Professional Documents
Culture Documents
Antibody Monoclonal
Antibodi monoklonal adalah zat yang diproduksi oleh sel gabungan tipe tunggal yang
memiliki kekhususan tambahan. Ini adalah komponen penting dari sistem kekebalan tubuh.
Mereka dapat mengenali dan mengikat ke antigen yang spesifik. Pada teknologi antibodi
monklonal, sel tumor yang dapat mereplikasi tanpa henti digabungkan dengan sel mamalia
yang memproduksi antibodi. Hasil penggabungan sel ini adalah hybridoma, yang akan terus
memproduksi antibodi. Antibodi monoklonal mengenali setiap determinan yang antigen
(bagian dari makromolekul yang dikenali oleh sistem kekepalan tubuh / epitope). Mereka
menyerang molekul targetnya dan mereka bisa memilah antara epitope yang sama. Selain
sangat spesifik, mereka memberikan landasan untuk perlindungan melawan patogen.
Antibodi monoklonal sekarang telah digunakan untuk banyak masalah diagnostik seperti :
mengidentifikasi agen infeksi, mengidentifikasi tumor, antigen dan antibodi auto, mengukur
protein dan level drug pada serum, mengenali darah dan jaringan, mengidentifikasi sel
spesifik yang terlibat dalam respon kekebalan dan mengidentifikasi serta mengkuantifikasi
hormon.
--Share
Contact
Biologi-Smada
sari.hanarti@gmail.com
ANTIBODI MONOKLONAL
Antibodi monoklonal dibuat di laboratorium khusus untuk melawan antigen tertentu. Karena
tiap jenis kanker mengeluarkan antigen yang berbeda, maka berbeda pula antibodi yang
digunakan.
Antibodi monoklonal juga dapat mempengaruhi cell growth factors, karenanya dapat
digunakan untuk menghambat pertumbuhan sel-sel tumor. Jika dipadu dengan radioisotop,
obat kemoterapi, atau imunotoksin, setelah menemukan antigen yang dicari antibodi
monoklonal langsung membunuh sel pembuatnya (kanker).
Deretan sel hybrid yang kontinyu (Continuous hybrid cell lines) yang memproduksi antibodi
monoclonal, antibody spesifik untuk antigen spesifik sel-sel kanker serviks telah
dikembangkan.
Deretan sel hybrid yang kontinyu dibuat dengan cara menggabungkan sel limfoid yang
terdiferensiasi dengan sel kanker serviks yang intak dan sel myeloma, terutama sel
plasmacytoma. Kemudian dikultur di media jaringan HAT termasuk konsentrasi kecil dari
deoxycytidine. Deoxycytidine digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan sel hybrid dan
produksi berikutnya yaitu antibody monoclonal.. Deretan sel hybrid yang memproduksi
antibodi monoclonal untuk determinan antigen spesifik sel-sel kanker serviks dapat dikultur
untuk memproduksi antibodi terhadap sel-sel kanker serviks dalam jumlah besar.
Antibodi monoklonal
Antibodi monoklonal adalah antibodi monospesifik yang dapat mengikat satu epitop saja.[1]
Antibodi monoklonal ini dapat dihasilkan dengan teknik hibridoma.[2] Sel hibridoma
merupakan fusi sel dan sel.[2]
Pembuatan sel hibridoma terdiri dari tiga tahap utama yaitu imunisasi, fusi, dan kloning.[1]
Imunisasi dapat dilakukan dengan imunisasi konvensional, imunisasi sekali suntik intralimpa,
maupun imunisasi in vitro.[1] Fusi sel ini menghasilkan sel hibrid yang mampu menghasilkan
antibodi seperti pada sel limpa dan dapat terus menerus dibiakan seperti sel myeloma.[1]
Frekuensi terjadinya fusi sel ini relatif rendah sehingga sel induk yang tidak mengalami fusi
dihilangkan agar sel hasil fusi dapat tumbuh.[2]
Frekuensi fusi sel dapat diperbanyak dengan menggunakan Polietilen glikol (PEG), DMSO,
dan penggunaan medan listrik.[2] PEG berfungsi untuk membuka membran sel sehingga
mempermudah proses fusi.[2] Sel hibrid kemudian ditumbuhkan pada media pertumbuhan.[2]
Penambahan berbagai macam sistem pemberi makan dapat meningkatkan pertumbuhan sel
hibridoma.[2]
Monoklonal > berasal dari 1 klon sel limfosit B saja, jadi hanya mengenali 1 jenis antigen
Pertama kali ditemukan oleh Georges Kohler dan Cesar Milstein (1984). keduanya mendapat
nobel
proses:
1.mencit di suntik dengan antigen berupa hormon korionik gonadotropin (HCG)
2. setelah terbentuk respon kekebalan, limpa mencit dikeluarkan
3. limpa ini mengandung sel B yang reaktif terhadap HCG maupun antigen lain. populasi ini
dinamakan poliklonal
4.kemudian sel2 B itu dicampur dengan sel mieloma/ kanker supaya terjadi fusi antara sel B
dengan sel kanker (sel kanker dapat membelah tanpa batas). sel2 kanker ini juga spesial
karena menampung mutasi yang menyebabkan sel2 mieloma tidak dapat tumbuh di medium
yang mengandung aminopterin
5. dengan adanya fusi antara mieloma dan sel B yang tidak bermutasi, maka produk hasil fusi
itu dapat bertahan hidup di medium yang ber-aminopterin
> di sini aminopterin sebagai filter untuk menyaring sel2 yang sudah berfusi saja
6.Sel B yang sudah berfusi itu akan menjadi "abadi", dapat membelah tanpa batas
7. sekarang, masing2 klon dari sel B yang sudah befusi dipaparkan terhadap HCG sekali lagi
8. sel2 yang menghasilkan antibodi untuk HCG dibiakkan. sel2 inilah sel monoklonal
manfaat:
-didapatkan antibodi spesifik untuk melawan antigen tertentu (misal virus atau racun tertentu)
atau untuk mengenali zat tertentu, misalnya HCG tadi
-diproduksi dengan tak terbatas dan hasilnya identik.
kerugian:
-biaya pembuatan cukup sulit
-kemungkinan kontroversial etika karena menggunakan hibrid sel kanker
materi referensi:
Biologi - Campbell, Reece, Mitchell
Peralatan yang diperlukan adalah ruangan khusus untuk pembiakan hibridoma, ruang
isolasi (laminar air flow), inkubator 5% CO2 bersuhu 37oC, mikroskop (inverted microscope)
dan mikroskop floresen, sentrifus meja, otoklaf, waterbath 37-56oC, alat penyimpanan
kriogenik, alat kering beku (freeze dryer), kulkas dan freezer (-15 dan -80oC), hemasitometer,
spektrofotometer, mikropipet 0-200 μl, mikropipet 1000 μl, multipipettor 8 lubang, filter
milllipore ukuran 0,22 dan 0,45 μm.
Peralatan dan bahan untuk membiakkan sel hibridoma adalah cawan kultur sel
(microplate) bertutup dengan 96 lubang; botol kultur sel berdiameter 25, 75, dan 150 cm;
pipet gelas atau plastik berukuran 1, 5, 10, dan 25 ml; ampul 1 ml; tabung sentrifus (konus)
bertutup ukuran 5, 15, dan 50 ml; cawan petri bulat dan persegi, pipet pastur, sarung tangan
plastik, spuit plastik ukuran 1, 10, dan 50 ml; jarum suntik ukuran 26 dan 16 G, serta gunting
operasi.
Di samping bahan peralatan laboratorium diperlukan juga mencit (tikus putih) hibrida
Balb/c, ruang dan kandang untuk pemeliharaan mencit, dan perlengkapan pemeliharaan
mencit. Bahan-bahan lain yang diperlukan untuk kultur sel hewan, yaitu bahan untuk medium
pembuatan sediaan limposit, medium pembiakan sel mieloma, dan medium untuk fusi sel dan
biakan hibridoma, di antaranya adalah medium DMEM (Dulbecco’s Modified Eagle’s
Medium), RPLM-1640, hypoxanthine aminopterine thymidine (HAT), antibiotik kanamisin,
serum anak sapi yang baru lahir (Newly Born Calf Serum, NBS), dan hypoxanthine
thymidine (HT).
Medium DMEM lengkap. Komposisi medium ini terdiri atas DMEM (Sigma) 4,5 g,
akuades 500 ml, NBS 75 ml, larutan pekat glutamin 10 ml, dan larutan pekat kanamisin 1 ml.
Medium DMEM Lengkap dibuat dengan melarutkan bubuk DMEM 4,5 g ke dalam akuades
500 ml, diaduk selama 30 menit, kemudian diotoklaf selama 20 menit dengan suhu 121oC
dan pH-nya dinetralkan (pH 7,0) dengan me-nambahkan Na-bisulfit, hingga warnanya
menjadi merah jambu (pink).
New Calf Born Serum (NBS, Sigma). Pada waktu baru diterima dari pemasok,
biasanya NBS dalam wadah yang berisi es kering (dry ice) dan selalu disimpan dalam
freezer. Segera ketika akan digunakan, NBS dicairkan dalam penangas air bersuhu 56oC
selama 30 menit, untuk menonaktifkan komplemen, dibagi-bagi ke dalam botol berukuran
100 ml, setiap botol diisi 80 ml. Botol NBS segera disimpan di dalam deep freezer (-80oC)
hingga digunakan. Tiap medium NBS dalam botol digunakan sampai habis, sebelum
menggunakan medium dari botol lain.
Medium HAT. Medium ini dibuat dengan komposisi medium DMEM tanpa NBS
(DMEM-NBS) 500 ml, larutan pekat hyphoxantine 5 ml, larutan pekat aminop-terin 1 ml,
larutan pekat thymidine 1 ml, larutan pekat glutamin 1 ml, NBS 75 ml, dan larutan pekat
antibiotik kanamisin 0,5 ml
Medium HT. Medium ini dibuat dengan cara yang sama dengan medium HAT, tetapi
tanpa aminopterin.
Larutan pekat hypoxantine (100 kali). Larutan senyawa hypoxanthine dibuat dengan
melarutkan 34 mg hypoxanthine (Sigma) dalam 25 ml akuades dan dipanaskan pada suhu 70-
80oC di atas penangas air.
Larutan pekat aminopterin (500 kali). Larutan ini dibuat dengan melarutkan 2,32 mg
aminopterin ke dalam 25 ml akuades, kemudian ditambah dengan larutan NaOH 0,5 N 2-3
tetes.
Larutan pekat thymidine (500 kali). Larutan ini dibuat dengan melarutkan 77,5 mg
thymidine (Sigma) dan 4,5 mg glycine (Sigma) dalam 10 ml akuades.
Larutan pekat glutamine (50 kali). Larutan ini dibuat dengan melarutkan 2,92 g L-
glutamine 2,92 g ke dalam 100 ml akuades.
Larutan pekat kanamisin (1000 kali). Larutan kanamisin dibuat dengan melarutkan
1,0 g antibiotik kanamisin (Sigma) dalam 5 ml akuades steril di dalam botol kanamisin.
Imunisasi Mencit
Mencit (tikus putih) hibrida Balb/c dapat diperoleh dari IPB atau Balitvet, Bogor.
Imunisasi mencit dilakukan dengan menyuntikkan 100 μl (25-50 μg) antigen RS secara
intraperitoneal, ke dalam rongga peritoneum mencit secara berkala dengan tenggang waktu
satu minggu. Imunisasi terakhir dilakukan empat hari sebelum dilakukan fusi sel limposit
mencit dengan sel mieloma.
Sel mieloma yang digunakan adalah SP 2/O-Ag14. Sel ini dibiakkan di dalam
medium DMEM + NBS + L-glutamine dan diinku-basikan dalam inkubator 5% CO2 dengan
suhu 37oC. Pada hari ke-2 inkubasi, per-tumbuhan biakan dan kerapatan sel biakan mieloma
diperiksa. Contoh biakan di-ambil dari masing-masing cawan petri dan jumlah selnya
dihitung menggunakan hemasitometer. Bila jumlah sel yang dibutuhkan belum mencukupi,
maka disedia-kan biakan baru dengan menumbuhkan sel mieloma yang telah ada dalam
cawan petri yang berisi medium baru. Pada hari ke-3 inkubasi, populasi sel mieloma dipe-
riksa kembali dan dihitung kerapatannya, dan pada hari ke-4 inkubasi dilakukan fusi sel.
Biakan sel mieloma yang telah ditumbuhkan hingga fase pertumbuhan logaritmik
disentrifuge dengan kecepatan 1000 rpm selama 5 menit, kemudian disuspensikan kembali
dalam medium DMEM + NBS + L-glutamine dengan volume tertentu dan jumlah selnya
dihitung dengan hemasitometer. Penyediaan biakan sel mieloma diatur sedemikian rupa,
sehingga pada saat fusi sel akan dilakukan, jumlah dan viabilitasnya pada kondisi puncak.
Perbandingan antara mieloma dan sel limpa biasanya 1 : 10. Dari limpa seekor tikus putih
biasanya diperoleh 108 sel limpa, sehingga sel mieloma yang harus disiapkan adalah 107 sel.
Oleh karena itu, perlu disiapkan beberapa cawan petri steril yang berisi 20 ml medium dan
diinokulasi dengan 103 sel mieloma. Sel mieloma yang tumbuh dalam keadaan normal,
jumlahnya menjadi dua kali lipat setelah diinkubasi selama 15 jam dalam inkubator 5% CO2
dengan suhu 37oC.
Cara penghitungan limposit dan sel mieloma yang akan digunakan untuk fusi adalah
(1) apabila kerapatan sel limpa pada hemasitometer 52 sel, maka total jumlah sel dalam
cawan yang berisi 20 ml biakan adalah 52 x 104 x 20 sel = 1,04 x 108 sel dan (2) apabila
kerapatan sel mieloma pada hemasitometer 64 sel, maka total jumlah sel dalam cawan yang
berisi 20 ml biakan adalah 64 x 104 x 20 sel = 1,28 x 107 sel. Dengan demikian jumlah sel
mieloma yang dibutuhkan adalah 1,04 x 107 sel, sehingga volume biakan mieloma yang
digunakan adalah 20 x (1,04 x 107 : 1,28 x 107 ml) = 16,25 ml. Dengan demikian, medium
HAT yang harus ditambahkan adalah 1,04 x 107 : 3,5 x 105 ml = 29,7 ml. Angka 3,5 x 105
adalah kepadatan sel mieloma yang dibutuhkan untuk mendapatkan satu hibridoma di setiap
lubang biakan.
Fusi limposit mencit dengan sel mieloma dilakukan menurut metode Kohler dan
Milstein (1975). Fusi sel dilakukan dengan mencampurkan koloni sel mieloma dan sel
limposit dengan perbandingan 10 : 1 ke dalam tabung konus.
Setelah dilakukan fusi sel mieloma dengan limposit mencit, sel yang difusikan (fusan)
disentrifusi dengan kecepatan 1000 rpm selama 7 menit dan supernatannya dibuang. Ke
dalam tabung berisi pelet sel fusan ditambahkan 1 ml larutan 50% polietilen glikol (PEG
4000) dalam DMEM-NBS, setetes demi setetes menggunakan pipet ukur 1 ml sambil
digoyang. Penambahan tersebut harus dilakukan dalam rentang waktu 60 detik, mulai dari
tetesan pertama hingga tetesan terakhir. Tahapan pemberian PEG adalah detik ke-1 diteteskan
satu tetes PEG, detik ke-10 satu tetes PEG, detik ke-20 satu tetes PEG, detik ke-30 satu tetes
PEG, dan detik ke-60 satu tetes PEG lagi, sehingga jumlah volume PEG yang diteteskan
dalam satu menit adalah 1 ml. Penetesan PEG dilakukan sambil menggoyang tabung fusan.
Pada hari ke-2 dan selanjutnya hingga hari ke1-10 inkubasi, selang dua hari, ke dalam
setiap lubang biakan ditambahkan 100 μl medium HAT. Kemudian pada hari ke-11 hingga
ke-30 pertumbuhan sel hibridoma di setiap lubang cawan diamati dengan melihat koloni yang
tumbuh didasar lubang, dan lubang yang ditumbuhi sel hibridoma diberi tanda. Apabila
koloni sel hibridoma sudah tumbuh kurang lebih 1/5 luasan dasar lubang, maka skring
(seleksi) hibridoma penghasil McAb dilakukan.
Skrining untuk menyeleksi sel hibridoma penghasil hibridoma dilakukan dua kali
melalui pengujian dengan teknik ELISA Tidak Langsung (Indirect ELISA, Robinson-Smith
et al., 1995) terhadap cairan medium yang ditumbuhi biakan hibridoma. Cairan medium dari
biakan hibridoma digunakan sebagai antibodi. Apabila reaksi ELISA positif, maka berarti
biakan hibridoma menghasilkan McAb. Skrining I dilakukan untuk menyeleksi biakan
hibridoma penghasil McAb.
Skrining II dilakukan dengan teknik yanag sama untuk menguji kembali hibridoma
penghasil McAb yang diperoleh dari skrining I guna memperoleh hibridoma yang potensial
menghasilkan McAb tinggi. Koloni hibridoma dari hasil skrining I kembali dibiakkan dalam
medium HAT seperti diuraikan di atas, kemudian suspensi mediumnya diuji dengan teknik
ELISA untuk mengetahui produksi McAb-nya.
1. Antibodi Monoklonal
adalah antibodi sejenis yang diproduksi oleh sel plasma klon sel-sel b sejenis.
Antibodi ini dibuat oleh sel-sel hibridoma (hasil fusi 2 sel berbeda; penghasil sel b
Limpa dan sel mieloma) yang dikultur.
Bertindak sebagai antigen yang akan menghasilkan anti bodi adalah limpa. Fungsi
antara lain diagnosis penyakit dan kehamilan
2. medium. Kadarantibodi biasanyacukuptinggi(± 10100 u/ml),
3. sehingga banyak uji serologi yang dapat digunakan tergantung
4. jumlah antigen spesifik yang tersedia, tetapi yang paling sering
5. digunakan adalah radioimmunoassay (RIA) dan enzyme linked
6. immunosorbent assay (EL1SA)
7. (12)
8. .
9. 4) Produksi antibodi monokional spesifik
10. Setelah klon hibridoma yang diinginkan dapat diisoiasi,
11. maka produksi antibodi monokional dapat dilakukan dengan
12. cara :
13. (i) in vitro, membiakkan pada medium biakan jaringan dan
14. antibodi dapat dipanen dan supernatan. Kadar pada umumnya
15. 10100 ug/ml supernatan,
16. (ii) in vivo, mentranspiantasikan intraperitoneal pada binatang,
17. antibodi dipanen dan cairan asites. Kadar pada umumnya 1-25
18. mg/ml cairan asites
Teknologi antibodi monoklonal yaitu teknologi menggunakan sel-sel sistem imunitas yang
membuat protein yang disebut antibodi. Sistem kekebalan kita tersusun dari sejumlah tipe sel
yang bekerja sama untuk melokalisir dan menghancurkan substansi yang dapat memasuki
tubuh kita. Tipa tipe sel mempunyai tugas khusus. Beberapa dari sel tersebut dapat
membedakan dari sel tubuh sendiri (self) dan sel-sel asing (non self). Salah satu dari sel
tersebut adalah sel limfosit B yang mampu menanggapi masuknya substansi asing denngan
spesivitas yang luar biasa.
Dengan mengetahui cara kerja anti bodi, kita dapat memanfaatkannya untuk
keperluan deteksi, kuantitasi dan lokalisasi.
Pengukuran dengan pendeteksian dengan menggunakan Teknologi antibodi
monoklonal relatif cepat, lebih akurat, dan lebih peka karena spesifitasnya tinggi.
Teknologi antibodi monoklonal saat ini digunakan untuk deteksi kehamilan, alat
diagnosis berbgai penyakit infeksi dan deteksi sel-sel kanker.
Karena spesifitasnya yang tinggi maka Teknologi antibodi monoklonal dapat
digunakan untuk membunuh sel kanker tanpa mempengaruhi sel-sel yang sehat.
Selain kegunaannya untuk mendiagnosis penyakit pada manusia, Teknologi antibodi
monoklonal juga banyak dipakai untuk mendeteksi penyakit-penyakit pada tanaman
dan hewan, kontaminasi pangan dan polutan lingkungan.
Ketika di tikus terbentuk antibody yang beraneka ragam (antibody multiklonal) dengan
maksud tubuh tikus emang harus dilindungi dari berbagai organisme patogen /antigen asing
misal (antigen HCG) ,maka tikus diharapkan bebas dari berbagai gangguan penyakit akibat
bervariasinya patogen/antigen tersebut.
Perlu diketahui lympocyt tikus yang membuat antibody tentu sangat variatif , tidak
hanya sel B yang ampuh melawan antigen tetapi juga dibuat antibody yang lain , yang
kita kenal dengan sebutan multiklonal. selain dengan melakukan daya adaptif terus
menerus terhadap anrtigen baru yang masuk tubuhnya ini dilakukan untuk menahan
tekanan penyakit dari luar yang begitu beragam dan selalu penyakit / antigen asing
tersebut meng "up-grade" menjadi lebih canggih . apapun bentuk up grade an
penyakit sebenarnya tubuh tikus itu siap melawannya dan selalu OK.
Namun kwantitas antibody yang beraneka ragam itu dipastikan kurang produksinya
sehingga tidak bisa mengibangi patogennya. maka dari dasar sederhana itulah
kemudian dicipta antibody specifik , meskipun jumlahnya sedikit tapi sangat ampuh,
bisa diproduksi besar besaran dengan teknik hibridoma secara invitro /invivo berupa
antibody monoklonal.
Caranya
1. Diambil Limpocyt pabrik antibody yang memproduksi beraneka ragam antibody itu
2. Dipisahkan berbagai jenis antibody (multiklonal)dengan specifik tujuan yang berbeda
3. digabungkan Antibody specifik itu ke sel kanker(myolema) yang begitu cepat
membelahnya (unlimited akses) pada suatu media , sel mieloma semacam sel tumor
yang dibiakkan dan dimutasikan itu jika dipertemukan dengan sel B (biasanya disebut
sel B-mieloma)/ sel hibridoma
4. jika sel hibridoma ini terbentuk dan sukses ternyata sel hibridoma bisa membelah pula
dalam skala yang unlimited., sehingga memungkinkan pemroduksian dalam skala
besar nantinya.
5. Akhirnya bisa diperoleh antibody monoklonal yang specifik itu untuk membantu
penyebuhan penyakit misalnya kanker .
Semua sel memiliki penanda protein pada permukaannya, yang dikenal sebagai
antigen.
Antibodi monoklonal dirancang di laboratorium untuk secara spesifik mengenali
penanda protein tertentu di permukaan sel kanker.
Antibodi monoklonal kemudian berikatan dengan protein ini.
Hal ini memicu sel untuk menghancurkan diri sendiri atau memberi tanda pada
siinduk kekebalan tubuh untuk menyerang dan membunuh sel kanker.
Sebagai contoh, rituximab, antibodi monoklonal yang dipakai dalam pengobatan
limfoma non Hodgkin, mengenali penanda protein CD20. CD20 ditemukan di
permukaan Sel B abnormal yang ditemukan pada jenis-jenis limfoma non Hodgkin
yang paling umum.
Proses kerja
Saat rituximab berikatan dengan CD20 di permukaan suatu sel-B, sel mungkin
dihancurkan langsung, tetapi pertahanan alami tubuh juga disiagakan.
Rituximab secara efektif menyerang sel limfoma agar dapat dihancurkan siinduk
kekebalan tubuh dan membunuh sel-sel kanker.
CD20 juga ditemukan di permukaan sel-B normal, salah satu jenis sel darah putih
yang beredar di tubuh.
Ini berarti mungkin sel-B normal ini juga dihancurkan saat rituximab digunakan.
Akan tetapi, sel induk dalam sumsum tulang yang berkembang menjadi sel-B tidak
memiliki CD20 pada permukaannya.
Oleh karena itu sel induk tidak dihancurkan oleh rituximab dan dapat terus
menyediakan sel-B sehat untuk tubuh.
Meskipun jumlah sel-B normal yang matang berkurang untuk sementara karena
pengobatan, mereka akan kembali ke kadar semula setelah pengobatan.
Beberapa pasien mengalami mual (mual) atau muntah. Obat anti muntah (anti-muntah)
umumnya sangat efektif dalam mencegah maupun meringankan gejala-gejala ini sehingga
lebih dapat ditoleransi.
Kadang-kadang, pasien merasakan nyeri pada bagian tubuh yang merupakan lokasi limfoma.
Nyeri biasanya ringan dan dapat diatasi dengan obat anti-nyeri biasa.
Rituximab dapat menyebabkan reaksi alergi. Gejalanya dapat berupa:
• Gatal atau mendadak muncul warna kemerahan
• Batuk, mengi atau sesak napas
• Lidah bengkak atau rasa bengkak di tenggorokan
• Edema, atau pembengkakan karena kelebihan cairan dalam jaringan tubuh
Reaksi alergi berat terhadap rituximab jarang ditemukan dan pasien diamati selama
masa pengobatan akan munculnya gejala-gejala ini.
Pasien harus melaporkan gejala yang dialaminya begitu muncul.
Seringkali, yang perlu dilakukan hanyalah memperlambat atau menghentikan
sementara tetesan intravena sampai reaksi alergi berakhir.
Pasien umumnya diberikan anti-histamin sebelum mulai pengobatan untuk membantu
mencegah atau mengurangi masalah ini.
Antibody Monoclonal drug adalah sebuah obat inovasi baru dalam usaha manusia melawan
kanker. Meskipun efektifitas dan sepesifisitas obat ini terhadap kanker tertentu telah teruji
dan membuahkan hasil, namun cara penggunaan obat ini agar memberikan hasil yang terbaik
sampai saat ini belumlah diketahui secara pasti.
Sistem immun akan aktif jika terdapat musuh (antigen) dalam tubuh, wes enaknya sistem
immun ini adalah tentaranya tubuh ;) . Sekali sistem immun mengenali adanya musuh tubuh,
maka ia akan memanggil teman-temannya untuk melawan musuh ini. Tapi tidak selamanya
sistem immun bisa mengenali sel kanker sebagai musuh, lha obat-obatan golongan antibody
monoclonal seperti Rituximab bekerja agar sistem immun lebih kenal dengan sel kanker
sehingga sistem pertahanan tubuh bisa bekerja lebih efektif dalam rangka menghajar sel
kanker.
Jika sebuah zat kimia yang disebut sebagai Growth Factor menempel pada sel kanker, maka
pertumbuhan sel kanker yang ditempeli akan meningkat drastis, kalo pertumbuhan sel
kankernya tambah banyak kan secara otomatis kankernya semakin menggila. Didasarkan
fakta inilah, obat-obatan Antibody Monoclonal seperti Cetuximab bekerja menghambat
ikatan antara growth factor dengan reseptor pada sel :D .
Kombinasi obat antibody monoclonal dengan partikel radioaktif, kita bisa menghantarkan
radiasi langsung tepat sasaran pada sel kanker. Hal ini digunakan untuk memastikan radiasi
tersebut tidak merusak sel yang yang sehat. Dengan adanya obat yang penggunaannya masih
dalam pengwasan FDA ini, maka efektifitas radioterapi pada pasien kanker bisa lebih
ditingkatkan.
Apa Saja Efek Samping Antibody Monoclonal?
Penggunaan antibody monoclonal sebagai terapi kanker juga mampu menimbulkan efek
samping, mulai efek samping yang ringan sampai efek samping yang menjadikan pasien
dalam kondisi gawat darurat.
* Perdarahan hebat
* Gangguan jantung
* Reaksi anafilaksis (hipersensitif)
* Penurunan jumlah hitung darah
antibodi monoklonal
I. Pengertian Antibodi Monoklonal
adalah antibodi sejenis yang diproduksi oleh sel plasma klon sel-sel positif sejenis. Antibodi
ini dibuat oleh sel-sel hibridoma (hasil fusi 2 sel berbeda; penghasil sel positif Limpa
danselmieloma)yangdikultur.Bertindak sebagai antigen yang akan menghasilkan anti bodi
adalah limpa. Fungsi antara lain diagnosis penyakit dan kehamilan.Antibodi monoklonal
adalah zat yang diproduksi oleh sel gabungan tipe tunggal yang memiliki kekhususan
tambahan. Ini adalah komponen penting dari sistem kekebalan tubuh. Mereka dapat
mengenali dan mengikat ke antigen yang spesifik. Pada teknologi antibodi monklonal, sel
tumor yang dapat mereplikasi tanpa henti digabungkan dengan sel mamalia yang
memproduksi antibodi. Hasil penggabungan sel ini adalah hybridoma, yang akan terus
memproduksi antibodi. Antibodi monoklonal mengenali setiap determinan yang antigen
(bagian dari makromolekul yang dikenali oleh sistem kekepalan tubuh / epitope). Mereka
menyerang molekul targetnya dan mereka bisa memilah antara epitope yang sama. Selain
sangat spesifik, mereka memberikan landasan untuk perlindungan melawan patogen.
Antibodi monoklonal sekarang telah digunakan untuk banyak masalah diagnostik seperti :
mengidentifikasi agen infeksi, mengidentifikasi tumor, antigen dan antibodi auto, mengukur
protein dan level drug pada serum, mengenali darah dan jaringan, mengidentifikasi sel
spesifik yang terlibat dalam respon kekebalan dan mengidentifikasi serta mengkuantifikasi
hormon.
Makrofag telah mengidentifikasikan sel kanker. Ketika melampaui batas menyatukan dengan
sel kanker, makrofag (sel putih yang lebih kecil) akan menyuntikan toksin yang akan
membunuh sel tumor. Imunoterapi untuk perawatan kanker merupakan salah satu hal yang
diteliti oleh penelitian medis.
Peran penting imunitas lainnya adalah untuk menemukan dan menghancurkan tumor. Sel
tumor menunjukan antigen yang tidak ditemukan pada sel normal. Untuk sistem imun,
antigen tersebut muncul sebagai antigen asing dan kehadiran mereka menyebabkan sel imun
menyerang sel tumor. Antigen yang ditunjukan oleh tumor memiliki beberapa sumber;
beberapa berasal dari virus onkogenik seperti papillomavirus, yang menyebabkan kanker
leher rahim, sementara lainnya adalah protein organisme sendiri yang muncul pada tingkat
rendah pada sel normal tetapi mencapai tingkat tinggi pada sel tumor. Salah satu contoh
adalah enzim yang disebut tirosinase yang ketika ditunjukan pada tingkat tinggi, merubah
beberapa sel kulit (seperti melanosit) menjadi tumor yang disebut melanoma.Kemungkinan
sumber ketiga antigen tumor adalah protein yang secara normal penting untuk mengatur
pertumbuhan dan proses bertahan hidup sel, yang umumnya bermutasi menjadi kanker
membujuk molekul sehingga sel termodifikasi sehingga meningkatkan keganasan sel tumor.
Sel yang termodifikasi sehingga meningkatkan keganasan sel tumor disebut onkogen.
Respon utama sistem imun terhadap tumor adalah untuk menghancurkan sel abnormal
menggunakan sel T pembunuh, terkadang dengan bantuan sel T pembantu. Antigen tumor
ada pada molekul MHC kelas I pada cara yang mirip dengan antigen virus. Hal ini
menyebabkan sel T pembunuh mengenali sel tumor sebagai sel abnormal Sel NK juga
membunuh sel tumor dengan cara yang mirip, terutama jika sel tumor memiliki molekul
MHC kelas I lebih sedikit pada permukaan mereka daripada keadaan normal; hal ini
merupakan fenomena umum dengan tumor. Terkadang antibodi dihasilkan melawan sel
tumor yang menyebabkan kehancuran mereka oleh sistem komplemen.
Beberapa tumor menghindari sistem imun dan terus berkembang sampai menjadi kanker.Sel
tumor sering memiliki jumlah molekul MHC kelas I yang berkurang pada permukaan
mereka, sehingga dapat menghindari deteksi oleh sel T pembunuh. Beberapa sel tumor juga
mengeluarkan produk yang mencegah respon imun; contohnya dengan mengsekresikan
sitokin TGF-β, yang menekan aktivitas makrofag dan limfosit. Toleransi imunologikal dapat
berkembang terhadap antigen tumor, sehingga sistem imun tidak lagi menyerang sel tumor.
Makrofag dapat meningkatkan perkembangan tumor ketika sel tumor mengirim sitokin yang
menarik makrofag yang menyebabkan dihasilkannya sitokin dan faktor pertumbuhan yang
memelihara perkembangan tumor. Kombinasi hipoksia pada tumor dan sitokin diproduksi
oleh makrofag menyebabkan sel tumor mengurangi produksi protein yang menghalangi
metastasis dan selanjutnya membantu penyebaran sel kanker.
Antibodi monoklonal adalah kelompok obat yang relatif baru, dan pengembangan terapi ini
merupakan salah satu kemajuan terbesar untuk pengobatan limfoma non Hodgkin dalam
beberapa tahun belakangan. Antibodi monoklonal yang paling umum dipakai dalam
pengobatan limfoma non Hodgkin adalah rituximab. Rituximab efektif dalam pengobatan
beberapa tipe limfoma non Hodgkin yang paling umum. Rituximab umumnya diberikan
dalam kombinasi dengan kemoterapi, meskipun pada beberapa keadaan diberikan tunggal.
Pada banyak pasien, rituximab meningkatkan efektivitas dari pengobatan lain (umumnya
kemoterapi). Pada limfoma non Hodgkin indolen, rituximab dapat meningkatkan lamanya
masa remisi karena pengobatan. Pada limfoma non Hodgkin agresif, tambahan rituximab
pada kemoterapi standar (CHOP) telah terbukti meningkatkan kemungkinan pasien untuk
sembuh dan meningkatkan harapan hidup dibanding kemoterapi saja.
Juga penting bahwa efek samping terkait infus rituximab umumnya hanya terjadi saat obat
diberikan dan berkurang pada dosis berikutnya, serta pemberian bersamaan dengan
kemoterapi tidak menyebabkan peningkatan efek samping karena kemoterapi yang bermakna.
Efek samping yang berlanjut lebih lama dari beberapa menit atau jam sangat jarang dan
umumnya tidak ada makna klinisnya .
CARA KERJA ANTIBODI MONOKLONAL
Tidak seperti kemoterapi dan radioterapi, yang bekerja secara kurang spesifik, tujuan
pengobatan antibodi monoklonal adalah untuk menghancurkan sel-sel limfoma non Hodgkin
secara khusus dan tidak mengganggu jenis-jenis sel lainnya.
Semua sel memiliki penanda protein pada permukaannya, yang dikenal sebagai antigen.
Antibodi monoklonal dirancang di laboratorium untuk secara spesifik mengenali penanda
protein tertentu di permukaan sel kanker. Antibodi monoklonal kemudian berikatan dengan
protein ini. Hal ini memicu sel untuk menghancurkan diri sendiri atau memberi tanda pada
siinduk kekebalan tubuh untuk menyerang dan membunuh sel kanker.
Sebagai contoh, rituximab, antibodi monoklonal yang dipakai dalam pengobatan limfoma
non Hodgkin, mengenali penanda protein CD20. CD20 ditemukan di permukaan Sel B
abnormal yang ditemukan pada jenis-jenis limfoma non Hodgkin yang paling umum.
Saat rituximab berikatan dengan CD20 di permukaan suatu sel-B, sel mungkin dihancurkan
langsung, tetapi pertahanan alami tubuh juga disiagakan. Rituximab secara efektif menyerang
sel limfoma agar dapat dihancurkan siinduk kekebalan tubuh dan membunuh sel-sel kanker.
CD20 juga ditemukan di permukaan sel-B normal, salah satu jenis sel darah putih yang
beredar di tubuh. Ini berarti mungkin sel-B normal ini juga dihancurkan saat rituximab
digunakan. Akan tetapi, sel induk dalam sumsum tulang yang berkembang menjadi sel-B
tidak memiliki CD20 pada permukaannya.
Oleh karena itu sel induk tidak dihancurkan oleh rituximab dan dapat terus menyediakan sel-
B sehat untuk tubuh. Meskipun jumlah sel-B normal yang matang berkurang untuk sementara
karena pengobatan, mereka akan kembali ke kadar semula setelah pengobatan.
MATERI
Terapi antibodi monoklonal merupakan bentuk pasif dari imunoterapi, karena antibodi dibuat
dalam kuantitas besar di luar tubuh (di laboratorium). Jadi terapi ini tidak membutuhkan
sistem imun pasien untuk bersikap aktif melawan kanker. Antibodi diproduksi secara masal
dalam laboratorium dengan menggabungkan sel myeloma (tipe kanker sumsum tulang) dari
sel B mencit yang menghasilkan antibodi spesifik. Sel hasil penggabungan ini disebut
hybridoma.
Kombinasi sel B yang bisa mengenali antigen khusus dan sel myeloma yang hidup akan
membuat sel hibridoma menjadi semacam pabrik produksi antibodi yang tidak ada habisnya.
Karena semua antibodi yang dihasilkan identik, berasal dari satu (mono) sel hibridoma,
mereka disebut antibodi monoklonal (kadang disingkat MoAbs atau Mabs).
Nama MAb Nama Dagang Digunakan pada kanker Disetujui
Rituximab Rituxan Non-Hodgkin lymphoma 1997
Trastuzumab Herceptin Breast cancer 1998
Gemtuzumab ozogamicin* Mylotarg Acute myelogenous leukemia (AML) 2000
Alemtuzumab Campath Chronic lymphocytic leukemia (CLL) 2001
Ibritumomab tiuxetan* Zevalin Non-Hodgkin lymphoma 2002
Tositumomab* Bexxar Non-Hodgkin lymphoma 2003
Cetuximab Erbitux Colorectal cancer
Head & neck cancers 2004
2006
Bevacizumab Avastin Colorectal cancer 2004
Dua tipe antibodi monoklonal yang digunakan untuk terapi kanker, adalah :
1. Naked monoclonal antibodies
Naked monoclonal antibodies atau antibodi monoklonal murni adalah antibodi yang
penggunaanya tanpa dikombinasikan dengan obat lain atau material radioaktif. Antibodi
murni mengikatkan diri mereka pada antigen spesifik milik sel-sel kanker dengan berbagai
cara. Misalnya, memberi tanda pada sel kanker agar bisa dikenali dan dirusak oleh sistem
imun tubuh. Cara lain dengan mengikatkan diri pada antigen tertentu yang disebut reseptor,
tempat di mana molekul-molekul yang berfungsi menstimulasi pertumbuhan sel kanker juga
akan mengikatkan diri.
Dengan menghambat molekul-molekul pertumbuhan untuk tidak mengikatkan diri, maka
antibodi monoklonal ini sama saja mencegah sel kanker untuk tumbuh dengan cepat.
Trastuzumab (Herceptin), yang merupakan MAb murni dan digunakan untuk kanker
payudara stadium lanjut, adalah contoh antibodi monoklonal yang bekerja dengan cara ini.