You are on page 1of 47

A.

Pengertian Sejarah

1.Pengertian sejarah ditinjau dari asal kata

Menurut Jan Romein, kata “sejarah” memiliki arti yang sama dengan kata “history” (Inggris),
“geschichte” (Jerman) dan “geschiedenis” (Belanda), semuanya mengandung arti yang sama, yaitu cerita
tentang kejadian atau peristiwa yang terjadi pada masa lampau.

Sementara menurut sejarawan William H. Frederick, kata sejarah diserap dari bahasa Arab, “syajaratun”
yang berarti “pohon” atau “keturunan” atau “asal-usul” yang kemudian berkembang dalam bahasa
Melayu “syajarah”. Dalam bahasa Indonesia menjadi “sejarah”. Menurutnya kata syajarah atau sejarah
dimaksudkan sebagai gambaran silsilah atau keturunan.

2.Rumusan batasan pengertian sejarah

Ada banyak rumusan pendapat yang diberikan para sejarawan terkait dengan pengertian sejarah. Dari
berbagai pendapat yang ada dalam arti yang luas sejarah dapat diartikan sebagai gambaran tentang
peristiwa-peristiwa atau kejadian masa lampau yang dialami manusia, disusun secara ilmiah, meliputi
urutan waktu tertentu, diberi tafsiran dan analisa kritis sehingga mudah dimengerti dan dipahami.

B.Ruang Lingkup Studi Sejarah

1.Sejarah sebagai cerita

Berbicara tentang sejarah, biasanya akan segera menghubungkannya dengan cerita, yaitu cerita tentang
pengalaman-pengalaman manusia di waktu yang lampau. Bahwasanya sejarah pada hakekatnya adalah
sebuah cerita kiranya tidak bisa disangkal lagi. Ucapan teoritikus-teoritikus sejarah seperti Renier:
“nothing but a story”; Trevelyan: “the historian’s first duty is to tell the story”; Huizinga: “the story of
something that has happened”, semuanya mencerminkan gagasan bahwa sejarah itu hakekatnya adalah
tidak lain sebagai suatu bentuk cerita.

Kendati begitu, hal yang perlu sekali disadari adalah kenyataan bahwa sebagai cerita, sejarah bukanlah
sembarang cerita. Cerita sejarah tidaklah sama dengan dongeng ataupun novel. Ia adalah cerita yang
didasarkan pada fakta-fakta dan disusun dengan metode yang khusus yang bermula dari pencarian dan
penemuan jejak-jejak sejarah, mengujji jejak-jejak tersebut dengan metode kritik yang ketat (kritik
sejarah) dan diteruskan dengan interpretasi fakta-fakta untuk akhirnya disusun dengan cara-cara
tertentu pula menjadi sebuah cerita yang menarik tentang pengalaman masa lampau manusia itu.

2.Sejarah sebagai ilmu

Sejarah dapat digolongkan sebagai ilmu apabila ia memiliki syarat-syarat dari suatu ilmu pengetahuan
atau syarat-syarat ilmiah. Syarat-syarat keilmuan yang dimaksud adalah:

•Ada objek masalahnya

•Memiliki metode

•Tersusun secara sistematis

•Menggunakan pemikiran yang rasional

•Memiliki kebenaran yang objektif

Karena sejarah memiliki kesemua syarat keilmuan tersebut, termasuk memiliki metode sendiri dalam
memecahkan masalah, maka tidak ragu lagi akan unsur-unsur keilmuan dari sejarah. Pendapat ahli
sejarah Bury bahwa “history is a science, no less and no more” kiranya memberikan penegasan akan hal
itu. Meski demikian dalam kenyataannya banyak pihak yang masih menyangsikan keberadaan sejarah
sebagai sebuah disiplin ilmu.

Dilihat dari cara kerja ilmiah, dua tahapan terakhir dalam metode sejarah yaitu interpretasi dan
historiografi masih sering dianggap sebagai titik-titik lemah. Interpretasi misalnya, dimana di dalamnya
terdapat unsur menyeleksi fakta sehingga sesuai dengan keseluruhan yang hendak disusun, terkadang
unsur subjektivitas penulis atau sejarawan seperti kecenderungan pribadinya (personal bias), prasangka
kelompoknya (group prejudice), teori-teori interpretasi historis yang saling bertentangan (conflicting
theories of historical interpretation) dan pandangan hidupnya sangat mempengaruhi terhadap proses
interpretasi tersebut.

Semuanya itu bisa membawa sejarawan pada sikap subjektif yang dalam bentuknya yang ekstrim
menjurus pada sikap emosional, bahkan mungkin irasional yang kurang bisa dipertanggung jawabkan
seperti kecenderungan mengorbankan fakta sejarah atau memanipulasikannya demi suatu teori,
pandangan hidup yang dipercayai secara berlebihan atau keberpihakan pada penguasa. Memang sulit
untuk menghindar dari subjektivitas, sehingga sejarawan sangat dituntut untuk melakukan penelitian
sejarah yang seobjektif mungkin atau setidaknya sebagai suatu ideal. Pokoknya yang penting bagi
sejarawan adalah seperti yang pernah dikemukakan G. J. Renier, “we must not cheat”.

3.Beda sejarah dengan fiksi, ilmu sosial dan ilmu agama


a.Kaidah pertama: sejarah itu fakta

Perbedaan pokok antara sejarah dengan fiksi adalah bahwa sejarah itu menyuguhkan fakta, sedangkan
fiksi menyuguhkan khayalan, imajinasi atau fantasi.

b.Kaidah kedua: sejarah itu diakronik, ideografis dan unik

•Sejarah itu diakronik (menekankan proses), sedangkan ilmu sosial itu sinkronik (menekankan struktur).
Artinya sejarah itu memanjang dalam waktu, sedangkan ilmu sosial meluas dalam ruang. Sejarah akan
membicarakan satu peristiwa tertentu dengan tempat tertentu, dari waktu A sampai waktu B. Sejarah
berupaya melihat segala sesuatu dari sudut rentang waktu. Contoh: Perkembangan Sarekat Islam di
Solo, 1911-1920; Terjadinya Perang Diponegaro, 1925-1930; Revolusi Fisik di Indonesia, 1945-1949;
Gerakan Zionisme 1897-1948 dan sebagainya.

•Sejarah itu ideografis, artinya melukiskan, menggambarkan, memaparkan, atau menceritakan saja.
Ilmu sosial itu nomotetis artinya berusaha mengemukakan hukum-hukum. Misalnya sama-sama menulis
tentang revolusi, sejarah dianggap berhasil bila ia dapat melukiskan sebuah revolusi secara menditil
hingga hal-hal yang kecil. Sebaliknya ilmu sosial akan menyelidiki revolusi-revolusi dan berusaha mencari
hukum-hukum yang umum berlaku dalam semua revolusi.

•Sejarah itu unik sedang ilmu sosial itu generik. Penelitian sejarah akan mencari hal-hal yang unik, khas,
hanya berlaku pada sesuatu, di situ (di tempat itu dan waktu itu). Sejarah menulis hal-hal yang tunggal
dan hanya sekali terjadi. Topik-topik sejarah misalnya Revolusi Indonesia, Revolusi di Surabaya, Revolusi
di Pesantren “X”, Revolusi di Desa atau Kota “Y”. Revolusi Indonesia tidak terjadi di tempat lain dan
hanya terjadi sekali pada waktu itu, tidak terulang lagi. Sedang topik-topik ilmu sosial misalnya Sosiologi
Revolusi, Masyarakat Desa, Daerah Perkotaan yang hanya menerangkan hukum-hukum umum
terjadinya proses tersebut.

c.Kaidah ketiga: sejarah itu empiris

Inilah antara lain yang membedakan antara sejarah dengan ilmu agama. Sejarah itu empiris, ia
berdasarkan pengalaman manusia yang sebenarnya, sedang ilmu agama itu lebih bersifat normatif,
mengikuti kaidah-kaidah hukum yang sudah ada, yang tercantum dalam Kitab Suci masing-masing
agama, yang dipercaya sebagai yang diwahyukan oleh Tuhan.

C.Manfaat atau Guna Sejarah


Banyak orang yang menilai sinis terhadap keberadaan ilmu sejarah atau bidang studi sejarah.
Diantaranya banyak yang mempersoalkan hal yang berkaitan dengan kegunaan sejarah atau lebih
tepatnya manfaat mempelajari sejarah baik bagi individu ataupun bagi masyarakat.

Persoalan seputar guna sejarah

Pertanyaan pokok yang sering dipertanyakan orang (termasuk anak didik) adalah “bisakah kita belajar
dari sejarah?”. Pembicaraan tentang hal ini biasanya bertolak pertama-tama dari pertanyaan “apa arti
masa lampau itu bagi manusia?”. Berkaitan dengan pertanyaan ini pula, ahli sejarah G. J. Reiner pernah
mengemukakan jawaban singkatnya, bahwa “tanpa pengalaman masa lalu kita tidak mungkin untuk
membangun ide-ide tentang konsekuensi dari tindakan kita”. Jawaban Reiner tersebut bisa dianggap
sebagai cerminan bagi hubungan manusia dengan masa lampau tersebut. Tetapi ini pun tidak cukup
memberikan kepuasan banyak orang termasuk peserta didik, terutama jika dikaitkan dengan fakta
bahwa suatu peristiwa sejarah lebih bersifat kondisional.

Atas jalan pemikiran terakhir ini kita mungkin menjadi ragu akan peranan atau sumbangsih masa lalu
bagi manusia, atau lebih tegas lagi kita jadi ragu akan guna dari sejarah itu, kalau tiap peristiwa tertentu
itu hanya terjadi sekali, sehingga setiap kali kita akan menghadapi peristiwa yang berbeda. Persoalan
tersebut akan berlanjut dengan pertanyaan lainnya adakah hukum-hukum tertentu dalam sejarah,
sebagaimana hukum-hukum yang terdapat dalam ilmu ekonomi misalnya. Karena tanpa adanya hukum-
hukum tertentu dalam sejarah maka sulit dibayangkan kita akan bisa belajar dari sejarah, sebab tidak
ada yang bisa dijadikan pegangan untuk memperhitungkan kemungkinan di waktu yang akan datang.

Dengan berpegang pada konsep-konsep peristiwa yang unik (salah satu sifat sejarah adalah unik) dan
peristiwa massal beberapa sejarawan menyatakan bahwa disamping peristiwa khusus yang menjadi
perhatian utama sejarawan, masih diakui adanya unsur-unsur generalisasi (keumuman) dalam sejarah
seperti ilmu-ilmu lainnya, meski generalisasi itu bersifat khas sejarah. Dengan dasar pemikiran ini, maka
unsur keteraturan atau keajegan yang merupakan dasar bagi suatu hukum itu juga bisa dikembangkan
dalam sejarah, meskipun hukum sejarah itu sendiri juga harus dilihat sebagai sesuatu yang khas dalam
arti bahwa itu berkaitan dengan sejenis keteraturan yang bisa diserap pada sejumlah kejadian atau
peristiwa yang menunjukkan persamaan relatif, bukan kesamaan absolut (identik) seperti yang terjadi
dalam gejala-gejala alam.

Dengan demikian maka “I’histoire se repete” (sejarah berulang) tidaklah sama sekali salah, sebab dalam
banyak hal peristiwa sejarah dalam gambaran umumnya berulang juga, kendati tidak sama persis. Maka
dari itu, terutama dalam aspek umumnya kita bisa belajar dari sejarah. Dari sini sebenarnya yang
menjadi masalah bukanlah pertanyaan, “apakah kita bisa belajar dari sejarah”? tetapi “apakah kita mau
belajar dari sejarah”?

Guna Sejarah
Secara umum guna sejarah atau manfaat mempelajari sejarah dapat dikemukakan sebagai berikut:

1.Guna edukatif

Sejarah bisa memberikan kearifan dan kebijaksanaan (make man wise) bagi yang mempelajarinya.
Dengan belajar sejarah orang akan senantiasa berdialog antara masa kini dan masa lampau. Mencari
hubungan antara waktu sekarang dengan lampau, sehingga ia bisa memperoleh nilai-nilai penting yang
berguna bagi kehidupannya. Nilai-nilai berupa ide-ide maupun konsep kreatif sebagai sumber motivasi
bagi pemecahan masalah kini dan selanjutnya untuk merealisasikan harapan masa yang akan datang.
Bahwa hanya apabila kita bisa memperoyeksikan masa lampau ke masa kinilah kita bisa berbicara
tentang arti dan makna edukatif dari sejarah, sebab dalam kemasakinianlah masa lampau itu baru
merupakan “masa lampau yang penuh arti” (the meaningfull past) bukan “masa lampau yang mati” (the
dead past).

2.Guna inspiratif

Belajar sejarah disamping akan diperoleh ide-ide atau konsep-konsep kreatif yang berguna bagi
pemecahan masalah masa kini, juga penting untuk memperoleh inspirasi dan semangat bagi
mewujudkan identitas sebagai suatu bangsa, semangat nasionalisme maupun dalam upaya
menumbuhkan harga diri bangsa.

3.Guna rekreatif

Guna rekreatif disini merujuk pada nilai estetik dari sejarah, terutama sejarah yang berkaitan dengan
cerita-cerita indah tentang peristiwa sejarah ataupun tokoh. Dengan membaca sejarah seseorang akan
bisa menerobos batas waktu dan tempat menuju masa lalu yang jauh sekalipun untuk mengikuti
berbagai peristiwa manusia di dunia.

4.Guna instruktif

Guna instruktif sejarah berkaitan dengan fungsi sejarah dalam menunjang bidang-bidang teknologi
(sejarah teknologi), dalam artian bahwa studi atau hasil penelitian sejarah yang menyangkut penemuan-
penemuan teknik sepanjang sejarah kehidupan manusia, dimana sejarah masing-masing penemuan
tersebut diperlukan bagi usaha menjelaskan prinsip-prinsip kerja teknik-teknik tertentu dalam masa
setelahnya. Dikaitkan dengan bidang hukum misalnya, salah satu acuan dalam penentuan hukum atas
suatu masalah diantaranya banyak yang didasarkan pada kebiasaan masa lalu. Artinya penyelesaian atas
peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lalu dipakai sebagai rujukan hakim dalam memutuskan suatu
perkara. Ini biasanya dipakai dalam menyelesaikan sengketa internasional.
D.Pengertian Sumber Sejarah

Sejarah sebagai peristiwa yang terjadi pada masa lampau, dapat diungkap kembali oleh para ahli sejarah
berdasarkan sumber-sumber sejarah yang dapat ditemukan. Meskipun demikian, tidak semua peristiwa
masa lampau dapat diungkap secara lengkap karena terbatasnya sumber sejarah.

Dalam penulisan sejarah, peran atau keberadaan sumber sejarah menjadi sesuatu yang tidak bisa
diabaikan. Sumber sejarah merupakan bahan utama yang dipakai untuk mengumpulkan informasi yang
berkaitan dengan subjek sejarah. Untuk memperolehnya seseorang dapat memanfaatkan museum,
perpustakaan, arsip nasional, arsip daerah sebagai tempat untuk mendapatkan informasi yang terkait
dengan subjek sejarah yang akan ditulis.

Ditinjau dari wujudnya, secara umum sumber sejarah dibedakan menjadi dua, yaitu: sumber primer dan
sumber sekunder.

1.Sumber primer

Yaitu sumber yang berkaitan langsung dengan peristiwa yang diceritakan. Sumber primer ini dapat
berupa kesaksian langsung dari pelaku sejarah (sumber lisan), dokumen-dokumen, naskah perjanjian,
arsip (sumber tertulis), dan benda atau bangunan sejarah atau benda-benda arkeologi (sumber benda)

a.Sumber lisan

Sumber lisan adalah keterangan tentang peristiwa pada masa lampau yang diperoleh secara langsung
dari para pelaku atau saksi peristiwa tersebut. Misalnya, keterangan yang diberikan oleh orang-orang
yang mengalami sendiri atau menyaksikan terjadinya suatu peristiwa.

b.Sumber tulisan

Sumber tulisan adalah keterangan tentang peristiwa pada masa lampau yang diperoleh melalui prasasti,
dokumen, naskah, dan rekaman suatu kejadian. Sumber tertulis merupakan sumber sejarah yang paling
baik.

c.Sumber benda
Sumber benda adalah keterangan tentang peristiwa pada masa lampau yang diperoleh melalui benda-
benda peninggalan. Fosil, alat-alat atau benda-benda budaya (kapak, tombak, gerabah, perhiasan,
manik-manik, dan sebagainya), tugu peringatan, bangunan, dan sebagainya merupakan peninggalan
sejarah yang sangat penting, terutama bagi masyarakat pra-aksara.

2.Sumber sekunder

Yaitu kesaksian dari siapa pun yang bukan merupakan saksi pandangan mata, yakni orang yang tidak
hadir pada peristiwa yang dikisahkan. Disamping berupa kesaksian dari orang yang tidak terlibat
langsung dalam peristiwa sejarah, yang termasuk dalam sumber sekunder lainnya adalah buku-buku
tangan kedua dari penulis sejarah lain

E.Pengertian Bukti Sejarah

Bukti sejarah adalah segala sesuatu yang dapat diindra yang terkait langsung dengan terjadinya
peristiwa tertentu yang keasliannya sudah tidak diragukan lagi karena telah melalui tahap verifikasi dan
kritik. Ia bisa berujud benda material atau hasil rekaman (tertulis, suara atupun visual) dari kesaksian
orang yang mengalami atau mengetahui langsung peristiwa tersebut.

F.Pengertian Fakta Sejarah

Pengertian fakta sejarah, menimbulkan banyak pendapat dari para sejarawan. Pendapat umum yang
selama ini berkembang menyatakan bahwa: pertama, fakta adalah apa yang benar-benar telah terjadi
dan kedua fakta sebagai bukti-bukti dari apa yang telah benar-benar terjadi. Menurut Patrick Gerdiner,
kedua pengertian itu adalah salah.

Menurut Gerdiner, bukti-bukti dari apa yang telah terjadi di masa lalu itu belum merupakan suatu
kebulatan gambaran tentang peristiwa masa lampau. Jadi lebih bersifat sebagai data yang berserakan
yang menyebabkan kita sering ragu, apakah itu benar-benar bukti dari peristiwa yang kita cari itu.
Dengan kata lain untuk bisa membuat pernyataan bulat bahwa sesuatu peirstiwa di masa lampau benar-
benar telah terjadi, diperlukan suatu proses untuk mengumpulkan dan kemudian menguji bukti-bukti
tersebut, melalui kegiatan kritik sumber terutama untuk menentukan kebenarannya. Hasil dari proses
inilah baru bisa kita namakan sebagai fakta sejarah.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa fakta sejarah merupakan keterangan baik itu lisan, tertulis,
atau berupa benda-benda peninggalan sejarah yang kita peroleh dari sumber-sumber sejarah setelah
disaring dan diuji dengan kritik sejarah.

G.Sejarah Lokal di Indonesia: Contoh-contoh Peninggalan dan Monumen Peringatan Peristiwa Sejarah di
Kalimantan Timur

Beberapa peninggalan sejarah yang terdapat di Kalimantan Timur antara lain berupa:

1.Paleografi tujuh buah prasasti

Paleografi tujuh buah prasasti yang menggunakan huruf Pallawa dalam bahasa Sansekerta. Paleografi ini
diperkirakan dibuat pada abad ke-5 Masehi, yang merupakan peninggalan kerajaan Kutai. Sekaligus
menjadi bukti sejarah bahwa Kerajaan Kutai merupakan kerajaan tertua di Indonesia.

2.Bekas bangunan Keraton Kutai

Bangunan keraton kayu peninggalan Sultan Alimuddin dari kerajaan Kutai. Pada tahun 1936 bngunan ini
dibongkar diganti dengan bangunan beton. Pembuatan bangunan keraton baru tersebut dilakukan oleh
HBM (Hollandsche Beton Maatschappij) Batavia dengan arsiteknya Estourgie. Hingga pemerintahan
akhir Kutai (1960) keraton ini masih tetap menjadi tempat kediaman Sultan A. M. Parikesit hingga tahun
1971.

3.Musium Mulawarman

Pada tanggal 25 Nopember 1971, keraton Kutai ini diserahkan kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan
Timur, yang kemudian pemerintah propinsi menyerahkannya kepada Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan dan dijadikan museum negara dengan nama Museum Mulawarman. Disamping bangunan
keraton, di dalam Museum Mulawarman sendiri terdapat beraneka ragam koleksi peninggalan
kesultanan Kutai Kartanegara, di antaranya singgasana, arca, perhiasan, perlengkapan perang, tempat
tidur, seperangkat gamelan, koleksi keramik kuno dari China, dan lain sebagainya.

4.Candi Agung
Pandangan umum yang menyebut bahwa bangunan candi hanya terdapat di Jawa ternyata salah. Di
Kalimantan Timur juga terdapat bangunan candi yang disebut dengan Candi Agung.

H.Periodisasi Sejarah Indonesia

Tujuan utama mempelajari masa lalu adalah untuk mencari pola-pola tingkah laku dan mengambil
kesimpulan mengenai hubungan sebab-akibat yang muncul kembali pada waktu-waktu yang berlainan
dan di tempat-tempat yang berbeda. Terkait dengan masalah tersebut, salah satu hal yang penting
untuk diketahui adalah identifikasi periode-periode yang ditandai oleh beberapa ciri tertentu yang kuat.

1.Tujuan pembabakan sejarah

•Memudahkan pemahaman dan pengertian tentang peristiwa tertentu yang terjadi dalam periode
tertentu

•Melakukan penyederhanaan

•Klasifikasi dalam ilmu sejarah

•Memenuhi persyaratan sistematika ilmu pengetahuan

2.Beberapa kriteria dalam periodisasi atau pembabakan sejarah

•Kriteria geografis (kewilayahan)

•Kriteria urutan jaman

•Kriteria waktu atas dasar dinasti

•Kriteria waktu atas dasar perkembangan ekonomi, dan sebagainya.

3.Beberapa contoh periodisasi sejarah Indonesia

Ditinjau dari segi kronologi sejarah Indonesia, secara garis besar dibedakan menjadi dua. Pertama
adalah periode prasejarah yaitu masa sebelum manusia Indonesia mengenal tulisan. Kedua adalah
periode sejarah, yaitu masa setelah ditemukannya bukti-bukti tertulis di Indonesia.

Periodisasi Prasejarah Indonesia


a.Pembabakan prasejarah Indonesia menurut pendapat P. V. Van Stein Callenfels, Th. Van der Hoop, dan
H. R. Van Heekeran. Menurut para ahli ini ditinjau dari pendekatan atau kriteria jenis teknologinya
periode prasejarah Indonesia dibagi menjadi: Zaman Batu Tua (Paleolitikum), Zaman Batu Madya
(Mesolitikum), Zaman Batu Muda (Neolitikum), dan Zaman Logam (Zaman Perunggu dan Zaman Besi).
Masing-masing zaman tersebut menunjukkan tingkat pemahaman dan penguasaan teknologi yang
berbeda-beda dari masyarakatnya. Dalam hal ini zaman batu madya memeiliki tingkat teknologi yang
lebih maju dibanding zaman batu tua. Perbedaan yang paling nyata adalah pada alat batu yang
digunakan. Pada zaman batu madya alat batu yang digunakan telah diasah atau diupam pada bagian
tertentu yang diinginkan untuk mendapatkan keruncingan atau ketajaman. Demikian juga zaman batu
muda lebih maju teknologinya dari zaman batu madya, dan seterusnya.

b.Pembabakan prasejarah Indonesia menurut pendapat R. P. Soejono. Menurutnya ditinjau dari segi
terjadinya hubungan antara lingkungan, manusia dan budayanya, periode prasejarah Indonesia dibagi
dalam beberapa pembabakan zaman, yaitu periode berburu dan meramu, periode bercocok tanam dan
periode perundagian.

Periodisasi Sejarah Indonesia

Ada banyak pendapat yang dikemukakan oleh sejarawan terkait dengan periodisasi sejarah nasional
Indonesia. Diantaranya adalah sebagai berikut:

a.Pembabakan sejarah Indonesia menurut H. J. De Graaf (1949) dalam bukunya “Geschiedenis van
Indonesia” yang membagi sejarah Indonesia dalam lima babakan besar. Pertama, orang Indonesia dan
Asia Tenggara hingga 1650; kedua, bangsa Barat di Indonesia (1511-1800) yaitu sejarah VOC; ketiga,
orang Indonesia di Jaman VOC (1600-1800); keempat, VOC di luar Indonesia; dan kelima, orang
Indonesia dalam lingkungan Hindia Belanda (pasca 1800).

b. Pembabakan sejarah Indonesia menurut J. J. Meinninsma (1972) dalam bukunya “Geschiedenis van
de Nederlandsch Oost-Indische Bezettingen”. Meinninsma membagi periode sejarah Indonesia dalam
dua babakan utama. Pertama, Nederlandsch Indie masa VOC dan kedua, Nederlandsch Indie masa
Belanda.

I.Jenis - jenis penulisan sejarah

1.Sejarah Lisan

Merupakan upaya mengetahui kejadian masa lalu yang dilakukan dengan teknik wawancara pada tokoh
atau pelaku sejarah yang berkaitan dengan kejadian atau tema tertentu. Sejarah lisan dengan demikian
memiliki dua fungsi, pertama ia sebagai metode (cara penulisan sejarah) dan kedua sebagai sumber
sejarah.

2.Sejarah Sosial

Merupakan penulisan sejarah yang berkaitan dengan tema-tema sosial seperti kemiskinan, perbanditan,
kekerasan, kriminalitas, pelacuran, perlawanan terhadap kolonial, pertumbuhan penduduk, migrasi,
urbanisasi dan sebagainya.

3.Sejarah Kota

Sebagaimana sejarah sosial, permasalahan yang menjadi bidang kajian sejarah kota juga sangat luas.
Diantara bidang kajian yang termasuk dalam sejarah kota antara lain, perkembangan ekologi
(lingkungan) kota; transformasi atau perubahan sosial ekonomi masyarakat kota (termasuk di dalamnya
adalah industrialisasi dan urbanisasi); sistem sosial dalam masyarakat kota; problem-problem sosial
seperti masalah kepadatan dan heterogenitas; dan mobilitas sosial masyarakat perkotaan. Sejarawan
banyak yang memasukkan sejarah kota juga dalam sejarah sosial atau sejarah lokal.

4.Sejarah Pedesaan

Sejarah pedesaan adalah sejarah yang secara khusus meneliti tentang desa atau pedesaan, masyarakat
petani, dan ekonomi petanian.

5.Sejarah Ekonomi

Sejarah ekonomi merupakan salah satu unit penulisan sejarah yang mempelajari berbagai faktor yang
menentukan jalannya perkembangan perekonomian (produksi, distribusi dan konsumsi) suatu
masyarakat.

6.Sejarah Kebudayaan

Merupakan kajian historis yang membahas tentang pola-pola kehidupan (morfologi budaya) dan
kesenian.

7.Sejarah Lokal
Beberapa tema yang merupakan objek penulisan sejarah lokal adalah dinamika masyarakat pedesaan,
interaksi antar suku bangsa dalam masyarakat majemuk, revolusi nasional di tingkat lokal, dan biografi
tokoh-tokoh lokal.

8.Sejarah Wanita

Bidang kajian dari sejarah wanita ini antara lain meliputi: tentang peranan wanita dalam berbagai sektor
sosial-ekonomi, biografi tokoh wanita, gerakan-gerakan wanita, sejarah keluarga dimana peran wanita
disini sangat dominan, tentang budaya wanita, dan tema tentang kelompok-kelompok wanita. Sebagai
spesialisasi dalam kajian sejarah, sejarah wanita dapat dimasukkan dalam sejarah sosial.

9.Sejarah Agama

Kajian dalam sejarah agama antara lain meliputi, sejarah awal lahirnya agama-agama dunia, aliran-aliran
keagamaan pada agama-agama tertentu, gerakan-gerakan keagamaan, pemberontakan ulama dan lain
sebaginya.

10.Sejarah Politik

Sejarah politik merupakan sejarah yang mengkaji tentang masalah-masalah pemerintahan, kenegaraan
(termasuk partai-partai politik) dan power (kekuasaan).

11.Sejarah Pemikiran

Sejarah pemikiran dapat didefinisikan sebagai the study of the role of ideas in historical events and
process. Secara lebih kongkrit sejarah pemikiran mencakup studi tentang pemikiran-pemikiran besar,
yang berpengaruh pada kejadian bersejarah, serta pengaruh pemikiran tersebut pada masyarakat
bawah.

12.Sejarah Kuantitatif

Sejarah kuantitatif adalah penggunaan metode kuantitatif (teknik matematika) dalam penulisan sejarah.
Perbedaannya dengan penulisan sejarah lain (sejarah kualitatif) dengan demikian terletak pada
penggunaan data sejarah. Kalau sejarah kualitatif datanya berupa deskripsi (berita), peninggalan
(bangunan, foto), pikiran, perbuatan, dan perkataan (sejarah lisan), maka sejarah kuantitatif datanya
berupa angka-angka (misalnya: angka kejahatan, jumlah murid), statistik (misalnya: harga sembako,
perpajakan) dan sensus (misalnya: penduduk, ternak).
13.Sejarah Mentalitas

Tema-tema yang menjadi objek studi sejarah mentalitas antara lain meliputi mentalitas revolusioner,
kontrarevolusioner, orang-orang militan, kaum anarkis, perbanditan, pelacuran, petualangan,
pembunuhan, kriminalitas, konflik desa-kota, fenomena bunuh diri, ketidakwarasan (gila), budaya
populer (budaya pop), penindasan perempuan, pertenungan, aborsi, homoseksualitas, dan kematian.

14.Biografi

Merupakan sejarah tentang perjalanan hidup seseorang. Misalnya biografi Ki Hajar Dewantoro, Soeharto
dan lain sebagainya.

BAB II

A.Tradisi Sejarah Masyarakat Pra-Aksara

Masa pra-aksara untuk masing-masing negeri tidak sama. Misalnya, bangsa Mesir telah mengakhiri masa
pra-aksara sekitar tahun 4.000 SM, bangsa Phunisia di pulau Kreta mengakhiri masa pra-aksara sekitar
tahun 2.500 SM, dan masa pra-aksara bangsa Indonesia baru berakhir pada abad ke-4 Masehi.

Sumber-sumber sejarah yang ditemukan atau sampai ke tangan para sejarawan atau peneliti sejarah
tidak secara otomatis dapat memberikan informasi yang sebenarnya dan yang diperlukan tentang
peristiwa lampau tersebut. Oleh karena itu, para sejarawan berusaha menafsirkan dan menceriterakan
peristiwa masa lampau itu secara benar. Sebelum upaya penafsiran dilakukan, seorang ahli sejarah
harus memastikan kebenaran sumber sejarah yang dikajinya. Apakah sumber sejarah yang sampai ke
tangan para ahli sejarah benar-benar asli dari zaman yang dimaksud? Apakah sumber sejarah yang
sampai ke tangan para ahli sejarah dapat dipercaya kebenarannya? Usaha para ahli sejarah makin sulit
apabila masyarakat yang hendak diceriterakan belum mengenal tulisan. Dengan demikian, usaha
mendeskripsikan atau merekonstruksi kehidupan masyarakat pra-aksara merupakan pekerjaan yang
sulit.

1.Cara Masyarakat Pra-Aksara Mewariskan Masa Lalunya

Tidak semua kejadian di masa lampau dapat diketahui oleh manusia yang hidup saat ini. Bahkan dapat
dikatakan hanya sebagian ang sangat kecil saja ang diketahui manusia sekarang. Hal itu disebabkan
banyak hal, diantaranya adalah jangkauan waktunya yang terlalu jauh dari masa sekarang dan
terbatasnya sumber sejarah yang dapat dipakai sebagai bukti untuk mengungkap peristiwa masa lalu.
Semua itu menunjukkan betapa rumitnya menggali sejarah masa lampau. Terlebih jika itu menyangkut
kehidupan masyarakat manusia pada zaman prasejarah beserta aspek-aspek kebudayaannya.

Dari keterbatasan-keterbatasan tersebut, kegiatan penelitian sejarah baik yang dilakukan oleh
sejarawan, mahasiswa sejarah, maupun orang-orang tertentu yang memiliki ketertarikan pada studi
sejarah adalah kegiatan penting yang bisa mengungkap atau memperoleh gambaran peristiwa masa
lalu.

Untuk mengetahui bagaimana kehidupan masyarakat prasejarah, ada beberapa hal yang bisa dijadikan
sebagai sumber untuk penggambarannya. Atau dengan kata lain, masyarakat prasejarah baik sengaja
maupun tidak, telah meninggalkan berbagai peninggalan yang dari peninggalan tersebut kita bisa
memperoleh informasi atau memperoleh gambaran tentang kehidupan masyarakat prasejarah tersebut.

Mengingat masyarakat pra-aksara tidak meninggalkan sumber lisan dan sumber tertulis, maka untuk
mendeskripsikan kehidupan pada masa pra-aksara digunakan sumber benda. Para ahli mengamati
secara seksama benda-benda peninggalan dan menafsirkan tentang kehidupan masyarakat pra-aksara.
Oleh karena itu, para ahli tidak dapat mengungkap secara lengkap tentang kehidupan masyarakat pra-
aksara. Namun, para ahli telah memberikan sumbangan yang berarti karena telah berusaha
menggambarkan kehidupan masyarakat pra-aksara yang paling mendekati kenyataan.

B. Tradisi Sejarah Masyarakat Pada Masa Aksara

Berbeda dengan masyarakat pra-aksara, masyarakat masa aksara mewariskan masa lalunya dalam
berbagai bentuk peninggalan yang lebih beragam, baik itu melalui tutur, tulisan maupun benda budaya.

1.Cara Masyarakat Masa Aksara Mewariskan Masa Lalunya Melalui Tutur/Lisan

Salah satu cara yang lazim dipakai oleh masyarakat yang memiliki tradisi lisan dalam mewariskan masa
lalu mereka adalah melalui dongeng. Dongeng itu sendiri disampaikan dalam beragam bentuk cara,
antara lain adalah sebagai berikut:
a.Pertunjukan wayang

• Wayang beber

Merupakan bentuk seni pertunjukan tradisional wayang, dimana wayangnya sendiri dilukis pada
gulungan kulit kayu, yang diantaranya menggambarkan ksatria mitis pada jaman dahulu. Dengan media
gulungan kulit kayu itulah dalang menggambarkan kisahnya. Adegan-adegan yang tergambar pada
gulungan itu diuangkapkan dalam penceritaan yang berkesinambungan.

Wayang beber sebagai seni pertunjukan pertama kali didokumentasikan oleh dua orang Cina yang
bernama Ma Huan dan Fei Xin yang sedang mengunjungi Jawa pada tahun 1416. pada waktu itu
keduanya menyaksikan banyak orang yang berjongkok di depan pencerita sambil mendengarkan apa
yang sang pencerita ucapkan. Pada abad ke-19, Raffles menulis hal yang sama dalam bukunya, History of
Java.

• Wayang kulit

Berbeda dengan wayang beber, wayang kulit dalam menggambarkan suatu kisah atau peristiwa dengan
menggunakan tokoh-tokoh tertentu yang disimbulkan. Dalang menggelar pertunjukan di depan layar
lebar dan menghidupkan wayang-wayangnya dengan menirukan berbagai suara dan bunyi-bunyian.
Cerita dalam wayang ini banyak bersumber dari legenda dan kisah lisan sastra tulis dari India dan Jawa
sendiri. Miisalnya cerita tentang Baratayuda, Ramayana, cerita Karna gugur dan sebagainya.

b. Pertunjukan Mak Yong

Mak Yong merupakan seni pertunjukan. Tradisi ini berasal dari Pattani, Thailand bagian Selatan pada
abad ke-16. Di Indonesia, tradisi lisan dalam bentuk pertunjukan Mak Yong ini berkembang di daerh
pesisir barat Sumatra. Pada awalnya fungsi utama Mak Yong ini adalah sebagai bentuk penghormatan
kepada Yang Maha Kuasa. Tetapi dalam perkembangannya lebih sarat akan hiburan. Banyak dimainkan
oleh para nelayan dan pedagang. Kisah-kisah dalam Mak Yong banyakmengkisahkan tentang realitas
hidup masyarakat jaman dulu. Ceritanya dipertunjukkan dalam bentuk prosa, tanpa naskah. Para
pemainnya dapat bebicara tanpa persiapan khusus, bahkan dapat memperpanjang pertunjukan.

c. Pertunjukan Didong

Didong merupakan bentuk kesenian tradisional orang Gayo di daerah Aceh. Pertunjukan didong sering
berbentuk pertandingan antara dua kelompok yang saling berkelakar sambil membuat sajak improvisasi
yang disebut syair. Syair-syairnya biasanya berisikan tentang legenda kisah-kisah tertentu dan asal-usul
suatu wilayah atau tempat. Pada awalnya Didong diadakan sebagai bagian dari keramaian untuk
merayakan perkawinan, hari-hari libur penting, dan upacara tradisional lainnya. Dalam
perkembangannya kemudian mengalami pergeseran sebagai cara untuk menghormati dan menghibur
tamu.

d. Pertunjukan Tanggomo

Tanggomo merupakan bentuk puitis sastra lisan yang berasal dari Gorontalo, Sulawesi Utara. Berisikan
syair-syair yang didalamnya mengkisahkan tentang hal-hal yang sedang hangat atau peristiwa menarik
setempat. Selain menghibur, Tanggomo juga juga memberi banyak informasi berupa peristiwa sejarah,
mitos, legenda, kisah keagamaan, dan pendidikan.

e. Nyanyian-nyanyian yang berisi kisah-kisah

Melalui nyanyian inilah masyarakat yang tinggal di daerah pedalaman Kalimantan bagian Tengah
mewariskan sejarah kehidupan masyarakat masa lalu. Misalnya dalam pertunjukan Takna Lawe.

2. Cara Masyarakat Masa Aksara Mewariskan Masa Lalunya Melalui Tulisan

Salah satu hasil budaya manusia adalah berupa tulisan. Tradisi tulis di Indonesia memiliki sejarah yang
panjang. Dimulai oleh prasasti yang menggunakan aksara Palllawa dari India, yang kemudian diikuti oleh
aksara baru yang telah dikembangkan untuk menulis pada berbagai media yang telah dipersiapakan.

Tulisan asli yang berkembang pada masyarakat kepulauan Indonesia pada periode klasik Indonesia
menurut J. L.. A. Brandes (1887) merupakan hasil dari proses interaksi bangsa Indonesia dengan budaya
India. Dikenalnya tulisan oleh masyarakat kepulauan Indonesia menurut Brandes merupakan barang
baru yang dikenal oleh masyarakat, dan tidak masuk dalam 10 kepandaian asli bangsa Indonesia,
sebelum pengaruh India masuk (1887). Adapun tulisan yang pertama kali dikenal adalah tulisan yang
menggunakan aksara Pallawa.

Dengan dikenalnya aksara Pallawa, atau sering juga disebut dengan huruf Pascapallawa, nenek moyang
bangsa Indonesia mampu mendokumentasikan pengalaman dalam kehidupannya. Terbitnya prasasti-
prasasti dari kerajaan-karajaan kuna, penggubahan karya sastra dengan berbagai judul, serta
dokumentasi tertulis lainnya melalui media lontar, kulit binatang atau kulit katu adalah berkat
dikenalnya aksara Pallawa. Bahkan di masa kemudian aksara Pallava itu kemudian “dinasionalisasikan”
oleh berbagai etnis Indonesia, maka muncullah antara lain aksara Jawa Kuna, Bali Kuna, Sunda Kuna,
Lampung, Batak, dan Bugis.
a. Melalui Prasasti

Prasasti adalah piagam atau dokumen yang ditulis pada bahan yang keras dan tahan lama, umumnya
adalah batu. Disamping batu media penulisan lainnya adalah kayu, dan logam. Istilah lain dari prasasti
adalah inskripsi (bahasa Latin) atau batu tertulis.

Wilayah kepulauan Indonesia segera memasuki zaman sejarahnya ketika sumber tertulis yang berupa
prasasti awal telah dijumpai di wilayah ini. Prasasti-prasasti pertama itu terdapat di wilayah Jawa bagian
Barat dan Kalimantan Timur. Di Jawa bagian Barat berkembang kerajaan yang bercorak kebudayaan
India pertama kali, yaitu Tarumanagara yang salah satu rajanya bernama Purnavarman. Sementara itu di
Kalimantan Timur juga berkembang sistem kerajaan yang sama, berkat peninggalan-peninggalan
prasasti Yupa yang masih bertahan hingga kini, diketahui adanya kerajaan kuno di wilayah Kutai, rajanya
yang dikenal dalam prasasti bernama Aswawarmman.

Dari Yupa ketiga peninggalan Kerajaan Kutai misalnya kita mendapat informasi tentang kondisi kerajaan
masa pemerintahan Mulawarman.

“...biarlah mereka mendengar tentang hadiahnya (raja Mulawarman) yang luar biasa, ternak, pohon,
keajaiban dan tanah. Karena banyaknya perbuatan baik, tiang pengorbanan ini didirikan oleh para
pendeta”

Walaupun di kedua lokasi tersebut prasasti-prasastinya belum mencantumkan kronologi yang pasti,
tetapi dapat diduga bahwa kerajaan-kerajaan pertama di bumi Nusantara itu berkembang pada sekitar
abad ke-4 M.

Prasasti yang berangka tahun pertama dijumpai di wilayah Jawa bagian tengah, disebut prasasti Canggal
yang berangka tahun 652 Saka atau 732 M. Prasasti itulah yang merupakan bukti awal bahwa nenek
moyang bangsa Indonesia telah menghitung tahun, dan sistem penghitungan yang dipakai mereka
adalah penghitungan tahun Saka dari kebudayaan India. Sejak saat itu masyarakat Jawa Kuno seterusnya
mencantumkan data kronologi untuk mencatat peristiwa-peristiwa penting yang terjadi dalam
kehidupannya.

Dengan demikian keberadaan prasasti sebagai salah satu peninggalan sejarah memberi sumbangan
penting dalam penelitian kesejarahan, yang memberi banyak informasi pada orang-orang yang hidup
sekarang tentang peristiwa, prestasi dan berbagai hal yang terjadi di masa lalu yang berguna bagi
pengembangan pengetahuan.

b. Melalui Lontar

Disamping media batu dan logam, dikenal juga media tulis yang disebut lontar yang terbuat dari bambu,
daun palem atau daun tal. Lontar adalah daun palem tal atau borassus flabellifer yang telah dikeringkan
yang banyak digunakan selama berabad-abad lamanya sebagai alas tulis di Jawa, Bali, Lombok. Bahkan
di Bali pemanfaatan lontar sebagai alas tulis masih banyak dipakai oleh masyarakat tradisional. Tulisan
ditoreh di kedua sisi daun dengan menggunakan pisau tajam, lalu hurufnya dihitamkan dengan memakai
jelaga. Halaman-halamannya, yaitu antara lontar yang satu dengan yang lainnya dirangkaikan dengan
tali memalui lubang di tengah dengan dua papan kayu sebagai penutup. Tradisi ini berkembang di
hampir semua wilayah kepulauan Indonesia, utamanya adalah Jawa.

c. Melalui Kulit Kayu atau Pohon dan Kulit Binatang

Disamping menggunakan media batu, logam atau lontar masyarakat masa sejarah Indonesia membuat
catatan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan mereka dengan menggunakan media
kulit kayu atau kulit pohon. Bagian kulit yang dipakai adalah kulit pohon bagian dalam. Tradisi menulis
dengan media kulit pohon ini di kepulauan Indonesia diantaranya banyak dijumpai di daerah yang
sekarang dikenal dengan Batak. Kulit pohon ini banyak dipakai oleh para peramal Batak untuk
menuliskan mantra-mantra tentang sihir atau ramalan dan pengobatan. Tulisan yang berisi bacaan
mantra atau sihir dan pengobatan yang dimuat dalam kulit pohon itu kemudian mereka susun dalam
satu rangkaian naskah buku lipat yang disebut dengan pustaha.

d.Media tulis lain sebagai sumber pewarisan sejarah

• Emas, tembaga dan perak

Emas, tembaga dan perak juga dipakai sebagai alas tulis untuk urusan yang memiliki makna penting,
yang bersifat khusus. Salah satu contohnya adalah penemuan kipas yang terbuat dari emas masa
kebesaran Kerajaan Johor, Riau. Dalam kipas emas tersebut termuat tulisan yang memberikan informasi
tentang prasasti Melayu yang menyatakan asal usul sultan dari Bukit Siguntang serta keturunanannya
dari Iskandar Agung.

• Daun nipah

Hampir sama dengan daun palem tetapi lebih tipis. Tulisan ditorehan dengan menggunakan tinta atau
kuas. Jadi tidak menggunakan pisau. Diantara naskah Jawa kuno yang merupakan peninggalan tradisi
tulis abad ke-14, adalah naskah kuno yang tertulis dalam daun nipah yang sekarang tersimpan di
perpustakaan Universitas Leiden, Belanda.

• Bambu

Bambu dipakai sebagai alas tulis setelah sebelumnya dioles dan dikeringkan. Penggunaan bambu
sebagai alas tulis banyak ditemukan di Sumatra diantara orang-orang Batak, Lampung dan Rejang.
Bambu dibelah menjadi lembaran-lembaran lalu dikeringkan dan dirangkaian seperti daun palem atau
dibiarkan dalam bentuk tabung dan teks atau tulisannya ditoreh dengan pisau tajam.
• Dluwang

Merupakan alas tulis halus dengan penampilan seperti kayu dan terbuat dari kulit pohon murbei yang
dipukuli. Meskipun dekenal sebagai kertas Jawa, sebanarnya dluwang bukanlah kertas, karena tidak
terbuat dari endapan encer. Dluwang kebanyakan digunakan di Jawa untuk menulis naskah-naskah
berbahasa Arab dan Jawa seperti pawukon atau primbon.

Hampir semua pustaka Jawa kuno baik yang ditulis di lontar, maupun media tulis lainnya ditulis dalam
bentuk puisi. Berbagai naskah kuno semakin bekembang pada masyarakat kepulauan Indonesia,
terutama setelah dikenalnya media kertas. Muncul kemudian naskah kuno dalam bentuk primbon yang
ditulis dengan menggunakan bahasa Melayu dan Jawi kuno. Perkembangan terbesar terjadi setelah
kedatangan pengaruh agama dan kebudayaan Islam di nusantara, sekitar abad ke-13.

3. Tradisi Sejarah Masyarakat Masa Aksara Kepulauan Indonesia

Tradisi sejarah masyarakat pada masa setelah ditemukannya tulisan diketahui dan disusun berdasarkan
peninggalan tertulis dan peninggalan alat-alat penunjang kehidupan masyarakat. Karena masyarakat
sudah mengenal tulisan, maka mereka mewariskan dan menggambarkan tradisi-tradisi sejarah mereka
dalam bentuk tulisan, baik itu dalam prasasti, maupun kesusastraan. Artinya melalui media-media
tulisan tersebut kita yag hidup sekarang mendapatkan pengetahuan dan informasi tentang banyak hal
yang berkaitan dengan sejarah masa lalu.

Pola tradisi masyarakat senantiasa mengalami perkembangan dan perubahan seiring dengan
berkembangnya tingkat kecerdasan manusia. Berdasar pada pemikiran tersebut, untuk lebih
memudahkan pemahaman tentang tradisi masyarakat Indonesia masa sejarah, perlu dibuat periodisasi
berdasarkan pola-pola umum yang berkembang pada masing-masing periode.

a. Tradisi masyarakat kepulauan Indonesia masa awal sejarah

Periode sejarah Indonesia dimulai dengan munculnya prasasti-prasasti pertama di Indonesia yang
berasal dari akhir abad ke-4 atau awal abad ke-5 M. Sejarah atau ilmu yang mempelajari catatan tertulis,
secara teknis dimulai pada saat tersebut. Sayang sekali selama abad-abad pertama setelah bangsa
Indonesia mulai menulis pada batu, kegiatan ini relatif jarang dilakukan. Topiknya pun terbatas pada
pencatatan peristiwa-peristiwa keagamaan serta doa-doa. Baru menjelang akhir abad ke-7 dan awal
abad ke-8, prasasti di Indonesia mulai memberi cukup banyak keterangan rinci sehingga tradisi-tradisi
masyarakat yang berkembang pada masa itu dapat diketahui. Diantara bentuk-bentuk tradisi yang
masyarakat kembangkan pada masa sejarah awal Indonesia adalah:
• Tradisi perekonomian

Disamping pertanian, bukti linguistik menunjukkan bahwa bangsa Indonesia telah melakukan aktivitas
perniagaan yang tidak hanya sebatas antar wilayah kepulauan nusantara saja tetapi sudah meluas ke
luar negeri. Dicontohkan bahwa orang-orang Indonesia bahkan telah sampai ke Madagaskar pada awal
milinium pertama Masehi. Sejarawan dari Romawi, Plyni menggambarkan hal ini. Banyak orang-orang
yang membawa kayu manis ke Afrika Timur melewati Samudra Hindia. Dalam perjalanan pulang mereka
membawa serta kaca, perunggu, pakaian, gelang dan kalung. Sumber berita Yunani dan Cina
menyatakan bahwa para pedagang Indonesia adalah pedagang Asia Tenggara yang pertama kali
mencapai Madagaskar. Perniagaan dengan Cina pun sudah berkembang. Barang dagangan Indonesia
seperti cengkih mencapai istana dinasti Han di Cina utara pada sekitar 2000 tahun yang lalu, mencapai
Roma tahun 70 Masehi.

Perdagangan dengan Cina

Perdagangan langsung dengan Cina dimulai antara tahun 250 hingga 400 M. Misi-misi dagang Cina
sering dikirim ke luar negeri untuk mencari “barang langka dan berharga” untuk persembahan pada raja.
Pada masa dinasti Han (206 SM-220 M) misalnya, duta-duta resmi kerajaan dikirim ke luar negeri. Pun
sebaliknya duta-duta dari Indonesia mulai mengunjungi Cina, yang kemungkinan besar adalah untuk
memastikan agar hak-hak dagang mereka tetap diakui. Laporan Cina (414 M) merupakan bukti pertama
bahwa kapal-kapal berlayar langsung dari Indonesia ke Cina. Barang dagangan utama adalah mutiara,
kulit penyu, dupa serta minyak wangi yang langka untuk upacara keagamaan seiring dengan makin
berkembangnya aliran Budha Mahayana. Sayangnya kebanyakan barang dagangan Indonesia seperti
rempah-rempah, dupa, pakaian dan bulu burung mudah hancur, sehingga sebagian besar situs penting
Indonesia selama menjalin hubungan dengan Cina tidak diketahui.

Dengan bertambah banyaknya data selama abad ke-8 dan 9 kita mencatat bahwa masyarakat kepulauan
Indonesia terutama yang berada di bagian barat sudah terkait erat dalam suatu jaringan internasional
yang luas, yang dihubungkan oleh ikatan-ikatan keagamaan dan perdagangan.

• Tradisi sosial

Tradisi sosial masyarakat pada masa ini masih merupakan upaya mempertahankan kebiasaan
masyarakat sebelumnya. Para penguasa, bangsawan dan orang-orang kaya berupaya mempertahankan
stratifikasi sosial yang sudah ada. Tujuannya tidak lain agar rakyat biasa tetap menghormati mereka.

• Tradisi penggunaan alat-alat penunjang kehidupan

Pada masa awal sejarah ini penggunaan alat-alat logam (terutama besi) untuk kegiatan pertanian
semakin menonjol. Tradisi pembuatan gerabah juga semakin meningkat, baik jumlah, mutu barang,
keragaman fungsi, maupun teknologi yang digunakan.

• Tradisi seni dan sastra tulis


Tradisi melukis pada dinding-dinding gua sudah jauh ditinggalkan. Masyarakat mulai mengenal tradisi
pahat (seni pahat) dengan bahan dasar utamanya adalah batu, dan perunggu. Sedangkan yang berkaitan
dengan sastra tulis, pada masa ini masyarakat terutama kalangan bangsawan telah mengenal bahasa
Sanskerta dan aksara Pallawa (pengaruh India). Tradisi dengan bahasa dan huruf India tersebut baru
terbatas pada orang-orang tertentu saja.

• Tradisi kepercayaan masyarakat

Berdasarkan sumber prasasti, tradisi kepercayaan masyarakat kepulauan Indonesia masih bersifat
animisme dan dinamisme. Prasasti-prasasti di Jawa biasanya berisikan kutukan terhadap siapa saja yang
menggangu keamanan, dengan memanggil roh penunggu gunung dan makluk gaib lain. Prasasti Kuti
(804 M) berisi upacara pemanggilan terhadap enam jenis roh. Kepercayaan pada yang gaib biasanya
disimbulkan atau dihubungkan dengan “lumpang batu” (mirip seperti kebudayaan masyarakat
prasejarah).

b. Tradisi masyarakat kepulauan Indonesia masa sejarah klasik awal

• Tradisi perekonomian

Pertanian tetap merupakan tradisi perekonomian utama masyarakat, disamping perniagaan dan
pelayaran. Dilihat dari jenis tanamannya, penanaman padi secara intensif sudah diperkenalkan sejak
awal periode sejarah klasik Indonesia. Banyak perkakas batu dan logam yang ditemukan dibeberapa
tempat diduga digunakan untuk kegiatan cocok tanam khususnya tanaman padi.

Dalam relief-relief candi (seperti pada relief candi Borobudur) kita mendapat banyak gambaran tentang
perkembangan tradisi pertanian masyarakat Indonesia. Dari sumber prasasti seperti prasasti Tugu (dekat
Jakarta) diperoleh keterangan mengenai pengelolaan air di Indonesia. Prasasti ini berasal dari masa
kerajaan Tarumanegara, menggunakan bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa. Isi terjemahannya adalah
bahwa raja Purnawarman memerintahkan penggalian saluran sepanjang 11 km. Aktivitas penggalian
saluran air ini kemungkinan dimaksudkan untuk aktivitas pertanian dan pencegahan banjir. Beberapa
prasasti lainnya yang berasal dari Jawa Timur menyebut sumbangan-sumbangan raja untuk
pembangunan bendungan dan saluran-saluran yang meungkin mempunyai beberapa manfaat penting
yang diantaranya adalah sebagai saluran irigasi.

Disamping adanya sawah irigasi lahan kering juga dimanfaatkan untuk menanam berbagai jenis tanaman
lainnya seperti sayur dan buah. Bukti lebih jelas lagi terdapat pada prasasti Longan Tambahan yang
ditulis pada masa raja Sri Dharmawangsa Wardhana (1023). Di dalamnya disebutkan tentang tahap-
tahap dalam penanaman padi, yaitu amabaki (membersihkan sawah sebelum dibajak), amaluku
(membajak), atanam (menanam), amatun (menyiangi), ahani (memanen) dan anutu (menumbuk padi).

Bukti berupa sumber-sumber sastra


Sejarawan sudah meneliti keterangan tentang pertanian yang terdapat dalam naskah klasik. Memang
dalam karya sastra klasik tersebut belum ditemukan keterangan yang menyebutkan bahwa alat-alat
seperti cangkul dan bajak digunakan dalam pengerjaan pertanian. Tetapi gambaran umum adanya
aktivitas pertanian di Indonesia terdapat dalam karya-karya sastra tersebut.

Kitab Arjunawiwaha dan Sutasoma misalnya memberi pengetahuan rinci tentang tradisi pertanian
masyarakat Indonesia masa sejarah klasik awal. Dalam Arjunawiwaha diceritakan bahwa ketika
Majapahit diperintah oleh Hayam Wuruk (Rajasanagara) pembangunan bendungan sangat intensifkan.
Air bendungan kemudian disalurkan dari bendungan itu ke sawah-sawah yang diberi pematang. Sawah
pertama yang menerima air dinamakan pasimpangan. Dari sawah-sawah ini air kemudian diteruskan ke
sawah lain. Sedang kitab Sutasoma banyak menceritakan tentang aktivitas para petani yang menyiangi
padi di ladang-ladang mereka.

Bukti-bukti etnografi

Perbandingan etnografi memberi kita pengetahuan mengenai kebiasaan penanaman padi pada masa
kuno. Petani tradisional Jawa misalnya sampai sekarang banyak yang masih menggunakan teknologi dan
cara-cara tradisional. Penghitungan waktu tanam yang baik, upacara-upacara ritual masa panen seperti
sesaji sampai sekarang masih dipakai oleh masyarakat petani Jawa. Kegiatan yang kemungkinan besar
sudah dilakukan oleh petani jaman sejarah klasik awal.

Sumber berita Cina

Menurut catatan sejarah Cina, pada abad ke-13 atau sebelumnya, beras Jawa sudah diekspor ke
Sumatera dan kemungkinan juga ke bagian lain kepulauan Indonesia. Ini jelas menunjukkan bahwa
aktivitas pertanian (sawah) sudah menjadi mata pencaharian utama masyarakat.

Transaksi jual beli atau tukar menukar barang sudah dikenal masyarakat periode sejarah. Sebagian besar
penduduk pedesaan mempunyai hubungan ke “pasar berkala” (pekan) yang berputar berdasarkan daur
lima hari sekali buka. Hingga sekarang tradisi pasar demikian masih banyak dijumpai di desa-desa Jawa.
Berdasar sumber prasasti, barang-barang yang mereka bawa ke pasar tidak hanya sebatas pada beras
saja, tetapi juga kacang-kacangan, sayuran, buah, ayam dan telur. Tradisi penjaja keliling juga telah
dikenal. Untuk mendapat barang yang diinginkan, dilakukan dengan sistem transaksi menggunakan uang
(uang emas dan perak) dan barter. Peningkatan intensitas perdagangan dalam negeri menuntut adanya
mata uang yang mudah dipergunakan. Menjelang akhir abad ke-8 masyarakat telah mengenal uang
dalam bentuk uang koin atau logam yang terbuat dari emas dan perak dengan ukuran-ukuran tertentu.

• Tradisi sosial
Berdirinya kerajaan-kerajaan kuno telah memunculkan tradisi pemujaan rakyat pada raja, karena raja
dianggap sebagai titisan dewa di dunia. Kesenjangan sosial dan stratifikasi sosial dalam masyarakat
semakin besar dan lebar. Spesialisasi atau pengkhususan pekerjaan semakin nyata.

• Tradisi penggunaan alat-alat penunjang kehidupan

Tradisi pembuatan alat-alat penunjang aktivitas pertanian makin meningkat. Sementara itu pembuatan
perahu sebagai unsur penting penunjang aktivitas pelayaran dan perniagaan juga mengalami kemajuan.
Masyarakat juga mulai mengenal pembuatan batu bata. Tradisi pembuatan gerabah dilakukan dengan
menggunakan alat pemutar. Tradisi pengerjaan emas juga semakin modern.

• Tradisi seni dan sastra tulis

Tradisi pahat batu dan perunggu semakin berkembang pada periode ini. Para pemahat Jawa misalnya,
mulai menciptakan relief naratif yang membentuk suatu cerita. Contoh relief pada dinding candi
Borobudur. Tradisi pembuatan patung-patung batu dan perunggu juga berkembang. Pada masa ini epos
Mahabharata dan Ramayana dari India telah diterjemahkan dalam bahasa Jawa Kuno. Demikian juga
dengan kitab ajaran Budha yang berbahasa Sanskerta juga telah diterjemahkan dan disebarluaskan. Teks
tertua berisi ajaran Budha yang ditulis di Indonesia yang dikenal dengan Sang Hyang Kamahayanikan
ditulis pada periode sejarah klasik awal.

• Tradisi masyarakat yang berkaitan dengan dimensi kepercayaan

Pengaruh Hindu dan Budha pada masa ini mulai menyebar khususnya sepanjang jalur perdagangan
(daerah pesisir pantai). Akan tetapi sebagian besar masyarakat di banyak daerah, kebiasaan keagamaan
(kepercayaan) sebelumnya yang berupa animisme dan dinamisme masih tetap mereka pertahankan.

c. Tradisi masyarakat kepulauan Indonesia periode sejarah klasik madya

Pada masa klasik madya ini, tradisi sejarah masyarakat kepulauan Indonesia tidak mengalami banyak
perubahan dari tradisi-tradisi sebelumnya. Tradisi pertanian dan perdagangan mengalami perluasan dan
peningkatan. Satu hal yang membedakan adalah bahwa tradisi masyarakat mulai mendapat pengaruh
budaya Islam, yang diantarnya dibawa oleh para pedagang muslim dari luar. Anasir-anasir budaya Islam
terjalin dalam suatu hubungan yang rumit dengan adat atau tradisi yang sudah ada sehingga melahirkan
peristiwa-peristiwa penting pada jaman klasik madya ini.

• Tradisi perekonomian
Budaya pertanian dan perdagangan semakin berkembang pesat. Masalah perpajakan menjadi semakin
rumit, terutama ketika pendatang Cina mulai menetap di Indonesia dan penerapan mata uang Cina
sebagai alat tukar dalam perdagangan semakin dominan.

• Tradisi sosial

Tradisi birokrasi semakin berkembang. Kedudukan kaum cendekiawan semakin penting baik dalam
kerajaan maupun dalam kehidupan masyarakat. Campur tangan pemerintah kerajaan terhadap urusan
irigasi dan angkutan darat semakin menonjol.

• Tradisi penggunaan alat-alat penunjang kehidupan

Seiring dengan makin berkembangnya tradisi pembuatan aneka benda dan peralatan dari logam,
tempat-tempat pengecoran logam makin banyak bermunculan. Bahkan kemungkinan besar tradisi
pembuatan alat-alat dan benda dari logam ini telah berkembang menjadi mata pancaharian penduduk.

• Tradisi seni dan sastra tulis

Tradisi seni pahat semakin berkembang seiring dengan makin meningkatnya jiwa seni dan kepandaian
manusia. Model pahatan, ukiran semakin beragam dan rumit. Pada masa ini berkembang sastra tulis
berupa Kakawin. Buku Bharatayuda ditulis pada masa ini oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh.

• Tradisi masyarakat yang berkaitan dengan dimensi kepercayaan

Agama Hindu dan Budha semakin mendapat tempat di masyarakat. Kendati belum meluas pada semua
lapisan masyarakat (utamanya masyarakat desa) tradisi penyembahan pada dewa-dewa dalam
kepercayaan dua agama itu mulai menggantikan pemujaan mereka pada roh nenek moyang dan benda-
benda yang dianggap memiliki kekuatan gaib.

d.Tradisi masyarakat kepulauan Indonesia periode sejarah klasik akhir

Tradisi sejarah masyarakat periode klasik akhir ditandai oleh munculnya kerajaan-kerajaan kesatuan
besar di Indonesia yang diatur secara tradisional serta munculnya kekuatan-kekuatan baru yang
akhirnya mempengaruhi tatanan yang sudah ada sebelumnya. Kekuatan-kekuatan itu antara lain
kedatangan budaya Islam dan imperialisme Eropa. Pengungkapan tradisi masyarakat kepulauan
Indonesia pada periode sejarah klasik akhir diantaranya dapat diketahui dari peninggalan-peninggalan
selama periode ini berupa karya sastra. Pengungkapan sastra memungkinkan kita bisa melihat tradisi
masyarakat Indonesia jaman sejarah klasik akhir dari lebih banyak sisi dari pada sebelumnya.
• Tradisi perekonomian

Tradisi pertanian tetap dominan, terutama pada masyarakat pedalaman. Tradisi perdagangan atau
perniagaan mengalami perkembangan yang luar biasa pesat baik itu perdagangan antar wilayah dan
pulau di Indonesia maupun perdagangan dengan luar negeri terutama dengan India dan kerajaan-
kerajaan Asia Tenggara.

• Tradisi sosial

Diantara mayarakat banyak yang berprofesi sebagai penjual jasa untuk mendapatkan uang. Penduduk
pesisir pantai merupakan campuran majemuk dari berbagai suku dari berbagai wilayah di kepulauan
Indonesia dan bangsa-bangsa lain. Heterogenitas ini yang lambat-laun mengikis tradisi pelapisan sosial
yang ada dalam masyarakat.

• Tradisi penggunaan alat-alat penunjang kehidupan

Tradisi pembuatan alat-alat logam mengalami puncak kemajuan. Teknik produksi massal mulai
dikembangkan. Demikian halnya dengan pembuatan gerabah. Tradisi pembuatan keris dimulai pada
periode klasik akhir ini. Tradisi pembuatan keris ini lebih didasarkan pada penilaian magis, sehingga keris
dianggap sebagai pusaka hidup yang memiliki nilai sakral.

• Tradisi seni dan sastra tulis

Pada periode ini tradisi pembuatan patung perunggu dan arca batu semakin surut. Sebaliknya tradisi
terracotta semakin berkembang, karena seni ini dianggap lebih memiliki nilai sosial yang tinggi. Tradisi
sastra tulis juga semakin meluas. Karya-karya sastra yang berkembang pada masa ini diantaranya
adalah Desawarnana (ditulis oleh Mpu Prapanca), Korawasrama dan Nawaruci.

• Tradisi masyarakat yang berkaitan dengan dimensi kepercayaan

Keyakinan terhadap aliran Sivashidanta (dalam agama Hindu) dan Mahayana (dalam agama Budha)
semakin kuat di Jawa dan Bali. Akan tetapi dalam perkembangan yang terjadi kemudian kedatangan
pengaruh Islam mulai mengikis tradisi kepercayaan masyarakat tersebut. Ini terutama terjadi pada
masyarakat yang tinggal di daerah pesisir pantai. Sedang pada masyarakat pedalaman relatif tetap
mempertahankan tradisi religi mereka.
e. Tradisi masyarakat kepulauan Indonesia periode Islam

Masuknya Islam pada satu sisi telah membawa sejumlah besar perubahan sosial. Tetapi sifat-sifat tradisi
budaya yang terbentuk selama masa sebelumnya tidak segera berubah atau hilang. Bentuk-bentuk
tradisi dari kehidupan sosial masyarakat sejak masa prasejarah hingga Hindu-Budha sekalipun tetap
berkembang.

• Tradisi perekonomian

Kendati Portugis mendominasi perdagangan di Malaka, tetapi perdagangan antar wilayah Indonesia dan
perdagangan antara pedagang-pedagang nusantara dengan pedagang muslim, India, tetap berlangsung.
Tradisi pasar juga berkembang pada masa Islam.

• Tradisi sosial

Tradisi urbanisasi tumbuh dan berkembang pada masa ini. Bahkan menurut data sejarah tingkat
urbanisasi di Indonesia sama seperti yang terjadi di Eropa. Spesialisasi (pengkhususan) pekerjaan sekali
lagi semakin menunjukkan kekompleksitasannya.

• Tradisi penggunaan alat-alat penunjang kehidupan

Masyarakat mulai mengenal jenis senjata api. Kemungkinan diperkenalkan oleh orang-orang Eropa, atau
diekspor dari Eropa. Tetapi ini tidak menghilangkan tradisi pembuatan barang-barang logam.

• Tradisi seni dan sastra tulis

Tradisi seni patung sudah lenyap. Ajaran agama Islam melarang pembuatan patung. Tradisi pembuatan
seni kaligrafi menggantikan itu semua. Sastra Islam yang berisi renungan filosofis mengenai hubungan
antara Tuhan dengan manusia semakin berkembang. Kendati berorientasi mistik, tetapi ia tidak bersifat
heterodoks (mempertahankan konsep dualisme).

• Tradisi masyarakat yang berkaitan dengan dimensi kepercayaan

Dominasi tradisi Islam semakin meluas dan berkembang pada semua lapisan masyarakat di Indonesia.
Dalam perkembangannya, proses penyebarannya telah memunculkan varian-varian baru yang
memasukkan kepercayaan pra-Islam dalam kesatuan antara manusia dan Tuhan, diantaranya ada yang
dalam bentuk aliran kebatinan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, walaupun banyak pengaruh luar masuk ke Indonesia,
evolusi kebudayaan lokal di berbagai daerah Indonesia yang menunjukkan pola tradisi masyarakat
berlangsung mengikuti jalurnya sendiri. Pada akhirnya unsur local genius-lah yang sangat menentukan
bagi terjadinya perubahan pola tradisi masyarakat dalam berbagai dimensinya (ekonomi, sosial,
kepercayaan, dan seterusnya).

SEMESTER II

A. PERKEMBANGAN BIOLOGIS MANUSIA INDONESIA

BAB I

A. Perkembangan Biologis Manusia Indonesia

1. Evolusi Biologis Manusia Secara Umum

Perkembangan bilogis atau fisik manusia berkaitan erat dengan terjadinya proses evolusi manusia.
Proses evolusi biologis merupakan proses perubahan secara berangsur-angsur dalam jangka waktu lama
yang berkaitan dengan sikap tubuh dan cara bergerak, perubahan fungsi bagian tertentu tubuh manusia,
perubahan bentuk dan volume kepala, perkembangan fungsi alat indera terutama hidung dan mata.
Berikut akan dijelaskan tentang perubahan atau evolusi tersebut.

a. Sikap tubuh dan cara bergerak

Satu hal penting yang menunjukkan adanya evolusi dikaitkan dengan sikap tubuh dan cara bergerak ini
sikap berdiri tegak. Menurut para ahli evolusi, proses menuju sikap berdiri tegak diawali dari
kemampuan duduk tegak, berlari tegak, berjalan tegak dan terakhir dengan berdiri tegak untuk waktu
yang lama. Dalam proses ini terjadi perubahan struktur pada bagian tulang belakang manusia,
berpindahnya titik berat badan pada bagian bawah badan yang memiliki kemampuan untuk menopang
berat badan secara keseluruhan. Disamping tulang belakang, tulang-tulang tungkai, tulang paha, tulang
kering, tulang jari kaki juga semakin kuat untuk menopang badan.

b. Perubahan fungsi bagian tertentu tubuh manusia


Fungsi jari kaki mengalami reduksi oleh karena tidak lagi dipakai lagi untuk mencengkeram, tetapi lebih
pada untuk berpijak. Akibat kemampuan berdiri tegak, maka tangan tidak lagi berfungsi sebagai
penunjang badan. Bagian lengan seluruhnya dapat bergerak leluasa, sehingga lebih mudah
menggunakan tangan untuk menggenggam dan pekerjaan-pekerjaan cermat lainnya. Evolusi tangan
kemudian berpengaruh terhadap evolusi budaya. Karena fungsi tangan tidak lagi sebagai penunjang
badan, dan sebaliknya dapat bergerak bebas maka tangan memiliki kemampuan memakai, membawa,
membuat alat dan banyak aktivitas lainnya.

c. Evolusi kepala

Kepala atau tengkorak terdiri dari tengkorak bagian muka dan tengkorak otak. Oleh karena itu evolusi
kepala berhubungan erat dengan evolusi muka, sebagai bagian paling atas sistem pencernaan dan
pernafasan serta volume otak. Evolusi muka diantaranya berkaitan dengan struktur otot-otot muka,
geraham, gigi, rahang, kening, dagu, tulang pipi dan otot tengkuk. Sementara yang berkaitan dengan
evolusi otak, berkaitan dengan besar atau volume otak dan struktur otak. Misalnya dari
Australopithecus ke Pithecantropus volume otak berlipat dua kali (Pithecantropus lebih besar).
Pithecantropus ke Homo membesar kurang lebih satu setengah kalinya. Pembesaran volume otak itu
tentu saja berpengaruh terhadap bentuk tengkorak (meninggi, membulat ke muka, samping dan
belakang). Disamping itu evolusi volume otak tentu juga berpengaruh terhadap evolusi budaya.

d. Evolusi alat pembau (hidung)

Peranan alat pembau menjadi berkurang. Hal ini berakibat pada perubahan rongga hidung yang tidak
lagi menghadap ke depan dan bagian otak yang berhubungan dengan pembauan mengalami reduksi.

e. Evolusi alat penglihat (mata)

Berlawanan dengan alat pembau yang mengalami reduksi, alat penglihat menjadi lebih sempurna baik
dalam hal struktur maupun fungsi ketajaman melihat.

Evolusi biologis tersebut di atas secara keseluruhan berpengaruh terhadap perkembangan bio-sosial
(manusia sebagai makluk sosial) yang mencakup: kemampuan pembuatan alat, organisasi sosial dan
komunikasi dengan bahasa.

2. Evolusi Biologis Manusia Purba Indonesia

Berdasarkan temuan-temuan fosil manusia prasejarah Indonesia, para arkeolog membedakan jenis
manusia purba di Indonesia (sejauh yang ada sekarang) ke dalam beberapa jenis. Dari jenis-jenis yang
ada para ahli membuat semacam tingkatan perkembangan dari manusia purba yang tertua hingga yang
lebih muda, yang didasarkan pada indikator-indikator tertentu, sebagaimana telah disebutkan di atas.

a. Meganthropus paleojavanicus

Meganthropus paleojavanicus (manusia besar tertua dari Jawa) adalah jenis manusia purba yang paling
tua (primitif) yang pernah ditemukan di Indonesia (Jawa). Fosil Meganthropus paleojavanicus pertama
kali ditemukan oleh arkeolog, von Koenigswald dan Weidenreich antara tahun 1936-1941 di situs
Sangiran pada formasi Pucangan. Fosil yang ditemukan antara lain berupa fragmen tulang rahang atas
dan bawah serta sejumlah gigi lepas. Hingga saat ini Meganthropus dikategorikan sebagai jenis manusia
purba yang terpisah (berbeda) dari Homo erectus.

Berdasarkan hasil penemuan fosil-fosilnya para ahli menyimpulkan bahwa Meganthropus paleojavanicus
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

• Hidup pada masa Pleistosen awal

• Memiliki rahang bawah yang sangat tegap dan geraham yang besar

• Memiliki bentuk gigi yang homonim

• Memiliki otot-otot kunyah yang kuat

• Bentuk mukanya masif dengan tulang pipi yang tebal, tonjolan kening yang mencolok dan tonjolan
belakang kepala yang tajam serta tidak memiliki dagu.

• Memakan jenis tumbuh-tumbuhan

b. Pithecanthropus

Pithecanthropus (manusia kera) adalah jenis manusia purba yang fosil-fosilnya paling banyak ditemukan
di Indonesia. Fosil Pithecanthropus pertama kali ditemukan oleh arkeolog dari Belanda, Eugene Dubois
pada tahun 1891 di Trinil, Ngawi berupa atap tengkorak dan tulang paha. Berdasarkan temuannya
tersebut Dubois menamainya dengan Pithecanthropus erectus (manusia kera yang berdiri tegak).
Disamping Pithecanthropus erectus jenis Pithecanthropus lainnya yang ditemukan di Indonesia adalah
Pithecanthropus robustus (manusia kera yang besar), dan Pithecanthropus mojokertensis (manusia kera
dari Mojokerta).

Berdasarkan fosil-fosil yang ditemukan, Pithecanthropus memiliki ciri berikut:

• Pithecanthropus hidup pada masa Pleistosen awal dan tengah (1 juta hingga 1,5 juta tahun silam)

• Tinggi badan sekitar 168 – 180 cm dengan berat badan rata-rata 80 – 100 kg
• Berjalan tegak

• Volume otaknya sekitar 775 cc – 975 cc

• Batang tulang lurus dengan tempat-tempat perlekatan otot yang sangat nyata

• Bentuk tubuh dan anggota badan tegap

• Alat pengunyah dan otot tengkuk sangat kuat

• Bentuk geraham besar dengan rahang yang sangat kuat

• Bentuk kening yang menonjol sangat tebal

• Bentuk hidung tebal

• Tidak memiliki dagu

• Bagian belakang kepala tampak menonjol

c. Homo Sapiens

Diantara fosil yang berhasil ditemukan di Indonesia adalah jenis Soloensis (dari Solo) dan Wajakensis
(dari Wajak, Mojokerto). Secara umum Homo Sapiens memiliki ciri yang lebih progresif dibanding
Pithecantropus.

Secara khusus ia memiliki ciri-ciri berikut:

• Volume otak bervariasi antara 1000 – 1450 cc

• Otak besar dan otak kecil sudah berkembang (terutama pada bagian kulit otaknya)

• Tinggi badan sekitar 130 – 210 cm dengan berat badan rata-rata 30 – 150 kg.

• Tulang dahi dan bagian belakang tengkorak sudah membulat dan tinggi

• Otot tengkuk mengalami penyusutan

• Alat kunyah dan gigi mengalami penyusutan

• Berjalan dan berdiri tegak sudah lebih sempurna

B. Periodisasi Perkembangan Budaya Pada Masyarakat Awal Indonesia


Berdasarkan hasiil-hasil benda budaya dan alat-alat penunjang kehidupan, periodisasi atau pembabakan
zaman pada masyarakat awal Indonesia (masyarakat pra sejarah atau pra aksara) Indonesia dibagi
menjadi dua, yaitu: zaman batu dan zaman logam.

1. Zaman Batu

Merupakan masa dimana sebagian besar alat atau sarana penunjang kehidupan manusia (terutama
kehidupan ekonomi) prasejarah terbuat dari batu dalam berbagai bentuk, jenis dan ukurannyanya, yang
disesuaikan dengan kegunaan dari masing-masing alat. Meskipun demikian tidak berarti bahwa pada
waktu itu manusia prasejarah hanya mengandalkan alat-alat yang terbuat dari batu saja. Tentu saja
mereka juga memanfatkan benda lain yang berasal dari kayu, bambu, tulang, atau tanduk hewan.
Memang sebagai bukti sejarah benda-benda itu tidak lagi bisa ditemukan karena sudah hancur.

Zaman batu ini dibedakan menjadi: zaman batu tua (paleolitikum), zaman batu madya (mesolitikum),
dan zaman batu muda (neolitikum). Pembagian itu dilakukan atas dasar tinggi rendahnya penggunaan
teknologi dari benda-benda atau alat hasil budaya masyarakat. Alat-alat yang mereka hasilkan yang
terbuat dari batu tidak sama baiknya. Ada yang dibuat sangat kasar, kasar, dan halus. Semakin kasar
alat-alat itu, maka diperkirakan semakin tua usianya dan sebaliknya. Di samping ketiga zaman batu itu,
juga dikenal zaman batu besar (megalitikum). Yang terakhir ini sebenarnya lebih berfungsi sebagai
media kepercayaan atau religi dari pada fungsi alat ekonomi.

a. Zaman batu tua (paleolitikum)

Pada zaman ini kehidupan manusia prasejarah masih sangat sederhana. Peralatan penunjang kehidupan
mereka umumnya terbuat dari batu kasar, yaitu batu alami yang belum dihaluskan. Sampai sekarang,
sisa-sisa peninggalan zaman paleolitikum hanya ditemukan di pulau Jawa dan Sulawesi. Kebanyakan
manusia prasejarah yang hidup pada mas ini diperkirakan hidup secara berkelompok dalam suatu
kelompok kecil, antara 10-15 orang. Mereka hidup secara berpindah atau nomaden, sejalan dengan
upaya mereka untuk memenuhi kebutuhan akan makanan. Kebutuhan akan bahan makanan sangat
bergantung pada hasil alam, sehingga yang mereka lakukan hanya sebatas pada aktivitas
mengumpulkan makanan (food gathering) dan aktivitas berburu.

Hal lain yang perlu diketahui dari periode ini adalah bahwa zaman paleolitikum memiliki hubungan yang
erat dengan sejarah bumi. Oleh karena itu, zaman ini mencakup tiga lapisan bumi, yaitu: Pleistosin
Bawah, Pleistosin Tengah, dan Pleistosin Atas.

• Pleistosin Bawah
Sebagian besar pleistosin bawah berupa batu pasir tufa dan tanah liat berwarna biru kehitam-hitaman.
Pada lapisan ini telah ditemukan fosil tulang-tulang dan geraham-geraham dari binatang menyusui dan
manusia yang tertua dari jenis palaeoanthropus.

Fauna dari masa ini disebut Fauna Jetis, dengan binatangnya seperti gajah, kerbau, sapi, rusa,
menjangan, dan kuda air yang masih primitif. Sedangkan dari sisa-sisa manusia yang ditemukan dapat
ditentukan bahwa sekurang-kurangnya ada tiga jenis manusia yang pernah hidup pada masa itu.
Pertama, Meganthropus Palaeojavanicus (manusia raksasa Jawa) meninggalkan fragmen rahang bawah
yang sangat besar, masif, dan primitif bentuknya, serta beberapa geraham. Fosil ini menggambarkan
ciri-ciri manusia, meskipun masih ada ciri-ciri yang memiliki kemiripan dengan kera.

Kedua, Pithecanthropus Mojokertensis (Pithecanthropus Robustus) ditemukan pada lapisan yang sama
umurnya dengan jenis manusia yang pertama. Sisa-sisa manusia ini ditemukan di Sangiran, dekat Sungai
Cemoro berupa bagian belakang tengkorak, kedua tulang pelipis, tiga perempat sisi tengkorak, bagian
bawah rahang atas, rahang kanan bawah, dan geraham.

Akhirnya, dalam endapan Pleistosin Bawah telah ditemukan sebuah tengkorak anak kecil di dekat
Mojokerto. Tengkorak ini diperkirakan berasal dari manusia ketiga yang masih muda dari jenis
Pithecanthropus.

• Pleistosin Tengah

Permulaan zaman Pleistosin Tengah diperkirakan bersamaan waktunya dengan zaman es kedua, di
mana permukaan laut turun kira-kira mencapai 25 meter. Pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan
dihubungkan satu sama lain dengan daratan Asia. Akibatnya, terjadi migrasi binatang menyusui
pemakan tumbuh-tumbuhan dan binatang buas dari daratan Asia. Oleh karena itu, tidak mengherankan
apabila jenis binatang atau hewan yang di pulau Sumatera, Jawa, dan Kalimantan cenderung sama
dengan binatang yang hidup di daratan Asia. Sedangkan binatang yang hidup di wilayah Indonesia Timur
cenderung sama atau mirip dengan binatang yang hidup di benua Australia.

Fauna dari masa ini disebut Fauna Trinil atau Fauna-Sino-Melayu karena jenis fauna yang ditemukan di
daerah Trinil memiliki kesamaan dengan yang dijumpai di Tiongkok. Beberapa jenis fauna itu di
antaranya adalah beruang melayu, tapir, badak, rusa. Jenis manusia terpenting dari fauna ini adalah
Pithecanthropus Erectus (manusia kera berdiri tegak dari Trinil).

Beberapa penemuan seperti tengkorak, fragmen kecil dari rahang bawah kanan, dan tulang paha
diperkirakan dari jenis manusia itu. Selama masa pleistosen tengah, jenis manusia ini tidak banyak
mengalami perubahan secara fisik. Pithecanthropus Erectus adalah nenek moyang dari Manusia Solo
(Homo Soloensis).

Peralatan tertua yang terbuat dari batu berasal dari zaman ini. Alat itu tidak dapat dimasukan ke dalam
kebudayaan batu-teras dan ke dalam golongan flake. Alat-alat itu dikenal sebagai kapak genggam, kapak
perimbas monofacial, alat-alat serpih, dan beberapa kapak genggam yang telah dikerjakan dua sisinya.
• Pleistosin Atas

Permulaan Pleistosin Atas bersamaan waktunya dengan zaman glasial ketiga. Pithecanthropus dan
beberapa jenis binatang menyusui dari zaman sebelumnya tidak dapat mempertahankan diri dan telah
lenyap dari muka bumi. Mahkluk baru yang muncul adalah Homo Soloensis (Manusia Solo).

Manusia Solo memiliki ciri yang hampir sama dengan Pithecanthropus, hanya saja sedikit lebih besar dan
lebih maju dalam hal volume otaknya. Diperkirakan manusia Solo adalah keturunan langsung
Pithecanthropus. Sepanjang Sungai Solo, dekat Ngandong telah ditemukan tidak kurang dari sebelas
kubah tengkorak beserta fragmen-fragmen dari Manusia Solo. Di samping itu, ditemukan pula dua
potong tulang kering. Tampaknya, mereka telah hidup berkumpul di sepanjang Sungai Solo.

Di tempat yang sama, juga ditemukan tulang-tulang binatang yang sangat banyak jumlahnya.
Tampaknya, mereka telah membunuh beribu-ribu binatang. Dari beberapa fosil tulang binatang yang
ditemukan jenis binatang yang banyak adalah gajah dan kuda air.

Beberapa jenis peralatan yang mereka gunakan di antaranya adalah peluru bulat dari batu yang
diperkirakan sebagai alat pelempar untuk melumpuhkan binatang buruan, bermacam-macam alat
berbentuk kapak perimbas dari tulang dan tanduk.

Di samping Homo Soloensis, ditemukan juga dua tengkorak yang telah membantu di desa Campurdarat,
sebelah selatan gunung Wilis. Tengkorak ini termasuk tipe Neoanthropus dan dikenal sebagai Homo
Wajakensis.

b. Zaman batu tengah (mesolitikum)

Setelah zaman es berakhir, maka dataran Sunda terbagi menjadi beberapa pulau. Homo Soloensis
lenyap dari muka bumi dan manusia-manusia baru dari jenis Sapien saja yang mampu mencapai pulau-
pulau itu. Mereka itu adalah orang-orang Melanesia, Austroloida, dan Negrito.

Binatang-binatang yang hidup pada zaman sebelumnya telah lenyap, kecuali gajah. Binatang yang hidup
pada zaman mesolitikum hampir mirip dengan binatang yang hidup pada masa sekarang. Bedanya,
tubuh binatang pada masa mesolitikum memiliki ukuran yang lebih besar.

Kehidupan manusia belum banyak berubah. Mereka umumnya hidup berburu dan mengumpulkan akar-
akaran, sayur-sayuran liar, dan binatang kerang. Hidup mengembara merupakan ciri yang paling
dominan, meski telah ada tanda-tanda untuk menetap lebih lama di suatu tempat. Perkiraan itu
dibuktikan dengan bukit kerang yang tingginya mencapai 4 meter seperti yang ditemukan di pantai
Timur Sumatera. Meskipun belum pasti, ketika itu orang diperkirakan telah memelihara anjing. Pada
waktu berburu, anjing merupakan binatang yang dapat membantu pekerjaan manusia. Di Sulawesi
Selatan, di dalam gua ditemukan sisa-sisa gigi anjing oleh Sarasin bersaudara.
Pada masa mesolitikum terdapat tiga macam kebudayaan yang berbeda satu sama lain, yaitu:
kebudayaan Bascon-Hoabin, kebudayaan Toale, dan kebudayaan Sampung. Ketiga kebudayaan itu
diperkirakan datang di Indonesia hampir bersamaan waktunya.

• Kebudayaan Bascon-Hoabin

Hasil-hasil peninggalan budaya ini ditemukan dalam gua-gua dan bukit-bukit kerang di Indo Cina, Siam,
Malaka, dan Sumatera Timur. Daerah-daerah itu merupakan wilayah yang saling berkait-an satu sama
lainnya. Kebudayaan ini umumnya berupa alat dari batu kali yang bulat. Sering disebut sebagai “batu
teras” karena hanya dikerjakan satu sisi, sedangkan sisi yang lain dibiarkan tetap licin. Jenis alat ini
ditemukan di Sumatera dalam jumlah yang besar dan disebut sebagai Sumatralith lonjong.

• Kebudayaan Toale

Umumnya hasil kebudayaan Toale adalah kebudayaan flake dan blade. Kebudayaan ini mendapat
pengaruh kuat dari unsur microlith sehingga menghasilkan alat-alat yang berukuran kecil dan terbuat
dari batu. Di samping itu, ditemukan alat-alat yang terbuat dari tulang dan kerang. Alat-alat ini sebagian
besar merupakan alat berburu. Kebudayaan-kebudayaan yang mirip dengan kebudayaan Toale antara
lain ditemukan di Jawa (dataran tinggi Bandung, Tuban, dan Besuki), di Sumatera (di sekeliling danau
Kerinci dan gua-gua di Jambi); di Flores, di Timor, dan di Sulawesi.

• Kebudayaan Sampung

Merupakan kebudayaan tulang dan tanduk yang ditemukan di desa Sampung, Ponorogo. Barang yang
ditemukan berupa jarum, dan pisau. Pada lapisan yang lain telah ditemukan mata panah. Di samping itu
ditemukan juga beberapa kerangka manusia dan tulang binatang buas yang dibor (mungkin sebagai
perhiasan atau jimat). Tentang persebarannya tidak banyak diketahui. Namun, beberapa penelitian
telah membuktikan bahwa kebuadayaan ini telah berkembang di daerah Sulawesi dan Flores.

c. Zaman batu muda (neolitikum)

Kira-kira 1000 tahun SM, telah datang bangsa-bangsa baru yang memiliki kebudayaan lebih maju dan
tinggi derajatnya. Mereka dikenal sebagai bangsa Indonesia Purba. Beberapa kebudayaan mereka yang
terpenting adalah sudah mengenal pertanian (food producing), berburu, menangkap ikan, memelihara
ternak jinak (anjing, babi, dan ayam).

Sistem pertanian dilakukan dengan sederhana. Mereka menanam tanaman untuk beberapa kali dan
sesudah itu ditinggalkan. Mereka berpindah dari satu tempat ke tempat lain dan melaksanakan sistem
pertanian yang sama untuk kemudian berpindah lagi. Bangsa Indonesia Purba telah membentuk
masyarakat. Mereka mulai hidup menetap, meski untuk waktu yang tidak lama. Mereka telah
membangun pondok-pondok yang berbentuk persegi empat, didirikan di atas tiang-tiang kayu, diding-
dindingnya diberi hiasan dekoratif yang indah.

d. Zaman batu besar (megalitikum)

Sebenarnya, zaman megalitikum bukan kelanjutan dari zaman batu sebelumnya. Megalitikum muncul
bersamaan dengan zaman mesolotikum dan neolitikum. Pada zaman batu pada umumnya, muncul
kebudayaan batu besar (megalitikum) seperti menhir, batu berundak, dolmen, dan sebagainya. Hal ini
berkaitan dengan unsur kepercayaan masyarakat. Di Indonesia penemuan bangunan megalitik antara
lain terdapat di daerah Jawa, Sumatra Barat dan Selatan, Sulawesi Tengah, dan Kalimantan.

2. Zaman Logam

Disebut zaman logam karena sebagian besar alat penunjang kehidupan manusia pada masa itu terbuat
dari logam. Artinya juga mereka telah memiliki kemampuan dalam hal pengolahan logam untuk dibuat
alat-alat tertentu sesuai dengan keinginan dan keperluan mereka. Zaman ini memperlihatkan kepada
kita tentang kemahiran di bidang teknologi. Dengan demikian pembuatan alat-alat logam menunjukkan
tingkat kebudayaan yang tentu saja lebih maju dibanding periode sebelumnya.

Zaman logam sendiri dibedakan atas beberapa zaman, yaitu: zaman Tembaga, zaman Perunggu, dan
zaman Besi. Namun demikian, zaman Tembaga tidak pernah berkembang di Indonesia. Dengan
demikian, zaman logam di Indonesia dimulai dari zaman perunggu dan zaman besi.

• Zaman Perunggu

Pada periode zaman perunggu ini, manusia sudah memiliki kemampuan mengolah logam perunggu
(campuran timah dan tembaga) yang disesuaikan dengan bentuk peralatan yang diperlukan. Jenis alat-
alat yang paling banyak ditemukan adalah kapak perunggu. Disamping itu juga tombak. Jenis benda
perunggu yang memiliki fungsi sebagai alat atau benda-benda upacara adalah nekara.

• Zaman Besi

Pada masa ini manusia sudah memiliki kemampuan melebur bijih-bijih besi dalam bentuk alat-alat yang
dibentuk sesuai keinginan dan fungsinya. Dibandingkan benda-benda atau alat perunggu penemuan
benda-benda besi di Indonesia lebih sedikit. Diantara benda-benda besi yang berhasil ditemukan adalah
mata pisau, mata kapak, dan tombak. Disamping itu juga ditemukan gelang besi.
• Zaman Arkaekum

Merupakan zaman tertua dan diperkirakan sekitar 2.500 juta tahun yang lalu. Keadaan bumi belum
stabil, keadaan bumi dan udara sangat panas, kulit bumi dalam proses pembentukan sehingga belum
ada tanda-tanda kehidupan.

• Zaman Paleozoikum

Zaman Paleozoikum berusia sekitar 340 juta yang lalu. Keadaan bumi masih berubah-ubah. Namun
demikian, pada masa ini telah ada kehidupan, yaitu makhluk ‘bersel satu’. Makhluk lain yang hidup ada-
lah sejenis ikan, reptil, dan lain-lain. Oleh karena itu, zaman ini sering disebut zaman primer atau zaman
pertama.

• Zaman Mesozoikum

Zaman Mesozoikum berusia sekitar 140 juta tahun yang lalu. Pada zaman ini kehidupan berkembang
dengan pesat, terutama binatang-binatang yang sangat besar seperti dinosaurus, atlantosaurus, dan
jenis-jenis burung yang besar. Zaman ini sering disebut zaman reptil karena makhluk hidup sejenis reptil
berkembang sangat pesat. Di samping itu, zaman mesozoikum juga disebut zaman sekunder atau zaman
kedua.

• Zaman Neozoikum atau Kainozoikum

Zaman ini berusia sekitar 60 juta tahun yang lalu. Keadaan bumi semakin membaik, perubahan cuaca
tidak terlalu besar, dan kehidupan berkembang pesat. Zaman ini dibeda-kan menjadi dua, yaitu:

- Zaman Tersier, yaitu zaman di mana binatang-binatang besar mulai berkurang dan muncul binatang
menyusui seperti kera dan monyet.

- Zaman Kuarter, yaitu zaman di mana muncul tanda-tanda kehi-dupan dari manusia purba. Zaman ini
dibedakan menjadi dua, yaitu:

* Kala Pleistosin atau zaman Dilluvium atau zaman Es. Keadaan permukaan bumi mengalami perubahan
secara tiba-tiba. Jika keadaan bumi panas, maka es di kutub utara mencair dan menutupi sebagian
daratan dan sebaliknya.

* Kala Holosin atau zaman Alluvium, yaitu zaman di mana jenis Homo Sapiens mulai hidup. Homo
Sapiens adalah jenis manusia seperti manusia sekarang.
C. Peta Penemuan Manusia Purba dan Hasil Kebudayaannya di Indonesia

Berikut adalah data hasil penemuan fosil-fosil manusia purba di Indonesia yang ditemukan oleh para
arkeolog di beberapa situs penting di Jawa.

Wajak : Tengkorak, ruas tulang leher, tulang rahang, gigi, tulang paha, tulang kering

Kedungbrubus : Fragmen rahang bawah kanan

Trinil : Atap tengkorak, tulang paha kiri, fragmen tulang paha kanan dan kiri

Ngandong : Atap tengkorak, tulang dahi, fragmen tulang pendinding kanan, tengkorak batang tulang
kering kanan, tulang kering kanan

Sangiran : Fragmen rahang atas kiri, fragmen rahang bawah kanan, atap tengkorak, atap tengkorak
rahang atas, batang rahang bawah kanan, fragmen rahang bawah, gigi.

Sangiran : Rahang bawah, batang rahang bawah kanan, atap tengkorak, tulang pipi kiri, gigi, fragmen
rahang atas kanan, fragmen rahang atas kanan dan kiri, fragmen rahang bawah dan atas, cetakan dalam
tengkorak, fragmen tulang pelipis

Ngandong : Tulang-tulang tengkorak, atap tengkorak, fragmen tulang pinggul

Trinil : Batang tulang paha kanan dan kiri, gigi.

D. Ciri-Ciri Sosial, Budaya, Ekonomi, dan Kepercayaan Masyarakat Pada Masa Berburu (Food Gathering)
dan Masyarakat Pertanian (Food Producing)

1. Masyarakat Masa Berburu (Food Gathering)

Disebut sebagai masyarakat masa berburu karena aktivitas kehidupan masyarakatnya dalam upaya
mendapatkan makanan tergantung pada apa yang disediakan oleh alam, berburu dari apa yang ada di
sekitarnya. Mereka hanya melakukan aktivitas mengumpulkan makanan yang ada (food gathering).

a. Sosial

Ciri-ciri kehidupan sosial masyarakatnya ditandai dengan:

• Mereka hidup berkelompok dalam kelompok-kelompok kecil


• Tidak memiliki tempat tinggal tetap, mereka senantiasa berpindah-pindah (nomaden) dari satu tempat
ke tempat yang lainnya untuk mendapatkan makanan yang disediakan oleh alam.

• Tempat tinggal sementara mereka adalah gua-gua, baik di pedalaman maupun di pinggir aliran sungai,
daerah lembah, atau pantai untuk menghindarkan diri dari serangan binatang buas dan yang dekat
dengan sumber makanan.

• Hubungan antara sesama anggota kelompok sangat erat dan mereka saling membantu satu sama lain.
Mereka berusaha mempertahankan kelompoknya dari serangan kelompok lain atau serangan binatang
buas.

• Meskipun kehidupan mereka masih sederhana, tetapi mereka telah mengenal pembagian tugas. Kaum
laki-laki biasanya mendapat tugas yang lebih berat seperti menangkap binatang dan mengumpulkan
makanan dari hutan. Sementara, kaum wanita mengurus tugas-tugas yang lebih ringan, seperti
memasak dan mengurus anak-anak.

• Masing-masing kelompok masyarakat dipimpin oleh seseorang yang sangat dihormati, disegani dan
ditaati oleh anggotanya. Dengan demikian, pada masa berburu dan mengumpulkan makanan telah
terlihat tanda-tanda kehidupan sosial, meskipun dalam taraf yang masih sangat sederhana.

b. Budaya

• Budaya hidup (non-materi)

Dalam hal pemilihan tempat tinggal sementara (tempat berlindung) ada kelompok yang memilih daerah
pedalaman dan sebaliknya ada yang lebih memilih daerah dekat pantai. Hal demikian pada akhirnya
menimbulkan budaya yang berbeda juga. Kelompok yang tinggal di daerah pantai memfokuskan
aktivitas hidupnya pada upaya mendapatkan makanan yang dihasilkan dari laut seperti ikan, kerang dan
lainnya.

Untuk dapat bertahan hidup dalam lingkungannya tersebut, mereka mulai mengembangkan berbagai
bentuk peralatan yang berfungsi sebagai alat untuk menangkap ikan. Muncullah budaya pembuatan alat
anak panah dan tombak baik yang terbuat dari kayu, bambu, tulang binatang atau mata panah dan
tombak yang dibuat dari batu.

Sementara itu, masyarakat yang lebih memilih tinggal di daerah pedalaman umumnya memilih area
dekat sungai untuk mendapatkan makanan berupa ikan atau siput air tawar, disamping mengandalkan
hasil makanan dari hutan.

• Budaya benda atau alat

Pada awalnya benda-benda hasil budaya mereka sangat sederhana sekali. Benda-benda itu dibuat dan
terkait erat dengan aktivitas untuk mendapatkan makanan dan mengolah makanan.
Tahun 1935 di daerah Sungai Baksoka, Punung, Kabupaten Pacitan, von Koenigswald menemukan alat-
alat dari dipercayai merupakan hasil budaya masyarakat masa berburu dan mengumpulkan makanan.
Dalam perkembangannya kemudian disebut dengan budaya Pacitan. Alat yang ia temukan adalah
berupa kapak perimbas. Pada tahun-tahun setelah penemuan tersebut H.R. van Heekeren, Basuki dan
R.P. Soejono melakukan penggalian di daerah yang sama dengan lokasi penggalian Koenigswald dan
menemukan alat-alat yang memiliki bentuk seperti kapak perimbas, alat-alat serpih dan alat-alat dari
tulang.

Selain di daerah Pacitan, berdasarkan hasil penelitian, peralatan manusia purba masa berburu dan
mengumpulkan makanan banyak ditemukan di berbagai wilayah, seperti daerah Jampang Kulon (Suka-
bumi), Gombong (Jawa Tengah), Perigi dan Tambang Sawah (Bengkulu), Lahat dan Kalianda (Sumatera
Selatan), Sembiran Trunyan (Bali), Wangka dan Maumere (Flores), daerah Timor Timur, Awang Bangkal
(Kalimantan Timur), dan Cabbenge (Sulawesi Selatan).

Para ahli menafsirkan bahwa yang membuat alat-alat tersebut adalah manusia Pithecanthropus dan
kebudayaannya disebut dengan tradisi Paleolitikum.

Kapak perimbas

Adalah benda yang memiliki bentuk seperti kapak tetapi tidak memiliki tangkai yang terbuat dari batu.
Cara menggunakan kapak ini adalah dengan menggenggamnya. Disamping daerah Pacitan daerah
lainnya yang darinya ditemukan jenis kapak perimbas adalah Ciamis, Gombong, Bengkulu, Lahat, Bali,
Flores dan daerah Timor. Berdasarkan lapisan penemuannya, para ahli menyimpulkan bahwa kapak
perimbas adalah hasil budaya Pithecantropus erectus.

Selain di Indonesia, kapak jenis ini juga ditemukan di beberapa negara Asia, seperti Myanmar, Vietnam,
Thailand, Malaysia, Pilipina, dan Cina sehingga sering dikelompokkan dalam kebudayaan Bascon-Hoabin.

Kapak genggam

Kapak genggam memiliki bentuk yang hampir sama dengan kapak perimbas, tetapi lebih kecil dan belum
diasah. Kapak ini juga ditemukan hampir di seluruh wilayah Indonesia. Cara menggunakan kapak ini
adalah menggenggam bagian yang kecil.

Pahat genggam

Pahat genggam memiliki bentuk lebih kecil dari kapak genggam. Menurut para ahli, pahat ini
dipergunakan untuk menggemburkan tanah. Alat ini digunakan untuk mencari ubi-ubian yang dapat
dimakan.
Alat-alat dari tulang

Tampaknya, tulang-tulang binatang hasil buruan telah dimanfaatkan untuk membuat alat seperti pisau,
belati, mata tombak, mata panah, dan lain-lainnya. Alat-alat ini banyak ditemukan di Ngandong dan
Sampung (Ponorogo). Oleh karena itu, pembuatan alat-alat ini sering disebut kebudayaan Sampung.

Blade, Flake, dan Microlith

Alat-alat ini banyak ditemukan di Jawa (dataran tinggi Bandung, Tuban, dan Besuki); di Sumatera (di
sekeliling danau Kerinci dan gua-gua di Jambi); di Flores, di Timor, dan di Sulawesi. Semua alat-alat itu
sering disebut sebagai kebudayaan Toale atau kebudayaan serumpun.

Alat-alat serpih

Adalah alat-alat yang terbuat dari pecahan batu yang dibuat dengan bentuk yang sangat sederhana yang
kemungkinan besar dibuat sesuai dengan fungsinya masing-masing. Dilihat dari bentuknya maka
kemungkinan alat-alat serpih itu antara lain memiliki fungsi sebagai pisau, atau alat penusuk. Alat-alat
ini di Indonesia banyak ditemukan di daerah Sangiran (Jawa Tengah), Cabbenge (Sulawesi Selatan),
Maumere (Flores), dan Timor. Kebanyakan ditemukan di dalam ceruk atau gua-gua yang merupakan
tempat tinggal manusia prasejarah.

c. Ekonomi

Ciri-ciri kehidupan ekonomi masyarakatnya ditandai dengan:

• Kehidupan ekonomi bergantung pada alam (food gathering) oleh karenanya, mereka selalu berpindah
untuk mencari bahan makanan, baik dari tumbuh-tumbuhan maupun binatang.

• Mereka belum mengenal sistem pertanian (bercocok tanam)

• Aktivitas berburu dilakukan secara berkelompok

• Lingkungan ekonomi mereka ada yang di daerah pedalaman (hutan), pinggir aliran sungai atau daerah
tepi pantai

d. Kepercayaan
Sistem kepercayaan telah muncul sejak masa kehidupan berburu dan mengumpulkan makanan.
Kuburan pra-sejarah merupakan bukti bahwa masyarakat telah memiliki anggapan tertentu dan
memberikan penghormatan kepada orang yang telah meninggal. Masyarakat percaya bahwa orang yang
meninggal, rohnya akan pergi suatu tempat. Bahkan, jika orang itu berilmu atau berpengaruh dapat
memberikan perlindungan atau nasihat kepada mereka yang mengalami kesulitan.

2. Masyarakat Pertanian atau Bercocok Tanam

Seiring dengan makin berkembangnya pola pikir dan kecerdasan manusia terutama dikaitkan dengan
upaya mempertahankan kehidupan mereka, menyebabkan munculnya kelompok-kelompok masyarakat
yang tinggal dalam dalam suatu area wilayah tertentu. Mereka mulai memikirkan upaya untuk
memenuhi sendiri kebutuhan makanan yang cukup untuk masa waktu tertentu. Munculnya kemudian
budaa pertanian atau budaya cocok tanam di Indonesia. Pola hidup lama dari para pendahalu mereka
yang nomaden mulai ditinggalkan.

Hasil dari penemuan bukti-bukti arkeologis juga menunjukkan bahwa pada masa ini masyarakat telah
memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi, baik dilihat dari sistem sosial ekonomi, ilmu pengetahuan dan
teknologi maupun kesenian yang mereka miliki.

a. Sosial

Ditinjau dari segi sosial kahidupan masyarakat prasejarah masa pertanian dicirikan dengan beberapa hal
berikut:

• Terbentuknya komunitas manusia yang menetap menunjukkan bahwa masyarakatnya mulai mengenal
adanya pranata sosial, meskipun dalam taraf yang masih sederhana

• Pembagian kerja dan tugas dalam keluarga maupun dalam masyarakat juga semakin tegas

b. Budaya

• Budaya Hidup

Karena merupakan masyarakat dengan pola hidup menetap dan bercocok tanam, maka budaya hidup
mereka adalah tradisi mengolah tanah untuk kemudian ditanami dengan aneka tanaman untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari.

• Budaya Berupa Hasil Benda atau Alat


Memiliki kemampuan membuat alat-alat penunjang kehidupan sehari-hari yang umumnya terbuat dari
batu atau tulang dengan teknik dan seni pembuatan yang lebih halus (sudah diupam). Diantara alat-alat
yang menurut para ahli sejarah sebagai hasil budaya masyarakat bercocok tanam antara lain:

- Beliung persegi. Memiliki fungsi yang berkaitan dengan dimensi kepercayaan. Tempat penemuannya
antara lain meliputi daerah Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara

- Kapak Lonjong. Memiliki fungsi sebagai alat ekonomi: memotong makanan. Memiliki bentuk yang
memperlihatkan sebuah bidang berbentuk lonjong, terbuat dari batu kali hitam dengan seni pembuatan
yang sudah diupam. Banyak ditemukan di Maluku, Irian, dan daerah Sulawesi bagian Utara

- Mata Panah. Memiliki fungsi ekonomi: antara lain sebagai alat untuk menangkap ikan. Terbuat dari
batu serpih, tulang, dan kemunginan besar juga kayu yang diruncing bagian ujungnya dan dibuat
bergerigi pada bagian pinggirnya. Jadi memiliki bentuk yang berbeda dengan mata panah untuk
berburu. Banyak ditemukan di dalam gu-gua yang ada di daerah patai atau sungi.

- Aneka benda gerabah (terbuat dari tanah liat). Memiliki fungsi sebagai wadah atau tempat untuk
menyimpan. Tradisi gerabah pun hingga saat ini masih menjadi tradisi masyarakat di beberapa daerah
atau desa tradisional Indonesia, seperti di Yogyakarta.

- Benda-benda perhiasan. Dibuat tentu saja dengan pola dan bentuk yang masih sangat sederhana.
Bahannya pun tentu saja bukan emas atau belian. Kebanyakan mengambil bahan-bahan yang ada di
sekitar lingkungan alam tempat tinggal mereka seperti tanah liat, yasper, dan kalsedon

- Benda-benda megalitik, seperti menhir, dolmen, sarkofagus, punden batu berundak, kubur batu dan
waruga. Semua benda tersebut memiliki fungsi yang berkaitan dengan tradisi kepercayaan.

a. Ekonomi

• Dengan pola hidup yang menetap, maka sebagian besar upaya pemenuhan kebutuhan hidup manusia
masa ini bertumpu pada aktivitas pertanian atau budidaya tanaman

• Mereka menanam jenis tanaman yang pada awalnya tumbuh liar

• Disamping aktivitas pertanian, mereka diperkirakan juga telah menjinakkan hewan (aktivitas
pertenakan) seperti anjing, kerbau, sapi, kuda, babi dan lainnya.

• Kehidupan berladang dengan sistem huma telah mereka lakukan

b. Kepercayaan

Penghormatan dan pemujaan kepada roh nenek moyang merupakan unsur utama dalam tradisi
kepercayaan masyarakat pada periode ini. Khusus di Indonesia, pemujaan kepada orang yang telah
meninggal diwujudkan dalam bentuk pembuatan benda-benda megalitik baik itu sebagai simbol
maupun sarana pemujaan. Benda-benda megalitik tersebut diantaranya adalah menhir, dolmen,
sarkofagus, punden batu berundak, kubur batu dan waruga.

PERADABAN AWAL MASYARAKAT DI DUNIA YANG BERPENGARUH TERHADAP PERADABAN INDONESIA

BAB II

A. Proses Migrasi Ras Proto Melayu dan Deutro Melayu ke Kawasan Asia Teggara dan Indonesia

Menurut pendapat para ahli, pada periode 40.000 tahun yang lalu jenis manusia purba Meganthropus,
Pithecanthropus dan jenis Homo telah mengalami kepunahan. Penghuni kepulauan Indonesia kemudian
bergeser ke manusia-manusia migran yang datang dari berbagai wilayah di Asia dan Australia. Proses
migrasi awal menunjukkan bahwa populasi-populasi kepulauan Indonesia berasal dari bangsa Australo-
Melanesia (Australoid) dan Mongoloid (atau lebih khusus lagi adalah Mongoloid Selatan). Setelah itu
datang lagi gelombang migrasi kedua yaitu bangsa Austronesia (Melayu/Proto Melayu/Melayu Tua)
yang berasal dari Yunan (wilayah di propinsi Cina bagian Selatan). Migrasi mereka sendiri ke kepulauan
Indonesia berlangsung dalam dua gelombang.

Periode gelombang pertama terjadi pada sekitar tahun 1500 SM, melalui dua jalur utama. Jalur pertama
dari Yunan melewati Siam, Malaya dan Sumatera (jalur Barat dan Selatan). Jalur kedua dari Yunan,
Vietnam, Filipina kemudian masuk ke Indonesia melalui wilayah Sulawesi (jalur Timur dan Utara). Dalam
proses persebarannya mereka membawa kebudayaan neolitikum dari pusatnya di Basson-Hoabinh, yang
diantaranya adalah kapak persegi dan kapak lonjong. Suku bangsa Indonesia sekarang yang termasuk
keturunan bangsa Melayu Tua atau Proto Melayu misalnya suku Toraja dan Dayak.

Migrasi periode kedua dari bangsa Malayu (Deutro Melayu/Melayu Muda) terjadi pada sekitar tahun
500 SM. Proses persebarannya melalui jalur daratan Asia kemudian Semenanjung Malaya dan masuk ke
Indonesia melalui Sumatera. Kedatangan bangsa ini sambil membawa pengaruh budaya logam dari
Dongson, seperti nekara, moko, dan kapak perunggu. Suku bangsa Indonesia sekarang yang termasuk
keturunan bangsa Melayu Muda atau Deutero Melayu misalnya suku Jawa, Melayu, dan Bugis.

B. Pengaruh Budaya Hoa-Bihn / Bacson, dan Dongson Terhadap Perkembangan Budaya Masyarakat Awal
Kepulauan Indonesia
1. Pengaruh Budaya Hoa-Bihn Terhadap Perkembangan Budaya Masyarakat Awal Kepulauan Indonesia

Budaya Hoabihn merupakan diantara budaya besar yang memiliki situs-situs temuan di seluruh daratan
Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Budaya Hoabihn ini berkembang di Asia Tenggara dalam kurun
waktu antara 18.000 hingga 3.000-an tahun yang lalu. Istilah “Hoabihn” sendiri mulai dipakai sejak tahun
1920-an untuk menyebut pada suatu industri alat batu yang berasal dari jenis batu kerakal dengan ciri
khas berupa pangkasan pada satu atau dua sisi permukaannya.

Manusia pemilik budaya Hoabihn diperkirakan hidup pada kala Holosen. Pendahulu Hoabinhian awalnya
berada di Vietnam bagian Utara, Thailand bagian Selatan dan Malaysia. Pengaruh utama budaya
Hoabihn terhadap perkembangan budaya masyarakat awal kepulauan Indonesia adalah berkaitan
dengan tradisi pembuatan alat terbuat dari batu. Beberapa ciri pokok budaya Hoabihn ini antara lain:

• Pembuatan alat kelengkapan hidup manusia yang terbuat dari batu

• Batu yang dipakai untuk alat umumnya berasal dari batu kerakal sungai.

• Alat batu ini telah dikerjakan dengan teknik penyerpihan menyeluruh pada satu atau dua sisi batu.

• Hasil penyerpihan menunjukkan adanya keragaman bentuk. Ada yang berbentuk lonjong, segi empat,
segi tiga dan beberapa diantaranya ada yang berbentuk berpinggang.

Pengaruh budaya Hoabihn di Kepulauan Indonesia sebagian besar terdapat di daerah Sumatra. Hal ini
lebih dikarenakan letaknya yang lebih dekat dengan tempat asal budaya ini. Situs-situs Hoabihn di
Sumatra secara khusus banyak ditemukan di daerah pedalaman pantai Timur Laut Sumatra, tepatnya
sekitar 130 km antara Lhokseumawe dan Medan. Sebagian besar alat batu yang ditemukan adalah alat
batu kerakal yang diserpih pada satu sisi dengan bentuk lonjong atau bulat telur. Dibandingkan dengan
budaya Hoabihn yang sesungguhnya, pembuatan alat batu yang ditemukan di Sumatra ini dibuat dengan
teknologi lebih sederhana. Kebanyakan alat-alat batu tersebut ditemukan diantara atau terdapat dalam
bukit sampah kerang.

Ditinjau dari segi perekonomiannya, pendukung budaya Hoabihn lebih menekankan pada aktivitas
perburuan dan mengumpulkan makanan di daerah sekitar pantai dan daerah pedalaman.

2. Pengaruh Budaya Dongson Terhadap Perkembangan Budaya Masyarakat Awal Kepulauan Indonesia

Pengaruh kuat budaya Dongson terhadap perkembangan budaya masyarakat awal kepulauan Indonesia
adalah dalam hal pembuatan barang dari logam, terutama adalah perunggu. Tradisi pembuatan barang
budaya dari perunggu di Vietnam (bagian Utara) sendiri dimulai pada sekitar pertengahan milenium
kedua sebelum masehi. Tradisi perunggu itu sendiri menurut para arkeolog Vietnam berasal dari budaya
masyarakat Dong Dau dan Go Mun. Bersama dengan wilayah Muangthai (bagian tengah dan Timur Laut)
kawasan ini memiliki bukti paling awal tentang tradisi pembuatan perunggu di Asia Tenggara.
Jenis-jenis barang perunggu yang mereka hasilkan antara lain kapak corong (corong merupakan pangkal
yang berongga untuk memasukkan tangkai atau pegangannya), ujung tombak, sabit, mata panah, dan
benda-benda kecil lainnya seperti pisau, kail dan aneka bentuk gelang.

Pada tahun sekitar 300 SM, mulai muncul tradisi pembuatan nekara perunggu, penguburan orang yang
memiliki status sosial tinggi, dan kehadiran benda-benda besi untuk yang pertama kalinya. Tradisi-tradisi
Dongson inilah yang berpengaruh besar terhadap perkembangan kebudayaan masyarakat awal
kelupauan Indonesia secara umum.

Banyak sekali daerah-daerah di kepulauan Indonesia darinya ditemukan benda-benada budaya yang
memiliki kesamaan corak dengan benda-benda atau barang tradisi Dongson. Contohnya adalah nekara
Heger tipe I. Paling tidak ada sekitar 56 nekara atau bagian-bagian dari nekara yang tersebar di pulau
Jawa, Sumatra dan Maluku Selatan. Diantara contoh nekara yang penting dari Indonesia adalah nekara
“Makalamau” dari pulau Sangeang, dekat Sumbawa. Nekara “Makalamau” memiliki hiasan berupa
gambar orang yang berpakaian seragam menyerupai pakaian jaman dinasti Han di Cina atau Kushan
(India Utara) atau Satavahana (India Tengah). Nekara dari Kepulauan Kai berhiaskan gambar kijang dan
adegan perburuan macan. Nekara dari pulau Selayar bergambar gajah dan burung merak. Nekara dari
Bali mempunyai gambaran bentuk yang berbeda. Nekara dari Bali memiliki empat patung katak pada
bagian bidang pukulnya, dengan pola-pola hiasan yang tidak terpadu berupa gambar prajurit dan motif
perahu. Semua itu menunjukkan kesamaan dengan nekara-nekara yang ditemukan di Vietnam, di
wilayah, dimana budaya Dongson berkembang.

Tentang cara pembuatan jenis nekara itu, sejarawan Bernet Kempers memberi gambaran tentang
penggunaan teknik cetaknya. Awalnya lembaran lilin ditempelkan pada inti tanah liat (menerupai
bentuk nekara dan berfungsi sebagai cetakan bagian dalam), lalu dihias dengan cap-cap dari tanah liat
atau batu yang berhias perahu, orang dan lainna. Kemudian lembaran lilin berhias tadi ditutup dengan
tanah liat yang berfungsi sebagai cetakan bagian luar setelah terlebih dulu diberi paku-paku yang
berfungsi untuk menyatukan cetakan luar dan dalam. Setelah itu dibakar sehingga lilinya meleleh keluar.
Rongga yang ditinggalkan oleh lilin kemudian diisi dengan cairan logam. Bernet Kempers menyebutnya
sebagai teknik cetak cire perdue (lilin hilang).

Disamping dibawa sendiri oleh orang-orang Dongson, banyak barang-barang logam dari tradisi Dongson
itu yang dikirim ke Indonesia sebagai barang hadiah yang diberikan pada penguasa setempat sebagai
lambang martabat raja dan kekuasaannya oleh para penguasa politik dan agama di Vietnam. Akibat
terjadinya pengenalan benda dan teknologi perunggu dari Dongson (Vietnam) ke wilayah kepulauan
Indonesia menyebabkan di beberapa daerah kemudian muncul pusat-pusat pembuatan logam.

C. Budaya Logam di Indonesia

1. Situs-situs Peninggalan Budaya Perunggu di Indonesia


Situs-situs peninggalan budaya perunggu di Indonesia, tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Di
Sumatra bagian Selatan (daerah Bangkinang dan Kerinci) ditemukan benda-benda perunggu berupa
aneka patung dalam ukuran kecil, cincin dan gelang-gelang. Gelang-gelang tersebut kebanyakan
ditemukan dalam kubur peti batu atau sarkofagus sebagai bekal kubur. Selain di Sumatra situs-situs
ditemukannya peninggalan budaya perunggu di Indonesia antara lain terdapat di:

• Jawa Timur (daerah Lumajang) berupa nekara tipe Heger I, pisau belati atau pisau pendek dengan
mata pisau dari besi dan pegangan dari perunggu.

• Jawa Tengah (daerah Gunung Kidul, dekat Wonosari) berupa kapak, pahatan, pisau bertangkai, cincin
perunggu, dan manik-manik.

Sama seperti penemuan di Sumatra, semua temuan benda perunggu di Jawa ditemukan di dlam kubur
peti batu atau sarkofagus dan berfungsi sebagai bekal kubur bagi yang meninggal.

• Jawa Barat, berupa kapak corong, cincin, mata tombak, kapak-kapak yang berkaitan dengan benda
upacara (candrasa)

• Sulawesi Selatan (Makasar) berupa bejana perunggu berbentuk pipih.

• Bali (daerah Pacung dekat Sembiran) berupa nekara Pejeng

• NTT berupa nekara bertipe Heger I

Di Indonesia, diantara benda-benda perunggu yang paling menarik perhatian adalah nekara. Nekara
adalah benda yang terbuat dari perunggu dengan bentuk seperti gendang (alat musik tabuh tradisional
Jawa). Terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian atas yang yang terdiri dari bidang pukul datar, bagian tengah
yang berbentuk silinder dan bagian bawah atau bagian kaki yang melebar. Sebuah nekara biasanya
dihiasi dengan berbagai ornamentasi dengan pola seperti geometrik, gambar-gambar manusia dan
binatang dan berbagai ornamentasi lainnya. Dan diantara jenis nekara yang ditemukan, tipe Heger dan
Pejeng adalah yang paling terkenal. Terdapat juga jenis nekara yang ukurannya lebih kecil, yang disebut
dengan Moko atau Mako.

2. Teknik Pembuatan Berbagai Benda Peninggalan Perunggu di Indonesia

Pada periode tradisi pengecoran logam, besi dan perunggu kemungkinan besar dikenal dalam waktu
yang bersamaan. Pada periode ini manusia telah mampu membuat alat-alat penunjang kehidupan
mereka dari perunggu. Daerah asal kebudayaan ini adalah di Indo-Cina. Masuk ke Indonesia pada sekitar
tahun 500 SM. Di Indonesia, benda-benda hasil peninggalan zaman perunggu diantaranya adalah
nekara, jenis kapak, bejana, senjata, arca dan perhiasan. Situs-situs ditemukannya peninggalan perunggu
meliputi Jawa, Bali, Selayar, Luang, Roti dan Leti.

Ada dua teknik pembuatan barang-barang dari perunggu. Teknik pertama adalah yang dikenal dengan
teknik setangkup atau bivalve, dan teknik kedua adalah teknik cetakan lilin (a cire perdue).
Pertama, teknik bivalve

Teknik cetakan ini menggunakan dua cetakan dengan bentuk sesuai benda yang diinginkan yang dapat
ditangkupkan. Cetakan diberi lubang pada bagian atasnya dan dari lubang tersebut kemudian
dituangkan cairan logam. Bila sudah dingin, cetakan baru dibuka.

Kedua, teknik cetakan lilin

Teknik cetakan lilin menggunakan bentuk bendanya yang terlebih dahulu dibuat dari lilin yang berisis
tanah liat sebagai intinya. Bentuk lilin dihias menurut keperluan dengan berbagai pola hias. Bentuk lilin
yang sudah lengkap kemudian dibungkus dengan tanah liat. Pada bagian atas dan bawah diberi lubang.
Dari lubang bagian atas kemudian dituangkan cairan perunggu dan dari lubang di bawah

mengalir lelehan lilin. Bila cairan perunggu yang dituang sudah dingin, cetakan dipecah untuk
mengambil bendanya yang sudah jadi. Cetakan seperti ini hanya dapat digunakan sekali saja.

Disamping tradisi pembuatan alat-alat perunggu manusia pada periode ini sudah mampu melebur bijih-
bijih besi dalam bentuk alat-alat yang sesuai dengan keinginan dan kegunaannya. Benda-benda besi
yang banyak ditemukan di Indonesia antara lain berupa mata kapak, berbagai jenis pisau dalam berbagai
ukuran, mata sabit yang berbentuk melingkar, tajak, mata tombak, gelang-gelang besi dan sebagainya.
Disamping perunggu dan besi, emas juga telah dimanfaatkan utamanya untuk membuat perhiasan dan
benda-benda persembahan kubur.

3. Situs-situs Peninggalan Budaya Besi di Indonesia

Berbeda dengan benda perunggu, penemuan benda besi di Indonesia sangat terbatas jumlahnya.
Kebanyakan benda-benda besi ini ditemukan dalam kubur batu atau kubur langsung sebagai benda
bekal kubur. Diantara situs-situs ditemukannya benda-benda besi ini antara lain adalah di Wonosari
(tepatnya dalam peti kubur batu di daerah Gunung Kidul, Jawa Tengah), Besuki, Tuban, Madiun dan
Pacitan (semuanya ada di Jawa Timur).

You might also like