Professional Documents
Culture Documents
Pendahuluan
Salah satu kuman patogen yang sering menjadi penyebab infeksi adalah
Staphylococcus aureus dengan manifestasi infeksi yang ringan hingga berat.
Meskipun mortalitas yang ditimbulkan menurun sejak 50 tahun terakhir, namun
tidak demikian dengan kejadian resistensi terhadap preparat antimikroba. Hal ini
disebabkan oleh adanya suatu enzim yang dihasilkan S.aureus terhadap penicillin,
yaitu penicillinase (β -laktamase).
Staphylococcus aureus sebelumnya sensitif terhadap penisilin pada tahun-
tahun awal penggunaan antibiotik beta laktam di klinik. Pada tahun 1940-an,
resistensi terhadap penisilin generasi pertama muncul dari strain beta laktamase kelas
A. Menanggapi tantangan tersebut, akhirnya tercipta beta laktamase generasi kedua
dari penisilin, termasuk diantaranya methicillin yang diperkenalkan pada tahun 1959.
Pada tahun 1961, strain Staphylococcus aureus yang tahan terhadap methicillin dan
beta laktam lain muncul pertama kali di Inggris, strain ini dikenal sebagai
methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA)1
Morfologi
S.aureus sudah dikenal sebagai penyebab infeksi sejak tahun 1882 oleh Ogston.
Mikroorganisme ini merupakan flora yang juga ditemukan pada area perianal,
inguinal, aksila dan hidung (nares anterior). Sekitar 11-32% individu sehat
mempunyai mikroorganisme ini dan 25% ditemukan pada tenaga kesehatan rumah
sakit. Persentase tersebut lebih tinggi lagi pada pengguna obat suntik, pasien dengan
masalah kulit dan pengguna infus. Individu-individu karier yang terpapar ini
mempunyai makna klinis karena berresiko lebih tinggi terjadi infeksi dibandingkan
bukan karier.3,5
Penggunaan antibiotik mulai berkembang pada awal abad 20 oleh Paul Ehrlich dan
kemudian pada tahun 1928 Alexander Fleming menemukan Penicillin notatum.
Sejak itu penggunaan antibiotik berkembang pesat. S.aureus merupakan
mikroorganisme prokariota gram positif yang sensitif terhadap preparat penicillin
yang merupakan golongan antibiotik beta laktam. Terdapat 4 golongan antibiotik
beta laktam; penisilin, sefalosporin, monobaktam dan karbapenem. Struktur beta
laktam merupakan rantai yang terdiri dari 3 ion karbon dan 1 ion hidrogen, stuktur
ini berperan pada kerja obat terhadap mikroorganisme. Struktur tersebut merupakan
analog dari komponen peptida D-alanyl –D-alanine yang terdapat pada peptidoglikan
sehingga struktur beta laktam tersebut yang akan berikatan dengan PBP dan terjadi
inhibisi reaksi transpeptidase.5
Mekanisme resistensi
Resistensi antibiotik terdiri dari resistensi natural dan aquired. Resistensi natural
disebabkan aktivitas antibiotik yang berkurang dari spektrum biasanya, sedangkan
resistensi aquired disebabkan oleh peningkatan minimal inhibitory concentration
(MIC). Peningkatan faktor yang menentukan efektifitas suatu antibiotik ini dapat
terjadi lambat (resistensi aquired relatif) ataupun cepat (resistensi aquired absolut),
yang disebut terakhir disebabkan oleh suatu mutasi gen. Resistensi antibiotik beta
laktam disebabkan oleh salah satu dari mekanisme berikut; inaktivasi oleh enzim
beta-laktamase, modifikasi target PBP, penurunan kemampuan antibiotik terhadap
PBP dan adanya pompa efluks. Enzim beta-laktamase merupakan penyebab utama
resistensi, lebih dari 100 macam enzim sudah diidenfikasi oleh bermacam
mikroorganisme. Staphylococcus aureus, spesies haemophillus dan E.coli
menghasilkan enzim yang hanya bekerja pada penisilin, sedangkan Pseudomonas
aeruginosa dan spesies enterobacter menghasilkan enzim yang bekerja pada
penisilin dan sefalosporin. Resistensi terhadap komponen beta laktam yang tidak
terhidrolisis oleh enzim-enzim beta laktamase seperti methicillin, oxacillin, nafcillin,
cloxacillin dan dicloxacillin disebut dengan resistensi intrinsik atau resistensi
methicillin. Resistensi ini disebabkan oleh perubahan afinitas penicillin binding
protein 2a (PBP2a) akibat mutasi gen mecA. Antibiotik beta laktam dapat
menghambat target PBP pada strain Staphylococcus aureus yang sensitif, proses ini
merusak langkah akhir dalam biosintesis dinding sel yang menyebabkan kematian
bakteri. PBP 2a bersifat refraktori dalam menghambat semua antibiotik beta laktam
yang tersedia. Jika antibiotik beta laktam menghambat PBP pada Staphylococcus
aureus biasa, maka pada PBP2a yang tidak sensitif terhadap beta laktam, ia akan
mengambil alih fungsi biosintetisnya sendiri. 1,3,5
Penyebab kedua resistensi antibiotik beta laktam disebabkan perubahan afinitas PBP
terhadap struktur beta laktam dan hal ini terjadi pada methicillin resistance
staphylococcus dan penicillin resistance pneumococcus. Resistensi akibat penurunan
kemampuan antibiotik berikatan dengan PBP hanya terjadi pada spesies gram negatif
akibat impermeabilitas membran luar. Pada gram negatif, antibiotik terlebih dahulu
melalui porin yang berada pada membran luar sel dan kemudian baru masuk
kedalam sel, sehingga pada mikroorganisme gram positif yang tidak mempunyai
struktur kanal tersebut menyebabkan mengurangi kemampuan obat masuk kedalam
sel. Selain itu mikroorganisme gram negatif mempunyai pompa efluks sehingga
dapat memompa antibiotik yang sudah berada dalam ruang periplasmik kembali
keluar sel.2,3,5
Methicillin Resistance Staphilococcus aureus (MRSA)
Peranan pemeriksaan laboratorium yang cepat dan akurat masih merupakan kendala
dalam identifikasi MRSA, diperlukan waktu lebih dari 48 jam untuk pemeriksaan
tersebut. Isolasi mikroorganisme sering kali menggunakan media padat yang
mengandung oksasilin dan natrium klorida. Metode identifikasi menggunakan teknik
molekular dengan cara mendeteksi gen mecA mempunyai keunggulan dalam
kecepatan dan saat ini dikembangkan untuk menjadi baku emas identifikasi MRSA
kendati masih memerlukan waktu minimal 24 jam untuk kultur. 4,5
Tatalaksana
Penanganan infeksi MRSA dapat dengan preventif dengan pengendalian infeksi dan
kuratif. Pengendalian infeksi dilakukan dengan higiene tangan, penapisan dan isolasi
pasien, eradikasi kolonisasi, kebersihan lingkungan. Sedangkan terapi
medikamentosa menggunakan preparat vancomisin, teicoplanin, linezolid,
quinupristin/dalfopristin dan beberapa preparat lain yang masih dapat digunakan
seperti kotrimoksazol.1,5
Higiene tangan berperan pada transmisi infeksi nosokomial pada pekerja kesehatan,
namun kesadaran akan hal tersebut masih rendah, bahkan pada suatu rumah sakit
pendidikan saja hanya 48% yang mematuhi hal tersebut. Cara mencuci tangan
merupakan hal yang harus diketahui dengan baik, penggunaan sabun yang
mengandung alkohol akan mengurangi waktu yang diperlukan untuk mencuci
tangan. Hal ini berguna pada instalasi intensif yang mobilisasinya lebih cepat
dibandingkan instalasi rawat biasa.
Reservoir MRSA dapat berasal dari kolonisasi dan proses infeksi. Dilaporkan
kolonisasi dan infeksi MRSA pada seseorang berkaitan erat dengan jumlah pasien
yang mempunyai MRSA saat perawatan. Hal ini menyebabkan pentingnya
identifikasi dini guna melakukan isolasi dan pengendalian infeksi. Penapisan
dilakukan minimal setiap minggu dengan pengambilan sampel dari hidung dan
perineum. Jika didapatkan hasil positif maka sebaiknya dilakukan isolasi pasien
namun hal ini dianggap sama efektifnya dengan pengaturan penggunaan antibiotik.
Eradikasi kolonisasi MRSA tidak banyak diyakini efektifitasnya, namun mupirosin
topikal dapat mengurangi jumlah kolonisasi. Penularan melalui faktor lingkungan
perlu menjadi perhatian tersendiri dan kemampuan S.aureus hidup saat berada
dilingkungan menentukan transmisi cara ini. Beberapa penelitian melaporkan
kemampuan hidup mikroorganisme ini pada lingkungan rumah sakit dapat bertahan
dalam 24 jam bahkan jika berada pada material poliester dan polietilen akan bertahan
56 hari dan 90 hari. 1,2,5
Kesimpulan
S.aureus merupakan mikroorganisme patogen yang sering menjadi penyebab infeksi.
Peran enzim beta laktamase berperan pada kejadian resistensi antibiotik dan MRSA
dapat ditemukan pada komonitas dan rumah sakit. Faktor resiko kolonisasi atau
infeksi MRSA ditentukan oleh beberapa hal seperti penggunaan antibiotik,
perawatan intensif, interaksi dengan rumah sakit serta beberapa kondisi seperti
diabetes, sirosis, transplantasi hepar serta pengguna kortikosteroid. Tatalaksana
dapat dilakukan dengan preventif dan medikamentosa.
Daftar Pustaka