Professional Documents
Culture Documents
Edisi Khusus:
ASEM
Sekapur sirih
rogram Beasiswa dan Dana Bantuan Operasional
Central Independent Monitoring Unit • PO BOX 21-JKPPJ - Jakarta 10210 • Ph. (021) 573 9919, 572 5032 • Fax. (021) 572 5032 • Web site: www.cimu.or.id • feedback@cimu.or.id
2 Apr 2004
P SIGP yang berlangsung lebih dari enam tahun. Pelaksanaannya dapat dikatakan berhasil karena
pengamanan dirancang untuk program tersebut dan tindak lanjut dilakukan untuk menangani masalah-
masalah yang muncul, namun tidak semua mekanisme akuntabilitas berjalan dengan efektif. Di awalnya
ada sejumlah kesalahan dan jalan buntu. Perubahan cara penanganan pengaduan memang perlu dilakukan untuk
merespon perubahan kontekstual yang drastis dimana program berjalan lebih dari lima tahun—perubahan yang
dipengaruhi oleh desentralisasi, partisipasi masyarakat yang lebih meningkat dan lebih terbukanya penanganan
masalah korupsi. Berikut ini adalah penjelasan singkat tentang pengamanan dalam perencanaan program.
Central Independent Monitoring Unit • PO BOX 21-JKPPJ - Jakarta 10210 • Ph. (021) 573 9919, 572 5032 • Fax. (021) 572 5032 • Web site: www.cimu.or.id • feedback@cimu.or.id
Apr 2004 3
Central Independent Monitoring Unit • PO BOX 21-JKPPJ - Jakarta 10210 • Ph. (021) 573 9919, 572 5032 • Fax. (021) 572 5032 • Web site: www.cimu.or.id • feedback@cimu.or.id
4 Apr 2004
Central Independent Monitoring Unit • PO BOX 21-JKPPJ - Jakarta 10210 • Ph. (021) 573 9919, 572 5032 • Fax. (021) 572 5032 • Web site: www.cimu.or.id • feedback@cimu.or.id
Apr 2004 5
Bersamaan dengan itu, struktur serupa dibentuk oleh Bappenas untuk seluruh program Jaring Pengaman Sosial
dan dikenal dengan singkatan TKPP. Nama resmi sistem pengaduan di bawah SGP adalah TKPP-PK.
UPM dimaksudkan untuk membuat proses penanganan pengaduan menjadi lebih resmi dan menghindari
keterbatasan pendekatan tidak terencana yang dipakai pada tahun-tahun sebelumnya. Pengaduan digolongkan ke
dalam teknis dan non-teknis dan ditangani dengan format laporan yang dibuat khusus untuk itu dan mengikuti
prosedur-prosedur khusus. Juklak panjang dan rumit yang mengatur proses penanganan pengaduan dipublikasikan
dan diselenggarakan pula program pelatihan untuk itu.
UPM telah menjadi sebuah langkah penting bagi sebuah pemerintah yang dulunya tidak bisa menerima perbedaan
pendapat atau kritik, namun pada akhirnya terbukti bahwa unit ini terlalu rumit dan tidak praktis. Sistem yang rumit
ini tidak dapat berkembang dengan baik, sebagian besar disebabkan adanya kerancuan tentang bagaimana kegiatan
dan cakupan unit ini sejalan dengan struktur administrasi dan garis wewenang yang sudah ada. Orang yang
ditugaskan di UPM merasa enggan untuk mencoba mengunakan kewenangan mereka. UPM juga mempunyai
peran yang tidak menentu dalam pemerintahan desentralisasi. Dampak sistem ini pada penyelesaian pengaduan
cukup rendah.
Jumlah pengaduan dari masyarakat turun drastis setelah 2001. Mungkin ini merupakah penurunan alami setelah
masa eforia kebebasan mengkritik pejabat pemerintah hilang. Mungkin juga, meskipun sulit dibuktikan, banyak
pengaduan yang sebelumnya disampaikan ke pusat melalui telepon dan surat, dapat diselesaikan di daerah. Salah
satu kesulitan di awal penanganan pengaduan adalah sulitnya membedakan antara pengaduan yang serius dan
yang hanya main-main. Masalah-masalah kecil memperoleh perhatian besar sementara kasus-kasus yang lebih
besar tidak diprioritaskan. Namun, ada kemungkinan masyarakat tidak yakin pengaduan mereka akan ditangani
dengan baik oleh sistem yang ada. Misalnya, di bawah sistem UPM kepala sekolah tidak hanya sebagai ketua
komite sekolah tetapi juga sebagai koordinator UPM setempat. Mungkin juga persepsi masyarakat bahwa pejabat
masih kebal hukum menyebabkan kekecewaan terhadap proses pengaduan. Tentu saja kelihatannya hal itu seolah-
olah masyarakat tidak sepenuhnya percaya akan efektifitas sistem tersebut.
Central Independent Monitoring Unit • PO BOX 21-JKPPJ - Jakarta 10210 • Ph. (021) 573 9919, 572 5032 • Fax. (021) 572 5032 • Web site: www.cimu.or.id • feedback@cimu.or.id
6 Apr 2004
Bawasda
Badan Pengawasan Daerah (Bawasda) mempunyai kekuasaan besar dalam menangani kasus-kasus korupsi di
tingkat kabupaten dengan wewenang penuh dari Bupati untuk melakukan penyelidikan. (Badan ini dikenal sebagai
Bawaskot untuk pemerintahan kota). Peran utama Bawasda adalah menyelidiki penyimpangan dana yang bersumber
dari APBD dan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat di lingkungan kabupaten. Namun Bawasda dapat juga
melakukan penyelidikan di luar batasan tersebut atas permintaan Bupati jika ada kasus penyalahgunaan, korupsi
dan penyelewengan yang mengancam kepentingan masyarakat dan menjadi masalah serius. Bawasda juga ambil
bagian dalam Badan Pertimbangan Kepangkatan yang berada di bawah Sekretaris Daerah (Sekda) dan oleh sebab
itu Bawasda juga memiliki kekuasaan dalam kenaikan pangkat pegawai negeri.
Dalam SIGP 2, peran Bawasda disebutkan dalam
perjanjian kerjasama (MOU) yang ditandatangani oleh
Dirjen Dikdasmen dan Bupati sebagai penerima dana
hibah. Dalam perjanjian tersebut disebutkan bahwa
jika terjadi ketidaksesuaian pelaksanaan program
dengan Juklak atau penyalahgunaan dana hibah,
Bupati harus mendorong dilakukannya penyelidikan;
memerintahkan Bawasda untuk menindaklanjuti
penyelidikan dalam rangka mengambil tindakan
korektif; dan memberi sanksi kepada pegawai yang
terlibat dalam penyalahgunaan sesuai dengan hukum
yang berlaku. Bawasda mengambil alih peran Itjen
Depdiknas pada masa awal SGP.
Para pejabat Bawasda di kabupaten penerima dana
hibah aktif menindaklanjuti kasus-kasus korupsi yang
Photo : CIMU muncul. Setelah dugaan pemerasan dimuat dalam
suratkabar setempat di Banjarnegara, Bawasda
menyelidiki kasus tersebut, menjamin uang akan
Badan Pengawasan Daerah (Bawasda) mempunyai kekuasaan yang
besar dalam melakukan penyelidikan dan menangani kasus-kasus dikembalikan ke sekolah dan sanksi administrasi akan
korupsi di tingkat kabupaten dengan wewenang penuh dari Bupati. Disini diberikan kepada para pelaku. Di Palembang,
Kepala Bawasda Kabupaten Cianjur bertemu dengan anggota tim Bawaskot menyelidiki dugaan yang dimuat dalam
penyelidik dari CIMU. harian Palembang Pos bahwa konsultan pendamping
dan anggota komite kota melakukan pemerasan di
sekolah-sekolah penerima dana hibah, dan membenarkan dugaan tersebut serta menyarankan tindak lanjut kepada
Walikota. Hasilnya, dana dikembalikan ke sekolah. Di Garut, sebuah suratkabar memuat dugaan bahwa sekolah
harus menyuap oknum pejabat Dinas Pendidikan setempat untuk memperoleh dana hibah SIGP 2. Bersama-sama
dengan CIMU, Bawasda melakukan penyelidikan. Akhirnya kedua lembaga ini menyimpulkan bahwa dugaan
tersebut benar-benar ada dan Bawasda memproses pengembalian dana ke sekolah-sekolah. Bawasda juga
mengembalikan dana yang disalahgunakan dan mendesak agar sanksi administrasi diberlakukan kepada yang
bersalah.
Central Independent Monitoring Unit • PO BOX 21-JKPPJ - Jakarta 10210 • Ph. (021) 573 9919, 572 5032 • Fax. (021) 572 5032 • Web site: www.cimu.or.id • feedback@cimu.or.id
Apr 2004 7
Namun, ada kasus-kasus dimana Bawasda tidak bertindak dengan efektif. Di Buton, Sulawesi Tenggara, komite
kabupaten diduga memaksa semua sekolah penerima dana hibah SIGP 1 untuk membayar sejumlah dana untuk
pengadaan jasa administrasi ke sebuah perusahaan yang dikelola oleh isteri manajer sekretariat komite kabupaten.
Manajer sekretariat tersebut dilaporkan telah meminta sekolah-sekolah untuk membayar jasa dengan menggunakan
3% dari total dana hibah yang dialokasi untuk biaya administrasi. Kasus ini diselidiki oleh Bawasda yang hasilnya
gagal menemukan bukti-bukti pelanggaran. Meskipun kasus ini masih belum dapat diselesaikan, muncul lagi dugaan
bahwa komite kabupaten menerima upeti dari sekolah (sedikitnya 10% dari total dana hibah). Ada pula laporan
bahwa konsultan pendamping meminta uang sebagai balas jasa atas tanda tangan persetujuan proposal konstruksi
meskipun hal itu jelas bertentangan dengan aturan program. Bawasda telah menunjukkan tidak adanya kemauan
untuk menyelidiki kasus dugaan tersebut.
Upeti di Banjarnegara
Pada Oktober 2001, Proyek Pusat menyampaikan sebuah surat kaleng berisi pengaduan kepada CIMU. Pengirim surat tersebut menduga
bahwa oknum pejabat melakukan pemerasan kepada sekolah-sekolah penerima dana hibah SIGP 1 di Banjarnegara dan akibatnya,
beberapa sekolah tidak melaksanakan pekerjaan konstruksi sesuai dengan proposal awal. Ketika turun ke lapangan, CIMU menemukan
bahwa jumlah uang yang diselewengkan tersebut mencapai 7% dari total dana. Pengumpulan dana haram tersebut dilakukan oleh
salah seorang kepala sekolah atas nama Kakancam yang kemudian menyerahkan sebagian uang tersebut ke asisten manajer sekretariat
komite kabupaten. Beberapa kepala sekolah menyatakan pada CIMU bahwa pembayaran tersebut diumumkan pada saat sosialisasi/
pelatihan untuk komite sekolah. Ada yang mengatakan bahwa hal itu dilakukan karena tidak adanya dana operasional untuk komite
kabupaten—sebuah kasus anggaran pembangunan yang dikorup untuk menutup anggaran rutin yang jumlahnya tidak memadai.
Kebiasaan lama sulit dihilangkan.
Ketika CIMU masih berada di lapangan, kisah dugaan tersebut muncul di dua suratkabar, yakni Suara Merdeka dan Kedaulatan Rakyat.
Pada saat itu Bawasda bersama CIMU sedang melaksanakan penyelidikan. Empat staf Bawasda melaksanakan penyelidikan menyeluruh
terhadap 103 sekolah penerima dana hibah di kabupaten ini. Mereka menghabiskan waktu tiga bulan dan dana Rp. 80 juta dari pemerintah
setempat untuk menyelesaikan penyelidikan. Akhirnya mereka menemukan bahwa oknum pejabat kabupaten mengutip Rp.21.600.000,-
dari sembilan sekolah. Uang tersebut kemudian segera dikembalikan ke sekolah-sekolah dan para pelakunya dicopot dari jabatannya.
Bawasda menjanjikan bahwa mereka akan memberi perlindungan kepada kepala sekolah jika ada oknum yang meminta upeti dan
meminta kepala sekolah untuk membuat surat pernyataan. Meskipun dana untuk penyelidikan jauh lebih besar daripada dana yang
disalahgunakan, namun sekarang kepala sekolah di Banjarnegara merasa lebih percaya diri bahwa Bupati dan stafnya memperhatikan
kepentingan mereka.
Media massa
Opini masyarakat merupakan kekuatan dalam memerangi korupsi. Mengingat Indonesia sedang dalam masa
transisi menuju demokrasi yang lebih baik, peranan media massa menjadi semakin penting. Setelah bertahun-
Central Independent Monitoring Unit • PO BOX 21-JKPPJ - Jakarta 10210 • Ph. (021) 573 9919, 572 5032 • Fax. (021) 572 5032 • Web site: www.cimu.or.id • feedback@cimu.or.id
8 Apr 2004
tahun di bawah kontrol yang kuat dan sensor, kemunculan media massa membutuhkan waktu untuk menjadi
kekuatan kontrol atas kekuasaan. Jurnalisme investigatif dan tradisi jurnalisme yang bertanggung jawab tidak
akan lahir dalam sekejap. Di semua negara ada kecenderungan jurnalisme mengarah ke hal hal yang sensasional
dan kadangkala tidak menghormati nara sumber. Namun, media massa menjadi alat yang efektif dalam memerangai
korupsi. Penyelidikan CIMU mengenai kasus karupsi di Palembang dan Wonosobo merupakan respon terhadap
berita yang dimuat media setempat. Kompas, suratkabar nasional, mengingatkan pengelola proyek tentang adanya
penyimpangan di Kabupaten Blora, sementara dugaan Indonesia Corruption Watch (ICW) mengenai adanya di
Kabupaten Garut yang dimuat di media nasional menarik perhatian publik tentang adanya lelang dana hibah yang
dilakukan oleh Komite Kabupaten Garut. Bahkan media internasional aktif melaporkan di media massa Belanda
tentang pembayaran upeti di Kabupaten Kapuas, dimana dilaporkan bahwa dana hibah diambil oleh oknum pejabat
kabupaten dan konsultan pendamping. Media massa Belanda juga memuat laporan ICW mengenai apa yang
terjadi di Garut.
Media massa setempat, dengan memuat berita
tentang skandal korupsi ketika CIMU sedang
Kontraktor di Ponorogo
melakukan penyelidikan, dapat menarik
Dengan cara menyalahartikan syarat minimum untuk posisi ketua tim perhatian pihak-pihak yang berwenang seperti
teknis, Komite Kabupaten Ponorogo mempengaruhi sekolah-sekolah untuk yang terjadi di Ponorogo dan Banjarnegara. Di
menerima anggota Gapensi sebagai anggota tim teknis. Akhirnya, tim
Kabupaten Magelang, seorang wartawan yang
teknis didominasi oleh anggota Gapensi yang mengambil alih pengelolaan
juga duduk sebagai anggota komite kabupaten
dana hibah, membuat proposal awal dan laporan bulanan serta menangani
pembelian dan transaksi keuangan. Kontraktor Gapensi umumnya
mengungkap kasus pemerasan yang dilakukan
mengikuti kepala sekolah ketika pergi ke bank dan mengambil dana oleh salah seorang anggota komite. Ia
langsung dari kasir. Kebanyakan kepala sekolah kecewa dengan hasil memberitakan hal tersebut di suratkabar Suara
pekerjaan kontraktor tersebut tetapi mereka tidak memperoleh Merdeka yang dibaca oleh para anggota Komisi
kesempatan mengawasi pekerjaan yang berlangsung di sekolahnya. E DPRD setempat. Anggota legislatif tersebut
Kebanyakan sekolah memahami juklak dan semua setuju bahwa mereka kemudian menemui anggota komite lainnya
mampu melakukan sendiri pekerjaan tersebut. Lalu, mengapa mereka tidak dan mendesak Bupati Magelang untuk
melakukan perlawanan? Jawabannya, beberapa sekolah telah menangani kasus tersebut. Pelakunya
melakukannya. Sekolah-sekolah ini memahami juklak dan mendapat kemudian dipindah menjadi staf umum di
dukungan dari masyarakat setempat. kantor kecamatan.
Kasus tersebut dimuat dalam dua suratkabar yang terbit di Jawa Timur Sayangnya, "wartawan amplop" juga
(Surya dan Jawa Pos). Sejak itu polisi mengambil tindakan dan meminta merupakan kenyataan di Indonesia dan ada
BPKP untuk melakukan audit. Pada Juni 2003 (hampir dua tahun setelah
kasus-kasus dimana wartawan meminta uang
kasus tersebut terungkap) BPKP memanggil dan memeriksa 57 kepala
pada sekolah-sekolah dengan ancaman akan
sekolah penerima dana hibah dan ikut menandatangani hasil audit. Pada
saat itu enam orang petugas audit BPKP dan empat orang polisi bekerja
memberitakan hal-hal yang buruk tentang
selama lebih enam bulan untuk mengumpulkan laporan-laporan. pelaksanaan program di sekolah tersebut.
Sayangnya, saat ini polisi menghadapi kesulitan memperoleh dana untuk
CIMU telah berusaha sungguh-sungguh untuk
audit tahap berikutnya. Akankah semua kerja yang bagus ini menjadi sia-
membina hubungan dengan media massa.
sia hanya karena keterbatasan dana POLRI? Apakah sanksi hukum mejadi
Semua laporan yang dipublikasikan dikirimkan
pilihan tepat dalam proyek-proyek pembangunan yang umumnya
ke media massa dan menjaga akses ke media
berlangsung dalam waktu singkat?
massa merupakan aspek penting dalam
memelihara independensi pemantauan.
Namun, dalam kasus dugaan korupsi, ada bahaya memberitakan hal-hal yang sifatnya masih prematur. Penyelidikan
harus memegang teguh azas praduga tak bersalah sebelum ada bukti yang kuat dan sah. Penyelidikan CIMU tidak
dapat dipublikasikan sebelum benar-benar selesai. Keterlibatan media massa sebelum waktunya akan membuat
penyelidikan menjadi prasangka dan menyebabkan kesalahan dalam dakwaan sehingga akan merusak kredibilitas
penyelidik dan akan mengurangai keinginan pihak-pihak yang berwenang untuk bekerjasama dengan pemantau.
Hal ini juga bisa membahayakan pihak-pihak yang memberi informasi, yang dapat saja diintimidasi dan kemudian
menarik kembali pernyataannya. Oleh karena itu CIMU sangat berhati-hati dalam menjalin hubungan dengan
media massa dalam memberitakan kasus korupsi dan menjaga jarak untuk menjamin bahwa kasus dipublikasikan
setelah yakin didukung dengan cukup bukti. Untuk itu CIMU menerapkan kebijakan bahwa hasil penyelidikan
disampaikan kepada Proyek Pusat dan lembaga donor secara rahasia sampai bukti-bukti berhasil dikumpulkan dan
instansi-instansi terkait memperoleh kesempatan mengambil tindakan korektif. Kebijakan ini dikritik oleh beberapa
LSM vokal yang menganggap CIMU sangat dekat dengan pemerintah sehingga diragukan dapat memerangi
korupsi dengan efektif.
Central Independent Monitoring Unit • PO BOX 21-JKPPJ - Jakarta 10210 • Ph. (021) 573 9919, 572 5032 • Fax. (021) 572 5032 • Web site: www.cimu.or.id • feedback@cimu.or.id
Apr 2004 9
Central Independent Monitoring Unit • PO BOX 21-JKPPJ - Jakarta 10210 • Ph. (021) 573 9919, 572 5032 • Fax. (021) 572 5032 • Web site: www.cimu.or.id • feedback@cimu.or.id
10 Apr 2004
Desa) dan berbagai unsur masyarakat lainnya. Mereka mengadukan bahwa kepala sekolah tidak terbuka dalam
melaksanakan program dan semua yang berhubungan dengan dana hibah dikelola sendiri oleh kepala sekolah dan
kepala pelaksana. Mereka menduga dana hibah digunakan tidak sebagaimana mestinya. Pada saat yang sama
wakil kepala sekolah mengungkapkan dugaan serupa ke media massa yang kemudian dimuat di suratkabar setempat.
RIM bertemu dengan kepala sekolah dan menjelaskan keprihatinan masyarakat tersebut dan kemudian
menyelenggarakan sebuah pertemuan terbuka dengan masyarakat. Pertemuan ini nampaknya dapat menyelesaikan
masalah tersebut dan pelaksanaan renovasi dapat berjalan mulus.
Karena masyarakat di sekitar sekolah semakin sadar akan hak-haknya, para kepala sekolah menjadi lebih sulit
untuk menguasai semuanya sendiri. Mereka tidak dapat lagi menghindari tuntutan keterbukaan pengelolaan
keuangan sekolah dan mencampuri urusan keuangan dana hibah yang dipercayakan kepada mereka. Selain itu,
dimana ada kemitraan yang erat antara sekolah dan masyarakat di sekitarnya, sekolah mampu menangkal upaya
pihak luar untuk meminta bagian dari dana hibah dan upaya menekan sekolah untuk ikut ambil bagian dalam
pembelian barang seperti mebeler dan buku.
Central Independent Monitoring Unit • PO BOX 21-JKPPJ - Jakarta 10210 • Ph. (021) 573 9919, 572 5032 • Fax. (021) 572 5032 • Web site: www.cimu.or.id • feedback@cimu.or.id
Apr 2004 11
kasusnya belum diselesaikan. Surat tersebut mengingatkan pihak-pihak yang berwenang di kabupaten tentang
tanggung jawab sesuai dengan MOU yang telah mereka tandatangani pada awal program dan meminta mereka
untuk mengambil tindakan penyelesaian. Surat yang dikirim berturut-turut itu kemudian disusul dengan surat yang
isinya lebih keras kepada kebupaten yang gagal menyelesaikan kasusnya tepat waktu. Proses ini terus meningkat
dan sampai pada ancaman pemberian sanksi, yakni menangguhkan pemberian dana bantuan di kemudian hari.
Tindakan tegas ini membuahkan hasil seketika—pernyataan bahwa pemberian dana tergantung dari penyelesaian
yang memuaskan atas kasus-kasus menonjol telah membuat kabupaten-kabupaten yang bandel segera mengambil
tindakan dan sekarang muncul harapan masalah-masalah tersebut akan diselesaikan. Pendekatan tanpa toleransi
tersebut harus diberlakukan pada semua kasus agar menjadi efektif. Cara-cara tersebut akan kehilangan kredibilitas
jika tekanan mengendur. Kesungguhan Ditjen Dikdasmen dalam membuat kebijakan anti korupsi merupakan
permulaan yang menjanjikan bahwa masalah penegakan hukum yang menghalangi proses penyelesaian pengaduan
selama lebih dari enam tahun, akhirnya dapat ditangani.
P telah dicapai selama pelaksanaan program. Masyarakat di sekitar sekolah dan LSM yang bekerjasama
dengan masyarakat menjadi lebih kuat dan membuat kepala sekolah sulit menyalahgunakan dana. Pada
saat yang sama, keteguhan hati masyarakat membuat kepala sekolah lebih mudah untuk tidak terjebak
dalam jaringan korupsi di tingkat yang lebih tinggi. Masyarakat dan LSM yang mewakili masyarakat mengharapkan
adanya keterbukaan yang lebih besar. Instansi-instansi di kabupaten seperti Bawasda telah memainkan peranan
aktif dalam penyelidikan dan penyelesaian pengaduan. CIMU dan Proyek Pusat juga dapat bekerjasama dengan
LSM dan wartawan dalam menangani dan menyelesaikan kasus-kasus penyalahgunaan dana. Tindakan tegas oleh
pemerintah pusat telah menunjukkan bahwa displin dapat ditegakkan pada sebagian dari sistem dimana penyelesaian
yang memuaskan tidak dapat dicapai.
Meskipun demikian, Indonesia merupakan negara yang beraneka ragam dan pengalaman menunjukkan bahwa
tidak ada satu resep untuk keberhasilan dalam memerangi korupsi. Tiap kasus harus ditangani berdasarkan sifatnya
oleh orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dan komitmen. Orang-orang harus siap untuk menjajagi semua
kemungkinan yang ada. Pada akhirnya CIMU membuat beberapa petunjuk sederhana untuk keberhasilan
penyelidikan dan penyelesaian pengaduan.
• Bertindak cepat, siap menindaklanjuti dan siap untuk proses panjang. Sejumlah kecil kasus yang diungkap
pada program SGP harus dihentikan tanpa penyelesaian karena masalah tersebut sudah sangat berlarut-larut.
Ada bahayanya jika kasus-kasus yang terungkap pada program SIGP1 dan SIGP 2 tidak diselesaikan sebelum
berakhirnya program. Hal ini benar terutama untuk kasus-kasus yang masih dalam proses penuntutan melalui
sistem pengadilan, tetapi bebarapa masalah yang masih ditangani melalui sistem administrasi internal masuk
dalam kategori yang sama. Tidaklah dapat dianggap enteng kekecewaan serta upaya dan waktu yang sia-sia
dalam menyelesaikan masalah melalui lembaga-lembaga yang mungkin tidak mempunyai kemauan kuat untuk
bertindak.
• Bentuk secara resmi garis tanggung jawab dan pengawasan. Selama masa peralihan desentralisasi, sulit
mengetahui siapa yang bertanggung jawab ketika ada penyelewengan. Meskipun program SGP dan SIGP
didesentralisasikan, namun seluruh tanggung jawab atas pelaksanaan program tersebut berada pada Dirjen
Dikdasmen. Ini berarti ia mempunyai tanggung jawab atas tindakan pemerintah kabupaten yang mengartikan
hak-hak otonominya dalam UU No.22/1999 secara bebas. Mengingat kebanyakan program dan proyek
mempunyai batasan waktu, satu-satunya jalan keluar adalah membuat kontrak dengan semua instansi yang
bertanggung jawab atas proyek tersebut. Dalam kontrak tersebut harus disebutkan dengan jelas persyaratan
standar kinerja, termasuk batas waktu tindak lanjutnya. Karena sistem pengadilan di Indonesia masih lemah
dan tidak efisien, penyelesaian secara administratif yang berdasarkan standar pelayanan minimum yang dengan
tegas diterapkan, mungkin satu-satunya pilihan yang realistis. SIGP 2 telah mengarah kesana melalui MOU
yang ditandatangani oleh Dirjen Dikdasmen dan Bupati, namun kewajiban yang telah disepakati antara kedua
belah pihak perlu diberlakukan lebih ketat. Mekanisme akuntabilitas dalam perjanjian tersebut harus lebih
dirinci lagi. Agar bisa efektif, konsekuensi penyelewengan harus dipertegas. Untuk mendapatkan kredibilitas,
sanksi-sanksi harus dilihat sebagai sebuah pencegahan bagi lainnya.
Central Independent Monitoring Unit • PO BOX 21-JKPPJ - Jakarta 10210 • Ph. (021) 573 9919, 572 5032 • Fax. (021) 572 5032 • Web site: www.cimu.or.id • feedback@cimu.or.id
12 Apr 2004
• Pelihara sistem yang dapat dipercaya untuk penanganan pengaduan, pencatatan dan pemilahan kasus-
kasus yang serius dari kasus-kasus yang relatif lebih ringan. Salah satu kekuatan sistem UPM adalah
adanya upaya untuk meletakkan prosedur administrasi pada penanganan pengaduan, memberitahu bahwa
pengaduan sudah diterima, memberitahu pengadu tentang perkembangan kasus dalam batas waktu tertentu.
Memelihara sistem tersebut memerlukan tenaga dan dana. Juga memerlukan pengawasan untuk menjamin
sistem ini dapat berjalan sebagaimana mestinya. Proses penentuan tingkat keseriusan kasus dan tingkat
urgensinya adalah suatu hal yang sulit, namun perlu dihindari sistem ini menjadi terhenti gara-gara semua
pengaduan meminta perhatian yang sama. Sejak awal harus ada cara untuk memilah pengaduan dari sekadar
permintaan informasi dan protes atas ketidakadilan. Penyelidikan merupakan kegiatan yang memerlukan banyak
tenaga dan dana. Instansi yang bertanggung jawab untuk melakukan penyelidikan harus mempunyai dana
yang memadai. Mereka harus mempunyai staf yang handal dan akses yang cepat dan mudah untuk memperoleh
dana perjalanan.
• Memelihara sistem pengelolaan kasus yang efektif. Keberhasilan matriks menunjukkan adanya kebutuhan
akan cara-cara yang sistematis untuk pencatatan bukti-bukti material penyelidikan, menyerahkan tanggung
jawab tindak lanjutnya, dan mengikuti perkembangan menuju penyelesaian. Ini merupakan dokumen sederhana,
namun pekerjaan untuk mengelolanya tidak dapat dianggap ringan. Tenaga dan dana yang memadai harus
disediakan untuk pengelolaan kasus-kasus yang sedang berjalan.
• Tetaplah objektif dan kumpulkan bukti yang nyata. Jika kasus tidak dapat diselesaikan melalui kerjasama
langsung dengan masyarakat, pertimbangkan instansi yang paling mungkin untuk membantu. Melalui
pengalaman, CIMU mengembangkan cara menangani dugaan penyelewengan. Dugaan yang tidak mempunyai
dasar kuat pada awalnya dianggap sebagai rumor, diselidiki oleh RIM yang menemui "korban" untuk menemukan
ada tidaknya bukti dan jika dimungkinkan, mendapatkan surat pernyataan. Jika rumor didukung oleh bukti-
bukti kuat, kasus tersebut dibicarakan dengan penyelidik di kantor pusat. Keputusan bersama kemudian dibuat,
apakah meneruskan penyelidikan sendiri atau bersama pejabat komite kabupaten (pada kasus yang melibatkan
sekolah); mengirim penyelidik pusat; memaparkan bukti-bukti kepada Bupati; atau melakukan penyelidikan
dengan pejabat yang posisinya lebih rendah. Pada kasus penyalahgunaan dana, RIM dan CIMU mempunyai
cara yang bagus dan berhasil, yakni dengan melibatkan masyarakat dalam proses penyelesaian konflik. Namun
demikian, hal ini memerlukan keahlian membangun mediasi serta pemahaman lingkungan setempat dan para
pemain utamanya. Pada kasus yang melibatkan konsultan pendamping yang bukan pegawai negeri, Proyek
Pusat mencapai beberapa keberhasilan dengan cara bekerjasama langsung dengan perusahaan yang mengontrak
konsultan pendamping.
• Pelihara hubungan dengan LSM yang punya komitmen dan wartawan yang punya reputasi baik.
Masyarakat madani mempunyai peranan penting dalam memberikan masyarakat hak bersuara dan
menyampaikan kepentingannya. LSM, media massa dan anggota DPRD telah aktif melakukan penyelidikan
dan penyelesaian pengaduan.
• Keterbukaan dan akuntabilitas merupakan hal yang mendasar dan perlu untuk diteruskan melalui
program-program kepedulian masyarakat dan pelatihan yang efektif di semua tingkatan. Untuk
menghindari sekolah menjadi sasaran penyelewengan oleh komite kabupaten, pelatihan yang efektif dan siaran
pers yang menyeluruh diperlukan sebelum penyaluran dana dilakukan. Pengalaman komite kabupaten yang
mengumumkan perihal upeti ke sekolah-sekolah selama pelatihan, menyarankan agar pelatihan harus diarahkan
oleh pusat. Pelatihan berjenjang yang biasa dilakukan di Indonesia perlu ditinjau kembali.
Sekolah-sekolah yang memahami betul juklak proyek seringkali mampu bertahan dari tekanan untuk memberi
sebagian dana kepada oknum-oknum dari dinas pendidikan dan menyembunyikan pembayaran tidak sah tersebut
di balik pengelembungan harga dan pembukuan keuangan. Keterbukaan pengeluaran dana membuat praktek
seperti ini sulit diteruskan, sementara larangan keras melakukan praktek tersebut yang tercantum dalam juklak
membuat sekolah lebih mudah untuk menolaknya. Ada bukti yang menyarankan bahwa kepala sekolah yang
terbuka kepada masyarakat setempat, sebagaimana terjadi pada program SGP dan SIGP, dapat menghindar
dari praktek pemerasan tersebut.
• Lindungi sumber informasi. Dibutuhkan keberanian untuk menolak permintaan pembayaran upeti oleh oknum
pejabat. Bahkan keberanian lebih besar dibutuhkan untuk membuat pernyataan tertulis yang mencatumkan
nama-nama oknum yang terlibat dalam praktek korupsi. Mengingat besarnya resiko pembalasan dendam,
jumlah kepala sekolah yang memberikan surat pernyataan menyangkut keterlibatan atasan mereka sungguh
luar biasa. Proses penyelidikan dan penyelesaian pengaduan akan menjadi lebih efektif jika ada perlindungan
bagi pelapor. Namun hal ini merupakan masalah yang sulit dipecahkan. Hal ini juga sebuah masalah yang
dialami oleh program anti korupsi di seluruh dunia.
Central Independent Monitoring Unit • PO BOX 21-JKPPJ - Jakarta 10210 • Ph. (021) 573 9919, 572 5032 • Fax. (021) 572 5032 • Web site: www.cimu.or.id • feedback@cimu.or.id