Professional Documents
Culture Documents
Sama dengan
Arti Sempit Undang-undang Dasar
Berdasarkan hal tersebut, pengertian konstitusi lebih luas dari undang-undang dasar. Pengertian tersebut sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Heramn Heller dalam bukunya Verfassunglehre (ajaran tentang konstitusi ) dengan membagi konstitusi dalam
dua tingkat, sebagai berikut.
1) Konstitusi sebagai Pengertian Sosial Politik
Artinya, mencerminkan keadaan sosial politik bangsa itu sendiri. Pengertian hukum adalah political decision. Artinya,
merupakan keputusan masyarakat sendiri.
2) Konstitusi sebagai Pengertian Hukum
Pada pengertian kedua ini, keputusan masyarakat dijadikan suatu perumusan normatif yang harus berlaku. Pengertian politik
diartikan sebagai eine seine. Artinya, suatu kenyataan yang harus berlaku dan diberikan suatu sanksi kalau dilanggar. Hukum
ada yang tertulis dan tidak tertulis. Hukum tertulis timbul sebagai pengaruh dari aliran kodifikasi, yaitu yang menghendaki
sebagaian hukum ditulis dengan maksud mencapai kesatuan hukum, kesederhanan hukum, dan kepastian hukum. Adapun
hukum tidak tertulis, misalnya hukum adat.
3) Konstitusi sebagai Suatu Peraturan Hukum
Pengertian ketiga ini adalah suatu peraturan hukum yang tertulis. Dengan demikian, undang-undang dasar adalah salah satu
bagian dari konstitusi dan bukan sebagai persamaan pengertian menurut pengertian sebelumnya. Kesamaan pengertian adalah
pendapat yang keliru dan jika ada kesamaan pengertian, tidak lain akibat pengaruh dari aliran kodifikasi (aliran modern).
Selain itu, kesamaan pengertian konstitusi dengan undang-undang dasar tidak hanya akibat dari aliran kodifikasi, tetapi jauh
sebelumnya sejak Oliver Cromwell menjadi Lord Protectorat tahun 1660.
b. Ciri Khas Konstitusi di Indonesia
Konstitusi Indonesia terdapat tiga pengertian istilah konstitusi, yaitu konstitusi dalam arti sempit, konstitusi dalam arti luas
(dalam bahasa Indonesia lazim disebut undang-undang dasar), dan konstitusi seperti yang dalam penjelasan Undang-Undang
Dasar negara Republik Indonesia tahun 1945, yaitu konstitusi yang lebih luas daripada undang-undang dasar, tetapi lebih sempit
daripada hukum tata negara.
Pengertian tersebut dapat dilihat lebih jelas dalam bagan berikut.
Hukum Tata Negara Aturan Dasar Tertulis, yaitu
(Constitutional Law) Undang-Undang Dasar (Constitution)
Undang-Undang Dasar
Hukum Dasar Undang-Undang organik
Tertulis Peraturan Perundang-undangan
Lainnya
Studi Segi Hukum Konstitusi sebagai
Konsttusi Hukum Dasar
Kebiasaan
Hukum Dasar Kesepakatan
Tidak Tertulis
Adat Istiadat
(Segi Lain) Konstitusi dapat dikaji pula dari segi ekonomi, etika, psikologi sosial, atau
lainnya.
Undang-undang
Grundnorm Konstitusi dan Kebiasaan Putusan Badan Pengadilan
Berdasarkan hal tersebut, setiap norma hukum merupakan suatu susunan dari norma-norma
Grund-(stufenbau). Dipuncak stufenbau terdapat grundnorm (norma dasar) dari suatu tata norma hukum positif yang dibentuk oleh suatu
normtindakan legislatif, tetapi hanya merupakan hasil analis pemikiran yuridis. Jadi, hanya dipostulasikan oleh pikiran manusia.
Norma dasar (basic norm) merupakan dasar dari segala pandangan yang bersifat yuridis. Sebagai contoh, grundnorm negara
Republik Indonesia adalah Pancasila.
d. Fungsi Konstitusi
Konstitusionalisme mengatur dua hubungan yang saling berkaitan satu sama lain, yaitu: Pertama, hubungan antara pemerintah
dengan warga negara; dan Kedua, hubungan antara lembaga pemerintahan yang lain. Karena itu, biasanya, isi konstitusi bertujuan
untuk mengatur mengenai tiga hal penting, yaitu: (a) menentukan pembatasan kekuasaan organ-organ negara, (b) mengatur
hubungan antara lembaga-lembaga negara yang satu dengan yang lain, dan (c) mengatur hubungan kekuasaan antara lembaga-
lembaga negara dengan warga negara.
Fungsi-fungsi konstitusi dapat dirinci sebagai berikut:
1) Fungsi penentu dan pembatas kekuasaan organ negara.
2) Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antar organ negara.
3) Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antar organ negara dengan warga negara.
4) Fungsi memberi atau sumber legitimasi terhadap kekuasaan negara ataupun kegiatan penyelenggaraan kekuasaan negara.
5) Fungsi penyalur atau pengalih kewenangan dari sumber kekuasaan yang asli (yang dalam sistem demokrasi adalah rakyat)
kepada organ negara.
6) Fungsi simbolik sebagai pemersatu (symbol of quality).
7) Fungsi simbolik sebagai rujukan identitas dan keagungan kebangsaan (identity of nation).
8) Fungsi simbolik sebagai pusat upacara (center of ceremony).
9) Fungsi sebagai sarana pengendalian masyarakat (social control), baik dalam arti sempit hanya di bidang politik maupun dalam
arti luas mencakup bidang sosial dan ekonomi.
10) Fungsi sebagai sarana perekayasaan dan pembaruan masyarakat (social engineering atau social reform), baik dalam arti
sempit maupun dalam arti luas.
e. Bentuk Konstitusi Suatu Negara
Konstitusi dapat dibedakan antara konstitusi tertulis dan konstitusi tidak tertulis. Konstitusi tertulis dapat dibedakan antara
yang tertulis dalam satu dokumen khusus atau dalam beberapa dokumen dan yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan
lain. Konstitusi tertulsi yang tersusun dalam satu dokumen khusus, misalnya UUD 1945, konstitusi RIS, dan UUD Amerika
Serikat 1787. Adapun konstitusi tertulis yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan lain, misalnya dalam ketetapan-
ketetapan MPR dan undang-undang. Konstitusi tidak tertulis, dapat dibedakan dalam tiga golongan. Pertama, ketentuan konstitusi
terdapat dalam kaidah-kaidah hukum adat. Kedua, ketentuan-ketentuan konstitusi terdapat dalam konvensi atau kebiasaan
ketatanegaraan. Ketiga, adalah adat-istiadat.
Pada kenyataannya, tidak ada satu negara pun di dunia yang hanya memiliki konstitusi tertulis atau hanya memiliki konstitusi
tidak tertulis. Semua negara memiliki konstitusi tertulis. Akan tetapi ada negara-negara yang tidak mempunyai konstitusi tertulis
dalam salah satu atau beberapa dokumen khusus. Negara-negara ini hanya mempunyai konstitusi tertulis yang tertuang dalam
peraturan perundang-undangan biasa seperti Inggris, Selandia Baru, dan Israel. Sebaliknya, negara-negara yang memiliki
konstitusi tertulis yang tertuang dalam satu atau beberapa dokumen khusus selalu mempunyai kaidah-kaidah konstitusi yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan biasa. Demikian pula konstitusi tidak tertulis, dimiliki oleh semua negara di dunia.
2. SUBSTANSI KONSTITUSI NEGARA
Terdapat beberapa pendapat mengenai substansi konstitusi, diantaranya sebagai berikut.
a. A.A. Struycken mengemukakan bahwa undang-undang dasar sebagai konstitusi tertulis merupakan sebuah dokumen formal
yang berisi:
1) hasil perjuangan politik bangsa di waktu lampau;
2) tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa;
3) pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan, baik untuk waktu sekarang maupun untuk masa yang akan
datang;
4) keinginan yang sesuai dengan perkembangan kehidupan ketatanegaraan bangsa.
b. Wiryono Prodjodikoro mengemukakan bahwa konstitusi memuat suatu peraturan pokok (fundamental) mengenai soko-soko
guru atau sendi-sendi pertama untuk menegakkan bangunan besar bernama “negara”.
c. Miriam Budiarjo mengemukakan bahwa setiap undang-undang dasar memuat ketentuan-ketentuan mengenai soal-soal
sebagai berikut:
1) Organisasi negara, misalnya adanya pembagian kekuasaan antara badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
2) Hak-hak asasi manusia.
3) Prosedur mengubah undang-undang dasar.
4) Memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari undang-undang dasar.
d. G.S. Diponolo menguraikan bahwa biasanya pasal-pasal oertama konstitusi itu mulai dengan memperkenalkan identitas
negara, daerahnya, bangsanya, benderanya, lagu kebangsaannya, lambang negaranya, bentuk negara, bentuk pemerintahan,
kedaulatannya, cara menjalankannya, jaminan-jaminan bagi hak-hak asasi dan kebebasan-kebebasan dasar manusia, nama-
nama lembaga negara di bidang legislatif, eksekutif, dan yudikatif susunan organisasi, cara pembentukannya, dan wewenang-
wewenagnya, serta kedudukan dan hubungannya satu sama lain.
a. UUD 1945
UUD 1945 lahir sehari setelah diproklamasikan kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada tanggal 18 Agustus 1945, yang
disahkan oleh Panitia Persiapan Kmerdekaan Indonesia (PPKI). Selain disahkan UUD 1945, PPKI pun memilih dan mengangkat
Ir. Soekarno sebagai presiden dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil presiden. Sejak saat itu mulai berlaku tata hukum baru yang
bersumber dari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.
UUD 1945 sebagai perwujudan dari tujuan Proklamasi Kmerdekaan Indonesia mengandung pokok-pokok pikiran yang erat
kaitannya dengan bentuk negara, betuk pemerintah, pembagian kekuasaan, dan sistem pemerintah yang akan dijelaskan berikut ini.
b. Bentuk Negara
Berdasarkan struktur keilmuan, dikenal dua istilah yang berbeda maknanya, yaitu bentuk negara dan bentuk pemerintahan.
Bentuk negara dipergunakan untuk membedakan antara kesatuan dan serikat atau federasi, sedangkan bentuk pemerintahan
dipergunakan untuk membedakan republik dan kerajaan.
Salah satu ciri negara kesatuan adalah kedaulatan negara tidak terbagi. Artinya, kekuasaan untuk mengatur seluruh wilayah
negara terletak pada satu tangan, yaitu pemerintah pusat. Walaupun pemerintah pusat mempunyai wewenang untuk menyerahkan
sebagian dari kekuasaannya kepada pemerintah daerah, tetapi pada tahap akhir kekuasaan tertinggi tetap berada di tangan
pemerintah pusat.
Menurut penjelasan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dijelaskan bahwa Negara Indonesia ialah negara kesatuan
yang berbentuk Republik. Undang Undang Dasar 1945 menghendaki suatu bentuk negara kesatuan dengan sistem desentralisasi.
Hal ini dapat disimak pada Penjelasan Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1845, yang berbunyi “Oleh karena negara Indonesia itu
suatu eenheidstaat (baca: begara kesatuan), Indonesia tidak memiliki daerah provinsi dan daerah-daerah yang bersifat otonom
(streek and local rechts gomenschappen) yang semuanya menurut aturan yang telah ditetapkan dengan undang-undang.
Penjelasan pasal tersebut mengandung beberapa petunjuk di antaranya sebagai berikut.
1) Negara Indonesia berbentuk negara kesatuan.
2) Daerah-daerah tidak bersifat negara.
3) Daerah berbentuk otonom.
4) Di daerah otonom akan dibentuk dewan perwakilan rakyat.
c. Bentuk Pemerintahan
Bahwa bentuk pemerintah dipergunakan untuk membedakkan antara republik dan kerajaan (monarkhi). Dalam hal ini UUD
1945. Pasal 1 ayat 1 menghendaki bentuk pemerintahan negara Indonesia adalah republik.
Republik berasal dari perkataan res dan publica (res yang berarti kepentingan; publica yang berarti umum). Republica berarti
kepentingan umum atau urusan bersama. Dalam ajaran tentang bentuk pemerintahan, republik merupakan kekuasaan dalam negara
tidak dipegang oleh seseorang secara turun-temurun. Berbeda dengan Monarki yang kekuasaan dalam negara dipegang oleh
seorang raja dan menjalankan kekuasaan berdasarkan pengangkatan atau penunjukan.
Berdasarkan hal tersebut, jika dikaitkan dengan suasana sidang II BPUPKI yang berlangsung pada tanggal 10-16 Juli 1945
mengenai bentuk pemerintahan, dalam rancangan Undang-Undang Dasar Pasal 1 Ayat 1 mendapat tanggapan yang cukup ramai.
BPUPKI dalam mempersoalkan bentuk pemerintahan dilakukan dengan cara pemungutan suara (voting). Dengan cara tersebut,
sebagian besar menghendaki bentuk pemerintahan republik. Jelasnya, dari 64 orang anggota, 55 suara memilih bentuk republik, 6
suara memilih kerajaan (monarki), 2 suara memilih bentuk lain, serta 1 suara tidak mengajukan pendapat (abstein).
Pengesahan bentuk pemerintahan republik itu, tercermin dalam pembukaan UUD 1945 pada alinea keempat berbunyi:
“...maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk
dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat”...Dalam pelaksanannya, bentuk pemerintah republik
tercermin dalam Batang Tubuh UUD 1945, yaitu Pasal 7.
HAL-HAL POKOK DALAM RANGKAIAN PERUBAHAN
UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945