondrial, sindrom
Leigh, neuropathy/ataxia/retinitis pigmentosa/ptosis (NARP), myoneurogenic gastrointestinal
encephalopathy (MNGIE), dan lain-lain.
Sekilas mengenai Leber’s Hereditary Optic Neuropathy (LHON) dan kaitannya dengan
mutasi mtDNA
LHON merupakan suatu kelainan yang diturunkan secara mitokondrial
(mitochondrial inherited) yang mana terjadi degenerasi sel ganglion retinal dan akson-
aksonnya sehingga berujung kepada kebutaan akut/subakut. Penyakit ini disebabkan oleh
mutasi DNA mitokondria pada posisi nukleotida 11778 G menjadi A (subunit gen ND4),
3460 G menjadi A (subunit gen ND1), dan 14484 T menjadi C (subunit gen ND6) pada
kompleks I rantai fosforilasi oksidatif mitokondria. Gen-gen yang terdapat pada subunit
tersebut mengkodekan NADH dehidrogenase yang berfungsi pada proses fosforilasi
oksidatif, di mana pada proses ini oksigen dan karbohidrat diproses menjadi energi, sehingga
gangguan apapun yang terjadi dalam pengkodean dapat mengganggu proses yang kompleks
tersebut. Namun sampai saat ini masih belum diketahui bagaimana gangguan ini dapat
menyebabkan kematian sel-sel saraf optik dan berujung kepada penyakit LHON.
Karena mutasi terjadi di mtDNA, maka penyakit ini diturunkan secara maternal.
Kebanyakan penderita berusia belasan hingga tiga puluh tahun Namun dilaporkan ada juga
penderita yang pada saat ditemukan penyakit LHON berusia delapan hingga enam puluh
tahun. Permulaan dari penyakit LHON adalah kehilangan pandangan di salah satu mata pada
usia dewasa muda, disusul dengan kehilangan pandangan mata berikutnya. Hal ini dapat
berkembang menjadi atropi optik dan terdapat permukaan basah (edematous) pada stage akut,
diikuti dengan mikroangiopatik.
Epidemiologi penyebaran mutasi salah satu dari tiga mtDNA di atas adalah sekitar
1:30.000 sampai 1:50.000 di Eropa, 70% orang Eropa dan 90% orang Asia penderita LHON
mengalami mutasi pada mtDNA G1177A. Meskipun demikian, tidak semua orang yang
mengalami mutasi mtDNA mengalami LHON; hanya 50% pria dan 15% wanita yang
mengalami mutasi pada mtDNA menderita penyakit LHON. Hal ini disebabkan oleh
perbedaan penetrasi penyakit, beratnya penyakit, faktor lingkungan, serta peluang tubuh
untuk menghambat (melawan) penyakit tersebut.

You might also like