Professional Documents
Culture Documents
Catatan Weber tentang Islam akan dibandingkan dengan Calvinisme melalui empat kerangka
pemikiran: doktrin predestinasi, pencarian keselamatan, asketisisme dunia-sini, dan konsep
rasionalisasi.
Doktrin Predestinasi
Dalam The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism (selanjutnya disingkat The
Protestant Ethic), Weber melihat doktrin predestinasi sebagai argumen utama dalam menjelaskan
keterkaitan antara suatu bentuk etika agama dan spirit kapiralisme di Barat. Calvinisme dan
Islam menjadi perumpamaan predestinasi yang berlawanan.
Dalam The Protestant Ethic (2005:56), Weber menekankan betapa penting predestinasi
dalam keyakinan Calvinis. Ide utamanya terletak pada: bagaimana para Calvinis yakin bahwa
mereka termasuk di antara orang-orang terpilih? Dalam teologi Calvinis, terdapat predestinasi
ganda yang membuat para Calvinis tidak tahu secara pasti apakah mereka termasuk orang
terpilih atau terkutuk? Karena Tuhan Calvinis adalah begitu transenden, maka mereka
menghadapi masalah serius tentang ketidakpastian keagamaan. Situasi ini memaksa para
Calvinis mencari certitudo salutis, yang didefinisikan Weber (1978:1198-99) sebagai suatu
indikasi bahwa mereka termasuk orang terpilih yang selamat ke surga. Karena itu, sukses di
dunia bisnis dan pengumpulan harta kekayaan demi pemuliaan Tuhan diyakini sebagai "tanda"
atau "konfirmasi" bahwa mereka termasuk di antara orang-orang terpilih, atau dalam istilah
Weber "suatu tanda keberkahan Tuhan".
Islam, menurut Weber, berlawanan dengan Calvinisme. Tidak ada predestinasi ganda
dalam Islam. Malahan, menurut Weber (2005:185), Islam memiliki keyakinan pada
predeterminasi, bukan predestinasi, dan berlaku pada nasib seorang Muslim di dunia ini, bukan
di akhirat kelak. Jika doktrin predestinasi diyakini Calvinis untuk memotivasi etos kerja keras,
hal demikian tidak terjadi pada Muslim. Malahan, lanjut Weber, doktrin predestinasi tidak
memainkan peran dalam Islam. Akibatnya, Muslim bersikap kurang positif terhadap aktivitas di
dunia-sini dan pada akhirnya terjatuh pada sikap fatalistik.
Pencarian Keselamatan
Ada sejumlah agama yang dikategorikan Weber sebagai agama keselamatan, mulai dari
Yahudi, Kristen, Islam, Hindu, dan seterusnya. Agama-agama ini punya cara pandang yang
berbeda terhadap dunia. Namun, semuanya dipakai sebagai jalan pembebas dari penderitaan dan
sebagai respons terhadap ketegangan yang terus berlangsung antara dunia dan agama (Weber,
1978:527). Ketertarikan Weber lebih terletak pada sejauh mana usaha manusia mencari
keselamatan itu berdampak langsung terhadap suatu perilaku hidup tertentu di dunia ini. Dalam
Economy and Society (1978) Weber berpendapat "perhatian kita pada dasarnya adalah pada
usaha pencarian keselamatan, apa pun bentuknya, sejauh hal itu menciptakan konsekuensi
tertentu pada perilaku praktis di dunia". Pencarian individu pada keselamatan inilah,
menurutnya, yang menjadi karakteristik utama Calvinis. Bagi para Calvinis, perilaku asketis dan
kerja etos kerja keras dipandang sebagai sebuah tanda keselamatan di dunia kelak.
Asketisisme Dunia-Sini
Rasionalisasi
Weber memakai konsep rasionalisasi dalam beragam makna dan cakupan. Di sini
rasionalisasi dipakai untuk merujuk dua tipe: rasionalisasi doktrin dan perilaku hidup. Dua tipe
ini dipakai Weber untuk menjelaskan Protestan asketis, terutama Calvinis.
Rasionalisasi doktrin Calvinisme dapat dilihat pada upaya menghilangkan unsur magis
dari dunia modern. Calvinis menunjukkan sikap anti-magis dengan memilih kalkulasi rasional
dalam hidup. Menurut Weber (1958:139), "pada prinsipnya, seseorang dapat menguasai segala
sesuatu melalui kalkulasi rasional". Inilah yang oleh Weber disebut Entzauberung der Welt:
yakni demagifikasi atau demistifikasi dunia. Hilangnya elemen magis yang berpuncak pada
doktrin dan perilaku Calvinis ditandai, secara teoretis, dengan tidak adanya sistem Imamat,
berkurangnya sakramen secara drastis, dan hilangnya sistem perantara yang memediasi
hubungan Calvinis dan Tuhan.
Pada bagian awal The Protestant Ethic, Weber memilih "Nasihat kepada Saudagar Muda"
yang disampaikan salah satu Bapak Amerika, Benjamin Franklin, sebagai fondasi keagamaan
untuk perilaku hidup rasional. "Ingat," demikian nasihat Franklin, "waktu adalah uang; kredit
adalah uang; dan kejujuran bermanfaat dalam bisnis." Inti pesan Franklin adalah menghasilkan
uang-melalui etos kerja keras dalam bisnis, menabung hasil, dan menginvestasikannya demi
keuntungan yang lebih besar-dimaknai sebagai panggilan hidup (Beruf; bukan dalam pengertian
Luther yang tradisionalistik). Franklin menyandarkan rujukan teologis: "Pernahkah engkau
melihat orang yang cakap dalam bisnisnya? Dia akan berdiri di hadapan raja-rajanya" (Prov xxii.
29). Inilah yang memberi inspirasi kepada Weber (2005:19) untuk berkesimpulan bahwa
"kebajikan dan kecakapan" dalam mencari dan menabung uang sebagai panggilan hidup adalah
benar-benar bentuk Alpa dan Omega dari etika Franklin." Dan Franklin dijadikan Weber sebagai
personifikasi ideal etika Protestan itu sendiri.
Calvinis yakin bahwa motivasi moral-keagamaan untuk bekerja keras dan menghasilkan
uang adalah benar-benar diberkati Tuhan. Sebaliknya, hidup dengan sikap hura-hura dinilai
berdosa. Karena itu, Calvinis bukanlah tipe orang yang boros dan suka berpesta-pora. Dan
perilaku hidup rasional dalam kerja profesional dan keseharian, pada gilirannya, menghasilkan
kelebihan produksi atas konsumsi. Inilah asal-mula munculnya spirit kapitalisme rasional
modern di Barat, yang berakar kuat pada Protestan asketis, terutama Calvinis. Mereka ini,
misalnya, memandang akumulasi harta kekayaan sebagai suatu tanda diberkati Tuhan.
Islam, kata Weber, berlawanan dengan Calvinisme. Rasionalisasi doktrin dan perilaku
hidup benar-benar asing dalam Islam. Perlu diingat, Weber memakai doktrin predestinasi sebagai
konsep kunci untuk menjelaskan rasionalisasi doktrin dan perilaku hidup. Di Calvinisme,
keyakinan pada predestinasi berhasil membangkitkan etika kerja dan perilaku hidup yang legal-
rasional. Namun, hal demikian tidak terjadi di Islam. Doktrin Islam tentang predestinasi, menurut
Weber (1978:573), "sering menghasilkan kelalaian penuh terhadap diri (seorang Muslim) demi
memenuhi kewajiban jihad untuk penaklukan dunia". Hal ini akibat dominannya peran pejuang
Muslim dalam penyebaran Islam di Timur Tengah. Kelompok ini telah menggeser Islam ke arah
etika militeristik untuk penaklukan dunia. Mereka tidak memberlakukan perilaku hidup asketis
dan rasional. Keyakinan Islam atas predestinasi tidaklah menghasilkan rasionalisasi doktrin dan
perilaku hidup. Malahan, kata Weber, doktrin predestinasi mengarahkan umat Islam ke arah
perilaku hidup yang nonrasional dan fatalistik. "Islam," lanjut Weber (1978:575), "justru
dialihkan sepenuhnya dari perilaku hidup yang rasional dengan munculnya pemujaan terhadap
orang-orang suci, dan akhirnya, magis".