You are on page 1of 11

Makalah Hukum Pidana

Tindak Pidana Terhadap Pemalsuan

BAB I
PENDAHULUAN

Dalam hukum di Indonesia pemalsuan terhadap sesuatu merupakan salah satu bentuk tindak
pidana yang telah diatur dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP). Memang
pemalsuan sendiri akan mengakibatkan seseorang/pihak merasa dirugikan. Hal inilah yang
membuat pemalsuan ini diatur dan termasuk suatu tindakan pidana
Berdasarkan ketentuan yang termuat dalam KUHP pemalsuan terdiri dari beberapa jenis.
Adakalanya sumpah palsu dan keterangan palsu, pemalsuan mata uang, uang kertas Negara dan
uang kertas bank, pemalsuan surat dan adakalanya juga pemalsuan terhadap materai dan merek.
Oleh sebab itu agar kita memahami tentang pemalsuan dalam makalah kali ini akan dibahas
secara lebih detail mengenai tindak pidana pemalsuan ini beserta pasal-pasal yang
menentukannya dan juga beberapa jenis pemalsuan seperti yang telah ditulis diatas.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pemalsuan
Suatu perbuatan yang disengaja meniru suatu karya orang lain untuk tujuan tertentu tanpa ijin
yang bersangkutan (illegal) / melanggar hak cipta orang lain

B. Macam-macam Pemalsuan
1. Sumpah Palsu
Sumpah itu boleh diucapkan oleh orangnya sendiri atau oleh orang yang dikuasakan untuk itu.
Baik dengan lisan maupun dengan tulisan. Sumpah itu tidak selalu harus diucapkan sebelum
memberikan keterangan atau penyaksian. Ingatlah kepada berita acara pemeriksaan yang dibuat
oleh seorang pejabat, dimana pada akhirnya ditulis perkataan-perkataan "berita acara ini dibuat
dengan mengingat sumpah jabatan". Jadi sumpah itu dituliskan sesudah melukiskan keterangan
atau pendapatnya, yang menjadi isi sumpah itu. Orang yang mengaku tidak mempunyai agama,
mengucapkan janji bahwa ia akan menyerahkan yang sebenarnya dan tidak lain daris ebenarnya.
Janji itu disamakan kekuatannya atau akibatnya dengan sumpah. Mengingat akibat yang dapat
merugikan kepada terdakwah atau tersangka, maka sumpah palsu itu didalam perkara pidana
diancam dengan hukuman yang lebih berat, juga kalau terdakwah dibebaskan dari hukuman,
maka yang melakukan sumpah palsu itu dapat dituntut. Sudah cukup bahwa keterangan palsu
dibawah sumpah itu dapat merugikan terdakwa atau tersangka.
Menyuap orang untuk melakukan sumpah palsu dapat dihukum karena membujuk sumpah palsu
(pasal 55), jikalau yang dibujuk itu tidak melakukan sumpah palsu, maka yang membujuk itu
tidak dapat dituntut atas dasar pasal 55, tetapi harus dituntut atas dasar pasal 242.

Keterangan Palsu
Keterangan palsu adalah keterangan yang tidak benar atau bertentangan dengan keterangan yang
sesungguhnya.
Memberi keterangan palsu itu sejak zaman dahulu kala telah dipandang sebagai kesalahan yang
amat buruk, pada sekarang ini dianggap sebagai merusak kewajiban terhadap kesetiaan umum
atau sebagai kedustaan terhadap masyarakat, lain kali sebagai ketidak jujuran terhadap Tuhan,
demikian pula terhadap hakim yang menjalankan peradilan atas nama Tuhan.
Supaya dapat dihukum pembuat harus mengetahui bahwa ia memberikan suatu keterangan
dengan sadar bertentangan dengan kenyataan dan bahwa ia memberikan keterangan palsu ini
diatas sumpah. Jika pembuat menyangka bahwa keterangnnya itu sesuai dengan kebenaran, akan
tetapi akhirnya keterangan ini tidak benar, dengan lain perkataan jika pernyataan bahwa ia
sebenarnya tidak mengenal sesungguhnya amana yang benar, maka ia tidak dapat dihukum.
Mendiamkan (menyembunyikan) kebenaran itu belum berarti suatu keterangan palsu. Suatu
keterangan palsu itu menyatakan keadaan lain daripada keadaan yang sebenarnya dengan
dikehendaki (dengan sengaja).

Sumpah
Pasal 242
1) Barang siapa yang dalam hal peraturan undang-undang memrintahkan supaya memberi
keterangan atas sumpah atau mengadakan akitab hukum pada keterangan tersebut, dengan
sengaja memberi keterangan palsu atas sumpah, dengan lisan atau dengan surat, oleh dia sendiri
atau oleh wakilnya yang ditunjuk untuk itu pada khususnya dipidana dengan opidana penjara
selama-lamnya tujuh tahun.
2) Kalau keterangan palsu atau sumpah itu diberikan dalam suatu perkara pidana dengan
merugikan si terdakwa atau si tersangka, maka yang bersalah dipidana dengan pidana penjara
selama-lamanya sembilan tahun.
3) Kesanggupan atau penguatan yang diperintahkan oleh undang-undang umum atau yang
menjadi ganti sumpah disamakan dengan sumpah.
4) Pidana mencabut hak tersebut dalam pasal 35 no. 1-2 dapat dijatuhkan.

2. Pemalsuan Mata Uang, Uang Kertas Negara dan Uang Kertas Bank
Orang yang meniru atau memalsukan mata uang atau uang kertas Negara atau uang kertas Bank
dengan maksud untuk menjalankan atau menyuruh menjalankan mata uang atau uang kertas
Negara atau uang kertas bank itu sebagai yang asli dan tidak dipalsukan. Adalah perbuatan
pertama dari dua perbuatan yang merupakan tindak pidana uang palsu. Satu-satunya syarat untuk
perbuatan ini adalah bahwa hasil pembikinan (pembuatan) ini adalah suatu barang logam atau
suatu kertas tulisan yang mirip dengan uang logam atau uang kertas yang asli sedemikian rupa
sehingga banyak orang yang menganggapnya sebagai uang asli.
Tidaklah diperlukan apakah misalnya logam yang menjadi bahan uang logam palsu itu
sebetulnya harganya lebih mahal daripada logam bahan pembuatn uang asli. Juga tetap ada uang
palsu apabila seandainya alat-alat pemerintah untuk membuat uang asli dicuri dan dipergunakan
untuk membuat uang palsu itu. Yang merupakan uang asli atau tulen adalah uang yang dibuat
atas perintah dari pemerintah sendiri.

Memalsukan (Vervalschen)
Ini adalah perbuatan kedua yang merupakan tindak pidana pemalsuan uang. Mengenai uang
kertas perbuatan ini dapat berupa mengubah angka yang menunjukkan harga uang mengjadi
angka yang lebih tinggi atau lebih rendah. Alasan kehendak (motif) di pelaku tidak dipedulikan.
Asal dipenuhi saja unsur tujuan si pelaku untuk mengadakan uang palsu itu sebagai uang asli
yang tidak diubah.
Dapat dinamakan memalsukan uang kertas apabila uang kertas asli diberi warna lain. Mungkin
dengan demikian uang kertas asli tadi dikira uang kertas lain yang harganya kurang atau lebih.
Mengenai uang logam, memalsukannya berarti mengubah tubuh uang logam itu dengan –
misalnya – mengambil sebagian dari logam itu dan menggantikannya dengan logam lain.
Kinipun tidak dipedulikan, apakah dengan demikian harga logamnya ditinggikan atau
direndahkan.
Dari penjelasan diatas berdasarkan KUHP yang tertera dibawah ini :
Pasal 244 : Barang siapa meniru atau memalsukan uang atau uang kertas Negara atau uang kertas
Bank dengan maksud akan mengedarkan atau menyuruh mengedarkan mata uang kertas Negara
atau uang kertas bank itu serupa dengan yang asli dan yang tiada dipalsukan, dihukum penjara
selama-lamanya lima belas tahun (KUHP 4, 64-2, 165, 519).
Mengedarkan Uang Palsu
Disamping pembuatan uang palsu dan pemalsuan uang, pasal 245 mengancam dengan hukuman
yang sama.
a. Barang siapa dengan sengaja mengedarkan uang logam atau uang kertas negeri atau uang
kertas bank, yang ia bikin sendiri secara meniru atau yang ia palsukan,
b. Barang siapa dengan sengaja mengedarkan barang-barang itu, yang diketahuinya pada waktu
itu ia menerima barang-barang itu bahwa barang-barang itu adalah uang palsu,
c. Barang siapa dengan sengaja menyimpan atau memasukkan kedalam wilayah Indonesia
barang-barang tersebut yang ia membikin atau memalsukan sendiri, atau yang ia mengetahui
kepalsuannya pada waktu ia menerimanya, dengan tujuan untuk kemudian mengedarkan atau
menyuruh mengedarkan barang-barang itu seolah-olah uang tullen.
Unsur kesengajaan kini berarti bahwa si pelaku harus tahu bahwa barang-barang tersebut adalah
uang palsu. Ia juga tidak perlu mengetahui bahwa berhubung dengan barang-barang itu, telah
dilakukan tindak pidana pembuatan uang palsu atau memalsukan uang asli. Secara khusus tidak
perlu diketahui bahwa yang membuat atau memalsukan uang itu memiliki tujuan untuk
mengedarkan barang-barang itu sebagai uang asli.
Pasal 247 : barang siapa dengan sengaja mengedarkan serupa mata uang yang tidak rusak, mata
uang mana ia sendiri telah kurangkan harganya atau yang pada waktu diterima kerusakan itu
diketahuinya atau barang siapa dengan sengaja menyimpan atau memasukkan mata uang yang
demikian ke Negara Indonesia dengan maksud akan mengedarkan atau menyuruh
manjalankannya serupa mata uang yang tidak rusak, dihukum penjara selama-lamanya dua belas
tahun. (KUHP 35, 52, 64-2, 165, 252, 260 bis, 486).
3. Pemalsuan Meterai dan Cap (Merek)
Pemalsuan Meterai dan Cap (Merk)
Pemalsuan meterai yang termuat dalam pasal 253, yaitu pasal pertama dari titel XI Buku II
KUHP yang berjuclul "Pemalsuan Meterai dan Cap" adalah senada dengan pemalsuan uang,
tctapi bersifat sangat lebih ringan karena kalangan dalam masyarakat yang tertipu dengan
pemalsuan meterai ini sama sekali tidak seluas seperti dalam hal pemalsuan uang yang dapat
dikatakan meliputi masyarakat luas. Dapat dimengerti bahwa kini maksimum hukuman hanya
penjara sclama lujuh tahun.
Pemalsuan meterai ini pertama-tama merugikan pemerintah karena pembelian meterai adalah
semacam pajak, dan pemalsuan mcterai berakibat berkurangnya pajak ke kas negara.
Selain dari unsur perpajakan, meterai memiliki arti penting dalam masyarakat, yaitu dengan
adanya meterai maka surat yang diberi meterai yang ditentukan oleh undang-undang menjadi
suatu surat yang sah, artinya tanpa materai pelbagai surat keterangan, misalnya surat kuasa, tidak
dapat diterima sebagai pemberian kuasa yang sah. Demikian juga dalam pemeriksaan perkara di
muka pengadilan, surat-surat baru dapat dipergunakan sebagai alat pembuktian apabla dibubuhi
meterai yang ditcntukan oleh undang-undang.

Pasal 253
Dipidana dengan pidana penjara selamanya tujuh tahun :
1. Barangsiapa meniru atau memalsukan meterai yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik
Indonesia, atau memalsukan tanda-tangan, yang perlu untuk sahnya meterai itu, dengan maksud
untuk memakai atau menyuruh memakai meterai itu oleh orang lain sebagai meterai yang asli
atau yang tidak dipalsukan atau yang sah
2. Barangsiapa dengan maksud yang sama membuat meterai dengan memakai alat cap yang
dengan melawan hukum.
1) orang yang meniru atau memalsukan meterai yang dikeluarkan oleh pemerintah RI, dengan
maksud untuk memakai atau menyuruh memakai meterai itu oleh orang lain sebagai, meterai,
yang adi atau yang tidak dipalsukan atau yang sah.
2) Orang yang meniru atau memalsukan tanda tangan yang perlu untuk sahnya meterai itu,
dengan maksud untuk memakai atau menyuruh memakai meterai itu oleh orang lain sebagai
meterai yang asli atau yang tidak dipalsukan atau yang sah.
3) Orang yang membuat atau dengan memakai alat cap yang asli dengan melawan hukum,
dengan maksud untuk memakai atau menyuruh memakai meterai itu oleh orang lain sebagai
meterai yang asli atau yang tidak dipalsukan atau yang sah.
- Meterai yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia ialah meterai pos (perangko),
meterai tempel, meterai pembayaran pajak, radio, meterai pajak upah, kertas bermeterai (untuk
akte) dan lain sebagainya
- Meniru atau memalsukan tanda-tanda guna mensahkan meterai berarti membuat tanda tangan
palsu diatas pengumuman, yang seharusnya ditanda tangani oleh pejabat yang berwenang.
- Membuat meterai dengan memakai alat cap yang asli dengan melawan hukum" misalnya
membuat kbih banyak dari jumlah yang. diinstruksikan oleh yang berhak, dengan maksud untuk
menjual kelebihannya untuk kepentingannya sendiri.
- Orang yang memakai dan sebagainya meterai yang diketahuinya palsu, dikenakan pasal 257.
4. Pemalsuan Surat
Pemalsuan dalam surat-surat (valschheid in geschrift)
Demikianlah judul title XII buku II KUHP. Maka KUHP berturut-turut memuat empat title,
semua tentang kejahatan terhadap kekuasaan umum. Jadi jelaslah bahwa pemalsuan dalam surat-
suart dianggap lebih bersifat mengenai kepentingan masyarakat dengan keseluruhannya, yaitu
kepercyaan masyarakat kepada isi durat-surat daripada bersifat mengenai kepentingan dari
individu-individu yang mungkin secara langsung dirugikan dengan pemalsuan surat ini.
Unsur-unsur surat dari peristiwa pidana :
a. suatu surat yang dapat menghasilkan sesuatu hak sesuatu perjanjian utang atau yang
diperuntukkan sebagai bukti dari sesuatu kejadian.
b. Membikin surat palsu (artinya surat itu sudah dari mulainya palsu) atau memalsukan surat
(artinya surat itu tadinya benar, tetapi kemudian palsu).
c. Tujuan menggunakan atau digunakan oleh orang lain.
d. Penggunaan itu dapat menimbulkan kerugian.
Pasal 263
1. barang siapa membikin surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu
hak, sesuatu perutangan atau yang dapat membebaskan daripada utang atau yang dapat menjadi
bukti tentang sesuatu hal, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai
surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, jikalau pemakaian surat itu dapat
mendatangkan kerugian, maka karena memalsukan surat, dipidana dengan penjara selama-
lamnya enam tahun
2. Dipidana dengan pidana penjara semacam itu juga, barang siapa dengan sengaja memakai
surat palsu atau surat yang dipalsukan, seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, kalau
pemakaian surat itu dapat mendatangkan kerugian.

Pasal 264.
(1) yang bersalah melakukan pemalsuan surat, dihukum dengan hukuman penjara selama-
lamanya 8 tahun apabila perbuatan itu dilakukan :
- pada akta-akta otentik
- Pada surat-surat utang atau sertifikat utang yang dikeluarkan suatu Negara atau bagiannya atau
oleh suatu lembaga umum.
- Pada saham-saham atau utang-utang atau sertifikat sero atau sertifikat utang dari sesuatu
perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai.
- Pada segi saham, surat pembuktian untung sero dan bunga yang menjadi bagian dari surat-surat
tersebut dalam kedua nomor termaksud diatas atau pada surat-surat bukti atau sebagai pengganti
surat-surat itu
- Pada surat-surat kredit atau surat dagang yang disediakan untuk diedarkan.
Catatan : Pemalsuan surat ada dua macam
1. Yang disebut pemalsuan materiil
Disini surat ini didalam ujudnya sama sekali palsu, sejak dari mulanya.
2. Yang disebut pemalsuan intelektuil
Disini suratnya sendiri tidak palsu dan ia dibuat sebagai mana mestinya akan tetapi isinya yang
palsu.
5. Laporan Palsu dan Pengaduan Palsu
Perbuatan melaporkan atau mengadukan sesuatu tindak pidana yang tidak benar-benar terjadi
(palsu) dengan jalan disengaja serta tidak memandang apa tujuannya. Perbuatan ini misalnya
seorang pegawai Firma yang disuruh menyetorkan uang ke Bank tetapi tidak disetorkan uang itu
& dipergunakan untuk kepentingannya sendiri. Untuk menutupi kekurangannya ia lalu pura-pura
melaporkan kepada polisi, bahwa uang yang disuruh menyetorkan ke Bank itu telah ditodong
oleh penjahat dijalan.
Menurut pasal 45 R I B orang yang menderita peristiwa pidana atau yang mengetahui peristiwa
pidana berhak melaporkan atau memberitahukan hal itu kepada yang berwajib. Dan tindak
pidana diatas tertera dalam KUHP Pasal 220 : Barang siapa memberitahukan atau mengadukan
bahwa telah dilakukan orang sesuatu tindak pidana padahal ia tahu, bahwa perbuatan itu tidak
dilakukan dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 1 tahun 4 bulan.

BAB III
KESIMPULAN
Pemalsuan adalah suatu perbuatan yang disengaja meniru suatu karya orang lain untuk tujuan
tertentu tanpa izin yang bersangkutan. Juga disebut melanggar hak cipta orang lain.
Adapun macam-macam dari pemalsuan itu adalah :
- Sumpah dan keterangan palsu
- Pemalsuan mata uang, uang kertas Negara & uang kertas bank
- Pemalsuan meterai dan cap (merek)
- Pemalsuan surat
- Laporan palsu dan pengaduan palsu

DAFTAR PUSTAKA

- Tresna R. Mr. Azas-azas Hukum Pidana, Penerbit UNPAD Yogyakarta, 1994.


- Soesilo R. KUHP, POLITEIA, Bogor, 1991
- Moeljatno, Prof. Azas-azas Hukum Pidana, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1993
- Sugandhi, R., KUHP dan Penjelasannya, Penerbit Usaha Nasional, Surabaya, 1980
- Wirjono, Prof. Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung,
2003.
- Laminating, Drs. Delik-delik Khusus, PT. Sinar baru, Bandung, 1989
- Lamintang PAF. Drs., Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar baru, Bandung, 1984
- Sudrajat Bassar M. SH., Tindak-tindak Pidana Tertentu di dalam Kitab Undang-undang, PT.
Remaja Kaarya, Bandung, 1984

Tindak Pidana Pemalsuan


Diposkan oleh lisa on Selasa, 30 November 2010
A.Pengertian Tindak Pidana Pemalsuan
Kejahatan pemalsuan adalah kejahatan yanng di dalamnya mengandung sistem ketidak benaran
atau palsu atas suatu hal (objek) yang sesuatunya itu nampak dari luar seolah-olah benar adanya,
padahal sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya. Perbuatan pemalsuan merupakan
suatu jenis pelanggaran terhadap dua norma dasar:
1.Kebenaran (kepercayaan) yang pelanggaranya dapat tergolong dalam kelompok kejahatan
penipuan.
2.Ketertiban masyarakat, yang pelanggaranya tergolong dalam kelompok kejahatan terhadap
negara/ketertiban masyarakat.1
B.Macam-macam Bentuk Kajahatan Pemalsuan
Dalam ketentuan hukum pidana, dikenal beberapa bentuk kejahatan pemalsuan, antara lain
sumpah palsu, pemalsuan uang, pemalsuan merek dan materai, dan pemalsuan surat.
1.Sumpah palsu
Pasal 242 KUHP:
1)Barangsiapa dengan keadaan di mana undang-undang menentukan supaya memberi keterangan
di atas sumpah atau mengadakan akibat hukum terhadap keterangan yang demikian, dengan
sengaja memberikan keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan maupun tulisan, secara
pribadi maupun kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling
lama tujuh tahun.
2)Jika keterangan palsu di atas sumpah diberikan dalam perkara pidana dan merugikan terdakwa
atau tersangka, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
3)Disamakan dengan sumpah adalah janji atau perbuatan yang diharuskan menurut aturan-aturan
umum atau yang menjadi penganti sumpah.
4)Pidana pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1-4 dapat dijatuhkan.2
Keterangan di bawah sumpah dapat diberkan dengan lisan atau tulisan. Keterangan dengan lisan
berarti bahwa seseorang mengucapkan keterangan dimuka seorang pejabat dengan disertai
sumpah, memohon kesaksian Tuhan bahwa ia memberikan keterangan yang benar, misalnya
seorang saksi di dalam sidang pengadilan. Cara sumpah adalah menurut peraturan agama
masing-masing. Sedangkan keterangan dengan tulisan berarti bahwa seorang pejabat menulis
keterangan dengan mengatakan bahwa keterangan itu diliputi oleh sumpah jabatan yang dulu
diucapkan pada waktu mulai memanku jabatannya seperti seorang pegawai polisi membuat
proses-verbal dari suatu pemeriksaan dalam menyidik perkara pidana.
Selain itu, keterangan di bawah sumpah dapat diberikan sendiri atau oleh wakilnya. Apabila
diberikan oleh seorang wakil maka wakil itu harus diberi kuasa khusus, artinya dalam surat
kuasa harus disebutkan dengan jelas isi keterangan yang akan diucapkan oleh wakil itu. Menurut
ayat 3, disamakan dengan sumpah suatu kesanggupan akan memberikan keterangan yang benar,
atau penguatan kebenaran keterangan yang telah diberikan keterangan yang benar, atau
penguatan kebenaran keterangan yang telah diberikan. Pergantian ini diperbolehkan dalam hal
seorang berkeberatan diambil sumpah.3
Pemberi keterangan palsu supaya dapat dihukum maka harus mengetahui, bahwa ia memberikan
suatu keterangan dengan sadar bertentangan dengan kenyataan bahwa ia memberikan keterangan
palsu ini di bawah sumpah. Jika pembuat menyangka bahwa keterangan itu sesuai dengan
kebenaran akan tetapi akhirnya keterangan ini tidak benar, atau jika ternyata pembuat keterangan
sebenarnya tidak mengenal sesungguhnya mana yang benar, maka ia tidak dapat di hukum.
Mendiamkan (menyembunyikan) kebenaran itu belum berarti suatu keterangan palsu. Suatu
keterangan palsu itu menyatakan keadaan lain dari keadaan yang sebenarnya dengan dikehendaki
(dengan sengaja). Oleh karena itu, keterangan itu harus diberikan dengan atas sumpah dan
diwajibkan oleh undang-undang atau mempunyai akibat hukum.4
Sumpah yang diberikan oleh UU atau oleh UU diadakan akibat hukum, contohnya adalah dalam
hal seorang diperiksa dimuka pengadilan sebagai saksi, maka saksi tersebut sebelum
memberikan keterangan harus diambil sumpah akan memberikan keterangan yang benar.
Penyumpahan ini adalah syarat untuk dapat mempergunakan keterangan saksi itu sebagai alat
bukti. Jadi, seorang yang memberikan keterangan bohong di bawah sumpah dapat dihukum.5
Apabila seorang saksi dalam pemeriksaan perkara dimuka pengadilan tidak memberitahukan hal
yang ia ketahui, maka Simons-Pompe maupun Noyon-Langemeyer berpendapat bahwa hal ini
tidak merupakan sumpah palsu, kecuali:
a.Menurut Simon-Pompe, apabila dengan memberikan sesuatu, maka hal yang lebih dahulu telah
diberitahukan menjadi tidak benar.
b.Menurut Noyon-Langemeyer, apabila seorang saksi itu mengatakan: ”saya tidak tahu apa-apa
lagi tentang ini”.6
2.Pemalsuan Uang
Objek pemalsuan uang meliputi pemalsuan uang logam, uang kertas negara dan kertas bank.
Dalam pasal 244 yang mengancam dengan hukuman berat, yaitu maksimum lima belas tahun
penjara barangsiapa membikin secara meniru atau memalsukan uang logam atau uang kertas
negara atau uang kertas bank dengan tujuan untuk mengedarkannya atau untuk menyuruh
mengedarkannya sebagai uang asli dan tidak dipalsukan. Hukuman yang diancam menandakan
beratnya sifat tindak pidana ini. Hal ini dapat dimengerti karena dengan tindak pidana ini
tertipulah masyarakat seluruhnya, tidak hanya beberapa orang saja. Tindak pidana uang palsu
membentuk dua macam perbuatan, yaitu:7
a.Membikin secara meniru (namaken)
Meniru uang adalah membuat barang yang menyerupai uang, biasanya memakai logam yang
lebih murah harganya, akan tetapi meskipun memakai logam yang sama atau lebih mahal
harganya, dinamakan pula ”meniru”. Penipuan dan pemalsuan uang itu harus dilakukan dengan
maksud akan mengedarkan atau menyuruh mengedarkan uang itu sehingga masyarakat
menganggap sebagai uang asli. Termasuk juga apabila seandainya alat-alat pemerintah untuk
membuiat uang asli dicuri dan dipergunakan untuk membuat uang palsu itu.8
b.Memalsukan (vervalschen)
Memakai uang kertas, perbuatan ini dapat berupa mengubah angka yang menunjukkan harga
uang menjadi angka yang lebih tinggi atau lebih rendah. Motif pelaku tidak dipedulikan, asal
dipenuhi unsur tujuan pelaku untuk mengadakan uang palsu itu sebagai uang asli yang tidak
diubah. Selain itu apabila uang kertas asli diberi warna lain, sehingga uang kertas asli tadi dikira
uang kertas lain yang harganya kurang atau lebih.
Mengenai uang logam, memalsukan bearti mengubah tubuh uang logam itu, atau mengambil
sebagian dari logam itu dan mengantinya dengan logam lain.9
Di samping pembuatan uang palsu dan pemalsuan uang, pasal 245 mengancam dengan hukuman
yang sama bagi pelaku yang mengedarkan uang palsu. Bardasarkan unsur kesengajaan, bahwa
pelaku harus tahu bahwa barang-barang tersebut adalah uang palsu. Selain itu, tidak perlu
mengetahui bahwa, berhubung dengan barang-barang itu, telah dilakukan tidak pidana
pembuatan uang palsu atau memalsukan uang asli. Secara khusus tidak perlu diketahui bahwa,
yang membuat atau memalsukan uang itu memiliki tujuan untuk mengedarkan barang-barang itu
sebagai uang asli.10
Pasal-pasal lain :
-Merusak uang logam (muntschennis) dalam KUHP pasal 246 diancam dengan hukuman penjara
selama-lamanya dua belas tahun barangsiapa mengurangi harga uang logam dengn tujuan untuk
mengedarkanya atau untuk menyuruh mengedarkannya setelah harganya kurang.
-Mengedarkan uang logam yantg rusak diatur dalam KUHP pasal 247, diancam hukuman sama
dengan pasal 246
-Pasal 249 dikenakan bagi pelaku yang menerima uang palsu dengan tidak mengetahui tentang
kepalsuan uang itu, dan kemudian mengetahui tentang kepalsuannya tetapi tetap
mengedarkannya dihukum hanya maksimum penjara empat bulan karena tidak ada unsur dari
pasal 245 dan 247.
-Membuat atau menyimpan barang-barang atau alat-alat untuk memalsukan uang diancam pasal
250 dengan hukuman enam tahun penjara apabila diketahui alat tersebut digunakan untuk
meniru, memalsu, atu mengurangi harga nilai uang.
-Hukuman tambahan dalam pasal 250 bis bagi pelaku kejahatan yang termuat dalam titel X buku
II KUHP, maka dilakukan perampasan uang logam atau kertas yang palsu dan alat-alat pemalsu
uang meskipun barang-barang tersebut bukan milik yang terhukum. Selain itu pasal 251
mengancam hukuman maksimum penjara satu tahun bagi pelaku yang tanpa izin pemerintah
memasukkan kedalam wilayah Indonesia keping-keping perak atau papan-papan perak yang ada
capnya atau tidak, dan sesudah dicap diulang capnya. Atau yang diusahakan dengan lain cara
agar dapat dikirakan uang logam, dan tidak untuk perhiasan atau tanda peringatan.11
3.Pemalsuan materai
Materai memiliki arti penting dalam masyarakat, yaitu dengan adanya materai maka surat yang
diberi materai yang ditentuakan oleh UU menjadi suatu surat yang sah, artinya tanpa materai
berbagai surat keterangan, misalnya surat kuasa, tidak dapat diterima sebagai pemberian kuasa
yang sah. Demikian juga dalam pemeriksaan perkara dimuka pengadilan, surat-surat baru dapat
dipergunakan sebagai alat pembuktiaan apabila dibubuhi materai yang ditentukan oleh UU.12
Pemalsuan materai merugikan pemerintah karena pembelian materai adalah semacam pajak dan
pemalsuan materai berakibat berkurangnya pajak ke kas negara. Menurut KUHP pasal 253,
diancam hukuman tujuh tahun bagi pelaku yang meniru atau memalsukan materai yang
dikeluarkan pemerintah Indonesia, dengan maksud mengunakan atau menyuruh menggunakan
atau menyuruh oarang lain menggunakan materai itu sebagai yang asli. Jika maksud tidak ada,
tidak dikenakan pasal ini. Juga dihukum pembuat materai dengan cap yang asli dengan melawan
hak, yang berarti bahwa pemakaian cap asli itu tidak dengan izin pemerintah.13
4.Pemalsuan cap (merek)
a.Pemalsuan cap negara
Pasal 254 ke-1 memuat tidak pidana berupa mengecap barang-barang itu dengan stempel palsu
atau memalsukan cap asli yang sudah ada pada barang-barang itu dengan tujuan untuk memakai
atau menyuruh memakai oleh orang lain barang-barang itu seolah-olah cap-cap yang ada pada
barang-barang itu adalah asli dan tidak dipalsu.
Pasal 254 ke-2 memuat tidak pidana seperti pasal 253 ke-2, yaitu secara melanggar hukum
mengecap barang-barang emas atau perak tadi dengan stempel yang asli.
Jadi, yang berwenang mengunakan stempel yang asli tadi adalah orang lain bukan pelaku tidak
pidana ini, atau pelaku yang pada umumnya berwenang, tetapi in casu mengecap barang-barng
itu secara menyeleweng, tidak menurut semestinya, misalnya barang-barang itu seharusnya tidak
boleh diberi cap-cap itu karena kurang kemurniannya.
Pasal 254 ke-3 mengenai barang-barang emas dan perak yang sudah diberi cap negara atau cap
orang-orang ahli dengan semestinya, tetapi ada seseorang yang dengan mempergunakan stempel
asli mengecap, menambahkan, atau memindahkan cap itu kebarang-barang lain (dari emas dan
perak) dengan tujuan memakai atau menyuruh memakai oleh orang lain, barang-barang itu,
seolah-olah barang itu sudah sejak semula dan dengan semestinya diberi cap-cap tadi.
Ketiga tindak pidana diatas diancam hukuman maksimum penjara enam tahun.
b.Pemalsuan cap tera (rijksmerk)
Pasal 255 memuat tindak-tindak pidana seperti pasal 254, tetapi mengenai cap tera yang
diwajibkan atau diadakan atas permohonan orang-orang yang berkepentingan pada barang-
barang tertentu, misalnya alat-alat untuk menimbang atau mengukur. Hukumanya lebih ringan
lagi, yaitu maksimum empat tahun penjara.
c.Pemalsuan cap-cap pada barang-barang atau alat-alat pembungkus barang-barang itu
Pasal 256 memuat tindak-tindak pidana seperti pasal 254, tetapi mengenai cap-cap lain daripada
cap negara atau cap orang ahli atau cap tera yang menurut peraturan undang-undang harus atau
dapat diadakan pada barang-barang tertentu. Hukumanya diringankan lagi sampai maksimum
hukuman penjara tiga tahun.14
d.Mempergunakan barang-barang yang disertai materai atau cap palsu.
Tindak pidana ini termuat dalam pasal 257. Perbuatan terhadap barang-barang yang materai atau
capnya dipalsukan meliputi, memakai, menjual, menawarkan, untuk membeli, menyerahkan,
menyimpan untuk dijual, atau memasukkan kedalam wilayah Indonesia, seolah-olah barang itu
disertai materai atau cap palsu.
e.Memalsukan ukuran dan timbangan yang sudah disertai cap tera
Pasal 258 mengancam pada ayat 1 dengan hukuman maksimum tiga tahun penjara barangsiapa
yang memalsukan ukuran tau takaran, anak timbang atau timbangan, yang sudah dibubuhi tanda
tera, dengan tujuan untuk memakainya atau menyuruh memakainya oleh orang lain, seolah-olah
tidak dipalsukan.
Oleh ayat 2 dihukum dengan hukuman yang sama barangsiapa yang dengan sengaja memakai
barang-barang tersebut seolah-olah tidak dipalsukan.
f.Membuang tanda batal cap tera
Tindak pidana ini termuat dalam pasal 259 sebagai: membuang tanda batal cap tera pada barang
yang dulu pernah dibubuhi tanda cap tera dengan tujuan memakainya atau menyuruh oarang lain
memakainya seolah-olah tidak ada tanda batal (afkeuringsmerk), sedangkan si pemakai sendiri
oleh ayat 2 dihukum dengan hukuman yang sama, yaitu maksimum hukuman penjara satu tahun
empat bulan.
g.Menghilangkan tanda-tanda bahwa materai-materai sudah terpakai termuat dalam pasal 260.15
5.Pemalsuan dalam surat-surat
Membuat surat palsu yaitu membuat surat yang isinya tidak benar, atau membuat surat
sedemikian rupa sehingga menunjukkan asal surat itu yang tidak benar. Sedangkan memalsu
surat yaitu mengubah surat sedemikian rupa sehingga isinya menjadi lain dari yang asli atau
surat itu menjadi lain dari yang asli. Surat yang dipalsu itu harus suatu surat yang:
a.Dapat menerbitkan suatu hak. Misalnya: ijazah, karcis tanda masuk, dan lain-lain.
b.Dapat menerbitkan suatu perjanjian. Misalnya: surat perjanjian piutang, perjanjian jual beli,
sewa.
c.Dapat menerbitkan suatu pembebasan utang (kwitansi dan semacamnya)
d.Suatu surat yang dipergunakan sebagai suatu keterangan bagi suatu perbuatan atau peristiwa.
Misalnya: surat tanda kelahiran, buku tabungan pos, buku kas, obligasi, dan lain-lain.16
Menurut pasal 263, supaya dapat dihukum maka pada waktu memalsukan surat itu harus dengan
maksud akan mengunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat itu seolah-olah asli dan
tidak palsu sehingga terdapat unsur kesengajaan.
Pengunaan itu harus dapat mendatangkan kerugian maksudnya kerugian itu betul-betul ada, baru
kemungkinan saja akan adanya kerugian itu sudah cukup. Kerugian disini tidak hanya meliputi
kerugian materiil, tetapi juga kerugian dilapangan kemasyarakatan, kesusilaan, kehormatan, dan
sebagainya. Ancaman hukumanya adalah enam tahun penjara.17
Hukuman maksimum dinaikan menjadi delapan tahun penjara apabila, menurut pasal 264,
pemalsuan dilakukan terhadap:
a.Surat otentik;
b.Surat utang atau surat tanda utang (certificaat) dari suatu negara atau negara bagian itu atau
dari suatu lembaga umum (openbare instelling);
c.Sero atau surat utang (obligasi) atau surat tandanya dari suatu perkumpulan, yayasan,
perseroan;
d.Talon atau dividen atau tanda bunga dari surat-surat tersebutdi atas ke-2 dan ke-3;
e.Surat kredit atau surat dagang yang dapat diedarkan. Pemakaian surat ini dapat dihukum sama
dengan ayat 2.18
Pasal-pasal lain yang memuat tindak pidana pemalsuan surat:
-Pasal 266, mengenai suatu akta otentik yang di dalamnya seseorang menyuruh memasukkan
keterangan palsu ke dalam akta itu tentang hal yang kebenarannya harus dibuktikan oleh akta itu
dengan tujuan untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu, seolah-olah
keterangan itu benar. Kalau pemakaian akta itu dapat mendatangkan suatu kerugian maka pelaku
dihukum dengan hukuman maksimum tujkuh tahun penjara.
-Pasal 267 dan 268 mengenai pemalsuan keterangan dokter.
-Pasal 269 tentang pemalsuaan surat keterangan tanda kelakuan baik dan sebagainya.
-Pasal 270 dan 271 mengenai pemalsuan surat jalan dan sebagainya dan surat pengantar kerbau
dan sapi.
-Pasal 274 mengenai pemalsuan surat keterangan seorang penguasa tentang hak milik dan
sebagainya atas suatu barang.19
----------------------------------
1.http://one.indoskripsi.com/node/1207
2.Kumpulan Kitab Undang-Undang Hukum, (Wipress, 2008), hal. 486
3.Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, (Bandung: Refika
Aditama, 2008), hal. 174
4.R. Soesilo, KUHP Serta Komentar-komentarnya, (Bogor: Poutela, 1991), hal. 183
5.Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, (Bandung: Refika
Aditama, 2008), hal. 175
6.Ibid, hal. 176
7.Ibid, hal. 177
8.R. Soesilo, KUHP Serta Komentar-komentarnya, (Bogor: Poutela, 1991), hal. 184
9.Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, (Bandung: Refika
Aditama, 2008), hal. 178
10.Ibid, hal. 178-179
11.Ibid, hal. 180-181
12.Ibid, hal. 182
13.R. Soesilo, KUHP Serta Komentar-komentarnya, (Bogor: Poutela, 1991), hal. 189
14.Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, (Bandung: Refika
Aditama, 2008), hal. 183-184
15.Ibid, hal. 185-186
16.R. Soesilo, KUHP Serta Komentar-komentarnya, (Bogor: Poutela, 1991), hal. 195
17.Ibid, hal. 196
18.Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, (Bandung: Refika
Aditama, 2008), hal. 191
19.Ibid, hal. 191-194

You might also like