You are on page 1of 26

Perkembangan Televisi

I. Introduction

Kehadiran inovasi televise cukup membuat semua orang terkagum kagum karena
pada akhirnya televise merupakan sebuah alat manifestasi imajinasi manusia lengkap
dengan perangkat audio dan visual. Menurut John Logie Baird Televisi adalah sebuah
media telekomunikasi terkenal yang digunakan untuk memancarkan dan menerima siaran
gambar bergerak, baik itu yang monokrom ("hitam putih") maupun warna, biasanya
dilengkapi oleh suara. "Televisi" juga dapat diartikan sebagai kotak televisi, rangkaian
televisi atau pancaran televisi. Kata "televisi" merupakan gabungan dari kata tele (τῆλε,
"jauh") dari bahasa Yunani dan visio ("penglihatan") dari bahasa Latin. Sehingga televisi
dapat diartikan sebagai telekomunikasi yang dapat dilihat dari jarak jauh.

Pada tahun 1873 seorang operator telegram asal Valentia, Irlandia yang bernama Joseph
May menemukan bahwa cahaya mempengaruhi resistansi elektris selenium. Ia menyadari
itu bisa digunakan untuk mengubah cahaya kedalam arus listrik dengan menggunakan
fotosel silenium (selenium photocell). Joseph May bersama Willoughby Smith (teknisi
dari Telegraph Construction Maintenance Company) melakukan beberapa percobaan
yang selanjutnya dilaporkan pada Journal of The Society of Telegraph Engineers. Hal ini
merupakan embrio dari teknologi perekaman gambar.

Penyiaran TV biasanya disebarkan melalui pancaran radio dalam saluran-saluran


yang ditetapkan dalam jalur frekuensi 54-890 megahertz[1]. Gelombang TV juga kini
dipancarkan dengan suara stereo atau bunyi keliling di banyak negara. Siaran TV pada
awalnya direkam dan dipancarkan dalam bentuk gelombang analog, tetapi kebelakangan
ini perusahaan siaran publik maupun swasta kini beralih ke teknologi televisi digital.
Berikut kita akan ulas bagamana sejarah perkembangan Televisi dari masa ke masa
II. Sejarah Perkembangan Televisi

Bagi kita Televisi merupakan hal yang biasa, tetapi jaman dahulu televisi
merupakan invensi yang cukup menggemparkan , Hal ini merupakan embrio dari
teknologi perekaman gambar.

pada tahun 1876 pada saat listrik baru dikenal oleh masyarakat dunia, dan moment ini
kamera Silenium dikenalkan d masyarakat

Pada tahun 1881 berkembang kegunaan dari kamera silenium, Ide dari penggunaan
scanning untuk mengirim gambar dimasukkan untuk sebenarnya penggunaan praktis
pantelegraph.

Seiring berkembangya pengetahuan tahun demi tahun pada tahun1884, Seorang


mahasiswa di German bernama Paul Gottlieb Nipkow mematenkan pertama kali
elektromekanik sistem pada televisi yang bekerja dengan pemindaian disk, pemintalan
sebuah disk dengan sejumlah lubang sulur yang menuju pusat. Pada lubang yang sama di
interval dalam rotasi disk akan memungkinkan cahaya untuk melewati setiap lubang dan
menuju selenium sensor yang menghasilkan listrik pulses. Disebut dengan teleskop
elektrik dengan resolusi 18 garis.

1897, Karl Ferdinand Braun menciptakan CRT dengan layar yang dapat berpendar jika
terkena sinar. Inilah awal dasar sejarah televisi layar berbasis tabung.

1900, Sejarah penggunaan nama televisi malah baru pertama kali ditemukanpada tahun
ini. Adalah Constatin Perskyl yang menyebutkan tele(jauh) dan tampak (vision). yang
jika digabung menjadi television.

1907, Dua orang bernamaBoris Rosing dan Campbell Swinton melakukan percobaan
terpisah yang menggunakan sinar katoda untuk dapat mengirim gambar.
1925, John Logie Baird asal skotlandia menunjukkan transmisi dari gambar bayangan
hitam bergerak di London. Dia juga yang menemukan sistem video recording untuk
pertama kalinya.

1927 – Sejarah dalam pengembangan televisi modern pertama ditemukan oleh Philo T
Farnsworth. Seorang ilmuwah asal Utah, Amerika Serikat. Mengapa demikian? hal ini
disebabkan gagasannya tentang image dissector yang menjadi dasar televisi.

1929 – Vladimir Zworykin dari Rusia menyempurnakan perkembangan tabung katoda


dan kemudian menamakannya dengan kinescope. Temuannya sebenarnya hanya
mengembangkan teknologi yang dimiliki CRT.

1940 – Ini adalah awal perkembangan televisi warna pertama. Seseorang bernama Peter
Goldmark menciptakan televisi warna dengan resolusi mencapai 343 garis.

1956, Robert Adler dan Eugene Polleymenemukan remote televisi. Yang tujuan
sebenarnya adalah untuk menghindari iklan. Wah untung ada mereka ya :D

1975 – Larry Weber seorang ilmuwan dari Universitas Illionis mulai merancang layar
plasma berwarna. namun sejarah orang ini tidak berakhir disini saja..

1979, Perusahaan kodak menciptakan OLED (organic light emitting diode), Pada tahun
yang sama Walter Spear dan Peter Le Comber membuat LCD dari bahan thin film
transfer yang ringan.

1981, NHK sebuah stasiun televisi di negara Jepang mendemonstrasikan sebuah sejarah
baru yaitu teknologi HDTV.

1995 – Masih ingat dengan Larry Weber, Pada tahun ini dia berhasil mengelesaikan
proyek layar plasmanya. Ia menciptakan layar plasma yang lebih stabil dan cemerlang.

2000 tahun ke atas, Pengembanga produk LCD, Plasma bahkan CRT. Dan menyusul
perkembangan sejarah dari televisi digital.
Wow banyak sekali kan usaha orang yang terlibat dalam sejarah televisi, sampai kita bisa
menontonnya dirumah. Walau begitu Bintang masih percaya bahwa perkembangan
tekhnologi ini akan masih tetap berkembang.

III Regulasi Media Televisi

Televisi bukanlah teknologi ciptaan bangsa Indonesia. Teknologi ini ditemukan di


peradaban bangsa Eropa. Teknologi ini berkembang di awal abad 19 di Prancis melalui
kamera. Setelah teknologi kamera ditemukan maka berkembanglah teknologi baru yaitu
pembuatan film dan sinema lalu kemudian berkembang menjadi televisi.
Industri televisi sendiri saat ini juga lebih dikenal dengan istilah broadcasting
atau penyiaran. Perlu disadari juga bahwa industri ini telambat masuk ke Indonesia.
Sekitar tahun 1930-an Belanda sebenarnya sudah menjual televisi mereka yang pertama.
Namun sekitar tahun tersebut Indonesia masih belum bebas dari jerat penjajahan. Kondisi
tersebut mungkin yang menyebabkan Indonesia terlambat untuk menerima kehadiran
teknologi baru, yaitu televisi.
Era teknologi media bangsa ini diawali dengan era media cetak dan radio. Pers
dan radio berkembang pesat di Indonesia pada masa itu dan memang menjadi salah satu
alat perjuangan bangsa ini dalam mencapai kemerdekaan. Era media cetak di Indonesia
diperkenalkan oleh Belanda pada abad ke 17 lewat tulisan berita singkat mengenai
keadaan Eropa. Sedangkan radio sendiri menjadi saksi atas dibacakannya teks Proklamasi
pada tahun 1945. Teknologi radio diperkenalkan kepada bangsa ini pada saat penjajahan
Jepang dan digunakan sebagai alat propaganda oleh Jepang untuk kepentingan Perang
Dunia II.

Era Orde Lama


Pada tahun 1962 menjadi tonggak pertelevisian Nasional Indonesia dengan berdiri
dan beroperasinya TVRI. Pada perkembangannya TVRI menjadi alat strategis pemerintah
dalam banyak kegiatan, mulai dari kegiatan sosial hingga kegiatan-kegiatan politik.
Selama beberapa decade TVRI memegang monopoli penyiaran di Indonesia, dan menjadi
“ corong “ pemerintah. Sejak awal keberadaan TVRI, siaran berita menjadi salah satu
andalan. Bahkan Dunia dalam Berita dan Berita Nasional ditayangkan pada jam utama.
Siaran televisi pertama di Indonesia ditayangkan pada tanggal 17 Agustus 1962
bertepatan dengan peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke XVII.
Siaran tersebut berlangsung mulai pukul 07.30 sampai pukul 11.02 waktu Indonesia
bagian barat untuk meliput upacara peringatan hari Proklamasi di Istana Negara. Televisi
Republik Indonesia (TVRI) baru melaksanakan siaran secara kontinyu 24 Agustus 1962.
Liputan perdananya adalah upacara pembukaan Asian Games ke IV di Stadion Utama
Senayan Jakarta. Saat ini siaran televisi di Indonesia telah dapat menjangkau di duapuluh
tujuh propinsi di seluruh Indonesia berkat pemanfaatan satelit Palapa (yang mampu pula
menjangkau wilayah Asean).
Pada awalnya, persetujuan untuk mendirikan televisi hanya dari telegram pendek
Presiden Soekarno ketika sedang melawat ke Wina, 23 Oktober 1961. Saat itu tentunya
bangsa ini belum melek teknologi. Teknologi yang digunakan masih sangat sederhana,
bahkan acara yang di tayangkan pun tidaklah variatif. Terlebih bangsa ini belum familiar
terhadap barang ini dan kepemilikan televisi saat itu berbeda dengan saat ini. tidak semua
orang bisa memiliki televisi. Di era ini regulasi penyiaran dikeluarkan melalui Menteri
Penerangan dengan SK Menpen No. 20/SKM/1961 tentang Pembentukan Panitia
Persiapan Televisi (P2T) dan Kepres No. 215/1963 tentang pembentukan Yayasan TVRI
dengan PU Presiden RI.

Era Orde Baru

Tahun 1974 posisi TVRI diubah menjadi salah satu bagian organisasi dari
Departemen Penerangan. Status TVRI menjadi Direktorat dan bertanggung jawab kepada
Direktorat Jendral Radio, TV dan Film Departemen Penerangan RI. Televisi bertugas
menginformasikan dan mendukung penuh usaha pembangunan era itu. Tahun 1975
dikeluarkan SK Menpen No. 55 Bahan Siaran/KEP/Menpen/1975. dengan demikian
status TVRI menjadi ganda yaitu sebagai yayasan dan direktorat dan dalam manajemen
diterapkan manajemen birokrasi.
Tahun 1987, monopoli TVRI akhirnya roboh dengan dikeluarkannya SK Menpen
No. 190A/KEP/MENPEN/1987. SK ini menunjukkan bahwa TVRI diberi hak untuk
menyelenggarakan SSU (Siaran Saluran Umum) dan SST (Siaran Saluran Terbatas). SSU
adalah siaran yang bisa ditangkap oleh televisi biasa, sedangkan SST memerlukan alat
khusus dan hanya dalam wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Pihak swasta yang boleh mengisi SST pada waktu itu adalah RCTI. RCTI dan
TVRI bekerjasama dan menandatangani perjanjian 12,5% pendapatan iklan dari siaran
RCTI adalah milik TVRI. Akhirnya 1 Maret 1989 RCTI mengudara dan menyediakan
70.000 dekorder sebagai alat untuk menyaksikan SST milik RCTI.

Tahun 1990 RCTI menjadi SPTSU (Stasiun Penyiaran Televisi Swasta Umum),
yang boleh siaran tanpa batas. Menyusul 1 Agustus 1990 SCTV menyusul menjadi
SPSTU tanpa perlu dekorder seperti RCTI. Menyusul TPI sebagai stasiun televisi milik
keluarga Cendana diresmikan tanggal 23 Januari 1991 sebagai televisi pendidikan. Lalu
pada 30 Januari 1993 berdiri ANTV serta tanggal 18 Juni 1994 berdiri INDOSIAR.
Kesemua stasiun tersebut berdiri sebagai SPSTU.

Era Reformasi

Era ini dikejutkan dengan ditutupnya Departemen Penerangan oleh presiden


Abdurachman Wahid, yang mengakibatkan status TVRI menjadi tidak jelas. Kemudian
pemerintah mengeluarkan PP No. 36 Tahun 2000 tentang status TVRI menjadi Perjan
yang berada dan bertanggung jawab pada Departemen Keuangan RI. Tak lama kemudian
muncul lagi PP No. 9 Tahun 2002 yang mengubah status TVRI menjadi PT. Ini
menempatkan posisi TVRI menjadi dibawah pengawasan Departemen Keuangan RI dan
Kantor Menteri Negara BUMN. Desember 2002 keluar UU No. 32 Tahun 2002 tentang
Penyiaran yang dalam salah satu poinnya menjelaskan TVRI sebagai TV Publik.

Hingga tahun 2002 muncul banyak stasisun televise seperti MetroTV, Lativi, TV7
dan Global TV. Kemudian muncul juga TV Lokal seperti Bali TV, Jogja TV, TATV,
Jawa Pos TV, Riau TV, dan lain-lain. Hingga kini muncul 11 stasiun televisi yaitu RCTI,
MNC TV (TPI), Global TV, TV One, ANTV, Trans TV, Trans 7, Indosiar, SCTV, Metro
TV, dan TVRI.

Saat ini UU Penyiaran yang dipakai adalah UU No. 32 Tahun 2002. UU ini
mengatur perihal penyelenggaraan penyiaran seperti KPI, jasa penyiaran, lembaga
penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran komunitas, lembaga
penyiaran berlangganan, lembaga penyiaran asing, stasiun dan wilayah jangkauan, teknis
penyiaran, perizinan, dan lain-lain. Selain lembaga yang berwenang mengawasi jalannya
UU tersebut adalah KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) dan LSF (Lembaga Sensor Film).

Sedangkan regulasi diluar regulasi negara diatur oleh asosiasi-asosiasi televisi.


Mereka membuat kode etik berkenaan content product dan regulasi mengenai persaingan.
Tujuannya agar tercipta persaingan sehat diantara perusahaan media, terutama TV.

Asosiasi Industri Media Televisi

Media bagaimanapun juga adalah sebuah institusi ekonomi. Sebuah institusi


ekonomi dalam era globalisasi tidaklah mungkin berdiri sendiri atau memiliki single
market, kecuali apabila memang lembaga tersebut milik Negara. Layaknya sebuah
institusi ekonomi, media juga memiliki jaringan serta asosiasi untuk mengawasi
persaingan juga turut membangun jaringan agar menjadi wadah komunikasi bersama
berkaitan dengan kepentingan media tersebut.

Televisi yang merupakan salah satu media massa juga memiliki asosiasi serta
jaringan bersama masyarakat dan pemerintah. Asosiasi menjadi penting bagi industri
media seperti televisi karena dengan adanya asosiasi maka hak-hak usaha akan
dilindungi. Selain itu jaringan serta pengawasan dari masyarakat dan pemerintah akan
mewujudkan suatu keadaan yang harmonis dimana mereka dapat juga melindungi
kepentingan masyarakat dan Negara.
Di Indonesia sendiri sudah ada asosiasi untuk televisi nasional swasta. Sedangkan
jaringan masyarakat yang peduli media sendiri juga sudah ada namun jumlahnya masih
sangat sedikit. Sedangkan lembaga independen yang mengawasi media televisi juga
sudah ada dan dibentuk oleh pemerintah.
Berikut asosiasi industri televisi, jaringan masyarakat peduli televisi dan lembaga
pemerintah yang mengawasi televisi di Indonesia:

1. ATVSI (Asosiasi Televisi Swasta Indonesia)


ATVSI berusaha menumbuhkembangkan industri televisi swasta juga sekaligus
ikut menumbuhkembangkan dan mensejahterakan masyarakat Indonesia.
Sebagai wadah kepentingan bersama anggota, ATVSI antara lain berperan aktif
dalam berbagai isu regulasi maupun peraturan perundang-undangan penyiaran.
Peran aktif ini dilakukan untuk memastikan regulasi maupun peraturan
perundang-undangan penyiaran kondusif bagi pertumbuhkembangan industri
penyiaran Indonesia. Sebagai penghubung dengan stakeholders penyiaran, ATVSI
antara lain aktif dalam berbagai forum masyarakat yang membahas,
mendiskusikan bahkan mengkritisi isi siaran televisi. Dan komunikasi yang aktif
juga dilakukan dengan regulator penyiaran dan yang terkait dengan penyiaran.
Hal ini sebagai bagian dari upaya agar isi siaran anggota ATVSI lebih berkualitas
dan melahirkan nilai nilai positif bagi kemajuan bangsa dan negara Indonesia.
ATVSI didirikan pada tanggal 4 Agustus 2000 dengan pendirinya adalah RCTI,
SCTV, TPI, Indosiar , ANTV. Kini ATVSI memiliki 10 anggota yaitu RCTI,
SCTV, Indosiar, TPI, Trans TV, Antv, Global TV, Metro TV, Trans 7 dan TV
One. Kesepuluh anggota ini menyelenggarakan siaran secara nasional. Sebagai
asosiasi ATVSI memiliki Visi yaitu memajukan industri televisi siaran Indonesia
dan Misi yaitu memajukan, menampung, menyalurkan kepentingan dan keinginan
bersama dalam mengembangkan etika perilaku, tanggung jawab profesional dan
pelayanan bagi anggotanya demi kepentingan masyarakat.

Asosiasi Televisi Kerakyatan Indonesia


Mengembangkan lembaga penyiaran televisi yang memiliki ciri keberagaman
pemilik (diversity of ownership) dan keberagaman isi siaran (diversity of content)
sebagai wujud tercapainya kebijakan otonomi daerah dan regulasi kebebasan pers
di Indonesia.

Asosiasi Televisi Komunitas Indonesia

Pada tanggal 30 Mei 2o07, Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta
(FFTV IKJ) menyelenggarakan Seminar Nasional tentang Perkembangan TV
Komunitas di Indonesia. Forum diskusi yang didukung oleh Depkominfo RI
tersebut menelorkan adanya gagasan untuk memberikan advokasi bagi
keberadaan televisi komunitas di Indonesia.

Pasca kegiatan seminar tersebut, bertempat di Grabag TV, Kecamatan Grabag,


Kabupaten Magelang, Jawa Tengah bulan September 2007 diselenggarakan
Workshop dan pertemuan televisi komunitas. Kegiatan tersebut didukung oleh
Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta. Forum pertemuan tersebut
juga menghasilkan terbentuknya Kelompok Kerja (Pokja) Televisi Komunitas
yang bertugas untuk: 1) menyiapkan kelembagaan asosiasi televisi komunitas se-
Indonesia, 2) memberikan penguatan kapasitas bagi pengelola televisi komunitas,
3) memberikan advokasi bagi lembaga penyiaran televisi komunitas dan 4)
membangun jaringan bagi televisi komunitas. Anggota Kelompok Kerja ini
berjumlah 6 (enam) orang yang terdiri dari berbagai unsur dari lembaga penyiaran
televisi komunitas, akademik, dan LSM.

Pada bulan Desember 2007, Kelompok Kerja TV komunitas bekerjasama dengan


Program Studi Komunikasi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta,
menyelenggarakan seminar dan workshop tentang masa depan televisi komunitas
di Indonesia. Kegiatan ini juga didukung oleh Combine Resource Institution
Yogyakarta, FFTV Institut Kesenian Jakarta, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah
Yogyakarta, dan Departemen Pendidikan Nasional. Dalam kegiatan tersebut
didiskusikan tentang bagaimana latar belakang keberadaan televisi komunitas,
regulasi bagi televisi komunitas dan sharing pengetahuan tentang televisi
komunitas serta upaya membangun jaringan kerjasama bagi pengembangan
televisi komunitas di Indonesia.

Sesuai dengan amanat yang diemban oleh kelompok kerja (Pokja) TV komunitas
pasca pertemuan di Grabag-Magelang, Pokja TV komunitas menyiapkan konsep
kelembagaan bagi asosiasi televisi komunitas se-Indonesia dan menyelenggarakan
Temu Nasional Televisi Komunitas Se-Indonesia yang diselenggarakan pada
tanggal 17-20 Mei 2008 di Grabag, Magelang. Kegiatan tersebut didukung oleh
Yayasan Tifa Jakarta, FFTF IKJ, Combine Resource Institution,
Rumah Pelangi, dan Departemen Pendidikan Nasional. Temu Nasional TV
komunitas diikuti oleh berbagai pengelola televisi komunitas baik yang berbasis
geografis/warga, televisi komunitas berbasis kampus dan berbagai pengelola TV
Edukasi yang berada di SMK-SMK baik swasta maupun negeri, serta para aktivis
penyiaran dan pegiat media komunitas dari berbagai lembaga swadaya
masyarakat dan akademisi.

Pada tanggal 20 Mei 2008, Asosiasi Televisi Komunitas Indonesia (ATVKI)


dideklarasikan dengan struktur kelembagaan berupa Dewan Pengawas dan Dewan
Pengurus ATVKI. Semua peserta dan sejumlah tokoh menandatangai naskah
deklarasi asosiasi televisi komunitas Indonesia. Selanjutnya Dewan Pengurus
ATVKI akan menentukan Direktur Eksekutif ATVKI yang bertugas menjalankan
roda organisasi dalam kesehariannya untuk mencapai visi dan misi organisasi
yang telah dirumuskan bersama dalam Temu Nasional Televisi Komunitas se-
Indonesia.

Asosiasi Televisi Lokal Indonesia

ASOSIASI TELEVISI LOKAL INDONESIA atau ATVLI didirikan sebagai


wadah berkumpulnya stasiun-stasiun televisi lokal di Indonesia guna
memperjuangkan kepentingan para anggotanya dan kepentingan masyarakat lokal
untuk mendapatkan informasi, serta kepentingan seluruh elemen bangsa sebagai
bagian yang utuh dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Prinsip desentralisasi juga berlaku bagi media penyiaran televisi. Spirit otonomi
daerah yang bermartabat membutuhkan media penyiaran televisi lokal. Media
penyiaran televisi lokal adalah cermin bagi penyelenggaraan pemerintahan di
daerah. Media Penyiaran televisi lokal adalah pentas hidup dan permanen bagi
tumbuh dan berkembangnya budaya lokal sebagai asset nasional.

Selaras atas amanah Forum Televisi Lokal Indonesia yang dideklarasikan di


UNAIR Surabaya pada tanggal 18 Juni 2002 dan hasil Kongres Bali tentang
Pendeklarasian Asosiasi Televisi Lokal Indonesia pada tanggal 26 Juli 2002 ;
yang antara lain menegaskan bahwa …" atas dasar semangat, keinginan bersama
yang luhur, keyakinan yang kuat untuk mewujudkan spirit OTONOMI DAERAH
YANG BERMARTABAT di Indonesia bersama MEDIA TELEVISI LOKAL,
serta kerinduan untuk memenuhi hak asasi manusia setiap orang Indonesia yang
berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan
pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan
menggunakan segala saluran yang tersedia sebagaimana diamanatkan oleh Pasal
28 F UUD 1945 ".

Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran juga menjadi payung


hukum bagi keberadaan televisi lokal, sebagai paradigma baru dan menunjang
proses demokratisasi penyiaran.

2. IJTI (Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia)


IJTI (Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia), suatu asosiasi yang menghimpun para
jurnalis televisi dan didirikan pada era reformasi, yakni pada bulan Agustus 1998,
menyusul pengunduran diri Presiden Soeharto. Pada saat itu, ratusan jurnalis
televisi dari RCTI, TPI, SCTV, Indosiar, dan ANTV berkumpul di Jakarta untuk
melakukan kongres pertama dan sepakat mendirikan IJTI dan memilih pengurus
pertama organisasi ini. Setelah melalui proses yang panjang dalam usaha
memapankan organisasi ini, akhirnya organisasi ini melalahirkan sebuah
ketetapan penting mengenai KODE ETIK IKATAN JURNALIS TELEVISI
INDONESIA.

3. KIDIA (Kritis Media Untuk Anak)


"Kidia" adalah inti perjuangan lembaga ini. Kritis berarti tidak begitu saja
menerima apa yang ada, namun merupakan sikap yang secara aktif selalu
melakukan penilaian dari berbagai segi. Kritis dalam berintreaksi dengan media
mencakup 5 kemampuan:
• dapat membatasi jumlah jam yang digunakan untuk mengkonsumsi media
• dapat memilih isi media yang sesuai
• dapat memahami isi media yang dikonsumsi
• tidak mudah terpengaruh oleh isi media, dan
• dapat mengambil manfaat dari media yang dikonsumsi.
Tujuan:
1. Melindungi anak dari pengaruh negatif media
2. Memberdayakan posisi orangtua dan guru sebagai pendamping
anak dalam berinteraksi dengan media
3. Mendorong peningkatkan kualitas isi media untuk anak.
4. KOMPAK (Komunitas Peduli Media Anak)
KOMPAK adalah KOMunitas Peduli mediA (hiburan)anaK.
Komunitas ini beranjak dari keprihatinan para ibu, pendidik dan masyarakat luas
berkaitan dengan kualitas dan ragam media hiburan bagi anak Indonesia.
Komunitas ini berupaya untuk menyebarkan kesadaran masyarakat untuk menjadi
advokasi bagi anak-anak Indonesia. Untuk membantu perbaikan kualitas serta
ragam media hiburan bagi anak Indonesia yang ada sekarang ini.

5. KPI (Komisi Penyiaran Indonesia)


Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), yang lahir atas amanat Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2002, terdiri atas KPI Pusat dan KPI Daerah (tingkat provinsi).
Anggota KPI Pusat (9 orang) dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan KPI
Daerah (7 orang) dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Selain itu,
anggaran program kerja KPI Pusat dibiayai oleh APBN (Anggaran Pendapatan
Belanja Negara) dan KPI Daerah dibiayai oleh APBD (Anggaran Pendapatan
Belanja Daerah).

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), yang lahir atas amanat Undang-undang


Nomor 32 Tahun 2002, terdiri atas KPI Pusat dan KPI Daerah (tingkat provinsi).
Anggota KPI Pusat (9 orang) dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan KPI
Daerah (7 orang) dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Selain itu,
anggaran program kerja KPI Pusat dibiayai oleh APBN (Anggaran Pendapatan
Belanja Negara) dan KPI Daerah dibiayai oleh APBD (Anggaran Pendapatan
Belanja Daerah).
Dalam pelaksanaan tugasnya, KPI dibantu oleh sekretariat tingkat eselon II yang
stafnya terdiri dari staf pegawai negeri sipil serta staf profesional non PNS. KPI
merupakan wujud peran serta masyarakat berfungsi mewadahi aspirasi serta
mewakili kepentingan masyarakat akan penyiaran harus mengembangkan
program-program kerja hingga akhir kerja dengan selalu memperhatikan tujuan
yang diamanatkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2002 Pasal 3:

"Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi


nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertaqwa,
mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam
rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil, dan sejahtera,
serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia."

Untuk mencapai tujuan tersebut organisasi KPI dibagi menjadi tiga bidang, yaitu
bidang kelembagaan, struktur penyiaran dan pengawasan isi siaran. Bidang
kelembagaan menangani persoalan hubungan antar kelembagaan KPI, koordinasi
KPID serta pengembangan kelembagaan KPI. Bidang struktur penyiaran bertugas
menangani perizinan, industri dan bisnis penyiaran. Sedangkan bidang
pengawasan isi siaran menangani pemantauan isi siaran, pengaduan masyarakat,
advokasi dan literasi media.

6. LSF (Lembaga Sensor Film)


Memasuki Era Teknologi Informasi, satu-satunya yang tidak berubah di bumi ini
adalah perubahan itu sendiri. Begitu juga dengan teknologi di bidang film turut
berubah seiring dengan perkembangan zaman. Film yang sebelumnya hanya dapat
direkam pada pita seluloid melalui kamera mekanik, kini sudah dapat direkam
dengan sangat efektif dan efisien melalui kamera digital pada pita video, bahkan
untuk home use sudah dapat direkam pada video disc. Satu hal yang tidak boleh
diabaikan adalah akibat perubahan yang mendadak tanpa persiapan matang dalam
situasi politik Indonesia 1998-2001, tak terelakkan lagi masyarakat Indonesia
terjebak pada suasana euphoria. Pada masa yang cukup singkat itu telah tumbuh
secara berlebihan keinginan untuk hidup bebas tanpa tanggung jawab. Akibatnya
dunia film pun terkontaminasi dengan semangat itu, lalu produksi film setahap
demi setahap berani menampilkan adegan yang sebetulnya kurang patut. Sampai
pada suatu waktu di mana titik kulminasi sudah mencapai puncaknya, masyarakat
Indonesia terkejut dan menyadari bahwa banyak perubahan perlu dilakukan untuk
memperbaiki dunia film kita, khususnya yang berkaitan dengan aspek etika dan
moral dalam membuat dan mempertunjukkan atau menayangkan film untuk
umum. Ada perubahan yang lebih mendasar lagi, kalau dahulu orang harus datang
ke bioskop untuk menonton film, kini film itu yang mendatangi penonton di mana
pun dia berada hanya sekadar dengan sentuhan ringan pada remote control
pesawat teve. Menghadapi kenyataan itu, maka visi, misi dan fungsi LSF mau
tidak mau harus diperbaharui untuk dapat mengikuti perkembangan teknologi
informasi yang begitu pesat kemajuannya.
Tugas penyensoran tidak hanya sekadar memotong atau menghapus apa-apa yang
tidak patut ditonton oleh masyarakat, khususnya remaja dan anak-anak, tetapi
sekaligus membimbing dan mengajak masyarakat untuk dapat mengembangkan
sikap kritis dalam menapis atau lebih tepat lagi dalam melakukan self censorship.
Untuk itu, melalui situs ini, LSF merasa perlu memberikan informasi selengkap
mungkin tentang Lembaga Sensor Film dalam empat kelompok informasi sebagai
berikut:
1. Payung Hukum Lembaga Sensor Film;
2. Visi dan Misi serta Fungsi, Tugas dan Wewenang Lembaga Sensor Film;
3. Pedoman dan Kriteria Penyensoran;
4. Organisasi dan Keanggotaan Lembaga Sensor Film.

Tugas pertama LSF adalah secara rutin melakukan penyensoran dengan hasil:

1. Meluluskan dengan atau tanpa potongan untuk SEMUA UMUR, REMAJA,


dan DEWASA untuk penonton bioskop;
2. Meluluskan dengan atau tanpa potongan untuk SEMUA UMUR, REMAJA,
DEWASA untuk penonton televisi;
3. Tidak meluluskan dengan catatan revisi, khusus untuk film Indonesia;
4. Tidak meluluskan secara utuh;
5. Meluluskan tanpa potongan untuk film keperluan festival film dengan
kategori ‘TERBATAS’ .

Tugas kedua LSF adalah secara terus-menerus wajib mengadakan pemantauan melalui
konsultasi dengan pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Persekutuan Gereja-Gereja
Indonesia (PGI), Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Parisada Hindudharma
Indonesia, Perwalian Umat Buddha Indonesia

IV Model Struktur Pasar Televisi Indonesia

Jual beli media, terutama media pertelevisian tidak akan pernah lepas dari
ekonomi dan politik. Namun, ekonomi menjadi salah satu bagian terbesar dari proses jual
beli ini. Dari nama jual belinya sudah jelas bahwa di sana akan ada proses pertukaran
secara ekonomi antara produsen dan konsumen dalam bentuk barang dan jasa.
Banyaknya kepentingan ekonomi yang bisa memberi keuntungan besar bagi seseorang
membuat banyak perusahaan yang bermunculan, terutama perusahaan penyedia media
informasi, pendidikan, dan hiburan melalui televisi. Perusahaan-perusahaan ini akan
disebut monopoli bila hanya ada satu perusahaan yang menjadi power dari semua proses
jual beli media tadi. Bila mengambil contoh di Indonesia, TVRI yang sebelum tahun
1987 pernah menjadi market leader di media pertelevisian sebagai stasiun televisi
pertama dan satu-satunya yang mengudara di Indonesia secara nasional milik pemerintah
Indonesia.
Melihat keadaan industri pertelevisian Indonesia saat ini, sepertinya sulit
mengatakan secara mutlak struktur pasar televisi sebagai monopolistik, karena sudah
banyak stasiun televisi baru, terutama swasta yang menjadi pesaing TVRI. Kepemilikan
media saat ini sudah jarang yang bersifat monopolistik, karena kepentingan-kepentingan
setiap individu atau kelompok yang ingin mendapatkan keuntungan dalam berbisnis.
Bila menganalisis model struktur pasar pertelevisian Indonesia, dapat dikatakan
kepemilikan media televisi sudah mulai menjadi oligopoli. Oligopoli menggambarkan
sebuah situasi ekonomi yang di sana ada beberapa pelaku usaha/penjual/produsen yang
menguasai sebuah komoditas tertentu. Indonesia dikatakan oligopoli melihat
perkembangan stasiun televisi Indonesia yang membentuk sebuah group dengan cara
mengakuisisi atau bekerja sama di dalam satu wadah. Indonesia berusaha tidak
menerapkan monopoli lagi mengingat status Indonesia sebagai Negara demokratis.
Stasiun televisi Indonesia yang semakin banyak, memberi kesempatan konsumen
untuk memilih acara yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya. Beberapa stasiun
televisi Indonesia yang menawarkan spesialisasi acara adalah:
1. TVRI. Kebanyakan kontennya adalah informasi dalam negeri, tentang
Indonesia. Terkadang mata acaranya pun kurang sesuai dengan selera anak
muda.
2. RCTI. Sebenarnya mata acara yang ditawarkan sangat beragam. Namun yang
paling menonjol saat ini adalah sinetron. Sinetron yang ditayangkan sudah
tidak lagi seminggu sekali, saat ini setiap hari dalam waktu yang berurutan
beberapa sinetron langsung ditayangkan dalam satu waktu (malam hari).
3. MNCTV. MCTV lebih dikenal dengan TPI sebagai televisi pendidikan. TPI
sering dianggap tidak sesuai dalam menawarkan acara. Tidak lagi
berhubungan dengan pendidikan, tetapi sesuatu yang jauh di luar pendidikan,
misalnya musik dangdut, sinetron mistis, humor lawak, dll.
4. SCTV. Ini mirip RCTI, memiliki tawaran acara yang beragam, namun
sinetron dan infotainment sedang menjamur di SCTV.
5. ANTV. Melihat situasi ANTV seperti kehilangan pamor disbanding stasiun
televisi lainnya. Semenjak MTV Asia dipindah ke stasiun TV lain, ANTV
seperti bingung harus ikut memproduksi acara apa supaya sama laris dengan
pesaingnya.
6. Indosiar. Sekelas RCTI dan SCTV, namun sekarang mulai sedikit peminatnya
dibandingkan pada tahun 1990-an. Sinetron yang ditawarkan adalah sinetron-
sinetron fiksi pada zaman kerajaan.
7. Metro TV. Metro TV cukup diperhitungkan sebagai salah satu stasiun TV
yang ajeg karena spesialisasinya tetap bertahan di bidang news dan edukasi
hingga 10 tahun.
8. Global TV. Stasiun televisi ini memang beragam mata acara yang ditawarkan,
namun saat ini Global masih fokus untuk menyediakan acara anak-anak
(kartun) berkolaborasi dengan Nickelodeon. MTV yang dulu sempat
menguasai awal siaran Global Tv, saat ini mulai dikurangi.
9. Trans TV. Saat ini Trans TV seperti sedang di puncak kesuksesan.
Keanekaragaman acara yang ditawarkan membuat Trans TV mampu
menyaingi RCTI, Indosiar, dan SCTV. Namun, lebih banyak menawarkan
hiburan, seperti reality show atau infotainment, dan box office.
10. TV One. TV One ingin menyaingi Metro TV. TV One menawarkan news
sepanjang hari, secepat mungkin memberitakan sebelum berita lain. Konsep
pembawaan berita dengan lebih santai membedakannya dengan Metro TV.
11. Trans 7. Stasiun TV yang sebelumnya bernama TV7. Namun, PT Trans
Corpora membeli hampir sebagian sahamnya dan pada tahun 2006 berganti
nama menjadi Trans 7. Selama 4 tahun, perkembangan Trans 7 sangat pesat.
Trans 7 menjadi stasiun televisi yang banyak memberikan acara edukasi
kepada anak-anak, seperti Si Bolang, Laptop Si Unyil, dll.
Dari sekian banyak stasiun televisi yang ada di Indonesia, seperti di atas,
memperlihatkan Indonesia mulai pandai berkiprah dalam bisnis media. Keuntungan yang
besar membuat semakin banyak dibangun stasiun TV baru yang mengudara di daerah
tertentu, misalnya TV Bogor, JakTV, Space Toon, Jogja TV, Bali TV, dll. Dari
jumlahnya saja sudah jelas tidak ada lagi dominasi media oleh satu produsen saja, tetapi
banyak produsen. Keberlangsungan dan ketahanan stasiun TV itu tergantung pada jumlah
penontonnya.
Contoh untuk memperjelas model kepemillikan media pertelevisian di Indonesia
yang bersifat oligopoli adalah:
• Jumlah stasiun televisi Indonesia semakin banyak karena melihat potensi
keuntungan yang besar karena media televisi masih menjadi media terlaris yang
digunakan oleh masyarakat Indonesia. Kebutuhan masyarakat, serta keinginana
masyarakat yang sering berubah-ubah membuat munculnya jenis-jenis acara baru
yang konsepnya berbeda dengan yang lain, walaupun kontennya sama. Paling
sering terlihat adalah infotainment. Hampir seluruh stasiun televisi membuat mata
acara infotainment dengan konsep yang berbeda padahal konten beritanya masih
sama tentang salah satu artis yang menikah. Perbedaan pengemasan ini yang
mempengaruhi konsumen untuk mau menonton dan berganti-ganti ke mata acara
infotainment yang lain. Misalnya persaingan antara Investigasi Selebriti dengan
Intens sebagai pengganti Silet, atau Was-was dengan Cek dan Ricek..
Bila melihat TV network antara beberapa stasiun televisi swasta Indonesia,
tampak jelas saat ini industri pertelevisian bersifat oligopoli. Paling jelas terlihat
adalah adanya MNC Group yang memayungi beberapa industri media, mulai dari
televisi, majalah, radio, dll. MNC Group sempat diduga memonopoli kepemilikan
media, karena MNC bergerak di semua bidang media. Namun, itu bisa dipatahkan
dengan adanya pesaing yang juga bergerak di komoditi yang sama yaitu Trans
Corpora. Walaupun sahamnya tidak lebih besar dibandingkan MNC, namun ini
membuktikan tidak ada lagi pasar monopoli yang hanya dikuasai oleh satu
produsen. Contoh TV berjaringan lainnya yang juga menjadi pesaing MNC
Group dan Trans Corpora adalah Star TV yang memayungi ANTV dan TV One.
• Banyaknya stasiun televisi yang baru saja berdiri memperlihatkan halangan untuk
bisa masuk ke industri yang sama tidaklah terlalu sulit. Mereka bisa dengan
mudah masuk, juga bisa dengan mudah keluar. Perilaku setiap perusahaan dapat
mempengaruhi keputusan lanjutan yang akan diambil oleh perusahaan lainnya.
Produknya juga banyak yang sejenis, namun ada juga yang dapat dibedakan.
Misalnya, produk news, terdiri dari kriminal, breaking news, investigasi, live
report, dan dialog interaktif.
• Persaingan yang ada bukan berdasarkan harga, tetapi pada produk atau konten
produk yang mereka tawarkan kepada penonton. Siapa yang paling kreatif
membuat suatu konsep acara dan konten yang unik, maka penonton pun mungkin
akan banyak yang menonton. Maka, keberlangsungan suatu perusahaan/stasiun
televisi tergantung pada banyaknya penonton yang mengkonsumsi acara-acara
yang ditawarkannya. Setiap perusahaan harus punya strategi masing-masing
untuk menekan perusahaan baru masuk. Selain itu persaingan non harga bisa
dilihat dari banyaknya pengiklan yang memasang di stasiun televisi tersebut (di
mata acaranya). Ini akan memberikan citra kepada stasiun TV itu. Kalau banyak
iklan, maka banyak yang suka dan menonton acara itu.
Bila mau mengklasifikasikan jenis struktur pasar yang digunakan di industri
pertelevisian Indonesia secara global, Indonesia sudah tidak lagi menerapkan system
monopolistik seperti dulu, hanya ada TVRI, tetapi sekarang banyaknya pesaing TVRI,
terutama penggabungan beberapa stasiun televisi untuk memperluas pasar, dapat
dikatakan industri pertelevisian Indonesia secara global bersifat oligopoli.

V Konvergensi Televisi dengan Tekonologi

Teori Konvergensi yang dikemukakan oleh William Louis Stern seorang ahli
psikologi dari Jerman, diasumsikan berdasarkan eksperimennya mengenai dua anak
kembar yang memiliki sifat keturunan yang sama, dipisahkan pada dua lingkungan yang
berbeda. Hasilnya adalah dua anak kembar ini akan memiliki sifat yang berbeda juga.
Teori ini merupakan teori gabungan (konvergensi) dari teori nativisme dan empirisme.
Teori ini mengatakan pembawaan, lingkungan, maupun pengalaman membawa peranan
penting yang dapat mempengaruhi perkembangan individu.
Bila dihubungkan dengan teknologi saat ini, teori konvergensi memberikan
pengaruhnya pada seluruh perubahan teknologi yang ada. Konvergensi diperlihatkan dari
adanya kombinasi industri, yaitu komputer, komunikasi, elektronik, hiburan, dan media
massa melalui beragam peralatan yang saling bertukar data secara digital. Contoh
sederhana saja adalah televisi yang saat ini semakin berkembang. Awalnya televisi
merupakan manifestasi dari imajinasi manusia yang berarti kita tidak lagi harus dipaksa
menciptakan teathre of mind seperti membaca novel dan mendengar radio, engan
keberadaan TV sudah cukup menggambarkan secara nyata dengan kekuatan audio dan
visualnya. Seiring berkembangnyan waktu dan konvergensi televisi juga membahana,
bisa terlihat dari meninkatnya fungsi / kegunaan televisi, berawal dari tv yang hanya bisa
dinikmati sebagai tontonan, secara bertahap bisa dinikmati untuk bermain game, lalu bisa
menikmati video sampai sekarang ini dapat menikmati layanan internet dalam 1 layar
saja. Berikut kita lihat

Google TV, Konvergensi Antara Internet dan Televisi

Friday, October 29, 2010

AMBISI pabrikan teknologi yang berpusat di Mountain View, California, Amerika


Serikat, Google Inc. untuk ikut nyemplung ke bisnis tayangan hiburan di tengah ruang
keluarga sepertinya mendekati kenyataan. Pasalnya, dalam waktu dekat ini, perusahaan
yang pertama berdiri di Kota Menlo Park, California 4 September 1998, akan
meluncurkan layanan yang menggabungkan tayangan acara televisi secara real-time serta
kemampuan untuk menjelajah dunia maya.

Keinginan Google untuk menyerbu ruang keluarga makin mendekati kenyataan. Layanan
tersebut akan dihadirkan Google di Amerika Serikat Desember mendatang. Untuk negara
lainnya, pihak Google menjanjikan akan diluncurkan 2011.

Lalu, layanan apakah yang sebentar lagi akan diluncurkan oleh Google yang akan
menyerbu ruang keluarga di Amerika Serikat serta negara lainnya pada 2011 mendatang?
Layanan tersebut adalah Google TV. Sebelum layanan ini secara resmi diluncurkan oleh
Google, sudah lebih dulu bocor di internet. Kemungkinan besar hal ini terjadi akibat ulah
dari seorang beta tester. Karena ulahnya itu, banyak blog yang mem-posting tentang
Google TV, salah satunya Engadget.
Pada posting pertamanya 17 Maret 2010 sudah memunculkan tentang rumor akan
keluarnya layanan Google TV, tetapi belum membahasnya secara detail. Baru pada
posting 21 Mei lalu, mereka membahasnya secara panjang lebar bahkan ikut pula
ditampilkan perangkat set-top box guna menikmati layanan Google TV.

Sekilas Google TV
SeLayanan ini pertama diumumkan pada konferensi Google Mei silam, kemudian
dipamerkan pada pameran elektronik Internationale Funkausstellung (IFA) di Berlin,
Jerman. Google TV merupakan upaya Google menghadirkan situs web ke layar televisi.
Apakah layanan ini berbayar seperti lazimnya semacam layanan televisi berlangganan
yang sudah kita kenal selama ini? Menurut CEO Google Eric Schmidt, layanan Google
TV akan tersedia secara gratis. Google akan bekerja sama dengan beragam penyedia
program dan produsen perangkat elektronik untuk Google TV. "Kami akan bekerja sama
dengan penyedia konten, tetapi hampir tak mungkin kami akan melakukan produksi
konten sendiri," tutur Schmidt, seperti dikutip Reuters dalam pidatonya di rangkaian
pameran Internationale Funkausstellung Berlin (IFA Berlin).

Beberapa nama vendor elektronik papan atas memang telah merespons baik soal rencana
Google menghadirkan Google TV, dan Sony adalah salah satunya. Dukungan Sony
tersebut diungkap saat konferensi Google yang diadakan di Moscone Center, San
Francisco, 19-20 Mei lalu. Dalam kesempatan tersebut, turut hadir CEO Sony Sir
Howard Stringer, CEO Logitech Gerald Quindlen, dan bos Adobe Shantanu Narayen.
Selain Sony, didukung pula oleh vendor perangkat elektronik asal Korea Selatan,
Samsung.

Sony dijadwalkan meluncurkan TV ter-anyar-nya pada 12 Oktober 2010. Istimewanya,


TV yang diklaim Sony sebagai TV internet pertama di dunia tersebut merupakan salah
satu produk home video yang di dalamnya tertanam built-in support Google TV.
Kabarnya TV internet Sony juga memiliki kemampuan untuk memutar format video
definisi tinggi Blue-ray. Selain Sony, didukung pula oleh pabrikan teknologi yang
berpusat Romanel-sur-Morges, Swiss, Logitech International S.A. melalui perangkat
Logitech Revue, yaitu perangkat berupa sebuah set-top-box yang bisa tersambung lewat
HDMI ke pesawat televisi. Alat itu dilengkapi keyboard sebagai remote control.

Selain qwerty, keyboard itu juga memiliki trackpad seperti yang yang ada pada laptop.
Kemudian, ada juga tombol kendali media (play, pause, rewind, dan seterusnya) serta
tombol fungsi lainnya. Selain lewat keyboard, kendali juga bisa dilakukan melalui
smartphone.

Untuk "otak" dari Google TV menjadi tugas bagi Intel untuk menyediakan teknologi
prosesor yang cocok digunakan untuk perangkat televisi pintar (Smart TV). Pihak Intel
bahkan telah mendemokan bagaimana kira-kira Google TV itu akan berjalan melalui
CEO Intel Paul Otellini serta ditemani Tech Marketing Manager Intel Art Webb,
memamerkan platform layanan yang disebut-sebut sebagai televisi pintar (Smart TV) itu
dalam gelaran Intel Developer Forum (IDF) 2010 yang dihelat di San Fransisco, Amerika
Serikat.

Dalam demo tersebut, terlihat bahwa layanan televisi masa depan ini dapat berjalan
mulus ketika berganti saluran dari TV menjadi akses internet. Bahkan, dalam satu layar
bisa ditampilkan dua display sekaligus yaitu internet dan TV. Webb mengatakan, layanan
TV pintar ini layaknya seperti akses internet pada umumnya. Anda bisa mencari suatu
informasi dalam mesin pencari Google maupun memutar video YouTube, sharing foto,
video atau peta dapat dinikmati melalui TV serta dapat berbagi game via situs jejaring
sosial facebook dan situs lainnya.

Tampilan menu

Menu pada layar terbilang cukup menjanjikan. Salah satu kategori menu adalah Aplikasi
yang berisi berbagai aplikasi yang berjalan di atas Google TV. Aplikasi tersebut di
antaranya Chrome, Facebook, Twitter, serta Napster. Ada juga menu YouTube dan
Amazon di sisi kiri layar. Menu YouTube tentunya untuk mengakses konten dari situs
sharing video YouTube, sedangkan menu Amazon kemungkinan besar merupakan salah
satu metode untuk membeli atau menyewa film digital.

Satu hal yang unik, Google TV memiliki menu What`s On TV. Dalam menu ini, acara
pada televisi (baik TV kabel atau lainnya) akan dipilah dalam kategori seperti Movies,
Sports, dan Music. Sebagai contoh, jika kita klik kategori Movies, akan muncul acara
televisi berupa film yang sedang ditayangkan. Ditampilkan juga berapa menit lagi waktu
yang tersisa untuk menyaksikan acara tersebut
Daftar Pustaka:

Effendy, Heru, 2008, Industri Pertelevisian Indonesia, Jakarta : Penerbit Erlangga


Burke, Peter, Asa, Briggs, 2006, Sejarah Sosial Media : Dari Gutenberg Sampai Internet,
Jakarta : Yayasan Obor Indonesia
http://organisasi.org/daftar_stasiun_televisi_lokal_dan_nasional_yang_bisa_ditangkap_di
_jakarta (17 Februari 2010)
http://koranbaru.com/daftar-10-stasiun-televisi-swasta-pertama-di-indonesia/
(17 Februari 2010)
http://bambangsukmawijaya.wordpress.com/category/kajian-media/ (17 Februari 2010)
http://misteridigital.wordpress.com/2007/09/24/sejarah-televisi/ (19 Februari 2010)
http://lisa-thomberrys.blogspot.com/2009/10/teori-perkembangan-teori-konvergensi.html
TELEVISI

Paskalia Pramita (03615)


Brigitta Agni (03630)
Yosef Pramudito (03096)

You might also like