You are on page 1of 33

c c


   
September 5, 2010 isa7695 Leave a comment

Permasalahan pajak ganda yang dikenakan kepada bank-bank Syariah dengan skim
murabahahnya sebenarnya issue yang sudah lama. Rumor ini muncul sejak tahun 1997, dan
saat ini kembali ramai diperdebatkan lantaran pajak yang harus dibayarkan kepada Ditjen
Pajak jauh lebih besar dari pendapatan yang diterima oleh bank-bank syariah dengan
transaksi murabahahnya.

Pada prinsipnya Murabahah itu jual beli, ketika ada permintaan dari nasabah, bank terlebih
dahulu membeli pesanan sesuai permintaan nasabah, lalu bank menjualnya kembali kepada
pemesan dengan harga aslinya lalu ditambah dengan margin keuntungan yang telah
disepakati oleh pemesan.

Karena transaksi jual beli itu terjadinya dua kali, maka terjadi dua kali peralihan kepemilikan
sehingga PPN-nya dikenakan dua kali juga. Menurut UU No. 18 Tahun 2000 (tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan
Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, utamanya Pasal 1A ayat (1),
huruf a dan b,) berarti juga terbebani dua kali pembayaran pajak.

bagaimana pajak ganda itu diterapkan? Ilustrasi mudahnya begini; Misalkan saja, ada
nasabah datang ke bank bermaksud ingin membeli motor seharga 15 juta di dealer A, lalu
bank menuliskan transaksi akad tersebut dengan meminta margin (keuntungan) 5%. Jadi
harganya 15.750.000. lalu bank membeli motor tersebut di dealer A dan menyerahkan kepada
nasabah.

Nah pada saat bank membeli motor dari dealer A seharga 15 juta, bank sebenarnya sudah
dikenai pajak, dimana harga yang Rp. 15 juta itu sudah termasuk pajak PPN 10%. ±
Ceritanya menjadi lain jika membelinya langsung dari pabriknya. kemudian pada saat
menjual kembali kepada pemesan seharga Rp. 15.750.000, bank dikenai pajak lagi.
Katakanlah pajak PPN yang dikenakan sebesar 10%. Sehingga bank harus membayar
pajaknya sebesar: 15.750.000 X 10% /100 = 1.575.000, - (ini yang menjadi sumber kerugian
bank)

Dengan ilustrasi diatas, dapat dikatakan dalam setiap melakukan transaksi murabahahnya,
bank syariah akan selalu mengalami kerugian karena harus membayar pajak yang lebih besar
dari keuntungan yang diperolehnya. pengambilan margin yang hanya sebesar 5 persen dari
transaksi murabahah ini sebelumnya sudah dipertimbangkan oleh bank-bank syariah, sebab
jika bank- syariah mengambil keuntungan yang lebih besar dari setiap transaksi
murabahahnya, katakanlah lebih besar dari PPN 10% dengan alasan supaya menutupi
kerugian pembayaran pajaknya, tentunya bank syariah akan kalah bersaing dengan bank-bank
lain seperti bank konvensional yang memberikan kredit pembiayaan lebih kecil karena bank
konvensional tidak dikenai pajak ganda. Lantaran mengambil margin yang lebih besar dari
bank konvensional, para nasabah pun pastinya akan memilih bank yang memberikan
pembayaran cicilan lebih murah dari bank syariah.

Jika merujuk kepada UU Nomor 42/2009 mengenai PPN, aturan PPN murabahah sejatinya
sudah dihapuskan, aturan ini baru efektif April 2010 nanti. Hanya saja, penghapusan ini
hanya bersifat kasuistis. Artinya, bank syariah dengan transaksi murabahahnya, masih harus
berkewajiban membayar tagihan pajak tahun-tahun sebelumnya.

Itulah alasan mengapa sekarang ini bank-bank syariah menjadi bank yang memiliki
tunggakan besar pajaknya. Sebagai contoh BNI, lantaran terkena pajak ganda, Bank dengan
plat merah ini masuk dalam daftar penunggang pajak yang dirilis Ditjen Pajak. Pajak yang
dimaksud adalah murni dari transaksi murabahah UUS BNI pada tahun 2007. Besarannya
sekitar 128,2 milyar, dengan rincian PPn murabahah Rp. 108,2 milyar dan saksi administrasi
Rp. 20 milyar. Padahal laba UUS BNI syariah pada tahun 2007 hanya 19,7 milyar. Jika
dihitung dari sejak UUS BNI berdiri pada ahun 2000 hingga tahun 2009, maka total pajak
murabahahnya adalah Rp 393 milyar.(Republika, 5 Februari 2010)

Menurut Ahmad Baiquni (mengutip dari sini) mengapa pemerintah ngotot menarik pajak
berganda ini karena melihat nilai pembiayaan murabahah yang lumayan. Tengok saja, dari
total pembiayaan perbankan syariah sebesar Rp 60 triliun, sekitar 57% atau Rp 34,2 triliun
merupakan pembiayaan akad murabahah. ³Jadi, ada potensi pajak Rp 3,42 triliun.

Jika bank-bank syariah tetap harus membayar tunggakan pajaknya pada tahun-tahun
sebelumnya, hal ini akan berakibat meruginya bank-bank syariah, selain itu juga akan
berdampak menurunya nilai asset yang dimiliki. Sebab dari nilai transaksi yang dilakukan
oleh bank-bank syariah, sekitar 80 persen diantaranya adalah transaksi murabahah.
Menurunnya nilai asset, akan berdampak pada menurunya jumlah tranksaksi pembiayaan,
menurunya jumlah transaksi pembiayaan akan menurunya keuntungan/profit yang diperoleh.
Hal ini akan menghambat perkembangan bank syariah di Indonesia.

Selain itu, penghapusan pajak yang belum sepenuhnya clear, membuat enggannya minat
investor untuk masuk ke domain perbankan syariah. Seperti misalnya; Kuwait Finance House
dan Qatar Islamic Bank yang mau menanamkan modalnya untuk Bank syariah setelah
dihapuskannya pajak berganda itu di Indonesia.

Oleh karena itu, agar tetap eksis dan berkembangnya bank-bank syariah di Indonesia, mari Qt
dukung penghapusan pajak ganda murabahah dari tahun-tahun sebelumnya.
Wallahu¶alam
Sumber Referensi :
Koran Republika 5 Februari 2010.

Bank syariah tuntut netralisasi pajak ganda


Asosiasi Perbankan Syariah Indonesia (Asbisindo) mengajukan netralisasi untuk
menuntaskan pajak ganda murabahah (jual beli) yang bisa menjadikan bank syariah
merugi.Ketua Asbisindo A Riawan Amin menjelaskan pihaknya telah melayangkan surat ke
Departemen Keuangan untuk membahas pemutihan pajak pertambahan nilai yang
disampaikan sejak bulan lalu.
Selama ini, katanya, transaksi di perbankan syariah 80% masih menggunakan akad
murabahah sehingga kalau harus dikejar pajak ganda ke belakang, maka akan menghambat
bisnis bank syariah.´Sekarang amendemen UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sudah
dilakukan tetapi temyata belum mengubah paradigma seluruhnya di Dirjen Pajak. Untuk itu,
Asbisindo melakukan netralisasi pajak karena akan membuat modal bank tergerus,´ jelasnya
dalam Temu Pers Asbisindo, kemarin.
Riawan menyatakan jika pajak ganda yang diperdebatkan sejak 1997 itu harus dibayarkan
maka secara ti-
dak langsung juga akan membuat cacat program Bank Indonesia dalam mengembangkan
perbankan syariah karena kinerja keuangan bank syariah ke belakang akan terkoreksi.
³Kalau memang amendemen UU PPN sebuah pengakuan bahwa murabahah termasuk produk
keuangan yang bebas pajak, harus dibebaskan.´Riawan menambahkan komitmen pemerintah
untuk mengembangkan perbankan syariah sebagai agenda nasional, harusnya dilakukan
dengan tuntas setelah diterbitkan UU Perbankan Syariah dan amandemen UU PPN harusnya
bisa sampai penghapusan pajak ganda seluruhnya.
³Kalau penghapusan pajak ganda murabahah temyata hanya untuk mengundang asing datang,
sedangkan bank lokal masih dikenakan beban pajak itu sama saja menyulitkan.´Sementara
itu, Direktur UKM dan Syariah BNI Achmad Baiquni menjelaskan selama ini unit usaha BNI
Syariah masih terbebani dengan persoalan pajak ganda murabahah mencapai Rpl28,2 miliar
terdiri dari tagihan pajak pertambahan nilai RplO8,2 miliar dan sanksi administrasi Rp20
miliar.
³BNI bersepakat dengan kalangan bank syariah lainnya khusus untuk murabahah tidak akan
membayar pajak pertambahan nilai itu, agar bisa dihapuskan. Tapi temyata setelah
amandemen UU PPN tetap saja ada penagihan pajak lama,´ kata dia.
Keadilan
Baiquni menyatakan pihaknya menuntut keadilan Direktorat Jenderal Pajak dalam
menghitung objek pajak berganda transaksi murabahah perbankan syariah, karena semua
bank dalam industri tersebut memakai sistem serupa.Namun, di sisi lain jika perhitungan itu
diterapkan membuat industri perbankan gulung tikar karena akan membayar pajak
pertambahan nilai yang mencapai Rp3 triliun dalam 1 tahun.
Dia mengatakan semua perbankan syariah memakai transaksi murabahah dalam melakukan
skema pembiayaan, sehingga jika dinilai ada pe-nunggakan pajak berganda semua industri
terkena.Pekan lalu, Dirjen Pajak mengumumkan bahwa BNI bersama Bukopin masuk dalam
100 besar perusahaan penunggak pajak. Kasus kedua perusahaan itu disebabkan oleh
transaksi murabahah yang dikenai pajak berganda.
Sumber : Bisnis Indonesia

FRIDAY, 29 FEBRUARY 2008 07:23


HAPUS PAJAK GANDA PERBANKAN SYARIAH

Mimbar Jumat ± Artikel Jumat

SALAH satu permasalahan pada industri perbankan syariah adalah persoalan pajak ganda
(double taxation). Pajak ganda yang dimaksud adalah pengenaan pajak dua kali atas transaksi
pada produk perbankan syariah terutama pada skim murabahah. WASPADA Online

Oleh Mustafa Kamal Rokan

SALAH satu permasalahan pada industri perbankan syariah adalah persoalan pajak ganda
(double taxation). Pajak ganda yang dimaksud adalah pengenaan pajak dua kali atas transaksi
pada produk perbankan syariah terutama pada skim murabahah. Pengenaan pajak ini tentunya
tidak menguntungkan bagi perkembangan industri bisnis syariah terutama pada perbankan
syariah.

Sebab akan menyebabkan biaya mahal dalam industri syariah. Untuk itu, mendesak
dihapuskannya pajak ganda tersebut. Saat ini, salah satu skim terlaris dari produk perbankan
syariah adalah skim murabahah dan bai¶ bithaman ajal. Adapun mekanisme pada skim ini
adalah bank membeli barang atau produk yang menjadi permintaan nasabah, kemudian bank
menjual kembali barang tersebut kepada nasabah dengan tambahan harga, (harga asal
ditambah profit margin) dan selanjutnya nasabah membayar dengan angsuran kepada pihak
bank.

Karenanya, dalam skim ini berarti terjadi dua (2) kali transaksi jual beli, yakni pembelian
barang oleh pihak bank, dan penjualan barang pihak bank kepada nasabah. Disebabkan dua
kali transaksi jual beli berarti telah terjadi dua kali peralihan kepemilikan, karenanya
dikenakan pajak dua kali (pajak ganda).

Berdasarkan Undang-undang No. 18 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang-
undang No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan pajak
Penjualan Atas Barang Mewah. Tentunya regulasi ini menjadikan perbankan syariah sangat
terbebani. Padahal data menunjukkan skim murabahah adalah produk yang sangat diminati
dan menjadi andalan perbankan syariah saat ini. Dari data terlihat transaksi perbankan syariah
tidak kurang dari Rp21,920 triliun dengan komposisi terbesarnya adalah murabahah yakni
Rp13,340 triliun atau sebayak 60,86 persen (Republika, 4/2).

Urgensi penghapusan
Paling tidak ada dua alasan mendesak pentingnya dihapus pajak ganda (double taxation)
tersebut.
Pertama, pajak ganda ini menjadi penghambat perkembangan perbankan syariah, padahal saat
ini sedang dilakukan pencapaian target aset perbankan syariah menjadi dua persen. Jika kita
melihat data pada skim pembiayaan terjadi penurunan, tahun 2007 tercatat laju pertumbuhan
bank syariah mencapai 30,1 persen, lebih rendah dibanding pembiayaan tahun 2006 yang
mencapai 34,2 persen. Data ini menunjukkan penurunan dari tahun sebelumnya.

Kedua, penghapusan pajak ganda menjadi sangat penting terkait dengan kepentingan
masuknya investasi asing di Indonesia. Adanya pajak ganda akan menyebabkan industri
perbankan dan keuangan syariah Indonesia menjadi kurang menarik dikembangkan.
Dampaknya, motivasi para investor untuk masuk dan mengembangkan industri syariah di
Indonesia pun menjadi surut. Dengan adanya penghapusan pajak ganda akan memicu
perkembangan industri syariah tidak hanya di perbankan syariah namun juga pada industri
lainya seperti asuransi dan pasar modal syariah.Sesungguhnya pemberlakuan hanya satu kali
pajak dalam pembiayaan syariah telah dilakukan oleh banyak negara lain. Saat ini negara
yang memiliki industri keuangan dan perbankan syariah telah menghapuskan pajak ganda
dalam transaksi pembiayaan syariah diantaranya, Amerika Serikat melalui Office of the
Comptroller of the Currency (OOC) yang mengeluarkan dua interpretative letters yang berisi
tentang transaksi murabahah dan ijarah.

Demikian juga Inggris telah menghapus pajak ganda dengan diintroduksinya Finance Act
2003 oleh badan independen yang menentukan regulasi keuangan Inggris (FSA, Financial
Services Authority). Singapura menghapus pajak ganda sejak Maret 2005 melalui Monetery
Authority of Singapore. Sedangkan Malaysia telah menghapus pajak gandanya hampir satu
dekade yang lalu yakni saat perkembangan awal industri syariah di negara tersebut. Malaysia
menghapus pajak ganda dengan Amandement Real Property Gains Tax Act 1976 dengan
tambahan pengaturan baru pada schedule 2 paragrap 3 (g) yang menyebutkan gain yang
diperoleh bank penjualan aset kepada nasabah atas prinsip syariah dikecualikan dari pajak.

Untuk menghapus pajak ganda di Indonesia, paling tidak ada dua upaya dapat dilakukan,
yakni melakukan perubahan (amandemen) regulasi yang menyangkut pajak, atau dengan
melakukan penambahan klausula tentang penghapusan pajak ganda pada regulasi yang
menyangkut industri bisnis syariah.

Pertama, secara ideal, penghapusan ini dengan melakukan amandemen regulasi yang
menyangkut pajak yakni UU No. 18 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang-
undang No.8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan pajak
Penjualan Atas Barang Mewah. Sebenarnya, jika kita cermat, saat ini telah ada Peraturan
Pemerintah No. 144 tahun 2000 yang mengatur jasa perbankan mendapatkan dispensai untuk
tidak terkena wajib pajak PPN.

Kedua, dengan memanfaatkan momentum yang ada, yakni saat ini RUU Perbankan Syariah
dan RUU Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sedang dibahas, perlu memasukkan
klausula yang menyangkut penghapusan pajak ganda pada kedua RUU tersebut. Adapun
pasal yang menyangkut penghapusan pajak ganda pada RUU tersebut akan menjadi lex
specialis (pengecualian hukum) terhadap UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Sebab selama
ini aturan yang mengatur perbankan syariah hanya berupa aturan tentang perbankan nasional
(UU No.10 Tahun 1998), belum ada regulasi yang mengatur perpajakan bagi perbankan
syariah sehingga transaksi syariah terkena pajak ganda. Mempertahankan pajak berganda
akan menghambat perkembangan industri syariah ke depan, untuk itulah diperlukan political
will dari pengambil kebijakan dan upaya sinkronisasi perundang-undangam secara
menyeluruh dalam rangka membangun ekonomi syariah dan sistem perekonomian Indonesia
yang kuat. Semoga.

Penulis adalah Dosen Hukum Bisnis Fak. Syariah IAIN SU & Graha Kirana.

µPajak murabahah perlu dihapus¶

Ditulis oleh Bisnis Indonesia


Monday, 22 January 2007
JAKARTA: Kalangan pelaku bisnis bank syariah Indonesia mengharapkan RUU Perbankan
Syariah yang saat ini digarap DPR bisa menyelesaikan persoalan pajak untuk murabahah
perbankan syariah.
Hingga saat ini belum ada ketentuan yang pasti mengenai pajak murabahah (jual beli) pada
perbankan syariah di Indonesia.
Di satu sisi terdapat bank syariah yang terkena pajak ganda pada kegiatan murabahah,
sementara di sisi lain terdapat pula bank yang hanya dikenakan satu kali pajak.
Direktur Treasury, Marketing, dan Sariah Bank Tabungan Negara (BTN) Iqbal Latanro
menyatakan selesainya RUU yang saat ini sedang dibahas oleh DPR diharapkan bisa
memberi kejelasan terkait dengan pajak murabahah perbankan syariah di Indonesia.
³Hal yang prinsip adalah selesainya pembahasan RUU Perbankan Syariah yang saat ini
dibahas oleh DPR bisa menjawab persoalan pajak perbankan syariah yang hingga saat ini
belum ada kepastian. Sebab saat ini ada bank yang dikenakan pajak ganda untuk murabahah
sedangkan yang lain ada yang dikenakan satu kali pajak,´ kata dia kepada Bisnis, kemarin.
Dia lebih lanjut menyatakan, ketidakjelasan mengenai pajak tersebut turut menyumbang
terhadap minimnya perkembangan perbankan syariah yang saat ini di bawah 5%.
³Ke depan diharapkan pajak untuk murabahah hanya satu kali saja dikenakan untuk
perbankan syariah,´ lanjut dia.
Alasan satu kali pengenaan pajak untuk murabahah, karena perbankan syariah tidak bisa
dikategorikan dalam perusahaan dagang yang melakukan proses jual beli.
Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Senior Vice President & Syariah Banking Group Head
Bank Niaga Ari Purwandono. Dia menyatakan, perbankan syariah perlu dikenakan pajak
murabahah sekali saja.
³Sebab kami berkeyakinan bahwa perbankan syariah bukan jual beli seperti trading company.
Kalau perusahaan dagang kan ada jual beli dan ada value added. Sementara perbankan
syariah kan konsepnya kan intermediari, dan bukan jual beli,´ kata dia pekan lalu. (m04)
Bisnis Indonesia, 22/1/2007

IAEI Dukung Sikap Penolakan Pajak Murabahah


THURSDAY, 04 FEBRUARY 2010 08:29 BAHRUL
Agustianto
Jakarta, (04/02). Kekesalan para pelaku bisnis perbankan syariah terhadap pajak berganda
pada transaksi Murabahah, mendapat dukungan dari Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia
(IAEI). Melalui Sekretaris Jenderal IAEI, Agustianto, mengatakan, perlu sebuah kajian yang
adil terhadap peraturan tersebut, sehingga bank syariah tak merasa dirugikan.
Terlebih kata dia, pemerintah harus melihat dimana pun negara yang melaksanakan sistem
keuangan syariah tak memasukkan pajak berganda tersebut dalam operasional perbankan
syariah.

³Maka dari itu perlu dipahami oleh pemerintah dan jangan seenaknya sendiri dalam membuat
peraturan,´kata Agustianto saat ditemui di kantor IAEI Setiabudi, Jakarta Pusat Rabu (3/2).

Menurut Agustianto, memang benar jika pajak berganda Murabahah tidak dihapus yang
terjadi adalah banyak bank syariah yang menunggak pajak dan itu jumlahnya sangat besar
sekali.

Untuk menjembatani persoalan silang pendapat antara pelaku perbankan syariah dan
pemerintah, Sekjen IAEI bersedia untuk memediasi serta mengkaji mengenai regulasi
Undang-Undang Pajak tersebut.

³Sebab apa? Jika hal ini dipaksakan akan menganggu perkembangan bank syariah
kedepan,´ujar Agustianto. (Agus Y www.pkesinteraktif.com)
5 Investor Bank Syariah Mundur Gara-gara Kasus Pajak Ganda
Selasa, 23 Februari 2010 20.30 WIB
Oleh: Iin Caratri
(Managementfile ± Tax) ± Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) mengharapkan kasus
tunggakan pajak yang melilit bank-bank syariah dapat dihapuskan melalui Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR).

Kasus pajak tersebut telah menganggu minat investor asing untuk menempatkan dananya di
bank-bank yang terlilit utang pajak hingga Rp 400 miliar.

Hal tersebut disampaikan Ketua Asbisindo Riawan Amin usai Panja RDP dengan Komisi XI
di Gedung DPR-RI, Jakarta, Selasa (23/02/2010).

³Kasus pajak ini sangat menganggu karena setidak-tidaknya ada lima investor yang berminat
menempatkan dananya. Namun karena adanya ketidakpastian hukum pajak ganda
murabahah. Mereka enggan masuk karena takut dibebankan tunggakan pajak,´ ujar.

Untuk itu, lanjut Riawan melalui DPR Asbisindo meminta agar masalah pajak berganda yang
dibebankan kepada bank-bank syariah dapat terselesaikan.
³Ya, kita inginnya dihapus saja. Mudah-mudahan DPR bisa menindaklanjuti,´ tegasnya.

Ditempat yang sama Ketua Panja Perpajakan Komisi XI Melchias Markus Mekeng
mengatakan akan mencari celah untuk menyelesaikan kasus pajak bank-bank syariah.

³Kita berencana membentuk Panja Khusus untuk masalah Asbisindo ini. Bagaimanapun akan
kita dukung penghapusan pajak tersebut,´ ungkap Melky panggilan akrab Melchias.

Melky menegaskan, konsep bank konvensional sangat berbeda dengan bank syariah dimana
transaksi murabahah (jual beli) tidak seharusnya dikenakan pajak pertambahan nilai (PPn).

³Kalau dikenakan, buku mereka akan selalu buruk karena akan ada tunggakan pajak,´ kata
Melky.

Mengenai skema penghapusan pajak tersebut, Melky mengatakan masih akan dibahas lebih
lanjut. Pasalnya Menteri Keuangan dapat menghapuskan pajak jika nilai tunggakannya
dibawah Rp 10 miliar.

³Jika diatas Rp 10 miliar maka harus melalui DPR. Kita akan membicarakan dengan
Kementrian Keuangan lebih lanjutnya,´ pungkas Melky.

(ic/IC/dtc)

Tunggakan Pajak BNI Hasil Transaksi Syariah Murabahah


sumber : Antara 2/Feb/2010 14:36

Jakarta (ANTARA) ± Direktur Bank BNI Ahmad Baiquni mengatakan hasil publikasi
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak bahwa BNI termasuk salah satu penunggak pajak terbesar
adalah penerapan pajak ganda transaksi ³murabahah´ (perjanjian jual-beli antara bank dengan
nasabah) perbankan syariah.
³Tunggakan pajak senilai Rp128 miliar dan semunya dari transaksi `murabahah` pada 2007
senilai Rp108 miliar dan ditambah Rp20 miliar merupakan sanksi administrasi,´ kata
Baiquni, saat acara ³media gathering´ di Jakarta, Selasa.
Menurut Baiquni, pihaknya tidak akan membayar pajak ganda ini karena masih akan
diperjuangkan berbagai kalangan pelaku bank syariah (Asosiasi Bank Syariah
Indonesia/ASBISINDO).
³Jika dibayar, maka potensi pajak PPN (pajak pertambahan nilai) dari transaksi perbankan
syariah Bank BNI mencapai Rp397 miliar,´ katanya.
Direktur UKM (Usaha Kecil Menengah) dan Perbankan Syariah Bank BNI ini menegaskan
bahwa pihaknya dapat margin dari nasabah hanya 5 persen, sedangkan untuk bayar PPN 10
persen. ³Jadi ini bukan proyek untung, tapi proyek rugi,´ jelasnya.
Baiquni juga mengatakan bahwa BNI akan melakukan ³spin off´ unit usaha syariah (UUS)
dengan setor modal Rp1 triliun. ³Jika termasuk untuk bayar pajak, maka setoran modal
tersebut hampir setengahnya untuk bayar pajak,´ tambahnya.
Ketua Umum ASBISINDO Riawan Amin mengatakan bahwa permasalahan pajak ganda
pada transaksi ³murabahah´ pada sistem perbankan syariah ini merupakan faktor penghambat
utama saat ini.
³Memang amandemen pajak ganda memang disetujui dan berlaku per April 2010, namun
untuk warisan pajak sebelumnya yang masih dikejar terus masih menjadi masalah,´ katanya.
Amin berharap masalah warisan pajak ganda dihilangkan, sehingga tidak menjadi beban
perkembangan perbankan syariah di Indonesia.
Ia juga mengungkapkan bahwa masalah pajak ganda ini menjadi fokus utama calon investor
yang ingin masuk ke Indonesia.
³Di Indonesia yang mayoritas muslim justru menerapkan pajak ganda, sedangkan di negara
lain yang muslimnya minoritas seperti Singapura, Inggris justru tidak ada pajak ganda,´ tegas
Amin.
Netralisasi PPN Transaksi Murabahah Diantara ³Madu dan Racun´
Bagikan
31 Maret 2010 jam 11:29

Implementasi netralisasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi murabahah diyakini
memiliki dampak yang beragam, bagi perbankan syariah baru yang beroperasi dibulan April
akan merasa lega, karena mereka dikenakan PPN atas transaksi murabahah tersebut. tapi
sebaliknya bagi perbankan syariah yang beroperasi sebelum peraturan tersebut keluar tetap
akan ditagih pajak oleh Direktorat Perpajakan. Fenomena ini menjadikan ³madu dan racun´
bagi perbankan syariah.

Pengamat ekonomi syariah, Adiwarman A Karim dalam pandangannya mengatakan, bahwa


perkembangan regulasi tersebut positif bagi perkembangan industri perbankan syariah.
Sebab, netralisasi memungkinkan industri tak lagi mendapat µganjalan¶ atas penerapan
kewajiban yang tak lebih bersifat sebagai pajak ganda (double tax).

Meski demikian, ungkap President KBC, penerapan netralisasi PPN atas transaksi murabahah
tak serta merta langsung menghilangkan ganjalan yang dirasakan industri. Aturan Undang-
Undang PPN dan PPn BM yang mengatur masalah tersebut, hanya mencakup netralisasi
pajak per 1 April 2010 dan seterusnya.

³Dengan demikian, artinya industri masih harus menyelesaikan kewajiban pajak sebelum UU
tersebut diberlakukan. Terlebih sebelum netralisasi diberlakukan, mengutip data Direktorat
Jenderal Pajak baru-baru ini, jumlah tunggakan PPN Syariah mencapai Rp400 miliar,´ujar
Adiwarman A Karim.

Kemudian Adiwarman menjelaskan, ada indikasi positif dari penerapan kebijakan netralisasi
PPN ini adalah banyaknya pendirian bank-bank umum syariah baik melalui akuisisi maupun
spin off berbarengan dengan diberlakukannya netralisasi PPN atas transaksi murabahah di
sektor perbankan syariah. Ini bukan suatu kebetulan, tapi merupakan peluang yang sengaja
dimanfaatkan kalangan investor dalam menyasar pasar perbankan syariah.

³Kita ketahui, ada beberapa bank yang siap beroperasi berbarengan dengan penerapan
kebijakan tersebut. Sebut misalnya PT Bank Victori Syariah yang siap beroperasi 1 April, PT
BCA Syariah pada 7 April. Beberapa lagi segera beroperasi seperti PT BNI
Syariah,´paparnya.

Diakui olehnya, ada hal yang sulit untuk menyalahkan Direktorat Jenderal Pajak Departemen
Keuangan terkait penerapan PPN murabahah ini. Sebab, mereka pun melakukannya
berdasarkan dasar dan ketentuan perundang-undangan yang jelas.

Aturan tersebut termuat pada Peraturan Bank Indonesia (PBI), dimana dalam PBI ini,
transaksi murabahah didefinisikan sebagai jual beli yang menjadi objek pajak. Aturan kedua
termuat pada Pedoman Akuntansi Syariah (PAS), dimana transaksi murabahah jadi bagian
dari objek pajak.

Sebelum tahun 2003, atau sebelum adanya kedua ketentuan ini, hampir tidak ada perdebatan
terkait kewajiban PPN atas transaksi murabahah. Baru setelah ada kedua aturan tersebut,
yang diterbitkan sekitar Maret 2003, muncul perdebatan soal PPN atas transaksi murabahah.

³Karena demikian aturannya, maka mereka tentu saja mau tidak mau tetap harus masuk,
menagih kewajiban perpajakan PPN atas transaksi murabahah. Meski sebetulnya, Direktorat
Jenderal Pajak juga memahami bahwa ini bukan merupakan objek pajak karena substansinya
sama dengan transaksi pada perbankan konvensional,´paparnya.

Sumber: pkesinteraktif.com

Categories: Islamic Business, Islamic Economy, Murabahah, Uncategorized Tags:


Permasalahan Pajak Ganda Murabahah

Ö  c ÖÖ c


 cc    
September 5, 2010 isa7695 Leave a comment

4.1. Commodity Murabahah Product Dalam Perpektif hokum ekonomi islam


Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dalam bab ini akan disajikan
pembahasan dan hasil analisis terhadap CMP dan hal hal yang terkait dengannya.
4.1.1. Akad Yang Digunakan Dalam CMP
Dalam CMP terdapat kombinasi beberapa akad yang digunakan antara lain akad wakalah,
bai¶ musawamah, dan bai¶ murabahah seperti gambar dibawah;

Gambar 4.1
Skema CMP untuk deposito
Dari gambar tersebut jika seorang nasabah membuka rekening deposito yang menggunakan
sistem CMP setidaknya melakukan tiga akad kombinasi sebagai berikut;
1) Akad jual beli yang dilakukan oleh bank kepada broker.
Jual beli ini lebih cenderung pada jual beli tawar menawar atau musawamah kalau dilihat dari
segi harga asalnya . Bank disini mewakili nasabahnya untuk membeli suatu komoditas. Pada
dasarnya bank tersebut tidaklah membeli komoditas dari broker akan tetapi bank menyuruh
kepada broker untuk membelikan suatu komoditas di bursa berjangka. Karena hanya broker
yang bisa melakukan transaksi di bursa. Bisa dikatakan bank juga mewakilkan kepada broker.
Sistem jual beli di bursa adalah tidak sesuai dengan syariah, karena jual beli yang dilakukan
bank kepada broker sejatinya adalah jual beli futures sebagaimana yang akan dijelaskan nanti
diakhir pembahasan.
2) Jual-beli murabahah
Yaitu jual beli dengan dasar harga beli di tambah dengan ongkos dan laba yang di inginkan.
Komoditi yang di beli nasabah dari bursa dijual kepada bank dengan dengan sistem jual beli
murabahah dimana yang akan dibayar secara tangguh (deffered) kepada nasabah sesuai
kesepakatan. Atau nasabah mewakilkan kepada bank untuk menjualkannya kembali kepada
broker B dengan system murabahah. Disini berarti kedudukan bank sebagai agent untuk
kedua kalinya. Dan bank hanya mendapatkan fee dari transaksi ini. Dalam islam jual beli
dengan cara murabahah dibolehkan oleh syariah.
3) Adanya akad wakalah
Akad ini bisa terjadi pada dua kondisi, pertama ketika nasabah menabung dibank. Yaitu
mewakilkan bank untuk membeli komoditi seharga uang yng ditabungkan kebank. Kedua
ketika nasabah menunjuk Bank sebagai wakilnya untuk menjual kembali komoditi tersebut.
Dalam Hukum Islam wakalah adalah akad yang sah, yang dapat di lakukan dengan upah atau
komisi atau free of charge/gratis.
4) Wa¶ad
Disamping hal diatas ada klausul yang perlu diketahui bahwa dalam akad kombinasi ini ada
janji sepihak. Yaitu perjanjian sepihak (wa¶ad) untuk membeli komoditi dari nasabah, yang
masih dalam perdebatan, apakah janji tersebut dapat di paksa untuk di patuhi atau tidak.
Kalau kedua belah pihak membuat perjanjian bersama untuk transaksi jual beli yang akan
dilakukan kemudian, Imam Shafi¶i mengatakan kalau transaksi tersebut tidak sah. Namun
demikian kalau hanya salah satu pihak berjanji untuk membeli komoditi tersebut, hal ini tidak
akan terlalu berpengaruh banyak. Sebagian daripada para Ulama mengatakan kalau janji
sepihak tidak dapat di paksa untuk di implementasikan, sementara itu para Ulama
kontemporer -yang pro konsep ini- merasa demi kepentingan kelancaran transaksi komersil
pada saat ini, maka janji sepihak haruslah mengikat
4.2. Mekanisme Commodity Murabahah Porduct (CMP)
Pembahasan pada bab kali ini difokuskan pertama pada pemahaman alur pada produk ini,
kedua analisa pemenuhan rukun dan syarat-syarat akad yang digunkan. ketiga membahas
mengenai motif dari transaksi ini, dan terakhir pada konsep tawarruq baik dari yang pro dan
kotra, dan sesuai dengan tujuan awal penulisan karya ilmiah ini akan difokuskan pada tentang
mafsadah yang ditimbulkan konsep ini secara umum
4.2.1. Prosedur atau alur transaksi CMP untuk deposito jangka pendek
Produk ini adalah deposito jangka pendek dengan margin tetap. dan Inti dari transaksi yang
diusung adalah murabahah untuk mengklaim margin tetapnya (fixed return). Sebelum
menguraikan masalah yang terkandung dalam produk ini, penulis akan menjelaskan
bagaimana alur transaksi ini sehingga dapat ditetapkan bahwa deposito dengan margin tetap
ini sesuai dengan syariah.
Dalam konsep dan prakteknya terdapat 2 skema yang sedikit berbeda. Konsep pertama bank
menjadi agent ketika membeli dan menjual dan konsep kedua bank hanya menjadi wakil
untuk membeli saja. Dibawah ini adalah ketika bank pada posisi pertama

Gambar 4.3
Alur penentuan margin tetap (fixed return)

Dari gambar diatas dapat dijelaskan sebagai berikut.


1. Pertama-tama adalah Nasabah datang ke bank untuk membuka rekening deposito jangka
pendek sebesar Rp.1.000.000 dengan returnnya 3% dalam jangka waktu 3 bulan misalnya.
Pertanyaan muncul disini adalah bagaimana bisa menentukan deposito dengan harga 3%?.
Jawabannya adalah karena produk ini berbasis murabahah. Hal ini dapat dilihat pada gambar
diatas. Hubungan antara nasabah dan bank adalah pada transaksi pertama bank sebagai agent,
kemudian bank sebagai pembeli komoditas. Konsekuensi dari wakalah ini adalah bank
melakukan jual beli harus disandarkan kepada nasabah baik menggunakan atas nama nasabah
ataupun atas nama bank.
2. Dari gambar diatas pada proses 2 setelah kesepakatan antara bank dan nasabah terjadi
maka bank memerintahkan broker untuk membeli sejumlah komoditas dengan dana
Rp.1.000.000,- tunai .
3. Kemudian brokrer melaksanakan perintah bank tersebut. Sehingga broker mendapatkan
surat bukti transaksi (warrant) yang kemudian diberikan kepada bank. Kemudian bank
memberitahukan kepada nasabah kalau komoditasnya telah dibeli. Dengan demikian nasabah
telah memiliki komoditas tersebut. Setelah itu nasabah memerintahkan bank untukk menjual
kembali dengan cost plus margin (murabahah).
4. Setelah itu komoditas yang dibeli menjadi milik nasabah, kemudian menjual komoditas
tersebut pada harga Rp.1000.000 +3% Rp.1000.000,-= Rp1.030.000 (murabahah) dengan
mewakilkan kepada bank untuk menjualnya kepada broker B. Sehingga nasabah dapat
margin sebesar 3% dari dana yang didepositokannya. Disinilah asal 3% diperoleh dan
menjadi fixed return. Disini bank pada posisi sebagai agent lagi bukan principle. Jika bank
sebagai pembeli maka bank akan membelinya seharga diatas Rp.1030.000,-. Kemudian bank
menjual ke broker dengan harga asal yaitu Rp. 1000.000.
Dari semua alur diatas ada beberapa hal yang menjadi kritikan atas praktek ini baik dari sisi
subtansi dan motivasinya.
4.2.1.1 Penentuan margin tetap.
Misal, diatas seorang nasabah menabung sebesar Rp.1.000.000 dengan returnnya 3% dalam
jangka waktu 3 bulan. Margin ini ditentukan didepan ketika akad pembukaan rekening baru.
Kalau melihat dari alur diatas ini memang masuk akal dari mana hasil 3% itu diperoleh. Dan
sekilas tidak ada salahnya atau transaksi ini sesuai dengan syariah, karena ini adalah jual beli
dengan keuntungan (murabahah).
Dalam transaksi komersial memang ada dua karateristik yaitu natural certain contracts (NCC)
dan natural uncertain contracts (NUC) . Dimana pembeda dari kedua karateristik adalah dari
segi hasilnya. NCC keuntungan ditentukan dimuka sedang NUC keuntungan tidak bisa
ditentukan. Salah satu dari kontrak NCC adalah jual beli murabahah dimana keuntungan di
tentukan dimuka. Dan darisini kita sering terjebab oleh karenanya, perlu diingat bahwa
keuntungan dapat ditetapkan ketika akad jual atau beli itu terjadi. Sedang dalam transaksi
CMP ini return ditentukan oleh bank ±disini posisi bank bukan sebagai penjual melainkan
sebagai agent- dengan persetujuan nasabah. Artinya transaksi jual beli disini belum terjadi
namun masih akan terjadi nanti. Jadi masih ada potensi kegagalan dalan jual beli yang akan
dilakukan.
Transaksi jual beli yang menghasilkan keuntungan dapat dilihat dalam gambar diatas adalah
setelah proses yang ke 6 (enam) -jika bank tetap sebagai agent- artinya keuntungan itu
didapat diwaktu yang yang akan datang setelah melakukan beberapa transaksi.
Transaksi ini tidak ada bedanya dengan praktek riba yang ada sekarang dibank-bank
konvensional, bedanya hanya Cuma memakai embel-embel syariah. Karena bagaimana
mungkin bank atau nasabah dapat menentukan returnnya secara fixed dimuka sedang
transaksi jual belinya belum terjadi. Lebih lagi, kalau kita lihat nasabah lebih mirip disebut
sebagai pedagang karena akan melakukan beli suatu komoditas dan akan menjual suatu
komoditas. Ingat orang berdagang adalah orang yang melakukan jual beli, keuntungan yang
mereka dapat tidak menentu tergantung kondisi pasar saat itu. Jadi, dalam berdagang
keuntungan tidak bisa ditentukan diawal hal ini bertentangan dengan kaidah al-khoroj bi
dhoman (hasil usaha muncul bersama dengan biaya) dan al ghunmu bil ghurmi (keuntungan
muncul bersama resiko). Dengan penentuan diawal dan adanya kepastian menjadikan ini
nantinya masuk dalam kategori riba nasi¶ah . Jual beli yang dilakukan oleh bank belum tentu,
bisa untung dan juga bisa rugi. Jadi keuntungannya belum bisa ditentukan walaupun dia
melakukan jual murabahah karena pada kesepakatan murabahah belum terjadi pembelian.
Tetapnya keuntungan baru bisa dikatakan fixed ketika telah terjadi. Hal ini sangat berbeda
ketika murabahah sebagai produk pembiayaan
4.2.1.2 Masalah pihak ketiga yang membeli.
Masalah pihak ketiga dipertanyakan ketika bank disini sekali lagi sebagai wakil nasabah
untuk menjual komoditasnya. Dalam konsepnya bahwa terjadinya murabahah yaitu ketika
nasabah menjual komoditas yang dia beli itu dengan harga plus kepada broker B. Disini
apabila broker B itu tidak dapat dipastikan dan tidak dapat ditemukan sampai batas waktunya.
maka transaksi ini menjadi simpanan yang memberikan keuntungan tetap (fixed return)
sebesar 3 % selama 3 bulan (atau 1% sebulan dan 12% setahun). Keuntungan tetap ini sama
halnya riba bank yang dilarang.
Jikalau ternyata broker tidak diketemukan sampai batas waktunya maka bank yang akan
membeli jual beli ini bisa masuk kategori jual beli terpaksa. Karena bank terpaksa membeli
komoditas tersebut untuk memenuhi janji dia memberikan prosentase yang telah di sepakati.
Menurut ulama syafi¶iyah dan hanabilah jual beli ini tidak sah karena tidak ada keridhaan
dalam akad .
4.2.1.3 Bentuk simpanan nasabah.
Apabila berbentuk dana pihak ketiga, maka penghimpunan dana yang didasarkan transaksi
Murabahah tidak ada dasar fatwanya. Dalam Fatwa No. 1, 2 dan 3/DSN-MUI/II/2000
disebutkan bahwa penghimpunan dana dalam bentuk giro, tabungan dan deposito didasarkan
pada transaksi Wadiah atau Mudharabah; belum ada fatwa yang membolehkan akad deposito
memakai akad murabahah. Meskipun beberapa waktu yang lalu DSN telah membolehkan
transksi CMP untuk deposito.
Dalam konsep murabahah diatas keuntungan yang didapat nasabah adalah pasti. Dan
transaksi yang terjadi adalah satu kali dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Simpanan
dalam berbagai bentuknya ini memiliki konsekuensi hukum tersendiri atas tasharruf (tindakan
hukum) pada dana tersebut. Untuk tabungan wadi¶ah ada yang bisa dipakai oleh bank tanpa
ada imbalan kepada nasabah tapi boleh mengasih bonus kepadanya (wadi¶ah yad dhomanah).
ada yang tidak bisa dimanfaatkan (wadi¶ah amanah), dan untuk deposito dana yang
terkumpul dapat dipakai dengan bagi untung dan rugi (mudharabah dan musyarkah) .
Dalam konsep CMP, jual beli yang terjadi hanya sekali dalam tempo waktu tertentu.
Kebalikan dari pertanyaan sebelumnya adalah bagaimana jika jual beli itu terjadi dalam
waktu beberapa hari saja berarti dana yang disimpan dibank dalam bentuk deposito itu
menganggur. Kalau dana tersebut dipakai lagi oleh bank untuk melakukan jual beli
keuntungan sudah pasti dinikmati oleh bank. Dan mungkin inilah yang dicari oleh bank
karena dengan demikian dia mendapatkan dana segar dan likuid sangat murah. Jika hal ini
tidak seizin pemiliknya makan jual beli ini termasuk jual beli fudhuli. Menurut ulama
malikiyah dan hanfiyah jual beli ini ditangguhkan sampai ada izin dari pemiliknya. Sedang
hanabilah dan syafi¶iyah jual beli ini tidak sah .
Alasan lain kenapa keuntungan yang tetap ini bisa dilakukan karena transaksi yang dilakukan
bank adalah dinamik sehingga penentuan margin bisa dilakukan. Jika alasannya seperti ini
maka hal ini memperkuat bahwa ketidakpastian untuk mendapatkan keuntungan sangat
tinggi.
Praktek deposito jangka pendek atau commodity murabahah deposit ini mirip (similiar)
dengan certificate of depsosit konvensional . Artinya bahwa produk ini bisa diperjualbelikan
antar nasabah (bank/institusi). Jadi produk ini bisa termasuk kategori produk derivatif yang
dikeluarkan oleh bank. Dengan adanya produk ini kemungkinan melakukan spekulasi akan
bertambah besar bagi institusi keuangan syariah. Lalu apa bedanya dengan pola transaksi
konvensional saat ini.
4.2.1.4 Antara Murabahah, ba¶i dain bi dain atau offseting?
Kalau lebih kita cermati lagi dan kita kaitkan dengan jual beli sebelumnya, yaitu jual beli
yang dilakukan oleh bank kepada broker. Jual beli di bursa bukanlah jual beli, akan tetapi itu
hanya janji untuk melakukan jual beli yang tercatat . Jual belinya belum terjadi. Jadi jual beli
murabahah ini sejatinya menjual janji untuk melakukan jual dan beli komoditas dimasa yang
akan datang. Berarti menjual sesuatu yang belum dimiliki dan belum berada ditangannya.
ϡ ΍ίΡ ϥΏϡϱϙΡ ϥω ΓαϡΥϝ΍ ϩ΍ϭέ( ϙ Ωϥω α ϱϝ ΍ ϡ ωΏΕ ΍ϝ)
³Janganlah kamu menjual sesuatu yang tidak ada padamu´ (H.R.Abu Daud dari Hakim bin
Hizam)

Memang secara konsep murabahah dibolehkan oleh syariah. Namun dalam praktek objeknya
bukan harta yang dimaksudkan oleh syariah. Dalam konsepnya objek transaksi dianggap
given (dianggap telah memenuhi syarat dan rukunnya). Padahal kalau dilihat dari alur proses
transaksi dibursa berjangka objek transaksinya tidak ada. Jual beli ini lebih cocok disebut
dengan jual beli ad-dain bi ad-dain yang dijual dengan murabahah.
Karena transaksi ini bersumber dari bursa, transaksi murabahah ini sama dengan ofsetting
atau pembalikan akad yang tadi pada posisi long berubah pada posisi short dan sebaliknya -
tentang offsetting telah dijelaskan diawal pada bab 3 pembicaraan tentang futures-.
Pertanyaannya disini adalah kemana nilai nilai moral yang didengung-dengungkan sebagai
pembeda antara konsep konvensional dengan syariah di sematkan? Sedang tujuan syariah
adalah menjadikan manusia menuju falah.
Dari konsep ini terkesan memperturutkan hawa nafsu yaitu mendapatkan keuntungan dengan
cara apapun (hilah) walaupun itu sebenarnya riba yang dilarang. Abdullah saeed dalam
bukunya menyoal bank syariah kritik atas kaum neo-revivalis telah membahas dengan
panjang bagaimana bahaya riba jika tidak memperhatikan aspek moral dan etika, karena
mementingkan hilah untuk mencapai tujuannya.
4.2.1.5 Tawarruq
Transaksi seperti diatas dikenal dengan nama Tawarruq -sebagaimana yang diakui oleh para
pelakunya-, yaitu transaksi jual beli yang dilakukan dengan tujuan bukan untuk pemanfaatan
barang, tapi untuk menghasilkan uang tunai bagi pembeli (dalam hal ini bank). DSN belum
menetapkan fatwa tentang Tawarruq. Ulama kontemporer yang tergabung dalam islamic fiqh
academy telah melarang transaksi ini yaitu pada konferensi tahunannya yang ke 17 2003.
Untuk lebih jelasnya masalah ini akan dijelaskan pada sub bab tersendiri.
4.2.2. Implementasi Rukun Dan Syarat Pada CMP Untuk Deposito
Dari data-data yang diperoleh ternyata dalam konsep CMP ini terdiri dari beberapa akad baik
akad utama dan akad bawaan. Akad utamanya adalah sebagaimana namanya commodity
murabahah yaitu akad jual beli murabahah, akad utama lainnya adalah jual beli musawamah
dan terakhir akad bawaan yaitu wakalah. Akad-akad ini tidak bisa dipisah-pisahkan dalam
analisis, kesemuanya saling berhubungan. Jadi tidak bisa dilihat secara parsial. Untuk itu
sebagaimana analasis alur dan prosedur diatas kita dapat menyajikan dalam tabel berikut
yang saling berkaitan;

Rukun Syarat Implementasi Kesesuaian antara syarat dan rukun dengan konsep CMP
T TT
Yang mewakilkan (muwakkil) Pemilik pekerjaan/barang yang akan diwakilkan Nasabah
sebagai orang yan memiliki pekerjaan yaitu membeli komoditas dan bank dijadikan wakilnya
untuk membeli. 
Baligh /bisa membedakan suatu pilihan abik dan benar (mumayyiz) Deposito diperuntukan
buat korporate dan institusi keuangan lainnya. Jadi secara umum nasabah sudah dewasa dan
mumayyiz 
Yang mewakili (wakil) Berakal Yang menjadi wakil adalah bank. Jadi bank sebagai badan
i¶tibari dianggap berakal. Karena yang menjadi karyawan adalah orang-orang yang berakal
sehat 
Dewasa/baligh Sebagai badan i¶tibari maka di anggap dwasa dan baligh karena personil yang
ada didalamnya sudah pasti dewasa dan baligh. 
Sesuatu yang diwakilkan (muwakkil fiih) Tidak termasuk hal hal yang mubah Pekerjaan yang
diwakilkan kepada bank adalah jual beli dan bukan hal hal yang mubah 
Pekerjaan yang diwakilkan itu harus milik orang yang mewakilkan Pekerjaan beli ini milik
nasabah. Bisa dilihat dari dana untuk membeli adlah milik nasabah. 
Pekerjaan yang diwakilkan harus diketahui dari beberapa sisi, untuk menghindari kecurangan
dan spekulatif Dalam konsep ini pekerjaan yng diwakilkan dirinci secara detail harga, barang
yang di beli dan waktunya. 
Pekerjaan yang dilakukan bukan berupa permohonan pinjaman utang dari orang lain
Transaksi yang diwakilkan kepada bank adalah transaksi jual beli 
Pekerjaan itu menurut syara¶ bisa diganti oleh orang lain Transaksi jual beli termasuk
transaksi yang diperbolehkan diganti oleh orang lain 
Shighoh Ucapan atau fungsi yang dapat menggantinya seperti lewat utusan atau dengan
tulisan,saerah terima yakni dengan mengambil dan memberi tanpa kata-kata Ketika nasabah
datang kebank untuk menabung sighoh awal berupa ucapan kemudian diikat dengan tulisan/
surat perjanjian yang ditandatangani oleh keduanya 
ijab sesuai dengan qabul langsung atau ditangguhkan Ijab qabul dalam hal ini bank dan
nasabah melalui surat perjanjian yang ditandatangani oleh keduanya 
Ijab dan qabul terjadi dalam satu majelis. Ijab qobul antara kedua dilakukan diatas surat
persetujuan yang ditandatangani oleh keduanya. Ini menunjukan berada dalam satu majelis. 
Kedua belah pihak wakil dan muwakkil sama sama mendengar perkataan masing masing.
Kesepakatan antara kedua belah pihak dapat diketahui melalui surat perjanjian yang
ditandatangani. 
Keterangan:
T = Terpenuhi
TT = Tidak terpenuhi
Sumber diolah
Tabel 4.1
Akad wakalah (akad ketika nasabah menjadi nasabah bank)

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa rukun dan syarat yang harus dipenuhi
telah dipenuhi semua artinya secara teknis akad ini sah.
Rukun Syarat Implementasi Kesesuaian antara syarat dan rukun dengan konsep CMP
T TT
Adanya Shighoh Ucapan atau fungsi yang dapat menggantinya seperti lewat utusan atau
dengan tulisan,saerah terima yakni dengan mengambil dan memberi tanpa kata-kata Dalam
bursa selain ucapan juga diikat dengan tulisan untuk memperkuat perjanjian yang ada dan
untuk mengantisipasi perselisihan. Dan tercatat secara elektronik. Keduanya dapat
mengetahuinya secara on-line 
ijab sesuai dengan qabul dalam hal ukuran, sifat, jenis uang, langsung atau ditangguhkan
Dalam bursa semua keterangan baik harga, ukuran, jenis barang, tenggang waktu penyerahan
ditulis secara jelas dan dipublikasikan. 
Ijab dan qabul terjadi dalam satu majelis. Artinya keduabelah pihak yang melakukan jual beli
hadir dan membicarakan topik yang sama Transaksi antara pembeli dan penjual tidak
bertemu dalam majelis, dan tidak pernah tahu siapa lawan jual/belinya dalam transaksi. 
Kedua belah pihak penjual dan pembeli sama sama mendengar perkataan masing masing.
Keduanya belah pihak mengetahui keinginan penjual atau pembeli karna terlisting dalam
daftar dan terpublikasikan. 
Antara ijab dan qabul tidak ada tenggang waktu yang mengesankan penolakan Kesepakatan
antara penjual dan pembeli tidak ada tenggang waktu. Ketika penutupan bursa tidak ada
pembeli atau penjual akan terlikuidasi secara otomatis oleh lembaga kliring

Adanya muta¶aqidain (pelaku akad) Mumayyiz Orang yang bisa melakukan transaksi dengan
dalam bursa adalah orang yang sudah muamyiz. Kalau belum harus mendapatkan izin dari
walinya 
Dewasa Orang yang bisa melakukan transaksi dengan bursa adalah orang yang sudah dewasa.
Kalau belum harus mendapatkan izin dari walinya


Dilakukan atas dasar kemauan sendiri Antara penjual dan pembeli tidak ada paksaan untuk
melakukan jual beli 
Adanya Ma¶qud alaih (barang dan harga) Objek dan harganya suci Objek transaksi dalam
bursa tidak ada. Yang ada adalah underlying asset sebagai acuan penentuan harga dan
spesifikasi lainnya. 
Dapat dimanfaatkan secara syara¶ Barang dan harga tidak bisa dimanfaatkan secara syara¶
karena keduanya tidak pernah menagalami perpindahan kepemilikan dan tidak pernah ada 
Barang yang dijual itu milik penjual ketika dijual Barang yang dijual milik penjual dan
kadang penjual tidak memilikinya 
Dapat diserah terimakan Barang harga tidak pernah ada serah terima. Kalau ada hanya-2%
saja. 
Barang dan harga harus diketahui dengan jelas untuk mencegah terjadinya perselisihan
Dalam perjanjian tertulis jelas spesifikasi harga dan barang. 
Akadnya tidak dibatasi dengan waktu Dalam jual beli dibursa tidak ada batasan waktu yang
ada batasan kapan akad akan dilaksanakan. 
Keterangan:
T = Terpenuhi
TT = Tidak terpenuhi
Sumber diolah
Tabel 4.1
Implementasi akad jual beli musawamah (jual beli antara bank dan broker)

Berdasarkan tabel diatas terdapat syarat-syarat yang tidak terpenuhi baik pada siga, pelaku
akad, dan objek akadnya. Pada sighah syarat yang tidak terpenuhi adalah syarat ijab dan
qabul terjadi dalam satu majelis. Artinya keduabelah pihak yang melakukan jual beli hadir
dan membicarakan topik yang sama. Transaksi ini terjadi dibursa berjangka dimana pembeli
dan penjual tidak pernah tahu siapa lawan transaksinya. Mereka hanya melihat list pada
papan elektronik.
Kemudian pada rukun muta¶aqidain tidak terdapat masalah pada syarat yang harus dipenuhi
oleh kedua belah pihak yang berakad. Untuk ma¶qud µalaih terdapat 4 syarat yang tidak
terpenuhi yaitu pertama objek dan harganya suci, dalam bursa tidak ada objek yang ada
hanya underlying asset saja, dan harga berdasarkan mata uang yang tidak pernah ada. Syarat
kedua yang tidak terpenuhi adalah dapat dimanfaatkan secara syara¶. Secara teknis
dilapangan barang dan harga tidak dapat dimanfaatkan menurut syara¶ karena keduanya
tersebut tidak pernah ada dan tidak pernah ada perpindahan kepemilikan untuk dimnafaatkan
oleh keduanya.
Syarat ketiga adalah barang yang dijual adalah milik penjual. Dalam bursa komoditas ada
dalam suatu tempat dan tidak pernah pindah -terutama emas dilondon- penjual lebih banyak
tidak memiliki barang karena yang mengeluarkan barga jual adalah lembaga kliring bukan
penjual. Posisi jual atau beli bisa dilakukan oleh siapa saja walaupun tidak punya barangnya.
Terakhir syarat yang tidak terpenuhi adalah dapat diserahterimakan baik barang atau
harganya. Menurut survey hanya sekitar 2% terjadi serah terima barang. Kebanyakan adalah
penyelesaian tunai layaknya judi (zero sum game). Dan tujuan utama transaksi ini bukan
penyerahan barang dan harga, jadi secara umum tidak ada penyerahan barang dan harga.

Rukun Syarat Implementasi Kesesuaian antara syarat dan rukun dengan konsep CMP
T BT
Adanya Shighoh Ucapan atau fungsi yang dapat menggantinya seperti lewat utusan atau
dengan tulisan,saerah terima yakni dengan mengambil dan memberi tanpa kata-kata Dalam
perjanjian dengan bank selain ucapan juga di ikat dengan tulisan untuk memperkuat
perjanjian yang ada dan untuk mengantisipasi perselisihan. 
ijab sesuai dengan qabul dalam hal ukuran, sifat, jenis uang, langsung atau ditangguhkan
Secara teknis semua persyaratan ini terpenuhi karena dalam perbankan semuanya ditulis
dengan detail. Dan dalam bursa ketika akad jenis, waktu, ukuran, harga disebutkan dengan
jelas. 
Ijab dan qabul terjadi dalam satu majelis. Artinya keduabelah pihak yang melakukan jual beli
hadir dan membicarakan topik yang sama Nasabah mendatangi bank dan melakukan aqad
dalam satu majelis. 
Kedua belah pihak penjual dan pembeli sama sama mendengar perkataan masing masing.
Shighoh dalam perbankan dalam bentuk tulisan /surat perjanjian dimana antara nasabah dan
bank saking mengetahui dengan membacanya 
Antara ijab dan qabul tidak ada tenggang waktu yang mengesankan penolakan Pihak bank
dan nasabah yang melakukan ijab dan qabul melalui penandatanganan surat perjanjian yang
telah disetujui keduanya. Dalam ini berarti keduabelah pihak saling setuju dan tidak ada
unsur penolakan. 
Adanya muta¶aqidain (pelaku akad) Mumayyiz Syarat umum dari bank nasabah yang dapat
transaksi dengan bank adalah sudah dewasa. Jika belum harus ada izin /perwakilan dari
walinya 
Dewasa Syarat umum dari bank nasabah yang dapat transaksi dengan bank adalah sudah
dewasa. Jika belum harus ada izin /perwakilan dari walinya 
Dilakukan atas dasar kemauan sendiri Nasabah yang datang kebank tidak ada paksaan harus
menabung kebank 
Adanya Ma¶qud alaih (barang dan harga) Objek dan harganya suci Objeknya adalah
komoditas yang telah dibeli di bursa sebelumnya 
Dapat dimanfaatkan secara syara¶ Tidak dapat dimanfatkan secara syara¶ karena barang
belum diterima oleh naasbah 
Barang yang dijual itu milik penjual ketika dijual Barang yang dijual belum dimiliki 
Dapat diserahterimakan Barang tidak dapat diserahterimakan karena barangnya tidak dimiliki
dan berada jauh dari jangkuannya 
Barang dan harga harus diketahui dengan jelas untuk mencegah terjadinya perselisihan
Barang secara spesifikasi tertulis dapat di ketahui dan harga juga dapat di ketahui harga asal
dan tambahan marginnya 
Akadnya tidak dibatasi dengan waktu Akad tidak dibatasi oleh waktu dalam kepemilikan
barang yang dijual 
Syarat tambahan Mengetahui harga pertama pembelian barang Bank mengetahui harga awal
barang 
Mengetahui keuntungan Jika bank yang membeli bank mengetahui keuntungan. Dan jika
bank sebagai agent maka kemungkinan besar pembeli tidak mengetahui.. 
Modal hendaklah dari komoditi yang memiliki kesamaan dan jenis (bisa ditakar, ditimbang,
atau dihitung) Modal yang diapakai tidak memiliki jenis kesamaan karena transaksi ini antara
barang dan uang 
Sistem murabahah dalam harta riba hendaknya tidak dinisbatkan riba tersebut terhadap harga
pertama Secara sistem bebas dari riba karena harga+margin diketahui dan ditentukan diawal
serta tidak mengalami perubahan selama transaksi. Dan harga dinisbatkan pada barang
Transaksi pertama haruslah sah Transaksi pertama tidak sah karena termasuk jual beli kali bil
kali atau bai¶ dain bi dain. 
Keterangan:
T = Terpenuhi
TT = Tidak terpenuhi
Sumber diolah
Tabel 4.2
Implementasi akad murabahah

Jual beli murabahah ini adalah lanjutan dari jual beli pertama yang dilakukan bank dengan
broker. Melihat tabel diatas maka dapat disimpulkan bahwa kontrak ini tidak dapat dikatakan
sah karena dalam beberapa syaratnya tidak terpenuhi dengan sempurna baik dari sisi shighoh,
ma¶qud ¶alaih dan syarat tambahan khusus untuk murabahah.
Dalam transaksi murabahah ini syarat yang tidak terpenuhi dari sisi ma¶qud alaihnya adalah
sama dengan jual beli sebelumnya, yaitu pada objek dan harga tidak suci, tidak dapat
dimanfaatkan secara syara¶, tidak dapat diserahterimakan, barang yang dijual tidak dimiliki
oleh penjual. Khusus untuk syarat tambahan tentang murabahah ada satu syarat yang tidak
terpenuhi hal ini terjadi karena akibat dari transaksi sebelumnya. Syarat tersebut yaitu
transaksi sebelumnya harus sah, sedang dalam transaksi murabahah ini transaksi sebelumnya
tidak sah karena transaksi pertama termasuk transaksi bai¶ dain bi dain atau bai¶ kali bi kali
yang dilarang oleh syariat.
Melihat dari ketiga akad diatas, dapat disimpulkan bahwa konsep dan mekanisme transaksi
ini secara keseluruhan tidak sah dan dilarang oleh syariat. Karena terdapat syarat-syarat yang
tidak terpenuhi pada akad-akad utamanya yaitu pada akad bai¶ musawamah dan bai¶
murabahah.
4.1.2. Motif Atau Tujuan Adanya Transaksi CMP
Telah dijelaskan diatas bahwa awal munculnya produk ini adalah kurangnya alat likuiditas
bank syariah dan keuangan syariah. Kemudain berkembang tidak hanya untuk likuiditas saja
tetapi juga untuk pembiyaan dan deposito jangka pendek. Tujuan utama dari semuanya ini
adalah untuk mendapatkan dana segar yang likuid tetapi juga menguntungkan bagi orang
yang berkepentingan.
Khusus untuk deposito jangka pendek tujuan utamanya adalah bagaimana bank mendapat
dana segar dan murah sedang nasabah mendapatkan hasil yang tetap dari dana yang
dipinjamkan kepada bank. Konsep ini sebenarnya sama dengan bunga (fixed return) namun
untuk menghindari agar tidak dikatakan riab memakai hilah yaitu dperantarai jual beli
murabahah. Jadi tujuan bank dari awal berniat untuk mendapatkan uang tunai, dengan
membayar sejumlah dana yang lebih di kemudian hari dengan hilah melalui akad,
penunjukan wakil dan MoU yang seakan-akan transaksi ini diperbolehkan oleh syariah. Jadi
pada intinya motif transaksi ini sama saja dengan konvensional.

Aktiva Pasiva
Kas Kewajiban:
DPK

Piutang Pembiayaan Modal


Gambar 4.2
Posisi produk CMP dilihat dari neraca bank

Dari gambar tersebut dapat dilihat pembahasan CMP untuk deposito margin tetap masuk
dalam kategori pasiva, dalam manajemen bank masuk dalam kategori manajemen dana bank
syariah. Berdasarkan gambar tersebut tujuan adanya produk ini adalah menjaring dana
masyarakat untuk menabung kebank syariah lebih banyak. Feature yang ditawarkan adalah
margin tetap atau fixed return yang dijamin oleh bank.
Telah disebutkan diatas bahwa kalau dilihat waktu penetapan margin tidak ada bedanya
dengan riba. Namun alasan ini berbeda dengan riba adalah karena adanya hilah yang
memungkinkan bebas dari riba karena prosedurnya dibuat sedemikian rupa. Untuk transaksi
menggunakan hilah, para ulama berpendapat sah-sah saja, sepanjang tidak merusak
fundamental, dasar dari pada prinsip prinsip syariah, atau merusak manfaatnya. Namun,
masalah yang terpenting adalah niat, setiap perbuatan terjadi pada dasarnya karena adanya
niat, dan setiap orang akan mendapat pahala berdasarkan niat dalam melakukan segala
sesuatu.
Ketika niat seseorang baik, perbuatannya dapat di terima, apa bila niatnya salah,
perbuatannya dapat di katakan salah. Para ulama membuat sebuah kaidah ;
³Yang menjadi patokan dalam setiap transaksi adalah makna makna (yang dikandung) dan
tujuan-tujuan(nya) bukan pada bentuk formal atau lafal-lafalnya´

Kaitannya dengan ini Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah sebagaimana yang dikutip oleh Haroen
Nasrun menyatakan ;
³siapa yang meneliti (memahami) secara mendalam sumber-sumber syara¶ akan jelas baginya
bahwa asy-syari¶ membatalkan lafal-lafal yang dituju oleh pelaku (suatu akad) bukan hakikat
makna sebenarnya««..dan barang siapa yang tidak memperhatikantujuan-tujuan yang
terkandung bebragai akad dan memberlakukan (menjalankan) akad sesuai dengan bentuk
formalnya akan berakibat kepada membiarkan (tidak melaknat) orang orang yang memeras
anggur ((untuk dijadikan khamar) dan membiarkan setiap orang untuk melakukannya,
sekalipun tujuannya jelas unutk membuat khamr«.. Bahwa tujuan tujuan dan keyakinan-
keyakinan bisa menjadi patokan dalam berbagai bentuk tindakan hukum dan ungkapan-
ungkapan, sebagaimana halnya berlaku dalam persoalan yang brkaitan dengan amalan-
amalan taqarrub dan ibadah (kepada Allah). Tujuan, niat, dan keyakinan membuat sesuatu
menjadi halal, haram, sahih, fasid, taat, maksiat, sebagaimana juga tujuan dalam ibdaha
menjadikannya wajib, dianjurkan (sunat), diharamkan, sahih atau fasid.

Memang niat tidak dapat dilihat oleh mata tapi niat bisa diketahui jika hal tersebut sudah
menjadi sebuah trend atau menjadi sebuah motif bersama sehingga kecenderungan bersama
ini menunjukan niatnya. Dalam masalah bursa berjangka ini tidak bisa hanya dilihat dari
individu saja dalam meilhat apa motif dan tujuannya tetapi melihatnya harus secara makro.
Dari awal sudah jelas bahwa niat bank syariah melirik produk ini dengan yang tidak jauh
berbedda dengan produk konvensional. Dengan menghalalkan berbagai cara atau hilah agar
tujuan mereka tercapai. Seandainya produk CMP ini objeknya diubah kepasar spot sudah
tidak menarik lagi bagi para pelaku tranasksi ini, karena tidak likuid lagi.
Telah disebutkan diatas bahwa praktek commodity murabahah deposit saat ini similiar
(mirip/ menyerupai) dengan certificate of deposit yang berarti dapat diperjualbelikan
kembali. Karena produk ini dikatakan mirip dengan produk konvensional maka bisa
dipastikan tujuan adanya produk ini juga dipakai untuk melakukan spekulasi. Dimana
spekulasi saat ini lebih banyak mengandung aspek gharar (ketidakjelasan). Dengan adanya
produk ini akan menambah konsentrasi uang pda sektor moneter.
4.2.3. Akad Tawarruq Dalam Implementasi Kekinian
Sampai saat ini para ulama masih berdebat mengenai transaksi tawarruq ini antara boleh dan
tidak transaksi ini. Alasan utama yang membolehkan adalah terkait masalah illat. Jika illat
yang mengharamkannya telah dihilangkan dengan cara hilah maka transaksi itu boleh sedang
yang kontra lebih pada niat dan maslahah mafsadahnya yang ditimbulkan dari transaksi itu .
Islamic Fiqh Academy, yang beranggotakan negara negara Islam yang tergabung dalam OKI
pada konferensi tahunan nya sesi ke 15 di kota Mekkah, telah mengeluarkan resolusi yang
mendukung di perbolehkannya transaksi tawarruq, dengan syarat, pembeli tidak menjual
kembali barang yang telah di belinya kepada penjual pertama dengan harga yang lebih
rendah, langsung atau tidak langsung, yang kalau terjadi, hal itu masuk dalam katagori
transaksi yang mengandung riba. Namun secara umum Islamic Fiqh Academy Jeddah, pada
sesi ke 17 konferensi tahunan, memandang bahwa Tawarruq yang dipraktikkan oleh
Lembaga Keuangan Syariah selama ini hukumnya illegal atau dilarang .
Struktur tawarruq yang di adopsi oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) saat ini strukturnya
berbeda dengan tawarruq klasik atau tawarruq fighi. Struktur tawarruq yang sudah di
modifikasi oleh bank-bank syariah memiliki variasi dan tujuan yang berbeda antara satu Bank
syariah dengan bank-bank syariah yang lainnya, yang di kenal dengan nama tawarruq
munazam atau regulated tawarruq atau organized tawarruq . Perbendaan tawarruq fiqhi atau
klasik dan tawwaruq munazam dapat diringkas sebagai berikut:
Tawarruq Munazam Tawarruq Fighi
Di lakukan oleh 4 Pihak Di lakukan oleh 3 pihak
Ada perjanjian di muka untuk membeli komoditi Tidak ada perjanjian untuk membeli
Tidak ada perjanjian untuk membeli dari Nasabah (Mutawarriq) Hanya ada 2 dasar jual beli
Melibatkan perjanjian bersama/MoU yang harus sesuai dengan prosedur. Tidak ada MoU
Adanya penunjukan Bank sebagai wakil dari nasabah untuk menjual komoditi kepada pihak
lain nya. Nasabah menjual sendiri komoditi nya.
Tidak terjadinya pemindahan fisik dari komoditi, hanya sebatas penanda tanganan akad jual
beli. Pemindahan komoditi secara fisik terjadi , setiap kali terjadi nya akad jual-beli.

Tabel. 4.4
Perbendaan antara tawarruq fiqhi dan tawarruq munazam

Para ulama yang mengizinkan implementasi dari tawarruq munazam ini berpendapat bahwa
jika setiap langkah dari prosedur yang di lalui dalam processnya sesuai dengan prinsip
syariah. maka tidak ada alasan untuk tidak mengatakan bahwa semua prosedurnya adalah sah.
Para ulama yang mendukung tawarruq munazam berpendapat bahwa transaksinya sangat
serupa dengan tawarruq fighi, hanya lebih well oranized (teratur) agar lebih lancar dan cepat
prosesnya .
Sedang argumentasi dari para ulama yang kontra pada tawarruq Munazam yaitu : Jika si
penjual, menjual barangnya dengan harga yang lebih mahal dari harga pasar kepada
mutawarriq, sebagai akibat dari pembayaran yang tertunda/dengan cicilan. Dengan begitu
artinya tawarruq munazam adalah indikasi dari kerjasama antara Bank dan nasabahnya yang
bertujuan untuk menyediakan dana segar terhadap kewajiban kredit nasbahahnya atau
banknya. Sehingga prinsip objektifitas dari niat -tentang niat telah dijelaskan pada
pembahasan motif- dalam konteks ini sangatlah relevan. Kedua masalah hilah yang dipakai
menurut ulama yang kontra melihat adanya persamaan hilah atau rekayasa untuk melakukan
hal hal yang di larang, yang indikasi ke arah untuk mendapatkan riba yang permanent
sifatnya. Melalui beberapa process, Bank Syariah hanya berperan sebagai perantara yang
tidak sungguh sungguh tertarik dengan jual beli komoditi atau memasuki pasar komoditi
international. Begitu juga nasabahnya, tidak berniat untuk memiliki komoditi tersebut atau
pada kasus kasus tertentu tidak tahu manahu tentang adanya process jual beli komoditi.
Karena tujuan utamanya hanyalah untuk mendapatkan uang tunai segera dari bank (nasabah
jika berbentuk deposito-pen), dengan berhutang yang akan di bayar dengan cicilan. Oleh
karena itu, sebagian dari Ulama mengangap transaksi ini adalah transaksi Ribawi
Dalam kaitannya dua pendapat diatas point utamanya adalah illat dan hilah. Dimana untuk
menghilangkan riba atau sebab-sebab yang mengharamkan transaksi yang mengandung riba
ulama yang pro tawarruq menggunakan hilah. Namun yang kontra tidak hanya berhenti pada
hilah saja mereka lebih mengedepankan hikmah dibalik trasaksi terselubung tersebut. Mereka
lebih melihat moralitas para pelakunya bukan pada formalitas transaksinya. Menurut penulis
dalam menetapkan sebuah hukum illat saja tidak cukup namun juga perlu melihat hikmahnya.
Hal ini perlu karena kaitannya dengan hiyal yang digunakan untuk melegalkan sebuah
transaksi muamalah. Jadi, dalam masalah riba dalam hukum islam hanya sebatas legalitas
semata yang terkait bentuk luarnya atau formalitasnya saja, tidak ada tempat bagi moral
untuk berbicara . Seharusnya hukum fiqh dapat menjalankan fungsinya sebagai pengontrol
formal legal hukum dan juga pengontrol moral etika masyarakat.
Kembali pada masalah tawarruq munazam, dari hasil penelitian para Ulama, tawarruq
munazam telah melanggar beberapa larangan yang di sebutkan dalam hadist ;
5. Secara explicit sama dengan formasi dalam inah , karena komoditinya kembali kepada
penjual asalnya .
6. Dimana pada transaksi ini jual beli untuk mendapatkan keuntungan melalui pinjaman. Jadi
tujuan dari pada tawarruq munazam ini adalah pertukaran antara uang tunai dengan hutang
yang lebih besar nilainya. Itu sebabnya tawarruq munazam tidak dapat memenuhi qualifikasi
sebagai pembiayaan alternatif dari pada pembiayaan konvensional yang berbasis interest
(bunga/riba).
7. Satu hal yang juga banyak di kritik oleh para ulama yang tidak setuju dengan implementasi
dari transaksi tawarruq munazam ini adalah: komoditi yang di beli di pasar international
adalah sebuah refleksi dari transaksi ribawi, yaitu riba al fadl, yang dilarang.
8. Dan terakhir Islamic Figh Academy Jeddah, pada konferensi tahunannya yang ke 17, tidak
memberi izin atas praktek tawarruq munazam yang berlaku di beberapa Bank Syariah pada
saat ini, di karenakan praktek ini hanyalah sebatas di atas kertas untuk mendapatkan uang
tunai.
4.2.4. Kenapa Para Ulama Dahulu Tidak Berkata Tidak Pada Tawarruq?
Pertanyaan ini juga sempat menghantui penulis. Untuk menjawab pertanyaan tersebut yang
perlu diingat adalah masalah ini termasuk masalah ijtihadi yang bisa berubah sesuai dengan
perubahan tempat, situasi, waktu, dan karena perubahan social. Bisa berubahnya hukum
ijtihadi itu adalah berdasarkan kaidah hukum islam yang telah disepakati oleh semua fuqaha
(ahli fiqh) dan ushuliyin (ahli ushul fiqh) menyebutkan bahwa ;
ή˶ ϴ͊ ϐ˴ Θ˴ Α˶ ϡ˶ Ύ˴Ϝ˸ΣϷ˴ ΍˵ήϴ͊ ϐ˴ Η˴ ϝ
˶ ΍˴Ϯ˸ΣϷ ˴ ΍ ϭ˴ Δ˶ Ϩ˴ Ϝ˶ ˸ϣϷ
˴ ΍ ϭ˴ Δ˶ Ϩ˴ ϣ˶ ˸ίϷ
˴΍
³Hukum hukum itu bisa berubah sesuai dengan perubahan zaman, tempat dan keadaan´
Ύ˱ϣΪ˴ ϋ˴ ϭ˴ ΍˱Ω˸ϮΟ ˵ ϭ˵ Δ˶ Ϡ͉ό˶ ϟ΍ ϊ˴ ϣ˴ έ˵ ˸ϭΪ˵ ϳ˴ Ϣ˵ ˸ϜΤ
˵ ϟ΍
³Hukum berputar bersama illatnya (penyebab adanya hukum) baik ada dan tiadanya hukum´

M. Nejatulah Sidqi memberikan jawaban yang bagus sekali mengenai pertanyaan diatas.
Pertama fuqaha pada masa itu berbeda keadaannya dan alat analisis ekonomi makro yang
dibutuhkan untuk menemukan mafsadah dari efek tawrruq tidak ada pada waktu itu. Kedua
Pengaruh mafsadah dari tawarruq pada ekonomi secara keseluruhan pada saat sekarang ini
tidak ditemui pada waktu itu. Sebagaimana manfaat pada kasus individu tertentu mudah
untuk ditemukan.
Beliau beralasan bahwa secara ekonomi utang pada saat itu tidak berperan sebesar pada saat
ini. Uang pada waktu itu tidak berdasarkan pada utang. Tidak ada bahkan walupun sedikit
yang menyerupai pasar utang seperti saat ini. Para pedagang spekulasi saat itu fokus pada
harga riil barang dan jasa daripada intrumrnt utang. Fluktuasi ekonomi orisil terjadi pada saat
kekeringan, kelaparan, gagal panen atau perubahan populasi besar besaran daripada di sektor
keuangan, pembiayaan utang bisnis sebagai pilihan kedua dll.
4.2.5. Commodity Murabahah; Maslahah Atau Mafsadah?
Diatas telah dijelaskan bahwa akad yang dipakai dalam konsep commodity murabahah adalah
akad tawarruq. Sebagaimana penulis ungkapkan sebelumnya bahwa untuk melihat apakah
produk ini sesuai dengan syariah atau tidak tidak hanya dilihat dari skema atau alur
transaskinya akan tetapi juga harus dilihat dari aspek ekonominya juga. Dari penelusuran
literatur yang penulis dapatkan bahwa secara umum konsep ini memberikan mafsadah yang
lebih besar daripada maslahahnya.
Esensi dari konsep CMP adalah menggunakan akad tawarruq dan tujuan utama dari konsep
ini adalah bagaimana mendapatkan likuiditas baik dari segi nasabah bank atau dari segi bank
itu sendiri. Penulis sependapat dengan M. Nejatullah Sidqi bahwa konsep tawarruq ini lebih
besar mafasdahnya daripada maslahahanya jika dilhat dari segi kepentingan umum. Dibawah
ini adalah mafsadah yang telah dirangkum oleh Sidqi :
1) Tawarruq menyebabkan pembentukan utang yang mana volumenya cenderung mengalami
peningkatan.
2) Hasil pertukaran (exchange) uang sekarang dengan uang dikemudian hari adalah tidak fair
dari segi sudut pandang resiko dan termasuk ketidakpastian.
3) Hal ini menyebabkan perkembangbiakan utang secara terus menerus, menuju arah
perjudian seperti transaksi spekulasi
4) Hal ini menyebabkan keuangan berdasarkan utang (debt finance) yang terus menerus,
meningkatkan ketidak stabilan dalam ekonomy. Dalam debt-based economy, suplay uang
dihubungkan kepada utang yang mana tendency kedepannya adalah peningkatan (expantion)
lonjakan inflasi.
5) Ini menghasilkan ketidakadilan dalam distribusi pendapatan dan kesejahteraan. Dan
menghasilkan keuangan berdasarkan utang yang terus menerus, dalam ketidakefesienan
alokasi sumber daya.
6) Dengan pengkonsolidasian pembiayaan berbasis utang (debt financing) berkontribusi
untuk meningkatkan tingkatan (level) kekhawatiran dan kerusakan (destruction) lingkungan.
Jika dilihat dari sudut pandang perbankan, mafsadah yang ditimbulkan adalah sebagai
berikut:
1. Awal mula munculnya bank islam (syariah) adalah untuk menghilangkan riba dengan
jargonnya profit and loss sharing. Sampai saat ini jargon tersebut belum terealisasi. Karena
komposisi pembiayaan yang besar dipakai adalah murabahah. Dengan adanya CMP deposito
jangka pendek yang terikat pada pasar derivatif akan semakin menjauhkan bank dari konsep
awalnya. Pada akhirnya paradigma berpikirnya bank syariah sama saja dengan paradigma
bank konvensional.
2. Bungkus-bungkus syariah yang mengerucut kepada pengembangan konsep
Tawarruq/Tawriq dalam bentuk commodity murabahah itu sebenarnya cuma menguntungkan
segelintir pihak karena meniadakan fungsi yang paling digembar-gemborkan di perbankan
syariah yaitu sebagai µthe true financial intermediary between financial sector and the real
sector¶. Dan hanya produk ini berkutat pada sektor keuangan saja
3. Sebagaimana diawal dijelaskan produk ini lebih difokuskan kepada korporate dan institusi
-contoh nyatanya adalah bank HSBC syariah ketika mengeluarkan produk ini yang menjadi
nasabahnya adalah bank Danamon syariah-. Artinya hal ini dana bank syariah akan
menambah konsentrasi dananya pada sektor keuangan seperti halnya konvensional. Dan yang
menikmati hanyalah segelintir orang saja. Moralitas ±ta¶awun- dalam ekonomi tidak
terealisasi yang ada moralitas profit
4. Jika Bank-bank syariah lebih banyak yang melakukan transaksi commodity murabahah
untuk menarik tabungan/deposito murabahah dari nasabah lokal dan kemudian pembelian
komoditasnya keluar negeri ±kelondon- maka yang terjadi adalah cash outflow besar-besaran
dari lokal ke luar negeri sedang dalam negeri ini butuh dana yang besar untuk membiayai
pembangunan sektor riilnya. Hal ini akan menambah kesengsaraan rakyat Indonesia. Dan
menghilangkan fungsi bank syariah hadir di Indonesia sebagai penyambung sektor keuangan
dengan sektor riil.
5. Praktek yang diterapakan saat ini adalah deposito jenis certificate of deposit (CD) artinya
deposito ini dapat diperjualbelikan kembali. Jadi tidak ada bedanya dengan konvensional
yang sudah ada. CD ini termasuk produk derifativ yang dipakai bentuk. Artinya produk ini
pada akhirnaya akan mengarah pada kegiatan spekulasi yang penuih dengan aspek gharar.
6. Produk ini akan menambah gap (ketimpangan) antara sektor riil dan moneter (keuangan)
lebih besar lagi. Dimana ketimpangan sektor riil dan keuangan saat ini rasionya sudah
mencapai 6:500 . Semakin besar ketimpangan ini menunjukan semakin tinggi tingkat
kemiskinan dan pengangguran di dunia riil.
Dari uraian diatas dapat penulis menyimpulkan bahwa mafsadah yang ditimbulkan lebih
besar dari pada maslahah yang didapat. Mengingat dalam salah satu sumber hukum yaitu
saddu dzari¶ah (tidakan preventif) dimana kita harus melakukan tindakan pencegahan
sebelum terjadi marabahaya dan kaidah fiqhiyah dibawah ini;
΢
˶ ϟ˶Ύ˴μϤ˴ ϟ΍ ΐ˶ ˸ϠΟ
˴ ϰ˴Ϡϋ
˴ ˲ϡΪ͉ Ϙ˴ ϣ˵ Ϊ˶ γ
˴ Ύ˴ϔϤ˴ ϟ΍ ˯˵ ˸έ˴Ω
´Menghindari kerusakan/resiko itu lebih didahulukan atas menarik kemanfaatan ´
ϝ
˵ ΍˴ΰϳ˵ έ˵ ΍˴ήπ
͉ ϟ΍
´Marabahaya itu dihilangkan ´

Maka demi menghindari mafsadah yang lebih besar lagi, praktek transaksi ini dilarang karena
tidak sesuai dengan tujuan syariah islam (maqasid syariah) yaitu menjaga harta. Harta disini
tidak sebatas harta pribadi tetapi juga dalam arti harta sebuah negara.

Categories: Islamic Business, Islamic Economy, Murabahah Tags: COMMODITY


MURABAHAH PRODUCT (CMP) DALAM PERSPEKTIF HUKUM EKONOMI ISLAM

Ö  c ÖÖ c


Ö  Ö cc
July 14, 2009 isa7695 Leave a comment

By: H. Ismul Azhari, Lc, S.Kom

Ö  ! c " c #


$ % "!

Based on the description in previous chapters, so in this chapter will be presented and
discussion of the results of the analysis on the CMP and the things associated with it.

  
  Ö c .

In CMP there are some combinations that are used akad akad wakalah among others,
bai µmusawamah, and bai¶ murabahah
If a customer opens a deposit account using the CMP system at least perform a
combination of the three contract as follows;

1) Sale and purchase contract made by the bank to the broker.

Sale and purchase is more likely to sell or buy a bargaining musawamah if viewed in
terms of the original price. Bank customers represented here to purchase a commodity.
Basically the bank is not buying a commodity broker from the bank but will be told to the
broker to buy a commodity exchange in the measure. Because the only broker that can do
transactions in the exchange. The bank also deputize to the broker. System in the stock sale
and purchase is not in accordance with the sharia, because the sale and purchase the bank to
broker the sale and purchase sejatinya futures, as will be explained later that the end of the
discussion.

@ &!

The sale and purchase with the purchase price on the basis of cost plus a profit and the
like. Buy a commodity in the customer¶s stock is sold to the bank with the sale and purchase
system in which the murabahah akan paid downright (deffered) according to customer
agreement. Or customers to the bank to depute menjualkannya back to the broker B with
murabahah system. Here means that the position of the bank as agent for the second time.
And the bank just to get out of this transaction fee. Islam in the sale and purchase in a way
allowed by sharia murabahah.

' 
 
 (


This happen on two conditions, when the first customers to dibank. Deputize for the
bank that is buying a commodity for money yng ditabungkan kebank. When both the client
appoints the Bank as representatives to sell the commodity in return. Wakalah in Islamic law
is a legal contract, which can be done with the wages or commissions, or free of charge / free.

) 

Besides the above there is a clause in the note that this contract is a combination of
unilateral promise. Namely unilateral agreement (wa¶ad) to purchase the commodity from the
customer, which is still in debate, whether the promise can be forced to obey or not. If both
parties make a joint agreement for the sale and purchase transaction will be done later, Imam
Shafi¶i said, if the transaction is not valid. However, if only one party promises to buy these
commodities, this will not affect too much. Some of the Ulama say that the promise can not
be unilaterally forced to implement, while the contemporary Ulama-the concept of this pro-
feel for the sake of smooth transaction in the commercial at this time, the unilateral promise
to be binding

@Ö  ! c "  "Ö c

In the discussion chapter is focused on understanding the flow on this product, analysis
of the second pillar and the terms of the contract digunkan. the third discusses the motif of
this transaction, and the last on the concept of the tawarruq both pro and kotra, and in
accordance with the initial goal of writing a scientific paper will be focused on mafsadah
caused about this concept in general
@c"   " $(Ö c$ &  # 

Product is the short-term deposits with a fixed margin. and the core of the transaction is
carried murabahah to claim tetapnya margin (fixed return). Before untangle the issues
contained in this product, I will explain how this transaction flow can be set so that the
margin deposit is fixed in accordance with sharia.

In concept and practice, there are 2 slightly different scheme. The concept became the
first bank agent when buying and selling the concept and only the second bank to be
representative for the purchase only. Below is the first bank in the position of Figure 4.3 Flow
Chart of determining margin fixed (fixed return)

From the image above can be explained as follows.

1. First Customer is to come to open a bank account of the short -term deposits
Rp.1.000.000 with returnnya 3% in a period of 3 months for example. Question here is how
the show can determine the price of deposits with 3%?. The answer is because this product is
based murabahah. This can be seen in the picture above. The relationship between customer
and bank is the first transaction as the agent bank, and banks as commodities buyers.
Wakalah consequence of this is to buy a bank to sell to customers disandarkan must be using
either the name or the name of the customer¶s bank.

2. From the picture above on the 2 after the agreement between the bank and the bank
customer¶s going to ask the broker to buy a number of commodities with funds Rp.1.000.000,
± in cash.

3. Then brokrer implement the bank. So that the broker get the voucher transaction
(Warrant), which was then given to the bank. Then the bank told customers that have
purchased komoditasnya. Thus, customers have had these commodities. After that the
customer ordered the bank to sell To return to the cost plus margin (murabahah).

4. After that commodities purchased become the property of the customers, then sell
the commodity at the price Rp.1000.000 +3% Rp.1000.000, ± = Rp1.030.000 (murabahah) to
deputize the bank to the broker to sell B. So that customers can margin of 3% of the funds
didepositokannya. Is the origin of 3% and the return to be fixed. Here on the bank¶s position
as an agent again not principle. If the bank as the buyer will buy the bank for over
Rp.1030.000, -. Then sell the bank to broker the original price is Rp. 1000,000. Flow from all
over have some things to be criticism over this practice from both sides subtansi and
motivasinya.

@ $* %

For example, over a hoard of customers Rp.1.000.000 with returnnya 3% within 3


months. Margin is determined when the contract before the opening of new accounts. If you
see this from the flow above the reasonable results of which 3% was obtained. And no one
glance, or this transaction in accordance with the sharia, because this is a sale and purchase
with the profits (murabahah).

In commercial transactions it is natural that the two karateristik certain contracts (NCC)
and the uncertain natural contracts (NUC). Which of two karateristik is in terms of results.
NCC benefits are defined in the NUC benefits can not be determined. One of the contract is a
sale and purchase NCC murabahah specify where the benefit in advance. Darisini and we
often terjebab therefore, need to remember that the benefits can be determined when the
contract to sell or buy it happen. CMP transaction is in this return is determined by the bank-
the bank¶s position here not as a seller but as with the agent-client agreement. This means
that sale and purchase transactions have not occurred here, but will still happen later. So there
is still potential for failure in the sale and purchase will be done.

Sale and purchase transactions that result in a profit can be seen in the picture above is
after the process to 6 (six), if the bank remains as the agent-profit means that the obtained
diwaktu that will come after some of a transaction.

This transaction does not have anyone with the practice of usury dibank now-
conventional bank, the difference is I use frill sharia. Because of how the bank or the
customer may be able to determine returnnya are fixed in the transaction are not selling
belinya occur. Moreover, if we see more customers alike referred to as traders because it will
make buying a commodity and will be selling a commodity. Remember the trade is a person
who has to sell to buy, benefits that they can not depend on certain market conditions at that
time. So, in trading profits can not be determined beginning this is incompatible with the
principle of al-khoroj bi dhoman (business results appear along with the cost) and al ghunmu
bil ghurmi (benefit risk appear together). Beginning with the determination and the
determination to make this entry in the later category nasi¶ah lap. Sale and purchase made by
the bank may not, fortunately, and can also be losers. So the benefits have not been
determined although he can make sale murabahah because the agreement has not occurred
murabahah purchase. Tetapnya new benefits can be fixed when it has occurred. This is very
different when murabahah as financing products

@@c $    # !#" 

The problem is when a third party bank here once again as a customer representative to
sell komoditasnya. In the concept that the occurrence of murabahah that is when the client
sells the commodity he is buying with the price plus the broker B. Here, when the broker B
that can not be and can not be found until the time limit. then this transaction is a deposit that
provide fixed benefits (fixed return) of 3% for 3 months (or 1% and 12% a year). The
advantage is still the same lap as the bank is prohibited.

If the broker was not found to limit the time that the bank will buy the sale and
purchase enter this category can be forced to sell to buy. Because the bank is forced to buy
commodities to fulfill the promise to give him Percentage agreeing that you have. According
to scholars syafi¶iyah buy and sell hanabilah is not valid because no keridhaan in the contract.

@' $$+%"   .

When forming a third-party funds, the union funds that are based transaction
Murabahah no basis fatwanya. In Fatawa No. 1, 2 and 3/DSN-MUI/II/2000 mentioned that
the union funds in the form of a gyro, and savings deposits is based on the transaction
Wadiah or Mudharabah; there is no fatwa which allows the deposit of the akad akad
murabahah. Although some time ago was to allow DSN for CMP transksi deposits.
In concept murabahah profits over the customer is certainly obtainable. And
transactions that occur is once in a period that has been determined. Savings in various forms
has a distinctive legal consequences tasharruf up (legal action) on the funds. To wadi¶ah have
savings that can be used by the bank without any compensation to the customer but may
mengasih bonus to him (wadi¶ah yad dhomanah). that there can not be used (wadi¶ah trust),
and to deposit the funds collected can be used with the fate and loss (mudharabah and
musyarkah).

In a draft CMP, the sale and purchase occur only once in the tempo of time. Reverse of
the previous question is how to buy it if the sale occurs within a few days it means that the
funds saved in the form of deposits dibank the unemployed. If these funds are used again by
the bank to make a sale and purchase benefits already enjoyed by certain banks. And perhaps
this is sought by the bank because he was so fresh funds are very liquid and cheap. If this
does not leave the owner to buy this food sale including sale and purchase fudhuli. According
to scholars malikiyah buy and sell hanfiyah suspended until there is permission from the
owner. Hanabilah are buying and selling syafi¶iyah is not valid.

Other reasons why the benefits of this can still be done because the bank transaction is
dynamic so that the determination of margin can be made. If you like this then the reason for
this is that the strengthening of uncertainty to gain advantage is very high.

Practice the short-term deposits or deposit Commodity murabahah is similar (similar)


with a certificate of depsosit conventional. This means that the product can diperjualbelikan
between the client (the bank / institution). So this product may include product category
derivatives issued by the bank. With this product it is likely to increase speculation akan large
financial institutions for sharia. Then what is the difference with the conventional pattern of
transactions at this time.

@ (  ,) $$ % -

If more and more we cermati we associate with the previous sale and purchase, the sale
and purchase made by the bank to the broker. Sale and purchase of stock is not a sale and
purchase, but that will only promise to make a sale and purchase recorded. Sell belinya not
yet occurred. So murabahah sale buy sell sejatinya this promise to do the selling and buying
commodities, the future. Means to sell something that has not owned and are not
ditangannya.

ϡ ΍ίΡ ϥΏϡϱϙΡ ϥω ΓαϡΥϝ΍ ϩ΍ϭέ( ϙ Ωϥω α


ϱϝ ΍ ϡ ωΏΕ ΍ϝ)

³Do not sell something that does not have you´

(from the Judge David HRAbu bin Hizam)

Indeed, the concept murabahah allowed by sharia. However, in practice objeknya not
the property is meant by sharia. In concept deemed given transaction object (deemed to have
qualified and rukunnya). In fact, if viewed from the transaction flow process dibursa measure
transaction object does not exist. Sale and purchase is more suited to the sale and purchase
referred to ad-ad-dain bi dain sold with murabahah.
Because this transaction comes from the exchange, this transaction murabahah with the
akad ofsetting or reversal of earlier positions on the change in the long and short positions of
vice-offsetting has been described in chapter 3 beginning on futures-talk. The question here is
where the moral values didengung-dengungkan as pembeda with the conventional concept of
sharia in sematkan? The purpose of sharia is being made towards human Falah.

From this concept seems memperturutkan carnality that benefit in any way (hilah)
despite the fact that usury is prohibited. Abdullah saeed in his book menyoal bank syariah
criticism over the neo-revivalis have been discussing how long the danger of usury, if not
moral and ethical aspects, as important hilah to achieve the objective.

@.(/

Transaction as known by the name above Tawarruq, as approved by the perpetrators-is


sale and purchase transactions made with the goal not to use goods, but to generate cash for
the buyer (in this case the bank). DSN not set a fatwa on Tawarruq. Contemporary scholars
who joined in islamic fiqh academy was this transaction that is prohibited in its annual
conference to the 17 2003. For more details of this problem will be described in sub chapter
apart.

@@#    
   #    Ö c

From the data that appeared in the draft CMP consists of several well akad akad akad
primary and secondary. Main contract is named as the Commodity murabahah akad jual beli
murabahah, other major contract is musawamah sale and purchase contract and the last is the
default wakalah. Akad-akad this can not be separate-separate in the analysis, all
interconnected. So can not see the partial. For the analysis of flow and the procedure above,
we can provide in the table following the inter-related;

Based on the above table there are conditions that are not well met in Siga, the contract,
and the object akadnya. On sighah requirements are not met the requirements and consent
qabul occur in one chamber. This means keduabelah parties to sell and buy a present to
discuss the same topic. This transaction occurred dibursa measure where the buyer and the
seller did not know who the opponent transactions. They only see the list on the electronic
board.

Then on the basis muta¶aqidain there is no problem with the requirements that must be
fulfilled by both parties that berakad. To ma¶qud µalaih there are 4 conditions that are not
fulfilled the first holy object and price, in stock items that have not only have underlying
assets only, and based on the price of the currency did not exist. Second requirement is not
fulfilled can be used in syara µ. Technically in the goods and the price can not be used
according to syara µbecause they are never there and never have to shift ownership
dimnafaatkan by both.

Third requirement is that goods sold are owned by the seller. In commodity exchanges
are in a place and never move dilondon-especially gold-sellers do not have many more items
for sale barga the issue is not the seller clearing institutions. Position to buy or sell can be
done by anyone who does not even have the goods. The last condition is not fulfilled can be
either goods or diserahterimakan price. According to the survey, only about 2% occurred The
receipt of goods. Most of the cash settlement is the withdrawal gambling (zero sum game).
And the main transaction is not delivering the goods and prices, so in general there is no
consignment of goods and prices.

Sell murabahah like this is a continuation of the first sale and purchase made with the
bank broker. See the above table it can be concluded that this contract is not valid because it
can be said in some condition is not fulfilled with perfect good of the shighoh, ma¶qud µalaih
and additional requirements specific to murabahah.

Murabahah this transaction in terms that are not met from the ma¶qud alaihnya is the
same as the previous sale and purchase of the item and the price is not pure, can not be used
in syara µ, can not diserahterimakan, goods that are sold not owned by the seller. Specific
requirements for additional murabahah on one condition that is not fulfilled this happens
because the result of previous transactions. Terms of the transaction is legitimate before
should, in the transaction are murabahah this transaction before the transaction is not valid
because the first transaction includes bai µdain or dain bi bai¶ bi times the time prohibited by
Syariat.

View from above the third contract, it can be concluded that the concept and
mechanism of this transaction is entirely legal and not prohibited by Syariat. Because there
are conditions that are not fulfilled in the akad-akad akad primarily on the bai µmusawamah
and bai¶ murabahah.

@  $ "   Ö c

It has been described above that the early appearance of this product is the lack of
means of bank liquidity and financial sharia sharia. Kemudain to develop not only liquidity
but also to pembiyaan and short term deposits. The primary purpose of all this is to obtain the
liquid fresh funds but also beneficial for the people concerned.

Special deposits for short-term purpose is how to get bank funds are fresh and cheap
customers still get the results from the funds loaned to the bank. This concept is the same as
the actual interest rate (fixed return) to avoid but that does not use hilah said riab namely
dperantarai sale and purchase murabahah. So the goal from the beginning of the bank intend
to get the cash, with a number of funds that pay more in the future with hilah through
contract, the appointment of representatives and the MoU as if this transaction is permitted by
sharia. So basically this transaction motive is the same with the conventional.

Figure 4.2

Position of the product CMP views the bank¶s balance sheet

From the image can be seen for the discussion of the CMP margin deposits remain in
the entry category pasiva, in the management of bank entry in syariah bank fund
management. Based on the picture of the purpose of this product is the selectivity of public
funds to save more kebank sharia. Featured margin offered is fixed or fixed return guaranteed
by the bank.

Has been mentioned above that seen when the determination of margin does not have
anyone with usury. But the reason this is different from the lap due to a hilah that allows
freedom from usury because the procedures are made in such a way. To use hilah transaction,
the legal scholars-holds valid only as long as does not damage the fundamental, basic
principles of the sharia principles, or impair the benefits. However, the most important
problem is the intention, any act occurred basically because of the intention, and everyone
will get a reward based on the intention to do all things.

When someone good intention, can be done in the receipt, what if the intention is
wrong, say it can be done wrong.

The scholars make a rule; ³The standard in each transaction is the meaning of meaning
(which dikandung) and goals (it) is not in the form of formal or text-lafalnya´

Connection with this Qoyyim Ibn Al-Jauziyyah as cited by Haroen Nasrun states; ³who
examine the (understand) in depth resources syara µakan clear that for asy-syari¶ cancel
spelling-pronunciation dituju by the perpetrator (a contract) is not the fact and meaning of
actual goods ««.. who does not memperhatikantujuan-purpose bebragai the contract and
the (running) in accordance with the contract will result in the form of formal to leave (not
melaknat) people of the wine rack ((used for wine) and let each person to do so, despite clear
objective unutk khamr «.. make that goal a goal-confidence and confidence can be a
benchmark in many different forms of legal action and the expression-expression, as well as
problems that occur in practice with brkaitan-taqarrub and practice of worship (Allah). The
purpose, intent, and confidence to create something to be halal, haram, valid, imperfect,
obedient, maksiat, as was the goal in ibdaha make it mandatory, is recommended
(circumcision), forbidden, valid or imperfect.

Indeed intention can not be seen by eye but if the intention can be so has become a
trend or a motif so that together with this trend indicate intention. In exchange measure this
problem can not be seen only from individuals in the meilhat what motive and purpose, but
must view the macro.

From the beginning that the intention is clear Sharia bank products glance This is not
the remote berbedda with conventional products. menghalalkan With the many different ways
or hilah so that their destination is reached. Had this product CMP objeknya changed kepasar
spot is no longer interesting for the perpetrators of this tranasksi, because it is not liquid
anymore.

Has been mentioned above that the practice Commodity murabahah similar deposit at
this time (similar to / like) with a certificate of deposit, which means you can diperjualbelikan
again. Because this product is similar to the product said it could be the conventional goal of
this product is also used to make speculations. Where is speculation at this time contains
many more aspects of gharar (vagueness). With this product will increase the concentration
of money pda monetary sector.

@'
 (/#    

In Kekinian To this the scholars still argue about the transaction between tawarruq this
can not and this transaction. The main reason for allowing the problem is related illat. If illat
the mengharamkannya has been removed hilah with the way the transaction is allowed are
more on the counter and intention maslahah mafsadahnya incurred from the transaction.
Islamic fiqh Academy, the state of Islamic countries that joined in OKI its annual
conference in the session to 15 in the city of Mecca, has issued a resolution in support
perbolehkannya transaction tawarruq, provided, the buyer does not re-sell the goods that have
been in belinya with the seller first a lower price, directly or indirectly, that is the case, it is
entered in a transaction that contains usury. However, the general Academy Jeddah Islamic
fiqh, on the session to the 17 annual conferences, a look that Tawarruq practiced by Financial
Institutions for Sharia law is illegal or prohibited.

Tawarruq structure in the adoption of Financial Institutions by Sharia (LKS) is now the
structure is different from the classical tawarruq or tawarruq fighi. Tawarruq structure that
has been modified by the banks and sharia have a variety of different purposes between the
Bank syariah banks with sharia the other, which is known by the name of tawarruq munazam
or regulated tawarruq or organized tawarruq. Stock tawarruq fiqhi or classic and tawwaruq
munazam can be summarized as follows:

The scholars who allow the implementation of this tawarruq munazam holds that if
each step of the procedure in lalui in processnya accordance with the principles of sharia.
then there is no reason not to say that all procedures are valid. The scholars who support
tawarruq munazam that the transaction is very similar to the tawarruq fighi, only the more
well oranized (regular) to be more smooth and quick process.

The arguments of the scholars on the contra tawarruq Munazam namely: If the seller
sells the goods with the price is higher than the market price to mutawarriq, as a result of the
pending payment / installment with. With such means tawarruq munazam are indications of
cooperation between the Bank and its customers that aims to provide fresh funds to the credit
obligations nasbahahnya or banknya. So that the principle of intention-objektifitas of
intention has been described in the discussion of the motives-in this context is relevant. Hilah
second problem that is used by scholars who see the existence of contra hilah or engineering
to do the things in the Disallow, the indications to get to the usury which is permanent.
Through some process, Bank Syariah only role as a mediator who does not really seriously
interested in the sale and purchase commodities or commodities entering international
markets. So also its customers, does not intend to have a commodity or in the case of a
particular case does not know about the process manahu sale and purchase commodities.
Because the main goal is just to get cash from the bank immediately (if the customer¶s pen-
shaped deposits), with debt to be paid with the installment. Therefore, some of the Ulama
regard to this transaction is a transaction Ribawi

In relation to point two above is the main illat and hilah. Where to usury or the causes
which forbid usury transactions containing pro tawarruq scholars who use hilah. However,
the counter not only stop at the hilah they put more trasaksi hidden wisdom behind it. They
see morality more the perpetrators rather than the formality transactions. According to the
author in setting a legal illat is not enough but also need to see hikmahnya. This is necessary
because the connection with the hiyal used to melegalkan a transaction muamalah. So, in the
usury law in Islam is only a legal related forms only outside or formalitasnya course, there is
no place for the moral to speak. Fiqh law should be able to run its function as a controller
formal legal laws and moral ethics also checker community.

Back on the tawarruq munazam, the results of the research Ulama, tawarruq munazam
have violated some of the restrictions mentioned in the hadist
5. Explicit with the same formation in inah, because komoditinya back to the original
seller.

6. Where on the sale and purchase transaction for this benefit through the loan. So the
purpose of the tawarruq munazam this is the exchange of cash with debt greater than value.
That¶s why tawarruq munazam can not meet qualifikasi as a financing alternative to
conventional financing on the interest-based (interest / usury).

7. One thing that is also criticized by many of the scholars who do not agree with the
implementation of the transaction tawarruq munazam this is: buy commodities in the
international market is a reflection of the transaction ribawi, namely al fadl usury, which is
prohibited.

8. And last Jeddah Islamic Figh Academy, in its annual conference to the 17, does not
give consent on tawarruq munazam practices that apply in some Bank Syariah at this time,
karenakan in practice this is just a paper at the top to get the cash.

@!  c +!   (/-

This question was also haunt the author. To answer the question that needs to
remember is this problem including problems ijtihadi that can change according to changes in
place, situation, time, and because of social changes. Ijtihadi be changing the law is Islamic
law based on the principle that has been agreed by all fuqaha (fiqh experts) and ushuliyin
(fiqh experts ushul) states that;

ϝ ΍ ϭ Ρ΃ϝ΍ ϭ Γϥϙ ϡ ΃ ϝ ΍ ϭ Γϥϡί΃ϝ΍ έϱύΕΏ ϡ΍ϙΡ΃ϝ΍έϱύΕ

³Law is the law can be changed according to changes of time, place and circumstances
³

΍ϡ Ω ωϭ ΍ ΩϭΝϭ Γ ϝωϝ΍ ωϡ έϭΩϱϡϙΡϝ΍

´ Law rotate with illatnya (the cause of law) whether there is a lack of law and ³

M. Nejatulah Sidqi provide answers about the great questions above. First fuqaha the
situation is different and the macro-economic analysis tools needed to find mafsadah from
tawrruq not have an effect at the time. The second mafsadah¶s tawarruq the economy as a
whole at this time does not exist at that time. As in the case of the benefits of a particular
individual easily found.

He reasoned that the economy of debt at that time was not a part of at the moment.
Money at the time was not based on debt. No walupun even slightly resemble the debt market
as at this time. Vendors speculation at that time focused on the real price of goods and
services than intrumrnt debt. Orisil economic fluctuations occur at the time of drought,
famine, crop failure or large scale changes in the population than in the financial sector,
business debt financing as a second choice etc..

@.Ö  ! 0   $ -


It has been described above that the contract used in the concept of Commodity
murabahah is tawarruq akad. As the author ungkapkan before that to see if this product
according to the sharia or not is not only seen from the scheme or akan transaskinya flow but
should also be seen from the economic aspect as well. From the writers of literature in
general get that this concept gives mafsadah greater than maslahahnya.

Essence of the concept of CMP is to use tawarruq contract and the main goal of this
concept is how to obtain liquidity both in terms of the customers in terms of the bank or the
bank itself. Authors concur with the M. Nejatullah Sidqi that the concept of tawarruq this
mafasdahnya greater than maslahahanya if dilhat in terms of public interest. Below is a
mafsadah has Sidqi be by:

1) The establishment of debt Tawarruq which tend to increase in volume.

2) The exchange (exchange) with the money now money dikemudian days is not fair in
terms of perspectives, including the risks and uncertainties.

3) This is the Maintenance of debt on a continual basis, such as the direction of the
gambling transaction speculation

4) This is based on the financial debt (debt finance), which continuously, increase the
stabilan in ekonomy. In debt-based economy, money suplay linked to the debt
which is increasing tendency kedepannya (expantion) inflation hikes.

5) This is the injustice in income distribution and welfare. Financial and debt based on
ongoing, ketidakefesienan in the allocation of resources.

6) With pengkonsolidasian debt-based financing (debt financing) contribute to increase


the levels (level) concerns and damage (destruction) environment.

If viewed from the point of view of banking, mafsadah incurred is as follows:

1. Beginning of the first Islamic bank emerging (sharia) is to eliminate the usury
jargonnya profit and loss sharing. To this jargon is not realized. Because the
composition of a large murabahah is used. CMP with the short-term deposits that
are bound on the derivatives market will steer the bank¶s initial concept. In the end
the paradigm berpikirnya bank syariah same paradigm with the conventional banks.

2. Bale-bale the sharia mengerucut to the development of the concept Tawarruq /


Tawriq in the form of Commodity murabahah was only profitable because of the
few functions that negate most digembar-rant in the sharia banking as¶ the true
financial intermediary between financial sector and the real sector µ. And only this
product berkutat in the financial sector only

3. As described beginning on this product to the more focused and institution-korporate


example of fact is HSBC bank sharia issue when this product is that customers
become Danamon Sharia-bank. This means the funds the bank syariah akan increase
the concentration of funds in the financial sector as well as conventional. And that is
only a few people enjoy it. Morality-ta µin the economic-awun not realized that
there is profit morality
4. If sharia banks are doing more transactions Commodity murabahah to attract savings
/ deposits from customers murabahah local purchase and then komoditasnya out-of-
kelondon happens is that the cash outflow from the large-scale local to foreign
country is in need of funds to finance a major development sectors riilnya. This will
increase the suffering people of Indonesia. And the function of sharia banks in
Indonesia to attend the financial sector as a link with the real sector.

5. Diterapakan practice that this is a type of deposit certificate of deposit (CD) means
that this deposit can diperjualbelikan again. So there is no difference with the
existing conventional. This CD includes products used derifativ form. This means
this product on akhirnaya activities will lead to speculation that penuih with gharar
aspects.

6. This product will add a gap (discrepancy) between the real sector and monetary
(financial) greater. Where is the imbalance the real sector and financial rasionya at
this time has been reached 6:500. The greater this discrepancy shows the high level
of poverty and unemployment in the real world.

From the description above can be concluded that the author mafsadah incurred greater
than that obtained in the maslahah. Given that in one of the sources of law saddu dzari¶ah
(tidakan preventive) where we must take action before going marabahaya prevention and
fiqhiyah under this rule;

Ρϝ΍ ι
ϡϝ΍ Ώϝ Ν ϯϝω ϡΩ ϕϡ Ω α΍ ϑ
ϡϝ΍ ˯έΩ

³Avoiding damage / risk is more interesting precedence over expediency´

ϝ΍ ί ϱ έ΍έ ν
ϝ΍

³Marabahaya is eliminated´

So in order to avoid a larger mafsadah again, this practice is prohibited because the
transaction does not comply with the objectives of the Islamic sharia (syariah maqasid)
maintain the property. Property here is not a private property but also in the sense of a
country property.

You might also like