You are on page 1of 12

April 2004

Edisi Khusus:

Penyelidikan dan penanganan pengaduan

ASEM

Sekapur sirih
rogram Beasiswa dan Dana Bantuan Operasional

P (SGP) dimulai pada tahun 1998 ditengah keprihatinan


terhadap besarnya jumlah siswa yang meninggalkan
sekolah dan kemungkinan menurunnya kualitas
pendidikan. Program Peningkatan Mutu Sekolah (SIGP) yang
dimulai pada 2001 memperluas tujuan SGP, yakni merehabilitasi
sarana dan prasarana pendidikan di sekolah-sekolah paling
miskin.
Dengan adanya keinginan pemerintah dan lembaga donor untuk
melindungi program-program tersebut dari praktek korupsi dan
kebocoran, maka diterapkanlah pendekatan-pendekatan yang
inovatif. Langkah-langkah yang menekankan keterbukaan dan
akuntabilitas di setiap tahap penyaluran dana diberlakukan dalam Photo : CIMU
rangka membatasi meluasnya kebocoran dana. Pemantauan
yang ketat, baik oleh pihak pengelola program maupun oleh Masyarakat di sekitar sekolah seperti di Flores, semakin sadar akan hak-
haknya dan menuntut informasi yang terbuka dari sekolah.
tim independen dimaksudkan untuk mengidentifikasi masalah-
masalah yang timbul dan menyelesaikannya secepat mungkin.
Menyediakan informasi untuk masyarakat dan mendorong partisipasi masyarakat dapat dilihat sebagai cara untuk meningkatkan
kepedulian dan proses pelaksanaan program yang terbuka akan mengurangi praktek korupsi. Dengan menyediakan saluran
bagi masyarakat untuk mengadukan hal-hal yang tidak benar dan menindaklanjuti pengaduan-pengaduan melalui penyelidikan,
dapat diharapkan bahwa praktek-praktek korupsi bisa diungkap dan ditangani.
Lebih dari lima tahun belakangan ini CIMU mengkaji semua hal tersebut. Warta CIMU edisi khusus ini lebih memusatkan
perhatian pada proses penanganan pengaduan—bagaimana pengaduan ditangani selama pelaksanaan SGP dan SIGP; pelajaran
apa yang bisa dipetik; dan berdasarkan pengalaman SGP dan SIGP, saran apa yang dapat diberikan untuk program dan
proyek lainnya.

CIMU adalah sebuah unit pemantauan independen


D a f t a r I s i untuk Program Beasiswa dan DBO (SGP) dan Pro-
gram Peningkatan Mutu Sekolah (SIGP) di Indone-
Sekapur sirih 1 Tahap pertama—upaya awal menyediakan sia. Laporan khusus ini merupakan nomor
Penyelidikan pengaduan saluran untuk pengaduan 4 ketigabelas dari satu rangkaian laporan yang
sebagai salah satu Tahap kedua—menambah struktur dan mengulas isu-isu khusus yang berhubungan dengan
pengamanan SGP 2 sumber daya baru 4 program-program tersebut. Kajian ini dibiayai oleh
Penyaluran dana secara langsung – Tahap ketiga—membutuhkan pihak lain 5 Asian Development Bank. Laporan ini didasarkan
menghindari kebocoran 2 Tahap keempat—mencari pihak-pihak pada tulisan yang disiapkan oleh Deborah Wyburn,
Pemantauan untuk mengidentifikasi terkait lainnya dalam pemecahan masalah 6 PM Laksono dan konsultan CIMU lainnya.
masalah sejak awal 3 Tahap kelima—menemukan jalan keluar 10
Temuan dan pandangan yang diungkapkan dalam
Partisipasi masyarakat yang lebih besar 3 Apa yang dapat dipelajari dari
terbitan ini belum tentu sama dengan pandangan
Sejarah penyelidikan dan semua itu? 11
penanganan pengaduan 4 Pemerintah Indonesia atau penyandang dana pro-
gram ini.

Central Independent Monitoring Unit • PO BOX 21-JKPPJ - Jakarta 10210 • Ph. (021) 573 9919, 572 5032 • Fax. (021) 572 5032 • Web site: www.cimu.or.id • feedback@cimu.or.id
2 Apr 2004

Penyelidikan pengaduan sebagai salah


satu pengamanan SGP
endekatan pemantauan dan sistem penanganan pengaduan mengalami perubahan selama SGP dan

P SIGP yang berlangsung lebih dari enam tahun. Pelaksanaannya dapat dikatakan berhasil karena
pengamanan dirancang untuk program tersebut dan tindak lanjut dilakukan untuk menangani masalah-
masalah yang muncul, namun tidak semua mekanisme akuntabilitas berjalan dengan efektif. Di awalnya
ada sejumlah kesalahan dan jalan buntu. Perubahan cara penanganan pengaduan memang perlu dilakukan untuk
merespon perubahan kontekstual yang drastis dimana program berjalan lebih dari lima tahun—perubahan yang
dipengaruhi oleh desentralisasi, partisipasi masyarakat yang lebih meningkat dan lebih terbukanya penanganan
masalah korupsi. Berikut ini adalah penjelasan singkat tentang pengamanan dalam perencanaan program.

Penyaluran dana secara langsung—menghindari kebocoran


Dalam Program Beasiswa dan DBO, dana disalurkan secara langsung ke sekolah dan siswa penerima melalui
kantor pos, tidak menggunakan saluran yang biasa dipakai untuk uang negara dan melibatkan berbagai tingkatan
KPKN. Tanpa adanya peranan dalam administrasi keuangan, diyakini pejabat tidak mempunyai wewenang terhadap
dana yang ditujukan untuk para penerima tersebut. Pada awalnya siswa harus mengambil sendiri dana beasiswanya
meskipun kesulitan teknis menyebabkan komite sekolah kemudian diperbolehkan mengambil dana tersebut atas
nama siswa. Sekolah yang menerima DBO harus membuka rekening tabungan di kantor pos dan penarikan dana
hanya dapat dilakukan oleh dua orang penanda tangan dari komite sekolah. Program pelatihan model berjenjang
dirancang agar komite sekolah mengetahui sejal awal tentang hak dan kewajibannya dalam program ini.
Pada Program Peningkatan Mutu Sekolah dana hibah disalurkan secara langsung ke rekening masing-masing
sekolah (Britama) di Bank BRI Cabang. Dana hanya dapat diambil dari rekening tersebut setelah komite kabupaten
selesai menyelenggarakan pelatihan untuk komite sekolah dan dengan demikian mereka memahami peraturan
yang berhubungan dengan pemanfaatan dana sebelum mereka memperoleh kucuran dana. Setiap rekening harus
ditandatangani oleh dua orang dari komite sekolah.
Pada situasi seperti itu komite sekolah mempunyai akuntabilitas yang besar atas dana yang diterimanya. Akuntabilitas
ini diterapkan melalui keterbukaan atas transaksi keuangan sekolah dan catatan keuangan yang ditempelkan di
papan pengumuman. Komite sekolah diharuskan melakukan sosialisasi kepada masyarakat di sekitar sekolah
sehingga masyarakat menyadari adanya persyaratan-persyaratan tersebut. Akhirnya, keharusan orang lain selain
kepala sekolah untuk menjadi bendahara komite sekolah diterapkan untuk menghindari penguasaan berlebihan
terhadap dana hibah tersebut.

Persepsi terhadap korupsi


Indonesia mempunyai reputasi sebagai salah satu negara terkorup di dunia. Dalam Indeks Persepsi terhadap Korupsi
2003 yang diterbitkan oleh Transparency International, Indonesia berada pada peringkat bawah, urutan 122 dari 133
negara. Studi-studi tentang korupsi di Indonesia memberikan gambaran suram tentang pelayanan masyarakat,
pemerintahan dan kepolisian yang memperoleh dana tidak memadai dari kas negara dan memperoleh tambahan dana
untuk kegiatan rutin dari anggaran pembangunan atau dari pendapatan tidak resmi. Sumber-sumber tersebut juga
digunakan untuk keuntungan pribadi dalam sistem dimana hutang, kewajiban dan ketergantungan kadangkala dapat
memberi kesempatan pada hanya segelintir orang yang berada diluar sistem tersebut. Pada 1999/2000 Institute for
Policy and Community Development Studies (IPCOS) mengadakan dua studi. Dalam kedua studi tersebut, sebagian
besar pejabat memandang korupsi sebagai suatu masalah serius.
Apa artinya buat kaum miskin Indonesia? Ini berarti pendapatan rendah dan tingginya angka pengangguran karena
perusahaan-perusahaan tidak akan mau beroperasi di Indonesia dan memutuskan untuk memindahkan kegiatan
perusahaan yang ada ke negara lain. Ini berarti biaya tinggi yang tidak terjangkau oleh rakyat miskin. Ini juga berarti
pelayanan sosial yang lebih mahal dan tidak efisien dan anggaran pembangunan untuk masyarakat miskin tidak mencapai
sasarannya.

Central Independent Monitoring Unit • PO BOX 21-JKPPJ - Jakarta 10210 • Ph. (021) 573 9919, 572 5032 • Fax. (021) 572 5032 • Web site: www.cimu.or.id • feedback@cimu.or.id
Apr 2004 3

Pemantauan untuk mengidentifikasi masalah sejak awal


SGP menerapkan sistem monitoring berjenjang
oleh komite nasional, komite propinsi, komite
kabupaten/kota, dan komite kecamatan. Pada saat
yang sama SIGP membuatnya lebih sederhana dan
komite kabupaten memegang tanggung jawab
utama monitoring internal. Dalam SIGP tahap
kedua, sebelum dana hibah disalurkan komite
kabupaten harus menyerahkan rencana monitoring
ke sekolah-sekolah bersama bukti bahwa
pemerintah daerah telah mengalokasikan cukup
dana untuk kegiatan pemantauan tersebut.
Pemantauan internal diperkuat dengan pemantauan
independen. Pada awalnya pemantauan
independen dilaksanakan oleh IIRT (Independent Photo : CIMU
Implementation Review Team) dan sejak April 1999
oleh CIMU (Central Independent Monitoring Unit). Program Beasiswa dan DBO (SGP) menerapkan monitoring berjenjang oleh
CIMU dan jaringan kerjanya, RIM (Regional Inde- komite nasional, komite propinsi, komite kabupaten/kota dan komite
kecamatan. Pada Program Peningkatan Mutu Sekolah (SIGP) komite
pendent Monitor, secara progresif melaksanakan kabupaten memegang tanggung jawab utama monitoring internal. Disini
peran pemantauan yang lebih luas. Hingga program- para anggota Komite Kabupaten Morowali bertemu dengan Komite Sekolah
SLTP PGRI Taliwan di Sulawesi Tengah.
program tersebut berakhir pada 2004, peran
tersebut mencakup pemantauan sistematis terhadap kesesuaian pelaksanaan program dengan petunjuk
pelaksanaannya (juklak), pemantauan kinerja para pelaksana program, penyelidikan pengaduan, ambil bagian dalam
pelatihan untuk pemantau komite kabupaten, dan peran utama dalam penyelidikan dan penyelesaian dugaan korupsi.

Partisipasi masyarakat yang lebih besar


SGP dan SIGP secara aktif mendorong partisipasi masyarakat dan keterbukaan melalui penambahan jumlah wakil
masyarakat yang duduk dalam komite. Partisipasi masyarakat juga penting dalam kegiatan program seperti
rehabilitasi bangunan sekolah dan keterlibatan masyarakat dalam kampanye kepedulian masyarakat. Pada awal
pelaksanaan SGP pemerintah dan lembaga donor membiayai sebuah kampanye yang mendukung program. Aktor
dan artis terkenal seperti Rano Karno dan Maudy Kusnaedi muncul dalam iklan layanan masyarakat di televisi yang
mendesak orangtua untuk tetap menyekolahkan anak-anaknya. Iklan berukuran besar yang mudah terbaca dimuat
di beberapa suratkabar nasional dan daerah. Tujuan utama iklan-iklan tersebut adalah untuk mengumumkan kepada
masyarakat luas tentang SGP dan supaya masyarakat mengetahui jumlah dana beasiswa dan DBO. Dengan
mempromosikan keterbukaan seperti ini, kampanye kepedulian masyarakat merupakan pemberdayaan masyarakat
dalam hal ikut menjaga dana-dana untuk kepentingan anak-anak dan pendidikan anak-anak mereka.
Di luar cakupan SGP, perkembangan lain memberikan pesan-pesan serupa. Ini merupakan masa pertumbuhan
yang cepat di antara lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM). FLP (Forum Lintas Pelaku), sebuah konsorsium
LSM, dibentuk oleh Bappenas untuk memantau program Jaring Pengaman Sosial (JPS) secara lintas sektoral.
Selama SIGP, Proyek Pusat membuat iklan di suratkabar nasional dan daerah yang mengumumkan daftar kabupaten
penerima berikut jumlah dana hibah yang diterima masing-masing kabupaten. Banyak komite kabupaten membuat
pengumuman serupa tentang sekolah-sekolah penerima dana hibah. Pada gilirannya, sekolah bertanggung jawab
menyebarkan informasi melalui papan pengumuman agar masyarakat umum mengetahui rincian dana hibah,
bagaimana mereka memanfaatkan dana secara tepat dan nama-nama yang bertanggungjawab dalam mengelola
dana tersebut.
Ketersediaan informasi umum dan ketersediaan mekanisme dan saluran untuk pengaduan merupakan dua sisi
pada mata uang yang sama. Yang satu tidak akan efektif tanpa yang lain. Tanpa kesempatan mengajukan pengaduan,
informasi hanyalah sekadar propaganda. Tanpa informasi tentang hak-hak masyarakat, mekanisme pengaduan
akan dikesampingkan atau tenggelam dalam banyak penyelidikan yang tidak relevan.

Central Independent Monitoring Unit • PO BOX 21-JKPPJ - Jakarta 10210 • Ph. (021) 573 9919, 572 5032 • Fax. (021) 572 5032 • Web site: www.cimu.or.id • feedback@cimu.or.id
4 Apr 2004

Sejarah penyelidikan dan penanganan


pengaduan
Tahap pertama—upaya awal menyediakan saluran untuk
pengaduan
Di masa-masa awal SGP pada 1998, penanganan pengaduan merupakan upaya tim yang dilaksanakan oleh Proyek
Pusat. Pengaduan diterima melalui enam saluran telepon bebas pulsa, surat kaleng, lokakarya dan pertemuan
komite, dan melalui media massa. Ketika pengaduan diterima, satuan tugas diminta untuk yang melaksanakan
penyelidikan di lapangan. Jika ditemukan cukup bukti, pengaduan tersebut kemudian diteruskan ke Inspektorat
Jenderal Depdiknas yang melaksanakan sendiri penyelidikan.
Pada awalnya ada respon yang cukup besar dari masyarakat. Antara 1998 dan 2001, Proyek Pusat menerima
ribuan pengaduan lewat telepon bebas pulsa (2.313 pada tahun pertama). Sepanjang 1999 rata-rata ada 18 penanya
dalam sehari. Dari pengaduan lewat telepon yang diterima antara 1998 dan 2001, sebanyak 279 merupakan
pengaduan murni dan sisanya kebanyakan hanya kesalahpahaman atau meminta informasi. Sebesar 14% pengaduan
seperti ini diterima pada 1998/99, 72% pada 2000 dan 14% pada 2001.
Sayangnya, hanya sekitar seperempat pengaduan yang diterima selama 1998/99 diselesaikan oleh kerjasama
Proyek Pusat dan Irjen. Pengaduan-pengaduan yang diselesaikan tersebut berasal dari Jakarta dan daerah-daerah
sekitarnya. Pengelola program tidak mampu menangani semua respon dari masyarakat. Di awal masa program,
tidak tersedia cukup tenaga dan dana bagi Proyek Pusat untuk dapat menangani banyaknya respon masyarakat—
khususnya ketika respon tersebut membutuhkan perjalanan ke daerah-daerah terpencil. Di Proyek Pusat, tanggung
jawab kerja tidak dibuat sedemikian rupa sehingga memungkinkan petugas yang bertanggung jawab untuk itu
dapat menindaklanjuti pengaduan atau melakukan penyelidikan. Pengelolaan kasus juga tidak memadai. Pengaduan
tidak dibukukan secara sistematis. Tidak ada sistem yang memilah kasus-kasus menurut tingkat keseriusan atau
menggolongkannya menurut tingkat urgensinya. Penelusuran tindak lanjut yang telah dilakukan dan perkembangan
kasus-kasus tersebut dilakukan tanpa rencana dan dikelola secara tidak memadai. Karena tidak ada bagian khusus
yang menangani pengaduan, maka sulit memelihara kelanjutan penyelidikan.
Ketika penyelidikan awal mengungkap penyelewengan, kasus ini diteruskan ke Irjen. Hal ini memakan waktu yang
amat panjang karena Irjen harus melakukan sendiri penyelidikan, penjadwalan dan pendanaan bersamaan dengan
tugas-tugas lainnya. Kemampuan Irjen juga tidak memadai dalam hal kemampaun staf, metodologi dan anggaran
untuk melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan tersebut. Kewenangan Irjen ke pemerintah daerah menjadi
tidak menentu ketika tanggung jawab pendidikan diserahkan ke daerah (desentralisasi).
CIMU aktif ikut ambil bagian dalam penyelidikan pengaduan lewat CIT (Central Investigation Team) sejak 1999.
Tim ini merupakan kelanjutan dari RRU (Rapid Response Unit) yang awalnya dibentuk di bawah IIRT untuk merespon
masalah-masalah seperti keterlambatan penyaluran dana atau salah sasaran. Fungsi CIT adalah menangani
pengaduan—melaksanakan penyelidikan yang sistematis lewat kunjungan lapangan, diskusi dan memeriksa
dokumen-dokumen yang ada hubungannya dengan pengaduan. Banyak pekerjaan CIT memberi penjelasan tentang
juklak SGP kepada komite-komite.
Meskipun demikian, CIMU tidak mempunyai wewenang untuk meyelesaikan pengaduan. Pengaduan-pengaduan
yang tidak dapat diselesaikan di tingkat daerah kemudian diteruskan ke Proyek Pusat dan banyak penyelidikan
awal CIMU menghadapi masalah yang sama dengan pengaduan yang diteruskan secara langsung ke Proyek
Pusat.

Tahap kedua—menambah struktur dan sumber daya baru


Untuk memenuhi kebutuhan akan struktur, tenaga dan dana baru untuk proses penanganan pengaduan, Proyek
Pusat yang didukung oleh Bank Dunia membentuk struktur birokrasi baru untuk penanganan pengaduan, yakni
Unit Pengaduan Masyarakat (UPM). Ada rencana ambisius untuk membentuk UPM di setiap tingkatan administrasi
pemerintahan, mulai dari komite sekolah hingga ke pusat. Idenya adalah menyediakan tempat bagi masyarakat
untuk menyalurkan pengaduan dan hal ini dianggap dapat mengurangi praktek suap dan kesalahan administrasi.

Central Independent Monitoring Unit • PO BOX 21-JKPPJ - Jakarta 10210 • Ph. (021) 573 9919, 572 5032 • Fax. (021) 572 5032 • Web site: www.cimu.or.id • feedback@cimu.or.id
Apr 2004 5

Bersamaan dengan itu, struktur serupa dibentuk oleh Bappenas untuk seluruh program Jaring Pengaman Sosial
dan dikenal dengan singkatan TKPP. Nama resmi sistem pengaduan di bawah SGP adalah TKPP-PK.
UPM dimaksudkan untuk membuat proses penanganan pengaduan menjadi lebih resmi dan menghindari
keterbatasan pendekatan tidak terencana yang dipakai pada tahun-tahun sebelumnya. Pengaduan digolongkan ke
dalam teknis dan non-teknis dan ditangani dengan format laporan yang dibuat khusus untuk itu dan mengikuti
prosedur-prosedur khusus. Juklak panjang dan rumit yang mengatur proses penanganan pengaduan dipublikasikan
dan diselenggarakan pula program pelatihan untuk itu.
UPM telah menjadi sebuah langkah penting bagi sebuah pemerintah yang dulunya tidak bisa menerima perbedaan
pendapat atau kritik, namun pada akhirnya terbukti bahwa unit ini terlalu rumit dan tidak praktis. Sistem yang rumit
ini tidak dapat berkembang dengan baik, sebagian besar disebabkan adanya kerancuan tentang bagaimana kegiatan
dan cakupan unit ini sejalan dengan struktur administrasi dan garis wewenang yang sudah ada. Orang yang
ditugaskan di UPM merasa enggan untuk mencoba mengunakan kewenangan mereka. UPM juga mempunyai
peran yang tidak menentu dalam pemerintahan desentralisasi. Dampak sistem ini pada penyelesaian pengaduan
cukup rendah.
Jumlah pengaduan dari masyarakat turun drastis setelah 2001. Mungkin ini merupakah penurunan alami setelah
masa eforia kebebasan mengkritik pejabat pemerintah hilang. Mungkin juga, meskipun sulit dibuktikan, banyak
pengaduan yang sebelumnya disampaikan ke pusat melalui telepon dan surat, dapat diselesaikan di daerah. Salah
satu kesulitan di awal penanganan pengaduan adalah sulitnya membedakan antara pengaduan yang serius dan
yang hanya main-main. Masalah-masalah kecil memperoleh perhatian besar sementara kasus-kasus yang lebih
besar tidak diprioritaskan. Namun, ada kemungkinan masyarakat tidak yakin pengaduan mereka akan ditangani
dengan baik oleh sistem yang ada. Misalnya, di bawah sistem UPM kepala sekolah tidak hanya sebagai ketua
komite sekolah tetapi juga sebagai koordinator UPM setempat. Mungkin juga persepsi masyarakat bahwa pejabat
masih kebal hukum menyebabkan kekecewaan terhadap proses pengaduan. Tentu saja kelihatannya hal itu seolah-
olah masyarakat tidak sepenuhnya percaya akan efektifitas sistem tersebut.

Tahap ketiga—membutuhkan pihak lain


Sekitar 2001(tahun ketiga SGP), semangat dan dana menghilang dari UPM, meskipun struktur ini secara resmi
masih ada. Keadaan penyelidikan pengaduan telah berubah. Sampai dengan saat itu diasumsikan bahwa pengaduan
masyarakat akan muncul melalui saluran telepon bebas pulsa. Masalah terus bemunculan dari hasil pemantauan
yang dilakukan oleh CIMU, dan melalui laporan-laporan di suratkabar dan kegiatan LSM. Sikap terhadap penyelidikan
dan pandangan tentang siapa yang harus melaksanakan tugas itu juga berubah. Tidak ada lagi asumsi bahwa PMU
harus menangani semua pengaduan dan melakukan penyelidikan. CIMU semakin dilihat sebagai pemain utama
dalam penyelidikan. Pada saat SIGP 2 dipersiapkan pada 2002, CIMU secara resmi diberi tugas penyelidikan dan
dengan demikian PMU dapat memusatkan perhatian
pada proses penyelesaian atas nama Dirjen
Dikdasmen sebagai pihak yang paling bertanggung
jawab terhadap penyelesaian pengaduan.
Meskipun pihak-pihak yang melakukan penyelidikan
telah jelas, namun masih ada kesulitan dalam
membuat kemajuan penyelesaian masalah-masalah
yang ditemukan. Ada tanda-tanda bahwa pemerintah
pusat bersungguh-sungguh menangani praktek
korupsi. Pada awalnya Depdiknas kelihatan ragu-ragu
bereaksi terhadap munculnya kasus-kasus korupsi.
Mereka enggan berhadapan dengan pemerintah
kabupaten/kota yang terlibat korupsi. Sebagian
penjelasan atas situasi ini terletak pada tradisi birokrasi
yang walaupun mempunyai aturan yang sangat rinci
namun dalam pelaksanaannya tidak sistimatis dan
Photo : CIMU
tidak sungguh-sungguh. Sebagiannya lagi,
pendekatan tersebut menunjukkan ketidakpastian
CIMU menjalin kerjasama dengan berbagai organisasi selama
tentang wewenang pemerintah pusat pada masa penyelidikan pengaduan dan dugaan penyelewengan. Di sini konsultan
desentralisasi. CIMU bertemu dengan anggota Komisi E DPRD Kabupaten Bantaeng
untuk mendiskusikan penyelidikan.

Central Independent Monitoring Unit • PO BOX 21-JKPPJ - Jakarta 10210 • Ph. (021) 573 9919, 572 5032 • Fax. (021) 572 5032 • Web site: www.cimu.or.id • feedback@cimu.or.id
6 Apr 2004

Tahap keempat—mencari pihak-pihak terkait lainnya


dalam pemecahan masalah
Desentralisasi telah merubah lingkungan administrasi dan membuat proses pemecahan masalah menjadi rumit.
Menananggapi situasi itu CIMU mengembangkan strategi yang memungkinkan CIMU bekerja lewat instansi-
instansi yang sudah ada di tingkat kabupaten/kota. Pada saat yang sama CIMU membentuk hubungan kerja yang
lebih erat dengan Proyek Pusat yang membantu proses penyelesaian masalah. Prosedur administrasi pencatatan
dan penanganan pengaduan dikelola dan ada proses penilaian terhadap prioritas penyelidikan. Pendekatan dalam
penyelidikan adalah pengadukan sebanyak mungkin diselesaikan di tingkat daerah dan untuk itu tidak ada rumusan
keberhasilan karena setiap kasus ditangani sendiri-sendiri. Instansi mitra yang kuat dan efektif dalam penyelidikan
dan penyelesaian pengaduan di satu kabupaten/kota mungkin lebih lemah dibandingkan di kabupaten/kota lainnya.
Meskipun ini kelihatannya merupakan pendekatan sementara, namun ada pelajaran yang bisa diambil. Dalam
melaksanakan penyelidikan, CIMU bekerjasama dengan Bawasda, kepolisian, LSM dan masyarakat setempat.
Pengalaman bekerjasama dengan pihak-pihak tersebut diuraikan di bawah ini.

Bawasda
Badan Pengawasan Daerah (Bawasda) mempunyai kekuasaan besar dalam menangani kasus-kasus korupsi di
tingkat kabupaten dengan wewenang penuh dari Bupati untuk melakukan penyelidikan. (Badan ini dikenal sebagai
Bawaskot untuk pemerintahan kota). Peran utama Bawasda adalah menyelidiki penyimpangan dana yang bersumber
dari APBD dan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat di lingkungan kabupaten. Namun Bawasda dapat juga
melakukan penyelidikan di luar batasan tersebut atas permintaan Bupati jika ada kasus penyalahgunaan, korupsi
dan penyelewengan yang mengancam kepentingan masyarakat dan menjadi masalah serius. Bawasda juga ambil
bagian dalam Badan Pertimbangan Kepangkatan yang berada di bawah Sekretaris Daerah (Sekda) dan oleh sebab
itu Bawasda juga memiliki kekuasaan dalam kenaikan pangkat pegawai negeri.
Dalam SIGP 2, peran Bawasda disebutkan dalam
perjanjian kerjasama (MOU) yang ditandatangani oleh
Dirjen Dikdasmen dan Bupati sebagai penerima dana
hibah. Dalam perjanjian tersebut disebutkan bahwa
jika terjadi ketidaksesuaian pelaksanaan program
dengan Juklak atau penyalahgunaan dana hibah,
Bupati harus mendorong dilakukannya penyelidikan;
memerintahkan Bawasda untuk menindaklanjuti
penyelidikan dalam rangka mengambil tindakan
korektif; dan memberi sanksi kepada pegawai yang
terlibat dalam penyalahgunaan sesuai dengan hukum
yang berlaku. Bawasda mengambil alih peran Itjen
Depdiknas pada masa awal SGP.
Para pejabat Bawasda di kabupaten penerima dana
hibah aktif menindaklanjuti kasus-kasus korupsi yang
Photo : CIMU muncul. Setelah dugaan pemerasan dimuat dalam
suratkabar setempat di Banjarnegara, Bawasda
menyelidiki kasus tersebut, menjamin uang akan
Badan Pengawasan Daerah (Bawasda) mempunyai kekuasaan yang
besar dalam melakukan penyelidikan dan menangani kasus-kasus dikembalikan ke sekolah dan sanksi administrasi akan
korupsi di tingkat kabupaten dengan wewenang penuh dari Bupati. Disini diberikan kepada para pelaku. Di Palembang,
Kepala Bawasda Kabupaten Cianjur bertemu dengan anggota tim Bawaskot menyelidiki dugaan yang dimuat dalam
penyelidik dari CIMU. harian Palembang Pos bahwa konsultan pendamping
dan anggota komite kota melakukan pemerasan di
sekolah-sekolah penerima dana hibah, dan membenarkan dugaan tersebut serta menyarankan tindak lanjut kepada
Walikota. Hasilnya, dana dikembalikan ke sekolah. Di Garut, sebuah suratkabar memuat dugaan bahwa sekolah
harus menyuap oknum pejabat Dinas Pendidikan setempat untuk memperoleh dana hibah SIGP 2. Bersama-sama
dengan CIMU, Bawasda melakukan penyelidikan. Akhirnya kedua lembaga ini menyimpulkan bahwa dugaan
tersebut benar-benar ada dan Bawasda memproses pengembalian dana ke sekolah-sekolah. Bawasda juga
mengembalikan dana yang disalahgunakan dan mendesak agar sanksi administrasi diberlakukan kepada yang
bersalah.

Central Independent Monitoring Unit • PO BOX 21-JKPPJ - Jakarta 10210 • Ph. (021) 573 9919, 572 5032 • Fax. (021) 572 5032 • Web site: www.cimu.or.id • feedback@cimu.or.id
Apr 2004 7

Namun, ada kasus-kasus dimana Bawasda tidak bertindak dengan efektif. Di Buton, Sulawesi Tenggara, komite
kabupaten diduga memaksa semua sekolah penerima dana hibah SIGP 1 untuk membayar sejumlah dana untuk
pengadaan jasa administrasi ke sebuah perusahaan yang dikelola oleh isteri manajer sekretariat komite kabupaten.
Manajer sekretariat tersebut dilaporkan telah meminta sekolah-sekolah untuk membayar jasa dengan menggunakan
3% dari total dana hibah yang dialokasi untuk biaya administrasi. Kasus ini diselidiki oleh Bawasda yang hasilnya
gagal menemukan bukti-bukti pelanggaran. Meskipun kasus ini masih belum dapat diselesaikan, muncul lagi dugaan
bahwa komite kabupaten menerima upeti dari sekolah (sedikitnya 10% dari total dana hibah). Ada pula laporan
bahwa konsultan pendamping meminta uang sebagai balas jasa atas tanda tangan persetujuan proposal konstruksi
meskipun hal itu jelas bertentangan dengan aturan program. Bawasda telah menunjukkan tidak adanya kemauan
untuk menyelidiki kasus dugaan tersebut.

Upeti di Banjarnegara
Pada Oktober 2001, Proyek Pusat menyampaikan sebuah surat kaleng berisi pengaduan kepada CIMU. Pengirim surat tersebut menduga
bahwa oknum pejabat melakukan pemerasan kepada sekolah-sekolah penerima dana hibah SIGP 1 di Banjarnegara dan akibatnya,
beberapa sekolah tidak melaksanakan pekerjaan konstruksi sesuai dengan proposal awal. Ketika turun ke lapangan, CIMU menemukan
bahwa jumlah uang yang diselewengkan tersebut mencapai 7% dari total dana. Pengumpulan dana haram tersebut dilakukan oleh
salah seorang kepala sekolah atas nama Kakancam yang kemudian menyerahkan sebagian uang tersebut ke asisten manajer sekretariat
komite kabupaten. Beberapa kepala sekolah menyatakan pada CIMU bahwa pembayaran tersebut diumumkan pada saat sosialisasi/
pelatihan untuk komite sekolah. Ada yang mengatakan bahwa hal itu dilakukan karena tidak adanya dana operasional untuk komite
kabupaten—sebuah kasus anggaran pembangunan yang dikorup untuk menutup anggaran rutin yang jumlahnya tidak memadai.
Kebiasaan lama sulit dihilangkan.

Ketika CIMU masih berada di lapangan, kisah dugaan tersebut muncul di dua suratkabar, yakni Suara Merdeka dan Kedaulatan Rakyat.
Pada saat itu Bawasda bersama CIMU sedang melaksanakan penyelidikan. Empat staf Bawasda melaksanakan penyelidikan menyeluruh
terhadap 103 sekolah penerima dana hibah di kabupaten ini. Mereka menghabiskan waktu tiga bulan dan dana Rp. 80 juta dari pemerintah
setempat untuk menyelesaikan penyelidikan. Akhirnya mereka menemukan bahwa oknum pejabat kabupaten mengutip Rp.21.600.000,-
dari sembilan sekolah. Uang tersebut kemudian segera dikembalikan ke sekolah-sekolah dan para pelakunya dicopot dari jabatannya.
Bawasda menjanjikan bahwa mereka akan memberi perlindungan kepada kepala sekolah jika ada oknum yang meminta upeti dan
meminta kepala sekolah untuk membuat surat pernyataan. Meskipun dana untuk penyelidikan jauh lebih besar daripada dana yang
disalahgunakan, namun sekarang kepala sekolah di Banjarnegara merasa lebih percaya diri bahwa Bupati dan stafnya memperhatikan
kepentingan mereka.

Kepolisian dan pengadilan


Wewenang sistem pengadilan untuk pejabat pemerintah masih lemah baik dalam teori maupun prakteknya.
Peraturan Pemerintah Nomor 30 menjamin bahwa tindakan pegawai negeri yang berhubungan dengan kegiatan
jabatannya adalah subjek peraturan administrasi dan bukan subjek penyelidikan kejahatan. Dalam prakteknya,
kepolisian jarang sekali terlibat dalam kasus korupsi atau penyalahgunaan yang dilakukan oleh pegawai negeri.
Banyak pengamat mengatakan bahwa keterlibatan kepolisian akan membuat persoalan menjadi lebih rumit.
Proyek Pusat dan CIMU tidak mempunyai mekanisme resmi dimana mereka dapat bekerjasama dengan pihak
kepolisian, namun beberapa penyelidikan telah menarik perhatian kepolisian. Tidak adanya satupun kasus-kasus
yang sudah diselesaikan menggambarkan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk penuntutan hukum lewat
pengadilan. Di Ponorogo, polisi telah melakukan penyelidikan kasus korupsi besar sejak 2001. Kasus tersebut
belum sampai di pengadilan. Di Rejang Lebong, Bengkulu, polisi memulai penyelidikan kasus dimana seorang
kepala sekolah diduga memindahkan dana hibah ke rekening pribadi pada Februari 2002, dan kasus tersebut
belum juga sampai di pengadilan. Di Bengkulu Selatan, polisi menangkap kepala sekolah dan bendahara pada Juni
2002 sehubungan dengan kasus penyalahgunaan dana sekolah. Kedua orang tersebut kemudian dilepas sambil
menunggu polisi melakukan penyelidikan, namun belum ada penyelesaian tuntas kasus tersebut.
Pada perkembangan yang menarik, penuntutan kasus di NTT dibatalkan ketika jaksa memutuskan bahwa negara
tidak dirugikan karena dana telah dikembalikan ke sekolah.

Media massa
Opini masyarakat merupakan kekuatan dalam memerangi korupsi. Mengingat Indonesia sedang dalam masa
transisi menuju demokrasi yang lebih baik, peranan media massa menjadi semakin penting. Setelah bertahun-

Central Independent Monitoring Unit • PO BOX 21-JKPPJ - Jakarta 10210 • Ph. (021) 573 9919, 572 5032 • Fax. (021) 572 5032 • Web site: www.cimu.or.id • feedback@cimu.or.id
8 Apr 2004

tahun di bawah kontrol yang kuat dan sensor, kemunculan media massa membutuhkan waktu untuk menjadi
kekuatan kontrol atas kekuasaan. Jurnalisme investigatif dan tradisi jurnalisme yang bertanggung jawab tidak
akan lahir dalam sekejap. Di semua negara ada kecenderungan jurnalisme mengarah ke hal hal yang sensasional
dan kadangkala tidak menghormati nara sumber. Namun, media massa menjadi alat yang efektif dalam memerangai
korupsi. Penyelidikan CIMU mengenai kasus karupsi di Palembang dan Wonosobo merupakan respon terhadap
berita yang dimuat media setempat. Kompas, suratkabar nasional, mengingatkan pengelola proyek tentang adanya
penyimpangan di Kabupaten Blora, sementara dugaan Indonesia Corruption Watch (ICW) mengenai adanya di
Kabupaten Garut yang dimuat di media nasional menarik perhatian publik tentang adanya lelang dana hibah yang
dilakukan oleh Komite Kabupaten Garut. Bahkan media internasional aktif melaporkan di media massa Belanda
tentang pembayaran upeti di Kabupaten Kapuas, dimana dilaporkan bahwa dana hibah diambil oleh oknum pejabat
kabupaten dan konsultan pendamping. Media massa Belanda juga memuat laporan ICW mengenai apa yang
terjadi di Garut.
Media massa setempat, dengan memuat berita
tentang skandal korupsi ketika CIMU sedang
Kontraktor di Ponorogo
melakukan penyelidikan, dapat menarik
Dengan cara menyalahartikan syarat minimum untuk posisi ketua tim perhatian pihak-pihak yang berwenang seperti
teknis, Komite Kabupaten Ponorogo mempengaruhi sekolah-sekolah untuk yang terjadi di Ponorogo dan Banjarnegara. Di
menerima anggota Gapensi sebagai anggota tim teknis. Akhirnya, tim
Kabupaten Magelang, seorang wartawan yang
teknis didominasi oleh anggota Gapensi yang mengambil alih pengelolaan
juga duduk sebagai anggota komite kabupaten
dana hibah, membuat proposal awal dan laporan bulanan serta menangani
pembelian dan transaksi keuangan. Kontraktor Gapensi umumnya
mengungkap kasus pemerasan yang dilakukan
mengikuti kepala sekolah ketika pergi ke bank dan mengambil dana oleh salah seorang anggota komite. Ia
langsung dari kasir. Kebanyakan kepala sekolah kecewa dengan hasil memberitakan hal tersebut di suratkabar Suara
pekerjaan kontraktor tersebut tetapi mereka tidak memperoleh Merdeka yang dibaca oleh para anggota Komisi
kesempatan mengawasi pekerjaan yang berlangsung di sekolahnya. E DPRD setempat. Anggota legislatif tersebut
Kebanyakan sekolah memahami juklak dan semua setuju bahwa mereka kemudian menemui anggota komite lainnya
mampu melakukan sendiri pekerjaan tersebut. Lalu, mengapa mereka tidak dan mendesak Bupati Magelang untuk
melakukan perlawanan? Jawabannya, beberapa sekolah telah menangani kasus tersebut. Pelakunya
melakukannya. Sekolah-sekolah ini memahami juklak dan mendapat kemudian dipindah menjadi staf umum di
dukungan dari masyarakat setempat. kantor kecamatan.
Kasus tersebut dimuat dalam dua suratkabar yang terbit di Jawa Timur Sayangnya, "wartawan amplop" juga
(Surya dan Jawa Pos). Sejak itu polisi mengambil tindakan dan meminta merupakan kenyataan di Indonesia dan ada
BPKP untuk melakukan audit. Pada Juni 2003 (hampir dua tahun setelah
kasus-kasus dimana wartawan meminta uang
kasus tersebut terungkap) BPKP memanggil dan memeriksa 57 kepala
pada sekolah-sekolah dengan ancaman akan
sekolah penerima dana hibah dan ikut menandatangani hasil audit. Pada
saat itu enam orang petugas audit BPKP dan empat orang polisi bekerja
memberitakan hal-hal yang buruk tentang
selama lebih enam bulan untuk mengumpulkan laporan-laporan. pelaksanaan program di sekolah tersebut.
Sayangnya, saat ini polisi menghadapi kesulitan memperoleh dana untuk
CIMU telah berusaha sungguh-sungguh untuk
audit tahap berikutnya. Akankah semua kerja yang bagus ini menjadi sia-
membina hubungan dengan media massa.
sia hanya karena keterbatasan dana POLRI? Apakah sanksi hukum mejadi
Semua laporan yang dipublikasikan dikirimkan
pilihan tepat dalam proyek-proyek pembangunan yang umumnya
ke media massa dan menjaga akses ke media
berlangsung dalam waktu singkat?
massa merupakan aspek penting dalam
memelihara independensi pemantauan.
Namun, dalam kasus dugaan korupsi, ada bahaya memberitakan hal-hal yang sifatnya masih prematur. Penyelidikan
harus memegang teguh azas praduga tak bersalah sebelum ada bukti yang kuat dan sah. Penyelidikan CIMU tidak
dapat dipublikasikan sebelum benar-benar selesai. Keterlibatan media massa sebelum waktunya akan membuat
penyelidikan menjadi prasangka dan menyebabkan kesalahan dalam dakwaan sehingga akan merusak kredibilitas
penyelidik dan akan mengurangai keinginan pihak-pihak yang berwenang untuk bekerjasama dengan pemantau.
Hal ini juga bisa membahayakan pihak-pihak yang memberi informasi, yang dapat saja diintimidasi dan kemudian
menarik kembali pernyataannya. Oleh karena itu CIMU sangat berhati-hati dalam menjalin hubungan dengan
media massa dalam memberitakan kasus korupsi dan menjaga jarak untuk menjamin bahwa kasus dipublikasikan
setelah yakin didukung dengan cukup bukti. Untuk itu CIMU menerapkan kebijakan bahwa hasil penyelidikan
disampaikan kepada Proyek Pusat dan lembaga donor secara rahasia sampai bukti-bukti berhasil dikumpulkan dan
instansi-instansi terkait memperoleh kesempatan mengambil tindakan korektif. Kebijakan ini dikritik oleh beberapa
LSM vokal yang menganggap CIMU sangat dekat dengan pemerintah sehingga diragukan dapat memerangi
korupsi dengan efektif.

Central Independent Monitoring Unit • PO BOX 21-JKPPJ - Jakarta 10210 • Ph. (021) 573 9919, 572 5032 • Fax. (021) 572 5032 • Web site: www.cimu.or.id • feedback@cimu.or.id
Apr 2004 9

Lembaga swadaya masyarakat


Pertumbuhan LSM yang cepat sejak kejatuhan Suharto menjadi LSM sebagai agen di Nias
salah satu fenomena sosial yang mengejutkan di tahun-tahun Pada September 2002 LSM Badan
belakangan ini. Peranan LSM telah dilembagakan dalam SGP Pemberdayaan dan Warisan Nias (BPWN)
dan SIGP. Mereka dilibatkan dalam komite-komite pelaksana wewakili masyarakat di sekitar SDN 075103
program dan mereka juga didorong untuk ikut ambil bagian Tetegowo, Nias mengadukan bahwa kepala
dalam pemantauan program. Mereka aktif menyampaikan sekolah tidak terbuka dalam pelaksanaan
program dan diduga telah menyalahgunakan
kasus-kasus korupsi atau penyimpangan kepada CIMU dan RIM.
dana hibah. Dengan dukungan Bupati Nias,
Pada kasus di Kapuas yang telah disebutkan di atas, CIMU sebuah pertemuan diselenggarakan di sekolah
mendapat informasi tentang siaran pers dari LSM setempat. tersebut dan dihadiri oleh CIMU, BPWN,
Pada kasus di Lombok Barat, CIMU awalnya diberitahu oleh stakeholder masyarakat, kepala sekolah,
Ketua Majelis Pondok Pesantren yang menghubungi RIM. Di penjabat Kepala Dinas Pendidikan dan staf
Lampung Utara, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Bappeda.
memberitahu CIMU perihal penyalahgunaan dana hibah yang Setelah pertemuan yang penuh emosi tersebut,
dilakukan oleh kepala sekolah. kepala sekolah mengakui telah memberikan
LSM juga aktif membantu penyelidikan. Di Buton, LSM uang dalam jumlah besar kepada konsultan
setempat, Forum Lintas Pelaku Masyarakat Madani (FLP-MM) pendamping, mantan Kepala Dinas Pendidikan
dan mantan Kakancam. Jumlah dana yang
melakukan penyelidikan kasus korupsi atas inisiatifnya sendiri.
disalahgunakan mencapai Rp.13 juta atau 18%
Temuan mereka membenarkan temuan CIMU. Di Nias, sebuah dari total dana. Kepala sekolah bersedia
LSM yang mewakili masyarakat di sekitar sekolah membantu mengganti kerugian sekolah dengan uang
mengungkap kasus dan berkerjasama dengan masyarakat pribadinya dan akan menyelesaikan rehabilitasi
dalam penyelesaiannya. Di Sumenep, Jawa Timur, CIMU bangunan sekolah sampai masyarakat merasa
diberitahu tentang kemungkinan adanya pemerasan yang puas. Kepala sekolah tersebut menepati
dilakukan konsultan pendamping, melalui kontak dengan LSM janjinya.
setempat, Sumekar Alliance Non-Government Organization
(SANGO). Di kemudian hari SANGO ikut ambil bagian dalam
penyelidikan dan menarik pengaduannya setelah uang
dikembalikan ke sekolah.
Namun, area LSM luas dan beragam dan sulit diperlakukan
sebagai satu kesatuan. Sesuai dengan sifatnya, LSM adalah
organisasi yang mempunyai agenda sosial yang kuat. Ketika
agenda mereka bersinggungan dengan agenda program, seperti
yang terjadi pada contoh-contoh di atas, kemitraan yang erat
dan saling menguntungkan dapat memberikan manfaat bagi
masyarakat. Hal seperti ini tidak selalu terjadi. Wakil LSM di
komite-komite SGP/SIGP kadangkala dapat menyesatkan. Photo : CIMU
Sebuah studi yang mencakup Buton, Pandeglang dan Kebumen
yang dilakukan pada 2002 menyebutkan bahwa "….pada Photo : CIMU

kenyataannya, sebagian besar wakil masyarakat adalah


pensiunan militer atau pegawai negeri, dengan demikian hanya Seorang penyelidik CIMU (kiri) berjalan menuju SDN
37% dari anggota komite (Pandeglang) dan 22% (Kebumen) 07510 Tetegowo, Nias bersama pejabat setempat dan
lainnya ketika melakukan investigasi.
merupakan wakil yang tidak mempunyai hubungan dengan
pemerintah" (Warta CIMU, Juli 2002). Pola yang pengisian posisi
wakil masyarakat dengan LSM "plat merah" tersebut kemudian diikuti oleh komite kabupaten di seluruh Indone-
sia. Maka, tidaklah mengherankan bahwa LSM yang sangat aktif dalam program biasanya bergerak di luar struktur
komite.

Masyarakat di sekitar sekolah


SGP dan SIGP memberikan peranan penting kepada masyarakat di sekitar sekolah dalam mendorong keterbukaan
dan pengamanan dari penyalahgunaan wewenang. Sulit membangun rasa percaya diri masyarakat agar peranan
tersebut bisa menjadi efektif, namun ada sejumlah tanda-tanda bahwa "kekuatan masyarakat" menjadi kenyataan
di beberapa tempat. Pemantau independen mencatat contoh-contoh yang semakin banyak jumlahnya dimana
kepala sekolah berada di bawah tekanan masyarakat untuk merubah pelaksanaan program yang tidak demokratis
dan tertutup. Contoh dari SDI Ranggai, Manggarai menggambarkan hal itu. Disini sekelompok orang dari masyarakat
di sekitar sekolah menemui RIM. Mereka terdiri dari Kepala Desa, mantan Ketua BP3, Ketua BPD (Badan Perwakilan

Central Independent Monitoring Unit • PO BOX 21-JKPPJ - Jakarta 10210 • Ph. (021) 573 9919, 572 5032 • Fax. (021) 572 5032 • Web site: www.cimu.or.id • feedback@cimu.or.id
10 Apr 2004

Desa) dan berbagai unsur masyarakat lainnya. Mereka mengadukan bahwa kepala sekolah tidak terbuka dalam
melaksanakan program dan semua yang berhubungan dengan dana hibah dikelola sendiri oleh kepala sekolah dan
kepala pelaksana. Mereka menduga dana hibah digunakan tidak sebagaimana mestinya. Pada saat yang sama
wakil kepala sekolah mengungkapkan dugaan serupa ke media massa yang kemudian dimuat di suratkabar setempat.
RIM bertemu dengan kepala sekolah dan menjelaskan keprihatinan masyarakat tersebut dan kemudian
menyelenggarakan sebuah pertemuan terbuka dengan masyarakat. Pertemuan ini nampaknya dapat menyelesaikan
masalah tersebut dan pelaksanaan renovasi dapat berjalan mulus.
Karena masyarakat di sekitar sekolah semakin sadar akan hak-haknya, para kepala sekolah menjadi lebih sulit
untuk menguasai semuanya sendiri. Mereka tidak dapat lagi menghindari tuntutan keterbukaan pengelolaan
keuangan sekolah dan mencampuri urusan keuangan dana hibah yang dipercayakan kepada mereka. Selain itu,
dimana ada kemitraan yang erat antara sekolah dan masyarakat di sekitarnya, sekolah mampu menangkal upaya
pihak luar untuk meminta bagian dari dana hibah dan upaya menekan sekolah untuk ikut ambil bagian dalam
pembelian barang seperti mebeler dan buku.

Tahap kelima—menemukan jalan keluar


Sekalipun ada keberhasilan-keberhasilan, membangun upaya bersama dalam kemitraan di tingkat lokal tidak
membantu penyelesaian beberapa kasus penyelewengan dan penyalahgunaan yang kadarnya lebih sulit. Dengan
dana yang kecil tapi berskala besar, SGP dirugikan oleh korupsi kecil-kecilan oleh kepala sekolah yang menguasai
dana beasiswa dan DBO secara berelebihan. Di lain pihak, SIGP yang menyalurkan dana lebih besar, memberikan
kesempatan yang lebih besar pula untuk disalahgunakan dan akibatnya lebih menarik perhatian pihak-pihak yang
tidak diinginkan. Hal-hal yang menyusahkan adalah kasus-kasus dimana oknum pejabat kabupaten memungut
dana dari sekolah dan dimana konsultan pendamping meminta pembayaran atas jasa yang seharusnya diberikan
secara gratis. Pada kenyataannya, di media massa dan di anatara LSM tertentu SIGP memperoleh julukan sebagai
sebuah program yang rentan terhadap korupsi. Ini merupakan persepsi yang tidak adil. Hal ini tepatnya dikarenakan
adanya pegawasan yang melekat dan ketat dalam program yang hasilnya banyak kasus-kasus korupsi terungkap.
Program program yang lain mungkin lebih banyak dilanda korupsi tetapi tidak diketahui atau diberitakan karena
kurangnya pengawasan.
Beberapa kasus korupsi pada SIGP, walaupun sudah dapat dibuktikan, tetap tidak dapat diselesaikan. Masalah
ketiadaan tindak lanjut dan penyelesaian yang menjadi ciri di awal-awal prosedur penanganan pengaduan dahulu
dan keengganan pemerintah pusat berhadapan dengan pemerintah daerah muncul pada pertengahan 2003. Kasus-
kasus yang sangat menarik perhatian media massa dalam dan luar negeri menimbulkan keresahan di kalangan
lembaga donor. Bank Dunia dan Pemerintah Belanda yang mendanai SIGP memberi tekanan kuat kepada Depdiknas
untuk menyelesaikan kasus-kasus menonjol sebelum berakhirnya program.
Sejak pertengahan 2003 hingga sekarang, CIMU, bersama Proyek Pusat membuat daftar kasus penyelidikan dalam
bentuk instrumen yang memuat tindakan yang telah dilakukan dan yang masih diperlukan terhadap semua kasus
korupsi yang menonjol. Daftar yang disebut matriks ini memuat semua kasus yang belum diselesaikan. Matriks ini
diperbaharui setiap bulannya. Pada April 2004, ada 52 kasus dalam daftar tersebut, beberapa diantaranya kasus
yang terjadi pada 2001. Matriks ini berisi rincian tanggal dan keterangan yang akurat untuk setiap kasus. Tindakan
yang diperlukan dirinci dan dibicarakan dalam pertemuan bulanan antara CIMU, Proyek Pusat dan lembaga-lembaga
donor. Dengan metode ini, kejelasan yang didambakan itu datang juga dan memberikan jalan terhadap situasi
yang seringkali membingungkan dimana isu-isu dan dugaan-dugaan seringkali sangat tidak jelas. Pada April 2004,
selain tiga belas kasus, semua kasus yang dimuat dalam matriks telah diselesaikan.
Matriks tersebut merupakan sebuah inovasi penting. Proses pengaduan selalu terhenti oleh ketiadaan penyelesaian.
Hal ini sebagiannya disebabkan Depdiknas kadangkala merasa temuan-temuan CIMU mengenai penyelewengan
tidak didukung oleh bukti nyata yang memadai untuk dapat diupayakan verifikasinya. Juga ada keengganan untuk
merusak hubungan antar instansi pemerintah hanya karena kasus-kasus yang mungkin nilai uangnya tidak banyak.
Tidak jelasnya tanggung jawab dan wewenang berarti penyelesaian masalah-masalah yang rumit merupakan "tugas
orang lain". Dengan memuat kasus-kasus yang menonjol dan penjelasan yang cukup, matriks tersebut membuat
pilihan-pilihan tindakan menjadi lebih jelas.
Sejalan dengan matriks tersebut, Depdiknas membuat kebijakan yang lebih keras terhadap korupsi. Pada Septem-
ber 2003, Ditjen Dikdasmen mengirim surat kepada para Bupati yang daerahnya masuk dalam matriks dan kasus-

Central Independent Monitoring Unit • PO BOX 21-JKPPJ - Jakarta 10210 • Ph. (021) 573 9919, 572 5032 • Fax. (021) 572 5032 • Web site: www.cimu.or.id • feedback@cimu.or.id
Apr 2004 11

kasusnya belum diselesaikan. Surat tersebut mengingatkan pihak-pihak yang berwenang di kabupaten tentang
tanggung jawab sesuai dengan MOU yang telah mereka tandatangani pada awal program dan meminta mereka
untuk mengambil tindakan penyelesaian. Surat yang dikirim berturut-turut itu kemudian disusul dengan surat yang
isinya lebih keras kepada kebupaten yang gagal menyelesaikan kasusnya tepat waktu. Proses ini terus meningkat
dan sampai pada ancaman pemberian sanksi, yakni menangguhkan pemberian dana bantuan di kemudian hari.
Tindakan tegas ini membuahkan hasil seketika—pernyataan bahwa pemberian dana tergantung dari penyelesaian
yang memuaskan atas kasus-kasus menonjol telah membuat kabupaten-kabupaten yang bandel segera mengambil
tindakan dan sekarang muncul harapan masalah-masalah tersebut akan diselesaikan. Pendekatan tanpa toleransi
tersebut harus diberlakukan pada semua kasus agar menjadi efektif. Cara-cara tersebut akan kehilangan kredibilitas
jika tekanan mengendur. Kesungguhan Ditjen Dikdasmen dalam membuat kebijakan anti korupsi merupakan
permulaan yang menjanjikan bahwa masalah penegakan hukum yang menghalangi proses penyelesaian pengaduan
selama lebih dari enam tahun, akhirnya dapat ditangani.

Apa yang dapat dipelajari dari semua itu?


roses penanganan pengaduan pada SGP dan SIGP tidaklah sederhana. Tetapi banyak keberhasilan yang

P telah dicapai selama pelaksanaan program. Masyarakat di sekitar sekolah dan LSM yang bekerjasama
dengan masyarakat menjadi lebih kuat dan membuat kepala sekolah sulit menyalahgunakan dana. Pada
saat yang sama, keteguhan hati masyarakat membuat kepala sekolah lebih mudah untuk tidak terjebak
dalam jaringan korupsi di tingkat yang lebih tinggi. Masyarakat dan LSM yang mewakili masyarakat mengharapkan
adanya keterbukaan yang lebih besar. Instansi-instansi di kabupaten seperti Bawasda telah memainkan peranan
aktif dalam penyelidikan dan penyelesaian pengaduan. CIMU dan Proyek Pusat juga dapat bekerjasama dengan
LSM dan wartawan dalam menangani dan menyelesaikan kasus-kasus penyalahgunaan dana. Tindakan tegas oleh
pemerintah pusat telah menunjukkan bahwa displin dapat ditegakkan pada sebagian dari sistem dimana penyelesaian
yang memuaskan tidak dapat dicapai.
Meskipun demikian, Indonesia merupakan negara yang beraneka ragam dan pengalaman menunjukkan bahwa
tidak ada satu resep untuk keberhasilan dalam memerangi korupsi. Tiap kasus harus ditangani berdasarkan sifatnya
oleh orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dan komitmen. Orang-orang harus siap untuk menjajagi semua
kemungkinan yang ada. Pada akhirnya CIMU membuat beberapa petunjuk sederhana untuk keberhasilan
penyelidikan dan penyelesaian pengaduan.
• Bertindak cepat, siap menindaklanjuti dan siap untuk proses panjang. Sejumlah kecil kasus yang diungkap
pada program SGP harus dihentikan tanpa penyelesaian karena masalah tersebut sudah sangat berlarut-larut.
Ada bahayanya jika kasus-kasus yang terungkap pada program SIGP1 dan SIGP 2 tidak diselesaikan sebelum
berakhirnya program. Hal ini benar terutama untuk kasus-kasus yang masih dalam proses penuntutan melalui
sistem pengadilan, tetapi bebarapa masalah yang masih ditangani melalui sistem administrasi internal masuk
dalam kategori yang sama. Tidaklah dapat dianggap enteng kekecewaan serta upaya dan waktu yang sia-sia
dalam menyelesaikan masalah melalui lembaga-lembaga yang mungkin tidak mempunyai kemauan kuat untuk
bertindak.
• Bentuk secara resmi garis tanggung jawab dan pengawasan. Selama masa peralihan desentralisasi, sulit
mengetahui siapa yang bertanggung jawab ketika ada penyelewengan. Meskipun program SGP dan SIGP
didesentralisasikan, namun seluruh tanggung jawab atas pelaksanaan program tersebut berada pada Dirjen
Dikdasmen. Ini berarti ia mempunyai tanggung jawab atas tindakan pemerintah kabupaten yang mengartikan
hak-hak otonominya dalam UU No.22/1999 secara bebas. Mengingat kebanyakan program dan proyek
mempunyai batasan waktu, satu-satunya jalan keluar adalah membuat kontrak dengan semua instansi yang
bertanggung jawab atas proyek tersebut. Dalam kontrak tersebut harus disebutkan dengan jelas persyaratan
standar kinerja, termasuk batas waktu tindak lanjutnya. Karena sistem pengadilan di Indonesia masih lemah
dan tidak efisien, penyelesaian secara administratif yang berdasarkan standar pelayanan minimum yang dengan
tegas diterapkan, mungkin satu-satunya pilihan yang realistis. SIGP 2 telah mengarah kesana melalui MOU
yang ditandatangani oleh Dirjen Dikdasmen dan Bupati, namun kewajiban yang telah disepakati antara kedua
belah pihak perlu diberlakukan lebih ketat. Mekanisme akuntabilitas dalam perjanjian tersebut harus lebih
dirinci lagi. Agar bisa efektif, konsekuensi penyelewengan harus dipertegas. Untuk mendapatkan kredibilitas,
sanksi-sanksi harus dilihat sebagai sebuah pencegahan bagi lainnya.

Central Independent Monitoring Unit • PO BOX 21-JKPPJ - Jakarta 10210 • Ph. (021) 573 9919, 572 5032 • Fax. (021) 572 5032 • Web site: www.cimu.or.id • feedback@cimu.or.id
12 Apr 2004

• Pelihara sistem yang dapat dipercaya untuk penanganan pengaduan, pencatatan dan pemilahan kasus-
kasus yang serius dari kasus-kasus yang relatif lebih ringan. Salah satu kekuatan sistem UPM adalah
adanya upaya untuk meletakkan prosedur administrasi pada penanganan pengaduan, memberitahu bahwa
pengaduan sudah diterima, memberitahu pengadu tentang perkembangan kasus dalam batas waktu tertentu.
Memelihara sistem tersebut memerlukan tenaga dan dana. Juga memerlukan pengawasan untuk menjamin
sistem ini dapat berjalan sebagaimana mestinya. Proses penentuan tingkat keseriusan kasus dan tingkat
urgensinya adalah suatu hal yang sulit, namun perlu dihindari sistem ini menjadi terhenti gara-gara semua
pengaduan meminta perhatian yang sama. Sejak awal harus ada cara untuk memilah pengaduan dari sekadar
permintaan informasi dan protes atas ketidakadilan. Penyelidikan merupakan kegiatan yang memerlukan banyak
tenaga dan dana. Instansi yang bertanggung jawab untuk melakukan penyelidikan harus mempunyai dana
yang memadai. Mereka harus mempunyai staf yang handal dan akses yang cepat dan mudah untuk memperoleh
dana perjalanan.
• Memelihara sistem pengelolaan kasus yang efektif. Keberhasilan matriks menunjukkan adanya kebutuhan
akan cara-cara yang sistematis untuk pencatatan bukti-bukti material penyelidikan, menyerahkan tanggung
jawab tindak lanjutnya, dan mengikuti perkembangan menuju penyelesaian. Ini merupakan dokumen sederhana,
namun pekerjaan untuk mengelolanya tidak dapat dianggap ringan. Tenaga dan dana yang memadai harus
disediakan untuk pengelolaan kasus-kasus yang sedang berjalan.
• Tetaplah objektif dan kumpulkan bukti yang nyata. Jika kasus tidak dapat diselesaikan melalui kerjasama
langsung dengan masyarakat, pertimbangkan instansi yang paling mungkin untuk membantu. Melalui
pengalaman, CIMU mengembangkan cara menangani dugaan penyelewengan. Dugaan yang tidak mempunyai
dasar kuat pada awalnya dianggap sebagai rumor, diselidiki oleh RIM yang menemui "korban" untuk menemukan
ada tidaknya bukti dan jika dimungkinkan, mendapatkan surat pernyataan. Jika rumor didukung oleh bukti-
bukti kuat, kasus tersebut dibicarakan dengan penyelidik di kantor pusat. Keputusan bersama kemudian dibuat,
apakah meneruskan penyelidikan sendiri atau bersama pejabat komite kabupaten (pada kasus yang melibatkan
sekolah); mengirim penyelidik pusat; memaparkan bukti-bukti kepada Bupati; atau melakukan penyelidikan
dengan pejabat yang posisinya lebih rendah. Pada kasus penyalahgunaan dana, RIM dan CIMU mempunyai
cara yang bagus dan berhasil, yakni dengan melibatkan masyarakat dalam proses penyelesaian konflik. Namun
demikian, hal ini memerlukan keahlian membangun mediasi serta pemahaman lingkungan setempat dan para
pemain utamanya. Pada kasus yang melibatkan konsultan pendamping yang bukan pegawai negeri, Proyek
Pusat mencapai beberapa keberhasilan dengan cara bekerjasama langsung dengan perusahaan yang mengontrak
konsultan pendamping.
• Pelihara hubungan dengan LSM yang punya komitmen dan wartawan yang punya reputasi baik.
Masyarakat madani mempunyai peranan penting dalam memberikan masyarakat hak bersuara dan
menyampaikan kepentingannya. LSM, media massa dan anggota DPRD telah aktif melakukan penyelidikan
dan penyelesaian pengaduan.
• Keterbukaan dan akuntabilitas merupakan hal yang mendasar dan perlu untuk diteruskan melalui
program-program kepedulian masyarakat dan pelatihan yang efektif di semua tingkatan. Untuk
menghindari sekolah menjadi sasaran penyelewengan oleh komite kabupaten, pelatihan yang efektif dan siaran
pers yang menyeluruh diperlukan sebelum penyaluran dana dilakukan. Pengalaman komite kabupaten yang
mengumumkan perihal upeti ke sekolah-sekolah selama pelatihan, menyarankan agar pelatihan harus diarahkan
oleh pusat. Pelatihan berjenjang yang biasa dilakukan di Indonesia perlu ditinjau kembali.
Sekolah-sekolah yang memahami betul juklak proyek seringkali mampu bertahan dari tekanan untuk memberi
sebagian dana kepada oknum-oknum dari dinas pendidikan dan menyembunyikan pembayaran tidak sah tersebut
di balik pengelembungan harga dan pembukuan keuangan. Keterbukaan pengeluaran dana membuat praktek
seperti ini sulit diteruskan, sementara larangan keras melakukan praktek tersebut yang tercantum dalam juklak
membuat sekolah lebih mudah untuk menolaknya. Ada bukti yang menyarankan bahwa kepala sekolah yang
terbuka kepada masyarakat setempat, sebagaimana terjadi pada program SGP dan SIGP, dapat menghindar
dari praktek pemerasan tersebut.
• Lindungi sumber informasi. Dibutuhkan keberanian untuk menolak permintaan pembayaran upeti oleh oknum
pejabat. Bahkan keberanian lebih besar dibutuhkan untuk membuat pernyataan tertulis yang mencatumkan
nama-nama oknum yang terlibat dalam praktek korupsi. Mengingat besarnya resiko pembalasan dendam,
jumlah kepala sekolah yang memberikan surat pernyataan menyangkut keterlibatan atasan mereka sungguh
luar biasa. Proses penyelidikan dan penyelesaian pengaduan akan menjadi lebih efektif jika ada perlindungan
bagi pelapor. Namun hal ini merupakan masalah yang sulit dipecahkan. Hal ini juga sebuah masalah yang
dialami oleh program anti korupsi di seluruh dunia.

Central Independent Monitoring Unit • PO BOX 21-JKPPJ - Jakarta 10210 • Ph. (021) 573 9919, 572 5032 • Fax. (021) 572 5032 • Web site: www.cimu.or.id • feedback@cimu.or.id

You might also like