You are on page 1of 19

MAKALAH PROFESI KEPENDIDIKAN

“KODE ETIK GURU INDONESIA DAN PERKEMBANGAN


PERANAN KEPROFESI DI INDONESIA”

Disusun Oleh:
Asia Kurniasari
Ana Maryam
Rozalia Fatimah
Septi Rezeki Mulyani Siregar
Ismel Dwi Pratiwi
Seprina andriani
KODE ETIK GURU INDONESIA DAN PERKEMBANGAN PERANAN
KEPROFESI DI INDONESIA

A. Pendahuluan

Menurut UUD 1945 pasal 1 berbunyi “tiap-tiap warga Negara berhak


mendapatkan pengajaran”. Berdasarkan pasal ini jelas bahwa semua warga negara tanpa
terkecuali berhak mendapatkan pendidikan. Tujuan utamanya agar generasi muda penerus
bangsa dapat memajukan negara Indonesia ini.

Berkaitan dengan itu, visi Menteri Pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo


memandang bahwa pendidikan pendidikan sebagai proses pembentukan manusia seutuhnya.
Untuk mewujudkan visi ini dibutuhkan dana memadai(aspek kuantitatif) dan tenaga pendidik
yang profesional (aspek kualitatif).

Ditinjau dari aspek kuantitatif, Mendiknas lebih lanjut mewacanakan guru akan
makin dimanusiawikan dengan menaikkan gaji untuk memperbaiki mutu pendidikan
nasional. Dengan kesejahteraan yang terjamin, para guru akan bangga dengan profesinya,
mampu membeli buku, dan mempunyai waktu luang untuk belajar. Pada prinsipnya,
menaikkan anggaran pendidikan selalu disebut sebagai conditio sine qua non (syarat mutlak).

Namun, pembangunan dalam pendidikan seharusnya tidak dipahami dari aspek


kuantitatif saja, akan tetapi aspek kualitatif juga perlu diperhatikan. Dalam konteks ini guru
adalah jantungnya. Tanpa guru yang profesional meskipun kebijakan pembaharuan secanggih
apapun akan berakhir sia-sia.

Berdasarkan uraian di atas, makalah ini akan membahas bagaimana etika guru
profesional dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan sesuai denga visi yang telah
ditetapkan. Uraian dalam makalah ini di mulai bagaimana etika guru profesional terhadap
peraturan perundang-undangan, etika guru profesional terhadap peserta didik, etika guru
profesional terhadap pekerjaan, dan diakhiri dengan menguraikan etika guru profesional
terhadap tempat kerjanya.
B. Pengertian kode etik dan profesi
Etika berasal dari bahasa yunani yaitu kata “ethos” yang berarti suatu kehendak atau
kebiasaan baik yang tetap. Yang pertama kali menggunakan kata-kata itu adalah seorang
filosof Yunani yang bernama Aris Toteles ( 384 – 322 SM ). Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia Etika / moral adalah ajaran tentang baik dan buruk mengenai perbuatan, sikap,
kewajiban dan sebagainya.Menurut K. Bertenes, Etika adalah nilai-nilai atau norma-norma
yang menjadi pegangan bagi seseorang dalam mengatur tingkah lakunya.

Sedangkan Profesional adalah merupakan yang ahli dibidangnya, yang telah memperoleh
pendidikan atau pelatihan khusus untuk pekerjaannya tersebut. Profesional merupakan suatu
profesi yang mengandalkan keterampilan atau keahlian khusus yang menuntut pengemban
profesi tersebut untuk terus memperbaharui keterampilannya sesuai dengan perkembangan
teknologi.

Untuk menjadi seseorang yang profesional, seseorang yang melakukan pekerjaan dituntut
untuk memiliki beberapa sikap sebagai berikut :
1. Komitmen Tinggi
Seorang profesional harus mempunyai komitmen yang kuat pada pekerjaan yang
sedang dilakukannya.
2. Tanggung Jawab
Seorang profesional harus bertanggung jawab penuh terhadap pekerjaan yang dilakukannya
sendiri.
3. Berpikir Sistematis
Seorang yang profesional harus mampu berpikir sitematis tentang apa yang dilakukannya dan
belajar dari pengalamannya.
4. Penguasaan Materi
Seorang profesional harus menguasai secara mendalam bahan / materi pekerjaan yang sedang
dilakukannya.
5. Menjadi bagian masyarakat profesional
Seyogyanya seorang profesional harus menjadi bagian dari masyarakat dalam lingkungan
profesinya.

Setiap profesi harus mempunyai kode etik profesi.Dengan demikian, jabatan dokter, notaris,
arsitek, guru, dan lain-lain yang merupakan bidang pekerjaan profesi mempunyai kode etik.
Sama halnya dengan kata profesi sendiri, penafsiran tentang kode etik juga belum memiliki
pengertian yang sama. Sebagai contoh, dapat dicantumkan beberapa pengertian kode etik,
antara lain sebagai berikut:

Menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian jelas


menyatakan bahwa “Pegawai Negeri/Sipil mempunyai Kode Etik sebagai pedoman sikap,
tingkah laku dan perbuatan di dalam dan di luar kedinasan.” Dalam penjelasan Undang-
undang tersebut dinyatakan bahwa dengan adanya Kode Etik ini, pegawai negeri sispil
sebagai aparatur Negara, abdi negara, dan abdi masyarakat mempunyai pedoman sikap,
tingkah laku, dan perbuatan dalam melaksanakan tugasnya dan dalam pergaulan hidup sehari-
hari. Selanjutnya, dalam Kode Etik Pegawai Negeri Sipil itu digariskan pula prinsip-prinsip
pokok tentang pelaksanaan tugas dan tanggung jawab pegawai negeri.Dari urai ini dapat kita
simpulkan, bahwa kode etik merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan di dalam
melaksanakan tugas dan dalam hidup sehari-hari.

Dalam pidato pembukaan Kongres PGRI XIII, Basuni sebagai Ketua Umum PGRI
menyatakan bahwa Kode Etik Guru Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman
tingkah laku guru warga PGRI dalam melaksanakan panggilan pengabdiannya bekerja
sebagai guru (PGRI, 1973). Dari pendapat Ketua Umum PGRI ini dapat ditarik kesimpulan
bahawa dalam Kode Etik Guru Indonesia terdapat dua unsur pokok yakni: 

1. Sebagai landasan moral, 


2. Sebagai pedoman tingkah laku.

Dari uraian tersebut kelihatan, bahwa kode etik suatu profesi adalah norma-norma yang harus
diindahkan oleh setiap anggota profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam
hidupnya di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk bagi para anggota
profesi tentang bagaimana mereka melaksanakan profesinya dan larangan-larangan, yaitu
ketentuan-ketentuan tentang apa yang tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh mereka,
melainkan juga menyangkut tingkah laku anggota profesi pada umumnya dalam pergaulan
sehari-hari di dalam masyarakat.

C. Tujuan Kode Etik

Pada dasarnya tujuan merumuskankode etik dalam suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota
dan kepentingan organisasi profesi itu sendiri. Secara umum tujuan mengadakan kode etik adalah
sebagai berikut:

 Untuk menjunjung tinggi martabat profesi

Dalam hal ini kode etik dapat menjaga pandangan dan kesan dari pihak luar atau masyarakat, agar
mereka jangan sampai memandang rendah atau remes terhadap profesi akan melarang. Oleh karenya,
setiap kode etik suatu profesi akan melarang berbagai bentuk tindak-tanduk atauk kelakuan anggota
profesi yang dapat mencemarkan nama baik profesi terhadap dunia luar. Dari segin ini, kode etik juga
sering kali disebut kode kehormatan.

 Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya


Yang dimaksud kesejahteraan di sini meliputi baik kesejahteraan lahir (atau material) maupun
kesejahteraan batin (spiritual atau mental).Dalam hal kesejahteraan lahir para anggota profesi, kode
etik umumnya memuat larangan-larangan kepada para anggotanya untuk melakukan perbuatan-
perbuatan yang merupakan kesejahteraan para anggotanya. Misalnya dengan menetapkan tarif-tarif
minimum bagi honorium anggota profesi dalam melaksanakan tugasnya, sehingga siapa-siapa yang
mengadakan tarif di bawah minimum akan dianggap tercela dan merugikan rekan-rekan seprofesi.
Dalam hal kesejahteraan batin para anggota profesi, kode etik umumnya memberi petunjuk-petunjuk
para anggotanya untuk melaksanakan profesinya.

Kode etik juga sering mengandung peraturan-peraturan yang bertujuan membatasi tingkah laku yang
tidak pantas atau tidak jujur bagi para anggota profesi dalam berinteraksi dengan sesama rekan
anggota profesi.

 Untuk meningkatkan pengabadian para anggota profesi

Tujuan lain kode etik dapat juga berkaitan dengan peningkatan kegiatan pengabian profesi, sehingga
bagi anggota profesi daapat dengan mudah megnetahui tugas dan tanggung jawab pengabdian dalam
melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, kode etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang perlu
dilakukan para anggota profesi dalam menjalankan tugasnya.

 Untuk meningkatkan mutu profesi

Untuk meningkatkan mutu profesi kode etik juga memuat norma-norma dan anjuran agar para
anggota profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu pengabdian para anggotanya.

 Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi

Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi, maka diwajibkan kepada setiap anggota untuk
secara aktif berpartispasi dalam membina organisasi profesi dan kegiatan-kegiatan yang
dirancang organisasi. Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan suatu
profesi menyusun kode etik adalah untuk menjunjung tinggi martabat profesi, menjaga dan
memelihara kesejateraan para anggota, meningkatkan pengabdian anggota profesi, dan
meningkatkan mutu profesi dan mutu organisasi profesi.

D. Penetapan Kode Etik


Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh suatu organisasi profesi yang berlaku dan mengikat para
naggotanya.Penetapan kode etik lazim dilakukan pada suatu kongres organisasi profesi. Dengan
demikian, penetapan kode etik tidak boleh dilakukan oleh orang secara perorangan, melainkan harus
dilakukan oleh orang-orang yang diutus untuk dan atas nama anggota-anggota yang bukan atau tidak
menjadi anggota profesi tersebut. Kode etik suatu profesi hanya akan mempunyai pengaruh yang kuat
dalam menegakkan disiplin di kalangan profesi tersebut, jika semua orang yang menjalankan profesi
tersebut tergabung (menjadi anggota) dalam organisasi profesi yang bersangkutan.

Apabila setiap orang yang menjalankan suatu profesi secara otomatis tergabung di dalam suatu
organisasi atau ikatan profesional, maka barulah ada jaminan bahwa profesi tersebut dapat dijalankan
seccara murini dan baik, karena setiap anggota profesi yang melakukan pelanggaran yang serius
terhadap kode etik dapat dikenakan sanksi.

E. Kode Etik Guru Indonesia

Kode Etik Guru Indonesia dapat dirumuskan sebagai himpunan nilai-nilai dan norma-norma
profesi guru yang tersusun dengan baik dan sistematik dalam suatu sistem yang utuh dan
bulat.Fungsi Kode Etik Guru Indonesia adalah sebagai landasan moral dan pedoman tingkah
laku setiap guru warga PGRI dalam menuunaikan tugas pengabdiannya sebagai guru, baik di
dalam maupun di luar sekolah serta dalam kehidupan sehari-hari di masyarkat.Dengan
demikian, maka Kode Etik Guru Indonesia merupakan alat yang amat penting untuk
pembentukan sikap profesional para anggota profesi keguruan.

Sebagaimana halnya dengan profesi lainnya, Kode Etik Guru Indonesia ditetapkandalam
suatu konges yang dihadiri oleh seluruh utusan Cabang dan Pengurus Daerah PGRI dari
seluruh tanah air, pertama dalam Kongres PGRI XVI tahun 1973, dan kemudian
disempurnakan dalam Kongres PGRI XVI tahun 1989 juga di Jakarta. Adapun teks Kode
Etik Guru Indonesia yang telah disempurnakan tersebut adalah sebagai berikut:
KODE ETIK GURU INDONESIA

Guru Indonesia menyadari, bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhdapa Tuhan
Yang Maha Esa, bangsa dan negara, serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang
berjiwa Pancasila dan setia pada Undang-undang Dasar 1945, turut bertanggung jawab atas
terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdian Republik Indonesia terpanggil untuk
menunaikan karyanya dengan memedomani dasar-dasar sebagai berikut:

1. Guru berbakti membimbing peserta didik untukmembentuk manusia Indonesia


seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan
bimbingan dan pembinaan.
4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yangmenunjang berhasilnya
proses belajar-mengajar.
5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya
untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhdap pendidikan.
6. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengambangkan dan meningkatkan mutu dan
martabat profesinya.
7. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan
sosial.
8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI
sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
9. Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.

E.1 Etika Guru Profesional Terhadap Peraturan Perundang-Undangan


Pada butir kesembilan Kode Etik Guru Indonesia disebutkan bahwa “Guru melaksanakan
segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan”. Dengan jelas bahwa dalam kode etik
tersebut diatur bahwa guru di Indonesia harus taat akan peraturan perundang-undangan yang
di buat oleh pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasonal.
Guru merupakan aparatur negara dan abdi negara dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu,
guru mutlak harus mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dalam bidang
pendidikan dan melaksanakannya sebagaimana aturan yang berlaku. Sebagai contoh
pemerintah mengeluarkan kebijakan yaitu mengubah kurikulum dari kurikulum 1994 menjadi
kurikulum 2004 atau kurikulum berbasis kompetensi dan kemudian diubah lagi menjadi
KTSP dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.
Dalam kurikulum tersebut, secara eksplisit bahwa hendaknya guru menggunakan pendekatan
kontekstual dalam pembelajarannya. Seorang guru yang profesional taat akan peraturan yang
berlaku dengan cara menerapkan kebijakan pendidikan yang baru tersebut dan akan
menerima tantangan baru tersebut, yang nantinya diharapkan akan dapat memacu
produktivitas guru dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional.

E.2 Etika Guru Profesional Terhadap Anak Didik


Dalam Kode Etik Guru Indonesia dengan jelas dituliskan bahwa guru berbakti
membimbing peserta didik untuk membentuk manusia seutuhnya yang berjiwa pancasila.
Dalam membimbing anak didiknya Ki Hajar Dewantara mengemukakan tiga kalimat padat
yang terkenal yaitu ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri
handayani. Dari ketiga kalimat tersebut, etika guru terhadap peserta didik tercermin. Kalimat-
kalimat tersebut mempunyai makna yang sesuai dalam konteks ini.
Pertama, guru hendaknya memberi contoh yang baik bagi anak didiknya. Ada pepatah
Sunda yang akrab ditelinga kita yaitu “Guru digugu dan Ditiru” (diikuti dan diteladani).
Pepatah ini harus diperhatikan oleh guru sebagai tenaga pendidik. Guru adalah contoh nyata
bagi anak didiknya. Semua tingkah laku guru hendaknya jadi teladan. Menurut Nurzaman
(2005:3), keteladanan seorang guru merupakan perwujudan realisasi kegiatan belajr
mengajar, serta menanamkan sikap kepercayaan terhadap siswa. Seorang guru berpenampilan
baik dan sopan akan sangat mempengaruhi sikap siswa. Sebaliknya, seorang guru yang
bersikap premanisme akan berpengaruh buruk terhadap sikap dan moral siswa. Disamping
itu, dalam memberikan contoh kepada peserta didik guru harus dapat mencontohkan
bagaimana bersifat objektif, terbuka akan kritikan, dan menghargai pendapat orang lain.
Kedua, guru harus dapat mempengaruhi dan mengendalikan anak didiknya. Dalam hal ini,
prilaku dan pribadi guru akan menjadi instrumen ampuh untuk mengubah prilaku peserta
didik. Sekarang, guru bukanlah sebagai orang yang harus ditakuti, tetapi hendaknya menjadi
‘teman’ bagi peserta didik tanpa menghilangkan kewibawaan sebagai seorang guru. Dengan
Hal itu guru dapat mempengaruhi dan mampu mengendalikan peserta didik.
Ketiga, hendaknya guru menghargai potensi yang ada dalam keberagaman siswa. Bagi
seorang guru, keberagaman siswa yang dihadapinya adalah sebuah wahana layanan
profesional yang diembannya. Layanan profesional guru akan tampil dalam kemahiran
memahami keberagaman potensi dan perkembangan peserta didik, kemahiran mengintervensi
perkembangan peserta didik dan kemahiran mengakses perkembangan peserta didik
(Kartadinata, 2004:4).
Semua kemahiran tersebut perlu dipelajari dengan sungguh-sungguh dan sistematis,
secara akademik, tidak bisa secara alamiah, dan semua harus terinternalisasi dan
teraktualisasi dalam perilaku mendidik.
Sementara itu, prinsip manusia seutuhnya dalam kode etik ini memandang manusia
sebagai kesatuan yang bulat, utuh, baik jasmani maupun rohani. Peserta didik tidak hanya
dituntut berlimu pengetahuan tinggi, tetapi harus bermoral tinggi juga. Guru dalam mendidik
seharusnya tidak hanya mengutamakan pengetahuan atau perkembangan intelektual saja,
tetapi juga harus memperhatikan perkembangan pribadi peserta didik, baik jasmani, rohani,
sosial maupun yang lainnya yang sesuai dengan hakikat pendidikan. Ini dimaksudkan agar
peserta didik pada akhirnya akan dapat menjadi manusia yang mampu menghadapi
tantangan-tantangan di masa depan. Peserta didik tidak dapat dipandang sebagai objek semata
yang harus patuh pada kehendak dan kemauan guru.

E.3 Etika Guru Profesional terhadap pekerjaan


Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang mulia. Sebagai seorang yang profesional , guru harus
melayani masyarakat dalam bidang pendidikan dengan profesional juga. Agar dapat
memberikan layanan yang memuaskan masyarakat, guru harus dapat menyesuaikan
kemampuan dan pengetahuannya dengan keinginan dan permintaan masyarakat. Keinginan
dan permintaan ini selalu berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat yang
biasanya dipengaruhi oleh perkembangan ilmu dan teknologi. Oleh sebab itu, guru selalu
dituntut untuk secara terus menerus meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan,
keterampilan, dan mutu layanannya. Keharusan meningkatkan dan mengembangkan mutu ini
merupakan butir keenam dalam Kode Etik Guru Indonesia yang berbunyi “Guru secara
pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat
profesinya”.
Secara profesional, guru tidak boleh dilanda wabah completism, merasa diri sudah sempurna
dengan ilmu yang dimilikinya, melainkan harus belajar terus menerus (Kartadinata, 2004:1).
Bagi seorang guru, belajar terus menerus adalah hal yang mutlak. Hal ini karena yang
dihadapi adalah peserta didik yang sedang berkembang dengan segala dinamikanya yang
memerlukan pemahaman dan kearifan dalam bertindak dan menanganinya.
Untuk meningkatkan mutu profesinya, menurut Soejipto dan kosasi ada ua cara yaitu cara
formal dan cara informal. Secara formal artinya guru mengikuti pendidikan lanjutan dan
mengikuti penataran, lokakarya, seminar, atau kegiatan ilmiah lainnya. Secara informal dapat
dilakukan melalui televisi, radio, koran, dan sebagainya.

E.4 Etika Guru Profesional Terhadap Tempat kerja


Sudah diketahui bersama bahwa suasana yang baik ditempat kerja akan meningkatkan
produktivitas. Ketidakoptimalan kinerja guru antara lain disebabkan oleh lingkungan kerja
yang tidak menjamin pemenuhan tugas dan kewajiban guru secara optimal.
Dalam UU No. 20/2003 pasal 1 bahwa pemerintah berkewajiban menyiapkan lingkungan dan
fasilitas sekolah yang memadai secara merata dan bermutu diseluruh jenjang pendidikan. Jika
ini terpenuhi, guru yang profesional harus mampu memanfaatkan fasilitas yang ada dalam
rangka terwujudnya manusia seutuhnya sesuai dengan Visi Pendidikan Nasional.
Disisi lain, jika kita dihadapkan dengan tempat kerja yang tidak mempunyai fasilitas yang
memadai bahkan buku pelajaran saja sangat minim. Bagaimana sikap kita sebagai seorang
guru? Ternyata, keprofesionalan guru sangat diuji disini. Tanpa fasilitas yang memadai guru
dituntut untuk tetap profesional dalam membimbing anak didik. Kreatifitas guru harus
dikembangkan dalam situasi seperti ini.
Berkaitan dengan ini, pendekatan pembelajaran kontekstual dapat menjadi pemikiran para
guru untuk lebih kreatif. Dalam pendekatan ini, diartikan strategi belajar yang membantu
guru mengaitkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya drngan penerapannya dalam kehidupan
sehari-hari.
Sementara itu, sikap profesional guru terhadap tempat kerja juga dengan cara menciptakan
hubungan harmonis di lingkungan tempat kerja, baik di lingkungan sekolah, masyarakat
maupun dengan orang tua peserta didik.

F. SANKSI-SANKSI JABATAN GURU


Sering ktia jumpai, bahwa ada kalanya negara mencampuri urusan profesi, seingga hal-hal
yang semula hanya merupakan kode etik dari suatu profesi tertentu dapat meningkat menjadi
peraturan hukum atau undang-undang.Apabila hanya demikian, maka aturan yang mulanya
sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku meningkat menjadi aturan yang
memberikan sanksi-sanksi hukum yang sifatnya memaksa, baik berupa sanksi perdata
maupun sanksi pidana.

Menurut ketentuan UU RI No. 14 Tahun 2005 dijelaskan sanksi terhadap guru dan dosen
yang tidak menjalankan tugas dan kewajibannya pada pasal 77 dan 78 secara bertahap
berupa: teguran, peringatan tertulis, penundaan pemberian hak gurudan dosen, penurunan
pangkat, pemberhentian dengan hormat, atau pemberhentian tidak dengan hormat.

Sanksi yang terberat bagi guru dan dosen adalah sanksi yang diberikan oleh masyarakat.
Jabatan atau profesi guru dan dosen sangat mulia di mata masyarakat sebagai pendidik dan
pengajar. Kedudukan tersebut dapat berubah menjadi hina ketika guru dan dosen melakukan
tindakan yang melanggar aturan agama atau etika yang berlaku dalam masyarakat.

Sebagai contoh dalam hal ini. Jika seseorang anggota profesi bersaing secara tidak jujur atau
curang dengan sesama anggota profesinya, dan jika dianggpakecurangan itu serius ia dapat
dituntut di muka pengadilan. Pada umumnya, karena kode etik adalah landasan moral dan
merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan maka sanksi terhadap pelanggaran
kode etik akan mendapat celaan dari rekan-rekannya, sedangkan sanksi yang dianggap
terberat adalah si pelanggar dikeluarkan dari organisasi profesi tertentu, menandakan bahwa
organisasi profesi itu telah mantap.
PELANGGARAN KODE ETIK PROFESI GURU

KODE ETIK KASUS PELANGGARAN SOLUSI


1. Guru berbakti membimbing  Guru memposisikan diri sebagai  Guru bersifat humanis-demokratik
peserta didik untuk penguasa yang memberikan menekankan konformitas
membentuk manusia sanksi, mengancam dan internalisasi bagi peserta
Indonesia seutuhnya yang menghukum peserta apabila didiknya.
berjiwa Pancasila melanggar aturan atau tidak  Pendidikan mendorong
mengikuti kehendak guru. berkembangnya kemampuan yang
 Guru memberikan imbalan / ada pada diri peserta didik. Situasi
hadiah semata-mata untuk pendidikan mendorong dan
membina kepatuhan peserta didik menyerahkan kesempatan
 Guru menciptakan situasi pengembangan kedirian peserta
pendidikan otoriter yang didik kepada peserta didik sendiri.
membentuk manusia dengan Pengembangan kebebasan disertai
pribadi pasrah, patuh, penurut, dengan pertimbangan rasional,
dan takluk kepada penguasa perasaan, nilai dan sikap,
(guru). Mengasingkan orang- ketrampilan dan pengalaman diri
orang yang kreatif, berpendirian peserta didik
dan mandiri
2. Guru berusaha memperoleh  Guru tidak memahami sifat-sifat  Guru dapat menghadapi anak
informasi tentang peserta yang khas (karakteristik) peserta didiknya secara tepat sesuai
didik sebagi bahan didiknya dengan sifat-sifat khas yang
melakukan bimbingan dan  Guru memperlakukan peserta ditampilkan anak didiknya itu.
pembinaan didiknya secara tidak tepat  Guru dapat menghadapi anak
sehingga membentuk prilaku dengan benar dalam membentuk
yang menyimpang tingkah laku yang benar.
 Guru memahami peserta didiknya  Guru dapat terhindar dari
tidak sesuai dengan proses pemahaman yang salah tentang
perkembangan anak, sehingga anak, khususnya mengenai
dalam melakukan bimbingan dan keragaman proses perkembangan
pembinaan sering menimbulkan anak yang mempengaruhi
kecelakaan pendidikan. keragaman kemampuannya
 Keengganan guru untuk dalam belajar.
melakukan bimbingan dan
pembinaan
3. Guru menciptakan suasana  Guru tidak mampu  Guru seharusnya memahami
sekolah sebaik-baiknya mengembangkan strategi, perkembangan tingkah laku
yang menunjang metode, media yang tepat dalam peserta didiknya. Apabila guru
berhasilnya PBM pembelajaran disebabkan tidak memahami tingkahlaku peserta
memahami tingkahlaku peserta didik dan perkembangan tingkah
didiknya. laku itu, maka strategi, metode,
 Guru mematikan kedirian dan media pembelajaran dapat
kemandirian peserta didik dipergunakan secara lebih
 Guru tidak menumbuhkan rasa efektif.
kepercayaan dan penghargaan  Tugas yang penting bagi guru
atas diri peserta didiknya, dalam melakukan pendekatan
sehingga mematikan kreativitas kepada peserta didik adalah
si anak. menjadikan peserta didik mampu
 Guru memperlakukan peserta mengembangkan keyakinan dan
didik tidak sesuai dengan konsep penghargaan terhadap dirinya
HMM. Situasi pendidikan yang sendiri, serta membangkitkan
tercipta adalah otoriter dan kecintaan terhadap belajar secara
konformitas “membabi buta” berangsur-angsur dalam diri
peserta didik.
 Sesuai dengan pendapat Prayitno,
bahwa pembelajaran harus sesuai
konsep HMM (Harkat dan
Martabat Manusia). Antara guru
dan peserta didik terjalin
hubungan yang menimbulkan
situasi pendidikan yang dilandasi
dua pilar kewibawaan dan
kewiyataan. Pengaruh guru
terhadap peserta didik didasarkan
pada konformitas internalisasi.
4. Guru memiliki dan  Guru tidak menunjukkan  Kejujuran adalah salah satu
melaksanakan kejujuran kejujuran sehingga tidak pantas keteladanan yang harus dijaga
professional untuk ditiru, misalnya: suka guru selain prilaku lain seperti
ingkar janji, pilih kasih, mematuhi peraturan dan moral,
memanipulasi nilai, mencuri berdisiplin, bersusila dan
waktu mengajar, dan lain beragama.
sebagainya.  Guru harus menjaga keteladanan
 Guru mengajar tidak sesuai agar dapat diterima dan bahkan
dengan bidang keilmuannya ditiru oleh peserta didik.
sehingga sering melakukan
kesalahan secara keilmuan.
5. Menjaga hubungan baik  Guru tidak pernah  Guru harus bekerjasama dengan
dengan orangtua, murid mengkomunikasikan orangtua dan juga lingkungan
dan masyarakat sekitar perkembangan anak kepada masyarakat dalam pendidikan.
untuk membina peran orangtuanya, sehingga orangtua Tanggung jawab pembinaan
serta dan tanggung jawab tidak mengetahui kemajuan terhadap peserta didik ada pada
bersama terhadap belajarnya. sekolah, keluarga, dan
pendidikan  Guru tidak pernah mengajak masyarakat.
orangtua untuk membicarakan  Hal yang menyangkut kepentingan
bersama yang menyangkut si anak seyogyanya guru
kepentingan anak dan sekolah, (sekolah) mengajak orangtua dan
melainkan memutuskan secara bahkan lingkungan masyarakat
sepihak, misalnya: pembelian untuk bermusyawarah.
buku anak, seragam sekolah,
kegiatan anak di luar kurikuler,
dan sebagainya
6. Seorang guru harus saling  Hubungan antar guru tidak  Etos kerja harus dijaga dengan
menghormati dan harmonis (misalnya: saling menciptakan lingkungan kerja
menghargai sesama rekan menjelekkan dan saling yang sehat, dinamis, serta
seprofesi menjatuhkan bahkan berkelahi) menjaga hubungan baik dengan
saling menghormati dan
menghargai dan mau
bekerjasama/ saling menolong
antar sesame guru.
7. Guru secara pribadi dan  Mutu guru merosot karena guru  Seharusnya guru tetap berusaha
bersama-sama tidak mau mengembangkan diri memacu diri untuk selalu
mengembangkan dan berupa peningkatan bidang mengembangkan dan
meningkatkan mutu dan keilmuan dan kompetensi profesi meningkatkan mutu pendidikan
martabat profesinya guru misalnya melalui: studi dengan usaha pengembangan diri
lanjutan, pelatihan, penataran, yang optimal melalui pelatihan,
dan lain-lain penataran, atau seminar. Jika
 Martabat guru jatuh, misalnya: mutu guru baik, maka martabat
bekerja tidak disiplin, melakukan profesi guru juga akan meningkat.
perbuatan tak senonoh,  Guru juga seharusnya merubah
menggelapkan uang sekolah, paradigma lama dengan
membocorkan soal, paradigma baru yang sesuai
memanipulasi data nilai, dan dengan tuntutan kurikulum serta
sebagainya. senantiasa terus melakukan upaya
perbaikan dalam meningkatkan
mutu pendidikan
 Guru tidak melakukan perbuatan
yang bertentangan peraturan
Negara dan norma yang berlaku
yang dapat menjatuhkan harkat
dan martabat guru.
8. Guru memelihara hubungan  Merendahkan guru lain  Perlu ada hubungan yang harmonis
seprofesi, semangat  Tidak memberikan kepercayaan antar sesama profesi guru. Tidak
kekeluargaan dan kepada guru lain saling merendahkan guru lain.
kesetiakawanan sosial  Tidak menghargai hasil karya guru Justru sebaliknya harus saling
lain menjaga martabat profesi guru.
 Tidak mau menolong kesulitan Segala persoalan diselesaikan
guru lain dengan musyawarah dan
semangat kekeluargaan. Terhadap
sesama guru harus mau saling
bekerjasama dan memiliki
kesetiakawanan social (saling
menolong).
9. Guru bersama-sama  Bersikap masa bodoh dengan  Sebagai anggota PGRI, guru
memelihara dan organisasi PGRI seharusnya aktif terlibat dalam
meningkatkan mutu  Melanggar kode etik profesi guru kegiatan organisasi. Berusaha
organisasi PGRI sebagai sehingga merendahkan organisasi meningkatkan perjuangan dan
sarana perjuangan dan PGRI pengabdiannya terhadap dunia
pengabdiannya  Tidak mau membantu sesama pendidikan bersama-sama dengan
anggota PGRI komponen bangsa lainnya.
 Menjaga martabat PGRI sebagai
organisasi guru.
10. Guru bersama-sama  Guru baik sendiri atau bersama-  Seharusnya guru membuat
melaksanakan segala sama tidak mengikuti kebijakan perangkat pembelajaran (program
kebijakan pemerintah pemerintah dalam pendidikan, tahunan, program semester,
dalam bidang pendidikan. misalnya: tidak membuat silabus, RPP, dan sistem
perangkat pembelajaran sesuai penilaian) sesuai kurikulum yang
dengan kurikulum yang berlaku, berlaku. Perangkat disiapkan
tidak berupaya mengubah terencana dan terjadwal.
paradigma lama dengan yang  Guru/sekolah dilarang membuat
baru dalam pembelajaran sesuai kebijakan yang bertentangan
tuntutan kurikulum. dengan pemerintah di bidang
 Guru/ sekolah membuat kebijakan pendidikan.
yang bertentangan dengan
kebijakan pemerintah di bidang
pendidikan. Misalnya: Guru
menggunakan buku yang tidak
disahkan BSNP, guru/sekolah
menjual buku ke siswa padahal
sudah dilarang.

G. Organisasi Profesional Keguruan


Seperti yang telah disebutkan salah satu kriteria jabatan profesional, jabatan profesi harus
mempunyai wadah untuk meyatukan gerak langkah dan mengendalikan keseluruhan profesi. .
Didalam perkembangannya organisasi guru teah banyak mengalami diferensinya dan di
versifikasi. Sebagaiaman telah dinyatakan dalam UU No. 20 tahun 2003 Pasal 1 ayat (6)
bahwa “ Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen,
konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang
sesuai dengan kekhususnya seta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan”. Akan
tetapi yang perlu di ingat bahwasannya setiap organisasi kependidikan guru/kependidikan
dapatnya memberi manfaat bagi anggotanya, baik melindungi anggotanya dan melindungi
masyarakat.

H. FUNGSI ORGANISASI PROFESI KEPENDIDIKAN


Organisasi kependidikan selain sebagai cirri suatu profesi kependidikan, sekaligus juga
memiliki fungsi sebagai pemersatu seluruh anggota dalam kiprahnya menjalankan tugasnya,
dan memiliki fungsi peningkatan kemampuan professional, kedua fungsi tersebut dapat
dipaparkan sebagai berikut :
1. Fungsi pemersatu
Kdorongan yag menggerakkan pada professional untuk membentuk suatu organisasi
keprofessian. Secara intrinstik, para professional terdorong oleh keinginanya mendapatkan
kehidupan yang layak, sesuai dengan profesi yang diembannya. Kedua motif tersebut
sekaligus merupakan tantangan bagi pengembangan suatu profesi yang secara teoritas sangat
sulit dihadapi dan diselesaikan.
2. Fungsi Peningkatan Kemampuan Profesional
Fungsi ini telah tertuang dalam PP No. 38 tahun 1992, pasal 61 yang berbunyi ; “ Tenaga
kependidikan dapat membentuk ikatan profesi sebagai wadah untuk peningkatkan dan
mengembangkan karier, kemampuan, kewenangan professional, martabat, dan kesejahteraan
tenaga kependidikan.
Menurut Johnson (Abin Syamsuddin, 1999 :72), kompetensi kependidikan dibangun oleh
enam perangkat kompetensi berikut ini :
a. Performance component, yaitu unsur kemampuan penampilankinerja yang sesuai dengan
profesi kependidikan
b. Subject component, yaitu unsur kemampuan penguasaan bahan/substansi pengetahuan
yang relevan.
c. Profesional component, yaitu unsur kemampuan penguasaan subtansi pengetahuan dan
ketarampilan teknis profesi kependidikan.
d. Process component, yaitu unsur kemampuan penguasaan proses-proses mental mencakup
berpikir logis dalam pemecahan masalah.
e. Adjustment component, yaitu unsur kemampuan penyerasian dan penyesuaian diri
berdasarkan karakteristik pribadi pendidik.
f. Attitudes component, yaitu unsur komponen sikap, nilai, kepribadian pendidik/guru.

I. TUJUAN ORGANISASI PROFESI KEPENDIDIKAN


Menurut visinya secara umum ialah terwujudnya tenaga kependidikan yang professional
1. Meningkatkan dan mengembangkan karier anggota, hal itu merupakan upaya organisasi
dalam bidang mengembangkan karir anggota sesuai bidang pekerjannya.
2. Meningkatkan dan mengembangkan kemampuan anggota, merupakan upaya terwujudnya
kompetensi kependidikan yang handal pada diri tenaga kependidikan
3. Meningkatkan dan mengembangkan kewenangan profeional anggota merupakan upaya
para professional untuk menempatkan anggota suatu profesi sesuai kemampuan.
4. Meningkatkan dan mengembangkan martabat anggota, merupakan upaya organisasi
profesi kependidikan agar anggotanya terhindar dari perlakuan tidak manusiawi.
5. Meningkatkan dan mengembangkan kesejahteraan merupakan upaya organisasi profesi
kependidikan untuk meningkatkan kesejahteraan lahir batin anggotanya.

J. RAGAM BENTUK PARTISIPASI GURU

Bentuk partisipasi anggota profesi tidak sebatas terdaftar menjadi anggota dengan
memberikan sejumlah iuran rutin, namun lebih dalam bentuk nyata yang bersifat
professional. Beberapa bentuk partisipasi dalam organisasi profesi guru bias berupa :
1. Aktif mengomunikasikan berbagai pikiran dan pengalaman yang mengarah kepada
pembaharuan dan perbaikan mutu pendidikan.
2. secara aktif melakukan evaluasi diri, baik secara perorangan mapun kelompok dalam hal
praktek professional dengan mengacu kepada standart profesi yang telah ditetapkan oleh
organisasi
3. Bentuk partisipasi mewujudkan perilaku dan sikap professional dalam kehidupan dan
lingkungan kerja guru

K. MACAM-MACAM ORGANISASI PROFESI KEPENDIDIKAN DI


INDONESIA

Secara kuantitas, tidak berlebihan jika banyak kalangan pendidik menyatakan ahwa
organisasi profesi kependidikan di indonesia berkembang pesat bagaikan tumbuhan di musim
penghujan. Sampai sampai ada sebagian pengemban profesi pendidikan yang tidak tahu
menahu tentang organisasi kependidikan itu. Yang lebih dikenal kalangan umum adalah
PGRI.

Disamping PGRI yang satu-satunya organisasi yang diakui oleh pemerinta juga terdapat
organisasi lain yang disebut Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) yang didirikan atas
anjuran Departeman Pendidikan dan Kebudayaan. Sayangnya, organisasi ini tidak ada kaitan
yang formal dengan PGRI. Selain itu ada juga organisasi profesional guru yang lain yaitu
ikatan serjana pendidikan indonesia (ISPI), yang sekarang suda mempunyai nanyak devisi
yaitu Ikatan Petugas Bimbingan Belajar (IPBI), Himpunan Serjana Administrasi Pendidikan
Indonesia (HSPBI), dan lain-lain, hubungannya secara formal dengan PGRI juga belum
tampak secara nyata, sehingga belum didapatkan kerjasama yang saling menunjang dalam
meningkatkan mutu anggotanya.[14]
K.1 Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)

PGRI lahir pada 25 November 1945, setelah 100 hari proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Cikal bakal organisasi PGRI adalah diawali dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda
(PGHB) tahun 1912, kemudian berubah nama menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI)
tahun 1932.

Pada saat didirikannya, organisasi ini disamping memiliki misi profesi juga ada tiga misi
lainnya, yaitu misi politis-deologis, misi peraturan organisaoris, dan misi kesejahteraan.[15]

Misi profesi PGRI adalah upaya untuk meningkatkan mutu guru sebagai penegak dan
pelaksana pendidikan nasional. Guru merupakan pioner pendidikan sehinnga dituntut oleh
UUSPN tahun 1989: pasal 31; ayat 4, dan PP No. 38 tahun 1992, pasal 61 agar memasuki
organisasi profesi kependidikan serta selalu meningkatkan dan mengembagkan kemampuan
profesinya.

Misi politis-teologis tidak lain dari upaya penanaman jiwa nasionalise, yaitu komitmen
terhadap pernyataan bahwa kita bangsa yang satu yaitu bangsa indonesia, juga penanaman
nilai-nilai luhur falsafah hidup berbangsa dan benegara, yaiitu panca sila. Itu sesungguhnya
misi politis-ideologis PGRI, yang dalam perjalanannya dikhawatirkan terjebak dalam area
polotik praktis sehingga tidak dipungkiri bahwa PGRI harus pernah menelan pil pahit,
terperangkap oleh kepanjangan tangan orde baru.

Misi peraturan organisasi PGRI merupakan upaya pengejawantahan peaturan keorgaisasian ,


terutama dalam menyamakan persepsi terhadap visi, misi, dan kode etik keelasan sruktur
organisasi sangatlah diperlukan.

Dipandang dari segi derajat keeratan dan keterkaitan antaranggotanya, PGRI berbentuk
persatuan (union). Sedangkan struktur dan kedudukannya bertaraf nasional, kewilayahan,
serta kedaerahan. Keanggotaan organisasi profesi ini bersifat langsung dari setiap pribadi
pengemban profesi kependidikan. Kalau demikian, sesunguhnya PGRI merupakan organisasi
profesi yang memiliki kekuatan dan mengakar diseluruh penjuru indonesia. Arrtinya, PGRI
memiliki potensi besar untuk meningkatkan hakikat dan martabat guru, masyarakat, lebih
jauh lagi bangsa dan negara.

K.2 Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI)

Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) lahir pada pertengahan tahun 1960-an. Pada
awalnya organisasi profesi kependidikan ini bersifat regional karena berbagai hal
menyangkut komunikasi antaranggotanya.[16] Keadaan seperti ini berlangsung cukup lama
sampai kongresnya yang pertama di Jakarta 17-19 Mei 1984.

Kongres tersebut menghasilkan tujuh rumusan tujuan ISPI, yaitu: (a) Menghimpun para
sarjana pendidikan dari berbagai spesialisasi di seluruh Indonesia; (b) meningkatkan sikap
dan kemampuan profesional para angotanya; (c) membina serta mengembangkan ilmu, seni
dan teknologi pendidikan dalam rangka membantu pemerintah mensukseskan pembangunan
bangsa dan negara; (d) mengembangkan dan menyebarkan gagasan-gagasan baru dan dalam
bidang ilmu, seni, dan teknologi pndidikan; (e) meindungi dan memperjuangkan kepentingan
profesional para anggota; (f) meningkatkan komunikasi antaranggota dari berbagai
spesialisasi pendidikan; dan (g) menyelenggarakan komunikasi antarorganisasi yang relevan.

Pada perjalanannya ISPI tergabung dalam Forum Organisasi Profesi Ilmiah (FOPI) yang
terlealisasikan dalam bentuk himpunan-himpunan. Yang tlah ada himpunannya adalah
Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu Sosial Indonesia (HISPIPSI), Himpunan Sarjana
Pendidikan Ilmu Alam, dan lain sebagainya.

K.3 Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI)

Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) didirikan di Malang pada tanggal 17 Desember
1975. Organisasi profesi kependidikan yang bersifat keilmuan dan profesioal ini berhasrat
memberikan sumbangan dan ikut serta secara lebih nyata dan positif dalam menunaikan
kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai guru pembimbing. Organisasi ini merupakan
himpunan para petugas bimbingan se Indonesia dan bertujuan mengembangkan serta
memajukan bimbingan sebagai ilmu dan profesi dalam rangka peningkatan mutu layanannya.

Secara rinci tujuan didirikannya Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) adalah sebagai
berikut ini.

1. Menghimpun para petugas di bidang bimbingan dalam wadah organisasi.


2. Mengidentifikasi dan mengiventarisasi tenaga ahli, keahlian dan keterampilan, teknik,
alat dan fasilitas yang telah dikembangkan di Indonesia di bidang bimbingan, dengan
demikian dimungkinkan pemanfaatan tenaga ahli dan keahlian tersebut dengan
sebaik-baiknya.
3. Meingatkan mutu profesi bimbingan, dalam hal ini meliputi peningkatan profesi dan
tenaga ahli, tenaga pelaksana, ilmu bimbingan sebagai disiplin, maupun program
layanan bimbingan (Anggaran Rumah Tangga IPBI, 1975).

Untuk menopang pencapaian tujuan tersebut dicanangkan empat kegiatan, yaitu:

1. Pengembangan ilmu dalam bimbingan dan konseling;


2. Peningkatan layanan bimbingan dan konseling;
3. Pembinaan hubungan dengan organisasi profesi dan lembaga-lembaga lin, baik dalam
maupun luar negeri; dan
4. Pembinaan sarana (Anggaran Rumah Tangga IPBI, 1975).

Kegiatan pertama dijabarkan kembali dalam anggaran rumah tangga (ART IPBI, 1975)
sebagai berikut ini.

1. Penerbitan, mencakup: buletin Ikatan Petugas Bmbingan Indoesia dan brosur atau
penerbitan lain.
2. Pengembangan alat-alat bimbingan dan penyebarannya.
3. Pengembangan teknik-teknik bimbingan dan penyebarannya.
4. Penelitian di bidang bimbingan.
5. Penataran, seminar, lokakarya, simposium, dan kegiatan-kegiatan lain yang sejenis.
6. Kegiatan-kegiatan lain untuk memajukan dan mengembangkan bimbingan.

L. Kesimpulan
Etika profesional seorang guru sangat dibutuhkan dalam rangka meningkatkan mutu
pendidikan nasional. Seorang guru baru dapat disebut profesional jika telah menaati Kode
Etik Keguruan yang telah ditetapkan.

M.Daftar Pustaka

 Soetjipta dan Kosasi Raflis. 2007. Profesi Keguruan . Jakarta: Rineka Cipta
 Organisasi Profesi Guru http://id.shvoong.com/books/dictionary/1968825-organisasi-
profesi-guru/#ixzz1Io7jMlur
 http://beautifulindonesiaandpeace.blogspot.com/2009/01/makalah-profesi-
keguruan.html
 http://qade.wordpress.com/2009/02/11/profesi-keguruan/
 http://trieelangsutajaya2008.wordpress.com/2009/02/16/kode-etik-guru-2008/
 http://pai-smpn21padang.blogspot.com/

You might also like