You are on page 1of 16

PENDAHULUAN

Penggunaan tes BERA dalam bidang ilmu audiologi dan neurology sangat
besar manfaatnya dan mempunyai nilai obyektifitas yang tinggi bila dibandingkan
dengan pemeriksaan audiologi konvensional. Penggunaannya yang mudah, tidak
invasive, dan dapat dilakukan pada pasien koma sekalipun; menyebabkan
pemeriksaan BERA ini dapat digunakan secara luas.1

BRAIN Evoked Response Audiometry atau BERA merupakan alat yang bisa
digunakan untuk mendeteksi dini adanya gangguan pendengaran, bahkan sejak bayi
baru saja dilahirkan. Istilah lain yang sering digunakan yakni Brainstem Auditory
Evoked Potential (BAEP) atau Brainstem Auditory Evoked Response Audiometry
(BAER). Alat ini efektif untuk mengevaluasi saluran atau organ pendengaran mulai
dari perifer sampai batang otak.2

Tes BERA ini dapat menilai fungsi pendengaran bayi atau anak yang tidak
kooperatif. Yang tidak dapat diperiksa dengan cara konvensionil.1

Berbeda dengan audiometry, alat ini bisa digunakan pada pasien yang
kooperatif maupun non-kooperatif seperti pada anak baru lahir, anak kecil, pasien
yang sedang mengalami koma maupun stroke,tidak membutuhkan jawaban atau
respons dari pasien seperti pada audiometry karena pasien harus memencet tombol
jika mendengar stimulus suara. Alat ini juga tidak membutuhkan ruangan kedap suara
khusus.2

B.E.R.A

1
(BRAINSTEM EVOKE RESPONSE AUDIOMETRI)

Brainstem Evoke Response Audiometri (BERA) merupakan tes neurologik


untuk fungsi pendengaran batang otak terhadap rangsangan suara (click). Pertama
kali diuraikan oleh Jewett dan Williston pada tahun 1971, BERA merupakan aplikasi
yang paling umum digunakan untuk menilai respon yang dibangkitkan oleh
rangsangan suara. Administrasi dan pelaksanaan tes ini biasanya oleh para ahli
audiologi. Artikel ini memberikan gambaran dari tes tersebut dan penggunaannya
yang paling umum. Untuk tujuan kejelasan dan untuk mempersingkat tinjauan,
beberapa teknik BERA khusus dan berbagai hal lainnya yang berkaitan dengan teknik
telah dihilangkan.3

Berbagai kondisi yang dianjurkan untuk pemeriksaan BERA antara lain bayi
baru lahir untuk mengantisipasi gangguan perkembangan bicara/bahasa. Jika ada
anak yang mengalami gangguan atau lambat dalam berbicara, mungkin salah satu
sebabnya karena anak tersebut tidak mampu menerima rangsangan suara karena
adanya gangguan di telinga.2

BERA juga dapat dimanfaatkan untuk menentukan sumber gangguan


pendengaran apakah di cochlea atau retro choclearis, mengevaluasi brainstem (batang
otak), serta menentukan apakah gangguan pendengaran disebabkan karena psikologis
atau fisik. Pemeriksaan ini relatif aman, tidak nyeri, dan tidak ada efek samping,
sehingga bisa juga dimanfaatkan untuk screening medical check up.2

BERA mengarah pada pembangkitan potensial yang ditimbulkan dengan


suara singkat atau nada khusus yang ditransmisikan dari transduser akustik dengan
menggunakan earphone atau headphone (headset). Bentuk gelombang yang
ditimbulkan dari respon tersebut dinilai dengan menggunakan elektrode permukaan

2
yang biasannya diletakkan pada bagian vertex kulit kepala dan pada lobus telinga.
Pencatatan rata-rata grafiknya diambil berdasarkan panjang gelombang/amplitudo
(microvoltage) dalam waktu (millisecond), mirip dengan EEG. Puncak dari
gelombang yang timbul ditandai dengan I-VII. Bentuk gelombang tersebut normalnya
muncul dalam periode waktu 10 millisecond setelah rangsangan suara (click) pada
intensitas tinggi (70-90 dB tingkat pendengaran normal/normal hearing level [nHL]).3

Meskipun BERA memberikan informasi mengenai fungsi dan sensitivitas


pendengaran, namun tidak merupakan pengganti untuk evaluasi pendengaran formal,
dan hasil yang didapat harus dapat dihubungkan dengan hasil audiometri yang biasa
digunakan, jika tersedia.3

FISIOLOGI

Brainstem Evoke Response Audiometri (BERA) biasanya menggunakan


rangsangan suara klik yang menghasilkan respon dari regio basilar cochlea. Sinyalnya
berjalan melalui jalur pendengaran/auditori pathway dari kompleks inti cochlear,
proksimal ke colliculus inferior. Gelombang BERA I dan II berkaitan dengan
potensial aksi yang benar. Gelombang selanjutnya mungkin menggambarkan aktivitas
postsinaptik pada pusat auditori batang otak utama that secara bersamaan
menimbulkan bentuk gelombang puncak dan palung. Puncak positif dari bentuk
gelombang menunjukkan aktivitas aferen kombinasi (dan kemungkinan juga eferen)
dari jalur axonal pada batang otak auditory.3
Di Ameriksa Serikat, bentuk gelombang biasanya di plot dengan elektroda
pada vertex dengan amplifier tegangan input positif., sehingga menimbulkan

3
gelombang puncak pada I, III, dan V. Di negara-negara lainnya, gelombangnya di
plot dengan tegangan negatif.3

Reaksi yang timbul sepanjang jaras-jaras saraf pendengaran dapat dideteksi


berdasarkan waktu yang dibutuhkan (satuan milidetik) mulai dari saat pemberian
impuls sampai menimbulkan reaksi dalam bentuk gelombang. Gelombang yang
terjadi sebenarnya ada 7 buah, namun yang penting dicatat adalah gelombang I, III,
dan V.1

Gambar yang menunjukkan penempatan BERA electrodes

Komponen Bentuk Gelombang

Gelombang I: Respon gelombang BERA I merupakan gambaran yang luas dari


potensial aksi saraf auditori gabungan pada bagian distal dari nervus cranialis (CN)
VIII. Respo tersebut dipercaya berasal dari aktivitas aferen dari serabut saraf CN VIII
(neuron urutan pertama) saat meninggalkan cochlea dan masuk ke canalis auditori
internal.

4
Gelombang II: gelombang BERA II ditimbulkan oleh nervus VIII proksimal saat
memasuki batang otak.

Gelombang III: gelombang BERA III muncul dari aktivitas aktivitias saraf urutan
kedua arises from (diluar CN VIII) di dalam atau di dekat nukleus cochlearis.
Literatur menyatakan bahwa gelombang III ditimbulkan pada bagian caudal dari pons
auditori. Nukleus cochlearis mengandung hampir 100,000 neuron, kebanykan
dipersarafi oleh sembilan serabut saraf.

Gelombang IV: gelombang BERA IV, yang sering memiliki puncak yang sama
dengan gelombang V, diperkirakan muncul dari neuron urutan ketiga pontine yang
kebanyakan terletak pada kompleks olivary superior, tetapi kontribusi tambahan
untuk terbentuknya gelombang IV dapat datang dari nukleus cochlearis dan nukleus
dari lemniskus lateral.

Gelombang V: pembentukan gelombang V kemungkinan merupakan dari aktivitas


dari struktur auditori anatomik multipel. Gelombang BERA V merupakan komponen
yang paling sering di analisa pada aplikasi klinis BERA. Meskipun terdapat beberapa
database mengenai hal yang tepat dalam pembentukan gelombang V, gelombang V
dipercaya berasal dari sekitar colliculus inferior. Aktivitas neuron urutan kedua
mungkin secara sekunder mempengaruhi beberapa hal dalam pembentukan
gelombang V. Colliculus inferior merupakan sebuah struktur yang komplex, dengan
lebih dari 99% akson dari regio auditori batang otak bawah melewati lemniskus
lateral ke colliculus inferior.

Gelombang VI dan VII: Gelombang VI dan VII dianggap berasal dari thalamus
(medial geniculate body), tetapi tempat pembentukan sebenarnya masih diragukan.3

APLIKASI

5
Identifikasi Patologi Retrocochlear

Brainstem Evoke Response Audiometri (BERA) dipertimbangkan sebagai alat


screening yang efektif dalam mengevaluasi audiometry kecurigaan patologi
retrocochlear seperti acoustic neuroma atau vestibular schwannoma. Meskipun
demikian, gambaran BERA yang abnormal yang menyarankan adanya patologi
retrocochlear memiliki indikasi untuk perlu dilakukannya pemeriksaan MRI pada
cerebellopontine.3

Symptom Pada Patologi Nervus Delapan

Gejala klinis dapat meliputi yang dibawah ini, tapi tidak terbatas hanya pada gejala-
gejala tersebut saja:


Kehilangan pendengaran sensorineural asimetris atau unileteral

Kehilangan pendengaran frekuensi tinggi asimetris

Tinnitus unilateral

Tingkat mengenali kata-kata yang buruk secara unilateral atau bilateral yang
dibandingkan dengan derajat kehilangan pendengaran sensorineural

Merasakan adanya distorsi suara saat pendengaran perifer normal.3

Evaluasi Respon Pendengaran/Auditori Batang Otak

Dalam hal patologi retrocochlear, banyak faktor-faktor yang dapat


mempengaruhi hasil pemeriksaan BERA, termasuk derajat kehilangan pendengaran
sensorineural, kehilangan pendengaran asymmetris, batasan pengujian, dan faktor-
faktor pasien lainnya. Pengaruh ini dapat terjadi saat melakukan pemeriksaan maupun
saat menganalisa hasil pemeriksaan BERA.3

6
Penemuan yang menandakan adanya patologi retrocochlear pathology dapat meliputi
satu atau lebih dari tanda berikut ini:


Perbedaan latensi gelombang V interaural absolut (IT5) – memanjang

Interval antar puncak gelombang I-V interaural - memanajang

Latensi absolut dari gelombang V – memanjang dibandingkan dengan data
normatif

Latensi absolut dan latensi interval antar puncak gelombang I-III, I-V, III-V –
memanjang dibandingkan dengan data normatif

Tidak adanya respon auditori batang otak pada telinga yang dilakukan
pemeriksaan.3

Secara umum, pemeriksaan BERA menujukkan sensitivitas lebih dari 90% dan
spesifisitas mendekati 70-90%.3

Sensitivitas untuk tumor kecil tidak sebesar nilai tersebut diatas. Karena
alasan tersebut, pasien-pasien yang asimptomatik dengan hasil pemeriksaan BERA
normal sebaiknya menjalani audiogram dalam 6 bulan untuk memonitor perubahan
yang terjadi terhadap sensitivitas pendengaran atau tinnitus. Pemeriksaan BERA
dapat diulangi jika terdapat indikasi. Sebagai alternatif lain, MRI yang diperkuat
dengan gadolinium, dimana telah menjadi patokan standard, dapat digunakan untuk
mengidentifikasi vestibular schwannoma yang sangat kecil (3-mm).3

Sensitivitas BERA sensitivity dalam mendiagnosa tumor CN VIII dengan ukuran


berdasarkan pada beberapa studi berikut ini:


Pada studi tahun 1994 yang dilakukan oleh Dornhoffer, Helms, dan
Hoehmann, sensitivitasnya adalah 93% untuk tumor yang berukuran lebih
kecil dari 1 cm.

7

Pada tahun 1997, Zappia, O'Connor, Wiet, dan Dinces melaporkan sensitivitas
sebesar 89% untuk tumor yang lebih kecil dari 1 cm, 98% untuk tumor ukuran
sedang 1.1-2 cm, dan 100% untuk tumor yang berukuran lebih dari 2 cm.
sensitivitas keseluruhannya adalah sebesar 95%.

Pada studi tahun 1995, Chandrasekhar, Brackmann, dan Devgan melaporkan
sensitivitas sebesar 83.1% untuk tumor yang lebih kecil dari 1 cm dan
sensitivitas sebesar 100% untuk tumor yang berukuran lebih dari 3 cm.
Sensitivitas keseluruhannya adalah sebesar 92%.

Pada tahun 1995, Gordon dan Cohen melaporkan sensitivitas sebagai berikut:
69% untuk tumor yang berukuran kurang dari 9 mm, 89% untuk tumor
berukuran 1-1.5 cm, 86% untuk tumor berukuran 1.6-2 cm, dan 100% untuk
tumor yang berkuran lebih dari 2 cm.

Pada tahun 2001 dilaporkan oleh Schmidt, Sataloff, Newman, Spiegel, dan
Myers, sensitivitas sebesar 58% untuk tumor berukuran kurang dari 1 cm,
94% untuk tumor berukuran 1.1-1.5 cm, dan 100% untku tumor yang
berukuran lebih dari 1.5 cm. Sensitivitas keseluruhannya adalah 90%.

Pada sebuah studi prospective besar yang membandingkan BERA dengan
MRI yang diperkuat dengan bahan kontras (patokan standard) pada 312
pasien dengan kehilangan pendengaran sensorineural asymmetris, Cueva
menemukan bahwa BERA menghasilkan sensitivitas dan spesifisitas sebesar
71% dan 74%, in dalam menemukan penyebab lesi untuk kehilangan
pendengaran oral dan pendengaran asimetris (termasuk vestibular
schwannoma, tetapi tidak terbatas pada itu saja). Hasil pemeriksaan BERA
memiliki nilai prediktif positif hanya sebesar 23%, sedangkan nilai prediktif
negatif adalah sebesar 96%. Tujuh dari 31 kasus-kasus positif memiliki lesi
lain yang tidak dapat diidentifikasi oleh BERA sebagai penyebab dari
kehilangan pendengaran.3

8
Meskipun pengukuran BERA tradisional BERA menurun sensitivitasnya
karena faktor unkuran tumor, studi yang sebelumnya dilakukan telah menunjukkan
bahwa dengan menggunakan pita BERA baru yang mengukur amplitudo, tumor yang
sangat kecil dapat dideteksi dengan lebih akurat. Teknik baru ini, dikombinasikan
dengan audiometri BERA tadisional, mungkin segera akan dapat memungkinkan
untuk mendeteksi tumor yang sangat kecil dengan tingkat akurasi mendekati 100%
dengan menggunakan audiometri BERA.3

Aplikasi lainnya dari BERA.

Aplikasi lain dari BERA terus dikembangkan. Penelitian yang baru-baru ini


dilakukan menunjukkan bahwa meskipun latensi gelombang BERA keseluruhan
masih dalam batas normal pada pasien dengan tinnitus, pasien-pasien tersebut
memiliki latensi yang lebih panjang dari pada pasien-pasien kontrol tanpa
tinnitus. Hal tersebut menunjukkan bahwa BERA dapat berguna dalam memonitor
dan memahami tinnitus. BERA juga telah digunakan untuk mengetahui prognostik
pasien-pasien koma.  Penelitian menemukan bahwa pasien-pasien dengan GCS
(Glasgow coma scale) 3 dan yang memiliki hasil pemeriksaan BERA secara
signifikan abnormal memiliki kemungkinan yang lebih besar terhadap kematian dari
pada yang memiliki hasil pemeriksaan BERA normal.3

SCREENING PENDENGARAN PADA

BAYI YANG BARU LAHIR

9
Teknologi Brainstem Evoke Response Audiometri (BERA) telah digunakan
untuk menguji bayi yang baru lahir sejak 15 tahun yang lalu. Sedikitnya 1 dari setiap
1000 anak lahir tuli. Banyak lainnya yang lahir dengan derajat penurunan
pendengaran yang tidak terlalu parah, sedangkan lainnya dapat mengalami
kehilangan pendengaran selama masa kanak-kanak awal.3

Gangguan pendengaran dapat terjadi karena faktor bawaan (sejak lahir) atau
didapat (gangguan pendengaran yang terjadi setelah lahir). Gangguan pendengaran
bawaan merupakan salah satu kelainan bawaan yang angka kejadiannya cukup tinggi
di antara kelainan bawaan lainnya, yaitu sekitar 1 - 3 per 1.000 kelahiran. Angka ini
meningkat pada kelompok bayi yang mempunyai risiko, diperkirakan 80 - 90% bayi
dengan gangguan pendengaran menetap mempunyai kelainan dari sejak usia neonatal
(0-28 hari). Oleh karena itu, sebuah komite yang menangani masalah pendengaran
pada bayi, The Joint Committee on Infant Hearing (JCIH) di Amerika dan American
Academy of Pediatric merekomendasikan agar fungsi pendengaran dan ketulian pada
setiap bayi sudah dapat dipastikan saat usia 3 bulan, dan bayi yang tuli mendapat
penanganan yang sesuai mulai usia 6 bulan, sehingga diharapkan pada usia 3 tahun
mereka mempunyai pola bicara yang tidak jauh berbeda dengan anak- anak yang
pendengarannya normal.4

Berdasarakan sejarah, hanya bayi yang memiliki 1 atau lebih kriteria resiko
tinggi yang di uji. Screening pendengaran universal telah direkomendasikan karena
sekitar 50% dari bayi yang kemudian teridentifikasi mengalami kehilangan
pendengaran karena tidak dilakukan pengujian, berhubung pengujian hanya dilakukan
pada kelompok yang beresiko tinggi saja. Sebelumnya, rumah sakit di Amerika
Serikat telah mengimplikasikan program screening pendengaran pada bayi yang baru
lahir. Program teresbut dapat dijalankan karena adanya kombinasi dari kemajuan

10
teknologi dalam metode pengujian BERA dan oto acoustic emissions (OAE) dan
ketersediaan peralatannya, dimana dapat memberikan evaluasi yang akurat dan
dengan biaya yang efektif, pada bayi-bayi yang baru lahir.3

OAE dan BERA merupakan pemeriksaan yang efekitf, tidak invasif, tidak
menyakitkan, mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi serta dapat
dilakukan pada bayi berusia mulai 24 jam, sehingga dapat dilakukan di rumah sakit
sebelum bayi pulang. Bila dilakukan secara bersama, kedua pemeriksaan ini akan
memberikan informasi yang saling melengkapi tentang pendengaran. Hasil yang baik
dari pemeriksaan tersebut harus diulang pada usia 1 - 3 bulan bila bayi mempunyai
faktor risiko untuk gangguan pendengaran. Dan selama itu juga orang tua harus
mencatat setiap gangguan kesehatan yang mungkin menyebabkan ketulian seperti
campak, gondongan (parotitis), kejang demam, epilepsi, trauma kepala, keluar cairan
dari telinga, pilek yang sering berulang serta penggunaan obat-obatan.4

Beberapa uji coba klinis telah menunjukkan pengujian automated auditory


brainstem response (AABR) (misalnya, Algo-1 Plus) sebagai alat screening yang
efektif dalam mengevaluasi pendengaran pada bayi yang baru lahir, dengan
sensitivitas sebesar 100% dan spesifisitas sebesar 96-98%.3

Saat digunakan sebagai ambang untuk menyaring pendengaran normal, setiap


telinga dapat dievaluasi secara terpisah, dengan intensitas rangsangan yang diberikan
sebesar 35-40 dB nHL. BERA yang dirangsang oleh suara kllik sangat berhubungan
dengan sensitivitas pendengaran dalam kisaran frekuensi dari 1000-4000 Hz. Tes
AABRs untuk melihat ada atau tidaknya gelombang V pada tingkat rangsangan yang
ringan. Tidak dibutuhkan interpretasi oleh operator. AABR dapat digunakan dalam
kamar perawatan/bangsal dan selama terapi oksigen tanpa gangguan dari suara
lingkungan.3

11
The 2000 Joint Committee on Infant Hearing telah merekomendasikan bahwa
bayi yang memiliki paling kurang 1 dari indikator resiko berikut ini untuk terjadinya
kehilangan pendengaran progresif atau yang onset tertunda yang meskipun telah
melewati screening pendengaran, sebaiknya mendapat monitor audiologik setiap 6
bulan sampai usia 3 tahun:


Adanya kekhawatiran keluarga atau pihak yang merawat mengenai
pendengaran, berbicara, bahasa, dan/atau kelambatan berkembang

Riwayat keluarga adanya kehilangan pendengaran permanen pada masa
kanak-kanak

Adanya Stigmata atau penemuan lainnya yang berkaitan dengan sindom yang
dikenal meliputi kehilangan pendengaran konduktif atau sensorineural atau
disfungsi tuba eustachius

Infeksi post natal yang berkaitan dengan kehilangan pendengaran
sensorineural, termasuk meningitis bakterial

Infeksi dalam uterus seperti cytomegalovirus, herpes, rubella, syphilis, dan
toxoplasmosis

Indikator neonatal, khususnya hyperbilirubinemia pada kadar serum yang
membutuhkan transfusi penggantian, hipertensi pulmonal persisten pada bayi
yang berubungan dengan ventilasi mekanik, kondisi-kondisi yang
membutuhkan penggunaan extracorporeal membrane oxygenation (ECMO),
displasia bronchopulmonal, infeksi cytomegalovirus, dan anatomi craniofacial
(Lieu dan Champion baru-baru ini telah mengkonfirmasi hasil-hasil ini.)

Sindroma yang berkaitan dengan kehilangan pendengaran progresif, seperti
neurofibromatosis, osteopetrosis, dan Usher syndrome

Kelainan neurodegenerative, seperti Hunter syndrome, atau neuropati motorik
sensorik, seperti Friedreich ataxia dan Charcot-Marie-Tooth syndrome

Trauma kepala

12

Otitis media dengan efusi, berulang atau persisten selama paling kurang 3
bulan

Penggunaan obat-obatan ototoksik (aminoglycosida).3,5

ABRs dapat digunakan untuk mendeteksi neuropati auditori atau kelainan


konduksi saraf pada bayi baru lahir. Karena ABRs menggambarkan fungsi saraf
pendengaran dan batang otak, bayi-bayi yang baru lahir tersebut dapat memiliki hasil
screening BERA yang abnormal walaupun pendengaran perifer normal.3

Bayi-bayi yang tidak lulus screening pendengaran belum tentu memiliki


masalah pendengaran. Jika dicurigai adanya masalah pendengaran karena hasil
pemeriksaan BERA abnormal, maka dijadwalkan pemeriksaan follow up ambang
diagnostik BERA untuk mengetahui status frekuensi pendengaran spesifik. Penilaian
frekuensi pendengaran spesifik dapat diperoleh dengan menggunakan stimulasi nada
cepat, seperti nada/suara keras.3

BERA DALAM PEMBEDAHAN

Monitoring Intraoperative

Brainstem Evoke Response Audiometri (BERA), sering digunakan secara


intraoperatif dengan electrocochleography, dapat memberikan identifikasi awal dari
perubahan pada status neurofisiologi dari sistem saraf pusat. Informasi tersebut
berguna untuk mencegah disfungsi neurotologik dan terjadinya kehilangan
pendengaran postoperatif. Untuk banyak pasien dengan tumor pada CN VIII atau
pada daerah cerebellopontine, pendengaran dapat menurun atau hilang sama sekali
postoperatif, meskipun jika nervus auditori masih baik secara anatomis.3

13
Evaluasi ABR

Gelombang I, yang ditimbulkan oleh ujung cochlear CN VIII, memberikan informasi


yang berharga mengenai aliran darah ke cochlea. Karena iskemia merupakan
penyebab kehilangan pendengaran yang berkaitan dengan pembedahan, gelombang I
di monitor secara seksama untuk melihat adanya perubahan pada latensi atau
penurunan amplitudo.3

Interval puncak gelombang I-II dan I-III dapat memberikan informasi distal dan
proksimal selama pembedahan CN VIII.

Gelombang V dan latensi interval puncak gelombang I-V dimonitor untuk melihat
adanya perubahan pada latensi dan amplitudo. Latensi gelombang I-V memberikan
informasi mengenai integritas CN VIII terhadap batang otak auditori.3

Batasan

Perubahan gelombang V yang terjadi intraoperatif belum tentu menunjukkan


adanya perubahan dalam status pendengaran. Perubahan pada latensi dapat
disebabkan oleh tidak sinkronnya neuron atau faktor-faktor luar lainnya. Dan juga,
keterlambatan waktu potensial terjadi antara kemunculan aktual dari perburukan dan
saat muncul perubahan pada gelombang V. Pasien-pasien dengan kehilangan
pendengaran sensorineural yang telah ada sebelumnya kemungkinan akan memiliki
morfologi bentuk gelombang yang buruk dan tidak ada respon gelombang I.3

Penggunaan BERA Intraoperatif

Memonitor fungsi cochlear langsung pada kondisi pendengaran

 Reseksi tumor daerah Cerebellopontine (pembedahan acoustic neuroma)

14
 Dekompresi Vascular pada neuralgia trigeminal
 Seksi nervus Vestibular untuk meredakan vertigo
 Eksplorasi nervus facialis untuk dekompresi nervus facialis
 Dekompresi Endolymphatic sac pada Mèniére disease.3

Memonitor integritas batang otak

 Reseksi tumor batang otak


 Kliping aneurisma batang otak atau reseksi malformasi arteri vena.3

DAFTAR PUSTAKA

15
1. Efiaty AS, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala
Leher Ed. 5, Fakultas Kedokteran UI, Jakarta, 2003

2. Henny, BERA, dikutip dari situs: http://hennykartika.wordpress.com, 2008

3. Bhattacharyya, Neil, Auditory Brainstem Response Audiometry, dikutp dari


situs: http://emedicine.medscape.com, 2008

4. Dr. Wijana, Sp.THT, Apakah Bayiku Tuli?, dikutip dari situs:


http://pr.qiandra.net.id, 2007

5. Dr. T. Balasubramanian M.S. D.L.O, BERA, dikutip dari situs:


http://www.drtbalu.co.in/bera.html, 2007

16

You might also like