You are on page 1of 19

KARAKTERISTIK PENGGUNAAN BAHASA JAWA

DALAM BERITA “TRANG SANDYAKALA”


DI STASIUN TELEVISI TERANG ABADI
THE CHARACTERISTICS OF THE USE OF JAVANESE
IN “TRANG SANDYAKALA” NEWS
ON SURAKARTA TERANG ABADI TELEVISION

Sumarlam
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Jl. Ir. Sutami, Kentingan Surakarta
Telp. (0271) 854276 / HP. 081548511334

ABSTRACT

The present research deals with the characteristics of the use of Javanese
in “Trang Sandyakala” news on Surakarta Terang Abadi Television. The study
aimed at identifying the rhetoric, diction, and use of word forms, phatic catego-
ries, and kinds of sentences based on the discourse message. The results of
analysis indicated the following: (1) the rhetoric of “Trang Sandyakala” Javaneese
news consisted of three sections, the Opening Host Program (OHP), the con-
tent of news, and the Closing Host Program (CHP); (2) the diction in the forms
of expression could be classified into two kinds, namely constant expression
and temporary expression including contextual and non-contextual expression;
and (3) the phatic category consisted of words and phrases. The phatic cat-
egory of phrases included thanks, greetings, compliments, and farewells. The
dominant kind of sentence used in “Trang Sandyakala” Javaneese news was
declarative sentence. The “Trang Sandyakala” Javaneese news also used im-
perative sentences to express requests, suggestions, and expectations.

Kata kunci: retorika berita, diksi, kategori fatis, ungkapan tetap

PENDAHULUAN
Bahasa merupakan salah satu sarana komunikasi, baik secara lisan maupun
tertulis. Bahasa Jawa (BJ) sebagai sarana komunikasi digunakan dalam media massa

Karakteristik Penguunaan Bahasa Jawa dalam ... (Sumarlam) 23


audio (radio), audio-visual (televisi/TV), dan media massa cetak (surat kabar,
majalah, tabloid). Salah satu media massa audio-visual yang menyiarkan berita dengan
BJ adalah Terang Abadi Televisi (selanjutnya TATV) Surakarta dalam program siaran
berita BJ Trang Sandyakala (selanjutnya TS).
Bahasa Jawa dalam siaran berita TS di TATV Surakarta merupakan ragam
bahasa tersendiri yang berbeda karakteristiknya dengan BJ ragam-ragam lainnya.
Perbedaan itu di antaranya berkenaan dengan ihwal retorika berita, pilihan kata dan
ungkapan, serta jenis-jenis kalimat berdasarkan amanat wacananya. Oleh karena
itu, karakteristik pemakaian BJ tersebut menarik dan perlu diteliti dan dideskripsikan.
Secara lebih khusus, masalah yang diteliti dirumuskan sebagai berikut: (1)
bagaimanakah retorika berita dalam siaran berita BJ TS di TATV Surakarta? (2)
bagaimanakah pilihan kata dan ungkapan (diksi) yang digunakan dalam
menyampaikan berita BJ TS di TATV Surakarta? (3) bagaimanakah karakteristik
pemakaian BJ dalam siaran berita TS di TATV Surakarta dilihat dari segi bentuk
kata, kategori fatis, dan jenis kalimat berdasarkan amanat wacananya?
Secara garis besar ada tiga teori yang relevan dengan topik penelitian ini, yakni
teori retorika, diksi, dan gramatika (bentuk kata, kategori fatis, dan jenis-jenis kalimat
berdasarkan amanat wacananya).
Hendrikus (2006:14) menjelaskan pengertian retorika. Menurutnya, yang
menjadi titik tolak retorika adalah berbicara. Berbicara berarti mengucapkan kata
atau kalimat kepada seseorang/sekelompok orang, untuk mencapai tujuan tertentu,
misalnya memberikan informasi atau memberi motivasi. Siaran berita termasuk salah
satu bentuk retorika, yaitu pembaca berita menyampaikan berita secara singkat,
jelas, padat/efektif, dan mengesankan kepada khalayak dengan tujuan untuk
menyampaikan informasi-informasi penting yang diperlukan oleh masyarakat.
Diksi (diction) ialah “pilihan kata dan kejelasan lafal untuk memperoleh efek
tertentu dalam berbicara di depan umum atau dalam karang-mengarang” (Krida-
laksana, 1983:35). Diksi berkaitan dengan pemakaian bahasa baik secara tertulis
(dalam karang-mengarang) maupun secara lisan (dalam berbicara di depan umum)
untuk tujuan tertentu. Siaran berita, baik melalui media audio (radio) maupun audio-
visual (TV) termasuk bagian dari berbicara di depan umum, dan dengan demikian
perlu memperhatikan bagaimana pilihan kata secara tepat serta pelafalan kata secara
benar dan jelas.
Menurut Keraf (1994:24), pilihan kata tidak hanya mempersoalkan ketepatan
pemakaian kata, tetapi juga mempersoalkan apakah kata yang dipilih itu dapat juga
diterima atau tidak merusak suasana yang ada. Masyarakat yang diikat oleh berbagai
norma, menghendaki agar setiap kata yang dipergunakan harus cocok atau serasi
dengan norma-norma masyarakat dan sesuai dengan situasi yang dihadapi.

24 Jurnal Penelitian Humaniora, Edisi Khusus, Juni 2006: 23-41


Dilihat dari bentuknya, kata dapat dibagi menjadi kata dasar dan kata jadian.
Kata-kata, baik kata dasar, kata turunan (kata berafiks, kata majemuk, kata ulang,
dan kata-kata yang mengalami perubahan bunyi), kata monomorfemik, maupun kata
polimorfemik, semuanya digunakan dalam siaran berita TS di TATV Surakarta.
Selain bentuk kata, kategori fatis juga mempunyai fungsi yang sangat penting
dalam siaran berita. Kategori fatis bertugas memulai, mempertahankan, atau
mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan mitra bicara. Kategori fatis biasanya
terdapat dalam konteks dialog, tetapi terdapat juga dalam konteks monolog seperti
berita karena di dalam siaran berita pembicara dan mitra bicaranya jelas. Pembicara
adalah pembaca berita, sedangkan mitra bicaranya adalah para pendengar/pemirsa
siaran berita tersebut.
Kategori fatis merupakan ciri ragam lisan, baik pemakaian ragam tidak baku
maupun ragam baku. Wacana siaran berita TS di TATV merupakan contoh
pemakaian bahasa ragam lisan baku yang juga menggunakan kategori fatis. Kategori
fatis terbagi atas tiga macam, berwujud partikel, kata fatis, dan frasa fatis
(Kridalaksana, dkk., 1985:110). Kategori fatis yang berbentuk partikel adalah –
lah dan pun. Kategori fatis yang berbentuk kata, misalnya, selamat ‘ucapan kepada
mitra bicara yang mendapat/mengalami sesuatu yang baik’.
Kategori fatis yang berbentuk frasa fatis, di antaranya adalah (1) frasa dengan
selamat: untuk memulai/mengakhiri interaksi pembicara-mitra bicara sesuai dengan
keperluan dan situasinya, seperti selamat pagi, selamat jumpa, selamat jalan,
selamat hari jadi; terima kasih: digunakan setelah pembicara merasa mendapatkan
sesuatu dari mitra bicara, (2) turut berduka cita: digunakan pada waktu pembicara
menyampaikan belasungkawa, (3) asalamu’alaikum: digunakan pada waktu
pembicara memulai interaksi, (4) wa’alaikumsalam: digunakan untuk membalas
mitra bicara yang mengucapkan asalamu’alaikum, (5) insya Allah: diucapkan oleh
pembicara ketika menerima tawaran mengenai sesuatu dari mitra bicara.
Jenis-jenis kalimat dapat ditandai oleh jumlah klausa, struktur, dan amanat
wacananya. Berdasarkan amanat wacananya, kalimat dapat dibedakan atas kalimat
deklaratif, kalimat interogatif, kalimat imperatif, kalimat aditif, kalimat responsif, dan
kalimat interjektif ( Kridalaksana, dkk.1985:163).
Kalimat deklaratif adalah kalimat yang mengandung intonasi deklaratif; dalam
ragam tulis biasanya diberi tanda titik (.). Kalimat interogatif adalah kalimat yang
mengandung intonasi interogatif; dalam ragam tulis biasanya diberi tanda baca tanya
(?). Jenis kalimat ini ditandai juga oleh partikel tanya seperti –kah, atau kata tanya
seperti apa…., bagaimana …., mengapa…., dsb. Kalimat imperatif adalah kalimat
yang mengandung intonasi imperatif; dalam ragam tulis biasanya diberi tanda (!).
Jenis kalimat ini ditandai pula oleh partikel –lah, atau kata-kata seperti hendaklah

Karakteristik Penguunaan Bahasa Jawa dalam ... (Sumarlam) 25


dan jangan. Kalimat aditif adalah kalimat terikat yang bersambung pada kalimat
pernyataan, baik lengkap maupun tidak. Misalnya, Inggih menika nalika negari
ngadhepi kawontenan ekonomi kados negari-negari sanesipun ingkang nembe
ngrembaka ‘Yaitu ketika negara menghadapi keadaan ekonomi seperti negara-
negara yang sedang berkembang’. Kalimat responsif adalah kalimat terikat yang
bersambung pada kalimat interogatif, baik lengkap maupun tidak. Misalnya, Kalawau
enjing ‘Tadi pagi’, Wulan kapengker ‘Bulan yang lalu’, Nembe tindak manca
nagari ‘Sedang pergi ke luar negeri’. Kalimat interjektif adalah kalimat seruan, baik
terikat maupun tidak. Misalnya, Mugi Panjenengan tansah manunggal nyawiji
kaliyan “Trang Sandyakala”. ‘Semoga Anda tetap menyatu bersama Trang
Sandyakala’.

METODE PENELITIAN
Data utama penelitian ini adalah data lisan, berupa tuturan dalam siaran berita
BJ TS di TATV Surakarta. Tuturan dimaksud adalah siaran berita BJ yang disiarkan
oleh TATV dalam program siaran Trang Sandyakala (TS). Sumber data lisan berupa
tuturan BJ yang disiarkan oleh pembaca berita pada berita BJ TS di TATV Surakarta.
Sampel penelitian ini adalah tuturan dalam siaran berita BJ TS yang disiarkan di
TATV Surakarta pada bulan Januari, Februari, Maret, dan April 2006. Pada setiap
bulan tersebut diambil data yang disiarkan pada setiap tanggal 10, 15, 20, dan 25,
kecuali tanggal 15 Januari diganti tanggal 16 Januari karena sesuatu dan lain hal
tanggal 15 Januari 2006 peneliti tidak berhasil merekam berita dimaksud. Dengan
demikian, sampel ini berupa tuturan siaran berita BJ yang disiarkan dalam 16 (enam
belas) kali siaran yaitu: (1) siaran berita BJ pada tanggal 10, 16, 20, dan 25 Januari
2006; tanggal 10, 15, 20, dan 25 Februari 2006; tanggal 10, 15, 20, dan 25 Maret
2006; serta siaran berita BJ pada tanggal 10, 15, 20, dan 25 April 2006.
Berita BJ TS di TATV tersebut secara rutin setiap hari disiarkan, kecuali hari
Minggu. Penyiaran berita tersebut berlangsung selama 30 menit, pada pukul 17.00
sampai dengan 17.30 WIB.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode simak dan teknik
rekam. Metode simak atau penyimakan adalah metode pengumpulan data dengan
menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1993:133). Penyimakan dalam penelitian
ini dilakukan dengan cara menyimak tuturan pada siaran berita BJ TS di TATV
Surakarta pada tanggal-tanggal yang ditentukan tersebut. Penyimakan dilakukan
secara bersama-sama dengan teknik rekam; yakni merekam penggunaan bahasa
yang berupa tuturan/siaran berita yang disampaikan oleh penyiar dengan menggunakan
alat rekam (tape recorder) ketika siaran berita itu berlangsung. Selain direkam dalam
kaset, beberapa berita juga direkam dalam bentuk CD. Setelah direkam, tuturan itu

26 Jurnal Penelitian Humaniora, Edisi Khusus, Juni 2006: 23-41


kemudian ditranskripsikan dalam bentuk tulisan agar lebih mudah diamati sebagai
bahan penelitian. Langkah selanjutnya, peneliti mengamati dengan cara membaca
(sambil sesekali pada waktu yang lain mendengarkan rekaman) sambil memberi
tanda-tanda tertentu pada kata, frasa, klausa, kalimat, atau ungkapan-ungkapan
yang diperkirakan akan diambil sebagai data. Satuan-satuan kajian atau unit-unit
analisis yang terkait dengan masalah penelitian ini, yang telah ditandai tersebut, lalu
dicatat ke dalam kartu data yang telah disiapkan. Setelah data terkumpul, lalu diseleksi
dan diklasifikasikan sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini dan dilanjutkan
dengan analisis data.
Metode analisis yang digunakan adalah metode padan dan metode distribusional.
Metode padan adalah metode analisis data yang alat penentunya di luar, terlepas,
dan tidak menjadi bagian dari bahasa (langue) yang bersangkutan (Sudaryanto,
1993:12). Metode padan yang digunakan di sini adalah metode padan referensial
dengan alat penentu referen untuk mengetahui isi siaran berita BJ TS di TATV. Teknik
dasar yang digunakan adalah teknik pilah unsur penentu; dengan teknik hubung
banding memperbedakan sebagai teknik lanjutan, yakni untuk membedakan mana
bagian pembukaan, bagian isi, dan bagian penutup berita TS di TATV.
Selain digunakan metode padan, metode distribusional juga digunakan sebagai
metode analisis dalam penelitian ini. Metode distributional adalah metode analisis
data yang alat penentunya unsur dari bahasa yang bersangkutan itu sendiri
(Sudaryanto, 1993:15). Metode distribusional (disebut juga metode agih) digunakan
untuk menganalisis tuturan/siaran berita BJ TS di TA TV Surakarta.
Teknik dasar yang digunakan adalah teknik Bagi Unsur Langsung (BUL).
Disebut demikian karena cara yang digunakan pada awal kerja analisis adalah membagi
satuan lingual datanya menjadi beberapa bagian atau unsur; dan unsur-unsur yang
bersangkutan dipandang sebagai bagian yang langsung membentuk satuan lingual
yang dimaksud. Teknik lanjutan yang digunakan adalah teknik lesap dan teknik
ganti. Teknik lesap digunakan untuk mengetahui kadar keintian unsur yang dilesapkan.
Teknik ganti adalah teknik yang dilakukan untuk menyelidiki adanya keparalelan
atau kesejajaran distribusi antarsatuan lingual atau antarbentuk lainnya ( Subroto,
1992:74). Kegunaan teknik ganti adalah untuk mengetahui kadar kesamaan kelas
atau kategori unsur pengganti apakah sama dengan tataran terganti (Sudaryanto,
1993:48).

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Retorika Siaran Berita
Siaran berita termasuk salah satu bentuk retorika, yakni pembaca berita
menyiarkan berita secara singkat, jelas, padat/efektif, dan mengesankan kepada

Karakteristik Penguunaan Bahasa Jawa dalam ... (Sumarlam) 27


khalayak dengan tujuan untuk menyampaikan informasi-informasi penting yang
diperlukan oleh masyarakat.
Trang Sandyakala adalah salah satu program berita on-air (siaran langsung)
yang menggunakan BJ. Secara harfiah, trang berarti ‘terang’ dan sandyakala berarti
‘waktu senja’. Jadi, Trang Sandyakala artinya terang di waktu senja. Judul Trang
Sandyakala itu pada dasarnya diambil dari ‘terang abadi’. Oleh karena berita tersebut
disiarkan pada waktu sore, maka diberi nama Trang Sandyakala. Bahasa yang
digunakan yaitu BJ baku ragam krama. Di samping itu, terdapat istilah-istilah baik
dari bahasa Indonesia maupun bahasa asing yang tidak ada padanan katanya dalam
BJ.
Berita bahasa Jawa TS di TATV Surakarta disiarkan setiap Senin sampai dengan
Sabtu sore, pukul 17.00 WIB. Di dalam berita itu terdapat sepuluh berita dengan
durasi waktu 30 menit yang dibagi menjadi tiga segmen. Segmen pertama memerlukan
waktu 9 menit, segmen kedua 6 menit, dan segmen ketiga 6 menit. Sementara itu, 9
menit sisanya digunakan untuk pembacaan tinjauan pers (tiga berita penting dari
harian/koran nasional) oleh penyiar selama 5 menit dan 4 menit untuk jeda iklan.
Secara garis besar, retorika siaran berita TS di TATV Surakarta terdiri atas
tiga bagian, sebagaimana retorika pada umumnya, yakni bagian pembuka, bagian
isi, dan bagian penutup. Bagian pembuka dari seluruh berita disebut Opening Host
Program (OHP), bagian isi terbagi atas tiga segmen berita (tiap segmen juga ada
pembuka dan penutup), dan bagian penutup dari seluruh berita disebut Closing
Host Program (CHP). Selanjutnya, khusus pada bagian isi terdiri atas sepuluh
berita yang terdistribusi ke dalam Tinjauan Pers (tiga berita) dengan durasi waktu
siar 5 menit; Segmen-1 terdiri atas tiga berita (berita 1, 2, dan 3) dengan durasi
waktu siar 9 menit; Segmen-2 terdiri atas dua berita (berita 4 dan 5) dengan durasi
waktu siar 6 menit; dan Segmen-3 terdiri atas dua berita (berita 6 dan 7) dengan
durasi waktu siar 6 menit. Di antara berita pada segmen-1 dan segmen-2 ada jeda
iklan pertama (Break-1), sedangkan antara berita pada segmen-2 dan segmen-3
ada iklan kedua (Break-2). Break-1 dan Break-2 memerlukan durasi waktu siar 4
menit. Dengan demikian, tiap break durasi waktu siarnya 2 menit.
Tiap segmen berita diawali dengan pembukaan dan diakhiri dengan penutupan
yang disebut Opening Host Segmen (OHS) dan Closing Host Segmen (CHS),
kecuali pada segmen terakhir (segmen ke-3) pada bagian penutupan langsung diakhiri
dengan Closing Host Program (CHP). Dengan demikian, pada segmen-1 diawali
dengan OHS-1 dan diakhiri dengan CHS-1; pada segmen-2 diawali dengan OHS-
2 dan diakhiri dengan CHS-2, sedangkan pada segmen-3 diawali dengan OHS-3
dan langsung diakhiri dengan CHP sebagai penutup program siaran berita.

28 Jurnal Penelitian Humaniora, Edisi Khusus, Juni 2006: 23-41


Berdasarkan rincian di atas, retorika siaran berita BJ TS di TATV Surakarta
dapat digambarkan dalam bentuk bagan sebagai berikut.

PEMBUKA PROGRAM
(OPENING HOST PROGRAM)

ISI

TINJAUAN PERS 5 menit


(3 Berita)

SEGMEN-1
OHS-1
Berita-1
Berita-2 9 menit
Berita-3
CHS-1

BREAK-1 2 menit
(Iklan Pertama)

SEGMEN-2
OHS-2
Berita-4 6 menit
Berita-5
CHS-2

BREAK-2 2 menit
(Iklan Kedua)

SEGMEN-3
OHS-3
Berita-6 6 menit
Berita-7

PENUTUP PROGRAM
(CLOSING HOST PROGRAM)

Gambar 1. Bagan Retorika Siaran Berita BJ TS di TATV Surakarta

Karakteristik Penguunaan Bahasa Jawa dalam ... (Sumarlam) 29


Berikut ini adalah beberapa contoh representasi tuturan retorika siaran berita
BJ TS di TATV Surakarta.

Representasi Tuturan OHP


Representasi tuturan pembuka program (OHP) pada siaran berita BJ TS di
TATV Surakarta terdiri atas lima pernyataan sebagai berikut.
Pamirsa, ing sonten menika Panjenengan katemben mirsani program
pawartos basa Jawi “Trang Sandyakala” (dilanjutkan dengan
keterangan waktu, misalnya: Selasa Paing, sedasa Besar, sewu
sangangatus tigangdasa wolu, utawi sedasa Januari kalih ewu enem).
‘Pemirsa, pada sore hari ini Anda sedang menyaksikan program berita
bahasa Jawa “Trang sandyakala”, Selasa Paing, 10 Besar 1938, atau 10
Januari 2006.’
Pamirsa saged mirsani pawartos ingkang enggal tur wigati,
mliginipun saking saindhenging wewengkon Karesidhenan Surakarta.
‘Pemirsa dapat menyaksikan berita baru dan penting, khususnya dari sekitar
wilayah Karesidenan Surakarta.’
Pawartos kaaturaken kanthi gamblang, imbang, lan wicaksana.
‘Berita disampaikan secara jelas, seimbang, dan bijaksana.’
Saderengipun, mugi Panjenengan migatosaken pethilan pawartos-
pawartos wigati saking ariwarti utawi koran nasional miturut
pamawasing pers, ingkang martakaken kawontenan sosial-politik
nasional paling enggal. ‘Sebelumnya, silakan Anda memperhatikan
petikan berita-berita penting dari harian atau koran nasional menurut
tinjauan pers, yang memberitakan kondisi sosial-politik nasional terkini.’
Makaten ugi sampun ngantos ketinggalan, keparenga migatosaken
tigang pawartos wigati ingkang sampun sumadya saking wewengkon
Subosukawonosraten. ‘Demikian juga jangan sampai terlewatkan, silakan
Anda memperhatikan tiga buah berita penting yang sudah disediakan dari
wilayah Subosukawonosraten.’

Setelah lima representasi tuturan OHP selesai dibacakan, segera dilanjutkan


dengan pembacaan Tinjauan Pers dengan High Light yang memberitakan beberapa
berita penting yang disarikan dari beberapa harian nasional serta tiga berita penting
yang telah dipersiapkan dari daerah Subosukawonosraten, kemudian dilanjutkan
dengan representasi tuturan OHS-1 seperti tersebut di bawah ini.

30 Jurnal Penelitian Humaniora, Edisi Khusus, Juni 2006: 23-41


Representasi Tuturan OHS-1
Representasi tuturan pembuka segmen-1 (OHS-1) siaran berita BJ TS di TATV
Surakarta tampak pada dua contoh berikut.
Pamirsa, makaten kalawau tigang pawartos wigati “Trang
Sandyakala” ing sonten menika. ‘Pemirsa, demikian tadi tiga berita
penting “Trang Sandyakala” pada sore (hari) ini.’
Salajengipun kula pun Sruti Respati, badhe sesarengan kaliyan
panjenengan sadangunipun tigangdasa menit. ‘Selanjutnya saya Sruti
Respati, akan bersama-sama dengan Anda selama 30 menit.’

Setelah OHS-1 selesai dibacakan kemudian dilanjutkan dengan pembacaan


tiga berita secara berturut-turut, yakni berita-1, 2, dan 3, lalu disusul dengan
representasi tuturan penutupan segmen-1 (CHS-1) sebagai berikut.

Representasi Tuturan CHS-1


Pamirsa, sampun nilaraken papan palenggahan, awit sasampunipun
pariwara taksih wonten pawartos-pawartos ingkang wigati. ‘Pemirsa,
jangan beranjak dari tempat duduk, karena sesudah jeda iklan masih ada
berita-berita penting.’
Mugi Panjenengan tansah manunggal nyawiji kaliyan “Trang
Sandyakala”. ‘Semoga Anda tetap menyatu bersama “Trang
Sandyakala”’

Setelah disampaikan CHS-1 segera disusul dengan jeda iklan pertama (Break-
1), dan kemudian dilanjutkan dengan representasi tuturan pembuka segmen-2 (OHS-
2).

Representasi Tuturan OHS-2


Representasi tuturan pembuka segmen-2 (OHS-2) berupa ucapan terima kasih
karena pemirsa masih bersama-sama dengan program berita BJ TS, seperti tuturan
di bawah ini.
Matur nuwun, Panjenengan taksih sesarengan ing pawartos basa
Jawi “Trang Sandyakala”. ‘Terima kasih, Anda masih bersama dengan
berita bahasa Jawa “Trang Sandyakala”’

Karakteristik Penguunaan Bahasa Jawa dalam ... (Sumarlam) 31


Setelah OHS-2 selesai disampaikan maka segera dilanjutkan dengan berita
pada segmen-2 yang terdiri atas dua berita, yakni berita-4 dan 5. Setelah berita
pada segmen-2 selesai dibacakan maka diakhiri dengan representasi tuturan penutup
segmen-2 (CHS-2). Representasi tuturan penutup segmen-2 ini mirip dengan
representasi tuturan penutup segmen-1, terdiri atas dua tuturan.
Setelah CHS-2 segera disusul dengan jeda iklan kedua (Break-2), dan
dilanjutkan dengan representasi tuturan pembuka segmen-3 (OHS-3).

Representasi Tuturan OHS-3


Tuturan ini berupa ucapan terima kasih karena pemirsa masih setia bersama
“Trang Sandyakala”, seperti di bawah ini.
Matur nuwun, Panjenengan taksih setya kaliyan “Trang Sandya-
kala”. ‘Terima kasih, Anda masih setia dengan Trang Sandyakala.’

Sesudah OHS-3 segera dibacakan dua berita berturut-turut, yakni berita-6


dan berita-7. Usai pembacaan berita-6 dan 7 langsung ditutup dengan tuturan penutup
program siaran berita secara keseluruhan (CHP). Tuturan CHP sebagai penutup
program cukup panjang yang dapat dibagi menjadi tiga bagian dan tiap bagian terdiri
atas beberapa bagian lagi. Representasi CHP secara lengkap dapat diperhatikan
pada tuturan berikut.

Representasi Tuturan CHP


(1)a. Pamirsa, makaten pawartos Trang Sandyakala ing sonten menika.
‘Pemirsa, demikian berita Trang Sandyakala pada sore ini.’
b. Pungkasaning atur, kula kaliyan tim redhaksi ingkang ngayahi jejibahan,
ngaturaken panuwun awit kawigatosan Panjenengan. ‘Akhir kata, saya
bersama tim redaksi yang bertugas, menyampaikan terima kasih atas perhatian
Anda.’
c. Mugi Panjenengan tetep setya ing cenel informasi ingkang aktual, akurat,
saha mbangun menika. ‘Semoga Anda tetap setia pada chanel informasi
yang aktual, akurat, dan membangun ini.’
(2)a. TATV tetep ngleluri lestarining basa lan budaya Jawi. ‘TATV tetap
menjaga lestarinya bahasa dan budaya Jawa.’
b. Pamirsa, mugi rahayu ingkang sami pinanggih, winantu ing suka basuki.
‘Pemirsa, semoga keselamatan dan kebahagiaan selalu bersama kita.’

32 Jurnal Penelitian Humaniora, Edisi Khusus, Juni 2006: 23-41


c. Jaya-jaya wijayanti, sirna memala pinayungan sih ing Gusti. ‘Semoga
tetap jaya, terhindar dari bahaya, mendapatkan perlindungan dan kasih Tuhan.’
(3)a. Kula Sruti Respati / Satriyo Kusumo ngaturaken sugeng sonten, lan salam
TATV. ‘Saya Sruti Respati / Satriyo Kusumo mengucapkan selamat sore,
dan salam TATV.’
b. Nuwun. ‘Permisi.’

2. Diksi (Pilihan Kata dan Ungkapan)


Pilihan kata yang dilakukan oleh tim redaksi dalam menyusun informasi yang
kemudian disiarkan oleh pembaca berita ada yang sudah tepat dan ada pula yang
kurang tepat. Pilihan kata dalam berita BJ TS di TATV yang sudah tepat di antaranya
kata pamirsa ‘pemirsa’ dan Subosukawonosraten. Kata pamirsa ‘pemirsa’
digunakan sebagai kata sapaan kepada para pendengar berita yang disampaikan
melalui media audio-visual, seperti televisi. Kata yang dipilih bukanlah pamiyarsa
‘pendengar’ karena kata pamiyarsa ‘pendengar’ hanya khusus digunakan untuk
menyapa para pendengar berita di radio sebagai media audio. Ketepatan pilihan
dan penggunaan kata pamirsa ‘pemirsa’ juga terbukti dipilih dan digunakannya kata
mirsani ‘melihat, menyaksikan’ sebagai pasangannya, seperti tampak pada tuturan
“Panjenengan katemben mirsani program pawartos basa Jawi Trang
Sandyakala.” ‘Anda sedang menyaksikan program berita bahasa Jawa Trang
Sandyakala.’
Subosukawonosraten sebagai sebuah akronim yang dipilih dan digunakan untuk
penyebutan wilayah-wilayah yang menjadi tempat/objek berita TS di TATV sungguh
sangat tepat. Akronim tersebut mengacu pada tujuh wilayah kota/kabupaten di eks-
Karesidenan Surakarta, yakni Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar,
Wonogiri, Sragen, dan Klaten. Terang Abadi Televisi sebagai TV lokal yang berada
di wilayah Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres, Kota Surakarta memang
lebih mengekspos berita-berita dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di tujuh wilayah
tersebut. Representasi tuturannya tampak pada kutipan berikut.
“Makaten ugi sampun ngantos ketinggalan, keparenga migatosaken
tigang pawartos wigati ingkang sampun sumadya saking wewengkon
Subosukawonosraten”. ‘Demikian juga jangan sampai terlewatkan,
silakan Anda memperhatikan tiga buah berita penting yang sudah
disediakan dari wilayah Subosukawonosraten.’

Kelompok kata pasuryan ingkang gambira ‘wajah yang gembira’ merupakan


salah satu contoh diksi yang kurang tepat. Kekurangtepatannya terletak pada dua
hal. Pertama, kata pasuryan ‘muka, wajah’ biasanya berkolokasi dengan kata

Karakteristik Penguunaan Bahasa Jawa dalam ... (Sumarlam) 33


sumringah ‘cerah ceria’, atau sumunar ‘bersinar’, bukan dengan gambira
‘gembira’. Kedua, pilihan kata gambira untuk arti ‘gembira’ kurang tepat karena
gambira adalah bahasa Sanskerta atau bahasa Kawi yang berarti ‘dalam’;
gambiralaya artinya ‘tempat yang dalam’ atau ‘lautan’ (Prawiroatmojo, 1981:127).
Kata yang berarti ‘senang, riang, gembira’ dalam bahasa Jawa adalah gembira
(Prawiroatmojo, 1981:138), bukan gambira. Kata gembira ‘senang, riang, gembira’
ini biasa berkolokasi dengan kata ati, manah, atau penggalih yang berarti ‘hati’.
Dengan demikian, dimungkinkan terdapat kelompok kata atau ungkapan manah/
penggalih ingkang gembira ‘hati yang riang gembira’.
Diksi yang berupa ungkapan dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni
ungkapan yang bersifat tetap dan ungkapan yang bersifat temporer. Ungkapan tetap
adalah ungkapan-ungkapan pernyataan yang isi dan redaksinya relatif tetap dan
selalu digunakan di dalam setiap siaran berita TS di TATV. Tuturan pada Opening
Host Program (OHP), Opening Host Segmen (OHS), Closing Host Segmen
(CHS), dan Closing Host Program (CHP), dapat dikategorikan sebagai pernyataan
yang berupa ungkapan tetap. Contohnya dapat diamati kembali tuturan-tuturan yang
telah dipaparkan terdahulu. Ungkapan tetap yang sangat mencolok dan yang
sekaligus menjadi ciri khas (karakteristik) bagi TS di TATV Surakarta, misalnya
ungkapan yang terdapat pada tuturan penutupan program (CHP) berikut ini.
TATV tetep ngleluri lestarining basa lan budaya Jawi. ‘TATV tetap
menjaga lestarinya bahasa dan budaya Jawa.’
Pamirsa, mugi rahayu ingkang sami pinanggih, winantu ing suka
basuki. ‘Pemirsa, semoga keselamatan dan kebahagiaan selalu bersama
kita.’
Jaya-jaya wijayanti, sirna memala pinayungan sih ing Gusti. ‘Semoga
tetap jaya, terhindar dari bahaya, mendapatkan perlindungan dan kasih
Tuhan.’

Ketiga ungkapan tersebut merupakan ungkapan tetap yang selalu disampaikan


oleh pembaca berita dalam siaran BJ TS di TATV Surakarta. Tuturan pertama
merupakan ungkapan pernyataan sikap TATV dalam upayanya untuk tetap
memelihara dan melestarikan bahasa dan budaya Jawa. Tuturan kedua dan ketiga
merupakan ungkapan pernyataan pembaca berita dan semua tim redaksi yang selalu
menyampaikan doanya agar para pemirsa selalu mendapatkan keselamatan dan
kebahagiaan; serta memohon agar TATV tetap jaya, terhindar dari bahaya, dan
mendapatkan perlindungan dan kasih Tuhan.
Ungkapan temporer adalah ungkapan yang sifatnya sementara, sporadis, dan
tidak tetap. Ungkapan temporer ada dua macam, yaitu yang kontekstual dan yang

34 Jurnal Penelitian Humaniora, Edisi Khusus, Juni 2006: 23-41


non-kontekstual. Ungkapan temporer kontekstual adalah tuturan pernyataan yang
bergantung pada konteks dan isi berita pada saat itu. Misalnya, pemberitaan pada
tanggal 10 Besar 1938 atau 10 Januari 2006 konteksnya adalah konteks Idul Adha,
maka representasi tuturannya terkait dengan peringatan Idul Adha, seperti tuturan di
bawah ini.
Kulawarga ageng TATV ngaturaken sugeng ari raya Idul Adha tahun
kalih ewu enem, dhumateng pamirsa ing saindhenging papan.
‘Keluarga besar TATV mengucapkan selamat hari raya Idul Adha 2006,
kepada pemirsa di mana pun berada.’

Tuturan tersebut merupakan ucapan selamat berhari raya Idul Adha tahun 2006,
yang diucapkan oleh keluarga besar TATV kepada para pemirsa.
Ungkapan temporer yang non-kontekstual tampak pada ungkapan atau kata-
kata bijak yang disampaikan pada bagian penutup program (CHP). Hampir tiap
penutupan program selalu disampaikan kata-kata bijak, misalnya:
Mungguh urip kang yekti iku, dhasare dudu pira suwening urip,
nanging kapriye anggone urip. (Jumat Paing, 20 Januari 2006)
‘Sebenarnya hidup yang sejati itu, dasarnya bukan berapa lamanya hidup,
tetapi bagaimana caranya hidup.’

Ungkapan tersebut dikategorikan sebagai ungkapan temporer non-kontekstual


karena dua alasan. Pertama, ungkapan tersebut merupakan ungkapan yang sifatnya
sementara, sporadis, dan tidak tetap. Artinya, ungkapan tersebut berbeda-beda
bentuknya atau wujud tuturannya pada tiap siaran berita TS di TATV. Kedua, isi
atau maksud ungkapan tersebut tidak bergantung pada konteks; tidak sesuai dengan
konteks pemberitaan. Dari hasil wawancara dengan pembuat/penyusun kata-kata
bijak diketahui bahwa kata-kata bijak yang ditampilkan memang tidak/belum
dikaitkan dengan isi berita yang disampaikan pada hari itu. Penulis kata-kata bijak
menyusun sejumlah ungkapan, lebih kurang 30-an ungkapan kemudian ditampilkan
secara urut satu per satu setiap hari tanpa mempertimbangkan konteks ungkapan
tersebut dengan isi berita yang disiarkan.

3. Struktur Kata, Kategori Fatis, dan Jenis Kalimat


Ditinjau dari penggunaan kata, khususnya berkaitan dengan struktur kata, siaran
berita BJ TS di TATV juga menggunakan kata-kata yang strukturnya sama seperti
BJ pada umumnya. Artinya, dalam berita TS di TATV juga menggunakan kata-kata
baik yang berstruktur kata dasar maupun kata jadian, baik yang berstruktur
monomorfemis maupun polimorfemis. Kata yang berstruktur kata jadian dibentuk

Karakteristik Penguunaan Bahasa Jawa dalam ... (Sumarlam) 35


baik melalui afiksasi, reduplikasi, komposisi, maupun dengan modifikasi intern.
Sesuai dengan sifatnya, bahasa berita harus jelas, singkat, lugas, dan informatif.
Agar isi berita yang disampaikan mudah dipahami oleh khalayak (para pemirsa),
bahasa yang digunakan adalah bahasa yang sederhana kaidahnya, termasuk bentuk-
bentuk kata yang digunakan juga bentuk-bentuk kata yang lazim dan sederhana.
Hal yang perlu dikemukakan di sini adalah digunakannya bentuk-bentuk kata yang
berbeda dengan arti lebih kurang sama, misalnya gumathok dan cetha, serta
gegayutan dan sesambetan. Kata gumathok dan cetha mempunyai arti lebih kurang
sama, yaitu ‘jelas’. Digunakannya kedua kata tersebut merupakan upaya tim redaksi
untuk menampilkan variasi bentuk kata yang berbeda dengan arti relatif sama. Kata
gegayutan dan sesambetan sama-sama merupakan kata jadian yang dibentuk
melalui reduplikasi dwipurwa berkombinasi dengan sufiks –an. Yaitu, dari kata
gayut dan sambet ‘kait, hubung’ mendapat sufiks –an menjadi gayutan dan
sambetan ‘hubungan’, dan dengan reduplikasi dwipurwa menjadi gegayutan dan
sesambetan ‘berkaitan, berhubungan’. Misalnya tampak pada tuturan “gegayutan
kaliyan kathahipun proyek pambangunan …” ‘berkaitan dengan banyaknya
proyek pembangunan …’, dan “sesambetan kaliyan kirang raketipun Bupati
lan Wakil Bupati” ‘berkaitan dengan kurang eratnya (hubungan) Bupati dan Wakil
Bupati’.
Bahasa pada siaran berita mempunyai karakteristik tersendiri di dalam
penggunaan kategori fatis. Kategori fatis pada umumnya digunakan dalam ragam
lisan takbaku, namun ternyata baik dalam ragam tulis baku (naskah berita) maupun
ragam lisan baku (siaran berita di TATV) juga digunakan kategori fatis.
Kategori fatis pada umumnya berfungsi untuk memulai, mempertahankan, atau
mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan mitra bicaranya. Realitas
menunjukkan bahwa di dalam siaran berita BJ TS di TATV Surakarta, kategori fatis
justru digunakan secara frekuentatif dan efektif baik pada awal siaran (pada tuturan
OHP), di tengah siaran (pada OHS dan CHS), maupun pada akhir siaran (pada
CHP). Kategori fatis yang digunakan dalam siaran berita TS di TATV pada umumnya
tidak berupa partikel seperti yang biasa digunakan pada ragam bahasa lisan takbaku,
melainkan berupa kata atau frasa.
Kategori fatis berupa kata yang ditemukan dalam siaran berita BJ TS di TATV
Surakarta hanya satu kata saja, yaitu kata nuwun ‘permisi’. Kata nuwun ‘permisi’
digunakan secara konsisten oleh pembaca berita sebagai kata penutup pada setiap
berita. Kategori fatis tersebut berfungsi untuk mengakhiri seluruh siaran berita TS di
TATV, dan ditempatkan pada akhir setiap CHP. Kategori fatis seperti lho, kok,
dhing, dan sebagainya tidak ditemukan dalam siaran berita TS di TATV, karena
kategori-kategori fatis seperti itu cenderung digunakan dalam bahasa lisan takbaku;
sementara itu, bahasa dalam siaran TS di TATV tergolong bahasa lisan baku.

36 Jurnal Penelitian Humaniora, Edisi Khusus, Juni 2006: 23-41


Kategori fatis berupa frasa yang ditemukan dalam siaran TS di TATV di
antaranya adalah frasa matur nuwun ‘terima kasih’ dan sugeng sonten ‘selamat
sore’, sugeng ari raya Idul Adha ‘selamat hari raya idul Adha’, dan salam TATV
‘salam TATV’. Kategori fatis tersebut dapat diamati pada contoh berikut ini.
Matur nuwun, Panjenengan taksih sesarengan ing pawartos basa
Jawi Trang Sandyakala. ‘Terima kasih, Anda masih bersama dalam berita
bahasa Jawa Trang Sandyakala.’
Kulawarga ageng TATV ngaturaken sugeng ari raya Idul Adha taun
kalih ewu enem. ‘Keluarga besar TATV mengucapkan selamat hari raya
Idul Adha 2006.’
Kula Sruti Respati/Satriyo Kusumo ngaturaken sugeng sonten, lan
salam TATV. ‘Saya Sruti Respati/Satriya Kusumo mengucapkan selamat
sore, dan salam TATV.’

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa kategori fatis yang berupa frasa
dalam siaran berita BJ TS di TATV Surakarta merepresentasikan ucapan terima
kasih, ucapan selamat ……. (sesuai dengan kondisi saat berita disampaikan kepada
pemirsa), ucapan selamat sore, dan ucapan salam perpisahan.
Dari keenam jenis kalimat, yakni deklaratif, interogatif, imperatif, aditif, responsif,
dan kalimat interjektif hanya tiga jenis kalimat yang sering digunakan dalam siaran
berita BJ TS di TATV Surakarta, yaitu kalimat deklaratif, kalimat imperatif, dan
kalimat aditif. Kalimat deklaratif paling dominan digunakan karena hampir seluruh
berita pada hakikatnya merupakan informasi, pemberitahuan, pengumuman, atau
deklarasi aktual yang disampaikan oleh pembaca berita dan dianggap perlu diketahui
oleh pendengar/pemirsa. Kalimat deklaratif ini apabila diperlukan keterangan
tambahan maka akan digunakan jenis kalimat aditif; yaitu kalimat terikat yang
bersambung pada kalimat pernyataan (kalimat deklaratif). Contoh: Pamirsa, ing
sonten menika Panjenengan katemben mirsani program pawartos basa Jawi
“Trang Sandyakala” ‘Pemirsa, pada sore hari ini Anda sedang menyaksikan
program berita bahasa Jawa “Trang sandyakala”’ (kalimat deklaratif), kemudian
dilanjutkan dengan keterangan waktu, misalnya: Selasa Paing, sedasa Besar, sewu
sangangatus tigangdasa wolu, utawi sedasa Januari kalih ewu enem ‘Selasa
Paing, 10 Besar 1938, atau 10 Januari 2006.’ (kalimat aditif).
Pada siaran berita BJ TS di TATV Surakarta, baik tinjauan pers, high light,
berita-1, 2, dan 3 pada segmen-1, berita-4 dan 5 pada segmen-2, maupun berita-
6 dan 7 pada segmen-3, semuanya menggunakan jenis kalimat deklaratif. Contoh
penggunaan kalimat deklaratif pada tinjauan pers:
Ing pungkasaning minggu menika Detik Com nglaporaken,

Karakteristik Penguunaan Bahasa Jawa dalam ... (Sumarlam) 37


rancangan Jaksa Agung ingkang badhe mbebasaken para-para
ingkang ngemplang BLBI [….] (Tinjauan Pers, 18 Maret 2006). ‘Pada
akhir minggu ini Detik Com melaporkan, rencana Jaksa Agung yang akan
membebaskan para peminjam BLBI [….]’

Contoh penggunaan kalimat deklaratif pada high light:


Badan Kepegawaian Daerah Pemkab Boyolali, kalawau enjing
dipunprotes dening pelamar CPNS ingkang badhe mangertosi
pengumuman resmi. (High Light, 17 Maret 2006). ‘Badan
Kepegawaian Daerah Pemkab Boyolali, tadi pagi diprotes oleh pelamar
CPNS yang akan mengetahui pengumuman resmi.’

Contoh penggunaan kalimat deklaratif pada segmen berita:


Ujian ingkang sakalangkung awrat kadosipun kedah dipunadhepi
dening para pegawe honorer ingkang sedinten saderengipun sampun
dipunnyatakaken katampi minangka dados CPNS jalaran pihak
Propinsi Jateng mbatalaken pengumuman tumrap honorer ingkang
sampun dipunnyatakaken katampi minangka CPNS kalawau. (Berita
TS-1, 18 Maret 2006). ‘Ujian yang lebih berat tampaknya harus dihadapi
oleh para pegawai honorer yang sehari sebelumnya sudah dinyatakan
diterima menjadi CPNS karena pihak Propinsi Jateng membatalkan
pengumuman kepada honorer yang sudah dinyatakan diterima menjadi
CPNS.’

Selain menggunakan jenis kalimat deklaratif, siaran berita BJ TS di TATV


Surakarta juga menggunakan jenis kalimat imperatif. Penggunaan jenis kalimat
imperatif dapat berupa ungkapan permintaan/anjuran ataupun ungkapan harapan.

Contoh kalimat imperatif bermakna permintaan/anjuran:


Makaten ugi sampun ngantos ketinggalan, keparenga migatosaken
tigang pawartos wigati ingkang sampun sumadya saking wewengkon
Subosukawonosraten. ‘Demikian juga jangan sampai terlewatkan, silakan
Anda memperhatikan tiga buah berita penting yang sudah disediakan dari
wilayah Subosukawonosraten.’

Kalimat imperatif yang menyatakan makna permintaan/anjuran di dalam tuturan


ditandai dengan adanya penggunaan kata sampun ‘jangan’ atau frasa sampun

38 Jurnal Penelitian Humaniora, Edisi Khusus, Juni 2006: 23-41


ngantos ‘jangan sampai’. Tuturan tersebut termasuk jenis kalimat imperatif yang
menyatakan makna permintaan/anjuran, yaitu pembaca berita meminta/menganjurkan
kepada pemirsa agar jangan sampai melewatkan berita-berita penting yang sudah
dipersiapkan dari wilayah Subosukawonosraten.

Contoh kalimat imperatif bermakna harapan:


Mugi Panjenengan tansah manunggal nyawiji kaliyan “Trang
Sandyakala”. ‘Semoga Anda tetap menyatu bersama “Trang
Sandyakala”’
Pamirsa, mugi rahayu ingkang sami pinanggih, winantu ing suka
basuki. ‘Pemirsa, semoga keselamatan dan kebahagiaan selalu bersama
kita.’

Kalimat imperatif bermakna harapan di dalam siaran berita BJ TS di TATV


ditandai dengan adanya penggunaan kata mugi atau mugi-mugi ‘semoga’. Tuturan
di atas menyatakan suatu harapan yang disampaikan oleh pembaca berita agar
pemirsa tetap menyatu bersama Trang Sandyakala; dan harapan/permohonan
kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar keselamatan dan kebahagiaan selalu bersama
kita (pembaca berita, tim redaksi, dan pemirsa).

SIMPULAN
Retorika siaran berita BJ TS di TATV Surakarta terdiri atas tiga bagian, yakni:
bagian pembuka disebut Opening Host Program (OHP), bagian isi terbagi atas
tiga segmen berita, dan bagian penutup disebut Closing Host Program (CHP).
Bagian isi terdiri atas sepuluh berita, yaitu tinjauan pers (tiga berita); Segmen-1 tiga
berita (berita 1, 2, dan 3); Segmen-2 dua berita (berita 4 dan 5); dan Segmen-3 dua
berita (berita 6 dan 7). Di antara berita pada segmen-1 dan 2 terdapat jeda iklan
pertama (Break-1), dan pada segmen-2 dan 3 terdapat jeda iklan kedua (Break-
2). Secara keseluruhan, durasi waktu siaran berita BJ TS di TATV Surakarta adalah
30 menit. Tiap segmen berita diawali dengan pembukaan dan diakhiri dengan
penutupan yang disebut Opening Host Segmen (OHS) dan Closing Host
Segmen (CHS), kecuali pada segmen terakhir (segmen ke-3) pada bagian
penutupan langsung diakhiri dengan Closing Host Program (CHP).
Secara umum, pilihan kata dan kelompok kata dalam siaran berita BJ TS di
TATV Surakarta sudah tepat. Diksi yang berupa ungkapan diklasifikasikan menjadi
dua macam, ungkapan tetap dan ungkapan temporer. Ungkapan tetap bersifat konstan
dan selalu muncul dalam setiap siaran berita, sedangkan ungkapan temporer bersifat

Karakteristik Penguunaan Bahasa Jawa dalam ... (Sumarlam) 39


sporadis dan situasional. Di dalam siaran berita TS di TATV ditemukan adanya
ungkapan temporer kontekstual dan ungkapan temporer non-kontekstual.
Bentuk-bentuk kata dalam siaran berita TS di TATV adalah bentuk-bentuk
kata BJ yang lazim digunakan di dalam masyarakat tutur Jawa. Digunakannya dua
bentuk kata yang berbeda dengan arti relatif sama (bentuk-bentuk bersaing)
merupakan upaya tim redaksi untuk menampilkan variasi bentuk kata sehingga dapat
digunakan secara bergantian.
Kategori fatis juga digunakan dalam ragam lisan baku, seperti pada siaran berita
TS di TATV. Kategori fatis tersebut berupa kata dan frasa. Kategori fatis yang
berupa frasa dalam siaran berita BJ TS di TATV Surakarta merepresentasikan ucapan
terima kasih, ucapan selamat (sesuai dengan kondisi saat berita disampaikan kepada
pemirsa), ucapan selamat sore, dan ucapan salam perpisahan.
Jenis kalimat yang paling dominan digunakan dalam siaran berita BJ TS di
TATV Surakarta adalah kalimat deklaratif. Walaupun demikian, siaran berita BJ TS
di TATV Surakarta juga menggunakan kalimat imperatif untuk menyatakan
permintaan, anjuran, dan harapan.

PERSANTUNAN
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Prof. Drs. H. Haris Mudjiman,
M.A., Ph.D., Direktur Program Pascasarjana UNS, atas izin dan bantuannya
sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik dan lancar. Ucapan yang sama
juga kami sampaikan kepada tim redaksi siaran berita TATV Surakarta atas
bantuannya dalam pengumpulan data.

DAFTAR PUSTAKA

Djoko Kentjono (penyunting). 1982. Dasar-Dasar Linguistik Umum. Jakarta:


Fakultas Sastra Universitas Indonesia.

Hendrikus, Dori Wuwur. 2005. Retorika: Terampil Berpidato, Berdiskusi,


Berargumentasi, Bernegosiasi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Keraf, Gorys.1994. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Penerbit PT Gramedia


Pustaka Utama.

Kridalaksana, Harimurti, Lucy R. Montolulu, Felicia Utorodewo, Savitri Elias, Hermin


Sutarni, Martha H. Siswanto, Stefanus E. Bala, Simon Djilalu. 1985. Tata

40 Jurnal Penelitian Humaniora, Edisi Khusus, Juni 2006: 23-41


Bahasa Deskriptif Bahasa Indonesia: Sintaksis. Jakarta: Pusat Pem-
binaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebu-
dayaan.

Kridalaksana, Harimurti. 1983. Kamus Linguistik. Jakarta: Penerbit PT Gramedia.

Prawiroatmojo, S. 1981. Bausastra Jawa-Indonesia I dan II. Jakarta: Gunung


Agung.

Subroto, Edi D. 1992. Pengantar Metoda Linguistik Struktural. Surakarta:


Sebelas Maret University Press.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar


Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistis. Yogyakarta: Duta
Wacana University Press.

Karakteristik Penguunaan Bahasa Jawa dalam ... (Sumarlam) 41

You might also like