You are on page 1of 26

Pengadaan Lahan untuk

KEPENTINGAN PUBLIK
PERBEDAAN BARANG PUBLIK &
BARANG PRIBADI

Secara umum, perbedaan antara barang publik dan barang pribadi :

- Pertukaran barang pribadi dlm mekanisme pasar tidak akan


menghasilkan eksternalitas

- Pertukaran barang publik dapat menimbulkan eksternalitas


(manfaat eksternalitas dan beban ekternalitas) kepada pihak lain.
Secara rinci, alasan terjadinya perbedaan antara
barang publik dengan barang pribadi adalah sbb:
 Karena kegagalan mekanisme pasar
o Mekanisme pasar hanya sesuai untuk penyediaan barang privat 
adanya hak eksklusif bagi pembeli
o Barang publik tidak dapat disediakan melalui mekanisme pasar
 Ditinjau dari proses penyediaan barang publik
o Berapa jumlah yg hrs disediakan
o Jenis & kualitas barang publik
 Konsumen dapat memilih sebagai free rider atas apa yang disediakan
oleh pemerintahDitinjau dari tingkat output yang efisien
o Barang pribadi  marginal social benefit = marginal social cost
o Barang publik  marginal social benefit > marginal social cost
Pentingnya Sektor Publik

 Tanggung jawab pemerintah :


• Penyediaan pertahanan nasional
• Keadilan sosial
• Pekerjaan umum

 Alasan perlunya aktivitas publik dilakukan oleh pemerintah [John Stuart Mill
(1921)] :
• Memelihara perdamaian & melindungi masyarakat terhadap serangan
dari dalam maupun dari luar  perlu pertahanan nasional
• Pemerintah harus bersifat inferior dalam kegiatan industri &
perdagangan  kegiatan ini biasanya dilakukan oleh sektor swasta
• Individu akan lebih percaya diri apabila mengerjakan sesuatu untuk
kepentingannya sendiri  untuk barang publik / kepentingan publik
perlu pemerintah
Alasan-alasan di atas selanjutnya diterapkan dalam ekonomi kapitalis, namun
akhirnya gagal karena mekanisme pasar dlm sistem kapitalis mempunyai
beberapa kelemahan :
 Adanya barang publik  tdk dapat disediakan oleh pasar
 Adanya perbedaan:
• Biaya pribadi & biaya sosial
• Manfaat pribadi & manfaat sosial
• Sehingga perlu pemerintah untuk mengelola biaya & manfaat
Sosial
 Adanya risiko yg sangat besar yg tdk mungkin dikelola oleh swasta
 Adanya sifat monopoli dlm bidang usaha tertentu
 Adanya inflasi & deflasi yg tdk dpt diselesaikan scr otomatis oleh
mekanisme pasar
 Adanya distribusi pendapatan yang tdk merata antar pelaku ekonomi
pasar
Penataan Proses Pengadaan Lahan
Pengadaan lahan untuk pembangunan kepentingan publik atau yang lebih
dikenal dengan pembebasan lahan (land acquisition) di Indonesia secara umum
dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu:
1. Tahap persiapan atau sebelum pembebasan lahan (pre-land acquisition),
• proses sosialisasi proyek dan ;
• rencana pangadaan lahan kepada masyarakat.
2. Tahap pengadaan lahan (land acquisition process),
• proses pengukuran,
• penentuan harga sampai pada pembayaran dan ;
• eksekusi lahan.
3. Tahap setelah atau pasca pembebasan (post-land acquisition),
• rencana kegiatan yang akan dilakukan setelah eksekusi lahan seperti upaya
pemukiman kembali (resettlement) dan ;
• pemulihan ekonomi rumah tangga masyarakat terkena dampak langsung (living
recovery).
Tahapan dan Aktivitas dalam Program Pengadaan Lahan
untuk Pembangunan
Pra-Pembebasan Lahan

Sebelum dimulainya musyawarah antar pihak dalam proses


pembebasan lahan, maka ada dua aktivitas yang dapat dilakukan guna
mendorong efektivitas musyawarah antar pihak, yaitu
• sosialisasi dan ;
• pelembagaan pihak-pihak.

Sosialisasi dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan dengan


program sosialisasi mencakup :
• ruang lingkup proyek,
• proses pengadaan lahan dan rencana pengendalian dampak sosial,
• budaya dan ekonomi serta;
• lingkungan pasca pelaksanaan proyek.
Pra-Pembebasan Lahan
Untuk mencapai proses sosialisasi yang efektif, maka penataan kelembagaan
yang perlu sebelum dilakukan proses pembebasan lahan adalah:
Tahap 1. Berdasarkan Perpres 36/2005 dan Perpres 65/2006, maka
pemerintah dapat membentuk lembaga yang akan melakukan proses
sosialisasi proyek dan proses pembebasan lahan kepada masyarakat terkena
dampak.
Pembentukan kelembagaan yang dilakukan adalah:
a. Pembentukan Panitia Pengadaan Tanah (P2T) dengan struktur organisasi
adalah Sekretaris Daerah (SEKDA) sebagai ketua dan Kepala Pertanahan
setempat sebagai Sekretaris, serta anggota dari berbagai instansi atau
lembaga pemerintah terkait proyek, antara lain Dinas PU, Pertanian,
Perhubungan, Kehutanan, BAPPEDA.
b. Pembentukan atau penunjukan Tim Penilai Independen (TPI) dengan
keanggotaan yang bebas dari kepentingan pihak terkait dengan upaya
pengadaan lahan tetapi tetap berkoordinasi dengan pemerintah.
Pra-Pembebasan Lahan
Tahap 2. Sosialisasi tahap pertama oleh P2T dan TPI yang dibentuk oleh
pemerintah dengan menggunakan pendekatan partisipatif (melibatkan
individu-individu yang dianggap sebagai tokoh dan dipercaya masyarakat),
dengan cakupan materi sosialisasi antara lain:
Tahap 3.
a. Rencana pembangunan proyek dan hubungannya dengan upaya
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
b. Lahan masyarakat yang terkena dampak dan berbagai proposisi tentang
proyek pembangunan untuk kepentingan publik,
c. Dampak positif dan negatif yang akan diterima masyarakat akibat
pembangunan proyek tersebut,
d. Rencana kerja pemerintah dalam menindaklanjuti dampak proyek
terutama terkait dengan dampak negatif proyek, dan
e. Proses pengadaan lahan yang akan dilakukan oleh pemerintah melalui
P2T dan TPI termasuk peran kedua lembaga dalam proses pengadaan
lahan.
Pra-Pembebasan Lahan

Tahap 4. Pada tahapan ini masyarakat diberi waktu untuk memilih apakah
akan menggunakan perwakilan dalam negosiasi atau negosiasi secara
individual. Pembentukan kuasa masyarakat atas hasil kesepakatan
masyarakat yang dilakukan secara musyawarah. Pasal 9 ayat 2 dan 3 Perpres
65/2006, menyatakan dalam hal jumlah pemegang hak atas tanah tidak
memungkinkan terselenggaranya musyawarah secara efektif, maka
musyawarah dilaksanakan oleh P2T dan Instansi Pemerintah atau
Pemerintah Daerah yang memerlukan tanah dengan wakil-wakil yang
ditunjuk di antara dan oleh para pemegang hak atas tanah, yang sekaligus
bertindak selaku Kuasa Masyarakat. Penunjukan wakil atau kuasa dari para
pemegang hak sebagaimana dimaksud harus dilakukan secara tertulis,
bermaterai cukup yang diketahui oleh Kepala Desa/Lurah atau surat
penunjukan/kuasa yang dibuat di hadapan pejabat yang berwenang.
Pra-Pembebasan Lahan
Tahap 5. Sosialisasi tahap kedua secara bersama-sama setelah
dilakukan musyawarah antara P2T, TPI dan Kuasa Masyarakat tentang
pendekatan yang akan digunakan.
Cakupan materi sosialisasi tahap kedua antara lain:
a. Waktu dan proses identifikasi dan inventarisasi yang akan
dilakukan oleh P2T dan TPI.
b. Proses negosiasi yang akan dilakukan dengan prinsip kesetaraan
antara berbagai pihak yang terlibat melalui kuasa masyarakat.
c. Tugas dan peran kuasa masyarakat dan masyarakat itu sendiri
dalam proses negosiasi yang akan dilakukan, dan
d. Metode penentuan nilai ganti rugi yang akan dilakukan serta
penyampaian keberatan oleh masyarakat.
Proses Pembebasan Lahan

Tahapan proses pengadaan lahan untuk kepentingan publik, yaitu;


(1) Inventarisasi dan Identifikasi
Pada tahap ini dilakukan penentuan dan pengukuran lokasi lahan
yang akan dibebaskan serta luas, volume aset dan kepemilikan
lahan masyarakat. Pengukuran lahan merupakan salah satu
kegiatan dan berdasarkan studi kasus Waduk Jatigede proses ideal
yang dapat diterima semua pihak
a. Pengukuran yang dilakukan oleh P2T dan TPI dengan
disaksikan oleh pemilik lahan dan tokoh masyarakat serta
disaksikan oleh pemilik lahan lain yang berbatasan dengan
lahan yang diidentifikasi. Hal ini dilakukan guna meminimalisir
terjadinya sengketa lahan baik dalam keluarga maupun dengan
pihak lain (pemilik lahan berbatasan).
Proses Pembebasan Lahan

b. Pengumuman atau sosialisasi hasil identifikasi guna memberi


kesempatan kepada masyarakat pemilik lahan untuk
menyampaikan keberatan. Penyampaian keberatan dengan batas
waktu tertentu disampaikan melalui Kuasa Masyarakat kepada P2T.
c. Reidentifikasi atau pengukuran ulang dapat dilakukan jika
masyarakat yang menyampaikan keberatan menyampaikan bukti
tertentu bahwa hasil pengukuran dianggap tidak akurat dan ada
komplain dari masyarakat lain.
d. Sosialisasi hasil inventarisasi dan identifikasi final sebagai
kesepakatan akhir tentang luas dan volume aset yang akan
dibebaskan. Untuk mengatasi berlarut-larutnya tahapan ini maka
pemerintah melalui P2T dapat membatasi waktu dan frekuensi
penyampaian keberatan oleh masyarakat berdasarkan aturan
yang berlaku.
Proses Pembebasan Lahan

(2) Negosiasi dan Penentuan Nilai Ganti Rugi


Faktor utama yang perlu dipahami bersama adalah nilai ganti rugi
(NGR) tidak selalu nilainya sama dengan nilai lahan dan aset.
Penentuan nilai ganti rugi mencakup juga biaya-biaya yang timbul
akibat terjadinya pengambilalihan lahan untuk tujuan
pembangunan kepentingan publik. Nilai ganti rugi hanya akan sama
dengan harga jika pembebasan lahan dilakukan pada lahan kosong,
sedangkan untuk lahan yang memiliki aset dan memiliki fungsi sosial
dan ekonomi akan memiliki nilai lebih besar dibanding harga lahan.
Proses Pembebasan Lahan
Secara mendasar berdasarkan tipe dan fungsi lahan yang ada, maka
terdapat stratifikasi Nilai Ganti Rugi (NGR) yang dapat digunakan, sebagai
berikut:
1. Pada lahan kosong dan tidak dimanfaatkan nilai ganti sama dengan
harga lahan dan aset yang dibebaskan, atau;
NGR = NL
2. Pada lahan perumahan dan pemukiman nilai ganti rugi merupakan
akumulasi nilai lahan dan aset dengan biaya yang dibutuhkan untuk
pindah (Resettlement Cost/RC). Perhitungan nilai ganti rugi untuk lahan
perumahan dan pemukiman, adalah;
NGR = NL + RC
Resettlement Cost hanya diberikan kepada masyarakat yang pindah
secara swadaya, tetapi untuk pemindahan yang dilakukan oleh
pemerintah seperti melalui program transmigrasi lokal, antar daerah
atau pulau maka tidak ada unsur RC dalam nilai ganti rugi. Penggunaan
pendekatan RC ini akan memberikan pilihan bagi masyarakat, apakah
akan pindah secara swadaya atau ikut dalam program relokasi oleh
pemerintah.
Proses Pembebasan Lahan
3. Pada lahan usaha seperti pertanian dan perdagangan (toko, warung
dan pabrik) disamping nilai lahan dan biaya pemindahan juga
mencakup biaya kesempatan (opportunity cost) berupa kehilangan
pendapatan sementara. Biaya ini disebut sebagai biaya pemulihan
kehidupan (Living Recovery Cost/LRC) yang dapat diberikan sebagai
kompensasi kehilangan sumber pendapatan atau subsidi rumah tangga
sampai pada saat usaha mereka kembali normal. Pendekatan nilai ganti
rugi untuk lahan usaha, adalah;
NGR = NL + LRC
4. Pada kasus-kasus pengadaan lahan untuk proyek pembangunan
kepentingan umum yang berada pada suatu hamparan luas seperti
dalam kasus Waduk Jatigede, maka akan terdapat masyarakat yang
sekaligus kehilangan lahan usaha dan pemukiman. Pendekatan nilai
ganti rugi untuk kasus seperti ini adalah;
NGR = NL + RC + LRC
Proses Pembebasan Lahan

(3) Pembayaran
Pembayaran dilakukan sebagai awal proses eksekusi lahan untuk
dibebaskan dan dilakukan setelah semua prosedur negosiasi
dilakukan.
Pasca Pembebasan Lahan
Persoalan pasca pembebasan lahan lebih dominan ditemui pada pengadaan
lahan untuk proyek pembangunan kepentingan publik pada suatu hamparan
yang luas seperti waduk, lapangan terbang dan pelabuhan.
Aktivitas pasca pembebasan atau eksekusi lahan pada kasus seperti ini
memberikan berbagai pilihan alternatif bagi masyarakat maupun
pemerintah. Pilihan bagi masyarakat adalah resettlement secara swadaya
atau mengikuti program yang telah dirancang oleh pemerintah tetapi kedua
pilihan memberikan konsekuensi berupa biaya relokasi (resettlement cost)
dan pemulihan kehidupan (living recovery cost).
Sebagaimana landasan hukum dalam proses pengadaan lahan untuk
kepentingan publik, bahwa kewajiban pemerintah adalah menanggung
semua biaya yang timbul akibat pembebasan lahan. Pemberian bantuan
biaya pindah bagi yang memilih swakarsa, dan biaya pengembangan
pemukiman baru oleh pemerintah menjadi sesuatu yang wajar, sedangkan
subsidi biaya hidup dalam jangka waktu tertentu dan didasarkan perhitungan
dampak dapat dijadikan pilihan dalam mengatasi dampak sosial pembebasan
lahan.
Diagram Alir Kerangka Kajian Alternatif
Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan
Nota Kesepakatan antara Pemerintah Kota Yogyakarta
dengan DPRD Kota Yogyakarta

Nomor 02/NKB/2008
02/NKB/DPRD/2008
Tanggal 29 Januari 2008

Tentang
Prioritas dan Plafon Anggaran
Tahun Anggaran 2008
Prioritas pembangunan Kota Yogyakarta tahun 2008 :
1. Pembangunan Pariwisata berbasis budaya
2. Meningkatkan upaya mewujudkan pendidikan berkualitas
3. Peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan daerah
4. Penanggulangan kemiskinan dan pengangguran
5. Mewujudkan Yogyakarta Kota sehat
6. Pencegahan korupsi, kolusi dan nepotisme dalam
mewujudkan pemerintah yang bersih
7. Pelaksanaan reformasi birokrasi dalam rangka mewujudkan
tata kelola pemerintahan yang baik
8. Pembangunan sarana dan prasarana berkualitas
9. Peningkatan kualitas lingkungan
10. Pengurangan risiko bencana
Pembangunan sarana dan prasarana berkualitas :
1. Program Perbaikan/ Pemeliharaan Saluran Irigasi dan Drainase
2. Pengembangan Detail Tata Ruang Kawasan dan Rencana Rinci Kawasan
3. Rebah/Pemeliharaan Jalan dan Jembatan
4. Pembangunan Prasarana dan Fasilitas Perhubungan
5. Rehabilitasi dan Pemeliharaan Prasarana dan Fasilitas Lalu-lintas Angkutan Jalan
(LLAJ)
6. Peningkatan Pengaturan Lalu Lintas
7. Pengelolaan Prasarana dan Sarana Dasar Lingkungan Permukiman, Pemeliharaan
dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman
8. Perbaikan/Pemeliharaan Penerangan Jalan Umum
9. Peningkatan Pelayanan Angkutan
10. Peningkatan Kesiapsiagaan Penanggulangan Bencana Alam
11. Peningkatan Kesiapsiagaan dan Pengendalian Bahaya Kebakaran
12. Pengembangan Kinerja Pengelolaan Persampahan
13. Pengembangan Kinerja Pengelolaan Air Limbah
14. Pengelolaan Ruang terbuka Hijau
RUANG LINGKUP KEPPRES 80/2003
TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

• PENGADAAN YANG DILAKSANAKAN PENYEDIA BARANG/JASA


– Pembiayaan Pengadaan
– Tugas Pokok dan Persyaratan Para Pihak
– Jadual Pelaksanaan Pemilihan Penyedia Barang/Jasa
– Penyusunan Harga Perkiraan Sendiri
– Prakualifikasi dan Pascakualifikasi
– Prinsip Penetapan Sistem Pengadaan
– Sistem Pengadaan Barang/Jasa Pemborongan/Jasa Lainnya
– Sistem Pengadaan Jasa Konsultansi
– Pejabat yang Berwenang Menetapkan Penyedia Barang/ Jasa
– Sanggahan Pemilihan Penyedia Barang/Jasa, Pengaduan Masyarakat, dan Pelelangan atau
Seleksi Gagal
– Kontrak Pengadaan Barang/ Jasa
• SWAKELOLA
• PENDAYAGUNAAN PRODUKSI DALAM NEGERI DAN PERAN SERTA USAHA KECIL TERMASUK KOPERASI KECIL
– Pengadaan Barang/Jasa yang dibiayai Dana Dalam Negeri
– Pengadaan Barang/Jasa yang dibiayai Dana Pinjaman/ Hibah Luar Negeri
– Keikutsertaan Perusahaan Asing
– Preferensi Harga
– Penggunaan Produksi Dalam Negeri
– Peran Serta dan Pemaketan Pekerjaan Untuk Usaha Kecil Termasuk Koperasi Kecil
Prinsip Dasar Keppres 80 Tahun 2003

• Efisien
• Efektif
• Terbuka dan bersaing
• Transparan
• Adil/tidak diskriminatif
• Akuntabel
Pokok-pokok gagasan dalam Keppres 80/2003

 Menyederhanakan prosedur;
 Mengurangi ekonomi biaya tinggi;
 Mendorong persaingan usaha yang sehat;
 Mengefektifkan perlindungan dan perluasan
peluang usaha kecil;
 Meningkatkan penggunaan produksi dalam negeri;
 Menjamin konsistensi ketentuan-ketentuan
pengadaan barang dan jasa; dan
 Mendorong peningkatan profesionalitas pengelola
proyek.

You might also like