You are on page 1of 77

skip to main | skip to sidebar

MANAJEMEN LINGKUNGAN
Kliping Internet 0175
Jumat, 13 November 2009
Perkembangan Program SML ISO 14001 di Indonesia

Seiring dengan perumusan Standar Internasional ISO seri 14000 untuk bidang manajemen
lingkungan sejak 1993, maka Indonesia sebagai salah satu negara yang aktif mengikuti
perkembangan ISO seri 14000 telah melakukan antisipasi terhadap diberlakukannya standar
tersebut.

Dalam mengantisipasi diberlakukannya standar ISO seri 14000, Indonesia sudah aktif
memberikan tanggapan terhadap draf standar ISO sebelum ditetapkan menjadi Standar
Internasional. Hal ini dilakukan dengan pembentukan Kelompok Kerja Nasional ISO 14000 oleh
Bapedal pada tahun 1995 untuk membahas draf standar ISO tersebut sejak tahun 1995. Anggota
Kelompok Kerja tersebut berasal dari berbagai kalangan, baik Pemerintah, Swasta, Lembaga
Swadaya Masyarakat, maupun pakar pengelolaan lingkungan.
Kementerian Lingkungan Hidup (Bapedal pada waktu itu) dan Badan Standardisasi Nasional
(BSN) bekerjasama dengan Kelompok Kerja Nasional ISO 14000 dan berbagai stakeholders
sejak tahun 1995 mengkaji, menyebarkan informasi, dan melakukan serangkaian kegiatan
penelitian dan pengembangan penerapan Sistem Manajemen Lingkungan. Berdasarkan hasil
pembahasan dengan “stakeholders” di Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup menyadari
potensi penerapan Sistem Manajemen Lingkungan bagi peningkatan kualitas pengelolaan
lingkungan, peningkatan peran aktif pihak swasta dan promosi penerapan perangkat pengelolaan
lingkungan secara proaktif dan sukarela di Indonesia.

Pada tahun 1996-1998, serangkaian seminar, lokakarya, penelitian dan proyek percontohan
Sistem Manajemen Lingkungan telah diprakarsai oleh Kementerian Lingkungan Hidup,
bekerjasama dengan BSN dan berbagai pihak. Rangkaian kegiatan tersebut dimaksudkan untuk
menjadi investasi awal bagi penerapan ISO 14001 di Indonesia dalam menumbuhkan sisi
“demand” maupun “supply” menuju mekanisme pasar yang wajar. Setelah itu, muncullah
beberapa penyelenggara pelatihan, jasa konsultasi, jasa sertifikasi dan perusahaan-perusahaan
yang menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan. Seiring dengan tumbuhnya populasi para
pemain dalam pasar penerapan ISO 14001 di Indonesia, Kementerian LH selanjutnya lebih
menfokuskan diri pada peran fasilitator dan pembina kepada semua pihak dalam penerapan ISO
14001 di Indonesia. Peran motor penggerak diharapkan dapat dilanjutkan oleh dunia usaha itu
sendiri, sesuai dengan jiwa penerapan Sistem Manajemen Lingkungan yang bersifat proaktif dan
sukarela.

Dengan perannya sebagai fasilitator dalam pengembangan ISO 14000 di Indonesia, Kementerian
LH menyediakan media bagi semua pihak yang berkepentingan untuk aktif dalam program
pengembangan standar ISO 14000, yaitu melalui Kelompok Kerja Nasional ISO 14000
(Pokjanas ISO 14000). Kelompok kerja tersebut sampai saat ini masih aktif dalam melaksanakan
diskusi-diskusi membahas penerapan standar ISO 14000. Sekretariat Pokjanas ISO 14000
tersebut difasilitasi oleh Kementerian LH cq. Asisten Deputi Urusan Standarisasi dan Teknologi.

Untuk menfasilitasi penerapan standar ISO 14001 di Indonesia dan mempermudah penerapan
dilapangan serta untuk menyamakan persepsi mengenai pelaksanaannya, maka Kementerian LH
bekerjasama dengan BSN telah melakukan adopsi terhadap beberapa Standar Internasional ISO
14000 menjadi Standar Nasional Indonesia (SNI). Standar yang telah diadopsi tersebut
diantaranya :

1.Sistem Manajemen Lingkungan-Spesifikasi dengan Panduan Penggunaan (SNI 19-14001-


1997)
2.Sistem Manajemen Lingkungan-Pedoman Umum Prinsip Sistem dan Teknik Pendukung (SNI
19-14004-1997)
3.Pedoman Audit Lingkungan-Prinsip Umum (SNI 19-1410-1997)
4.Pedoman Untuk Pengauditan Lingkungan - Prosedur Audit - Pengauditan Sistem Manajemen
Lingkungan (SNI 19-14011-1997)
5.Pedoman Audit untuk Lingkungan – Kriteria Kualifikasi untuk Auditor Lingkungan (SNI 19-
14012-1997)

Standar ISO 14001 ternyata mendapat sambutan positif dari kalangan industri di Indonesia.
Sejak ditetapkannya ISO 14001 menjadi standar internasional dan diadopsi menjadi SNI 19-
14001-1997 sampai saat ini tercatat lebih dari 248 (dua ratus empat puluh delapan[1]) sertifikat
ISO 14001 untuk berbagai unit organisasi perusahaan di Indonesia yang dengan sukarela
menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001. Kecenderungan peningkatan penerapan
Standar ISO 14001 dapat menjadi salah satu indikator peningkatan kesadaran industri terhadap
pengelolaan lingkungan. Faktor pendorong yang lain adalah antisipasi industri terhadap potensi
adanya persyaratan dagang dan industri yang diwajibkan oleh “buyer” untuk menerapkan ISO
14001. Selain kedua hal di atas, penerapan ISO 14001 juga di pacu oleh adanya program internal
dari beberapa “holding company” untuk menerapkan ISO 14001 pada anak perusahaannya.
Sumber :
http://www.menlh.go.id/ekolabel-sml/sml/index.php?
option=content&task=view&id=20&Itemid=
22 Mei 2006

Sumber Gambar:
http://www.dqschile.com/futuretense_cs/dqs/files/Grafiken/UMS_Baum_Eng.gif

Diposkan oleh aa kumis di 16:45 0 komentar


Manajemen Lingkungan, ISO 14000 dan AMDAL
Konsep Umum

Banyak pendekatan yang dibuat untuk mengelola lingkungan baik di tingkat perusahaan maupun
pemerintah, diantaranya adalah Environmental Management System (EMS). EMS adalah siklus
berkelanjutan dari kegiatan perencanaan, implementasi, evaluasi dan peningkatan proses, yang
diorganisasi sedemikian sehingga tujuan bisnis perusahaan/pemerintah dan tujuan lingkungan
padu dan bersinergi.
• Perencanaan, meliputi identifikasi aspek lingkungan dan penetapan tujuan (goal)
• Implementasi, termasuk pelatihan dan pengendalian operasi;
• Pemeriksaan, termasuk monitoring dan pemeriksaan hasil kerja;
• Evaluasi, termasuk evaluasi kemajuan kerja dan perbaikan sistem.

Penerapan EMS

EMS yang efektif, dibangun pada konsep TQM (Total Quality Management), misalnya pada ISO
9000. Untuk meningkatkan pengelolaan lingkungan, organisasi tidak hanya tahu apa yang
terjadi, tetapi juga harus tahu mengapa terjadi. Kebanyakan penerapan EMS (termasuk
didalamnya ISO 14001), akan sukses jika :
• didukung oleh manajemen puncak
• fokus pada peningkatan berkelanjutan
• sederhana, fleksibel dan dinamis mengikuti perubahan lingkungan
• cocok dengan budaya organisasi
• kepedulian dan keterlibatan semua pihak

Manfaat EMS

Walaupun penerapan EMS memerlukan biaya dan waktu, namun manfaat yang bisa dipetik
diantaranya :
• meningkatkan kinerja lingkungan
• mengurangi/menghilangkan keluhan masyarakat terhadap dampak lingkungan
• mencegah polusi dan melindungi sumber daya alam
• mengurangi resiko
• menarik pelanggan dan pasar baru (yang mensyaratkan EMS)
• menaikkan efisiensi/mengurangi biaya
• meningkatkan moral karyawan
• meningkatkan kesan baik di masyarakat, pemerintah dan investor
• meningkatkan tanggung jawab dan kepedulian karyawan terhadap lingkungan

ISO 14000

ISO (International Organization for Standardization), merupakan organisasi non pemerintah,


yang berlokasi di Geneva, Switzerland. ISO memperkenalkan dan mengembangkan standar
internasional, seperti seri ISO 9000 dan ISO 14000. ISO 9000 mengenai pengelolaan kualitas
(quality management), sedangkan ISO 14000 mengenai pengelolaan lingkungan (environmental
management). Aktivitas yang menggunakan standar ISO 14000 menghendaki aktivitas
pengurangan dampak merugikan terhadap lingkungan dan peningkatan menerus terhadap kinerja
lingkungan.

AMDAL
AMDAL atau Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Environmental Impact Assessment)
merupakan perangkat analisis untuk menilai suatu kegiatan (proposal kegiatan) tidak berdampak
merugikan lingkungan, seperti pada kesehatan, flora, fauna, tata guna lahan, ekonomi, budaya
dan sosial.

Amdal juga merupakan sebuah proses perencanaan yang digunakan untuk menghitung,
memprediksi dan menganalisis dampak nyata dari sebuah proposal (rencana pembangungan)
terhadap lingkungan serta untuk menyediakan informasi yang bisa digunakan dalam proses
pengambilan keputusan apakah proposal tersebut akan disetujui atau tidak.

Proses AMDAL terdiri dari penyaringan, scoping, pengkajian, mitigasi , pelaporan, peninjauan,
pengambilan keputusan , pengawasan dan manajemen dan partisipasi publik.

Sumber :
http://www.kitada.eco.tut.ac.jp/pub/member/asep/plo/manajemen.html
22 Mei 2008

Diposkan oleh aa kumis di 16:40 0 komentar


Komintmen Pada Lingkungan (PT Coca-Cola Bottling Indonesia)
Bisnis kami tak lain adalah menghadirkan saat-saat menyegarkan yang unik dan memuaskan
konsumen. Kami sangat terpacu untuk melahirkan semangat serupa terhadap usaha-usaha kami
yang berkaitan dengan pelestarian lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja. Ini berarti,
upaya berkesinambungan untuk menggali cara-cara baru dan lebih baik untuk meningkatakan
kinerja kami di bidang pelestarian lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja.

Sebelum membuang limbah ke sungai, kami mengolah limbah sehingga tidak merusak biota
sungai.

Kami menyadari bahwa masalah yang berkaitan dengan lingkungan, kesehatan dan keselamatan
kerja senantiasa mengalami perubahan sejalan dengan pengertian kami terhadap masalah-
masalah tersebut yang juga berkembang dari waktu ke waktu. Oleh sebab itu, kami
mengembangkan suatu sistem komprehensif yang mengacu pada standar internasional, termasuk
di dalamnya ISO 14001, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Semua pabrik melaksanakan audit secara berkala dan menjalankan praktek-praktek terbaik di
bidang perlindungan lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja - mulai dari pengelolaan dan
pemanfaatan kembali limbah produksi hingga berbagai program kesehatan dan keselamatan
kerja.

Selain senantiasa berupaya meraih kepuasan dengan melakukan hal-hal yang terbaik, tanggung-
jawab kami juga tertuju pada masyarakat Indonesia yang kehidupannya kami sentuh setiap hari.
Tanggung jawab tersebut meliputi komitmen dalam menjalankan usaha dengan cara-cara yang
menjaga kelestarian lingkungan dan menunjang kesehatan dan keselamatan kerja karyawan-
karyawan kami di tempat kerja.

KEBIJAKAN LINGKUNGAN

PT Coca-Cola Bottling Indonesia memiliki komitmen untuk senantiasa memahami, mencegah


dan memperkecil setiap dampak buruk terhadap lingkungan sehubungan dengan kegiatan
produksi minuman ringan, serta terus berupaya memberikan pelayanan dan produk berkualitas
yang diharapkan konsumen maupun pelanggan, dan menciptakan lingkungan kerja yang aman
bagi seluruh karyawan.

Kita yakin bahwa seluruh karyawan PT Coca-Cola Botting Indonesia dan setiap orang yang
tergabung di dalam perusahaan, serta semua mitra kerjanya, bersama-sama memainkan peranan
penting dalam menerapkan kebijakan Perusahaan di bidang perlindungan lingkungan ini. Untuk
itulah maka kita berupaya membekali para karyawan agar mampu melibatkan diri mereka
sepenuhnya.

Kami akan:
berusaha sebaik mungkin mencapai kinerja di bidang perlindungan lingkungan dengan
memenuhi persyaratan dari The Coca-Cola Company dan Peraturan Perundangan yang berlaku;
1. Senantiasa memasukkan pertimbangan-pertimbangan lingkungan dalam menyusun Business
Plan (Perencanaan Bisnis) untuk memastikan bahwa pengelolaan masalah lingkungan selalu
menjadi bagian yang integral dari Operasi Perusahaan;
2. Menerapkan dan mempertahankan sistem manajemen lingkungan terprogram, serta terus
menerus menyempurnakan dan meninjaunya agar senantiasa sejalan dengan operasi perusahaan;
3. Mendorong dan membekali karyawan agar mampu mengenali, memahami dan bertindak pada
setiap peluang yang ada untuk mencegah dan memperkecil setiap dampak negatif yang
berpotensi menimbulkan masalah lingkungan;
4. Mengembangkan dan menerapkan cara-cara meningkatkan efisiensi pemakaian sumber daya,
termasuk energi, bahan kimia, air, kemasan dan bahan baku lainnya;
5. Medapat mungkin mencegah, mengurangi, menggunakan kembali dan mengolah semua
limbah yang ditimbulkan di dalam area kita sendiri, serta menjamin prosedur pembuangan
limbah tersebut dengan cara yang aman dan berdampak yang seminimal mungkin; dan
6. Meminta para pemasok dan rekanan bisnis agar memenuhi standar pengelolaan lingkungan
yang setara dengan yang kita anut.

Sumber :
http://www.coca-colabottling.co.id/ina/ourcompany/index.php?act=environmental
Diposkan oleh aa kumis di 16:11 0 komentar
Pengelolaan Lingkungan Hidup (PT Pusri)
Komitmen untuk melaksanakan kegiatan industri berwawasan lingkungan dan berkelanjutan
diwujudkan melalui pengelolaan sumber daya secara efektif dan efisien.

Mengambil contoh pengendalian limbah pabrik, Perusahaan telah menerapkan pengurangan


jumlah limbah yang dibuang ke media lingkungan berdasarkan empat prinsip, yaitu:
pengurangan dari sumber (reduce), sistem daur ulang (recycle), pengambilan (recovery) dan
pemanfaatan kembali (reuse) secara berkelanjutan menuju produksi bersih.

Untuk mencapai sasaran tersebut, PT Pusri juga telah mengadopsi Sistem Manajemen
Lingkungan ISO-14001 dengan melibatkan seluruh karyawan untuk berperan aktif dalam
melakukan penyempurnaan mutu lingkungan.

Di dalam UU No.4 th.1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup,


pengertian pembangunan berwawasan lingkungan dijelaskan sebagai upaya sadar dan berencana
menggunakan dan mengelola sumber daya secara bijaksana dalam pembangunan yang
berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup.

Pengertian mnggunakan dan mengelola sumberdaya alam secara bijaksana berarti senantiasa
memperhitungkan dampak kegiatan tersebut terhadap lingkungan serta kemampuan sumber daya
untuk menoopang pembangunan secara berkesinambungan.

Dalam hal pembangunan industri tentunya tidak terlepas dari pengertian dan batasan seperti di
atas. UNIDO mengusulkan definisi Pembanguna Industri yang berwawasan lingkungan sebagai
"Ecologically Sound and Sustainable Industrial Development" (ESSID) yaitu pola industrialisasi
untuk meningkatkan kemakmuran generasi sekarang dan generasi yang akan datang tanpa
merusak proses dasar ekologi.

Sesuai dengan pasal 21 UU No.5 th.1984, Tentang Perindustrian, pengembangan industri


nasional yang kita anut adalah pengembangan industri yang berwawasan lingkungan.

Adalah merupakan kebijakan PT Pusri untuk selalu memberikan prioritas terhadap pengelolaan
lingkungan hidup dalam semua kegiatan operasi perusahaan, guna mendukung prinsip-prinsip
pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

Dalam hal aspek fisik kimia, PUSRI dengan segala kemampuannya akan terus menekan jumlah
limbah dan meningkatkan mutu pengolahan limbah serta pengawasannya sampai pada tingkat
yang lebih baik dan sesuai dengan peraturan dan baku mutu yang ditetapkan pemerintah. Selain
itu adanya kebijaksanaan untuk selalu memelihara hubungan yang sehat dan harmonis dengan
masyarakat sekitarnya dan membantu pemerintah setempat dalam pelaksanaan PROKASIH
sungai Musi.

Di dalam melaksanakan kebijaksanaan perusahaan tersebut, berbagai strategi telah ditetapkan


guna mengintensifkan pengelolaan lingkungan melalui pendekatan yaitu pendelatan teknologi,
pendekatan institusional dan pendekatan sosial ekonomi dan budaya.
Pendekatan Teknologi
Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan dan pengalaman Pusri yang didukung oleh
perkembangan teknologi pengendalian limbah, maka upaya pengendalian limbah terus
disempurnakan melalui penerapan "best practice technology" berdasarkan prinsip :
Mengatasi limbah dari sumbernya
Mengupayakan proses daur ulang yang maksimal
Pemanfaatan limbah untuk proses lain
Sunstitusi bahan dengan bahan yang non B3
Mengolah limbah sebelum dibuang ke lingkungan.

Pendekatan Institusional
Guna meningkatkan mekanisme pengelolaan lingkungan, maka di dalam organisasi PT Pusri
telah dibentuk Dinas Teknik Lingkungan yang berada di bawah Departemen Teknik Produksi
yang mengintegrasikan penerapan aspek lingkungan ke dalam teknologi proses dan menangani
permasalahan pengelolaan lingkungan dengan menerapkan ISO-14000, serta melakukan
pengawasan pelaksanaan aturan (Standard, Code, Peraturan Pemerintah) tentang keselamatan
lingkungan untuk mendapatkan jaminan keamanan lingkungan, serta bekerjasama dengan unit
kerja terkait melaksanakan usaha pengendalian terhadap dam[ak yang itmbul dengan prinsip
meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif.

Pendekatan Sosekbud
Usaha pembinaan wilayah dan aspek sosekbud dilakukan melalui pendekatan yang diwujudkan
dalam bentuk kegiatan Bina Lingkungan khususnya terhadap warga sekitar kompleks Industri PT
Pusri. Kegiatan ini pula pada dasarnya lebih mengarah kepada peningkatan dan pengembangan
dampak positif dari adanya kegiatan PT Pusri.

Sumber :
http://www.pusri.co.id/index0603.php

Diposkan oleh aa kumis di 16:03 0 komentar


Sosialisasi Program Manajemen Lingkungan Berorientasi Keuntungan
(MeLOK) di Pekanbaru
Sosialisasi program Manajemen Lingkungan Berorientasi Keuntungan (MeLOK) telah diadakan
di kantor PPLH Regional Sumatera, Pekanbaru Riau pada tanggal 13 Mei 2009. Acara sosialisasi
ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran dari pihak industri bahwa
mengelola lingkungan tidak hanya merupakan sumber pengeluaran, namun juga dapat
menghasilkan keuntungan. Kegiatan yang diselenggarakan oleh PPBN bekerjasama dengan
PPLH Regional Sumatera ini dihadiri oleh peserta dari beberapa industri besar di wilayah
Sumatera antara lain:

PT. Semen Padang, Sumatera Barat (semen)


PT. Pupuk Iskandar Muda, DI.Aceh (pupuk)
PT. Pupuk Sriwijaya, Sumatera Selatan (pupuk)
PT. Salim Ivomas Pratama, Riau (kelapa sawit)
PT. Socfindo, Sumatera Utara (kelapa sawit)
PT. Asian Agri Group, Riau (kelapa sawit)
PT. RAPP, Riau (pulp & paper)
PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate, Sumatera Utara (karet)
PT. Perkebunan Nusantara 5, Riau (kelapa sawit & karet)

MeLOK merupakan salah satu perangkat produksi bersih yang diperkenalkan PPBN kepada
industri agar mampu mengelola lingkungan sekaligus mendapatkan keuntungan finansial dan
organisasi pada perusahaan secara berkelanjutan. Acara yang dilaksanakan selama 1 hari tersebut
diisi oleh narasumber dari PPBN dan PT. Intercallin yang merupakan salah satu industri yang
telah sukses menerapkan MeLOK. Acara tersebut mendapatkan antusias dari peserta industri
untuk meminta informasi lebih lanjut dan konsultasi dari PPBN mengenai penerapan MeLOK di
industrinya.

Sumber :
http://ppbn.or.id/site/index.php?modul=detail&catID=6&key=166
19 Mei 2009

Diposkan oleh aa kumis di 15:59 0 komentar


Manajemen Lingkungan Pabrik Cirebon (Indocement)
Ringkasan Eksekutif:

Pabrik Cirebon (Palimanan) mempertahankan akreditasi ISO 14000:1996 Sistem Manajemen


Lingkungan untuk mengelola dampak buruk terhadap lingkungan sekitar dan masyarakat yang
disebabkan oleh produksi semen. Perusahaan turut berpartisipasi dalam Program Langit Biru dan
Program Proper, yang keduanya digagas oleh pemerintah Indonesia untuk meningkatkan kondisi
lingkungan di Indonesia. Pabrik Citeureup memenuhi komitmen pengembangan pengawasan dan
manajemen lingkungan sesuai dengan penilaian terhadap dampak lingkungan pada dokumen
Rencana Kelola Lingkungan (RKL) dan Rencana Pengawasan Lingkungan (RPL).

Rencana Kelola Lingkungan terdiri atas beberapa program manajemen lingkungan dan
masyarakat yang diterapkan di Pabrik Citeureup. Termasuk juga manajemen respon terhadap
perubahan yang berhubungan dengan proyek Mekanisme Pembangunan Bersih.

Pabrik Cirebon yang dioperasikan oleh Indocement, terdiri atas 2 (dua) tanur dan menempati
lahan seluas 470 hektar termasuk lahan tambang.

Pabrik ini berlokasi sekitar 20km barat Cirebon untuk mensuplai kebutuhan semen di daerah
Jawa Barat dan sekitarnya. Proses produksi semen terdiri atas penambangan bahan baku,
penggilingan, pengeringan, tanur pembakaran, pendinginan, penggilingan akhir, pengantongan
dan pengiriman. Bahan baku utama adalah batu kapur, tanah liat, pasir silika dan pasir besi.

Proyek Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB) terdiri termasuk atas pengenalan bahan aditif
untuk penggilingan akhir, dan penggunaan bahan bakar alternatif. Beberapa bahan bakar
alternatif yang dipertimbangkan seperti Biomas, ban bekas, oli bekas, plastik, kertas, tekstil, dan
lainnya. Penggunaan beberapa jenis bahan bakar ini dimaksudkan untuk keperluan penelitian dan
perijinan dari pemerintah.
Emisi gas dan debu diakui sebagai dampak utama terhadap lingkungan pada industri semen.
Tantangan sosial muncul dari suatu kebutuhan sejumlah karyawan dan kebutuhan dari area
penambangan. Penanganan material menyebabkan peningkatan tekanan pada infrastruktur
transportasi setempat. Perubahan proses yang disebabkan proyek MPB mungkin akan dirasakan
buruk dan merusak lingkungan.

Garis besar Rencana Kelola Lingkungan adalah serangkaian Rencana Pengawasan dan Mitigasi
Dampak yang ditujukan pada lingkungan dan tantangan sosial. Rencana itu terdiri atas:

Udara, bising dan getaran


Air Permukaan dan Air Tanah
Tanah dan Topografi
Flora dan Fauna
Material Berbahaya/Bekas
Keselamatan dan Kesehatan Pekerja
Konsultasi masyarakat dan Partisipasi
Program Pengembangan Masyarakat:
Pendidikan
Sosial Budaya
Infrastruktur
Ekonomi
Kesehatan Masyarakat

Implementasi dari Rencana Kelola Lingkungan termasuk dalam ISO 14000 yang berakreditasi
Sistem Manajemen Lingkungan Garis besar Sistem Manajemen Lingkungan adalah bertujuan
dan berwawasan lingkungan, kebutuhan institusional, kewajiban dan tanggung jawab, begitu
juga dengan kebutuhan akan sumber daya manusia dan finansial.

Sumber :
http://www.indocement.co.id/new_id/env-emp-crb.asp
13 November 2009

Diposkan oleh aa kumis di 15:57 0 komentar


Rusaknya Manajemen Lingkungan Kita
RUSAKNYA manajemen lingkungan kita! Itulah kalimat yang terlintas dalam benak saya.
Tampaknya kita sepele mendengar, dan melihat kata, seperti kata lingkungan. Namun di balik
kata lingkungan itu, mengandung sejuta makna yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan
dan keberlangsungan hidup umat manusia. Segala sesuatunya sangat erat kaitannya dengan
lingkungan..

Bahkan menurut Bloom, derajat kesehatan terdiri dari empat faktor yakni lingkungan, perilaku,
pelayanan kesehatan dan genetik. Jadi semua tindak dan tanduk manusia berawal dari
lingkungan.

Dewasa ini, beberapa media menayangkan banjir yang ada di Kota Jakarta, Semarang dan
tragedi yang tidak diinginkan yang terjadi di Situ Gintung, di wilayah Tangerang, Banten. Betapa
sedihnya melihat saudara kita yang terkena musibah ini.
Mereka yang ditanyai komentar, hanya menjawab dan meminta pertanggungjawaban
pemerintah. Seolah–olah pemerintah yang harus menjaga kebersihan dan harus memadai dan
membenahi lingkungan mereka. Dari segi bantuan, baiklah pemerintah yang harus menolong dan
memberi subsidi kepada rakyat yang terkena musibah.

Namun di Situ Gintung, beberapa warga mengaku sudah melaporkan kejadian ini kepada
pemerintah daerah mengenai Tanggul yang mereka minta segera diperbaiki. Tetapi lagi-lagi
kesiapan pejabat berwenang kurang sigap dalam menanggapi keluhan warga dan tidak dapat
merealisasikannya. Lagi dan lagi rakyat selalu kena tipu dengan muslihat pejabat yang
seyogianya dipilih oleh rakyat.

Seperti sekarang ini, banyaknya janji–janji partai politik yang membawakan thema “perubahan”
untuk rakyat. Setelah kejadian di Situ Gintung banyaknya partai politik yang menawarkan
bantuan untuk rakyat. Semoga saja pesta demokrasi nanti, rakyat harus paham dengan siapa yang
dipilihnya.

Kalau kita sadari lingkungan harus erat kaitannya dengan individu itu sendiri karena, merekalah
yang harus menjaga dan melestarikannya, supaya kesehatan lingkungan menjadi optimal.

Klasifikasi Pencemaran Lingkungan

Dengan musibah banjir yang dirasakan saudara kita yang ada di Jakarta dan di Semarang,
merupakan hasil dari pencemaran lingkungan. Pencemaran lingkungan sendiri terbagi menjadi
beberapa klasifikasi. Antara lain pencemaran udara, pencemaran air dan pencemaran tanah.
Dengan keadaan pencemaran lingkungan ini, maka kualitas yang ada di lingkungan kita menjadi
menurun. Sejatinya pencemaran lingkungan ini akan mempercepat kita untuk mengakhiri hidup
kita di bumi ini, dan dapat membunuh kehidupan anak dan cucu kita nantinya.

Pencemaran Udara

Sebelum kita memulai tahapan pencemaran lingkungan yang terklasifikasi, yang pertama
pencemaran udara. Pencemaran udara sering dari kita mungkin sudah dan atau sering terpapar
dengan gas pencemar udara yang mungkin ada di sekitar tempat tinggal kita, dan pengalaman ini
mungkin sudah pernah atau sering kita jumpai di lingkungan kita sendiri.

Pencemaran udara adalah suatu kondisi di mana kualitas udara menjadi rusak dan terkontaminasi
oleh zat–zat, baik yang tidak berbahaya maupun yang membahayakan kesehatan tubuh manusia.
Gas–gas pencemar udara utama adalah karbon monoksida (CO), karbon diosida (CO2), nitrogen
monoksida (NO), nitrogen dioksida (NO2), sulfur monoksida (SO), sulfur dioksida (SO2).

Pencemaran udara yang dihasilkan melalui kegiatan manusia adalah transportasi, industri,
pembangkit listrik, pembakaran (perapian, kompor, furnace, insenerator dengan berbagai jenis
bahan bakar), gas buang pabrik yang menghasilkan gas berbahaya seperti (CFC= Clour Flour
Carbon).
Pencemaran Air

Setelah pencemaran udara, kita juga dapat menjumpai pencemaran air yang terjadi di lingkungan
sekitar kita. Dan pencemaran air sangat sering tejadi di lingkungan kita sendiri, bahkan kita
mengabaikan kesehatan kualitas air yang ada di lingkungan kita. Pencemaran air adalah suatu
perubahan keadaan di suatu tempat penampungan air seperti danau, sungai, lautan, air tanah
akibat aktivitas dan ulah manusia.
Pencemaran air sering di jumpai di wilayah industri yang membuang limbahnya dengan berbagai
macam polutan seperti logam berat, toksin organik, minyak, nutrien dan padatan. Contoh dari
pencemaran air, pada air comberan dapat menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen pada air
yang menerimanya yang mengarah pada berkurangnya oksigen yang dapat berdampak buruk
pada seluruh ekosistem yang ada di air.
Pencemaran Tanah

Yang terakhir mengenai pencemaran tanah. Pencemaran tanah merupakan keadaan di mana
bahan kimia buatan manusia masuk dan merubah lingkungan tanah alami. Pencemaran tanah ini
merupakan hasil kegiatan manusia yang mencemari tanah yakni dari tempat penimbunan
sampah, serta limbah industri yang dibuang langsung ke tanah secara tidak memenuhi syarat
(illegal dumping).

Penutup

Pencemaran lingkungan yang kita bahas yakni pencemaran udara, pencemaran air dan
pencemaran tanah. Sebagai warga negara dan umat manusia yang baik, marilah kita menjaga
kebersihan lingkungan kita. Kita dapat mencegah serta dapat meminimalisir supaya tidak terjadi
pencemaran lingkungan baik udara, air, dan tanah.
Penanganan untuk pencemaran udara dapat kita lakukan yakni dengan penghijauan, penggunaan
energi yang efisien, mengurangi emisi kendaraan dan industri, serta peran serta masyarakat dan
instansi pemerintah terkait.

Penanganan dari pencemaran air dapat kita lakukan yakni bagi rumah tangga menggunakan
deterjen secukupnya, dan memilah sampah organik dari sampah anorganik, setiap pabrik dan
kegiatan industri sebaiknya memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).

Penanganan dari pencemaran tanah dapat kita lakukan penanganan remediasi dan bioremediasi.
Remediasi adalah kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah yang tercemar. Bioremediasi
adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur,
bakteri).

Jadi marilah kita jaga kelestarian lingkungan kita dengan sebaik-baiknya. Supaya kita warisi
kehidupan kita kepada anak dan cucu kita kelak. Dan jangan pilih caleg yang merusak
lingkungan.

Sumber :
M Iqbal Rizky Lbs AmKep
Penulis adalah mahasiswa ekstension S-1, Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM)
http://www.medanbisnisonline.com/2009/04/06/rusaknya-manajemen-lingkungan-kita/
6 April 2009

Diposkan oleh aa kumis di 15:51 0 komentar


Posting Lama Beranda
Langgan: Entri (Atom)

Free Music

Manajemen Lingkungan
• Bapedal DKI
• Dept of Env Mng - State of Rhode Island
• Env Mng - AAU
• GEMI
• GIS for Env Mng
• Inst of Env Mng & Ass
• ISO 14000
• ISO 14000 / ISO 14001 Env Mng Guide
• Meneg LH
• Mining Env Mng
• Mnj Lingk - KLH
• NAEM

About Me
aa kumis
Lihat profil lengkapku

Blog Archive
• ▼ 2009 (17)
○ ▼ November (17)
 Perkembangan Program SML ISO 14001 di Indonesia
 Manajemen Lingkungan, ISO 14000 dan AMDAL
 Komintmen Pada Lingkungan (PT Coca-Cola Bottling I...
 Pengelolaan Lingkungan Hidup (PT Pusri)
 Sosialisasi Program Manajemen Lingkungan Berorient...
 Manajemen Lingkungan Pabrik Cirebon (Indocement)
 Rusaknya Manajemen Lingkungan Kita
 Pelatihan Sistem Manajemen Lingkungan (Environment...
 Audit Sistem Manajemen Lingkungan
 Dokumentasi Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001
 Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001
 Analisa Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14000 dan ...
 Identifikasi Dorongan Manajemen Lingkungan dan Man...
 Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001 Di...
 Manajemen Lingkungan
 ISO 14001:2004 Sistem Manajemen Lingkungan
 Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001 dan Proper K...

Design by: FinalSense


Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,
dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi
kelang-sungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan,
pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian
lingkungan hidup.
Pembangunan Berkelanjutan yang Berwa-wasan Lingkungan Hidup adalah upaya
sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya,
ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan
mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
Ekosistem adalah tatanan unsure lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuk
menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas,
dan produktivitas lingkungan hidup.
Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup adalah rangkaian untuk memelihara kelang-
sungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
Daya Dukung Lingkungan Hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk
mendu-kung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Pelestarian Daya Dukung Lingkungan Hidup adalah rangkaian upaya untuk
melindungi kemampuan lingkungan hidup terhadap tekanan perubahan dan/atau
dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap mampu
mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain.
Daya Tampung Lingkungan Hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk
menyerap zat, energi, dan atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke
dalamnya.
Pelestarian Daya Tampung Lingkungan Hidup adalah rangkaian upaya untuk
melindungi kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau
komponen lain yang dibuang ke dalamnya.
Sumber Daya adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya
manusia, sumber daya alam, baik hayati maupun non hayati, dan sumber daya
buatan.
Mutu Lingkungan Hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi,
atau komponen yang ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.
Pencemaran Lingkungan Hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk
hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh
kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan ling-kungan hidup tidak bisa berfungsi lkagi dalam menunjang
pembangunan berkelanjutan.
Dampak Lingkungan Hidup adalah pengaruh perubahan pada lingkungan hidup
yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan.
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup adalah kajian mengenai dampak
besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk
hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelang-sungan perikehidupan
dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan
hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan,
pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup.
Pembangunan Berkelanjutan yang Berwa-wasan Lingkungan Hidup adalah upaya sadar dan
terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses
pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini
dan generasi masa depan.
Ekosistem adalah tatanan unsure lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuk menyeluruh
dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas
lingkungan hidup.
Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup adalah rangkaian untuk memelihara kelang-sungan daya
dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
Daya Dukung Lingkungan Hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendu-kung
perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Pelestarian Daya Dukung Lingkungan Hidup adalah rangkaian upaya untuk melindungi
kemampuan lingkungan hidup terhadap tekanan perubahan dan/atau dampak negatif yang
ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap mampu mendukung perikehidupan manusia dan
makhluk hidup lain.
Daya Tampung Lingkungan Hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat,
energi, dan atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya.
Pelestarian Daya Tampung Lingkungan Hidup adalah rangkaian upaya untuk melindungi
kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang
dibuang ke dalamnya.
Sumber Daya adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya manusia, sumber
daya alam, baik hayati maupun non hayati, dan sumber daya buatan.
Mutu Lingkungan Hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau
komponen yang ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu
sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.
Pencemaran Lingkungan Hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,
energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga
kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan ling-kungan hidup tidak bisa
berfungsi lkagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan.
Dampak Lingkungan Hidup adalah pengaruh perubahan pada lingkungan hidup yang diakibatkan
oleh suatu usaha dan/atau kegiatan.
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup adalah kajian mengenai dampak besar dan
penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang
diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau
kegiatan.
ringkasringkas
Jan 26th
Posted by industri16victor in ringkasan modul
No comments
Pemantau Kualitas Udara
Sebagai kunci dari prioritas pemantauan zat polutan adalah resikonya terhadap kesehatan
manusia. Beberapa Kasus Yang Telah dimonitor :
. Beijing, dalam musim dingin yang berat, dimana sumber polusi udara berasal dari pemanasan
rumah-rumah, dengan penduduknya yang sangat padat (27000/km2 ditahun 1990) sebagai bahan
bakar utama adalah arang batubara yang mempunyai konsentrasi SO2,SPM dan CO yang tinggi.
. Pemantauan kualitas udara di India yang dipantau oleh jaringan NEER (National
Environmental Engineering Research Institute),sebagai parameter adalah ; SPM,SO2,NO2,HS,
dan O3 yang berasal dari daerah – daerah industri.
. Kairo, debu yang terkira banyaknya, dengan iklim gurun dan panas tinggi, curah hujan hanya
22mm rata-rata pertahunnya GMS memantau TSP(500-1100 ug/m3) dan SPM. Emisi berasal
dari proses pembakaran,industri, pabrik semen dan lainnya. Emisi asap mobil diestimasi sampai
1200 ton/tahun. Dijumpai lebih dari 450 pabrik industri metal, keramik, gelas,testil dan
plastik.Banyak kota-kota besar didunia kualitas udaranya memburuk karenatercemar oleh: zat-
zat pencemar yang sumbernya berasal dari pabrik-pabrik industri, kendaraan bermotor, proses
pembakaran, pembuangan limbah padat. Zat-zat pencemar yang paling sering dijumpai adalah:
SO2, NO dan NO2, Pb, SPM, O3 dan CO. Faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi dan
transport zat polutan ini adalah: letak topografi daerah, intensitas dan pemaparan, arah angin,
suhu dan cuaca. Dampak yang paling utama adalah terhadap kesehatan manusia terutama pada
sistem pernapasan, pembuluh darah, persarafan, hati dan ginjal.
ringkasringkas
Jan 26th
Posted by industri16victor in ringkasan modul
No comments
Dampak Polusi Udara
Dampak memberikan pengaruh yang merugikan bagi kesehatan manusia, bukan saja dengan
terhisap langsung, tetapi juga dengan cara-cara pemaparan lainnya seperti: meminum air yang
terkontaminasi dan melalui kulit. Umumnya sebagian besar zat-zat polutan udara ini langsung
mempengaruhi sistem pernafasan dan pembuluh darah. Ozon dapat mengiritasi mata, hidung dan
tenggorokan dan penyebab sakit kepala. CO beraffianitas tinggi terhadap Hb sehingga mampu
mengganti O2 dalam darah yang menuju ke sistem pembuluh darah dan jantung serta
persarafan.Pb menghambat sistem pembentukan Hb dalam darah merah, sumsumtulang, merusak
fungsi hati dan ginjal dan penyebab kerusakan syaraf. Pengaruh-pengaruh langsung dari polusi
udara terhadap kesehatan manusia tergantung pada; intensitas dan lamanya pemaparan, juga
status kesehatan penduduk yang terpapar.
ringkasringkas
Jan 26th
Posted by industri16victor in ringkasan modul
No comments
manajemen lingkungan
Sistem manajemen lingkungan memberikan mekanisme untuk mencapai dan menunjukkan
performasi lingkungan yang baik, melalui upaya pengendalian dampak lingkungan dari kegiatan,
produk dan jasa.
Sistem tersebut juga dapat digunakan untuk mengantisipasi perkembangan tuntutan dan
peningkatan performasi lingkungan dari konsumen, serta untuk memenuhi persyaratan peraturan
lingkungan hidup dari Pemerintah.Agar dapat dilaksanakan secara efektif, sistem manajemen
lingkungan harus mencakup beberapa unsur utama sebagai berikut :
. Kebijakan Lingkungan : pernyataan tentang maksud kegiatan manajemen lingkungan dan
prinsip-prinsip yang digunakan untuk mencapainya.
. Perencanaan : mencakup identifikasi aspek lingkungan dan persyaratan peraturan lingkungan
hidup yang bersesuaian, penentuan tujuan pencapaian dan program pengelolaan lingkungan.
. Implementasi : mencakup struktur organisasi, wewenang dan tanggung jawab, training,
komunikasi, dokumentasi, kontrol dan tanggap darurat.
. Pemeriksaan reguler dan Tindakan perbaikan : mencakup pemantauan, pengukuran dan audit.
. Kajian manajemen : kajian tentang kesesuaian daan efektivitas sistem untuk mencapai tujuan
dan perubahan yang terjadi diluar organisasi (Bratasida, 1996).
ringkasringkas
Jan 26th
Posted by industri16victor in ringkasan modul
No comments
ISO
Untuk menfasilitasi penerapan standar ISO 14001 di Indonesia dan mempermudah penerapan
dilapangan serta untuk menyamakan persepsi mengenai pelaksanaannya, maka Kementerian LH
bekerjasama dengan BSN telah melakukan adopsi terhadap beberapa Standar Internasional ISO
14000 menjadi Standar Nasional Indonesia (SNI). Standar yang telah diadopsi tersebut
diantaranya :
1.Sistem Manajemen Lingkungan-Spesifikasi dengan Panduan Penggunaan (SNI 19-14001-
1997)
2.Sistem Manajemen Lingkungan-Pedoman Umum Prinsip Sistem dan Teknik Pendukung (SNI
19-14004-1997)
3.Pedoman Audit Lingkungan-Prinsip Umum (SNI 19-1410-1997)
4.Pedoman Untuk Pengauditan Lingkungan – Prosedur Audit – Pengauditan Sistem Manajemen
Lingkungan (SNI 19-14011-1997)
5.Pedoman Audit untuk Lingkungan – Kriteria Kualifikasi untuk Auditor Lingkungan (SNI 19-
14012-1997)
12345»10...Last »

Top of Form

Search

Bottom of Form

○ Recent comments
○ Popular posts
○ Archives
○ Tags
○ Categories
○ kumpulan artikel (12)
○ pemahaman jurnal (6)
○ pertanyaan dan catatan (50)
○ presentasi (4)
○ ringkasan modul (51)
○ Uncategorized (4)
○ February 2011 (6)
○ January 2011 (93)
○ December 2010 (26)
○ November 2010 (1)
○ October 2010 (1)
○ manusia dan lingkungan (1)
○ Dampak Pertanian Industrial.. (0)
○ dampak pencemaran lingkungan (0)
○ polusi udara (0)
○ prosedural amdal (0)
○ kegunaan amdal (0)
○ analisis dampak lingkungan (0)
○ reaksi pihak pelaku industri (0)
○ sampah (0)
○ bumi yang semakin ditinggalkan (0)

○ industri16victor: terimakasih sbelumnya..maaf kalau hanya ini yang baru


bisa saya buat..sekalilagi terimakasih
• My latest tweets
WordPress
97164 followers
○ Elance declares WordPress "The Undisputed Champ of Content"
http://wp.me/p6aDv-kvabout 1 week ago
○ @joshbetz Patches welcome, if you have the skills!about 1 week ago
○ @pricelessjunk For future reference, that's @wordpressdotcom. @wordpress is
the open source project.about 1 week ago
○ @mrsdexter FYI, it's on @wordpressdotcom. @wordpress is the open source
project.about 1 week ago
Follow me on Twitter!
• User Login
Top of Form
User

Password

Login

Remember me
http://industri16vi

Bottom of Form

○ Register
○ Lost your password?
• Blogroll
○ Documentation
○ Plugins
○ Suggest Ideas
○ Support Forum
○ Themes
○ Universitas Mercu Buana
○ WordPress Blog
○ WordPress Planet
Penambangan Batu Kapur

Penambangan Batu Kapur

Pegunungan kapur merupakan gejala khas di


daerah Karst. Daerah kapur ini tersusun dari batuan kapur (lime stone) dengan mineral penyusun
utamanya adalah kalsium karbonat (CaCO3). Batuan kapur tergolong batuan sedimen yang
dalam pembentukannya dipengaruhi oleh peranan organisme. Organisme yang dimaksud adalah
organisme laut, yakni binatang karang. Dengan demikian daerah kapur itu sebelumnya
merupakan laut. Daerah kapur sebagai batuan sedimen, biasanya kaya akan fosil.
Di pulau Jawa, khusunya di Jawa Timur, dikelompokkan menjadi tiga rangkaian pegunungan
kapur. Pegunungan kapur tersebut adalah pegunungan Kapur Utara, pegunungan Kapur Tengah
yang sering disebut pegunungan Kendeng, dan pegunungan Kidul (pegunungan Kapur Selatan).

Foto yang terpampang di atas adalah bagian kecil dari rangkaian pegunungan Kidul, tepatnya di
daerah Malang Selatan. Gambar tersebut merupakan wujud pemanfaatan batuan kapur sebagai
bahan galian. Menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 1976 tentang Pertambangan, batu
kapur sebagai bahan galian termasuk dalam bahan galian golongan C. Berdasarkan yang
mengusahakan penambangan batuan kapur ini diusahakan oleh rakyat.

Dalam melakukan penambangan kapur, masyarakat setempat bekerja secara berkelompok antara
tiga sampai sepuluh orang. Peralatan yang digunakannya hanya peralatan-peralatan sederhana,
yakni cangkul, ganco, linggis, dan beberapa peralatan bantu lainnya. Biasanya mereka bekerja
mulai dari pagi, sekitar pukul 8.00 sampai senja hari (sekitar pukul 17.00).

Walau dengan menggunakan alat sederhana dan seadanya, namun mereka mampu dan berani
merobohkan batuan kapur yang terjal nan kokoh ini. Pelan tetapi pasti, bukit kapur berketinggian
lebih dari 750m di atas permukaan laut ini roboh dan hancur. Apakah ada dampak ekologis?
Jelas ada tentunya. Solum tanah yang relatif tipis (5cm-10cm) akan semakin mudah terkoyak dan
yang tersisa adalah pemandangan yang gersang. Belum lagi dampak runtuhnya batuan kapur
pada areal pertambangan.

Sebenarnya yang mereka cari adalah bongkahan-bongkahan batu kapur yang biasanya untuk
pondasi bangunan atau untuk pengeras jalan, di samping kalau kualitas kapurnya bagus biasanya
akan menjadi bahan mentah dalam industri gamping. Hasilnya tidak seberapa. Pendapatan
mereka setiap hari berkisar sekitar Rp 30.000,- sampai Rp 75.000,-
Pabrik Semen Datang, Karst Tuban Hilang
by SAGA KBR68H on Thursday, March 11, 2010 at 9:49am
Tuban di Jawa Timur adalah wilayah yang kaya karst, alias pegunungan kapur. Tapi puluhan
ribu hektar diantaranya sudah habis dikeruk, untuk bahan baku semen. Di sana berdiri Pabrik
Semen Gresik, juga 60 perusahaan penambangan batu kapur. Satu per satu, dampak buruk
penambangan karst mulai muncul. Banjir, kekeringan serta menjangkitnya penyakit karena
nyamuk, menjadi pengalaman baru bagi warga setempat. Namun izin pendirian pabrik semen
terus dikeluarkan Pemerintah Kabupaten Tuban demi menggenjot pemasukan daerah.
Kontributor KBR68H Didi Syahputra berbincang dengan warga sudah merasakan akibat
menghilangnya karst dari Tuban.

BLOK 1

[Suara orang mencangkul]

Lengan Marsudi yang kurus tampak berkilat, dibasahi keringat. Ia mengayunkan cangkulnya
berkali-kali di lantai kolam ikan yang dindingnya sudah runtuh. Ia akan membongkar kolam
ikannya yang hancur akibat terjangan banjir. Sebagai gantinya, ia hendak membangun kandang
ternak.

[Suara air]

Banjir yang terjadi akhir Januari lalu menyebabkan 3 desa di Kabupaten Tuban, Jawa Timur
tergenang. Ratusan hektar lahan pertanian rusak dan usaha kolam ikan yang dikelola warga
musnah. Warga mengalami kerugian hingga ratusan juta rupiah. Salah satunya Marsudi, warga
Desa Mliwang.

[( Hujan deres toyo saking etan, kidul, ler tempuk dados setunggal terus ambleg niku terus
medotne blumbang wingking griyo. Total menawi nggih 18 juta, amblas punan. Kolam Nila,
lele, tombro, gurame, amblas sedoyo punan. ). : Hujan deras air dari timur, utara datang jadi satu.
Lantas runtuh, memutuskan kolam belakang rumah. Total mungkin sekitar 18 juta hilang. Kolam
Lele, nila, tombro gurame, hilang sudah semua.]

Sementara Saniyah, warga Desa Birbin, kehilangan puluhan hektar lahan taninya. Rumah dia,
juga rumah ratusan warga lainnya, rusak akibat banjir. Rumah mereka digenangi lumpur setinggi
setengah meter.

( Nggak berani di rumah, jadi ya saya membuat tenda di belakang rumah....(dari apa?), dari
terpal, terpal satu wong hanya untuk 2 keluarga. Kalau yang itu....anu...tempat air itu untuk
persediaan)

Sekitar 30 kilomter dari desa mereka, tepatnya di Desa Margorejo, justru sebaliknya.
Kekeringan. Mata air yang selama puluhan tahun jadi andalan warga, mati. Lahan pertanian
kerontang. Aktivitas pertanian di Kecamatan Merakurak dan Kerek pun mandek. Di musim
hujan seperti sekarang ini, warga malah kesulitan air, kata Santoso, warga Desa Margorejo.

(Saat ini warga nggak tahu lagi mas, air semua susah, kalaupun toh harus membuat sumur,
minimal kedalamannya harus 40 meter. Sungai sungai yang saat ini ada itu dimanfaatkan untuk
keperluan rumah tangga, untuk minum. Bahkan kami harus mandi bersama sapi, lembu, wedus)

Kekeringan dan banjir jadi pengalaman baru bagi warga Kabupaten Tuban bagian barat. Puluhan
tahun lalu, daerah ini dikenal sebagai pemasok padi dan palawija terbesar untuk wilayah barat
Jawa Timur. Kini kondisi telah berubah. Tanah di Kecamatan Merakurak, Kerek dan Jenu kering
dan tandus.

Hamparan tanah milik Perhutani ini dulunya hijau kini tampak putih. Semula banyak tanaman
tumbuh di sana. Kini, hanya tanah gamping sisa penambangan kapur. Penyebabnya, eksploitasi
besar-besaran tanah gamping sebagai bahan baku semen, kata Edy Toyibi, Ketua Bidang Sains
dan Konservasi, Himpunan Kegiatan Speleologi Indonesia. Speleologi adalah ilmu tentang gua
dan lingkungan sekitarnya.

(Kawasan Karst sangat penting bagi kehidupan. Dari aspek hidrologi, kawasan Karst mampu
menyimpan air untuk kehidupan masyarakat yang tinggal di kawasan Karst atau kawasan kapur.
Di sebuah penelitian di tahun 2002, batuan kapur atau kawasan Karst itu mampu menyimpan air
dalam 1 meter kubik itu 190 liter. Jadi bisa dibayangkan kalau itu tereksploitasi terus menerus
oleh penambangan kecil maupun skala besar, ini akan mengurangi cadangan air di kawasan
Karst )

Tergerusnya kawasan karst menyisakan tanah tandus. Setiap hujan turun, air tak bisa lagi diserap
tanah. Banjir terjadi di mana-mana, menggenangi desa dan lahan pertanian. Air hujan
menyisakan kubangan raksasa, di tempat bekas penambangan batu kapur, kata Edy.

( Dulu tidak seperti ini. Artinya eksploitasi tambang Semen Gresik mengubah morfologi
permukaan dari tanah kapur yang semula dataran memanjang menjadi cekungan-cekungan besar.
Terus tata simpan dibawah permukaan, tata simpan hidrologi sangat berpengaruh, karena dalam
artian secara material eksploitasi bahan tambang Semen Gresik tersebut juga mengambil batuan
batuan kapur )

Sebelum PT Semen Gresik beroperasi, warga di Tuban bagian barat kebanyakan bekerja sebagai
pesanggem atau buruh tani. Mereka bercocok tanam di sekitar hutan, sekaligus mengamankan
hutan dari penjarahan. Kini buruh tani jadi profesi langka. Lahan pertanian milik Perhutani telah
beralih fungsi jadi area penambangan batu gamping, dan bangunan pabrik semen. Yang semula
petani, kini menjadi nelayan, pedagang, tukang becak atau buruh bangunan.

Muryono, warga Desa Birbin, Kecamatan Merakurak, tak bisa lagi menyandarkan hidup
keluarganya pada tanah.

(Karena ada gusuran itu jadi nggak bisa tani, makannya dari mana gitu lo. Cara menyambung
hidup kan sulit kalau nggak tani. Di sana itu kan tanahnya itu kan cuma pas pasan gitu. Jadi
kerjanya awak awak dewe ini cuma mengabdi disitu, kadang kadang kalau pemerintah itu anu
gini nanam ini saya ikut gitu aja. Trus disuruh ini ikut gitu aja. Kepengennya kan kita ini boleh
bercocok tanam di tanah milik Perhutani, di samping itu kan untuk menyambung hidup awake
dewe sak keluarga gitu )

Tuban tak hanya kehilangan bentangan tanah karst. Tapi juga kehilangan puluhan gua yang
indah. Pada 2000 lalu, kelompok penjelajah gua dari 6 negara Eropa mendapati belasan gua di
Tuban mempunyai stalagmit dan stalaktit yang indah. Kata mereka, setara dengan Gua Mamoth
di Amerika Serikat, warisan dunia versi Badan PBB, UNESCO. Namun sebagian besar telah
dihancurkan untuk bahan baku semen. Kini tinggal tiga gua yang tersisa, kata Ketua LSM Cagar
Tuban, Adi Waluyo.

(Keadaan hidrologi gua itu sekarang sudah menjadi semacam lorong fosil mas. Batu batu
stalagtit, stalagmit itu sudah mengering semua dan coklat, dan vegetasi diatasnya sudah
terekploitasi juga ke ujung lorong semua itu. Jadi intinya kalau secara hidrologi sudah mengering
)

Karena gua tak lagi ada, maka kelelawar yang semula tinggal di dalamnya kehilangan rumah.
Dalam siklus alam, kelelawar berperan untuk memakan nyamuk. Alhasil begitu kelelawar hilang,
maka penyakit bersumber nyamuk mulai merebak. Puluhan desa di Tuban kini dinyatakan
sebagai daerah endemis demam berdarah dan chikungunya. Dokter Subagyo dari RSUD Tuban
mengatakan, jumlah pasien dua penyakit ini bertambah dari tahun ke tahun. Begitu pula jumlah
wilayah endemis demam berdarah.

( Desa endemis dari 344 desa yang ada, ada 50 yang endemis. Yang sporadis, jadi sifatnya yang
tahun ini ada kemudian tahun depan nggak ada, tahun depannya lagi ada itu 217. Untuk
kecamatan, dari 24 kecamatan itu 17 kecamatan yang sudah terkena )

Meski warga sudah kena getahnya, Pemerintah Kabupaten Tuban justru terus mengeluarkan izin-
izin baru penambangan kapur di sana. Mengapa begitu?

(Suara mesin diesel, alat pengeruk hidrolik dan truk)

BLOK 2

(Suara mesin diesel, alat pengeruk hidrolik dan truk)

Suara mesin diesel, alat pengeruk hidrolik dan truk pengangkut batuan gamping terdengar
hampir di semua sudut Desa Mliwang. Desa inilah yang selama puluhan tahun menjadi area
penambangan batu gamping untuk bahan baku semen. Setiap hari, ratusan truk berisi batuan
gamping yang telah dikeruk dari perbukitan kapur, bergerak menuju pabrik Semen Gresik di
Kecamatan Kerek.

(Suara mesin diesel, alat pengeruk hidrolik dan truk)

Karst atau batuan gamping adalah bentang alam yang unik. Dengan bentuk yang keras, di atas
lapisan tanah yang tipis bisa tumbuh aneka tanaman. Sementara di bawahnya, ada gua dan sungai
bawah tanah.
Keunikan lain dari karst adalah kemampuannya menyimpan air. 1 meter kubik karst diperkirakan
sanggup menampung air sampai hampir 200 liter. Air itu lantas keluar lewat retakan-retakan
celah gua. Mata air di sana berkualitas tinggi karena mengandung mineral yang terdapat pada
karst. Debitnya pun stabil, meski tengah musim kemarau. Tak heran, kebutuhan air masyarakat
di 3 kecamatan di Kabupaten Tuban bergantung sepenuhnya pada mata air alami pada tanah
karst.

(Suara air)

Selain sebagai sumber air, tanah karst menjadi sumber kapur yang dibutuhkan pabrik semen.
Kabupaten Tuban memiliki 123 ribu hektar karst berupa pegunungan kapur, membentang
sepanjang 1.500 kilometer persegi.

Dari penambangan kapur inilah, Tuban mendulang pendapatan daerah sampai 100 miliar rupiah
per tahun. Penguasanya adalah pabrik semen PT Semen Gresik yang berdiri sejak 18 tahun lalu.
Darno, Kepala Bidang Mineral dan Pengawasan Air Bawah Tanah, Badan Lingkungan Hidup
Kabupaten Tuban.

( Untuk SG itu kan kita minta batu atau bahan tambang yang dibutuhkan itu berapa. Ternyata
dari target SG sendiri dengan realisasi itu memang kebanyakan lebih besar realisasinya. Jadi
....contoh ya ... untuk keseluruhan untuk produksi semen, seperti batu kapur, tanah liat itu sekitar
18 milyar 250 juta rupiah itu tagetnya SG. Tapi realisasinya lebih )

Pembangunan ikut menggenjot makin tingginya kebutuhan akan semen. Tahun 2009, 40 juta ton
semen dibutuhkan untuk industri nasional. Laju kebutuhannya mencapai 19 persen per tahun. 5
tahun belakangan, pemakaian kapur naik lebih dari 100 persen, alias menjadi 163 juta ton.

Pemerintah Tuban sadar betul akan potensi kapur di daerah mereka. Karenanya, semua beramai-
ramai mendukung rencana perluasan area penambangan batu kapur oleh PT Semen Gresik seluas
800 hektar. Pemkab Tuban juga sudah meneken izin pembangunan 2 pabrik semen baru, Holcim
dan Garuda. Pemkab mengklaim tak ada potensi kerusakan lingkungan akibat penambangan
karst di daerah mereka.

(Suara mesin diesel, alat pengeruk hidrolik dan truk)

Analisis dampak lingkungan sudah ada, kata Badan Lingkungan Hidup Tuban. Apalagi setiap
tahun juga dilakukan penelitian soal ada tidaknya kerusakan lingkungan akibat penambangan
kapur. Bambang Irawan, Kepala Bidang Pengawasan dan Pengendalian, BPLHD Tuban.

( Amdal itu pada hakekatnya adalah kajian ilmiah bukan kajian orang awam. Penyusunnya itu
seorang ahli dan penelitinya adalah seorang pakar. Apapun hasil dari kajian itu adalah sesuatu
yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Kalau Semen Gresik pada posisi sekarang
masih taat pada posisi amdal yang disusun. Karena amdal yang disusun saat tambang batu kapur
seluas 700 hektar di Mliwang, itu amdal disusun dengan Single Continuos Bank. Single
Continuos Bank itu ditambang seluruhnya baru direklamasi. Walaupun pandangan kita itu sangat
panas, tapi pandangan seorang ahli itu memang dibuat seperti itu untuk mengurangi limpasan
air )
Himpunan Kegiatan Speleologi 2 tahun lalu mencatat, di karst Tuban terdapat 150-an mata air
yang terus mengalir konstan di segala musim. Saat kemarau panjang sekalipun, puluhan sumber
air itu masih ada, mengeluarkan 1.500 liter air per detik. Cukup untuk kebutuhan ribuan keluarga
dan ratusan hektar tanah pertanian di Tuban bagian barat.

Eksploitasi kapur serta pembabatan hutan mengubah segalanya. Kini lebih dari 30 sumber air
mati, lainnya surut. Edy Toyibi, Ketua Bidang Sains dan Konservasi, Himpunan Kegiatan
Speleologi Indonesia, khawatir, kondisi bakal makin parah jika penambangan kapur terus
dilakukan secara besar-besaran. Apalagi jika kelak areal penambangan diperluas 800 hektar.

( Kalau Semen Gresik terus memaksakan perluasan diri 800 hektar jelas akan mempengaruhi
krisis air. Kalau kita dekatkan secara ilmiah bahwa kawasan batuan kapur itu mampu
menyimpan air. Ketika simpanan itu terkurangi, maka cadangan air bawah tanah juga akan
terkurangi )

PT Semen Gresik tak mau disalahkan. Juru Bicara PT Semen Gresik Syaifuddin Zuhri
mengatakan, berkurangnya debit air di Tuban bukan karena penambangan kapur yang dilakukan
perusahaannya. Tapi ulah petani, yang menyedot air tanah berlebihan.

( Sampai saat ini kita nambang yang hampir 20 tahun masyarakat tidak ada yang
mempermasalahkan masalah itu. Kandungan air didalam tanah itu juga tidak ada masalah, tidak
berkurang. Dan malah berkurangnya air tanah itu disebabkan karena untuk pengairan irigasi
masyarakat yang disedot beberapa titik yang debitnya terlalu besar. Kalau proses Semen Gresik
sendiri prosesnya adalah proses kering mas,....tidak pakai air. Kalau pakai air justru malah boros,
karena harus dikeringkan dulu. Jadi kita tidak pakai air untuk industri )

Penambangan karst telah membuat gua-gua kapur di Tuban hancur. Padahal gua itu sangat
penting bagi keberadaan sumber mata air. Rusaknya Gua Bulan misalnya, mengakibatkan
turunnya debit mata air di sana. Jika 1 meter kubik kapur bisa menyimpan hingga hampir 200
liter air, maka serta merta penggerusan kapur ikut menghilangkan sumber air warga setempat.

Bambang Irawan, Kepala Bidang Pengawasan dan Pengendalian, BPLHD Tuban, mengelak.
Kata dia, kelangkaan air adalah efek pemanasan global, bukan karena penambangan kapur.

( Kalau berdasarkan pemantauan kami dan semen, sebenarnya debit air tidak banyak berkurang
kok. Artinya kondisinya dimanapun di dunia ini air sulit tidak hanya di Kerek. Tapi berdasarkan
pemantauan kami di lokasi, debitnya tetep di sumur pantaunya semen itu. Di sana kan ada sumur
pantaunya ada 4 kalau tidak salah. Tapi kalau secara global air dimanapun ini berkurang secara
otomatis dengan adanya Global Warming dan lain sebagainya )

Setiap tahun, tambang kapur menyumbang 100-an milyar rupiah untuk pendapatan Tuban.
Potensi kapur yang sangat besar di Tuban itu, diharapkan bisa ikut menggenjot program Inpres
Desa Tertinggal IDT yang sejak tahun lalu digalakkan di 300-an desa. Juru Bicara Pemkab
Tuban, Tri Martoyo menekankan, penambangan kapur akan diteruskan karena belum ada bukti
kerusakan kawasan karst di Tuban bagian barat. Tri Martoyo meminta polemik soal ini
dihentikan saja.

( Jadi perlu saya sampaikan dan perlu saya jelaskan, kajian Badan Lingkungan Hidup maupun
Dinas Pertambangan dan Energi itu sudah sesuai dengan keadaan yang ada di Kabupaten Tuban.
Kajianya pun sangat sangat ilmiah sekali, data yang ada di sana sudah barang tentu sudah dapat
dipertanggungjawabkan )

Pemkab menjanjikan, kesejahteraan masyarakat sekitar pabrik akan mendapat perhatian khusus.
Setelah penambangan oleh PT Semen Gresik selesai, 20 tahun lagi warga bisa kembali menjadi
buruh tani di atas lahan milik Perhutani tersebut. Begitu janji Bambang Suharto, Kepala
Pengelolaan Sumber Daya Hutan Perhutani, Tuban.

( Tanah yang sudah selesai dikelola oleh pabrik Semen Gresik tetap reboisasi. Jadi Perhutani
terima itu sudah berupa keberhasilan reboisasi. Jadi disaat penanaman kita kan menggunakan
sistem tumpangsari, dibawah tegakaannya itu ditanami oleh rakyat itu mereka menanami palaija,
mereka ngambil hasil dari palawija itu. Perhutani ngambil dari tanaman Perhutaninya )

Atas nama pembangunan, kebutuhan akan semen tidak pernah surut.

Tinggal warga dan pegiat lingkungan yang khawatir.

(Suara mesin diesel, alat pengeruk hidrolik dan truk)

Pegunungan kapur yang hilang berarti menghilangnya sumber mata air warga, serta
menyebabkan kekeringan di beberapa tempat. Tanah tak lagi mampu menyerap air hujan,
menyebabkan banjir terjadi di tempat lain. Kelelawar yang biasanya tinggal dalam gua-gua
pegunungan kapur kehilangan rumah, sehingga tak ada lagi hewan yang memangsa nyamuk.
Perluasan wilayah endemis demam berdarah di Tuban sudah jadi bukti. Hilangnya puluhan mata
air juga jadi bukti.

Lingkungan juga punya dampak sistemik. Ini yang tak disadari Pemerintah Kabupaten Tuban.

(Suara orang mencangkul)


(Suara air)

Demikian SAGA yang disusun Kontributor KBR68H Didi Saputra. Saya Vitri Angreni, terima
kasih sudah mendengarkan.
Akibat banjir di Desa Mliwang
Bukit karst di Tuban
Eksploitasi batu kapur
Karst yang rusak di Tuban
Kekeringan di Desa Margorejo
Banjir di Desa Mliwang
Kontributor KBR68H Didi Syahputra di depan karst yang rusak di Tuban
*** MANUSIA DAN LINGKUNGAN ***
Manusia sebagai makhluk yang diciptakanNya paling sempurna diantara makhluk lainnya
memiliki ruang lingkup kehidupan yang begitu luasnya..ruang lingkup inilah yang disediakan
olehNya agar diolah sedemikian rupa bagi kelangsungan hidup kita.Sebagai manusia yang sudah
mengenal peadaban dan mengikuti semua perkembangan zaman,kita dituntut untuk turut
menjaga dan melestarikan lingkungan yang ada ini.Dewasa ini,perkembangan yang begitu
pesatnya justru mengesampingkan dampak dan akibat nya bagi lingkungan.Bidang industri
sedemikian rupa mengolah dan mengeksplorasi semua kekayaan alam..sehingga mereka kurang
memperhatikan dampaknya bagi lingkungan. fokus mereka hanya bagaimana memperoleh hasil
industri(barang komoditas).Pemerintah sendiri bukannya hanya berpangku tangan saja dalam hal
ini,,terbukti dengan dikeluarkannya peraturan perundangan tentang pembuangan limbah
diantaranya:
* Undang RI No. 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
* PP RI No. 18/1999 Jo. PP No. 85/1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbaha &
Beracun, sebagai revisi dari PP RI No. 19/1994 Jo. PP No. 12/1995 tentang Pengelolaan Limbah
B3.
* Kepdal 01/ BAPEDAL/09/1995 Tata Cara & Persyaratan Teknis Penyimpanan &
Pengumpulan Limbah B3.
* Kepdal 02/BAPEDAL/09/1995 tentang Dokumen Limbah B3.
* Kepdal 04/BAPEDAL/09/1995 tentang Persyaratan teknis pengelolaan limbah B3.
* Kepdal 04/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara Penimbunan Hasil Pengolahan, Persyaratan
Lokasi Bekas Pengolahan dan Lokasi Penimbunan Limbah B3.
* Kepdal 05/BAPEDAL/09/1995 tentang Simbol dan Label.
* Kepdal 68/BAPEDAL/05/1994 tentang Tata Cara Memperoleh Izin Pengelolaan Limbah B3.
* Kepdal 02/BAPEDAL/01/1998 tentang Tata Laksana Pengawasan Pengelolaan Limbah B3.
* Kepdal 03/BAPEDAL/01/1998 tentang Program Kendali B3.
* Kepdal 255/BAPEDAL/08/1996 tentang Tata Cara dan Persyaratan Penyimpanan dan
Pengumpulan Minyak Pelumas Bekas.

Artikel
Rencana Pembangunan Pabrik Semen Gresik di Sukolilo dan Dampaknya Bagi
Masyarakat
3 - Nov - 2010 | Kategori:berita |
Summary Report
Tidak banyak yang tahu bahwa pegunungan kapur (karst) yang membentang dari desa Taban
(Kudus) sampai Tuban bernama Pegunungan Kendeng Utara. Pegunungan ini berdekatan dengan
Kecamatan Sukolilo. Sebagai pegunungan berkapur, sepintas areal seperti ini terkesan kering dan
memiliki kemanfaatan yang rendah bagi penduduk sekitar. Faktanya tidak demikian.
Pegunungan kapur yang dikenal sebagai karst, memiliki fungsi ekologi yang tak tergantikan.
Pertama, pegunungan karst memiliki fungsi menyimpan air di musim kering, dan menyerap air
dengan baik di musim hujan. Temuan ASC, tim ahli geologi dan lingkungan dari Yogyakarta
bersama warga setempat menemukan lebih dari 60 situs sumber mata air. Dari sumber mata air
ini, fungsi karst pegunungan Kendeng telah mengairi 15.873,9 ha lahan pertanian di sekitarnya,
melalui sistem pompanisasi (mengambil air irigasi dari dalam tanah). Kedua, lahan di
pegunungan ini juga menjadi lahan pekerjaan bagi ribuan peladang yang menanam berbagai
palawija di sela-sela pepohonan jati milik Perhutani. Total tenaga kerja yang terserap ke dalam
lahan pertanian di sekitar pegunungan ini mencapai lebih dari 300.000 jiwa.
Keberadaan pegunungan Kendeng terancam dengan adanya rencana Semen Gresik yang ingin
melakukan penambangan (eksploitasi) batu kapur yang ada di pegunungan Kendeng. Pada tahun
2008 PT. Semen Gresik akan membangun pabrik semen dengan kapasitas 2,5 juta ton/tahun
yang memerlukan sekitar 2000 ha lahan yang akan digunakan untuk penambangan batu kapur,
tanah liat dan bangunan pabrik. Menurut penjelasan pihak PT Semen Gresik dalam sosialisasi di
Kecamatan Kayen pada tanggal 16 Nopember 2008, PT. Semen Gresik membutuhkan beberapa
hal penting untuk menjalankan operasinya.
Dengan investasi yang ditanam sebesar 3,5 trilyun, seluruh proses pendirian pabrik semen
memerlukan tenaga kerja sebanyak 3.000 orang, dengan rincian 2.000 orang dipekerjakan dalam
tahap konstruksi dan 1.000 orang dipekerjakan untuk tahap operasional. Jumlah ini termasuk
pekerja internal dari PT. Semen Gresik.
Sementara pihak pemerintah, khususnya Pemda kabupaten Pati dan Propinsi Jawa Tengah,
beranggapan bahwa rencana pembangunan Pabrik semen di Pati selain untuk memenuhi
kebutuhan pasar domestik yang terus meningkat, adanya pabrik semen ini juga dapat menjadi
sumber untuk meningkatkan pedapatan daerah.
Beberapa pelanggaran
Setelah mempelajari sejumlah data dari beragam sumber, maka didapat informasi tentang
beberapa pelanggaran berkaitan dengan rencana pendirin pabrik semen ini.
Pertama, rencana pembangunan Semen Gresik tidak berdasarkan pada Peraturan Daerah
Kabupaten Pati tentang Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah (RTRW) karena Rancangan
Perda RTRW 2008- 2009 Kabupaten Pati masih dalam proses persetujuan Pemerintah Pusat.
Perda RTRW Kabupaten Pati periode 2006-2007 telah kadaluarsa. Kondisi ini pastinya dipahami
oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Pati, tetapi yang menjadi ganjil adalah ketika Bupati Pati
mengeluarkan Surat Bupati Pati No. 131/1814/2008 tanggal 17 April 2008 untuk dijadikan
rujukan dalam menilai kesesuaian rencana kegiatan dengan tata ruang kabupaten dan membuat
Semen Gresik dapat merealisasikan rencananya untuk membangun Semen Gresik di Kecamatan
Sukolilo, Pati.
Dalam Surat Bupati Pati tersebut dinyatakan bahwa lokasi kawasan pertambangan golongan C
terdapat di Kecamatan Sukolilo, Kayen, Tambakromo, Gabus, Pucakwangi, Dukuhseti, Tayu,
Tlogowungu, Gembong, Cluwak, dan Gunungwungkal. Kawasan peruntukan industri besar dan
sedang terdapat di Kecamatan Margorejo, Pati, Juwana, Batangan, Sukolilo, Kayen, dan Gabus.
Berdasarkan hal tersebut maka lokasi rencana kegiatan penambangan bahan baku di Kecamatan
Sukolilo sudah sesuai dengan butir satu, sedangkan rencana lokasi pabrik semen di Kecamatan
Sukolilo sudah sesuai dengan butir kedua.
Belakangan ini (2010), pemerintah propinsi berhasil merumuskan draft terbaru Peraturan
Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) propinsi Jawa Tengah (2009-2029). Konon draft ini
sudah disetujui DPRD tingkat propinsi untuk dijadikan peraturan RTRW terbaru. Dalam
peraturan RTRW propinsi ini, disebutkan bahwa pegunungan Karst Kendeng di Pati Selatan
adalah kawasan lindung Karst (pasal 65), akan tetapi di pasal lain digunakan bagi peruntukan
industri pertambangan (pasal 83a, 84g). Maka antara Pasal 65 dan pasal 83a/84g dalam
praktiknya jelas akan bertabrakan.
Kedua, penetapan pegunungan Kendeng sebagai kawasan Karst jenis I, II, ataupun III belum
memiliki dasar hukum. Semen Gresik hanya mengacu pada hasil penelitian yang dilakukan oleh
Direktorat Tata Lingkungan Geologi dan Kawasan Pertambangan, Departemen ESDM
bekerjasama dengan Semen Gresik tentang kawasan karst Sukolilo tahun 2005. Namun
demikian, di dalam KA ANDAL tersebut, hasil penelitian tersebut tidak menyebutkan golongan
karst dari pegunungan Kendeng. Sementara hasil penelitian dari Pusat Studi Manajemen
Bencana UPN Veteran Yogyakarta (Bapak Eko Teguh Paripurno), Acintyacunyata Speleological
Club (ASC), Yogyakarta (Dikky Mesah, AB Rodialfallah, Rikky Raimon, dkk), dan juga Pusat
Studi Lingkungan Hidup UGM tentang kajian potensi Kars Kawasan Sukolilo, Pati
menyimpulkan bahwa kawasan Kars Pati–kawasan kars Grobogan masuk dalam klasifikasi kars
I menurut Kepmen ESDM no. 1456/K/20/MEM/2000 pasal 12. Selain itu perbukitan kawasan
Kars Sukolilo berfungsi sebagai daerah resapan dan penyimpan air untuk mata air-mata air yang
mengalir di pemukiman, baik di bagian Utara maupun bagian Selatan kawasan ini yang meliputi
Pati dan Grobogan, sehingga Pemerintah di dua kabupaten
Usaha pertambangan yang beroperasi di kawasan karst Citatah-Rajamandala, Kecamatan
Cipatat, Kabupaten Bandung Barat meliputi pertambangan yang berizin bupati berupa surat izin
pertambangan daerah (SIPD) atau kuasa pertambangan (KP), izin Kecamatan Cipatat, dan
lainnya berupa peti (pertambangan tanpa izin). Berdasarkan data Kantor Lingkungan Hidup
Kabupaten Bandung Barat tahun 2008, jumlah SIPD/ KP 15 perusahaan (sebagian warisan dari
Kabupaten Bandung/induk), Izin Camat Cipatat 15 perusahaan, dan peti 8 usaha. Namun, dari
pengamatan di lapangan diperkirakan jumlah pertambangan tanpa izin ini melebihi 8 usaha,
cukup banyak, terutama di Desa Gunungmasigit dan Desa Citatah.
Peti di sini, meliputi yang beroperasi tanpa izin maupun yang menambang atas izin atau
sepengetahuan kepala desa setempat. Dilihat secara praktik pertambangan yang baik dan benar
(good mining practice), kegiatan peti ini sudah sangat mengkhawatirkan bagi kelangsungan
lingkungan hidup, dan masyarakat sekitar karena sebagian menggunakan alat berat dan
peledakkan.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Bandung Barat, sesuai
Pasal 20 ayat (1) menyebutkan bahwa, sebelum Kabupaten Bandung Barat menetapkan
Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati sebagai pelaksanaan Undang-Undang ini, semua
Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati Bandung tetap berlaku dan dilaksanakan oleh Pemerintah
Kabupaten Bandung Barat. Untuk kegiatan pertambangan yang berizin camat, memang ada dasar
hukumnya, yaitu Peraturan Bupati Bandung No. 8 Tahun 2004 tentang Pelimpahan Sebagian
Kewenangan Bupati kepada Camat di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung. Pelimpahan
kewenangan dari bupati ke camat tersebut meliputi 25 bidang, termasuk bidang pertambangan
dan energi. Pelimpahan sebagian kewenangan kegiatan pertambangan dan energi, kalau
dipahami dengan benar dan teliti, sebetulnya ruh peraturan ini adalah "pertambangan rakyat",
diperuntukkan bagi masyarakat setempat, bukan untuk usaha pertambangan skala menengah,
besar dengan peralatan berat dan peledakan.
Dalam lampiran peraturan tersebut secara tegas disebutkan bahwa kegiatan pertambangan
tersebut dengan luas maksimal 1.000 M3, jenis bahan galian yang diperbolehkan hanya untuk
bahan galian pasir (di luar sungai), tanah urug, dan tanah liat, tanpa menggunakan alat berat dan
bahan peledak. Tetapi yang terjadi di lapangan, semua jadi tidak terkendali, di luar kemampuan
dan kapasitas sebuah kecamatan untuk menangani permasalahan pertambangan.
Semakin maraknya kegitan pertambangan di daerah ini, terutama untuk kapur, selain karena
adanya kemudahan transportasi, juga sangat dipengaruhi oleh banyaknya industri pengolah
tambang kapur yang sebagian merupakan penadah/penampung hasil tambang peti, yang
notabenenya "rakyat". Industri pengolah tambang kapur di sini sangat diuntungkan, sehingga
cukup pesat perkembangannya. Kondisi ini disebabkan oleh mudahnya mendapatkan bahan baku
kapur secara kontinu, dengan harga murah dan dari sumber penambang yang bervariasi dari segi
kualitas, harga dan jumlah penambang. Harga tambang kapur di daerah ini cukup murah karena
biaya transportasinya kecil, jarak ke penjual dekat, sebagian dari hasil penambangan yang tidak
melakukan reklamasi dan tidak membayar kewajiban pajak maupun iuran pertambangan.
Industri pengolah tambang kapur di bagian hilir yang terpisah dari kegiatan pertambangan di
bagian hulu, sebetulnya sangat riskan dalam manajemen pengelolaan pertambangan di daerah.
Secara mata rantai kegiatan, antara pertambangan dengan industri pengolah tambang kapur (yang
tidak punya lahan SIPD/KP ini saling membutuhkan. Memang industri pengolahan bahan
tambang kapur, yang tidak punya lahan SIPD/KP ini sangat tergantung dari hasil tambang yang
berasal dari usaha peti. Namun, penambang pun tidak bisa lepas dari mereka, karena industri
pengolah tambang kapur ini dapat memainkan harga tambang semaunya. Hal ini dipengaruhi
oleh banyaknya jumlah penambang yang ingin menjual hasil tambangnya. Akibatnya, mudah
ditebak, agar mampu bersaing di harga, penambang pun berusaha menekan biaya operasi,
dengan cara mengabaikan kewajiban pajak dan iuran pertambangan serta tanpa melakukan
reklamasi bekas tambang.
Pada akhirnya, kegiatan pengolahan bahan tambang ini secara tidak langsung semakin
memperparah kerusakan lingkungan, karena kegiatan pertambangan semakin tidak terkendali,
asas konservasi radikal pertambangan diberlakukan di sini. Gali terus selagi laku dijual, masalah
kerusakan lingkungan tidak mau tahu.
Kebijakan tata ruang
UU RI No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 1 menjelaskan bahwa, yang dimaksud
penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang. Dalam perencanaan tata ruang tersebut ditempuh suatu proses
untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan
rencana tata ruang. Sedangkan, di dalam pemanfaatan ruang tersebut dilakukan upaya untuk
mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan
dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
Agar dapat memahami persoalan mengenai pemanfaatan ruang kawasan karst Citatah-
Rajamandala telah menyimpang, maka perlu dijelaskan di sini mengenai asas dan tujuan dari
penataan ruang itu sendiri. Dalam pasal 2 UU RI No. 26 Tahun 2007 disebutkan, bahwa dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, penataan ruang diselenggarakan berdasarkan
asas (1) keterpaduan; (2) keserasian, keselarasan, dan keseimbangan; (3) keberlanjutan;
keberdayagunaan dan keberhasilgunaan; (4) keterbukaan; (5) kebersamaan dan kemitraan; (6)
pelindungan kepentingan umum; (7) kepastian hukum dan keadilan; dan (8) akuntabilitas.
Sedangkan, Pasal 3 menyebutkan, bahwa penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk
mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan
berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan (1) terwujudnya
keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; (2) terwujudnya keterpaduan
dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memerhatikan sumber
daya manusia; dan (3) terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif
terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
Berdasarkan asas dan tujuan dari kegiatan penataan ruang tersebut, sudah terlihat ada yang
"aneh" dalam pemanfaatan ruang kawasan karst Citatah-Rajamandala untuk kegiatan
pertambangan. Keanehan tersebut ditunjukkan oleh diabaikannya kawasan karst yang seharusnya
dilindungi sehingga beberapa asas penataan ruang telah diabaikan, dan terdapat dua tujuan
penataan ruang yang tidak tercapai, yaitu nomor 2 dan nomor 3. Kenyataan ini akan lebih jelas,
kalau dilihat dari produk hukum daerah mengenai tata ruang, baik yang dikeluarkan Provinsi
Jawa Barat maupun Kabupaten Bandung.
Tata ruang di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, kewenangan dalam penyelenggaraan dan
pelaksanaan penataan ruang wilayah diatur dalam Pasal 10 ayat (1, 2) dan Pasal 11 ayat (1, 2)
UU RI No. 26 Tahun 2007. Pada Pasal 10 dan Pasal 11 tersebut, selain diatur mengenai
kewenangan penyelenggaraan dan pelaksanaan penataan ruang baik yang lingkupnya intern
provinsi maupun kabupaten/ kota juga diatur kewenangan penyelenggaraan dan pelaksanaan
penataan ruang antar provinsi maupun antar kabupaten/kota.
Di tingkat provinsi, Perda Provinsi Jawa Barat No. 2 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah sedang dalam proses revisi, sedangkan perda tata ruang untuk Kabupaten Bandung
Barat masih dalam proses kajian dan penyusunan, dan hingga kini belum selesai. Memang cukup
susah melihat permasalahan ini, tetapi terdapat produk hukum di tingkat provinsi yang dapat
dijadikan dasar dalam memahami permasalahan ini.
Seperti, Perda Provinsi Jawa Barat No. 1 Tahun 2008 tentang Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Kawasan Bandung Utara, memang kawasan kasrt Citatah–Rajamandala tidak mendapat
perhatian. Tetapi di dalam Perda Provinsi Jawa Barat No. 2 Tahun 2006 tentang Pengelolaan
Kawasan Lindung, minimal terdapat 3 hal yang menetapkan kawasan karst Citatah-Rajamandala
tersebut harus dilindungi dan dikelola karena ditetapkan sebagai kawasan lindung. Pertama,
dalam Bab VI Penetapan Kawasan Lindung sesuai dengan pasal 55 perda tersebut disebutkan,
bahwa kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya sebagaimana
dimaksud pada Pasal 5 sampai dengan Pasal 10, huruf b. Kawasan berfungsi lindung di luar
kawasan hutan lindung, tersebar di kabupaten/kota, dan huruf (c). Kawasan resapan air, tersebar
di kabupaten/kota. Kedua, dalam Pasal 56 disebutkan bahwa, kawasan perlindungan setempat
sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 sampai dengan Pasal 20, huruf (c). Kawasan sekitar waduk
dan situ, (untuk nomor 2) Situ, tersebar di kabupaten/kota, dan huruf d. Kawasan sekitar mata
air, tersebar di kabupaten/kota. Perlu diketahui bahwa, pada sekitar kawasan karst Citatah-
Rajamandala tersebut dekat Situ Ciburuy dan di sekitarnya terdapat beberapa mata air.
Ketiga, dalam Pasal 62 disebutkan bahwa, kawasan konservasi geologi sebagaimana dimaksud
pada Pasal 41 sampai dengan Pasal 44, huruf (a). Kawasan cagar alam geologi, yaitu nomor (1)
Cagar Alam Geologi Gua Pawon, terletak di Kabupaten Bandung, dan huruf (b) Kawasan karst,
(yaitu nomor 1) Citatah-Tagog Apu, terletak di Kabupaten Bandung. Berarti berdasarkan perda
tersebut cukup jelas kalau kawasan karst Citatah- Rajamandala termasuk kawasan lindung yang
harus dilindungi dan dijaga kelestariannya.
Perlu diketahui terlebih dulu mengenai perlindungan lingkungan geologi dan kawasan karst.
Menurut, Perda Provinsi Jawa Barat No. No. 2 Tahun 2002 tentang Perlindungan Lingkungan
Geologi, pasal 1 menjelaskan yang dimaksud dengan lingkungan geologi adalah bentang alam
bagian paling atas dari kulit bumi, bahan galian dan air tanah yang terkandung di dalamnya serta
proses alam yang terdapat di dalamnya yang memengaruhi kehidupan manusia. (Bambang
Yunianto, peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara
[Puslitbang tekMIRA], Bandung)***

ingkasan Eksekutif:

Pabrik Cirebon (Palimanan) mempertahankan akreditasi ISO 14000:1996 Sistem


Manajemen Lingkungan untuk mengelola dampak buruk terhadap lingkungan
sekitar dan masyarakat yang disebabkan oleh produksi semen. Perusahaan turut
berpartisipasi dalam Program Langit Biru dan Program Proper, yang keduanya
digagas oleh pemerintah Indonesia untuk meningkatkan kondisi lingkungan di
Indonesia. Pabrik Citeureup memenuhi komitmen pengembangan pengawasan dan
manajemen lingkungan sesuai dengan penilaian terhadap dampak lingkungan pada
dokumen Rencana Kelola Lingkungan (RKL) dan Rencana Pengawasan Lingkungan
(RPL).
Rencana Kelola Lingkungan terdiri atas beberapa program manajemen lingkungan
dan masyarakat yang diterapkan di Pabrik Citeureup. Termasuk juga manajemen
respon terhadap perubahan yang berhubungan dengan proyek Mekanisme
Pembangunan Bersih.

Pabrik Cirebon yang dioperasikan oleh Indocement, terdiri atas 2 (dua) tanur dan
menempati lahan seluas 470 hektar termasuk lahan tambang.

Pabrik ini berlokasi sekitar 20km barat Cirebon untuk mensuplai kebutuhan semen
di daerah Jawa Barat dan sekitarnya. Proses produksi semen terdiri atas
penambangan bahan baku, penggilingan, pengeringan, tanur pembakaran,
pendinginan, penggilingan akhir, pengantongan dan pengiriman. Bahan baku utama
adalah batu kapur, tanah liat, pasir silika dan pasir besi.

Proyek Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB) terdiri termasuk atas pengenalan


bahan aditif untuk penggilingan akhir, dan penggunaan bahan bakar alternatif.
Beberapa bahan bakar alternatif yang dipertimbangkan seperti Biomas, ban bekas,
oli bekas, plastik, kertas, tekstil, dan lainnya. Penggunaan beberapa jenis bahan
bakar ini dimaksudkan untuk keperluan penelitian dan perijinan dari pemerintah.

Emisi gas dan debu diakui sebagai dampak utama terhadap lingkungan pada
industri semen. Tantangan sosial muncul dari suatu kebutuhan sejumlah karyawan
dan kebutuhan dari area penambangan. Penanganan material menyebabkan
peningkatan tekanan pada infrastruktur transportasi setempat. Perubahan proses
yang disebabkan proyek MPB mungkin akan dirasakan buruk dan merusak
lingkungan.

Garis besar Rencana Kelola Lingkungan adalah serangkaian Rencana Pengawasan


dan Mitigasi Dampak yang ditujukan pada lingkungan dan tantangan sosial.
Rencana itu terdiri atas:

Udara, bising dan getaran


Air Permukaan dan Air Tanah
Tanah dan Topografi
Flora dan Fauna
Material Berbahaya/Bekas
Keselamatan dan Kesehatan Pekerja
Konsultasi masyarakat dan Partisipasi
Program Pengembangan Masyarakat:
Pendidikan
Sosial Budaya
Infrastruktur
Ekonomi
Kesehatan Masyarakat
Implementasi dari Rencana Kelola Lingkungan termasuk dalam ISO 14000 yang
berakreditasi Sistem Manajemen Lingkungan Garis besar Sistem Manajemen
Lingkungan adalah bertujuan dan berwawasan lingkungan, kebutuhan institusional,
kewajiban dan tanggung jawab, begitu juga dengan kebutuhan akan sumber daya
manusia dan finansial.
Perkembangan Program SML ISO 14001 di Indonesia

Seiring dengan perumusan Standar Internasional ISO seri 14000 untuk bidang manajemen
lingkungan sejak 1993, maka Indonesia sebagai salah satu negara yang aktif mengikuti
perkembangan ISO seri 14000 telah melakukan antisipasi terhadap diberlakukannya standar
tersebut.

Dalam mengantisipasi diberlakukannya standar ISO seri 14000, Indonesia sudah aktif
memberikan tanggapan terhadap draf standar ISO sebelum ditetapkan menjadi Standar
Internasional. Hal ini dilakukan dengan pembentukan Kelompok Kerja Nasional ISO 14000 oleh
Bapedal pada tahun 1995 untuk membahas draf standar ISO tersebut sejak tahun 1995. Anggota
Kelompok Kerja tersebut berasal dari berbagai kalangan, baik Pemerintah, Swasta, Lembaga
Swadaya Masyarakat, maupun pakar pengelolaan lingkungan.
Kementerian Lingkungan Hidup (Bapedal pada waktu itu) dan Badan Standardisasi Nasional
(BSN) bekerjasama dengan Kelompok Kerja Nasional ISO 14000 dan berbagai stakeholders
sejak tahun 1995 mengkaji, menyebarkan informasi, dan melakukan serangkaian kegiatan
penelitian dan pengembangan penerapan Sistem Manajemen Lingkungan. Berdasarkan hasil
pembahasan dengan “stakeholders” di Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup menyadari
potensi penerapan Sistem Manajemen Lingkungan bagi peningkatan kualitas pengelolaan
lingkungan, peningkatan peran aktif pihak swasta dan promosi penerapan perangkat pengelolaan
lingkungan secara proaktif dan sukarela di Indonesia.

Pada tahun 1996-1998, serangkaian seminar, lokakarya, penelitian dan proyek percontohan
Sistem Manajemen Lingkungan telah diprakarsai oleh Kementerian Lingkungan Hidup,
bekerjasama dengan BSN dan berbagai pihak. Rangkaian kegiatan tersebut dimaksudkan untuk
menjadi investasi awal bagi penerapan ISO 14001 di Indonesia dalam menumbuhkan sisi
“demand” maupun “supply” menuju mekanisme pasar yang wajar. Setelah itu, muncullah
beberapa penyelenggara pelatihan, jasa konsultasi, jasa sertifikasi dan perusahaan-perusahaan
yang menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan. Seiring dengan tumbuhnya populasi para
pemain dalam pasar penerapan ISO 14001 di Indonesia, Kementerian LH selanjutnya lebih
menfokuskan diri pada peran fasilitator dan pembina kepada semua pihak dalam penerapan ISO
14001 di Indonesia. Peran motor penggerak diharapkan dapat dilanjutkan oleh dunia usaha itu
sendiri, sesuai dengan jiwa penerapan Sistem Manajemen Lingkungan yang bersifat proaktif dan
sukarela.

Dengan perannya sebagai fasilitator dalam pengembangan ISO 14000 di Indonesia, Kementerian
LH menyediakan media bagi semua pihak yang berkepentingan untuk aktif dalam program
pengembangan standar ISO 14000, yaitu melalui Kelompok Kerja Nasional ISO 14000
(Pokjanas ISO 14000). Kelompok kerja tersebut sampai saat ini masih aktif dalam melaksanakan
diskusi-diskusi membahas penerapan standar ISO 14000. Sekretariat Pokjanas ISO 14000
tersebut difasilitasi oleh Kementerian LH cq. Asisten Deputi Urusan Standarisasi dan Teknologi.

Untuk menfasilitasi penerapan standar ISO 14001 di Indonesia dan mempermudah penerapan
dilapangan serta untuk menyamakan persepsi mengenai pelaksanaannya, maka Kementerian LH
bekerjasama dengan BSN telah melakukan adopsi terhadap beberapa Standar Internasional ISO
14000 menjadi Standar Nasional Indonesia (SNI). Standar yang telah diadopsi tersebut
diantaranya :

1.Sistem Manajemen Lingkungan-Spesifikasi dengan Panduan Penggunaan (SNI 19-14001-


1997)
2.Sistem Manajemen Lingkungan-Pedoman Umum Prinsip Sistem dan Teknik Pendukung (SNI
19-14004-1997)
3.Pedoman Audit Lingkungan-Prinsip Umum (SNI 19-1410-1997)
4.Pedoman Untuk Pengauditan Lingkungan - Prosedur Audit - Pengauditan Sistem Manajemen
Lingkungan (SNI 19-14011-1997)
5.Pedoman Audit untuk Lingkungan – Kriteria Kualifikasi untuk Auditor Lingkungan (SNI 19-
14012-1997)

Standar ISO 14001 ternyata mendapat sambutan positif dari kalangan industri di Indonesia.
Sejak ditetapkannya ISO 14001 menjadi standar internasional dan diadopsi menjadi SNI 19-
14001-1997 sampai saat ini tercatat lebih dari 248 (dua ratus empat puluh delapan[1]) sertifikat
ISO 14001 untuk berbagai unit organisasi perusahaan di Indonesia yang dengan sukarela
menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001. Kecenderungan peningkatan penerapan
Standar ISO 14001 dapat menjadi salah satu indikator peningkatan kesadaran industri terhadap
pengelolaan lingkungan. Faktor pendorong yang lain adalah antisipasi industri terhadap potensi
adanya persyaratan dagang dan industri yang diwajibkan oleh “buyer” untuk menerapkan ISO
14001. Selain kedua hal di atas, penerapan ISO 14001 juga di pacu oleh adanya program internal
dari beberapa “holding company” untuk menerapkan ISO 14001 pada anak perusahaannya.
GEOLOGI DAN POTENSI ENDAPAN BAHAN BAKU SEMEN

Menurut Nazly Bahar dkk. (2000) serta Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi
(1994), di daerah Batusopang dan sekitarnya terdapat bahan baku semen berupa :
batugamping, lempung dan pasirkuarsa.

Batugamping dijumpai pada Formasi Berai, yang mana sebarannya membentang


dari arah utara ke selatan. Formasi Berai terdiri dari batugamping, napal dan serpih.
Napal dan serpih menempati bagian bawah dari formasi, sedangkan bagian atas
dan tengah disusun oleh batugamping, terendapkan di lingkungan neritik, diduga
berumur Oligosen-Miosen Awal.

Lempung dijumpai pada Formasi Tanjung, yang mana sebarannya juga


membentang dari arah utara ke selatan. Formasi Tanjung menindih tak selaras
Formasi Pitap dan ditutupi secara tidak selaras oleh Formasi Berai. Formasi Tanjung
diperkirakan berumur Eosen Akhir, terendapkan dalam lingkungan paralas-neritik,
terdiri dari perselingan batupasir, batulempung, konglomerat, batugamping dan
napal dengan sisipan tipis batubara. Pada lapisan

KAJIAN TERHADAP SEMEN SEBAGAI CALON


BARANG KENA CUKAI DALAM RANGKA
EKSTENSIFIKASI OBYEK BKC

I. Pengertian Semen
Semen (cement) adalah hasil industri dari paduan bahan baku : batu
kapur/gamping sebagai bahan utama dan lempung / tanah liat atau bahan
pengganti lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk/bulk, tanpa
memandang proses pembuatannya, yang mengeras atau membatu pada
pencampuran dengan air. Batu kapur/gamping adalah bahan alam yang
mengandung senyawa Calcium Oksida (CaO), sedangkan lempung/tanah liat adalah
bahan alam yang mengandung senyawa : Silika Oksida (SiO2), Alumunium Oksida
(Al2O3), Besi Oksida (Fe2O3 ) dan Magnesium Oksida (MgO). Untuk menghasilkan
semen, bahan baku tersebut dibakar sampai meleleh, sebagian untuk membentuk
clinkernya, yang kemudian dihancurkan dan ditambah dengan gips (gypsum) dalam
jumlah yang sesuai. Hasil akhir dari proses produksi dikemas dalam kantong/zak
dengan berat rata-rata 40 kg atau 50 kg.
Jenis-jenis semen menurut BPS adalah :
- semen abu atau semen portland adalah bubuk/bulk berwarna abu kebiru-
biruan, dibentuk dari bahan utama batu kapur/gamping berkadar kalsium tinggi
yang diolah dalam tanur yang bersuhu dan bertekanan tinggi. Semen ini biasa
digunakan sebagai perekat untuk memplester. Semen ini berdasarkan
prosentase kandungan penyusunannya terdiri dari 5 (lima) tipe, yaitu tipe I sd.
V.
- semen putih (gray cement) adalah semen yang lebih murni dari semen abu
dan digunakan untuk pekerjaan penyelesaian (finishing), seperti sebagai filler
atau pengisi. Semen jenis ini dibuat dari bahan utama kalsit (calcite) limestone
murni.
- oil well cement atau semen sumur minyak adalah semen khusus yang
digunakan dalam proses pengeboran minyak bumi atau gas alam, baik di darat
maupun di lepas pantai.
- mixed & fly ash cement adalah campuran semen abu dengan Pozzolan
buatan (fly ash). Pozzolan buatan (fly ash) merupakan hasil sampingan dari
pembakaran batubara yang mengandung amorphous silika, aluminium oksida,
besi oksida dan oksida lainnya dalam berbagai variasi jumlah. Semen ini
digunakan sebagai campuran untuk membuat beton, sehingga menjadi lebih
keras.
Semakin baik mutu semen maka semakin lama mengeras atau membatunya
jika dicampur dengan air, dengan angka-angka hidrolitas yang dapat dihitung
dengan rumus :
(% SiO2 + % Al2O3 + Fe2O3) : (%CaO + %MgO)
Angka hidrolitas ini berkisar antara <1/1,5 (lemah) hingga >1/2 (keras sekali).
Namun demikian dalam industri semen angka hidrolitas ini harus dijaga secara teliti
untuk mendapatkan mutu yang baik dan tetap, yaitu antara 1/1,9 dan 1/2,15.
Proses pembuatan semen dapat dibedakan menurut :
• Proses basah : semua bahan baku yang ada dicampur dengan air, dihancurkan
dan diuapkan kemudian dibakar dengan menggunakan bahan bakar minyak,
bakar (bunker crude oil). Proses ini jarang digunakan karena masalah
keterbatasan energi BBM.
• Proses kering : menggunakan teknik penggilingan dan blending kemudian
dibakar dengan bahan bakar batubara. Proses ini meliputi lima tahap
pengelolaan yaitu :
- proses pengeringan dan penggilingan bahan baku di rotary dryer dan roller
meal.
- proses pencampuran (homogenizing raw meal) untuk mendapatkan
campuran yang homogen.
- proses pembakaran raw meal untuk menghasilkan terak (clinker : bahan
setengah jadi yang dibutuhkan untuk pembuatan semen).
- proses pendinginan terak.
- proses penggilingan akhir di mana clinker dan gypsum digiling dengan
cement mill.

Dari proses pembuatan semen di atas akan terjadi penguapan karena


pembakaran dengan suhu mencapai 900 derajat Celcius sehingga menghasilkan :
residu (sisa) yang tak larut, sulfur trioksida, silika yang larut, besi dan alumunium
oksida, oksida besi, kalsium, magnesium, alkali, fosfor, dan kapur bebas.

II. Optimalisasi Penerimaan


2.1. Skenario I : Cukai Terhadap Produksi Semen Dalam Negeri
Tujuan utama dari ekstensifikasi obyek barang kena cukai (BKC) adalah
untuk mengoptimalkan penerimaan negara dengan tidak mengesampingkan segi
karakteristik barang tertentu untuk dikenakan cukai.
Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan permintaan semen selama kurun
waktu tertentu berikut ini disajikan tabel jumlah produksi :
Tabel 1. Tabel Jumlah Produksi Semen (dalam ton)

Tahun Jumlah Jumlah Perubaha


Pabrik produksi n

1988 11 13719049

1989 11 14145048 0,031

1990 11 13822102 -0,023

1991 11 15836894 0,146

1992 11 15802349 -0,002

1993 12 19686066 0,246

1994 12 18111104 -0,080

1995 12 17108774 -0,055

1996 11 25039672 0,464

1997 11 20879018 -0,166


Rata- 17415008 0,062
rata

Sumber : Data BPS


Berdasarkan tabel jumlah produksi semen selama periode tahun 1988-1997
dapat diketahui bahwa rata-rata tingkat pertumbuhan jumlah produksi semen
adalah 6,2% per tahun. Dengan melihat besarnya rata-rata tingkat pertumbuhan
jumlah produksi tersebut, maka diharapkan akan ada peningkatan penerimaan
negara di sektor cukai apabila produksi semen dikenakan cukai. Hal ini disebabkan
karena :
1. Berdasarkan trend produksi semen dapat diketahui ada peningkatan jumlah
produksi semen meskipun dalam jumlah yang relatif sedikit.
2. Semen merupakan barang inelastis yang artinya berapapun tingkat harga
semen tidak terlalu mempengaruhi jumlah produksi semen sehingga diharapkan
penerimaan negara akan meningkat.

2.1.1. Perkiraan Penerimaan Cukai Tahun 2000 Berdasarkan Data Nilai


Produksi
Berdasarkan analisa statistik data dari BPS mengenai tingkat harga dan
jumlah produksi semen selama periode tahun 1988 – 1997 dapat diramalkan
penerimaan cukai dari semen untuk masa yang akan datang. Berikut ini disajikan
tabel peramalannya dengan metode perhitungan regresi.
Tabel 2a. Tabel Peramalan Penerimaan Cukai Tahun 2000

Tarif NP kena cukai satu NP kena cukai (9 bl) Penerimaan satu Penerimaan (9 bl)
tahun tahun

0 3540288699 2655216524 0 0

5 3398677151 2549007863 169933858 127450393

10 3257065603 2442799202 325706560 244279920

15 3115454055 2336590541 467318108 350488581

20 2973842507 2230381880 594768501 446076376

25 2832230959 2124173219 708057740 531043305

30 2690619411 2017964558 807185823 605389368

35 2549007863 1911755897 892152752 669114564

40 2407396315 1805547236 962958526 722218895

45 2265784767 1699338576 1019603145 764702359


50 2124173219 1593129915 1062086610 796564957

55 1982561671 1486921254 1090408919 817806689

60 1840950123 1380712593 1104570074 828427556

65 1699338576 1274503932 1104570074 828427556

70 1557727028 1168295271 1090408919 817806689

75 1416115480 1062086610 1062086610 796564957

Sumber : Data BPS


Dengan menggunakan historical data (perhitungan time series analysis) nilai
produksi selama periode tahun 1988 – 1997diperoleh angka koefisien sebesar
1,0266 (artinya rata-rata nilai produksi pada time t adalah 1,0266 nilai produksi
pada time t-1) yang digunakan untuk memprediksikan nilai produksi tahun 2000
yaitu sebesar Rp. 3.540.288.699.000,00. Prediksi nilai produksi tahun 2000 dihitung
dengan cara interpolasi berdasarkan angka koefisien yang dikalikan dengan nilai
produksi mulai tahun 1997 akan menghasilkan nilai produksi tahun 1998. Nilai
produksi tahun 1999 diperoleh dengan cara mengalikan angka koefisien dengan
nilai produksi tahun 1998. Sedangkan nilai produksi tahun 2000 dihitung dari
perkalian angka koefisien dengan nilai produksi tahun 1999.
Dengan menggunakan instrumen tarif maka dapat dihitung nilai produksi
setelah dikenakan cukai. Nilai produksi setelah dikenakan cukai dapat dihitung dari
nilai produksi tahun 2000 sebelum dikenakan cukai, dikurangi angka elastisitas
permintaan yang dikalikan tarif dan nilai produksi tahun 2000 sebelum dikenakan
cukai (= Rp. 3.540.288.699.000,00-(0,8 x tarif x Rp. 3.540.288.699.000,00)/100).
Penerimaan cukai cukai dapat dihitung dengan cara mengalikan besarnya
tarif cukai dengan nilai produksi setelah dikenakan cukai. Oleh karena tahun
anggaran 2000 hanya berlangsung selama 9 (sembilan) bulan yaitu dari bulan April
s/d Desember 2000, maka prediksi penerimaan cukai hanya dihitung selama
sembilan bulan saja.
Besarnya tarif cukai yang digunakan dalam analisa ini adalah dari 0% - 250%
(dengan kelipatan 5) yaitu sesuai dengan ketentuan UU no.11 tahun 1995 tentang
Cukai bahwa besarnya tarif cukai yang didasarkan pada harga pabrik dikenakan
cukai setinggi-tingginya 250%.
Untuk analisa prediksi penerimaan cukai, produksi semen tahun 2000
diprediksikan sama dengan produksi semen tahun 1997 (pertumbuhan ekonomi
tahun 1999 adalah 2% dan prediksi pertumbuhan ekonomi tahun 2000 adalah 3%)
dengan asumsi bahwa selama periode tahun 1998-1999 dianggap tidak ada
kenaikan produksi semen bahkan produksi semen ada kecenderungan mengalami
penurunan, sehingga produksi semen tahun 1997 digunakan sebagai acuan untuk
memperhitungkan produksi semen tahun 2000. Meskipun demikian, nilai produksi
tahun 2000 akan mengalami perubahan karena terjadinya inflasi, sehingga perlu
dibuat prediksi nilai produksi tahun 2000.
Berdasarkan tabel tersebut di atas, penerimaan optimal tercapai pada
tingkat tarif cukai sebesar 60%. Namun demikian pada tingkat tarif tersebut,
penurunan produksi mencapai sekitar 48%. Hal ini akan mengakibatkan dampak
negatif baik pada sektor sosial maupun ekonomi yang tidak diharapkan. Sehingga
dengan memperhitungkan aspek penerimaan, sosial dan ekonomi, maka tarif ad
valorum yang ideal adalah 25% dengan penurunan produksi sekitar 20% (dengan
asumsi kondisi yang lain tidak berubah/ceteris paribus), yang akan memberikan
penerimaan negara yang paling optimal, yaitu sebesar Rp. 531.043.305.000,00.
Penerimaan negara tersebut bukanlah jumlah sebenarnya, karena berdasarkan data
BPS yang dikonversikan ke dalam harga pabrik sebelum dikenakan cukai diperoleh
harga semen sebesar Rp. 8.500,00 per zak (@ 50 kg). Angka sebesar Rp. 8.500,00
diperoleh dari prediksi nilai produksi tahun 2000 di bagi dengan jumlah produksi
semen per zak tahun 2000. Sementara harga jual eceran semen di pasaran rata-
rata sebesar Rp. 20.000,00 per zak (@ 50 kg). Jadi harga pabrik seharusnya Rp.
12.000,00 per zak (@ 50 kg) atau 60% dari HJE. Angka ini diperoleh dari metode
deduksi dengan memperhitungkan : keuntungan distributor, agen, pengecer, dan
biaya angkut dan distribusi) sebesar ± 40%. Sehingga penerimaan cukai
seharusnya adalah Rp. 749.708.195.294,00. Bila tarif spesifik yang digunakan pada
harga pabrik Rp. 8.500,00 per zak, maka tarif cukai yang ideal adalah sebesar Rp.
43,00 per kg (harga pabrik sebesar Rp. 170,00 per kg).
Pertimbangan lain pengenaan tarif sebesar 25% adalah karena harga pabrik
akan dikonversikan ke dalam HJE. Sehingga apabila dikenakan tarif sebesar 60%
selain terlalu besar juga tidak mungkin, karena batas maksimal pengenaan tarif
berdasarkan pasal 5 ayat (1) huruf b UU No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai adalah
55%. Disamping itu perhitungan tarif cukai harus juga memperhatikan kandungan
lokal dan kandungan impor, penyerapan tenaga kerja, dampak negatif yang
dihasilkan, kualitas jenis semen dan lain-lain.
Prediksi penerimaan cukai tersebut di atas mengasumsikan income per
capita tetap. Berdasarkan bukti empiris pertumbuhan produk domestik bruto (PDB)
tahun1999 mencapai sebesar 2% dan pertumbuhan PDB tahun 2000 (menurut
analisis Badan Analisa Keuangan dan Moneter) diprediksikan sebesar ± 3%.
Pertumbuhan PDB sebesar 5% tersebut diperkirakan akan mengakibatkan
pertumbuhan industri semen sebesar 3%. Sehingga penurunan nilai produksi semen
setelah dikenakan cukai dengan tarif 25%, dengan memperhitungkan pertumbuhan
ekonomi, akan menjadi 17% (20% - 3%).

2.1.2. Perkiraan Penerimaan Cukai Tahun 2000 Berdasarkan Data Jumlah


Produksi
Prediksi penerimaan cukai tahun 2000 adalah 103% atau (100% + 3%),
sehingga diperoleh prediksi penerimaan cukai untuk Tahun Anggaran 2000 (9
bulan) sebesar Rp. 531.043.305.000,00 x 103% = Rp. 546.974.604.200,00 dengan
asumsi harga pabrik sebelum kena cukai Rp. 8.500,00. Apabila harga pabrik
diasumsikan sebesar Rp. 12.000,00 maka prediksi penerimaan cukai untuk Tahun
Anggaran 2000 adalah Rp. 772.199.441.223,50.
Prediksi penerimaan cukai di atas berdasarkan nilai produksi. Untuk menguji
keabsahan dari analisa tersebut perlu dilakukan sensitivity analysis dengan
menggunakan pengaruh pembebanan cukai terhadap penurunan produksi (dalam
ton), untuk mendapatkan prediksi jumlah penerimaan cukai. Tabel 2b.
menggambarkan pengaruh pembebanan cukai terhadap tingkat produksi maupun
penerimaan cukainya.
Menganalisa tabel 2b tersebut, pembebanan cukai sebesar 25%
mengakibatkan penurunan produksi sekitar 20% sehingga jumlah produksi setelah
dikenakan cukai menjadi 16.703.214 ton dan harga pabrik setelah kena cukai Rp.
211.750,00 per ton dengan penerimaan cukai untuk tahun 2000 sebesar Rp.
884.226.412.300,00. Untuk tahun anggaran 2000 yang berlangsung hanya
sembilan bulan diperoleh penerimaan cukai sebesar Rp. 663.169.809.225,00
(dengan asumsi pendapatan perkapita konstan).
Tabel 2b. Tabel Prediksi Penerimaan Cukai Th. 2000 Berdasarkan Jumlah
Produksi

Harga Prosentase Jumlah produksi Penerimaan


Pabrik Penurunan Jumlah (ton) Cukai
Tarif (Rp) produksi

0 169400 0 20879018 0

5 177870 4 20043857 178260044720

10 186340 8 19208697 357934851699

15 194810 12 18373536 536902277549

20 203280 16 17538375 713040178879

25 211750 20 16703214 884226412300

30 220220 24 15868054 1048338834423

35 228690 28 15032893 1203255301858

40 237160 32 14197732 1346853671215

45 245630 36 13362572 1477011799106

50 254100 40 12527411 1591607542140

55 262570 44 11692250 1688518756928

60 271040 48 10857089 1765623300081


65 279510 52 10021929 1820799028208

70 287980 56 9186768 1851923797921

75 296450 60 8351607 1856875465830

80 304920 64 7516446 1833531888545

85 313390 68 6681286 1779770922677

2.2. Skenario II : Cukai Dikenakan Terhadap Semen Yang Dikonsumsi di Daerah


Pabean
2.2.1. Perkiraan Penerimaan Cukai Tahun 2000 Berdasarkan Data Nilai
Produksi
No. Semen yang dikonsumsi di Daerah Pabean

1. Produksi DN 100%
2. Impor 0,06%
3. Ekspor 3,03%
Potensi Semen Kena 97, 03% dari produksi
Cukai DN

Apabila pengenaan cukai mengacu pada ketentuan UU no.11 Tahun 1995


tentang Cukai, maka cukai hanya dikenakan terhadap semen yang dikonsumsi di
daerah pabean. Dengan demikian nilai produksi semen yang dapat dikenakan cukai
adalah sebesar 97,03% dari produksi dalam negeri atau Rp. 3.540.288.699.000,00 x
97,03% = Rp. 3.435.142.125.000,00 sehingga dapat disajikan tabel seperti di
bawah ini :
Tabel 2c. Tabel Prediksi Penerimaan Cukai Th. 2000 (konsumsi daerah
Pabean)

Tarif NP kena cukai NP kena cukai Penerimaa Penerimaan


Satu tahun (9 bl) n satu 9 bl
tahun

0 3435142125 2576356594 0 0

5 3297736440 2473302330 164886822 123665117

10 3160330755 2370248066 316033076 237024807

15 3022925070 2267193803 453438761 340079070

20 2885519385 2164139539 577103877 432827908


25 2748113700 2061085275 687028425 515271319

30 2610708015 1958031011 783212405 587409303

35 2473302330 1854976748 865655816 649241862

40 2335896645 1751922484 934358658 700768994

45 2198490960 1648868220 989320932 741990699

50 2061085275 1545813956 103054263 772906978


8

55 1923679590 1442759693 105802377 793517831


5

60 1786273905 1339705429 107176434 803823257


3

65 1648868220 1236651165 107176434 803823257


3

70 1511462535 1133596901 105802377 793517831


5

75 1374056850 1030542638 103054263 772906978


8

Sebagaimana halnya pada skenario pertama, pada skenario kedua


apabila nilai produksi kena cukai hanya sebesar Rp. 3.435.142.125.000,00 maka
apabila semen dikenakan cukai dengan tarif 25% akan diperoleh prediksi
penerimaan cukai adalah sebesar Rp. 515.271.319.000,00 (dengan asumsi income
per capita tetap). Apabila pertumbuhan income per capita diprediksikan sebesar 5%
untuk tahun 1999 dan 2000, maka diperoleh prediksi penerimaan cukai sebesar
Rp. 530.729.458.570,00 (= Rp. 515.271.319.000,00 x 103%).

2.2.2. Perkiraan Penerimaan Cukai Tahun 2000 Berdasarkan Data Jumlah


Produksi
Prediksi penerimaan cukai di atas berdasarkan nilai produksi. Untuk menguji
keabsahan dari analisa tersebut perlu dilakukan sensitivity analysis dengan
menggunakan pengaruh pembebanan cukai terhadap penurunan produksi (dalam
ton), untuk mendapatkan prediksi jumlah penerimaan cukai. Tabel 2d.
menggambarkan pengaruh pembebanan cukai terhadap tingkat produksi maupun
penerimaan Cukainya.
Menganalisa tabel 2d tersebut, pembebanan cukai sebesar 25%
mengakibatkan penurunan produksi sekitar 20% sehingga jumlah produksi setelah
dikenakan cukai menjadi 16.703.214 ton dan harga pabrik setelah kena cukai Rp.
211.750,00 per ton dengan penerimaan cukai untuk tahun 2000 sebesar Rp.
857.964.880.850,00. (dengan asumsi pertumbuhan income per capita tetap).
Tabel 2d. Tabel Prediksi Penerimaan Cukai Th. 2000 Berdasarkan Jumlah
Produksi
Untuk Konsumsi Semen Di Daerah Pabean

Tarif Harga Prosentase Jumlah produksi Penerimaan


Pabrik Penurunan Jumlah (ton) Cukai
(%)
produksi
(Rp)

0 169400 0 20258911 0

5 177870 4 19448555 172965719979

10 186340 8 18638198 347304183768

15 194810 12 17827842 520956275652

20 203280 16 17017485 691862879917

25 211750 20 16207129 857964880850

30 220220 24 15396772 1017203162736

35 228690 28 14586416 1167518609861

40 237160 32 13776059 1306852106511

45 245630 36 12965703 1433144536972

50 254100 40 12155347 1544336785530

55 262570 44 11344990 1638369736471

60 271040 48 10534634 1713184274081

65 279510 52 9724277 1766721282646

70 287980 56 8913921 1796921646452

75 296450 60 8103564 1801726249785

80 304920 64 7293208 1779075976931

85 313390 68 6482852 1726911712175

Apabila diprediksikan pertumbuhan income percapita sebesar 5%


sebagaimana telah dijelaskan di atas, maka prediksi penerimaan cukai tahun
anggaran 2000 (9 bulan) adalah sebesar Rp. 883.703.827.275,00
(=857.964.880.850,00 x 103%).

III. Elastisitas Permintaan


Berdasarkan analisa statistik terhadap data produksi dan nilai produksi
industri semen di Indonesia yang diperoleh dari BPS melalui uji regresi dengan
harga konstan, diperoleh hasil –0,80673 dengan t-statistik -2,270 (ceteris paribus
diasumsikan income percapita tetap). Hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan
harga sebesar 10% akan mengakibatkan penurunan jumlah produksi semen
sebesar 8,0673%. Oleh karena itu, semen mempunyai sifat permintaan inelastis
yang artinya berapapun peningkatan harga semen tidak akan terlalu
mempengaruhi permintaan masyarakat terhadap semen, maka penurunan jumlah
produksi tersebut tidak akan mempengaruhi permintaan semen di dalam negeri.
Dengan demikian semen mepunyai potensi yang cukup besar untuk meningkatkan
penerimaan negara di sektor cukai apabila semen tersebut dikenakan cukai.

IV. Kelayakan Administrasi


Salah satu pertimbangan dalam pemungutan pajak di suatu negara, temasuk
dalam hal ini adalah cukai, dengan mempertimbangkan kelayakan administrasi dari
pemungutannya. Kelayakan administrasi suatu barang untuk dikenakan cukai
dimaksudkan bahwa administrasi barang kena cukai tersebut dapat dilakukan
secara tertib, terkendali, sederhana dan mudah difahami oleh anggota masyarakat.
Sebagaimana kita ketahui, industri semen dapat dikelompokkan dalam :
1. Weight loosing process industry, karena untuk membuat satu ton semen
diperlukan bahan-bahan baku seperti yang telah disebutkan di atas yang berat
totalnya hampir dua kali lipat dari produk akhir yang dihasilkannya, sehingga
industri semen adalah industri yang padat modal.
2. Selain padat modal industri semen juga padat energi. Energi yang dipakai pada
umumnya adalah listrik dan bahan bakar. Untuk menghasilkan satu ton semen,
energi yang dibutuhkan bisa mencapai 110 – 120 Kwh energi listrik ; sedangkan
untuk menghasilkan satu ton clinker, energi yang dibutuhkan adalah antara 800
– 900 Kkal energi bahan bakar.
3. Rentang biaya produksi semen per tonnya adalah antara US $ 26 – US $ 38.
Oleh karena itu industri semen merupakan industri yang bersifat ekonomi skala
besar (economies of scale) yang artinya semakin besar volume produksinya,
semakin kecil biaya rata-rata (average cost) per ton semen.
4. Proses produksi semen adalah proses produksi yang terpadu (berada pada satu
lokasi dan tidak terpisah-pisah), sehingga kemungkinan melakukan mutasi
barang setengah jadi sangatlah sulit. Proses produksi dalam industri semen
dilakukan dengan menggunakan high technology (teknologi canggih), sehingga
industri semen hanya dapat dilakukan oleh industri besar saja (bukan berbentuk
industri rakyat/home industry). Selain itu, industri semen menghasilkan single
product, yaitu produk semen saja dan sangat sulit untuk memproduksi barang
lain selain semen.
5. Sistem distribusi barang jadi hasil produksi semen adalah sederhana, yaitu
melalui Asosiasi Semen Nasional, melalui truk, tangki atau kontainer. Selain itu,
tempat penimbunan barang jadi hasil industri semen juga sederhana, sehingga
mudah untuk diawasi.
Berdasarkan hal-hal yang telah disebutkan di atas, industri semen bukanlah
industri tradisional melainkan industri yang modern yang padat modal, sehingga
mengharuskan memiliki sistem administrasi yang baik. Oleh karena itu,
pengawasan terhadap jumlah produksi maupun penjualan semen dalam rangka
perhitungan cukainya tidaklah terlalu sulit.
Hasil akhir industri semen adalah bubuk/bulk yang dapat langsung
dikeluarkan dalam bentuk bulk truk/tangki yang berupa semen curah dengan
ukuran tertentu dan melalui proses pengantongan dengan kemasan berupa zak
(berukuran 40 atau 50 Kg). Semen juga memiliki jenis tertentu dan ada standar
mutunya, sehingga mudah untuk menetapkan berapa besarnya tarif cukai untuk
masing-masing jenis semen.
Selain itu, jumlah pabrik semen tidak terlalu banyak (sekitar sepuluh sampai
dengan dua puluh pabrik) dengan jaringan pemasaran yang meliputi 27 (dua puluh
tujuh) propinsi di Indonesia, sehingga mudah untuk melakukan pengawasan fisik,
sebagai implementasi dari karakteristik cukai cukai. Pengawasan fisik tersebut
dapat dilakaukan dengan dua cara, yaitu :
- Penempatan pegawai Bea dan Cukai untuk mengawasi pabrik semen. Namun
demikian jumlah pegawai yang dibutuhkan tidaklah terlalu banyak, karena
industri semen pabriknya jelas dan produk hasil akhirnya mudah dikenal luas
oleh masyarakat.
- On Call Service yang dikaitkan dengan self assesment dalam administrasi
cukai, dimana pegawai Bea dan Cukai dapat dipanggil sewaktu-waktu, yaitu
pada saat diperlukan oleh pabrik semen. Hal ini adalah untuk mengantisipasi
kesulitan pegawai yang mau ditempatkan di pabrik semen, mengingat dampak
negatif terhadap kesehatan pegawai yang ditimbulkan oleh industri semen.
Dengan administrasi yang baik dan adanya kemudahan-kemudahan dalam
pengawasan fisik, baik dari segi jumlah produksi maupun penjualannya, maka
semen mudah diawasi/dikontrol karena pabriknya jelas, berskala besar, proses
produksinya terpadu dan barang jadinya (hasil akhirnya) spesifik dan terukur. Selain
itu, kemungkinan untuk pelarian hak-hak negara juga sangat kecil, karena semen
sulit untuk dipalsukan (proses produksinya rumit dan barang jadi / hasil akhirnya
jelas dan sudah dikenal luas oleh masyarakat). Oleh karena itu, berdasarkan hal-
hal yang telah disebutkan di atas maka mudah untuk menerapkan aturan-aturan
yang ada dalam UU Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.
Pelunasan cukai dapat dilakukan pada saat semen selesai dibuat di
Indonesia. Untuk semen curah, pelunasannya dapat dilakukan pada saat keluar dari
truk/tangki curahnya. Sedangkan untuk semen yang telah dikemas dalam
kantong/zak, pada saat dikeluarkan dari pabrik. Untuk semen impor pelunasan
cukainya dilakukan pada saat semen diimpor untuk dipakai. Pelunasan sukai semen
dapat dilakukan dengan pembayaran.
Sistem pengawasan dengan menggunakan dokumen cukai.
Pemasukan/pengeluaran semen ke/dari pabrik atau tempat penyimpanan, wajib
diberitahukan kepada kepala kantor Bea Cukai setempat dengan dilindungi oleh
dokumen cukai dan/atau dokumen pelengkap cukai. Perizinan berupa BKC untuk
mendirikan pabrik, tempat penimbunan dan tempat penjualan eceran semen serta
importir semen diberikan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai a.n. Menteri
Keuangan Republik Indonesia, dan setelah mendapatkan NPPBKC, maka pengusaha
pabrik dan importir semen wajib memenuhi kewajiban-kewajibannya sesuai dengan
UU No. 11/1995 tentang Cukai, antara lain ketentuan pasal 16 UU No. 11/1995
berkenaan dengan kewajiban pengusaha pabrik untuk membuat buku catatan
mengenai semen untuk dilaporkan kepada pejabat Bea dan Cukai.
Ada kendala dalam melaksanakan administrasi di bidang cukai semen.
Antara lain penggunaan semen abu/portland jenis II dan V banyak digunakan untuk
pembangunan Rumah Sangat Sederhana (RSS), sehingga jika dikenakan cukai,
maka akan banyak masyarakat kecil yang memprotesnya. Jalan keluar untuk
permasalahan tersebut adalah dengan mengatur agar pengenaan cukai terhadap
semen tipe tersebut akan, yaitu dikenakan cukai dengan tarif yang relatif rendah.
Memang ada kendala dalam administrasi cukai semen, akan tetapi karena
potensi penerimaan dari cukai adalah cukup besar dan administrasi pemungutan
cukainya murah serta kelayakan administrasinya memadai, maka semen
mempunyai potensi untuk dikenakan cukai.

V. Pajak Lainnya
Selama ini industri semen telah dikenakan beberapa macam pajak
diantaranya adalah :
− Pajak Penghasilan (PPh) Badan
− Pajak Penghasilan (PPh) Perorangan untuk Karyawan
− Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
− Pajak pertambahan Nilai (PPN)
− Pajak Daerah dan Distribusi Daerah
Dengan melihat beban pajak yang telah dikenakan pada barang produksi
semen pada saat ini, maka diharapkan salah satu beban pajak tersebut digantikan
dengan cukai. Pajak yang dapat dipertimbangkan untuk diganti dengan cukai
adalah PPN. Hal ini disebabkan karena penerimaan negara diperkirakan akan lebih
besar dan lebih sederhana bila semen dikenakan cukai dibanding bila dikenakan
PPN. Di samping itu pengenaan cukai dapat dibebankan kepada konsumen (forward
shifting) dan bukan kepada pengusaha pabrik.
Pengenaan cukai terhadap semen akan mengakibatkan kenaikan harga
semen. Mengingat semen adalah barang yang mempunyai sifat permintaan
inelastis yaitu permintaan yang tidak peka terhadap perubahan harga, maka
pengenaan cukai terhadap semen diharapkan tidak mempengaruhi penerimaan
negara di sektor pajak yang lain.
VI. Dampak Lingkungan dan Sosial
Berdasarkan bahan baku dan bahan bakar yang digunakannya serta proses
produksi yang dilaluinya, maka semen mempunyai dampak penting untuk
komponen-komponen lingkungan seperti diuraikan di bawah ini :
a) LAHAN; dampak yang bersifat merugikan adalah :
• Penurunan kualitas dari segi kesuburan tanah akibat penambangan tanah liat.
• Perubahan dari segi tata guna tanah akibat kegiatan penebangan dan
penyerapan lahan serta pembangunan fasilitas lainnya. Perubahan ini dari
segi waktu akan meluas ke arah menurunnya kapasitas penampungan air
yang pada akhirnya akan berpengaruh juga terhadap kuantitas air sungai.
Sedangkan dari segi ruang akan mempengaruhi keseimbangan atau
keselarasan lingkungan setempat.
b) AIR; dampak yang bersifat merugikan adalah :
• Kualitas air bertambah buruk akibat limbah cair dari pabrik dalam bentuk
minyak dan sisa air dari kegiatan penambangan, yang menimbulkan lahan
kritis yang mudah terkena erosi, yang akan mengakibatkan pendangkalan
dasar sungai, yang pada akhirnya akan menimbulkan masalah banjir pada
musim hujan.
• Kuantitas air atau debit air menjadi berkurang karena hilangnya vegetasi pada
suatu lahan akan mengakibatkan penyerapan air hujan oleh tanah di tempat
itu menjadi berkurang, sehingga persediaan air tanah menjadi menipis,
akibatnya persediaan ait tanah menjadi makin sedikit. Akibat lanjutan adalah
sungai menjadi kering pada musim kemarau dan sebaliknya sungai akan
banjir (debit air menjadi sangat tinggi) karena tanah tidak mampu lagi
menyerap air yang mengalir terlalu cepat.
3. UDARA; dampak yang bersifat merugikan adalah :
a) Debu yang dihasilkan oleh kegiatan pabrik terdiri dari :
• Debu yang dihasilkan pada waktu pengadaan bahan baku dan selama proses
pembakaran,
• Debu yang dihasilkan selama pengangkutan bahan baku ke pabrik dan bahan
jadi ke luar pabrik, termasuk pengantongannya.
b) Debu yang secara visual terlihat di kawasan pabrik dalam bentuk kabut dan
kepulan debu tersebut, dapat menimbulkan pencemaran udara yang sangat
mengganggu, antara lain dapat mengakibatkan naiknya temperatur udara di
sekitar pabrik, bahkan dapat menimbulkan penyakit.
c) Gas yang dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar minyak bumi dan batu bara,
berupa gas CO, CO2 dan SO2 yang mengandung hidrokarbon dan belerang.
d) Kebisingan yang terdiri dari tiga jenis sumber bunyi :
• Mesin-mesin yang digunakan dalam pabrik,
• Alat-alat besar seperti traktor yang dipakai pada waktu pengambilan bahan
baku,
• Dentuman dinamit yang digunakan pada waktu pengambilan kapur.
e) Berkurangnya keanekaragaman flora, berubahnya pola vegetasi dan jenis
endemik, berubahnya pembentukkan klorofil dan proses fotosintesa.
f) Berkurangnya keanekaragaman fauna (burung, hewan tanah dan hewan
langka). Berubahnya habitat air dan habitat tanah tempat hidup hewan-hewan
tersebut.
Sedangkan dampak negatif yang diakibatkan semen terhadap lingkungan
sosial atau kehidupan masyarakat adalah sebagai berikut :
∗ Status gizi kadar hemoglobin darah dimana semakin rendah status gizi
seseorang, semakin rendah kadar hemoglobin darahnya.
∗ Dampak lingkungan terhadap pola penyakit, khususnya penyakit saluran
pernafasan, seperti bronchitis, pharingtis dan tbc paru serta silicosis
(pneumocosis), penyakit saluran pencernaan dan gangguan pada kulit.
∗ Morbidity rate (angka kesakitan) dari penyakit-penyakit tertentu untuk dapat
menggambarkan besarnya dari dampak penyakit-penyakit tersebut di atas
terhadap kesehatan. Beberapa penyakit yang diperkirakan akan meningkat
intensitasnya antara lain penyakit yang saluran nafas, penyakit yang
berhubungan dengan gangguan kejiwaan (psycho-social) dan penyakit lainnya
yang berhubungan dengan kondisi lingkungan yang kurang sehat.
∗ Penyakit gangguan kejiwaan (psiko-sosial) adalah penyakit yang bukan
disebabkan oleh adanya sebab-sebab fisik, tetapi penyakit yang disebabkan oleh
gangguan kejiwaan yang sulit diterangkan secara fisis maupun biologis,
misalnya sakit kepala yang tidak jelas penyebabnya, nyeri ulu hati, gelisah, sulit
tidur, berdebar-debar (yang dalam istilah kedokteran dinamakan gastritis,
cephagia, neurosis anxiety).
∗ Penyakit akibat kecelakaan kerja.
∗ Penyakit-penyakit lain yang disebabkan oleh rendahnya mutu lingkungan,
seperti penyakit perut (diarhea), demam berdarah, malaria kulit dan sebagainya.
Seperti telah dikemukakan di atas, ternyata semen memang menimbulkan
dampak yang kurang menguntungkan bagi linkungan. Sayang sekali tidak ada
informasi tentang berapa besarnya (magnitude) dampak-dampak negatif ini
(khususnya dalam kasus Indonesia), Padahal hal ini sangat penting untuk menjadi
alasan bahwa semen memang harus dikenai cukai, karena dampak-dampak negatif
tersebut seringkali “berada di atas nilai ambang batas yang wajar.”
VII. Tenaga Kerja
Rata-rata penyerapan tenaga kerja pada industri semen di Indonesia adalah
sebesar 14.150 orang dengan rata-rata penyerapan tenaga kerja tiap pabrik
sebesar 1.253 orang. Industri Semen adalah termasuk industri yang padat modal.
Hal ini dapat dilihat dari perbandingan antara jumlah produksi dengan penyerapan
tenaga kerja. Sebagaimana data tabel 3 untuk periode tahun 1992-1993, nilai
produksi mengalami peningkatan sebesar 33,07% sedangkan jumlah tenaga kerja
justru mengalami penurunan sebesar 0,01%. Menyusutnya jumlah tenaga kerja
pada saat jumlah produksi meningkat adalah karena pengerjaan produksi semen
cenderung menggunakan tenaga mesin. Berdasarkan data BPS yang berkaitan
dengan penyerapan tenaga kerja, dapat disajikan tabel sebagai berikut :
Tabel 3. Tabel Penyerapan Tenaga Kerja

Tahun Jumla Jumlah Rata-rata Perubah Produksi Perubaha


h Tenaga Kerja an n
TenagaKe
Pabrik per Pabrik
rja

1988 11 13345 1213 78524129


5

1989 11 14005 1273 0.04713 94016964 0.197300


6 31

1990 11 13611 1237 -0.0289 11125379 0.183337


88 489

1991 11 13288 1208 -0.0243 12381009 0.112861


52 732

1992 11 13173 1198 -0.0087 12814464 0.035009


23 642

1993 12 14169 1181 -0.0142 17052001 0.330683


04 885

1994 12 14711 1226 0.03684 20810015 0.220385


92 565

1995 12 15084 1257 0.02473 23010927 0.105762


46 127

1996 11 14932 1357 0.074 26105097 0.134465


60 251

1997 11 15178 1380 0.01621 32721627 0.253457


70 398

Rata- 14150 1253 17327463


rata 28

Sumber : Data BPS

Untuk memprediksikan dampak pengenaan cukai semen terhadap


penyerapan tenaga kerja, dapat disajikan tabel sebagai berikut :
Tabel 4. Tabel Analisa Tenaga Kerja
Tahu Jumlah Nilai CPI Y Y/L
n Tenaga kerja Produksi (ribu Rp.) =(Nilai (output)
(L) Prod/CPI)x100

1988 13345 785241295 141,8 9674929 725

1989 14005 940169646 150,3 9411210 672

1990 13611 1112537988 164,6 8397389 617

1991 13288 1238100952 180,3 8783635 661

1992 13173 1281446423 189,2 8352193 634

1993 14169 1705200104 207,7 9478125 669

1994 14711 2081001592 226,8 7985496 543

1995 15084 2301092746 246,9 6929435 459

1996 14932 2610509760 262,4 9542558 639

1997 15178 3272162770 291,4 7165071 472

1998 3359202300

1999 3448557081

2000 3540288699

Untuk mengetahui rasio tenaga kerja industri semen, dapat dihitung


dengan cara membagi nilai produksi tahun 2000 (sebesar Rp.
3.540.288.699.000,00) dengan tenaga kerja tahun 1997 (sebesar 15178 orang),
sehingga menghasilkan angka rasio sebesar 233.251. Kemudian dengan membagi
penurunan nilai produksi jika dikenakan cukai 25% (sebesar Rp.7.080.577.740,00)
dibagi dengan angka rasio di atas, maka didapat angka 3.036 orang.
Namun demikian, penerimaan cukai tahun 2000 diharapkan dapat
mengkompensasikan angka tenaga kerja yang kemungkinan tidak dipekerjakan
pada industri semen tersebut. Berdasarkan Tabel Peramalan Penerimaan Cukai
Tahun 2000 (Tabel 2.), dapat diketahui bahwa jumlah penerimaan cukai tahun
2000 dengan tarif 25% adalah sebesar Rp. 531.043.305.000,00. Jika angka
tersebut dibagi dengan tenaga kerja yang tidak dipekerjakan pada industri semen
(3.036 orang), maka diperoleh angka kompensasi sebesar Rp. 174.915.450,00 per
orang.
Dengan memperhitungkan PDB sebagaimana yang telah dianalisa pada
point B. Optimalisasi Penerimaan di atas, maka kemungkinan tenaga kerja yang
tidak dipekerjakan pada industri semen menjadi sebesar 2.581 orang (17/20 x
3.306 orang), sehingga angka kompensasi menjadi sebesar Rp. 211.923.520,00 per
orang (Rp. 546.974.604.200,00 / 2.581).
Dengan melihat analisa di atas, diketahui bahwa industri semen bersifat
capital intensive sehingga diharapkan pengenaan cukai terhadap semen tidak akan
terlalu mempengaruhi penyerapan tenaga kerja.
VIII. Kandungan Impor dan Impor Semen
Bahan baku yang masih diimpor adalah bahan baku berupa gypsum,
sedangkan bahan baku yang lain telah menggunakan kandungan lokal. Prosentase
kandungan impor dari tabel tersebut dapat diketahui sangat kecil yaitu rata-rata
16,68% pertahun, yang berarti kandungan lokalnya sebesar 83,32%. Perubahan
nilai impor dari tahun ke tahun cenderung mengalami penurunan, akan tetapi pada
kasus tertentu seperti pada tahun 1995 dan 1997 terjadi peningkatan kandungan
impor yaitu masing-masing sebesar 45,32% dan 52,06%.
Berdasarkan data dari BPS yang berkaitan dengan kandungan impor bahan
baku semen dapat disajikan tabel sebagai berikut :
Tabel 5. Tabel Kandungan Impor

Tahun Bahan Baku Nilai Impor Kandungan Perubahan


Impor

1988 162048584 55135913 35.3

1989 177095855 54085779 31.06 -0.1365

1990 189517327 45189650 21.14 -0.4693

1991 237854152 57423790 22.18 0.04689

1992 249050706 15698560 7.83 -1.8327

1993 265604044 12145330 7.35 -0.0653

1994 280676289 11978428 7.19 -0.0223

1995 372405929 58660189 13.15 0.45323

1996 433687927 46044842 7 -0.8786

1997 785659700 71756181 14.6 0.52055


Rata- 315360051 42811866 16.68
rata

Sumber : Data BPS


Beberapa perusahaan pada tahun-tahun tertentu ada yang menggunakan
bahan baku murni kandungan lokal seperti PT. Nusantara pada tahun 1995 dan
tahun 1997. Mengingat hal tersebut maka untuk meningkatkan pemanfaatan bahan
baku lokal dan menurunkan bahan baku impor perlu dibedakan sistem
pentarifannya yaitu bahan baku impor diberikan tarif lebih tinggi dari pada semen
dengan bahan baku lokal.
Jumlah impor barang jadi berupa semen berdasarkan data impor tahun 1998
dapat disajikan tabel sebagai berikut :
Tabel 6. Tabel Impor Semen Tahun 1998

No. Jenis Semen Jumlah Impor (kg) Rata-rata Produksi DN


(kg)

1. White Cement 224.732

2. Semen Tipe I 94.608.066

3. Semen Portland 2.963.216

4. Semen Fondu 2.120.368

5. Semen 117.469
hidraulik

Jumlah 10.003.385 17.415.008.000

Sumber : data BPS


Berdasarkan data tabel tersebut di atas dapat diketahui besarnya
persentase impor semen yaitu 0,06%.
Ketentuan WTO mengatur bahwa pengenaan segala jenis pajak, dalam hal
ini adalah cukai terhadap barang kena cukai (BKC) impor (semen) diperkenankan
sepanjang pengenaan tersebut tidak bersifat diskriminatif dalam arti cukai
dikenakan terhadap BKC impor maupun BKC dalam negeri.
IX. Orientasi Ekspor
Berdasarkan data dari BPS yang berkaitan ekspor hasil produksi semen dapat
disajikan tabel sebagai berikut :
Tabel 7. Tabel Orientasi Ekspor

Tahun Produksi Nilai Ekspor Prosentase Perubahan


Ekspor
1988 78524129 0 0
5

1989 94016964 0 0
6

1990 11125379 130310463 9 1


88

1991 12381009 29044403 1.09 -7.2569


52

1992 12814464 56752602 4.55 0.76044


23

1993 17052001 14766624 0.83 -4.4819


04

1994 20810015 18226915 0.42 -0.9762


92

1995 23010927 3452393 0.58 0.27586


46

1996 26105097 55175195 1.18 0.50847


60

1997 32721627 217541230 3 0.60667


70

Rata- 17327463 52526982.5 3.03


rata 28
Sumber : Data BPS

Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa kecenderungan hasil produksi


industri semen untuk diekspor sangatlah kecil, yaitu rata-rata 3,03% pertahun.
Berarti sisanya, yaitu sebesar 96,97% adalah untuk konsumsi di dalam negeri.
Mengingat hal tersebut maka pengenaan cukai terhadap semen diprediksikan dapat
meningkatkan penerimaan dan tidak perlu dikhawatirkan pengenaan cukai
terhadap semen akan memberikan perubahan kecenderungan untuk melakukan
ekspor karena sifat permintaan semen adalah inelastis, sehingga pembebanan
cukai tidak akan menyebabkan pengurangan permintaan yang signifikan. Dengan
demikian pangsa pasar semen dalam negeri setelah pembebanan cukai tetap
besar.
Memperhatikan rasio kapasitas terpasang dan produksi yang dihasilkan,
dapat dilihat bahwa utilisasi kapasitas pada industri semen mencapai 91%. Dengan
demikian industri semen telah berproduksi dengan full capacity atau sangat efisien.
Pengenaan cukai pada industri yang sudah efisien diharapkan akan
memberikan dampak negatif yang sangat kecil, karena industri dimaksud dengan
mudah akan dapat membuat penyesuaian terhadap adanya peraturan perpajakan
(cukai) yang baru, sehingga dampaknya terhadap produksi maupun tenaga kerja
lambat laun akan sangat kecil.
I. Backward / Forward Shifting
Dengan melihat berbagai analisa yang telah disebutkan di atas, maka
dimungkinkan beban pengenaan cukai dilakukan dengan forward shifting, yaitu
pengenaan cukai dibebankan kepada konsumen. Hal ini disebabkan karena
permintaan semen bersifat inelastis, sehingga beban cukai sebagian dapat
dibebankan kepada konsumen.

II. Asset Perusahaan


Berdasarkan data dari BPS yang berkaitan dengan aset perusahaan semen di
Indonesia dapat disajikan tabel sebagai berikut :

Tabel 8. Tabel Aset Perusahaan Semen di Indonesia

Tahun Jumlah Jumlah Aset Delta


Pabrik ( Rp.000)

1988 11 1501436095

1989 11 1713568135 0,12379550


9

1990 11 1693772243 -
0,01168745
8

1991 11 2100295335 0,19355520


4

1992 11 3060356090 0,31370883


9

1993 12 3808517715 0,19644430


7

1994 12 3802279540 -
0,00164064
1

1995 12 3674441216 -
0,03479122
9

1996 11 4324810536 0,15038099


7

1997 11 3352373810 -
0,29007407
3

Rata-rata 2903185072 0,06396914


6

Sumber : Data BPS

Rata-rata jumlah aset perusahaan semen di Indonesia adalah sebesar Rp.


290.385.072.000,00. Dengan mengetahui besarnya aset perusahaan tersebut dapat
disimpulkan bahwa Perusahaan semen di Indonesia merupakan perusahaan besar
yang bersifat capital intensive sehingga dampak sosial pengenaan cukai terhadap
produksi semen akan relatif kecil.
X. Negara-negara Yang Mengenakan Cukai Atas Semen
Semen telah dikenakan cukai di 27 (dua puluh tujuh) negara, antara lain di
Malaysia, Korea dan India. Oleh karena itu, pembebanan cukai semen di Indonesia
bukan merupakan hal yang baru. Pembebanan cukai semen di Indonesia terutama
ditujukan untuk mengkompensasikan dampak negatif terhadap lingkungan, sosial
maupun kesehatan masyarakat, efisiensi pemakaian sumber alam serta dalam
rangka mengoptimalkan penggalian alternatif sumber-sumber pajak dalam negeri.
XI. Penutup
Pengenaan Cukai terhadap semen telah diterapkan di 27 negara, sehingga
hal tersebut bukanlah merupakan hal yang baru. Di Indonesia pembebanan cukai
semen terutama ditujukan untuk mengkompensasikan dampak negatif terhadap
lingkungan, sosial maupun kesehatan masyarakat, efisiensi pemakaian sumber
alam serta untuk mengoptimalkan penggalian alternatif sumber pajak dalam negeri.
Pengenaan cukai terhadap semen dilakukan dengan memperhitungkan aspek-aspek
tersebut, maka tarif ad valorum yang ideal sekitar 25% dengan penurunan produksi sekitar 20%
(dengan asumsi kondisi yang lain tidak berubah/ceteris paribus) atau bila dipakai tarif spesifik
adalah Rp. 43,00 per kg (berdasarkan harga yang berlaku). Disamping itu, perhitungan tarif
cukai harus juga memperhatikan penyerapan tenaga kerja dan kemungkinan tenaga kerja tidak
dipekerjakan pada industri semen tersebut, kandungan lokal, kandungan impor dan impor semen,
dampak negatif yang dihasilkan oleh industri semen bagi lingkungan, sosial dan kesehatan
masyarakat, kualitas jenis semen dan lain-lain.
Kecenderungan hasil produksi industri semen untuk diekspor sangatlah kecil,
yaitu rata-rata 3,03% pertahun, berarti 96,97% adalah untuk konsumsi di dalam
negeri. Sifat permintaan semen adalah inelastis, sehingga pembebanan cukai tidak
akan menyebabkan pengurangan permintaan yang signifikan. Jadi, pangsa pasar
semen dalam negeri setelah pembebanan cukai tetap besar.
Dengan memperhatikan rasio kapasitas terpasang dan produksi yang
dihasilkan, dapat dilihat bahwa utilisasi kapasitas pada industri semen mencapai
91%. Dengan demikian industri semen telah berproduksi dengan full capacity atau
sangat efisien. Hal ini ditambah dengan administrasi yang baik dan adanya
kemudahan-kemudahan dalam pengawasan fisik, baik dari segi jumlah produksi
maupun penjualannya, sehingga jika mempertimbangkan segi administrasinya
layak untuk dikenakan cukai.
Berdasarkan bukti empiris pertumbuhan produk domestik bruto (PDB)
tahun1999 sebesar 2%dan tahun 2000 diprediksikan sebesar ± 3%. Pertumbuhan
PDB sebesar 5% tersebut akan mengakibatkan pertumbuhan industri semen
sebesar 3%. Sehingga penurunan nilai produksi semen setelah dikenakan cukai
dengan tarif 25%, dengan memperhitungkan pertumbuhan ekonomi, akan menjadi
17% (20% - 3%). Dengan demikian prediksi penerimaan cukai tahun 2000 adalah
103% atau (100% + 3%) dari prediksi penerimaan denagn asumsi income tetap.
Berdasarkan analisa tersebut di atas diperoleh prediksi penerimaan cukai
dari masing-masing dasar perhitungan pertumbuhan income percapita. Hal ini
dapat di lihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 9. Tabel Prediksi Penerimaan Cukai Tahun Anggaran 2000 untuk
konsumsi Di Daerah pabean (97,03%)

No. Dasar Perhitungan Income Tetap Income Berubah


(Dalam Rp.) (Dalam Rp.)

1. Nilai Produksi (Rp.) 515.271.319.000 530.729.458.570

2. Jumlah Produksi 857.964.880.850 883.703.827.275


(ton)

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat prediksi pesimis penerimaan cukai


pada income tetap adalah sebesar Rp. 515.271.319.000,00 dan prediksi optimisnya
sebesar Rp. 857.964.880.850,00. Sedangkan pada pertumbuhan income percapita
5%, prediksi pesimis penerimaan cukai pada income berubah adalah sebesar Rp.
530.729.458.570,00 dan prediksi optimisnya sebesar Rp. 883.703.827.275,00.
Prediksi penerimaan ini diperkirakan dicapai dengan tarif cukai ad valorum 25 %
atau tarif cukai spesifik Rp. 43,00 per kg.
I. PENGERTIAN SEMEN................................................................................................
II. OPTIMALISASI PENERIMAAN............................................................................
2.1. Skenario I : Cukai Terhadap Produksi Semen Dalam Negeri........
2.1.1. Perkiraan Penerimaan Cukai Tahun 2000 Berdasarkan Data Nilai Produksi................
2.1.2. Perkiraan Penerimaan Cukai Tahun 2000 Berdasarkan Data Jumlah Produksi.............
2.2. Skenario II : Cukai Dikenakan Terhadap Semen Yang Dikonsumsi di Daerah Pabean
2.2.1. Perkiraan Penerimaan Cukai Tahun 2000 Berdasarkan Data Nilai Produksi..................
2.2.2. Perkiraan Penerimaan Cukai Tahun 2000 Berdasarkan Data Jumlah Produksi..............
III. ELASTISITAS PERMINTAAN.............................................................................
IV. KELAYAKAN ADMINISTRASI...........................................................................
V. PAJAK LAINNYA......................................................................................................
VI. DAMPAK LINGKUNGAN DAN SOSIAL..........................................................
VII. TENAGA KERJA......................................................................................................
VIII. KANDUNGAN IMPOR DAN IMPOR SEMEN.............................................
IX. ORIENTASI EKSPOR..............................................................................................
X. NEGARA-NEGARA YANG MENGENAKAN CUKAI ATAS SEMEN.......
XI. PENUTUP.....................................................................................................................
Error: Reference source not found
PEMANFAATAN FLY ASH DAN BOTTOM
ASH
PEMANFAATAN FLY ASH DAN BOTTOM ASH
Fly ash dan bottom ash adalah terminology umum untuk abu terbang yang ringan dan
abu relatif berat yang timbul dari suatu proses pembakaran suatu bahan yang lazimnya
menghasilkan abu. Fly ash dan bottom ash dalam konteks ini adalah abu yang
dihasilkan dari pembakaran batubara.
Sistem pembakaran batubara umumnya terbagi 2 yakni sistem unggun
terfluidakan (fluidized bed system) dan unggun tetap (fixed bed system atau
grate system). Disamping itu terdapat system ke-3 yakni spouted bed
system atau yang dikenal dengan unggun pancar.
Fluidized bed system adalah sistem dimana udara ditiup dari bawah menggunakan
blower sehingga benda padat di atasnya berkelakuan mirip fluida. Teknik fluidisasi
dalam pembakaran batubara adalah teknik yang paling efisien dalam menghasilkan
energi. Pasir atau corundum yang berlaku sebagai medium pemanas dipanaskan
terlebih dahulu. Pemanasan biasanya dilakukan dengan minyak bakar. Setelah
temperatur pasir mencapai temperature bakar batubara (300oC) maka diumpankanlah
batubara. Sistem ini menghasilkan abu terbang dan abu yang turun di bawah alat. Abu-
abu tersebut disebut dengan fly ash dan bottom ash. Teknologi fluidized bed
biasanya digunakan di PLTU (Pembangkit Listruk Tenaga Uap). Komposisi fly ash
dan bottom ash yang terbentuk dalam perbandingan berat adalah : (80-90%)
berbanding (10-20%).
Fixed bed system atau Grate system adalah teknik pembakaran dimana batubara
berada di atas conveyor yang berjalan atau grate. Sistem ini kurang efisien karena
batubara yang terbakar kurang sempurna atau dengan perkataan lain masih ada
karbon yang tersisa. Ash yang terbentuk terutama bottom ash masih memiliki
kandungan kalori sekitar 3000 kkal/kg. Di China, bottom ash digunakan sebagai bahan
bakar untuk kerajinan besi (pandai besi). Teknologi Fixed bed system banyak
digunakan pada industri tekstil sebagai pembangkit uap (steam generator).
Komposisi fly ash dan bottom ash yang terbentuk dalam perbandingan berat adalah :
(15-25%) berbanding (75-25%).
Persoalan di Sekitar Fly ash dan Bottom ash
Fly ash/bottom ash yang dihasilkan oleh fluidized bed system berukuran
100-200 mesh (1 mesh = 1 lubang/inch2). Ukuran ini relative kecil dan
ringan, sedangkan bottom ash berukuran 20-50 mesh. Secara umum ukuran
fly ash/bottom ash dapat langsung dimanfaatkan di pabrik semen sebagai
substitusi batuan trass dengan memasukkannya pada cement mill
menggunakan udara tekan (pneumatic system). Disamping dimanfaatkan di
industri semen, fly/bottom ash dapat juga dimanfaatkan menjadi campuran
asphalt (ready mix), campuran beton (concerete) dan dicetak menjadi
paving block/batako. Dari suatu penelitian empiric untuk campuran batako,
komposisi yang baik adalah sbb :
• Kapur : 40%
• Fly ash : 10%
• Pasir : 40%
• Semen : 10%
Persoalan lingkungan muncul dari bottom ash yang menggunakan fixed bed
atau grate system. Bentuknya berupa bongkahan-bongkahan besar. Seperti
yang telah disinggung di atas bahwa bottom ash ini masih mengandung
fixed carbon (catatan : fixed carbon dalam batubara dengan nilai kalori
6500-6800 kkal/kg sekitar 41-42%). Jika bottom ash ini langsung dibuang
ke lingkungan maka lambat laun akan terbentuk gas Metana (CH4) yang
sewaktu-waktu dapat terbakar atau meledak dengan sendirinya ( self
burning dan self exploding). Di sisi yang lain, jika akan dimanfaatkan di
pabrik semen maka akan merubah desain feeder, sehingga pabrik semen
tidak tertarik untuk memanfaatkan bottom ash tsb.
Solusi Persoalan Fly ash dan Bottom ash
Dari situasi dan keadaan di atas maka dapat dikatakan bahwa solusi
terhadap munculnya fly/bottom ash serta pemanfaatan yang dikaitkan
dengan keamanan terhadap lingkungan adalah sbb :
1. Fly ash/bottom ash yang berasal dari sistem pembakaran fluidized bed dapat
digunakan untuk :
a. Campuran semen tahan asam
b. Campuran asphalt (ready mix) dan beton
c. Campuran paving block/batako
1. Fly ash yang berasal dari fixed bed system dapat langsung digunakan seperti
point 1.a, 1b dan 1c. Sedangkan untuk bottom ash yang masih dalam bentuk
bongkahan maka harus mengalami perlakukan pengecilan ukuran (size
reduction treatment) sebelum dimanfaatkan lebih lanjut.

PEMANFAATAN FLY ASH


Batubara sebagai bahan bakar banyak digunakan di PLTU. Kecenderungan
dewasa ini akibat naiknya harga minyak diesel industri, maka banyak
perusahaan yang beralih menggunakan batubara sebagai bahan bakar
dalam menghasilkan steam (uap). Sisa hasil pembakaran dengan batubara
menghasilkan abu yang disebut dengan fly ash dan bottom ash (5-10%).
Persentase abu (fly ash dan bottom ash) yang dihasilkan adalah fly ash (80-
90%) dan bottom ash (10-20% ) : [Sumber PJB Paiton]. Umumnya komposisi
kimia fly ash dapat ditunjukkan seperti di bawah ini :
• SiO2 : 52,00%
• Al2O3 : 31,86%
• Fe2O3 : 4,89%
• CaO : 2,68%
• MgO : 4,66%
Manfaat Fly ash
Pabrik semen memerlukan fly ash yang digunakan sebagai pengganti
(substitusi) batuan trass yang bersifat pozzolanic untuk pembuatan semen
tahan asam (PPC). Penggunaan fly ash di salah satu pabrik semen berkisar
antara 4-6 % berat raw mill. Posisi pemasukan fly ash di pabrik semen
ditunjukkan pada skema berikut :
Semen sebagai bahan pengikat telah dikenal sejak zaman Mesir kuno yang
merupakan kalsinasi gypsum yang tidak murni. Sedangkan kalsinasi batu
kapur baru dimulai oleh bangsa Romawi. Mereka menggunakan material
yang diambil dari lembah Napples (Italia) tepatnya di daerah Pozzoalu yang
merupakan asal-usul penamaan Pozzolano terhadap bahan tersebut.
Semen Portland terbagi menjadi 5 jenis yaitu Semen Portland I s.d V. Setiap
jenis semen Portland berbeda-beda dalam racikannya (sesuai dengan
standard ASTM dan SII, lihat Lampiran). Maksud racikan disini adalah
perbedaan komposisi kimia dan sifat fisika semen yang akan terbentuk.
Perbedaan kimia yaitu berapa percent jumlah Kalsium, Silika, Aluminium dan
Ferrum (besi) sebagai unsur pembentuk utama semen dan perbedaan fisika
misalnya loss of ignition, kuat tekan, panas hidrasi dsb.
Secara umum komposisi bahan pembentuk semen PPC adalah sbb :
? Clinker : 86%
? Gypsum : 4%
? Trass : 6%
? Fly ash : 4%
Berdasarkan definisi SNI 15-0302-1994 :
PPC adalah semen hidrolis yang terdiri dari campuran homogen antara
semen Portland dengan pozzolan halus yang diproduksi dengan cara
menggiling clinker semen Portland dan pozzolan bersama-sama atau
mencampur secara rata bubuk semen Portland dengan bubuk pozzolan atau
gabungan antara menggiling dan mencampur dimana kadar pozzolan 15 s.d
40% massa semen Portland pozzolan.
Berdasarkan definisi ASTM C 219 :
PPC adalah semen hidrolis yang terdiri dari campuran semen Portland, blast
furnace slag dan pozzolan yang dihasilkan dari penggilingan klinker semen
Portland dan pozzolan dengan mencampur semen Portland atau semen
Portland blast furnace slag dan pozzolan yang dihaluskan secara terpisah
atau kombinasi penggilingan dan pencampuran dimana jumlah pozzolan
adalah sesuai batas yang dipersyaratkan.
Berdasarkan 2 (dua) definisi di atas maka yang membedakan PPC dengan
semen Portland biasa (I s.d V) adalah banyaknya trass atau fly ash yang
ditambahkan pada proses akhir (finish mill).
Dengan penambahan fly ash akan mengakibatkan pada struktur beton hal-
hal sebagai berikut :
? Curing time (umur 90 hari) laju reaksi pozzolanic (pengikatan Ca)
meningkat sehingga jumlah Ca(OH)2 yang akan berinteraksi
dengan CO2 berkurang karenanya karbonasi terhambat
? Menurunkan alkalinitas beton yang merupakan penyebab
terjadinya korosi pada besi beton
Kriteria ini akan meningkatkan ketahanan concrete (beton) terhadap
oksidasi akibat lingkungan yang bersifat asam (utamanya daerah rawa).
Contoh Pemanfaatan Empiris fly ash/bottom ash di Ind. Textile
Jumlah Batubara (6300 kkal/kg) yg dibakar = 70 ton
Fly ash = 0.5 ton
Bottom ash = 10 -12 ton
Total ash = 10, 5 -12 ton (15-17% dari total BB yang dibakar)
Bottom ash dapat digunakan kembali, nilai kalorinya = 3000 kkal/kg
Perbandingan bottom ash dgn BB asli = 2 : 5
Sumber : http://b3.menlh.go.id/3r/article.php?article_id=6

[Translate]

Artikel Sejenis:
• PESTISIDA ALAMI: DAUN TOMAT, BAGUS TAPI HATI-HATI.!
• AIR DAUR ULANG UNTUK MENGAIRI TANAMAN
• URIN SEBAGAI PUPUK CAIR DAN FUNGISIDA ALAMI
• Alat Pelindung Telinga
• MOL HIJAU ADALAH PUPUK ORGANIK CAIR (POC)
• PESTISIDA ALAMI: BAWANG PUTIH DAN CABAI
• Penyajian Makanan (Prinsip Food Hygiene)
• Penyimpanan Bahan makanan (Prinsip Food Hygiene)
• HAMBATAN GASIFIER BIOMASA
• PEMANFAATAN FLY ASH BATUBARA

Artikel yang berhubungan :


• Pengertian LEGGING’S
• PRODUSEN JUAL LEGGING
• PRODUSEN LEGGING-JUAL-GROSIR LEGGING PALING MURAH!
• PEMANFAATAN FLY ASH BATUBARA

Informasi yang berhungan:


• pemanfaatan fly ash dan bottom ash limbah b3 dan non b3 - PEMANFAATAN FLY
ASH DAN BOTTOM ASH Fly ash dan bottom ash adalah terminology umum untuk abu
terbang yang ringan dan abu relatif berat yang timbul dari suatu [Baca Selengkapnya..]
• jasa pengolahan limbah b3 bottom ash dan fly ash abu - Kami bekerjasama dengan
PT. SPS bergerak dalam bidang mengelola limbah B3, khusus untuk limbah bottom ash
dan fly ash (abu pembakaran batubara) Kegiatan kami [Baca Selengkapnya..]
• toksisitas abu terbang dan abu dasar limbah pltu main page - Abu terbang (fly ash)
dan abu dasar (bottom ash) merupakan limbah padat yang dihasilkan dari pembakaran
batubara pada pembangkit tenaga listrik. [Baca Selengkapnya..]
• promolaris promosi gratis pasti laris halaman 123 - JASA PENGOLAHAN LIMBAH
B3 BOTTOM ASH DAN FLY ASH (ABU PEMBAKARAN BATUBARA) khusus
untuk limbah bottom ash dan fly ash (abu pembakaran batubara) Kegiatan [Baca
Selengkapnya..]
• pemanfaatan fly ash batubara limbah b3 dan non b3 solusi - Pemanfaatan fly ash
batubara sebagai mineral filler pada campuran aspal beton Fly ash batubara adalah
limbah industri yang dihasilkan dari pembakaran

• Limbah Gas dan Partikel


• dikutib dari : http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-industri/limbah-
industri/limbah-gas-dan-partikel/
diposting oleh : wahyu (040)


• Udara adalah media pencemar untuk limbah gas. Limbah gas atau asap yang diproduksi
pabrik keluar bersamaan dengan udara. Secara alamiah udara mengandung unsur kimia
seperti O2, N2, NO2,CO2, H2 dan Jain-lain. Penambahan gas ke dalam udara melampaui
kandungan alami akibat kegiatan manusia akan menurunkan kualitas udara.
• Zat pencemar melalui udara diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu partikel dan gas.
Partikel adalah butiran halus dan masih rnungkin terlihat dengan mata telanjang seperti
uap air, debu, asap,kabut dan fume-Sedangkan pencemaran berbentuk gas tanya aapat
dirasakan melalui penciuman (untuk gas tertentu) ataupun akibat langsung. Gas-gas ini
antara lain SO2, NOx, CO, CO2, hidrokarbon dan lain-lain.
• Untuk beberapa bahan tertentu zat pencemar ini berbentuk padat dan cair. Karena suatu
kondisi temperatur ataupun tekanan tertentu bahan padat/cair itu dapat berubah menjadi
gas. Baik partikel maupun gas membawa akibat terutama bagi kesehatan,manusia seperti
debu batubara, asbes, semen, belerang, asap pembakaran,uap air, gas sulfida, uap
amoniak, dan lain-lain.
• Pencemaran yang ditimbulkannya tergantung pada jenis limbah, volume yang lepas di
udara bebas dan lamanya berada dalam udara. Jangkauan pencemaran melalui udara
dapat berakibat luas karena faktor cuaca dan iklim turut mempengaruhi.Pada malam hari
zat yang berada dalam udara turun kembali ke bumi bersamaan dengan embun. Adanya
partikel kecil secara terus menerus jatuh di atap rumah, di permukaan daun pada pagi hari
menunjukkan udara mengandung partikel. Kadang-kadang terjadi hujan masam.
• Arah angin mempengaruhi daerah pencemaran karena sifat gas dan partikel yang ringan
mudah terbawa. Kenaikan konsentrasi partikel dan gas dalam udara di beberapa kota
besar dan daerah industri banyak menimbulkan pengaruh, misalnya gangguan jarak
pandang oleh asap kendaraan bermotor, gangguan pernafasan dan timbulnya beberapa
jenis penyakit tertentu.
• Jenis industri yang menjadi sumber pencemaran melalui udara di antaranya:
• -industri besi dan baja
-industri semen
-industri kendaraan bermotor
-industri pupuk
-industri aluminium
-industri pembangkit tenaga listrik
-industri kertas
-industri kilang minyak
-industri pertamban
• Jenis industri semacam ini akumulasinya di udara dipengaruhi arah angin, tetapi karena
sumbernya bersifat stationer maka lingkungan sekitar menerima resiko yang sangat tinggi
dampak pencemaran.
• Berdasarkan ini maka konsentrasi bahan pencemar dalam udara perlu ditetapkan sehingga
tidak menimbulkan gangguan terhadap manusia dan makhluk lain sekitarnya. Jenis
industri yang menghasilkan partikel dan gas adalah sebagai tertera dalam tabel 6.

You might also like