You are on page 1of 24

PROSES PENILAIAN INDIVIDUAL OBYEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

Identifikasi
Asumsi dan
Identifikasi Properti Tanggal Penilaian Tujuan Penilaian Dasar Penilaian Kondisi
Pembatas

Survai Pendahuluan

Personel dan Waktu


Data Yang Diperlukan Sumber data Perencanaan Kerja

T
Pelaksanaan

Pengumpulan dan Evaluasi Data

Data Khusus Data Umum A


H
Properti Subjek Properti Pembanding Lokasional Ekonomi

Data Fisik, Aspek Harga (Jual Beli, Sewa, Demografi, aspek legal
Tren Indikator Makro

A
Legal dan Ekonomi Penawaran), Data fisik, tata ruang wilayah,
Ekonomi, Tren Pasar
Aspek legal dan perkembangan
Properti
Ekonomi lingkungan

Analisis Pasar Properti dan Analisis Penggunaan Tertinggi dan Terbaik


(The Highest and Best Use)
P
Penerapan Pendekatan Penilaian 1
Pendekatan Data Pasar
Pendekatan Pendapatan
(Pendekatan Perbandingan Pendekatan Biaya (Pendekatan
(Pendekatan Nilai Jual
Harga dengan Objek Lain Yang Nilai Perolehan Baru)
Pengganti)
Sejenis)

Rekonsiliasi Nilai

Nilai Pasar Properti

Bagian properti tdk dpt Ada

T
Dikurangi Nilai bagian properti
menjadi objek PBB ? yg tdk dpt menjadi objek PBB

Tidak ada
Nilai Bagian Properti yg
dpt menjadi objek PBB A
Nilai Pasar Bangunan
H
A
Nilai Pasar Bumi

Nilai Pasar Bumi /m2 Nilai Pasar Bangunan /m2

Konversi Konversi
P
NJOP Bumi /m2 NJOP Bangunan /m2
2
NJOP
2.3. TAHAP Proses Penilaian Individual Objek PBB dimulai dengan tahapan penentuan Nilai Pasar
PERTAMA Properti, dalam tahap ini, urutan kegiatan yang dilakukan meliputi :
1. Tahap identifikasi,
2. Tahap survei pendahuluan,
3. Tahap pengumpulan dan evaluasi data,
4. Tahap analisis pasar properti,
5. Tahap analisis penggunaan tertinggi dan terbaik (highest and best use),
6. Tahap rekonsiliasi nilai dan
7. Tahap penentuan kesimpulan nilai properti.

2.3.1. Tahapan Secara detail akan dijelaskan tahap demi tahap sebagai berikut :
Identifikasi Tahap identifikasi adalah tahap untuk mengetahui secara detail properti yang akan
dilakukan penilaian, meliputi :
Identifikasi Properti, pekerjaan ini meliputi kegiatan untuk mengenal dan mengetahui
segala sesuatu yang berkaitan dengan properti yang akan dinilai, properti pembanding
dan pasar properti. Termasuk Real Properti/Real Estat dan Personal Properti. Real
estat, didefinisikan sebagai tanah dan bangunan atau buatan manusia lainnya yang
melekat pada tanah. Real Properti, merujuk segala kepentingan dan manfaaf serta hak
(bundle of rights) untuk menggunakan, menyewa, memindahkan tanah beserta
pengolahan dan pembangunannya yang tercakup dalam kepemilikan fisik atas real
estat. Jadi real properti adalah semua hak, kepentingan dan keuntungan yang
berhubungan dengan kepemilikan atas real estat. Sedangkan yang dimaksud dengan
Personal Properti merupakan item yang tidak secara permanen melekat pada real estat
dan biasanya dikenali dari kemampuannya untuk dipindahkan.

Penentuan Tanggal Penilaian adalah tanggal pada saat nilai, penilaian atau perhitungan
manfaat ekonomi akan dinyatakan. Tanggal penilaian ini sangat penting untuk
menerangkan kapan dasar penilaian itu diambil.

Penentuan Tujuan Penilaian dan Jenis Nilai yang dikehendaki apakah untuk tujuan jual
beli, sewa, asuransi, agunan, pembebasan tanah, go-public, lelang, untuk penetapan
pajak, asuransi, penggabungan usaha dan sebagainya. Tujuan penilaian ini perlu
dinyatakan secara jelas dan spesifik dalam laporan penilaian.

Sedangkan Jenis Nilai yang dikehendaki bergantung pada tujuan penilaiannya. Misalnya
dalam penilaian untuk tujuan jual beli, produk akhir jenis nilai yang dikehendaki adalah
nilai pasar wajar (fair market value), untuk tujuan asuransi, nilai yang dikehendaki adalah
nilai asuransi, untuk lelang (auction), jenis nilai yang dikehendaki adalah nilai jual paksa
(forced sale value), dan sebagainya.

Asumsi dan kondisi pembatas, dibuat untuk mengetahui batasan dan tanggung jawab
seorang penilai. Syarat pembatas juga dipakai untuk membatasi penggunaan laboran
penilaian oleh pihak lain yang tidak berkepentingan.
2.3.2. Tahapan Merupakan segenap pekerjaan persiapan yang sebelum melakukan pekerjaan penilaian
Survei meliputi:
Pendahuluan Perencanaan Kerja
Suatu perencanaan kerja yang matang akan sangat membantu kelancaran dan efisiensi
pelaksanaan penilaian. Perencanaan kerja ini meliputi: pembagian tugas dan tanggung
jawab tiap personel; perencanaan biaya; sarana pendukung (peralatan, sarana
transportasi), jadwal kegiatan; dan lain-lain.
Data-data yang diperlukan
Terdapat dua jenis data yang harus dikumpulkan oleh seorang penilai, yaitu data umum
dan data khusus.
o Data umum ini meliputi informasi-informasi berkenaan dengan : prinsip-prinsip,
kekuatan/keunggulan dan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai properti, yaitu
informasi-informasi berkenaan dengan trend sosial, ekonomi, pemerintahan dan
lingkungan yang berpengaruh terhadap nilai properti.
o Data khusus adalah data-data yang berkaitan langsung dengan properti yang akan
dinilai serta properti-properti pembandingnya. Data khusus ini meliputi data secara
detail mengenai fisik, data lokasional, data biaya, data pendapatan dan
pembelanjaan, sebagaimana yang terdapat juga pada properti pembanding.
Sumber Data sangat variatif dari berbagai sektor. Di Indonesia, secara garis besar
sumber data tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
o Instansional Pemerintah: Kantor Statistik, Bank Indonesia, BPN (Badan
Pertanahan Negara), Ditjen Pajak, Pemda, Camat, Lurah, BUPLN)
o Non Pemerintah: Perbankan, Estat agen, broker, Perusahaan Penilai,
Notaris/PPAT, Developer
o Non Instansional : Penjual, Pembeli, Iklan, Media masa
o Memakai jalur internet (web) untuk memperoleh data-data yang sifatnya update,
misal data statistik yang dikeluarkan oleh BPS, perkembangan nilai poperti dari
BI, website yang dimiliki oleh masing-masing Pemerintah Daerah dan sebagainya
Personel dan Waktu Yang Diperlukan
Personel dan waktu yang diperlukan ditentukan oleh jangka waktu yang dikehendaki
oleh pemberi tugas dan kompleksitas properti yang dinilai. Jumlah personel dan waktu
yang diperlukan ini biasanya tergantung pada beban kerja penilaian yang akan
dilakukan, di mana beban ini tergantung pada tipe properti yang dinilai, skala properti,
tujuan penilaian, tingkat kesulitan dalam pengukuran di lapangan serta instrumen yang
diperlukan.
2.3.3. Tahapan
Pengumpulan Pada tahap pengumpulan dan evaluasi data ini dimulai pekerjaan pengumpulan data
dan Evaluasi yang meliputi data umum dan data khusus. Pengumpulan data perlu dilakukan dengan
Data teknik yang benar agar dapat diperoleh hasil analisis nilai yang baik.

Data-data yang dikumpulkan meliputi data khusus dan data umum yang berlaku bagi
objek pajak yang akan dinilai dan objek pajak pembanding.
Tabel 2.1. Jenis Data Yang Diperlukan Dalam Penilaian Objek Pajak

JENIS DATA SUMBER FUNGSI / KEGUNAAN KETERANGAN


DATA KHUSUS
A.Properti Subjek
Adalah objek pajak yang dilakukan penilaian
Tapak (Site) Merupakan Untuk penilaian individual luas dan ukuran, bentuk, kontur,
data-data ini harus memperhatikan jenis tanah, lebar depan, elevasi,
fisik yang secara detail karakteristik letak, zoning, dsb.
Bangunan dikumpulkan yang ada pada masing- luas dan ukuran, desain, layout,
dilapangan. masing unit bangunan, konstruksi, bahan material, atap,
baik bangunan utama, langit-langit, lantai, dinding, kusen
OLI (Other Land maupun bangunan Fasilitas, pagar, pos keamanan,
Improvement) tambahan berikut fasilitas jalan internal, kolam renang,
yang ada. Fasilitas halaman, taman, saluran air, water
bangunan berperan treatment
dalam mendukung fungsi
bangunan.
Aspek Legal : BPN, Pemda, Status kepemilikan suatu Dokumen-dokumen kepemilikan:
BKPM jenis properti sangat Akte Jual Beli, Status Kepemilikan
menentukan nilai. Bagi (Hak Milik, Hak Guna Bangunan,
properti yang belum Hak Pakai, Hak Pengelolaan, Strata
bersertifikat perlu Title), IMB, Ijin Lokasi dan
diperhitungkan biaya kesesuaian dengan peraturan
untuk pembuatan pemerintah seperti KDB (koefisien
sertifikat dan BPHTB dasar bangunan) dan KLB
yang harus dibayar (Koefisien luas bangunan)
Ekonomi Kantor Biaya yang harus Pajak Penghasilan, Pajak
Pelayanan dikeluarkan dari properti Pertambahan Nilai, Pajak Bumi dan
Pajak, tersebut. Bangunan, Pajak Daerah dan
manajemen Retribusi, tingkat hunian, service
properti objek charge, sewa
yang dinilai

B. Properti Pembanding
Properti pembanding adalah properti yang mempunyai kegunaan sama/serupa, berlokasi pada
kawasan yang sama, dan telah diketahui nilainya
Tapak (Site) Merupakan Untuk penilaian individual luas dan ukuran, bentuk, kontur,
data-data ini harus memperhatikan jenis tanah, lebar depan, elevasi,
fisik yang secara detail karakteristik letak, zoning, dsb.
Bangunan dikumpulka yang ada pada masing- luas dan ukuran, desain, layout,
n masing unit bangunan, konstruksi, bahan material, atap,
dilapangan baik bangunan utama, langit-langit, lantai, dinding, kusen
OLI (Other Land . maupun bangunan Fasilitas, pagar, pos keamanan,
Improvement) tambahan berikut fasilitas jalan internal, kolam renang,
yang ada. Fasilitas halaman, taman, saluran air, water
bangunan berperan treatment
dalam mendukung fungsi
bangunan.
Harga (jual beli, REI, Agen Mengetahui harga Mencari data di REI, Agen Estate,
sewa, penawaran), estate, masing-masing jenis Developer, Broker, Kantor Lurah
Developer, properti disuatu daerah, dan Kecamatan, Kantor Lelang,
Koran, baik yang ditawarkan Bank, Informasi penawaran dari
Broker, maupun yang telah Koran, Majalah properti dan
Lurah, Bank, terjadi transaksi jual beli Internet.
K. Lelang Mengetahui tarif sewanya
bila disewakan
Aspek Legal BPN, Status kepemilikan suatu Dokumen-dokumen kepemilikan:
Pemda, jenis properti sangat Akte Jual Beli, Status Kepemilikan
BKPM menentukan nilai. Bagi (Hak Milik, Hak Guna Bangunan,
properti yang belum Hak Pakai, Hak Pengelolaan, Strata
bersertifikat perlu Title), IMB, Ijin Lokasi
diperhitungkan biaya
untuk pembuatan
sertifikat dan BPHTB
yang harus dibayar
Ekonomi Kantor Biaya yang harus Pajak Penghasilan, Pajak
Pelayanan dikeluarkan dari properti Pertambahan Nilia, Pajak Bumi dan
Pajak, tersebut. Bangunan, Pajak Daerah dan
manajemen Retribusi, tingkat hunian, service
properti charge, sewa
objek yang
dinilai

DATA UMUM
A. Lokasional
Demografi BPS Perkiraan kebutuhan Contoh data jumlah penduduk, data
-Kecenderungan ruang (rumah, kantor, jumlah keluarga, rata-rata jumlah
Populasi hotel) anggota keluarga.Untuk
menghitung perkiraan jumlah rumah
yang dibutuhkan dengan cara
jumlah penduduk dibagi 4 anggota
keluarga
Aspek Peraturan Pemda Mengetahui berbagai Meliputi segenap Rule and
legal Daerah hal yang berkaitan restriction (aturan dan larangan)
terkait . dengan legalitas dan yang dibuat untuk menata kota
ketentuan hukum yang sesuai dengan Perencanaan Kota.
berlaku Termasuk didalamnya ketentuan-
ketentuan yang hanya berlaku
secara spesifik dan bersifat lokal.
Contoh konservasi bangunan
bersejarah, konservasi lingkungan
dll.
Tata Ruang Dinas Tata Untuk mengetahui Pembagian wilayah berdasarkan
Wilayah Kota kegunaan tertinggi dan peruntukan, mis: kawasan
(Zoning) terbaik (Highest and pemukiman, kawasan industri,
Best Use) suatu objek pertanian, jalur hijau,
KLB Dinas Tata pajak. Perbandingan antara total luas
(Koefisien Kota bangunan yang diperbolehkan
Luas dibangun dengan luas suatu
Bangunan) bidang tanah.
KDB Dinas Tata Perbandingan antara luas maksimal
(Koefisien Kota bangunan lantai 1 dengan luas
Dasar tanah.
Bangunan)
Ketinggian Dinas Tata Tinggi maksimal bangunan yang
Bangunan Kota diperbolehkan dibangun pada suatu
kawasan.
Jalur Transportasi, Dep. Untuk mengetahui Aksessibilitas merupakan kemudahan
Perhub. akssessibilitas suatu untuk mencapai lokasi objek,
objek pajak
Fasilitas Sosial Dan Pemda Untuk mengetahui Mis : Jumlah fasos, fasum pada suatu
Fasilitas Umum ketersediaan dan kawasan (perumahan) akan
kesesuaian jumlah mempengaruhi nilai objek pajak di
fasum/fasos dengan kawasan tersebut.
jumlah penduduk.
Perkembangan Pemda Untuk mengetahui arah Meningkatnya jumlah penawaran dan
Lingkungan perkembangan transaksi tanah merupakan indikasi
lingkungan, kondisi bahwa daerah tersebut mulai
penggunaan lahan berkembang. Peningkatan nilai tanah
eksisting misalnya calon akan mengikuti perkembangan suaru
lokasi perumahan, kawasan. Semakin ramai suatu
perdagangan kawasan semakin mahal pula nilai
tanahnya.

B. Ekonomi
Data tren indikator
makro ekonomi :
Inflasi Nasional BPS, BI 1. Untuk penyesuaian Diisi dengan kecenderungana
nilai waktu dari suatu angka inflasi yang berlaku nasional
investasi dan Formula: Cap Rate = Discount
2. Untuk penentuan Rate – Inflation Rate
tingkat kapitalisasi
Inflasi Daerah Kantor Mengetahui tingkat Diisi dengan angka inflasi yang
Statistik inflasi yang berlaku di berlaku di daerah kab/kota pada
suatu daerah akhir semester
Tingkat Suku Bunga Bank, BI Mengetahui beban Diisi dengan tingkat suku bunga
Kredit Perbankan bunga yang harus kredit setiap akhir semester.
ditanggung bila
melakukan suatu
investasi
Tingkat Suku Bunga BI Mengetahui suku bunga Diisi dengan tingkat suku bunga
Sertifikat Bank bank sebagai indikator sertifikat bank Indoensia setiap
Indonesia (SBI) batas aman suatu akhir semester
investasi
Nilai Tukar Rupiah Bank Fluktuasi dan Diisi dengan nilai tukar rupiah pada
terhadap mata uang pergerakan Nilai Rupiah saat penilaian
Asing terhadap mata uang
asing
Indeks Harga BPS, BI Sebagai parameter Melihat secara periodik data-data
Konsumen Umum dan penyesuaian nilai waktu yang dikeluar kan oleh Bank
Sektor Properti dari suatu investasi Indonesia
Produk Domestik Bruto BPS, Untuk mengetahui Diisi dengan PDRB yang berlaku di
Nasional dan Regional Pemda perkembangan kab/kota per tahun khusunya sektor
pembangunan sektor konsttruksi.
properti pada suatu
kota/kab.
Porsi Jumlah Kredit Bank Untuk mengetahui Laporan Resmi dari Bank
Perbankan Untuk alokasi kredit untuk
Konstruksi dan Real membiayai
Estat pembangunan properti
Indeks Harga Saham Bursa Sebagai indikator
Emiten Properti perkembangan properti
nasional.
Tingkat pertumbuhan APBN Untuk mengetahui RAPBN, APBN dan Tren
ekonomi pertumbuhan ekonomi pergerakannya
nasional.

Tinjauan tren pasar


properti :
Supply REI, Agen Untuk mengetahui Misalnya jumlah ruko di kota
(penawaran/stok) properti, jumlah stok properti Surabaya atau jumlah rumah
developer mewah di Tangerang.
Demand REI, Agen Memprediksi potensi Misal : menghitung jumlah
properti, permintaan properti wisatawan yang akan berkunjung di
developer Pulau Bali untuk menentukan
jumlah kamar hotel dan tarifnya
Harga Sewa Manajemen Untuk mengetahui Contoh : sewa tanah kosong,
Properti harga sewa masing- rumah, ruko, kamar hotel, ruang
masing properti kantor
Harga Service charge Manajemen Untuk mengetahui Contoh : biaya kebersihan,
Properti biaya yang dikeluarkan keamanan, AC, listrik
atas fasilitas bangunan
yang dinikmati
Harga Jual REI, Agen Untuk mengetahui Contoh : harga tanah kosong,
properti, harga masing-masing rumah, ruko, kamar hotel, ruang
developer properti kantor
Tingkat Hunian. Manajemen Mengetahui jumlah Persentase jumlah ruang yang
Properti, ruang yang tidak disewakan dengan total bangunan
PHRI tersewakan, yang bisa disewakan.
mengetahui tingkat Persentase dari rata-rata jumlah
hunian suatu hotel kamar hotel yang tersewa
dibandingkan dengan jumlah kamar
hotel yang ada

a) Definisi pasar properti


Pasar properti adalah suatu aktivitas komersial yang dirancang untuk memudahkan
pertukaran hak-hak atas tanah dan bangunan, menetapkan harga untuk pertukaran-
pertukaran yang sifatnya saling menguntungkan bagi kedua belah pihak, mengalokasikan
ruang untuk berbagai alternatif penggunaan, menentukan pola penggunaan tanah dan
ruang, serta menyesuaikan penawaran terhadap permintaan.Singkatnya, pasar properti
2.3.4. Tahapan adalah sebuah pasar dimana hak-hak atas properti yang dianggap bersaing oleh para calon
Analisis Pasar pembeli untuk dipertukarkan.
Properti
b) Karakteristik Pasar Properti
Karakteristik pasar properti antara lain :
1. Produk yang berbeda (unik)
Karena lokasi yang menetap (immobilitas) serta karakteristiknya yang berbeda, properti
merupakan barang yang unik. Tak ada dua unit ruang yang persis sama dan karenanya
satu sama lain tidaklah setara untuk dipertukarkan. Hak-hak yang berbeda atas properti
serupa yang ditawarkan mungkin saja ada dan dipertukarkan.

2. Relatif kurang informasi


Banyak informasi yang sukar atau tidak mungkin diperoleh dan kemungkinan besar hal-
hal tersebut diperlakukan secara rahasia (confidential). Tidak ada data resmi dan pasar
resmi, harga-harga penjualan tidak dipublikasikan dan dilaporkan secara luas seperti
halnya harga-harga saham.

3. Sedikit pembeli dan penjual untuk tiap-tiap transaksi atau segmen pasar
Pembeli dan penjual, pemilik dan penyewa, peminjam dan yang diberi pinjaman,
semuanya memiliki keyakinan bahwa mereka dapat mempengaruhi harga atau
persyaratan sewa ataupun persyaratan pinjaman. Karenanya, negoisasi antara pihak-
pihak yang berkepentingan merupakan suatu hal yang penting, sehingga harga
cenderung menjadi tidak pasti. Harga dan syarat-syarat terjadinya transaksi sangat kuat
dipengaruhi oleh persepsi subjektif dan keinginan-keinginan yang bersifat individual dari
masing-masing peserta. Bahkan sering dijumpai perilaku yang tidak rasional yang
bereaksi terhadap tekanan-tekanan tertentu yang mendesak.

4. Investasi memerlukan dana besar, waktu yang lama


Investasi properti memerlukan modal yang besar dan jangka waktu kembalian yang
cukup lama. Terbatasnya modal menyebabkan perlunya kerjasama dengan lembaga
keuangan dalam membiayai suatu proyek properti. Oleh karena itu kelayakan investasi
(feasibility study) memegang peran kunci dalam keberhasilan investasi ini.

5. Daya tarik investasi properti


Investasi dibisdang properti memiliki daya tarik yang kuat yaitu relatif aman terhadap
inflasi, berwujud nyata, dapat dijadikan agunan, nilai yang selalu naik dan kebanggaan
memiliki sebagai lambang kemapanan sosial bagi pemiliknya.

6. Terlokalisir
Karena lokasi properti bersifat tetap dan tidak dapat berpindah tempat, pasar yang dapat
dipakai untuk satu properti tertentu atau jenis properti cenderung dibatasi dalam satu
kawasan geografis yang relatif sempit dan ditentukan oleh karakteristik lokasi.

7. Penawaran yang tidak elastis (relatif lamban atau tidak responsif)


Penawaran, tidak secara khusus bersifat responsif terhadap harga. Kuantitas dari
properti serta jasa yang ditawarkan oleh suatu properti berubah secara perlahan-lahan.
Jumlah tersebut cenderung bersifat sensitif terhadap perubahan dalam permintaan
ataupun harga yang bersifat sementara.
8. Batasan dan pengendalian oleh pemerintah
Kegiatan di bidang properti sangat kuat diatur dan dipengaruhi oleh pemerintah, seperti
dokumentasi untuk keseluruhan hukum yang disyaratkan untuk setiap transaksi,
penggunaan atas tanah, perpajakan dll.

c) Fungsi Pasar Properti


Pada dasarnya fungsi-fungsi pasar properti adalah memudahkan pertukaran, menetapkan
harga, mengalokasikan ruang perkotaan untuk berbagai alternatif penggunaan,
menentukan pola penggunaan tanah dan ruang, menyesuaikan penawaran terhadap
permintaan,

d) Faktor-Faktor dalam Permintaan dan Penawaran di Pasar Properti


 Faktor penentu permintaan.
a). Populasi :
 Total populasi, perubahan populasi, (kelahiran
dikurangi kematian dan migrasi).
 Ukuran dan distribusi keluarga, yaitu status dan
kecenderungan terakhir.
 Distribusi usia dan selera (preferensi).

b). Pendapatan (status finansial keluarga)


 Tingkat pendapatan, kecenderungan pada saat ini dan yang diharapkan akan
terjadi dimasa akan datang
 Sumber pendapatan, secara khusus stabilitas sumber pendapatan sangatlah
penting untuk menjamin komitmen jangka panjang tentang pembelian properti.
 Distribusi pendapatan, yaitu pengelompokkan terhadap tingkat pendapatan.
 Tabungan dan struktur hutang.

c). Biaya pembelian properti


 Penyedia dana dalam pembelian properti, yaitu lembaga-lembaga keuangan
dalam memberikan pinjaman dalam hal pendanaan pembelian properti.
 Suku bunga pinjaman, persaingan dalam hal suku bunga pinjaman setiap
lembaga keuangan (perbankan). Karena pembelian properti memerlukan
pendanaan yang cukup besar, maka sebagian besar pembelian tersebut akan
melibatkan lembaga keuangan dalam hal pendanaan.

 Faktor penentu penawaran


 Teknologi dalam pembangunan. Dengan teknologi baru dalam hal
pembangunan properti, contohnya pembangunan rumah dengan material siap
pasang, maka penawaran properti hunian di pasar dapat ditambah dengan
waktu yang relatif cepat. Selanjutnya pertambahan ini akan dapat menandingi
permintaan.
 Suku bunga pinjaman. Akibat kenaikan suku bunga pinjaman akan memiliki
implikasi terhadap pengembang, karena dengan beban bunga yang besar
terhadap investasi yang ditanamkan, sehingga memperbesar resiko investasi.
Akibatnya pengembang enggan melakukan investasi dalam kondisi seperti ini.
 Persaingan antar pengembang.
 Harga material bangunan.

Analisis pasar properti diperlukan agar penilai mampu meng-interpretasikan dengan akurat
kondisi pada saat tertentu, khususnya yang berkaitan dengan kecenderungan (trend)
pergerakan harga dengan cara memahami kekuatan-kekuatan eksternal pasar yang
mempengaruhi nilai dari properti tersebut.

Selain itu, analisis pasar properti pada prinsipnya untuk menganalisis penawaran (supply)
terhadap ruang eksisting dan proyeksinya, menganalisis permintaan (demand) terhadap
ruang eksisting dan proyeksinya. Analisis ini akan digunakan sebagai pertimbangan dalam
analisis proyeksi harga sewa, service charge, tingkat hunian dan harga jualnya.

Analisis penawaran dan permintaan tersebut dilakukan terhadap :


1. Objek Yang Dinilai.
Tujuannya adalah untuk mengetahui kecenderungan/tren harga sewa, service charge,
tingkat hunian riil terhadap data past performancenya. Caranya dengan menganalisis
perubahan harga sewa, service charge, dan tingkat hunian riil dari tahun ke tahun.

2. Properti pesaing
Yang dimaksud dengan properti pesaing adalah properti yang usahanya mempunyai
segmen pasar yang sama. Tujuan analisis penawaan dan pemintaan terhadap properti
pesaing adalah untuk mengetahui kecenderungan/tren rata-rata harga sewa, service
charge, dan tingkat hunian riil terhadap data past performance properti pesaing.
Caranya dengan menganalisis perubahan harga sewa, service charge, dan tingkat
hunian riil dari tahun ke tahun masing-masing properti pesaing yang kemudian dihitung
rata-ratanya.

3. Market overview (sebagai guideline)


Market overview berguna sebagai referensi dan data pendukung untuk menganalisis
dan menentukan perkiraan nilai pasar properti objek di setiap wilayah. Hal-hal yang
harus dipertimbangkan dalam market overview adalah pertumbuhan ekonomi, inflasi
nasional, inflasi daerah, tingkat suku bunga kredit perbankan, tingkat suku bunga
sertifikat bank indonesia (SBI), nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, indeks
harga konsumen umum dan sektor properti, produk domestik bruto nasional dan
regional, porsi jumlah kredit perbankan untuk konstruksi dan real estat, indeks harga
saham emiten properti, dan tingkat pertumbuhan ekonomi, Market overview diperoleh
dari public domain yang dipercaya, seperti informasi Pusat Studi Properti Indonesia
dan sumber informasi lainnya. Apabila di wilayah tersebut tidak terdapat market
overview maka referensi nilai pasar properti mengacu pada analisis sample data dari
data transaksi/penawaran.

Hasil dari analisis penawaran dan permintaan dari objek yang dinilai dan objek pesaing
yang didukung oleh market overview adalah :
 Proyeksi pasokan kumulatif properti sampai dengan tahun tertentu.
 Proyeksi permintaan kumulatif properti sampai dengan tahun tertentu.
 Perkiraan tingkat hunian properti sampai dengan tahun tertentu.
 Perkiraan harga sewa rata-rata properti
 Perkiraan service charge rata-rata properti
 Perkiraan harga jual properti
2.3.5. Analisis
Penggunaan
Tertinggi dan
Terbaik (The
Highest and Sebelum mengestimasi nilai suatu properti, kita harus menentukan keuntungan utama dari
Best Use) suatu properti. Kegunaan tertinggi dan terbaik (highest and best use) dapat didefinisikan
sebagai ”The reasonably probable and legal use of vacant land or an improved property,
which is phisically possible, appropriately supported, financially feasible, and that results in
the highest value”. Penggunaan yang semaksimal mungkin adalah penggunaan yang akan
memberikan keuntungan yang paling maksimal. Prinsip HBU ini ditentukan oleh :
1. Legally permisible artinya bahwa apakah properti tersebut secara peraturan telah
memenuhi. Seperti apakah properti tersebut telah sesuai dengan peruntukkannya yang
dibuktikan dengan kesesuaian zoning. Sedang untuk bangunan harus dipertimbangkan
apakah memenuhi peraturan yang berlaku seperti koefisien dasar bangunan, koefisien
lantai bangunan, ijin mendirikan bangunan, dan ijin penggunaan bangunan.
2. Physically Possible Artinya bahwa apakah property yang dinilai memenuhi syarat-syarat
fisik. Contoh karakteristik fisik seperti ukuran tanah dan bangunan, lokasi, rancang
bangun dan kondisi bangunan.Sebagai contoh adalah tidak memungkinkan untuk
membangun bangunan hotel berbintang atau pusat perbelanjaan di atas tanah seluas
400 m2, atau sebaliknya adalah terlalu berlebihan membangun rumah tinggal di atas
lahan 1 hektar.
3. Financially Feasible (layak secara keuangan). Properti yang dibangun tersebut telah
ditujukan untuk memenuhi permintaan pasar sehingga menghasilkan return yang positif
bagi pemilik atau investor.Untuk menentukan kelayakan secara keuangan seorang
penilai mengestimasikan pendapatan kotor yang akan diterima (future gross income)
yang diekspektasi dari setiap potensial kegunaan tertinggi dan terbaik. Dalam
menganalisis kelayakan keuangan, tingkat kekosongan, collection losses dan biaya
operasi perlu dikurangkan dari setiap pendapatan kotor (gross income) untuk
mendapatkan biaya operasi bersih (nett operating income atau NOI). Tingkat
pengembalian atau rate of return atas modal yang diinvestasikan dapat digunakan
untuk melakukan perhitungan bagi setiap penggunaan
4. Maximally Productive Produktivitas yang maksimal. Dari kegunaan yang layak secara
keuangan, maka kegunaan yang menghasilkan harga tertinggi / nilai tertinggi yaitu yang
konsisten dengan tingkat pengembaliannya rate of return .Untuk menganalisis kelayakan
dalam hal financial dan juga memilih kegunaan yang memberikan nilai maksimal maka
beberapa alat analisis atau tolok ukur yang sering digunakan adalah net present value,
Internal rate of return, Return on Investment, Return on Equity, pay back period dan
sebagainya.

Analisis HBU ini meliputi kajian terhadap kelayakan fisik, kelayakan hukum, kelayakan
keuangan/ pendanaan dan keuntungan maksimal yang dapat dihasilkan.

2.3.6. Secara garis besar, pendekatan penilaian yang lazim digunakan adalah pendekatan
Tahapan perbandingan penjualan, pendekatan biaya dan pendekatan pendapatan.
Penerapan Sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 1 ayat 3 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985
Pendekatan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994, maka dalam
Penilaian penentuan NJOP dikenal tiga pendekatan/metode penilaian, yaitu:
a. Pendekatan Perbandingan Data Pasar (Metode Perbandingan Harga Dengan
Objek Lain Yang Sejenis)
b. Pendekatan Biaya (Metode Nilai Perolehan Baru)
c. Pendekatan Pendapatan (Metode Nilai Jual Pengganti)
2.3.6.1. Pendekatan perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis adalah suatu pendekatan
Pendekatan atau metode penentuan Nilai Jual suatu Objek Pajak dengan cara membandingkannya
Perbandingan dengan objek pajak lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan
Harga Dengan telah diketahui harga jualnya (atau dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-
Objek Lain 533/PJ/2000 dikenal dengan Pendekatan Data Pasar).
Yang Sejenis
Konsep dasar Penilaian Objek Pajak Individual dengan pendekatan Perbandingan Data
Pasar adalah membandingkan secara langsung data pembanding dengan objek pajak yang
dinilai dengan menggunakan faktor-faktor penyesuaian. Adapun beberapa elemen
perbandingan yang sering dipertimbangkan adalah :
 Jenis hak yang melekat pada properti,
 Masalah keuangan/pendanaan (financing term),
 Kondisi penjualan,
 Kondisi pasar,
 Lokasi,
 Karateristik fisik,
 Karakteristik dalam menghasilkan pendapatan (income-producing characteristics),
 Karateristik-karateristik lain.

Tabel 2.2. Jenis Data Yang Diperlukan Dalam Pendekatan Perbandingan Data Pasar (Pendekatan atau
Metode Perbandingan Harga Dengan Objek Lain Yang Sejenis

No Jenis Data Sumber Keterangan


DATA KHUSUS
I FISIK
Tapak (Site) REI, Agen estate, Luas dan ukuran, bentuk, kontur, jenis
Developer, Koran, Broker, tanah, lebar depan, elevasi, letak.
Lurah, Bank, K. Lelang
Bangunan REI, Agen estate, luas dan ukuran, desain, layout, konstruksi,
Developer, Koran, Broker, bahan material, atap, langit-langit, lantai,
Lurah, Bank, K. Lelang dinding, kusen
OLI (Other Land REI, Agen estate, Fasilitas, pagar, pos keamanan, jalan
Improvement) : Developer, Koran, Broker, internal, kolam renang, halaman, taman,
Lurah, Bank, K. Lelang saluran air, water treatment

II HARGA (jual beli, REI, Agen estate, Contoh : harga tanah kosong, rumah, ruko,
sewa, penawaran), Developer, Koran, Broker, kamar hotel, ruang kantor
Lurah, Bank, K. Lelang, Contoh : sewa tanah kosong, rumah, ruko,
Pemilik kamar hotel, ruang kantor
Penawaran dapat diperoleh melalui iklan
atau agen properti.

III ASPEK LEGAL BPN, Pemda, BKPM Dokumen-dokumen kepemilikan: Akte Jual
Beli, Status Kepemilikan (Hak Milik, Hak
Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak
Pengelolaan, Strata Title), IMB, Ijin Lokasi
DATA UMUM
I LOKASI DAN ZONING Dinas Tata Kota, BPN Kesesuaian peruntukan dengan peraturan
tata kota
II EKONOMI : Kantor Pajak Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan
Profile penyewa, Nilia, Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak
profile pembanding, Daerah dan Retribusi
tingkat hunian, service
charge

Adapun tahapan dalam penilaian individual objek pajak dengan mempergunakan pendekatan perbandingan
harga dengan objek lain yang sejenis dapat dilihat pada gambar 2.3 dibawah ini.

DATA

REI, Agen estate, Developer, Koran,


FISIK (tapak, bangunan,OLI) Broker, Lurah, Bank, K. Lelang

MENCARI DATA PEMBANDING


HARGA (jual beli, sewa, REI, Agen estate, Developer, Koran,
penawaran) Broker, Lurah, Bank, K. Lelang

MEMILIH DATA PEMBANDING


ASPEK LEGAL (dokumen-
BPN, Pemda, BKPM
dokumen kepemilikan)

ANALISIS DAN PENYESUAIAN


LOKASI DAN ZONING Dinas Tata Kota

NILAI OBJEK BERDASARKAN


DATA PEMBANDING

KRITERIA
- KEMIRIPAN DATA
REKONSILIASI PEMBANDING DENGAN
OBJEK YANG DINILAI

- LOKASI BERDEKATAN
NILAI OBJEK - DATA TERBARU

Gambar 2.3 Langkah-Langkah Penilaian Dengan Pendekatan


Perbandingan Harga Dengan Objek Lain Yang Sejenis

Penjelasan :
1. Mengumpulkan data pembanding.
Proses penilaian dimulai dengan mengumpulkan data pembanding. Secara garis besar
data yang diperlukan meliputi data fisik, data harga penawaran/jualbeli/sewa, aspek
legal, aspek lokasi dan zonning. Data tersebut dikumpulkan dari berbagai sumber.
Referensi yang dapat dipakai adalah media cetak, seperti majalah properti, koran,
brosur. Media elektronik seperti web di internet, public release atas survey pasar
properti. Sumber lain yang dapat dimanfaatkan adalah developer, estate agen, broker,
kantor pemasaran properti, instansi pemerintah, organisasi profesi yang berkaitan
dengan properti dan sebagainya. Pengumpulan data pembanding akan sangat mudah
dengan bantuan bank data nilai pasar properti.

2. Memilih Data Pembanding


Sebelum melakukan pemilihan data pembanding, terlebih dulu dilakukan verifikasi
informasi mengenai keakuratan data, kesesuaian data dengan kenyataan dan
memastikan apakah data transaksi yang diperoleh mencerminkan pasar wajar.
Kemudian dilakukan pemilihan data dengan kriteria-kriteria antara lain : kemiripan fisik
objek dengan data pembanding, jarak objek dengan data pembanding, selisih waktu
antara tanggal transaksi dengan tanggal penilaian.

3. Analisis Dan Penyesuaian


Dari data pembanding yang sudah terpilih, selanjutnya dilakukan penyesuaian terhadap
faktor-faktor yang meliputi :
 Jenis data (harga transaksi atau harga penawaran).
 Waktu transaksi.
 Fisik
Tanah meliputi elevasi, lebar depan, bentuk tanah
Bangunan meliputi kondisi terlihat, umur bangunan, renovasi, fasilitas dan material
 Lokasi, aksesibilitas, penggunaan tanah.
 Aspek legal (kira-kira 2% dari nilai properti). Termasuk dalam aspek legal adalah
kepemilikan, peraturan daerah yang mengatur KDB (Koefisien dasar bangunan),
koefisien luas bangunan (KLB), Ketinggian Maksimum dan sebagainya.

Besarnya penyesuaian yang akan diberi sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman
penilai dengan menyebutkan dasar-dasar pertimbangannya.

2.3.6.2. Pendekatan Nilai Perolehan Baru, adalah suatu pendekatan atau metode penentuan Nilai
Pendekatan Jual suatu Objek Pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk
Biaya (Metode memperoleh objek tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi dengan
Penentuan penyusutan berdasarkan kondisi fisik objek tersebut (Pendekatan Biaya dalam Keputusan
Nilai Perolehan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-533/PJ/2000).
Baru)
Pendekatan biaya digunakan dengan cara menambahkan nilai bangunan dengan nilai
tanah.
a) Pengumpulan Data
i) Pengumpulan Data Tanah
Pada dasarnya pengumpulan data tanah dilakukan dengan cara mengisi SPOP. Di
samping itu penilai juga diminta untuk mengumpulkan data tanah sebagai berikut :
1) luas
2) lebar depan
3) aksesibilitas
4) kegunaan
5) elevasi
6) kontur tanah
7) lokasi tanah
8) lingkungan sekitar
9) data transaksi di lokasi sekitar

ii) Pengumpulan Data Bangunan


Pengumpulan data bangunan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
1) Mengumpulkan data objek pajak dengan mempergunakan SPOP, LSPOP
dan LKOK. Contoh LKOK
2) Data lain yang belum tertampung dicatat dalam catatan tersendiri.
Proses penilaian dengan pendekatan biaya, dapat dilihat pada bagan berikut :
Biaya perolehan tanah
Nilai perolehan baru Personal Properti
kosong

Dikurangi
Dikurangi penyusutan
penyusutan

Nilai Sehat Nilai Pasar


Nilai Tanah
Bangunan Personal Properti

Nilai Properti

Gambar 2.2. Langkah-langkah Penilaian Dengan Pendekatan Biaya

(i) Penilaian Tanah


Penilaian tanah adalah menghitung seberapa besar biaya untuk memperoleh tanah
dengan asumsi tanah dalam kondisi kosong.

(ii) Penilaian Bangunan


Penilaian bangunan dilakukan dengan cara menghitung Nilai Perolehan Baru
Bangunan kemudian dikurangi dengan penyusutan bangunan. Nilai Perolehan Baru
Bangunan adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh/ membangun
bangunan baru. Penghitungan Nilai Perolehan Baru Bangunan ini meliputi biaya
komponen utama, komponen material dan fasilitas bangunan. Beberapa istilah
penting berkaitan dengan penyusutan/depresiasi adalah sebagai berikut :
 Umur fisik adalah periode dari saat bangunan dibangun sampai secara fisik
bangunan tidak dapat lagi dimanfaatkan.
 Umur ekonomi adalah periode waktu yang diantisipasi memberi kegunaan yang
menguntungkan secara ekonomis atau memberi kontribusi kepada nilai tanah.
Umur ekonomi seringkali lebih kecil daripada umur fisik, hal ini karena seringkali
suatu bangunan tidak bisa memberi kegunaan ekonomis secara penuh. Contoh
jika umur fisik bangunan bisa mencapai 60 tahun, mungkin umur ekonominya
hanya mencapai 40 sampai 50 tahun. Hal ini mengandung arti bahwa setelah
umur bangunan mencapai 40 atau 50 tahun, bangunan memang secara fisik
masih bisa digunakan tetapi tidak ekonomis karena biaya untuk mengadakan
pemeliharaan dan perbaikan bangunan lebih besar daripada nilai sewanya.
 Sisa umur ekonomi adalah jumlah sisa tahun yang diestimasi dari sisa umur
ekonomi bangunan pada tanggal penilaian.
 Umur efektif adalah gambaran umur struktural yang sesuai dengan kondisi dan
utilitas pada saat penilaian. Umur efektif ini seringkali digunakan sebagai indikator
penyusutan.
 Umur aktual adalah umur yang menggambarkan kenyataan bangunan yang
sebenarnya. Umur efektif bisa lebih besar atau lebih kecil daripada umur aktual,
hal ini tergantung dari tingkat perawatan,pemodelan kembali dan renovasi yang
dilakukan. Sebagai contoh bangunan berumur 40 tahun bisa saja mempunyai
umur efektif 20 tahun apabila dilakuan perawatan secara baik , dan sebaliknya
jika bangunan tidak dirawat, maka umur efektifnya mungkin lebih besar daripada
umur aktualnya.
 Penyusutan buku (book depreciation) adalah istilah akuntansi yang merujuk pada
jumlah modal yang dimiliki kembali (recapture) yang dikeluarkan dari catatan
pembukuan pemilik. Penyusutan ini umumnya adalah jumlah yang oleh pemilik
dapat disediakan untuk membayar penggantian aset berdasarkan peraturan
pajak.

Penyusutan dibedakan atas penyusutan fisik, penyusutan fungsi dan penyusutan


ekonomi.
 Kerusakan Fisik (Physical Deterioration) :
Rusak, lapuk, retak, mengeras atau kerusakan pada struktur yang pertimbangan-
pertimbangannya disesuaikan dengan umur dan kondisi fisik yang ada.
Penyusutan fisik ditentukan dengan memperhatikan penurunan kualitas.
Besarnya penyusutan ditentukan dengan besarnya biaya untuk merenovasi.
 Kemunduran Fungsional (Functional Obsolescence) :
Yaitu suatu penyusutan yang diakibatkan oleh faktor internal seperti perencanaan
yang kurang baik yang dapat meliputi bentuk, model/disain, ketidakseimbangan
yang bertalian dengan ukuran, kekuatan struktur, fasilitas, serta kemajuan
teknologi dan lain-lain.
 Kemunduran Ekonomi (Economic Obsolescense) :
Penyusutan ekonomi adalah berkurangnya nilai sebagai akibat dari perubahan-
perubahan ekonomi. Faktor-faktor luar yang mengakibatkan penurunan nilai
seperti kondisi lingkungan, peraturan-peraturan pemerintah seperti perubahan
zoning, dan peraturan-peraturan lain yang membatasi penggunaan suatu aset.

DBKB dapat digunakan sebagai alat bantu dalam penilaian, akan tetapi apabila
karakteristik-karakteristik dari objek pajak baik untuk komponen utama, komponen
material dan komponen fasilitas bangunan belum tertampung dalam DBKB,
perhitungan dapat dilakukan sendiri dengan pendekatan survai kuantitas. Analisis
Nilai Bangunan dapat dilakukan dengan menggunakan 3 alternatif :
 DBKB 2000, yaitu estimasi nilai bangunan dihitung dengan bantuan DBKB 2000;
 DBKB 2000 plus, yaitu estimasi nilai bangunan dihitung dengan bantuan DBKB
2000 ditambah dengan nilai bangunan komponen lain (seperti kitchen set, ornamen-
ornamen bangunan, taman, dll) hasil perhitungan manual / justifikasi penilai yang
belum terakomodasi dalam aplikasi DBKB 2000;
 Nilai semua bangunan absolut, yaitu estimasi nilai bangunan berdasarkan
perhitungan yang dilakukan penilai selain menggunakan Aplikasi DBKB 2000.

2.3.6.3. Pendekatan Nilai Jual Pengganti, adalah suatu pendekatan atau metode penentuan Nilai
Pendekatan Jual suatu Objek Pajak yang berdasarkan pada hasil produksi objek pajak tersebut
Pendapatan (Pendekatan Kapitalisasi Pendapatan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
Untuk KEP-533/PJ/2000)
Penentuan
Nilai Jual Pendekatan ini pada umumnya diterapkan untuk objek-objek komersial, yang dibangun
Pengganti untuk usaha/menghasilkan pendapatan, seperti hotel, apartemen, gedung perkantoran
yang disewakan, pelabuhan udara, pelabuhan laut, tempat rekreasi dan lain-lain. Dalam
penentuan NJOP, penilaian dengan pendekatan kapitalisasi pendapatan dipakai juga
sebagai alat penguji terhadap nilai yang dihasilkan dengan pendekatan lainnya.

Konsep dasar yang perlu dipahami dalam penggunaan pendekatan pendapatan antara lain
adalah :
1. Nilai properti merupakan pengkapitalisasian nilai pendapatan bersih
tahunan. Sebagai income producing properti, keberadaan kondisi fisik, konstruksi,
desain dan kelengkapan fasilitas modern dari sebuah properti Pusat perbelanjaan pada
prinsipnya dibuat untuk memperoleh nilai pendapatan sewa dan tingkat hunian yang
tinggi.

2. Nilai properti dipengaruhi oleh perkembangan aliran pendapatan dari


waktu ke waktu. Fluktuasi situasi perekonomian nasional ataupun regional dapat
berdampak pada menurunnya permintaan ruang Pusat perbelanjaan. Pada situasi
krisis ekonomi misalnya, banyak penyewa yang terpaksa mencari ruang Pusat
perbelanjaan yang terletak di secondary area dengan harga sewa lantai yang lebih
murah untuk menghemat biaya operasional perusahaan. Sebaliknya dalam kondisi
normal, Pusat perbelanjaan di kawasan pusat perdagangan memiliki tingkat hunian
yang tinggi.

Karena pendapatan dari properti tidak dapat dianggap tetap maka Penilaian dapat
menggunakan Metode Arus Kas yang Didiskontokan atau lebih dikenal dengan istilah
pendekatan DCF (Discounted Cash Flow). Dengan pendekatan ini nilai dari suatu properti
adalah sejumlah nilai kini dari Net Operasional Income yang akan diperoleh dari hasil
operasional properti tersebut termasuk di dalamnya Terminal Value jika pada akhir tahun
proyeksi diasumsikan masih terdapat sejumlah pendapatan yang berlangsung secara terus
menerus dan stabil.
a. Pengumpulan Data
Data-data yang harus dikumpulkan dilapangan adalah :
(i) Seluruh pendapatan dalam satu tahun (diupayakan data pendapatan 3 tahun
terakhir) dari hasil operasi objek pajak. Pendapatan dapat dibedakan menjadi
2 (dua) yaitu :
1) Pendapatan dari sewa, seperti objek pajak perkantoran, pusat
perbelanjaan.
2) Pendapatan dari penjualan, seperti objek pajak pompa bensin, hotel,
bandar udara, gedung bioskop, tempat rekreasi.
(ii) Tingkat kekosongan, yaitu besarnya tingkat persentase, akibat dari
terdapatnya: luas lantai yang tidak tersewa, jumlah kamar hotel yang tidak
terisi, jumlah kursi yang tidak terjual untuk gedung bioskop, dalam masa satu
tahun.
(iii) Biaya operasi dalam satu tahun yang dikeluarkan, seperti gaji karyawan,
iklan/pemasaran, pajak, asuransi. Untuk objek pajak jenis perhotelan, perlu
diperoleh data biaya-biaya lain, misalnya : pemberian diskon atau komisi
yang diberikan kepada biro perjalanan.
(iv) Bagian pengusaha (operator's share), biasanya sebesar 25% s/d 40% dari
keuntungan bersih. Data ini hanya untuk objek pajak dengan perolehan
pendapatan dari hasil penjualan.
(v) Tingkat kapitalisasi, besarnya tergantung dari jenis penggunaan objek pajak.
b. Penilaian

Luas Lantai Yang Dapat X Tarif Sewa + service


Disewakan charge

Potensi Pendapatan Kotor


Potensial

Dikurangi

Tingkat kekosongan dan


pendapatan tak tertagih

Pendapatan Kotor Efektif

Dikurangi Biaya
Operasional dan biaya
tahunan

Pendapatan Bersih

dikalikan

Discount Factor

Nilai Properti

Gambar 2.4 Langkah-Langkah Penilaian Dengan Pendekatan Pendapatan

1. TAHAP INCOME ANALYSIS


Tahap ini adalah tahap penentuan pendapatan yang dapat diterima oleh properti yang
menghasilkan yang terdiri dari pendapatan sewa dan service charge. Tahap ini
dilakukan dengan :
 Menghitung pendapatan kotor potensial dalam satu
tahun
Pendapatan kotor potensial adalah pendapatan kotor yang diharapkan diterima dari
suatu properti pertahunnya dengan mengasumsikan tidak terdapat tingkat kekosongan.
Pendapatan yang diterima dari suatu properti ini biasanya berbentuk sewa yang diterima
dalam jangka waktu tertentu, seperti bulanan, tahunan, dan sebagainya tergantung dari
perjanjian sewa menyewanya. Perhitungan pendapatan kotor potensial ini dilakukan
dengan cara mengalikan luas lantai bersih bangunan (net rentable area) dengan nilai
sewa per meter perseginya.

Pendapatan kotor potensial/thn = Luas lantai bersih x Nilai sewa/m2/thn.

• Gross Living Area (GLvA)


Adalah total area yang sudah terbangun, lebih dari sekedar ruang hunian. GLvA
diukur dari garis keliling struktur bangunan dan hanya meliputi bangunan dan dapat
ditempati sebagai area hunian (basement dan loteng tidak termasuk dalam total
GLvA).
• Gross Leaseable Area (GLA)
Adalah luas lantai total yang didesain untuk hunian dan kegunaan eksklusif lain dari
penyewa, termasuk basement dan mezzanines. GLA diukur dari tengah dinding partisi
hingga permukaan luar bangunan.
• Luas Area Sewa Bersih/Net Rentable Area
Adalah area total yang tersedia untuk penyewa atau keseluruhan ruangan yang dapat
disewakan kepada pihak yang membutuhkan ruang pusat perbelanjaan. Dalam
pengertian luas lantai bersih ini tidak ternasuk bagian-bagian bangunan yang
digunakan sebagai utilitas seperti ruang untuk WC/toilet, ruang lift, tangga, koridor,
ruang genset, ruang perlengkapan dan gudang. Jadi yang dimaksud luas lantai bersih
di sini adalah luas lantai bangunan yang benar-benar disewakan.
• FRV (Full Rental Value)
Full Rental Value adalah maksimum nilai sewa yang dapat diterima atas properti
dalam kondisi pasar terbuka.
• Tarif Sewa
Adalah biaya yang harus dibayarkan oleh penyewa kepada pemilik gedung, sebagai
fee atas pemakaian ruang dengan perjanjian dan periodisasi tertentu. Sumber-sumber
untuk menentukan harga sewa dapat diperoleh melalui daftar sewa dari bangunan
bersangkutan pada saat dilakukan penilaian ataupun melalui survei sewa menyewa
pada bangunan yang sejenis di lokasi berdekatan.
Walaupun daftar sewa adalah sumber yang penting dalam pengumpulan data, tetapi
data tersebut tidak boleh langsung digunakan sebagai perkiraan pendapatan kotor
potensial sebelum dilakukan analisis perbandingan dengan penyewa-penyewa
bangunan yang sejenis di lokasi yang berdekatan terlebih dahulu. Survei tersebut
dilakukan terhadap bangunan-bangunan yang mempunyai kesamaan dari segi
konstruksi, lokasi, komponen bangunan, maupun fasilitas yang disediakannya.
Untuk bangunan bertingkat tinggi (high rise building) biasanya harga sewanya
bervariasi untuk tiap lantainya. Hal tersebut harus diperhatikan oleh penilai dalam
pengumpulan data harga sewa ini. Adalah penting juga untuk membuat pertimbangan-
pertimbangan guna mendapatkan perkiraan harga sewa yang sesuai berdasarkan
perbandingan dengan bangunan-bangunan lain yang sejenis tadi.
• Service charge
Service charge adalah sejumlah uang yang dibayar oleh penyewa sebagai iuran
tertentu untuk biaya perawatan dan pengelolaan area bersama (common area) seperti
: Electricity, Central Air Condition, Water, Keamanan, Escalator, Lift, toilet, Building
Maintenance and Clearing of the common areas, Building Serviice during normal
office hours.

 Menentukan tingkat kekosongan dalam satu tahun.


Yaitu prosentase jumlah ruang yang tersedia yang tidak digunakan. Kekosongan ini
dapat diakibatkan antara lain:
- Sebagian luas lantai bangunan tersebut memang belum disewakan (belum ada
penyewa).
- Jangka masa antara penyewa lama dan waktu untuk mencari penyewa baru.
- Penghentian pengoperasian sebagian luas lantai bangunan untuk tujuan
perbaikan, pengecatan, perombakan dekorasi dan lain-lain.

 Menentukan Collection loss atau pendapatan tak


tertagih
Collection Loss atau pendapatan tak tertagih adalah pendapatan yang hilang karena
sesuatu sebab seperti penyewa lari, penyewa tidak mampu bayar dan berbagai sebab
lain. Jadi dalam penghitungan pendapatan tak tertagih di sini agak sedikit berbeda
dengan tingkat kekosongan karena pendapatan tak tertagih bukan menunjukkan
bahwa ruang tidak terkonsumsi, namun ruang yang terkonsumsi tetapi tidak terbayar.

 Mengurangi pendapatan kotor potential dengan tingkat


kekosongan dan pendapatan tak tertagih yang hasilnya adalah pendapatan kotor
efektif dalam satu tahun (Effective Gross Income)

2. TAHAP EXPENSES ANALYSIS


Pendapatan kotor efektif yang sudah diperoleh pada tahap income analysis, selanjutnya
dikurangi dengan biaya-biaya, yaitu :
• Biaya Operasional
Adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mengoperasikan gedung tersebut
sehingga dapat menghasilkan pendapatan sewa. Contohnya biaya untuk
perbaikan/perawatan bangunan, biaya adminstrasi (biaya gaji, telepon, listrik, air,
promosi dan pemasaran). Jumlah biaya yang dikeluarkan mungkin mengalami naik
turun dari waktu ke waktu, oleh karena itu penilai harus selalu berorientasi pada
jumlah yang wajar yang dikeluarkan setiap tahunnya. Seperti halnya penentuan
tingkat kekosongan, penentuan biaya tahunan ini juga harus mempertimbangkan
semua faktor sebagaimana yang dipertimbangkan dalam penentuan pendapatan kotor
potensial.

Perbedaan beban biaya untuk kepentingan akuntansi dan beban biaya untuk
kepentingan appraisal adalah biaya operasional untuk keperluan appraisal tidak
termasuk pengeluaran yang diluar operasi langsung dari harta tetap/properti yang
dapat menghasilkan. Ada empat jenis pengeluaran yang tidak termasuk biaya untuk
keperluan penilaian yaitu :
1. Biaya untuk memperoleh modal untuk membiayai proyek (financing
costs)
Harta tetap yang dinilai tidak mempertimbangkan asal-usul modal untuk
membiayai proyek
2. Pembayaran Pajak Pendapatan (Income Tax Payment)
Pajak Pendapatan berpengaruh pada investor, berbubungan langsung
dengan pemilik tetapi tidak berhubungan dengan harta tetap / properti.
3. Pembebanan Penyusutan atas Bangunan dan Sarana Pelengkap
lainnya (Depreciation Charges on Buildings or Other Improvements)
Penyusutan tahunan yang dibebankan dalam biaya sistem akuntansi, untuk
menutupi modal investasi pada periode yang ditentukan. Pada perhitungan
kapitalisasi / Capitalization rate secara otomatis penutupan kembali modal
telah diperhitungkan.
4. Perencanaan untuk Modal Perlengkapan (Capital Improvements)
Walaupun pembayaran dilakukan untuk perlengkapan, misalnya alat
pendingin ruang yang baru, pengeluaran ini tidak termasuk biaya operasional
dalam penilaian tetapi sudah dicadangkan dalam beban cadangan untuk
penggantian.

• Biaya Tahunan (Out Goings)


Adalah biaya yang dikeluarkan rutin setiap tahunnya, tidak terkait langsung dengan
operasional gedung. Biaya tahunan berbeda kedudukannya dengan biaya
operasional. Pada prinsipnya biaya tahunan adalah biaya yang melekat pada
kebutuhan properti, bukan biaya operasional perusahaan.
- Biaya perbaikan dan perawatan properti (repair and maintenance)
Untuk mempertahankan dan bahkan meningkatkan nilai properti, maka secara fisik
harus dilakukan perawatan fisik properti. Bentuknya dapat berupa perawatan rutin
hingga perbaikan berkala maupun insidentil. Dengan mengacu pada konsep LCC
(Life Cycle Costing) maka biaya ini dapat diprediksi, baik untuk biaya yang bersifat
terencana maupun tidak.
- Biaya asuransi.
Terdapat berbagai jenis asuransi atas properti sebagai perlindungan terhadap
berbagai kemungkinan yang tidak diinginkan, sebagai akibat kerusuhan massa,
kebakaran, ledakan, bencana alam, dan sebagainya.
- Biaya manajemen (management fee, seperti royalti).
- Pajak atas properti. di Indonesia dikenal dengan nama Pajak Bumi dan Bangunan.

3. TAHAP CAPITALIZATION ANALYSIS


Pendapatan kotor yang telah dikurangi dengan biaya-biaya operasional akan
menghasilkan pendapatan bersih yang selanjutnya dikapitalisasi dengan tingkat
kapitalisasi tertentu untuk menghasilkan nilai .
Tingkat kapitalisasi adalah rasio yang digunakan untuk mengestimasikan nilai dari
properti yang menghasilkan.

Tingkat kapitalisasi pasar ditentukan dengan mengevaluasi data-data keuangan dari


properti yang baru saja terjual di pasar. Tingkat kapitalisasi akan berbeda pada tiap-tiap
area tergantung pada (misalnya) lokasi, tingkat kriminalitas dan kondisi umum
lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kapitalisasi pasar di antaranya
adalah sebagai berikut:
- tingkat pengembalian dari properti sejenis
- absolescence
- Inflasi
- Gross open market rental growth rates
- Resiko dan ketidakpastian investasi
- Tipe, jenis, umur, utilitas, dan fasilitas
- Kondisi lingkungan dan persaingan
- Aliran Pendapatan

2.3.7. Rekonsiliasi indikasi nilai adalah suatu analisis terhadap berbagai kesimpulan nilai untuk
Tahapan mendapatkan suatu estimasi nilai akhir. Penerapan satu atau lebih metode penilaian
Rekonsiliasi biasanya menghasilkan kesimpulan nilai yang berbeda. Jika penilai menerapkan tiga
Nilai metode penilaian, maka mungkin akan diperoleh tiga kesimpulan nilai yang berbeda.

Tahapan kerja dalam rekonsiliasi nilai dalam hal ini terdiri dari dua tahap yaitu pertama
me-“review” atau mengkaji ulang data dan teknik penilaian dan yang kedua mengkaji
perbedaan-perbedaan indikasi nilai dari setiap pendekatan penilaian dan dikaitkan dengan
tujuan/kegunaan penilaian. Pada tahap rekonsiliasi nilai ini penilai mempertimbangkan
semua faktor, kemudian membuat keputusan (judgement) kesimpulan nilai yang paling
sesuai.

Terdapat 5 kreteria penting dalam melakukan rekonsiliasi indikasi nilai, yaitu :


o Kesesuaian, yaitu kesesuaian pendekatan, kesesuaian properti pembanding yang
digunakan dan kesesuaian analisis yang dilakukan;
o Keakuratan tiap pendekatan yang digunakan;
o Kuantitas dan kualitas bukti-bkti /data pembanding;
o Estimasi nilai akhir (dalam bentuk range nilai atau indikasi nilai tunggal);
o Pembulatan nilai akhir.
Ada 3 metode yang dapat digunakan untuk melaksanakan rekonsiliasi nilai untuk
mendapatkan Nilai Pasar (Market Value) Properti, yaitu :
1. Pembobotan
dilakukan dengan memberikan persentase dari masing-masing hasil pendekatan
penilaian berdasarkan asumsi dan keadaan pasar properti serta faktor lain yang
terjadi pada tanggal penilaian, untuk selanjutnya menjumlahkan nilai hasil
persentase tersebut menjadi nilai pasar.
2. Rata-rata
nilai pasar diperoleh dari cara merata-rata hasil penilaian dengan menggunakan tiga
pendekatan menjadi satu nilai, yaitu nilai pasar.
3. Pemilihan
nilai dari ketiga pendekatan dipilih salah satu nilai saja yang dianggap paling
mencerminkan sebagai konklusi nilai pasar properti. Selanjutnya, Nilai Pasar ini
akan diolah lebih lanjut, untuk akhirnya mendapatkan Nilai Jual Objek Pajak properti
bersangkutan.

Penilai dapat menentukan besaran nilai rekonsiliasi dengan memilih salah satu cara di atas,
berdasarkan pertimbangan ketersediaan data, jenis propertinya dan keyakinan penilai. (

2.3.6. Taha Nilai Pasar


pan Konsep nilai pasar mencerminkan persepsi dan tindakan kolektif pasar dan merupakan
Kesimpulan dasar dalam penilaian sebagian besar sumber daya dalam ekonomi pada umumnya yang
Nilai Pasar berdasarkan pasar. Meskipun definisi yang tepat mungkin bervariasi, konsep ini umumnya
Properti telah dimengerti dan diterapkan.

Definisi nilai pasar adalah :


Perkiraan jumlah uang pada tanggal penilaian, yang dapat diperoleh dari transaksi jual beli
atau hasil penukaran suatu properti, antara pembeli yang berminat membeli dan penjual
yang berminat menjual, dalam suatu transaksi bebas ikatan, yang penawarannya dilakukan
secara layak, dimana kedua pihak masing-masing mengetahui dan bertindak hati-hati tanpa
paksaan.
2.4. TAHAP Tahap kedua : Penentuan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) PBB
KEDUA Setelah diperoleh nilai pasar properti, tahapan selanjutnya yang akan dilakukan adalah
penentuan NJOP dengan mekanisme sebagai berikut :

2.4.1. Identifikasi Bagian Properti yang menjadi Objek PBB


Pada Bab II Pasal 2 UU No.12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 12 Tahun 1994 menyebutkan bahwa yang
menjadi objek pajak adalah bumi dan/atau bangunan. Namun demikian yang perlu
diperhatikan adalah Nilai Pasar Properti disini terdiri dari nilai Real Properti (tanah dan
bangunan) yang dapat menjadi objek PBB dan nilai personal properti yang tidak dapat
menjadi objek PBB.

Personal property mencakup aset berwujud (tangible assets) seperti mesin dan peralatan
(contoh mesin produksi dan mesin pendukung), Fixture & Furniture (contoh : Meja, kursi,
lemari dan aset sejenis lainnya), Aset Kendaraan (Mobil, truk, alat berat, kapal, pesawat),
Peralatan operasional (Komputer, faximile, printer dan aset sejenisnya), Intangible Assets,
Surat-surat berharga (Saham, investasi, Deposito, Saham Langsung), Goodwill, hak paten,
franchise, merek dagang, hak cipta.

2.4.2. Menentukan nilai atas bagian properti yang tidak dapat menjadi objek PBB
Bagian properti yang tidak dapat menjadi objek PBB adalah personal properti yang terdiri
dari tangible asset dan intangible asset.

2.4.3. Menentukan nilai atas bagian properti yang dapat dikenakan PBB dengan cara
mengurangi nilai properti dengan nilai bagian properti yang tidak dapat menjadi
objek PBB (butir 2)

2.4.4. Mengalokasikan nilai pasar properti tersebut (angka 3) menjadi nilai pasar bumi
dan nilai pasar bangunan.
Sesuai dengan Undang-undang No.12 Tahun 1985 yang sebagaimana diubah dengan
Undang-undang No.12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan pasal 2 ayat 1,
bahwa objek pajak yang dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah bumi dan/atau
bangunan. Untuk tujuan tersebut, maka perlu dilakukan konversi Nilai Properti yang
dikenakan PBB menjadi dua komponen, yaitu : Nilai Bumi dan Nilai Bangunan.

Cara yang lazim dilakukan untuk mengalokasikan nilai pasar properti menjadi nilai pasar
bumi dan bangunan adalah mempergunakan proporsi besarnya nilai bumi atau nilai
bangunan dibandingkan dengan nilai properti yang dihasilkan dari pendekatan biaya
(pendekatan/metode nilai perolehan baru). Proporsi inilah yang selanjutnya dipakai dalam
mem-breakdown Nilai Properti yang dikenakan PBB menjadi nilai pasar bumi dan nilai
pasar bangunan

2.4.5. Menghitung nilai pasar bumi per m2 dan nilai pasar bangunan per m2.
Caranya membagi Nilai pasar bumi dengan luas tanahnya dan nilai pasar bangunan
dengan luas nilai bangunan
2.4.6. Melakukan klasifikasi (konversi klas)
Setelah diketahui nilai bumi dan bangunan per meter persegi (m2) maka selanjutnya nilai
tersebut diklasifikasikan berdasarkan Kep. Men No. 523/ KMK/ 04/ 1998 tanggal 18
Desember 1988 tentang Penentuan Klasifikasi dan Besarnya NJOP sebagai dasar
Pengenaan PBB.
(i) Nilai tanah per meter persegi hasil dari analisis penilai
dikonversi ke dalam "Klasifikasi dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar
Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan" berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 523/KMK.04/1998 tanggal 18 Desember 1998 tentang Penentuan Klasifikasi
dan Besarnya NJOP sebagai Dasar Pengenaan PBB.
(ii) Nilai bangunan per meter persegi hasil dari analisis
penilai dikonversi ke dalam "Klasifikasi dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Sebagai
Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan" berdasarkan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 523/KMK.04/1998 tanggal 18 Desember 1998 tentang Penentuan
Klasifikasi dan Besarnya NJOP sebagai Dasar Pengenaan PBB.
(iii) Untuk objek pajak yang terdiri dari lebih dari satu
bangunan, konversi dilakukan dengan cara menjumlahkan nilai seluruh bangunan dan
dibagi luas seluruh bangunan. Nilai bangunan per meter persegi rata-rata tersebut
kemudian dikonversi ke dalam "Klasifikasi dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak
Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan" berdasarkan Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 523/KMK.04/1998 tanggal 18 Desember 1998 tentang
Penentuan Klasifikasi dan Besarnya NJOP sebagai Dasar Pengenaan PBB.

2.4.7. Penghitungan NJOP


Dengan cara menjumlahkan NJOP Bumi dan NJOP Bangunan menjadi NJOP.

You might also like