You are on page 1of 8

KEIMANAN DAN KETAKWAAN

1.Pengertian, Wujud, dan Pengaruh Keimanan


Pengertian Iman
Istilah iman dalam al-Qur’an selalu dirangkaikan dengan kata lain yang memberikan
corak dan warna tentang sesuatu yang diimani, seperti dalam surat an-Nisa’:51 yang dikaitkan
dengan jibti(kebatinan/idealisme) dan thaghut (realita/naturalisme). Sedangkan dalam surat al-
Ankabut: 52 dikaitkan dengan bathil, yaitu walladziina aamanuu bil baathili. Bhatil berarti tidak
benar menurut Allah.
Kata iman yang tidak dirangkaikan dengan kata lain dalam al-Qur’an, mengandung arti
positif. Dengan demikian, kata iman yang tidak dikaitkan dengan kata Allah atau dengan
ajarannya, dikatakan sebagai iman haq. Sedangkan yang dikaitkan dengan selainnya, disebut
iman bathil.
Wujud Iman
Akidah Islam dalam al-Qur’an disebut iman. Iman bukan hanya berarti percaya,
melainkan kenyakinan yang mendorong seorang muslim untuk berbuat. Jadi iman sangat luas,
bahkan mencakup segala sesuatu yang dilakukan seorang muslim yang disebut amal saleh.
Akidah Islam adalah bagian yang paling pokok dalam agama Islam. Merupakan
keyakinan yang menjadi dasar dari segala sesuatu tindakan atau amal.
Akidah Islam atau iman mengikat seorang muslim, sehingga terikat dengan segala aturan
hukum yang datang dari Islam.
Pengaruh Keimanan
Berbagai pengaruh terhadap seseorang akan mengarahkan iman/kepribadian seseorang,
baik yang datang dari lingkungan keluarga, masyarakat, pendidikan, maupun lingkungan
termasuk benda-benda mati seperti cuaca, tanah, dan lingkungan flora serta fauna.
Pengaruh pendidikan keluarga secara langsung maupun tidak langsung, baik disengaja
maupun yang tidak disengaja amat berpengaruh terhadap keimanan seseorang.
Pada dasarnya, proses pembentukan iman diawalin dengan proses perkenalan, kemudian
meningkat menjadi senang atau benci.
Disamping proses pengenalan, proses pembiasaan juga perlu diperhatikan, karena tanpa
pembiasaan, seseorang bisa saja semula benci berubah menjadi senang. Seseorang anak harus
dibiasakan untuk melaksanakan apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi larangan-Nya, agar
kelak dewasa nanti menjadi senang dan terampil dalam meleksanakan ajaran-ajaran Allah.
2.Terbentuknya Iman dan Tanda Orang Beriman
Terbentuknya Iman
Terbentuknya iman seseorang berasal dari prinsip engan mengemukakan implikasi
metodologinya,yaitu:
Prinsip pembinaan berkesinambungan.
Proses pembentukan iman adalah suatu proses yang penting, terus-menerus, dan tidak
berkesudahan. Belajar adalah suatu proses yang memungkinkan orang semakin lama semakin
bersikap selektif. Implikasinya ialah diperlukan motimasi sejak kecil dan berlangsung seumur
hidup.
Prinsip internalisasi dan individuasi.
Suatu nilai antara lain iman dapat lebih mantap terjelma dalam bentuk tingkah laku
tertentu, apabila anak didik diberi kesempatan untuk menghayati melalui suatu peristiwa
internalisasi dan individuasi.
Melalui pengalaman penghayatan pribadi, manusia secara lebih wajar dan amaliah,
dibandingkan bilamana nilai tersebut langsung ditanamkan pada anak didik sebagi suatu produk
akhir semata-mata. Implikasi metodologinya ialah pendekatan unyuk membentuk tingkah laku
yang mewujudkan nilai-nilai iman tidak dapat hanya mengutamakan nilai-nilai itu dalam bentuk
tetapi juga harus mementingkan proses dan cara pengenalan nilai hidup tersebut.
Prinsip sosialisasi.
Pada umumnya nilai-nilai hidup baru benar-benar mempunyai arti apabila telah
memperoleh dimensi sosial. Oleh karena itu bentuk tingkah laku terpola baru teruji secara tuntas
bilamana sudah diterima secara sosial.
Implikasi metodologinya ialah bahwa usaha pembentukkan tingkah laku mewujudkan
nilai iman hendaknya tidak diukur dari keberhasilan terbatas pada tingkat individualbya.
Prinsip konsistensi dan koherensi.
Nilai iman lebih mudah tumbuh terakselerasi, apabila sejak semula ditangani secara
konsisten, yaitu secara tetap dan konsekuen, serta secara koheren,yaitu tanpa mengendung
pertentanagn antara nilai yang satu dengan nilai lainnya.
Implikasi metodologinya bahwa usaha yang dikembangkan untuk mempercepat
tumbuhnya tingkah laku yang mewujudkan nilai iman hendaknya selalu konsisten dan koheren.
Prinsip integrasi
Hakikat kehidupan sebagai totalitas, senantiasa menghadapkan setiap pada problematika
kehidupan yang menuntut pendekatan yang luas dan menyeluruh. Begitu pula dengan setiap
bentuk nilai hidup yang berdimensi sosial. Oleh karena itu tingkah laku yang dihubungkan
dengan nilai iman tidak dapat dibentuk terpisah-pisah. Makin integral pendekatan seseorang
terhadap kehidupan , makin fungsional pula hubungan setiap bentuk tinghah laku yang
berhubungan dengan nilai iman yang dipelajari.
Implikasi metodologinya ialah agar nilai iman hendaknya dapat dipelajari seseorang tidak
sebagai ilmu dan keterampilan tingkah laku yang terpisah-pisah, tetapi melalui pendekatan yang
integratif, dalam kaitan problematik kehidupan yang nyata.
Tanda-Tanda Orang Beriman
1. Al-Qur’an menjelaskan tanda-tanda orang yang beriman sebagai berikut:
Jika disebut nama Allah, maka hatinya bergetar dan berusaha agar ilmu Allah tidak lepas dari
syaraf memorinya.
2. Senantiasa tawakal
3. Tertib dalam melaksanakan shalat dan selalu menjaga pelaksanaanya
4. Menafkahkan rezki yang diterimanya
5. Menghindari perkataan yang tidak bermanfaat dan menjaga kehormatan
6. Memelihara amanah dan menepati janji
7. Berjihad di jalan Allah dan suka menolong
8. Tidak meninggalkan pertemuan sebelum meminta izin
Pengertian dan Fungsi Takwa
Taqwa secara umum memiliki penegrtian melaksanakan perintah Allah dan menjauhi
larangan Allah. Orang yang bertaqwa adlaah orang yang beriman, yaitu orang yang
berpandanagn dan bersikap hidup dengan ajaran Allah menurut Sunnah Rosul, yakni orang yang
melaksanakan sholat, sebagai upaya pembinaan iman dan menafkahkan rizkinya untuk
mendukung tegaknya ajaran Allah.
Fungsi dari pada takwa yakni:
1. Akan menjadi manusia yang paling mulia di sisi Allah
2. Akan menjadi bekal dunia-akhirat
3. Akan di beri jalan keluar dari segala permasalahan dan diberi rizqi yang tidak terduga
4. Akan menjadi pakaian bathin
5. Akan menjadi manusia yang dapat membedakan (furqon)

Hubungan Allah dan Manusia

Hubungan antara Sang Pencipta dan yang diciptakan adalah suatu hubungan yang tidak
mungkin dipisahkan. Manusia sebagai mahluq yang diciptakan Allah SWT, mustahil bisa
berlepas diri dari keterikatannya denganNYA. Bagaimanapun tidak percayanya manusia dengan
Allah, suka atau tidak suka, sadar atau tidak sadar manusia akan mengikuti sunatullah yang
berlaku di alam semesta ini. Sesungguhnya hubungan antara Allah dan manusia sudah disadari
oleh sebagian besar manusia sejak dahulu. Mereka sudah mendudukkan Allah sebagai Rabb
(pencipta alam semesta) tapi mereka masih terhalangi, baik oleh kejahilan atau kesombongan,
untuk menempatkan Allah sebagai Ilah (yang disembah/diabdi), QS 39:67. Manusia yang
demikian belumlah sempurna kehidupannya karena ia telah mengingkari sesuatu yang hak dan
telah berlaku dhalim, dengan menempatkan sesuatu pada tempat yang salah. Mereka telah
mempatkan mahluq (hidup ataupun mati) sebagai ilah mereka.

Oleh karena itu seorang mukmin harus memahami bagaimana hubungan yang
seharusnya dibina dengan Allah SWT, sebagai Rabb-nya dan Ilah-nya. Hal yang penting
didalam membina hubungan itu, manusia harus lebih dahulu mengenal betul siapa Allah.
Bukan untuk mengenali zatNYA, tetapi mengenali landasan dasar-NYA (masdarul
´ulmu)/ilmu-ilmu Allah. (QS 35:28, 49:18). Dengan memahami bagaimana luasnya kekuasan
dan Ilmu Allah, akan timbul rasa kagum dan takut kepada Allah SWT sekaligus menyadari
betapa kecil dan hina dirinya. Pemahaman itu akan berlanjut dengan kembalinya ia pada
hakikat penciptaannya dan mengikuti landasan hidup yang telah digariskan oleh Allah SWT (QS
96:5). Ia menyadari ketergantungannya kepada Allah dan merasakan keindahan iman kepada
Allah. Ada tiga hal yang dapat dijelaskan didalam hubungan antara manusia (mukmin) dan Allah
setelah manusia mengenali Allah dengan benar.
Pertama, pengenalan tersebut akan mebuahkan hubungan yang indah denganNYA. Hubungan
itu akan ditandai dengan adanya rasa mahabah (cinta) yang sangat tinggi terhadap Allah.
Bahkan mengalahkan rasa cinta nya kepada manusia lain ataupun benda yang dimilikinya. Ia
memiliki tanda-tanda cinta seperti yang telah Allah gambarkan didalam surat Al Anfal : 2. Rasa
cinta tersebut akan membuatnya selalu optimis dan dinamis didalam kehidupannya sebagai
seorang mukmin, yang membuat jiwanya selalu stabil didalam berbagai kondisi.

Kedua, Di dalam Al Qur`an, Allah mengibaratkan hubungan manusia (mukmin) dan


Allah itu adalah seperti hubungan tijarah (jual beli) yang akan menyelamatkan orang-orang
mukmin dari azab yang pedih. Jual beli itu berupa keimanan kepada Allah swt dan berjihad di
jalan Allah dengan harta dan jiwa (QS 61: 10-11). Selain itu Allah juga mengibaratkan `amal
sholih seorang mukmin sebagai pinjaman yang diberikan kepada Allah. Dimana pinjaman itu
akan Allah beli dengan harga yang sesuai dengan penilaian Allah. Pinjaman itu dapat berupa
tenaga ataupun harta. Walaupun hakikatnya semua harta di langit dan di Bumi adalah milik
Allah dan diberikan sementara untuk manusia. Tetapi jika manusia gunakan harta itu untuk
menegakkan kalimat Allah, maka Allah akan menganggapnya sebagai suatu pinjaman. Dan
Allah akan mengembalikan pinjaman itu dengan berlipat ganda dan tidak terbatas (QS 64:17,
2:261).

Ketiga, hubungan manusia (mukmin) dan Allah itu ditandai dengan adanya kontrak
kerja yang menjadi kewajiban manusia, yaitu berupa `amal sholih. Manusia terikat dan terlibat
didalamnya. Baik `amal yang bersifat umum (ibadah) maupun ´amal khusus (da`wah). Amal
tersebut lebih dari sekedar untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk mengajak orang lain
beribadah. Sehingga tidak dibenarkan seorang mukmin memisahkan diri, tetapi ia harus selalu
berhubungan dengan manusia (berjamaah). Jika dipahami lebih jauh dari tiga pengertian di atas.
Maka dapat diibaratkan manusia itu sebagai penjual `Amal sholih dan Allah sebagai
pembelinya. Dua hal milik manusia yang dapat ditawarkan adalah hartanya (amwal) dan dirinya
(anfus). Harta sebagai sarana dan prasarananya dalam mengerjakan `amal sholih, sedangkan
dirinya/jiwanya sebagai komitmen selanjutnya. Penjualan itu haruslah berkualitas ihsan (mejual
yang terbaik) sehingga akan menimbulkan keridhoan Allah SWT. Dimana `Amal sholih nya itu
dilakukan atas dasar karena Allah (lillah), dengan caraNya (billah) dan untukNya (fillah). Allah
akan membeli yang terbaik dari manusia dan Allah telah berjanji untuk membayarnya dengan
Jannah, dialam yang kekal nanti. (QS. 61:10, 9:105, 111).

Adapun bentuk jual beli yang termahal dan dihargai begitu tinggi oleh Allah adalah
berjihad dijalanNya. Inilah sebaik-baiknya pinjaman. Berjihad berarti ia berusaha sekuat tenaga
dan rela mengorbankan apapun didalam perjuangan menegakkan kalimat Allah. Sebagaimana
yang telah dicontohkan oleh Rasululloh dan para Shahabat. Jalan yang jauh dari kesenangan
dunia. Mukmin yang berjihad adalah mukmin yang sudah menghayati dan meng‘amalkan
makna syahadat. Makna syahadat yang tidak hanya menghiasi lisannya tapi sudah tergambar
didalam tingkah laku dan àmal perbuatannya. Kehidupan seorang mukmin, merupakan bukti
dari pengertian pengakuan akan ke-Ilahan Allah dan ia akan mempertahankan terus hingga
kematiannya. Bagi mukmin tersebut, kematiannya bernilai Syahid yang tetap hidup disisi Allah
dan tidak ada tempat baginya selain di Syurga.
IMPLEMENTASI IMAN DAN TAKWA DALAM KEHIDUPAN MODEREN

1.Problem, tantangan, dan resiko kehidupan modern


Di antara problematika dalam kehidupan modern adalah masalah sosial-budaya yang
sudah established, sehingga sulit sekali memperbaikinya.
Alam pikiran bangsa Indonesia adalah majemuk (pluralistik), sehingga pergaulan hidupnya
selalu dipenuhi oleh konflik baik sesama orang Islam dengan non-Islam.
Pada millenium ketiga, bangsa Indonesia dideskripsikan sebagai masyarakat yang antara
satu dengan lainnya saling bermusuhan. Adopsi modenisme kendatipun tidak secara total, yang
dilakukan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang semi naturalis. Di sisi lain, diadopsinya
idealisme juga telah menjadikan bangsa Indonesia menjadi pengkhayal. Adaya Tarik menarik
antara kekuatan idealisme dan naturalisme menjadikan bangsa Indonesia bersikap tidak menentu.
Oleh karena itu, kehidupan selalu terombang-ambing oleh isme-isme tersebut.
Secara ekonomi semakin tambah terpuruk hal itu disebabkan oleh sistem kapitalisme dan
melahirkan korupsi besar-besaran. Sedangkan di bidang politik selalu muncul konflik di antara
partai dan semakin jauhnya anggota perlemen dengan nilai-nilai qur’ani, karena pragmatis dan
oportunis.
Bidang sosial bisa dilihat dari tindakan penyalahgunaan Narkoba oleh anak-anak
sekolah, mahasiswa, serta masyarakat. Di samping itu masih terdapat bermacam-macam masalah
yang dihadapi bangsa Indonesia dalam kehidupan modern.
Masalah itu muncul disebabkan wawasan ilmunya salah, sedang ilmu merupakan roh
yang menggerakkan dan mewarnai budaya. Hal ini menjadi tantangan yang amat berat dan dapat
menimbulkan tekanan kejiwaan, karena kalau masuk dalam kehidupan seperti itu, maka akan
melahirkan resiko yang besar.
Untuk membebaskan bangsa Indonesia dari berbagai persoalan di atas, perlu diadakan
revolusi pandangan. Dalam kaitan ini, iman dan taqwa yang dapat berperan menyelesaikan
problema dan tantangan kehidupan modern tersebut.
Peran iman dan takwa dalam menjawab problem modern

You might also like