Professional Documents
Culture Documents
HASIL PENELITIAN
HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN ANEMIA
DI RUMAH SAKIT BERSALIN SIT I KHADIJAH IV MAKASSAR
PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008
OLEH:
FIKA W. FAHRIANSJAH
PEMBIMBING
dr. M. RUM RAHIM, M.Kes
1. 4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat teoritik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan kesehatan
masyarakat, terutama pentingnya pemeriksaan kehamilan untuk menghindari terjadinya anemia
dalam kehamilan.
1.4.2. Manfaat Praktis Langsung
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam rangka meningkatkan upaya
pencegahan anemia di Rumah Sakit Bersalin Siti Khadijah IV Makassar.
1.4.3. Bagi Peneliti Sendiri
Merupakan pengalaman berharga dan wadah latihan untuk memperoleh wawasan dan
pengetahuan dalam rangka penerapan ilmu pengetahuan yang telah diterima selama kuliah.
1.4.4 Bagi Rumah Sakit Bersalin Siti Khadijah IV Makassar
Sebagai bahan masukan dalam hal perencanaan dan penanggulangan faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian ibu hamil dan diharapkan para dokter dan bidan memantau ibu hamil
dengan memeriksa kadar hemoglobin pada setiap wanita hamil.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendahuluan
Sampai saat ini tingginya angka kematian ibu di Indonesia masih merupakan masalah yang
menjadi prioritas di bidang kesehatan. Di samping menunjukkan derajat kesehatan masyarakat,
juga dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat dan kualitas pelayanan kesehatan.
Penyebab langsung kematian ibu adalah trias perdarahan, infeksi, dan keracunan kehamilan.
Penyebab kematian langsung tersebut tidak dapat sepenuhnya dimengerti tanpa memperhatikan
latar belakang (underlying factor), yang mana bersifat medik maupun non medik. Di antara
faktor non medik dapat disebut keadaan kesejahteraan ekonomi keluarga, pendidikan ibu,
lingkungan hidup, perilaku, dan lain-lain. (1,4)
Status kesehatan ibu, menurut model Mc Carthy dan Maine merupakan faktor penting dalam
terjadinya kematian ibu. Penya¬kit atau gizi yang buruk merupakan faktor yang dapat
mempenga¬ruhi status kesehatan ibu. Rao (1975) melaporkan bahwa salah satu sebab kematian
obstetrik tidak langsung pada kasus kema¬tian ibu adalah anemia. Anemia merupakan salah satu
sebab kematian ibu, demikian juga WHO menyatakan bahwa anemia merupakan sebab penting
dari kematian Anemia pada kehamilan juga berhubungan dengan meningkatnya kesakitan ibu.
(2,3,5)
Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan.
Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka
kematian perinatal meningkat. Di samping itu, perdarahan antepartum dan postpartum lebih
sering dijumpai pada wanita yang anemis dan lebih sering berakibat fatal, sebab wanita yang
anemis tidak dapat mentolerir kehilangan darah. Dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari
keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan abortus, partus
imatur/prematur), gangguan proses persalinan (inertia, atonia, partus lama, perdarahan atonis),
gangguan pada masa nifas (subinvolusi rahim, daya tahan terhadap infek¬si dan stres kurang,
produksi ASI rendah), dan gangguan pada janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR,
kematian peri¬natal, dan lain-lain). (2,6)
Prevalensi anemia pada wanita hamil di Indonesia berkisar 20-80%, tetapi pada umumnya
banyak penelitian yang menunjukkan prevalensi anemia pada wanita hamil yang lebih besar dari
50%. Juga banyak dilaporkan bahwa prevalensi anemia pada trimester III berkisar 50-79%.
Affandi menyebutkan bahwa anemia kehamilan di Indonesia berdasarkan data Departemen
Kesehatan tahun 1990 adalah 60%. Penelitian selama tahun 1978-1980 di 12 rumah sakit
pendidikan/rujukan di Indo¬nesia menunjukkan prevalensi wanita hamil dengan anemia yang
mela¬hirkan di RS pendidikan/rujukan adalah 30,86%. Prevalensi tersebut meningkat dengan
bertambahnya paritas. Hal yang sama diperoleh dari hasil SKRT 1986 dimana prevalensi anemia
ringan dan berat akan makin tinggi dengan bertambahnya paritas. Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) melaporkan bahwa prevalensi anemia pada kehamilan secara global 55% dimana secara
bermakna tinggi pada trimester ketiga dibandingkan dengan trimester pertama dan kedua
kehamilan. (2,4)
Anemia karena defisiensi zat besi merupakan penyebab utama anemia pada ibu hamil
dibandingkan dengan defisiensi zat gizi lain. Oleh karena itu anemia gizi pada masa kehamilan
sering diidentikkan dengan anemia gizi besi Hal ini juga diungkapkan oleh Simanjuntak tahun
1992 bahwa sekitar 70 % ibu hamil di Indonesia menderita anemia gizi.
Indonesia, prevalensi anemia tahun l970–an adalah 46,5–70%. Pada SKRT tahun 1992 dengan
angka anemia ibu hamil sebesar 63,5% sedangkan data SKRT tahun 1995 turun menjadi 50,9%.
Pada tahun 1999 didapatkan anemia gizi pada ibu hamil sebesar 39,5%. Propinsi Sulawesi
Selatan berdasarkan SKRT pada tahun 1992 prevalensi anemia gizi khususnya pada ibu hamil
berkisar 45,5 – 71,2% dan pada tahun 1994 meningkat menjadi 76,17% 14,3 % di Kabupaten
Pinrang dan 28,7% di Kabupaten Soppeng dan tertinggi adalah di Kabupaten Bone 68,6% (1996)
dan Kabupaten Bulukumba sebesar 67,3% (1997). Sedangkan laporan data di Kabupaten Maros
khususnya di Kecamatan Bantimurung anemia ibu hamil pada tahun 1999 sebesar 31,73%, pada
tahun 2000 meningkat menjadi 76,74% dan pada tahun 2001 sebesar 68,65%.(2)
Prevalensi anemia yang tinggi dapat membawa akibat negatif berupa gangguan dan hambatan
pada pertumbuhan, baik sel tubuh maupun sel otak dan kekurangan Hb dalam darah
mengakibatkan kurangnya oksigen yang dibawa/ditransfer ke sel tubuh maupun ke otak. Pada
ibu hamil dapat mengakibatkan efek buruk pada ibu itu sendiri maupun pada bayi yang
dilahirkan. Studi di Kualalumpur memperlihatkan terjadinya 20 % kelahiran prematur bagi ibu
yang tingkat kadar hemoglobinnya di bawah 6,5gr/dl. Studi lain menunjukkan bahwa risiko
kejadian BBLR, kelahiran prematur dan kematian perinatal meningkat pada wanita hamil dengan
kadar hemoglobin kurang dari 10,4 gr/dl. Pada usia kehamilan sebelum 24 minggu dibandingkan
kontrol mengemukakan bahwa anemia merupakan salah satu faktor kehamilan dengan risiko
tinggi. (2)
2.2 Defenisi
Anemia pada wanita tidak hamil didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin yang kurang dari
12 g/dl dan kurang dari 10 g/dl selama kehamilan atau masa nifas. Konsentrasi hemoglobin lebih
rendah pada pertengahan kehamilan, pada awal kehamilan dan kembali menjelang aterm, kadar
hemoglobin pada sebagian besar wanita sehat yang memiliki cadangan besi adalah 11g/dl atau
lebih. Atas alasan tersebut, Centers for disease control (1990) mendefinisikan anemia pada
kehamilan sebagai kadar hemoglobin kurang dari 11 g/dl pada trimester pertama dan ketiga, dan
kurang dari 10,5 g/dl pada trimester kedua. (7)
Penurunan sedang kadar hemoglobin yang dijumpai selama kehamilan pada wanita sehat yang
tidak mengalami defisiensi besi atau folat disebabkan oleh penambah volume plasma yang relatif
lebih besar daripada penambahan massa hemoglobin dan volume sel darah merah.
Ketidakseimbangan antara kecepatan penambahan plasma dan penambahan eritrosit ke dalam
sirkulasi ibu biasanya memuncak pada trimester kedua. Istilah anemia fisiologis yang telah lama
digunakan untuk menerangkan proses ini kurang tepat dan seyogyanya ditinggalkan. Pada
kehamilan tahap selanjutnya, ekspansi plasma pada dasarnya berhenti sementara massa
hemoglobin terus meningkat. (7)
Selama masa nifas, tanpa adanya kehilangan darah berlebihan, konsentrasi hemoglobin tidak
banyak berbeda dibanding konsentrasi sebelum melahirkan. Setelah melahirkan, kadar
hemoglobin biasanya berfluktuasi sedang disekitar kadar pra persalinan selama beberapa hari
dan kemudian meningkat ke kadar yang lebih tinggi daripada kadar tidak hamil. Kecepatan dan
besarnya peningkatan pada awal masa nifas ditentukan oleh jumlah hemoglobin yang bertambah
selama kehamilan dan jumlah darah yang hilang saat pelahiran serta dimodifikasi oleh penurunan
volume plasma selama masa nifas. (7)
Walaupun sedikit lebih sering dijumpai pada wanita hamil dari kalangan kurang mampu, anemia
tidak terbatas hanya pada mereka. Frekuensi anemia selama kehamilan sangat bervariasi,
terutama bergantung pada apakah selama hamil wanita yang bersangkutan mendapat suplemen
besi. (5)
Gambar 1 : Gambaran Sel darah merah yang normal dan sel darah merah yang menderita
anemia(8)
2.3 Pembagian Anemia
Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb) dalam darahnya kurang dari 12 gr%
(Wiknjosastro, 2002). Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar
haemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar <10,5 gr% pada trimester II
(Saifuddin, 2002). Anemia dalam kehamilan yang disebabkan karena kekurangan zat besi, jenis
pengobatannya relatif mudah, bahkan murah. (9,10,11)
Darah akan bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut Hidremia atau
Hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel darah kurang dibandingkan dengan bertambahnya
plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Perbandingan tersebut adalah sebagai berikut:
plasma 30%, sel darah 18% dan haemoglobin 19%. Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah
dimulai sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 36
minggu (Wiknjosastro, 2002). Secara fisiologis, pengenceran darah ini untuk membantu
meringankan kerja jantung yang semakin berat dengan adanya kehamilan. (9,10,11)
Pada kehamilan kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu peningkatan produksi
eritropoietin. Akibatnya, volume plasma bertambah dan sel darah merah (eritrosit) meningkat.
Namun peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan
dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin (Hb) akibat
hemodilusi. (11)
Anemia secara praktis didefenisikan sebagai kadar Ht, konsentrasi Hb atau hitung eritrosit
dibawah batas normal. Namun nilai normal yang akurat untuk ibu hamil sulit dipastikan karena
ketiga parameter laboratorium tersebut bervariasi selama periode kehamilan. Umumnya ibu
hamil dianggap anemik jika kadar hemoglobin di bawah 11 gr/dl atau hematokrit kurang dari
33%. Namun, CDC membuat nilai batas khusus berdasarkan trimester kehamilan dan status
merokok. Dalam praktek rutin, konsentrasi Hb kurang dari 11 gr/dl pada akhir trimester pertama
dan < 10 gr/dl pada akhir trimester kedua dan ketiga ketiga diusulkan menjadi batas bawah untuk
mencari penyebab anemia dalam kehamilan. Nilai-nilai ini kurang lebih sama nilai Hb terendah
pada ibu-ibu hamil yang mendapat suplementasi besi, yaitu 11,0 gr/dl pada trimester pertama dan
10,5 gr/dl pada trimester kedua dan ketiga. (11)
Anemia terjadi saat:
1. Tubuh kehilangan banyak darah (siklus haid yang banyak, penyakit tertentu, trauma/luka
dengan perdarahan) atau
2. Tubuh memiliki masalah dalam pembentukan sel darah merah
3. Sel darah merah rusak atau mati lebih cepat dari kemampuan tubuh memproduksi sel darah
merah yang baru
4. Lebih dari satu keadaan di atas terjadi bersamaan(9,10,11)
2.4. Klasifikasi Anemia dalam Kehamilan
Terdapat banyak jenis anemia dengan penyebab yang berbeda:
1. Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang sering terjadi bila tubuh kekurangan zat
besi. Tubuh kita memerlukan zat besi untuk membentuk hemoglobin. Seseorang dapat
kekurangan zat besi karena kehilangan darah. Pada perempuan, kehilangan zat besi dan sel darah
merah saat perdarahan yang banyak dan cukup lama misalnya pada persalinan. Perempuan juga
dapat mengalami kekurangan besi dan sel darah merah pada keadaan tumor rahim (uterine
fibroid) yang dapat berdarah perlahan-lahan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan kehilangan
zat besi dan sel darah merah adalah ulkus, polip pada usus besar, atau kanker kolon (usus besar),
pemakaian aspirin atau obat penghilang nyeri lainnya, infeksi, luka yang berat, pembedahan.
Makan makanan yang rendah zat besi juga bisa mengakibatkan anemia defisiensi besi. Sumber
makanan yang mengandung banyak zat besi adalah daging, ikan, ternak, telur, produk susu atau
makanan yang diperkaya zat besi. (9,10,11)
2. Anemia defisiensi vitamin (anemia megaloblastik)
Kekurangan vitamin B12 atau folat adalah penyebab anemia jenis ini. Anemia defisiensi B12
(anemia pernisiosa) adalah anemia yang terjadi karena tubuh kekurangan vitamin B12,
sedangkan tubuh memerlukannya untuk membuat sel darah merah dan menjaga sistem saraf
bekerja normal. Hal ini biasa didapatkan pada orang yang tubuhnya tidak dapat menyerap
vitamin B12 karena gangguan usus atau sistem kekebalan tubuh atau makan makanan yang
kurang B12.
Vitamin B12 terdapat pada makanan yang berasal dari binatang.
Kekurangan vitamin B12 dapat menyebabkan rasa kebas di tungkai dan kaki, gangguan berjalan,
mudah lupa dan gangguan penglihatan. Terapi sesuai penyebabnya. Folat atau asam folat juga
diperlukan dalam pembentukan sel darah merah, jika terjadi anemia jenis ini timbul saat kita
tidak mengkonsumsi folat dalam jumlah cukup atau ada gangguan penyerapan folat dalam usus.
Anemia ini juga dapat terjadi pada kehamilan trimester ketiga disaat tubuh ibu memerlukan
banyak folat. Folat ditemukan pada makanan seperti sayuran berdaun hijau, buah-buahan,
kacang-kacangan dan biji-bijian. Folat juga terdapat pada roti, pasta dan sereal yang difortifikasi.
(9,10,11)
2.5 Diagnosis
Diagnosis anemia dalam kehamilan untuk menegakkan diagnosis anemia dalam kehamilan dapat
dilakukan dengan:
1. Anamnesis
Pada anamnesis ditanya mengenai riwayat penyakit sekarang dan riwayat penyakit dahulu,
riwayat gizi, anamnesis mengenai lingkungan fisik sekitar, apakah ada paparan terhadap bahan
kilia atau fisik serta riwayat pemakaian obat. Riwayat penyakit keluarga juaga ditanya untuk
mengetahui apakah ada faktor keturunan. (9,10,11)
2. Pemeriksaan fisik(9,10,11)
Pemeriksaan dilakukan secara sistematik dan menyeluruh, antara lain:
a. Warna kulit : pucat, sianosis, ikterus, kulit telapak tangan kuning seperti jerami
b. Kuku : koilonychias (kuku sendok)
c. Mata : ikterus, konjugtiva pucat, perubahan pada fundus
d. Mulut : ulserasi, hipertrofi gusi, atrofi papil lidah
e. Limfadenopati, hepatomegali, splenomegali
Penegakan diagnosis
Evaluasi awal pada wanita hamil dengan anemia sedang adalah pengukuran hemoglobin,
hemaokrit, dan indeks-indeks sel darah merah, pemeriksaan cermat terhadap sedian apus darah
tepi; preparat sel sabit apabila wanita yang bersangkutan keturunan Afrika; dan pengukuran
konsentrasi besi atau ferritin serum, atau keduanya. Gambaran morfologis klasik anemia
defisiensi besi-hipokromia dan mikrositosis dan mikrositosis eritrosit tidak begitu menonjol pada
wanita hamil dibandingkan pada wanita tidak hamil dengan kosentrasi hemogolobin yang sama.
Anemia difesiensi besi tingkat sedang selama kehamilan contohnya, konsentrasi hemoglobin
9g/dl,biasanya tidak disertai perubahan morfologis eritrosit yang nyata. Namun, dengan derajat
anemia defisiensi besi sebesar ini, kadar feritin serum lebih rendah daripada normal, dan
pewarna besi pada sumsum tulang memberi hasil negatif. Kapasitas serum untuk mengikat besi
(serum iron-binding capacity) meningkat, tetapi kapasitas ini saja tidak banyak bernilai
diagnostic karena kapasitas ini juga meningkat pada kehamilan normal tanpa defisiensi besi.
Hyperplasia normoblastik sedang pada sumsum tulang juga sama dengan yang terjadi pada
kehamilan normal. Karena itu, anemia defisiensi besi pada kehamilan terutama merupakan
konsekuensi dari ekspansi volume darah tanpa ekspansi normal massa hemogolobin ibu.
(7,9,10,11)
Kadar ferritin serum normalnya menurun selama kehamilan (Godenberg dkk, 1996). Kadar yang
kurang dari 15 mg/l memastikan anemia difisiensi besi (centers for disease control and
prevention, 1989). Namun, Van Den Broek dkk (1998) menyajikan bukti bahwa titik patokan
(cutoff point) 30 mg/l memiliki nilai prediksi positif 85 persen dan nilai prediksi negatif 90%.
Secara pragmatis, diagnosis defisiensi besi pada wanita hamil dengan anemia sedang biasanya
bersifat presumtif dan terutama didasarkan pada ekslusi kausa anemia yang lain. (7,9,10,11)
Apabila wanita hamil dengan anemia defisiensi besi tingkat sedang diberi terapi besi yang
memadai, akan terdeteksi respons hematologist berupa peningkatan hitung retikulosit. Laju
peningkatan konsentrasi hemgolobin atau hematokrit cukup bervariasi, tetapi biasanya lebih
lambat dibanding pada wanita tidak hamil. Penyebabnya terutama berkaitan dengan perbedaan
volume darah, dan pada separuh terakhir kehamilan, terjadi penambahan hemoglobin baru
kedalam volume sirkulasi yang lebih besar. (7,9,10,11)
Terapi
Tujuan terapi adalah koreksi defisit massa hemoglobin dan akhirnya pemulihan cadangan besi.
Kedua tujuan ini dapat dicapai dengan senyawa besi sederhana ferro sulfat, fumarat, atau
glukonat per oral yang mengandung dosis harian sekitar 200 mg besi elemental. Apabila wanita
yang bersangkutan tidak dapat atau tidak mau mengkonsumsi preparat besi oral, ia diberi terapi
parental (Andrews, 1999; Hallak dkk., 1997). Untuk mengganti simpanan besi, terapi oral harus
dilanjutkan selama 3 bulan atau lebih setelah anemia teratasi. Transfuse sel darah merah atau
darah lengkap jarang diindikasi untuk mengobati anemia defisiensi besi kecuali apabila juga
terdapat hepovolemia akibat perdarahan atau harus dilakukan suatu tindakan bedah darurat pada
wanita dengan anemia berat. (7)
Terapi
Asam folat, makanan bergizi, dan zat besi. Bahkan hanya 1 mg asam folat yang diberikan per
oral setiap hari sudah dapat menimbulkan respons hematologis yang nyata. Dalam 4 sampai 7
hari setelah awal pengobatan, hitung retikulosit akan meningkat secara bermakna, sedangkan
leucopenia dan trombositopenia akan segera terkoreksi. Kadang-kadang laju peningkatan
konsentrasi hemoglobin atau hematokrit tidak terlalu besar, terutama apabila dibandingkan
dengan retikulositosis yang biasanya mencolok segera setelah terapi dimulai. (7)
Pencegahan
Makanan yang cukup mengandung asam folat mencegah anemia megaloblastik. Telah banyak
perhatian dipusatkan pada peran defisiensi folat pada pembentukan defek tabung saraf (neural –
tube defect) Temuan-temuan ini mendorong Centers for Disease control (1992) dan American
college of obstetricians and Gymecologists (1996) mengeluarkan anjuran bahwa semua wanita
usia subur mengkonsumsi paling sedikit 0,4 mg asam folat setiap hari. Tambahan asam folat
diberikan pada keadaan-keadaan kebutuhan folat sangat meningkat, misalnya pada kehamilan
multijanin atau anemia hemolitik, misalnya penyakit sel sabit. Indikasi lain adalah penyakit
peradangan kulit. Terdapat bukti bahwa wanita yang pernah melahirkan janin dengan defek
tabung saraf mengalami penurunan angka kekambuhan apabila mereka mendapat asam folat 4
mg perhari sebelum dan selama awal kehamilan. (7)
2.5.6.1.Sferositosis Herediter
Walaupun sebagian besar disebabkan oleh defisiensi spektrin dominant autosom dengan
penetrasi bervariasi, kelainan dapat juga bersifat resesif autosom dan mungkin disebabkan oleh
defisiensi ankirin atau protein atau kombinasinya (Rosse dan Burn, 1994). Penyakit-penyakit ini
secara klinis ditandai oleh anemia dan ikterus dengan derajat bervariasi akibat hemolisis sel
darah merah mikrosferositik. Pemastian diagnosis adalah dengan membuktikan adanya sferosit
pada apus darah tepi, retikulositosis, dan peningkatan fragilitas osmotik. (7)
Hemolisis dan anemia yang menyertainya bergantung pada keutuhan limpa, yang biasanya
membesar. Splenektomi, walaupun tidak memperbaiki detak membrane, sferositosis, atau
peningkatan fragilitas osmotik, dapat sangat mengurangi hemolosis, anemia berat akibat
percepatan destruksi sel darah merah terjadi pada wanita yang limpanya masih berfungsi. Infeksi
harus dideteksi dan diterapi dengan Negara. (7)
Wanita dengan sferositosis herediter dapat menjalani kehamilan dengan baik. Dianjurkan
pemberia suplemen asam folat. Maberry dkk, (1992) melaporkan di Parkland Hospital pada 50
kehamilan dari 23 wanita dengan sferositosis. Pada kehamilan tahap lanjut, hematoksit bervarisi
dari 23 sampai 41 dan dihitung retikulosit berkisar dari 1 sampai 23 persen. Morbiditas ibu
minimal. Terjadi delapan abortus, dan empat dari 42 bayi lahir preterm, tetapi tidak ada yang
mengalami hambatan pertumbuhan. Infeksi pada empat wanita memperparah hemolisis dan tiga
orang memerlukan transfuse. Hasil-hasil serupa dilaporkan oleh Pajor dkk (1993) pada 19
kehamilan dari delapan wanita Hongaria. (7)
BAB III
KERANGKA KONSEP
Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
BAB IV
METODE PENELITIAN
IV.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode penelitian deskriptif yang dimaksudkan untuk
mendeskripsikan penderita anemia pada kehamilan berdasarkan fakta-fakta yang telah terjadi dan
tercatat di rekam medik pada pasien rawat inap dan rawat jalan di bagian kebidanan Rumah Sakit
Bersalin Siti Khadijah IV Makassar periode Januari-Desember 2008.
IV.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian
Waktu Penelitian :
Sampel :
: Ibu hamil yang dirawat inap dan rawat jalan yang menderita anemia dalam kehamilan di Bagian
Kebidanan Rumah Sakit Bersalin Siti Khadijah IV Makassar periode Januari-Desember 2008.
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode “total sampling”, yaitu semua pasien yang
termasuk dalam populasi.
BAB V
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Siti Khadijah 4 Makassar. Waktu pelaksanaan dari
tanggal 2 Maret 2009-19 Maret 2009. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan
karakteristik ibu hamil dengan kejadian anemia periode Januari 2008-Desember 2009.
Jumlah ibu hamil yang menderita anemia sepanjang periode tersebut sebanyak 51 ibu. Dari 51
ibu yang menderita anemia, 5 ibu tidak di ambil sebagai sampel karena tidak memenuhi kriteria
sampel dan 1 ibu yang tidak diambil sebagai sampel karena tidak ditemukan statusnya. Oleh
karena itu jumlah sampel penelitian ini sebanyak 45 dari 51 populasi.
Adapun hasil pengelolaan data secara lengkap yang diperoleh dari penelitian ini dapat disajikan
dalam table-tabel grafik, sebagai berikut:
Tabel 1. Distribusi Penderita Anemia pada Ibu Hamil Menurut Umur pada pasien yang dirawat
di Rumah Sakit Siti Khadijah 4 Makassar Periode Januari 2008 - Desember 2008
Umur (Tahun) N %
< 25
25-35
>35 11
29
5 24,4
64,4
11,1
Total 45 100
Dari tabel di atas tampak bahwa penderita anemia terbanyak pada ibu hamil usia 25-35 tahun
yaitu sebanyak 25 orang (64,4 %). Angka kejadian anemia pada ibu hamil di atas 35 tahun
tampak kurang dimana ada usia ini sebanyak 5 orang (11,1 %) dan pada usia kurang dari 25
tahun sebanyak 11 orang (24,4 %).
Tabel 2. Distribusi Penderita Anemia pada Ibu Hamil Berdasarkan parietas pada pasien yang
dirawat di Rumah Sakit Siti Khadijah 4 Makassar Periode Januari 2008 - Desember 2008
Parietas (Anak Hidup) N %
<2
2-3
>3 3
16
26 6,7
35,6
57,8
Total 45 100
Dari tabel di atas tampak bahwa ibu yang parietasnya (jumlah anak hidup yang dilahirkan) >3
menderita anemia lebih banyak yaitu 26 ibu (57,8 %), angka kejadian anemia pada ibu yang
parietasnya 2-3 agak menurun yaitu sebanyak 16 ibu (35,6%) sedangkan pada ibu yang
parietasnya lebih <2 jauh lebih sedikit yaitu 3 ibu (10,4%).
Tabel 3. Distribusi Penderita Anemia pada Ibu Hamil Berdasarkan Jarak Kehamilan pada pasien
yang dirawat di Rumah Sakit Siti Khadijah 4 Makassar Periode Januari 2008 - Desember 2008
Jarak Kelahiran (Tahun) N %
<2
≥2 31
14 68,9
31,1
Total 45 100
Dari tabel di atas tampak bahwa ibu hamil yang menderita anemia dengan jarak kehamilan
sebelumnya tampak kurang dari 2 tahun tampak lebih banyak yaitu sebanyak 69 ibu (60%)
dibandingkan ibu hamil yang jarak kehamilan sebelumnya lebih dari 2 tahun yaitu 46 ibu (40%)
dari total penderita anemia yang berjumlah 115 ibu.
Tabel 4. Distribusi Penderita Anemia pada Ibu Hamil Berdasarkan Pendidikan Terakhir pada
pasien yang dirawat di Rumah Sakit Siti Khadijah 4 Makassar Periode Januari 2008 - Desember
2008
Pendidikan Terakhir N %
SD
SMP
SMA
DIPLOMA
S1
S2 1
3
21
5
14
1 2,2
6,7
46,7
11,1
31,1
2,2
Total 45 100
Dari tabel di
atas tampak bahwa ibu hamil yang menderita anemia berdasarkan pendidikan terakhir ibu
adalah terbanyak pada ibu yang pendidikan terakhirnya SMA yaitu 21 ibu (46,7 %), kemudian
14 ibu (31,1 %) pada ibu yang pendidikan terkairnya S1, disusul ibu yang pendidikan terakhirnya
SMP 3 ibu (6,7 %) dan ibu yang berpendidikan terkahir S2 dan SD masing-masing 1 ibu (2,2 %).
Tabel 5. Distribusi Penderita Anemia pada Ibu Hamil Berdasarkan Ibu yang mendapat Asupan
Tablet Tambah Darah pada pasien yang dirawat di Rumah Sakit Siti Khadijah 4 Makassar
Periode Januari 2008 - Desember 2008
Asupan Tablet Tambah Darah (TTD) N %
Ya
Tidak 0
51 0
100
Total 51 100
Dari tabel di atas tampak bahwa ibu hamil yang menderita anemia tidak mendapat Asupan Tablet
Tambah darah (ATD) sama sekali.
Tabel 6. Distribusi Penderita Anemia pada Ibu Hamil Berdasarkan Jumlah Kunjungan Antenatal
Care (ANC) pada pasien yang dirawat di Rumah Sakit Siti Khadijah 4 Makassar Periode Januari
2008 - Desember 2008
Jumlah Kunjungan
Antenatal Care (ANC) N %
<4 Kali
≥4 Kali 0
51 0
100
Total 51 100
Dari tabel di atas tampak bahwa seluruh ibu hamil yang melakukan ANC ≥ 4 kali ternyata
menderita anemia dalam kehamilan.
BAB IV
PEMBAHASAN DAN DISKUSI
Dari hasil pengumpulan data yang telah dilaksanakan di Rumah Sakit Siti Khadijah 4 Makassar
Periode Januari 2008 - Desember 2008 dan telah dilakukan pembasan hasil penelitian sesuai
dengan variabel yang diteliti, sebagai berikut:
1. Umur
Dari hasil penelitian yang kami lakukan ibu hamil yang menderita anemia terdapat pada ibu yang
berusia 25-35 tahun (64,4%). Hal ini sesuai dengan studi survei karakteristik ibu hamil dengan
kejadian anemia di Rumah Sakit H.A. Sultan daeng Raja Kabupaten Bulukumba periode Januari-
Desember 2008 didapatkan bahwa ibu hamil yang menderita anemia terdapat pada umur 25-35
tahun (54,8 %), namun berbeda dengan hasil studi analitik yang dilakukan di Bantimurung pada
tahun 2004 yang mendapatkan jumlah ibu hamil yang menderita anemia justru terdapat pada ibu
yang berusia <25 tahun dan >35 tahun.
Dari hasil penulusuran kepustakaan, umur memberikan kontribusi yang berarti bagi terjadinya
anemia dalam kehamilan. Secara teori usia <25 tahun secara biologis mentalnya belum optimal
dengan emosi yang cenderung labil, mental yang belum matang sehingga mudah mengalami
keguncangan yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat-zat
gizi terkait dengan pemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit yang
sering menimpa di usia ini. Namun untuk melihat kejadian anemia dalam kehamilan harus dilihat
secara holistik, karena ada berbagai faktor yang saling berpengaruh dan tidak menutup
kemungkinan usia yang matang sekalipun untuk hamil yaitu usia 25-35 tahun angka kejadian
anemia jauh lebih tinggi.
2. Parietas
Jumlah ibu hamil yang menderita anemia berdasarkan parietas pada penelitian ini tertinggi
didapatkan pada ibu-ibu yang parietasnya >3, dimana 57,8 % menderita anemia dalam
kehamilan. Hasil yang sama didapatkan dari penelitian pasien anemia pada kehamilan di Rumah
Sakit H.A. Sultan Daeng Raja Kabupaten Bulukumba pada tahun 2009 yaitu 52,2 %.
Parietas adalah jumlah anak yang dilahirkan leh seorang ibu baik lahir hidup maupun lahir mati.
Seorang ibu yang sering melahirkan mempunyai resiko untuk mengalami anemia pada
kehamilan berikutnya apabila tidak memperhatikan nutrisi karena selama hamil zat-zat gizi akan
terbagi untuk ibu dan untuk janin yang dikandungnya.
3. Jarak Kehamilan
Penderita anemia pada ibu hamil dari penelitian ini didapatkan pada ibu yang jarak
kehamilannya < 2 tahun (62 %), hasil yang sama juga didapatkan pada penelitian yang dilakukan
di Rumah Sakit H.A. Sultan Daeng Raja Kabupaten Bulukumba tahun 2009 dengan 60% ibu
hamil yang menderita anemia pada jarak kehamilan < 2 tahun, begitu pula hasil studi analitik
yang dilakukan di Bantimurung tahun 2004 dengan 66,1 % menderita anemia pada responden
yang jarak kehamilannya < 2 tahun.
Jarak kehamilan adalah waktu sejak ibu hamil sampai terjadinya kehamilan berikutnya. Jarak
kehamilan yang terlalu dekat dapat menyebabkan terjadinya anemia, karena kondisi ibu masih
belum pulih dan pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi belum optimal, sudah harus memenuhi
kebutuhan nutrisi janin yang dikandung. Hal nini sesuai dengan pandangan teoritis bahwa
seorang ibu dengan jarak kehamilan < 2 tahun dengan kehamilan sebelumnya sangat rentang
untuk terjadi anemia.
4. Pendidikan Terakhir
Data penelitian menunjukkan bahwa ibu hamil yang menderita anemia berdasarkan pendidikan
terakhir ibu terbanyak pada ibu yang berpendidikan terakhirnya SMA yaitu 46,7%, begitu pula
hasil penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit H.A. Sultan Daeng Raja Kabupaten Bulukumba
ibu yang pendidikan terakhir SMA sebanyak 33,9 %. Secara teoritis pendidikan yang dijalani
seseorang memiliki pengaruh pada peningkatan kemampuan berfikir, dengan kata lain seseorang
yang berpendidikan lebih tinggi akan dapat mengambil keputusan yang lebih rasional, umumnya
terbuka untuk menerima perubahan atau hal baru dibandingkan dengan individu yang
berpendidikan lebih rendah (Depkes RI, 2002). Umur ibu mempengaruhi bagaimana mengambil
keputusan dalam pemeliharaan kesehatannya. Terbukti ibu hamil yang menderita anemia dengan
latar belakang pendidikan S1 dan S2 jauh lebih sedikit.
5. Asupan Tablet Tambah Darah (TTD)
Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa ibu hamil secara keseluruhan tidak mendapat Asupan
Tablet Tambah Darah (TTD) 100% menderita anemia, hal ini dipengaruhi ibu hamil dilakukan
pemeriksaan darah rutin saat persiapan partus saja, sehingga untuk mendeteksi kejadian anemia
pada ibu hamil tidak begitu baik saat melakukan ANC. Hasil yang sama didapatkan dari
penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit H.A. Sultan Daeng Raja Kabupaten Bulukumba
87,8% menderita anemia bagi ibu yang tidak mendapatkan Tablet Tambah Darah. Namun dari
hasil penelitian yang dilakukan Ridwan Amiruddin di Bantimurung menyimpulkan pemberian
TTD tidak berpengaruh dengan kejadian anemia pada ibu hamil.
Pandangan teori menyatakan bahwa anemia yang paling sering dijumpai dalam kehamilan akibat
kekurangan zat besi karena kurangnya asupan unsur besi dalam makanan. Pemberian TTD
sangat berguna untuk mengatasi kekurangan unsur besi pada ibu hamil yang bisa menekan angka
kejadian anemia dalam kaehamilan.
6. Jumlah Kunjungan Antenatal Care (ANC)
Hasil penelitian didapatkan bahwa ibu hamil yang rutin melakukan kunjungan ANC (>4 kali)
justru menderita anemia yaitu 100% %. Hal yang sama didapatkan pada penelitian yang
dilakukan di Rumah Sakit H.A. Sultan Daeng Raja Kabupaten Bulukumba yang mendapatkan
90% ibu hamil yang menderita Anemia justru terdapat pada ibu yang teratur melakukan
kunjungan ANC (>4 kali). Studi analitik yang dilakukan di Bantimurung menyimpulkan bahwa
jadwal kunjungan ANC tidak bermakna dengan kejadian anemia dalam kehamilan. Hal ini
dipengaruhi pada saat ANC tidak dilakukan pemeriksaan darah rutin.
ANC merupakan suatu pelayanan kesehatan obstetrik untuk optimalisasi luaran maternal dan
neonatal melalui serangkain kegiatan rutin selama kehamilan oleh tenaga kesehatan profesional
meliputi pemeriksaan kehamilan sesuai dengan standar pelayanan minimla dilakukan 4 kali.
Kejadian anemia bisa ditekan dengan pemeriksaan ANC yang lebih terarah pada ibu hamil.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian “Hubungan Karakteristik Ibu Hamil dengan Kejadian Anemia di Rumah
sakit Siti Khadijah 4 Makassar” diperoleh kesimpulan bahwa:
1. Umur ibu kurang dari 20 tahun tetap beresiko untuk meningkatkan terjadinya anemia dalam
kehamilan, namun tidak menutup kemungkinan umur yang matang sekalipun sewaktu hamil
tetap bisa menunjukkan angka yang tinggi, karena selain faktor umur masih banyak faktor-faktor
lain yang berpengaruh terjadinya anemia dalam kehamilan.
2. Parietas >3 orang tidak beresiko lebih besar untuk menderita anemia.
3. Jarak kelahiran kurang dari 2 tahun beresiko lebih besr untuk menderita anemia.
4. Pendidikan ibu cukup memberikan pengaruh dalam resiko terjadinya anemia dalam kehamlan.
5. Asupan tablet tambah darah dan ANC memberikan pengaruh yang signifikan untuk terjadinya
anemia dalam kehamilan.
7.2. Saran
1. Perencanaan kehamilan/persalinan sangat penting dilaksanakan pada umur 20-35 untuk
menekan terjadinya anemia.
2. Program KB sangat diperlukan untuk mengatur jarak kelahiran sehingga kelahiran berikutnya
dapat lebih dari dua tahun.
3. ANC dan Asupan TTD perlu menjadi titik perhatian khusus dari para tenaga kesehatan yang
professional untuk melakukan pemeriksaan ANC yang standar dan sesuai prosedur termasuk
pemeriksaan Darah Rutin meskipun tanpa keluhan untuk menekan angka kejadian anemia dalam
kehamilan.
4. Perlu penelitian lebih lanjut terhadap variabel lain yang belum diteliti, misalnya kebiasaan
merokok dan hal yang mungkin menarik untuk dilakukan penelitian adalah faktor social budaya.
DAFTAR PUSTAKA
7. Anonymous. Hubungan Karakteristik Ibu Hamil dengan Kejadian Anemia di PKM Banjaran.
Available from: http://www.one.indoskripsi.com.
2. Amiruddin A, Wahyuddin. Studi Kasus Kontrol Faktor Biomedis Terhadap Kejadian Anemia
Ibu Hamil di Puskesmas Bantimurung. Available from:
http://ridwanamiruddin.wordpress.com/2007/05/24/studi-kasus-kontrol-anemia-ibu-hamil-jurnal-
medika-unhas.
3. Pratomo H dan Wiknjosastro GH, 1995. Pengalaman Puskesmas dalam Upaya Keselamatan
Ibu : Pilot Project di Beberapa Puskesmas. Jurnal Jaringan Epidemiologi Nasional. Edisi 1 tahun
1995, hal. 1-8.
4. WHO, 1992. Report of Working Group on Anemia. WHO Report, pp 17020.
5. McCarthy J and Maine D, 1992. A Framework for Analyzing the Determinants of Maternal
Mortality. Studies in Family Planning Vol 23 Number 1 January/February 1992, pp. 23-33.
6. Soeprono R, 1988. Anemia pada Wanita Hamil. Berkala Ilmu Kedokteran Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada Jilid XX Nomor 4 Desember 1988, hal. 121-135.
7. Suheimi, HK. Anemia dalam Kehamilan. Available from:
http://ksuheimi.blogspot.com/2007/09/anemia-dalam-kehamilan.html.
8. Jauhari N. Tentang Penyakit Anemia. Available from:
http://yudhim.dagdigdug.com/2008/08/13/tentang-penyakit-anemiaa.
9. Rofiq A. Anemia pada Ibu Hamil. Available from:
http://rofiqahmad.wordpress.com/2008/01/24.
10. Anto Dr. Pertanyaan Seputar Anemia. Available from:
http://www.womenshealth.gov/faq/anemia.cfm.
11. Adriaansz G. Asuhan Antenatal. Dalam: Prawiharjo S. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-4. Jakarta:
Bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI, 2008; 278-87.
Diposkan oleh Situs Asrama Medica di 22:53