You are on page 1of 27

DAFTAR MATA UANG NEGARA DI DUNIA BESERTA NILAI DALAM

RUPIAHNYA

NO NAMA NEGARA MATA UANG IDR


1. Afrika Selatan Rand Rp 1283.6821
2. Albania Lek Rp 89.3323
3. Algerian Dinar Algerian Rp 119.8168
4. Amerika Serikat Dollar Amerika Rp 8567.5
5. Andorra Euro Rp 12716.745
6. Argentina Peso Argentina Rp 2098.386
7. Australia Dollar Australia Rp 9222.0537
8. Austria Euro Rp 12716.745
9 Bahama Dollar Amerika Rp 8567.5
10 Bahrain Dinar Rp 22732.6969
11 Bangladesh Taka Rp 117.3912
12 Belanda Euro Rp 12716.745
13 Belarusia Ruble Rp 2.8136
14 Belgia Euro Rp 12716.745
15 Bermuda Dollar Amerika Rp 8567.5
16 Bhutan Ngultrum Rp 192.6796
17 Bolivia Boliviarnus Rp 1234.5101
18 Boston Dollar Amerika Rp 8572.5
19 Brasilia Real Brasilia Rp 5336.51
20 Brunei Darussalam Dollar Brunei Rp 6970.5476
21 Bulgaria Lev Rp 6500.8726
22 Ceylon Rupee Ceylon Rp 699.7333
23 Chili Peso Chili Rp 18.4071
24 Cina Yuan Rp 1319.0815
25 Cekoslowakia Koruna Rp 526.2269
26 Denmark Krone Rp 1705.4163
27 Dominika Peso Dominika Rp 225.7873
28 El Salvador Kolon Rp 979.2828
29 Emirat Arab Dirham Rp 2332.4984
30 Ethiopia Birr Rp 507.9445
31 Filipina Peso Filipina Rp 199.3601
32 Finlandia Euro Rp 12716.745
33 Guatemala Quetzal Rp 1130.7096
34 Haiti Gourde Rp 212.3141
35 Hongaria Forint Rp 47.8591
36 Hongkong Dollar Hongkong Rp 1102.4596
37 Honduras Lempira Rp 453.6566
38 India Rupee Rp 192.5323
39 Inggris Pound Sterling Rp 14164.7623
40 Irak Dinar Irak Rp 7.2741
41 Iran Real Iran Rp 0.8168
42 Irlandia Euro Rp 12716.745
43 Israel Shekel Israel Rp 2524.9996
44 Islandia Krona Rp 76.9732
45 Italia Euro Rp 12716.745
46 Jamaika Dollar Jamaika Rp 100.6328
47 Jepang Yen Rp 106.4841
48 Jerman Euro Rp 12716.745
49 Kamboja Riel Kamboja Rp 2.1078
50 Kanada Dollar Kanada Rp 8951.0395
51 Kazakhstan Tenge Rp 58.8488
52 Kenya Shilling Rp 102.4812
53 Kolombia Peso Kolombia Rp 4.8597
54 Korea Selatan Won Rp 7.9663
55 Korea Utara Won Korea Utara Rp 9.525
56 Kroasia Kuna Rp 1726.5166
57 Kuba Peso Kuba Rp 8574.7723
58 Kuwait Dinar Kuwait Rp 31252.2785
59 Laos New Kip Rp 1.0656
60 Latvia Lat Rp 17970.7562
61 Lebanon Pound Lebanon Rp 5.704
62 Liberia Dollar Liberia Rp 118.2414
63 Libia Dinar Libia Rp 7206.8096
64 Luxemburg Euro Rp 12716.745
65 Malaysia Ringgit Malaysia Rp 2869.9364
66 Malawi Kwacha Rp 56.3036
67 Maldives Rufiyaa Rp 669.4677
68 Malta Euro Rp 12716.745
69 Mauritania Ougulya Rp 31.2871
70 Malvinas Pound Malvinas Rp 14164.7389
71 Maroko Dirham Rp 1117.8776
72 Mesir Pound Rp 1440.9743
73 Mexico Peso Mexico Rp 736.4691
74 Monako Euro Rp 12743.441
75 Mongolia Tugrik Rp 6.774
76 Myanmar Kyat Rp 1332.0229
77 Namibia Dollar Namibia Rp 1287.6552
78 Nepal Rupee Nepal Rp 120.063
79 New Zealand New Zealand Dollar Rp 6789.4214
80 Nicaragua Cordoba Rp 385.1944
81 Nigeria Naira Rp 55.3976
82 Norwegia Krone Rp 1614.7382
83 Oman Riyal Oman Rp 22269.1259
84 Pakistan Rupee Pakistan Rp 101.1564
85 Palestina Shekel Israel Rp 2524.9996
86 Panama Balboa Rp 8573.0572
87 Papua Nugini Kina Rp 3583.3717
89 Paraguay Guarani Rp 2.158
90 Prancis Euro Rp 12743.441
91 Peru Sole Rp 3041.0259
92 Polandia Zloty Rp 3225.8975
93 Portugal Euro Rp 12743.441
94 Qatar Riyal Qatar Rp 2354.0154
95 Rumania Leu Rp 3099.8572
96 Rusia Rouble Rp 313.718
97 Saudi Arabia Riyal Saudi Rp 2285.8476
98 San marino Euro Rp 12743.441
99 Singapura Dollar Singapura Rp 6967.4163
100 Siprus Euro Rp 12743.441
101 Slovenia Euro Rp 12743.441
102 Somalia Shilling Rp 5.358
103 Srilanka Rupee Sri Lanka Rp 78.1165
104 Sudan Pound Sudan Rp 3202.8769
105 Suriah Pound Suriah Rp 180.3977
106 Spanyol Euro Rp 12743.441
107 Suriname Guilder Rp 4785.0963
108 Swedia Krona Rp 1409.5229
109 Swiss Franc Rp 9974.9825
110 Taiwan Dollar Taiwan Rp 299.7325
111 Tanzania Shilling Rp 5.6749
112 Thailand Baht Rp 285.5121
113 Timor Timor Dollar Amerika Rp 8575.2
114 Tunisia Dinar Tunisia Rp 6340.841
115 Turki Lira Rp 5541.5495
116 Uganda Shilling Rp 3.5986
117 Ukraina Hryvnia Rp 1075.7715
118 Uruguay Peso Rp 455.9477
119 Vatikan Euro Rp 12743.441
120 Venezuela Bolivar Rp 1997.0879
121 Vietnam Dong Rp 0.4151
122 Yordania Dinar Rp 12090.1206
123 Yunani Euro Rp 12743.441
124 Zambia Kwacha Rp 1.8198
125 Zimbabwe Dollar Zimbabwe Rp 22.6367

DAFTAR LITERATUR

1. Judul Buku : Makro Ekonomi Indonesia,


Perkembangan Terkini dan Prospek 2003 Daya Saing Indonesia Menghadapi AFTA Simulasi
Utang Luar Negri Indonesia Makro Model Indonesia.
Pengarang : Y.B. Kadarusman, Bernadeta Dwi Suatmi, Silvia Mila Arlini, Rini Setyowati
Dibimbing oleh : H.S.T. Jan (Mantan Chif Economist, Central Planning Bureu Den Haag,
Belanda)
Penerbit : PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002
Warna sampul : Putih abu-abu
2. Judul Buku: Ekonomi Moneter buku 2
Pengarang : Nopirin, Ph.D.
Penerbit : BPFE, Yogyakarta, 2000
Warna sampul : Hitam
3. Judul Buku: Pengantar Ekonomi Makro edisi 6
Pengarang : Prof. Dr. Soediyono, M.B.A
Penerbit : BPFE, Yogyakarta, 2000
Warna sampul : Abu-abu
4. Judul Buku : Ekonomi Makro edisi ke 5 buku 1
Penerbit : Rineka Cipta
Penulis : Rudiger, 1997 Dornbusch, Stanley Fischer
Penerjemah : Drs. Sahat Simamora
Warna Sampul : Merah
 
5. Judul Buku : Kerangka Kebijakan Moneter & Implementasi Di Indonesia
Penulis   : Aulia Pohan
 
Penerbit : Rajawali Pers, 2008
Warna sampul : Hitam dan hijau
 
6. Judul buku : Teori & Implementasi Kebijakan Moneter 
Penulis  : Aulia Pohan

Penerbit : Rajawali Pers, 2008


 

APBN-P DAN RAPBN 2011


(dalam triliun rupiah)
2010 2011
URAIAN
APBN-P RAPBN
A. Pendapatan Negara dan Hibah 992,4 1.086,4
I. Penerimaan Dalam Negeri 990,5 1.082,6
1. Penerimaan Perpajakan 743,3 839,5
a. Pajak Dalam Negeri 720,8 816.4
i. Pajak Penghasilan 362,2 414.5
 PPh Migas 55,4 54.23
 PPh Non-Migas 306,8 60.3
ii. Pajak Pertambahan Nilai 263,0 309.3
iii. Pajak Bumi dan Bangunan 25,3 27.7
iv. BPHTB 7,2 -
v. Cukai 59,3 60.7
vi. Pajak lainnya 3.8 4.2
b. Pajak Perdagangan Internasional 22.6 23.1
i. Bea Masuk 17.1 18.0
ii. Bea Keluar 5.5 5.1
Tax ratio (% thd PDB) 11,9 12,0
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 247,2 243,1
a. Penerimaan SDA 164.7 158.2
i. Migas 151.7 145.3
 Minyak Bumi 112.5 104.7
 Gas Alam 39.2 40.5
ii. Non-Migas 13.0 12.9
 Pertambangan Umum 9.7 9.9
2.9 2.5
 Kehutanan
 Perikanan 0.2 0.1
0.2 0.4
 Panas Bumi
29.5 26.6
b. Bagian Laba BUMN
43.5 43.4
c. PNBP Lainnya
7.9 10.5
 al: Pendapatan DMO
9.5 14.9
d. Penerimaan BLU
1,9 3,7
II. Hibah
1.126,1 1.202,0
B. Belanja Negara
781,5 823,6
I. Belanja Pemerintah Pusat
366,1 410,4
1. Belanja K/L
415,4 413,2
2. Belanja Non K/L
162.7 180.6
a. Balanja Pegawai
112.6 131.5
b. Belanja Barang
95.5 121.7
c. Belanja Modal
105.7 116.4
d. Pembayaran Bunga Utang
71.9 80.4
i. Utang Dalam Negeri
33.8 36.0
ii. Utang Luar Negeri
201.3 184.8
e. Subsidi
144.0 133.8
i. Subsisdi Energi
88.9 92.8
 BBM, LPG & BBN
 Listrik 55.1 41.0
ii. Subsidi Non-Energi 57.3 51.0
 Pangan 13.9 15.3
 Pupuk 18.4 16.4
 Benih 2.3 0.1
 PSO 1.4 1.9
 Kredit Program 2.9 2.6
 Subsidi Pajak/Pajak DTP 18.4 14.8
f. Belanja Hibah 0.2 0.8
g. Bantuan Sosial 71.2 61.5
h. Belanja Lain-lain 32.9 26.3
II. Transfer Ke Daerah 344,6 378,4
1. Dana Perimbangan 314,4 329,1
a. Dana Bagi Hasil 89,6 82,0
b. Dana Alokasi Umum 203,6 221,9
c. Dana Alokasi Khusus 21,1 25,2
2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian 30,2 49,3
a. Dana Otonomi Khusus 9.1 10.3
b. Dana Penyesuaian 21.2 39.0
C. Keseimbangan Primer (28,1) 0,7
D. Surplus/Defisit Anggaran (A - B) (133,7) (115,7)
% Defisit Terhadap PDB (2,1) (1,7)
E. Pembiayaan 133,7 115,7
I. Pembiayaan Dalam Negeri 133,9 118,7
1. Perbankan Dalam Negeri 45.5 7.7
2. Non-perbankan Dalam Negeri 88.4 111.0
a. Penerimaan Privatisasi 1.2 0.3
b. Hasil Pengelolaan Aset 1.2 0.5
c. Surat Berharga Negara (neto) 107.5 125.5
d. Pinjaman Dalam Negeri 1.0 1.0
e. Dana Investasi Pemerintah dan PMN (12.9) (12.8)
II. Pembiayaan Luar negeri (neto) (0,2) (3,0)
1. Penarikan Pinjaman LN (bruto) 70.8 57.1
a. Pinjaman Program 29.4 17.7
b. Pinjaman Proyek Bruto 41.4 39.4
2. Penerusan Pinjaman (SLA) (16.8) (12.0)
3. Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN (54.1) (48.1)
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR
7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa pembangunan nasional merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam
rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa dalam menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang senantiasa bergerak
cepat, kompetitif, dan terintegrasi dengan tantangan yang semakin kompleks serta sistem
keuangan yang semakin maju, diperlukan penyesuaian kebijakan di bidang ekonomi, termasuk
Perbankan;
c. bahwa dalam memasuki era globalisasi dan dengan telah diratifikasi beberapa perjanjian
internasional di bidang perdagangan barang dan jasa, diperlukan penyesuaian terhadap peraturan
perundang-undangan di bidang perekonomian khususnya sektor Perbankan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a, huruf b, dan huruf c di atas,
dipandang perlu mengubah Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dengan
Undang-undang;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 23, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral (Lembaran Negara Tahun 1968
Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2865);
3. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Tahun 1992
Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3472); Dengan Persetujuan
 
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7
TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN.
Pasal I
Mengubah beberapa ketentuan dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 1 diubah, sehingga Pasal 1 seluruhnya berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan,
kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya;
2. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya
dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak;
3. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau
berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran;
4. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran;
5. Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan
perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk Giro, Deposito, Sertifikat Deposito, Tabungan
dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
6. Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan
cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan pemindahbukuan;
7. Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu
berdasarkan perjanjian Nasabah Penyimpan dengan bank;
8. Sertifikat Deposito adalah simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat bukti
penyimpanannya dapat dipindahtangankan;
9. Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu
yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang
dipersamakan dengan itu;
10. Surat Berharga adalah surat pengakuan utang, wesel, saham obligasi, sekuritas kredit, atau
setiap derivatifnya, atau kepentingan lain, atau suatu kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang
lazim diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar uang;
11. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
pemberian bunga;
12. Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak
lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut
setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil;
13. Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain
untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang
dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil
(mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli
barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal
berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan
kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina);
14. Penitipan adalah penyimpanan harta berdasarkan perjanjian atau kontrak antara Bank Umum
dengan penitip, dengan ketentuan Bank Umum yang bersangkutan tidak mempunyai hak
kepemilikan atas harta tersebut;
15. Wali Amanat adalah kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Bank Umum untuk mewakili
kepentingan pemegang Surat Berharga berdasarkan perjanjian antara Bank Umum dengan
emiten Surat Berharga yang bersangkutan;
16. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank;
17. Nasabah Penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk
simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan;
18. Nasabah debitur adalah Nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank
dengan nasabah yang bersangkutan;
19. Kantor Cabang adalah kantor bank yang secara langsung bertanggung jawab kepada kantor
pusat bank yang bersangkutan, dengan alamat tempat usaha yang jelas dimana kantor cabang
tersebut melakukan usahanya;
20. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang yang
berlaku;
21. Pimpinan Bank Indonesia adalah pimpinan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
yang berlaku;
22. Pihak Terafiliasi adalah:
a. anggota dewan komisaris, pengawas, direksi atau kuasanya, pejabat, atau karyawan bank;
b. anggota pengurus, pengawas, pengelola atau kuasanya, pejabat, atau karyawan bank, khusus
bagi bank
yang berbentuk hukum koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. pihak yang memberikan jasanya kepada bank, antara lain akuntan publik, penilai, konsultan
hukum dan konsultan lainnya;
d. pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia turut serta mempengaruhi pengelolaan bank,
antara lain pemegang saham dan keluarganya, keluarga komisaris, keluarga pengawas, keluarga
direksi, keluarga pengurus;
23. Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam
rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah;
24. Lembaga Penjamin Simpanan adalah badan hukum yang menyelenggarakan kegiatan
penjaminan atas simpanan nasabah penyimpan, melalui skim asuransi, dana penyangga, atau
skim lainnya;
25. Merger adalah penggabungan dari dua bank atau lebih, dengan cara tetap mempertahankan
berdirinya salah satu bank dan membubarkan bank-bank lainnya dengan atau tanpa melikuidasi;
26. Konsolidasi adalah penggabungan dari dua bank atau lebih, dengan cara mendirikan bank
baru dan membubarkan bank-bank tersebut dengan atau tanpa melikuidasi;
27. Akuisisi adalah pengambilalihan kepemilikan suatu bank;
28. Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah
penyimpanan dan simpanannya."
2. Ketentuan Pasal 6 huruf k dihapus.
3. Ketentuan pasal 6 huruf m diubah, sehingga Pasal 6 huruf m menjadi berbunyi sebagai
berikut:
"Pasal 6
m. menyediakan pembiayaan dan/atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah,
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia."
4. Ketentuan Pasal 7 huruf c, diubah sehingga Pasal 7 huruf c menjadi berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 7
c. melakukan kegiatan penyertaan maodal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit
atau kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik kembali
penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; dan"
5. Ketentuan Pasal 8 diubah, sehingga Pasal 8 seluruhnya berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 8
(1) Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib
mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atau itikad dan kemampuan serta
kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan
dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.
(2) Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia."
6. Ketentuan Pasal 11 ayat (1) dan ayat (3) diubah, serta menambah ayat baru di antara ayat (4)
dan ayat (5) yang dijadikan ayat (4A), sehingga Pasal 11 ayat (1), ayat (3), dan ayat (4A)
menjadi berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 11
(1) Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit atau
pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi Surat
Berharga atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh Bank kepada peminjam atau
sekelompok peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok
yang sama dengan bank yang bersangkutan.
(2) Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit atau
pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi surat
berharga, atau hal lain yang serupa yang dapat dilakukan oleh bank kepada:
a. Pemegang saham yang memiliki 10% (sepuluh perseratus) atau lebih dari modal disetor bank;
b. Anggota dewan komisaris;
c. Anggota direksi;
d. Keluarga dari pihak sebagaimana dimaksud dalam huhruf a, huruf b, dan huruf c;
e. Pejabat bank lainnya; dan
f. Perusahaan-perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan dari pihak-pihak sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e.
(4A) Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, bank dilarang
melampaui batas maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah
sebagaimana diatur dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)."
7. Ketentuan Pasal 12 diubah, sehingga Pasal 12 seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 12
(1) Untuk menunjang pelaksanaan program peningkatan taraf hidup rakyat banyak melalui
pemberdayaan koperasi, usaha kecil dan menengah, Pemerintah bersama Bank Indonesia dapat
melakukan kerjasama dengan Bank Umum.
(2) Ketentuan mengenai kerjasama dengan Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah."
8. Menambah ketentuan baru di antara Pasal 12 dan Pasal 13 yang dijadikan Pasal 12A, yang
berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 12 A
(1) Bank Umum dapat membeli sebagian atau seluruh agunan, baik melalui pelelangan maupun
di luar pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan
kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan dalam hal nasabah debitur tidak
memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib
dicairkan secepatnya.
(2) Ketentuan mengenai tata cara pembelian agunan dan pencairannya sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah."
9. Ketentuan Pasal 13 huruf c diubah, sehingga Pasal 13 huruf c menjadi berbunyi sebagai
berikut:
"Pasal 13
c. menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia."
10. Ketentuan Pasal 16 diubah, sehingga Pasal 16 seluruhnya berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 16
(1) Setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum atau Bank
Perkreditan Rakyat dari Pimpinan Bank Indonesia, kecuali apabila kegiatan menghimpun dana
dari masyarakat dimaksud diatur dengan Undang-undang tersendiri.
(2) Untuk memperoleh izin usaha Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana
dimaksud dalam ayat
(1), wajib dipenuhi persyaratan sekurang-kurangnya tentang:
a. Susunan organisasi dan kepengurusan;
b. Permodalan;
c. Kepemilikan;
d. Keahlian di bidang Perbankan;
e. Kelayakan rencana kerja.
(2) Persyaratan dan tata cara perizinan bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan
oleh Bank Indonesia."
11. Ketentuan Pasal 17 dihapus.
12. Ketentuan Pasal 18 diubah, sehingga Pasal 18 seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 18
(1) Pembukaan Kantor Cabang Bank Umum hanya dapat dilakukan dengan izin Pimpinan Bank
Indonesia.
(2) Pembukaan kantor cabang, kantor perwakilan, dan jenis -jenis kantor lainnya di luar negeri
dari Bank Umum hanya dapat dilakukan dengan izin Pimpinan Bank Indonesia.
(3) Pembukaan kantor di bawah Kantor Cabang Bank Umum wajib dilaporkan terlebih dahulu
kepada Bank Indonesia.
(4) Persyaratan dan tata cara pembukaan kantor Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan oleh Bank Indonesia."
13. Ketentuan pasal 19 diubah, sehingga pasal 19 seluruhnya berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 19
(1) Pembukaan kantor cabang Bank Perkreditan Rakyat hanya dapat dilakukan dengan izin
Pimpinan Bank Indonesia.
(2) Persyaratan dan tata cara pembukaan kantor Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) ditetapkan oleh Bank Indonesia."
14. Ketentuan Pasal 20 ayat (1) diubah, sehingga Pasal 20 ayat (1) menjadi berbunyi sebagai
berikut:
"Pasal 20
(1) Pembukaan kantor cabang, kantor cabang pembantu, dan kantor perwakilan dari suatu bank
yang
berkedudukan di luar negeri, hanya dapat dilakukan dengan izin Pimpinan Bank Indonesia."
15. Ketentuan Pasal 21 ayat (1) diubah, sehingga Pasal 21 ayat (1) menjadi berbunyi sebagai
berikut:
"Pasal 21
(1) Bentuk hukum suatu Bank Umum dapat berupa:
a. Perseroan Terbatas;
b. Koperasi; atau
c. Perusahaan Daerah."
16. Ketentuan Pasal 22 diubah, sehingga Pasal 22 seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 22
(1) Bank Umum hanya dapat didirikan oleh:
a. Warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia; atau
b. Warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia dengan warga negara asing dan atau
badan
hukum asing secara kemitraan.
(2) Ketentuan mengenai persyaratan pendirian yang wajib dipenuhi pihak-pihak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Bank Indonesia."
17. Ketentuan Pasal 26 diubah, sehingga Pasal 26 seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 26
(1) Bank Umum dapat melakukan emisi saham melalui bursa efek.
(2) Warga negara Indonesia, warga negara asing, badan hukum Indonesia dan atau badan hukum
asing dapat membeli saham Bank Umum, baik secara langsung dan atau melalui bursa efek.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah."
18. Ketentuan Pasal 27 diubah, sehingga Pasal 27 seluruhnya berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 27
Perubahan kepemilikan bank wajib:
a. memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3), Pasal 22, Pasal 23, Pasal
24, Pasal 25,
dan Pasal 26; dan
b. dilaporkan kepada Bank Indonesia."
19. Ketentuan Pasal 28 ayat (1) diubah, sehingga Pasal 28 ayat (1) menjadi berbunyi sebagai
berikut:
"Pasal 28
(1) Merger, konsolidasi, dan akuisisi wajib terlebih dahulu mendapat izin Pimpinan Bank
Indonesia."
20. Ketentuan Pasal 29 diubah, sehingga Pasal 29 seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 29
(1) Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia.
(2) Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal,
kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang
berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip
kehati-hatian.
(3) Dalam memberikan Kredit atau Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dan melakukan
kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan
kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank.
(4) Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan
timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank.
(5) Ketentuan yang wajib dipenuhi oleh bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ayat (3),
dan ayat (4) ditetapkan oleh Bank Indonesia."

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
 
Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum
berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
bertujuan untuk mewujudkan tata kehidupan bangsa yang aman, tertib, sejahtera, dan
berkeadilan; b. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, maka penyelenggaraan
pemerintahan daerah dilakukan dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya, disertai
dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem
penyelenggaraan pemerintahan negara;
c. bahwa pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah
yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah;
d. bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan kemandirian daerah,
perlu dilakukan perluasan objek pajak daerah dan retribusi daerah dan pemberian diskresi dalam
penetapan tarif;
e. bahwa kebijakan pajak daerah dan retribusi daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip
demokrasi, pemerataan dan keadilan, peran serta masyarakat, dan akuntabilitas dengan
memperhatikan potensi daerah;
f. bahwa Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, perlu
disesuaikan dengan kebijakan otonomi daerah;
g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c,
huruf d, huruf e, dan huruf f, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah; Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20 ayat
(2), Pasal 22D, dan Pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI
DAERAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini, yang dimaksud dengan:
1. Daerah Otonom, yang selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia
yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan Tugas Pembantuan dengan
prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
4. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat Daerah sebagai
unsure penyelenggara Pemerintahan Daerah.
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disingkat DPRD, adalah lembaga
perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
6. Kepala Daerah adalah gubernur bagi Daerah provinsi atau bupati bagi Daerah kabupaten atau
walikota bagi Daerah kota.
7. Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang perpajakan daerah dan/atau
retribusi daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
8. Peraturan Daerah adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD provinsi
dan/atau daerah kabupaten/kota dengan persetujuan bersama Kepala Daerah.
9. Peraturan Kepala Daerah adalah Peraturan Gubernur dan/atau Peraturan Bupati/Walikota.
10. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
11. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas,
perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara (BUMN), atau badan usaha
milik daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana
pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau
organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan
bentuk usaha tetap.
12. Pajak Kendaraan Bermotor adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan
bermotor.
13. Kendaraan Bermotor adalah semua kendaraan beroda beserta gandengannya yang digunakan
di semua jenis jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan
lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak
kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alatalat berat dan alat-alat besar yang dalam
operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara permanen serta kendaraan
bermotor yang dioperasikan di air.
14. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penyerahan hak milik kendaraan
bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi
karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha.
15. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penggunaan bahan bakar
kendaraan bermotor.
16. Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah semua jenis bahan bakar cair atau gas yang
digunakan untuk kendaraan bermotor.
17. Pajak Air Permukaan adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan.
18. Air Permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah, tidak termasuk air
laut, baik yang berada di laut maupun di darat.
19. Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh Pemerintah.
20. Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel.
21. Hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya
dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma
pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah
kamar lebih dari 10 (sepuluh).
22. Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran.
23. Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan/atau minuman dengan dipungut bayaran,
yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa
boga/katering.
24. Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan.
25. Hiburan adalah semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, dan/atau keramaian yang
dinikmati dengan dipungut bayaran.
26. Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame.
27. Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak ragamnya
dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau untuk
menarik perhatian umum terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang dapat dilihat, dibaca,
didengar, dirasakan, dan/atau dinikmati oleh umum.
28. Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan
sendiri maupun diperoleh dari sumber lain.
29. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak atas kegiatan pengambilan mineral
bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk
dimanfaatkan.
30. Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah mineral bukan logam dan batuan sebagaimana
dimaksud di dalam peraturan perundang-undangan di bidang mineral dan batubara.
31. Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang
disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha,
termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor.
32. Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara.
33. Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.
34. Air Tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan
tanah.
35. Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan
sarang burung walet.
36. Burung Walet adalah satwa yang termasuk marga collocalia, yaitu collocalia fuchliap haga,
collocalia maxina, collocalia esculanta, dan collocalia linchi.
37. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas bumi dan/atau
bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali
kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
38. Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah
kabupaten/kota.
39. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah
dan/atau perairan pedalaman dan/atau laut.
40. Nilai Jual Objek Pajak, yang selanjutnya disingkat NJOP, adalah harga rata-rata yang
diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi
jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai
perolehan baru, atau NJOP pengganti.
41. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak atas perolehan hak atas tanah
dan/atau bangunan.
42. Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang
mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau Badan.
43. Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta
bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di bidang pertanahan dan
bangunan.
44. Subjek Pajak adalah orang pribadi atau Badan yang dapat dikenakan Pajak.
45. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau Badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan
pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
46. Masa Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) bulan kalender atau jangka waktu lain yang diatur
dengan Peraturan Kepala Daerah paling lama 3 (tiga) bulan kalender, yang menjadi dasar bagi
Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang.
47. Tahun Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) tahun kalender, kecuali bila Wajib
Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
48. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak,
dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan daerah.
49. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan
subjek pajak atau retribusi, penentuan besarnya pajak atau retribusi yang terutang sampai
kegiatan penagihan pajak atau retribusi kepada Wajib Pajak atau Wajib Retribusi serta
pengawasan penyetorannya.
50. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SPTPD, adalah surat yang
oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek
pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
51. Surat Pemberitahuan Objek Pajak, yang selanjutnya disingkat SPOP, adalah surat yang
digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data subjek dan objek Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
daerah.
52. Surat Setoran Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SSPD, adalah bukti pembayaran atau
penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan
dengan cara lain ke kas daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.
53. Surat Ketetapan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SKPD, adalah surat ketetapan
pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak yang terutang.
54. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, yang selanjutnya disingkat SPPT, adalah surat yang
digunakan untuk memberitahukan besarnya Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
yang terutang kepada Wajib Pajak.
55. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDKB, adalah
surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak,
jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administratif, dan jumlah pajak
yang masih harus dibayar.
56. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang selanjutnya disingkat
SKPDKBT, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang
telah ditetapkan.
57. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, yang selanjutnya disingkat SKPDN, adalah surat
ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit
pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
58. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDLB, adalah
surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah
kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
59. Surat Tagihan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat STPD, adalah surat untuk
melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
60. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis,
kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan
perundang-undangan perpajakan daerah yang terdapat dalam Surat Pemberitahuan Pajak
Terutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat
Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, Surat
Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembetulan,
atau Surat Keputusan Keberatan.
61. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap Surat
Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah
Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak
Daerah Nihil, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, atau terhadap pemotongan atau
pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.
62. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat
Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
63. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan
dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan
menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak
tersebut.
64. Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan
oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan.
65. Jasa adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan
barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan.
66. Jasa Umum adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan
kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan.
67. Jasa Usaha adalah jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip-
prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.
68. Perizinan Tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin
kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian
dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, serta penggunaan sumber daya alam, barang,
prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga
kelestarian lingkungan.
69. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau Badan yang menurut peraturan perundang-
undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau
pemotong retribusi tertentu.
70. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi Wajib
Retribusi untuk memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu dari Pemerintah Daerah yang
bersangkutan.
71. Surat Setoran Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SSRD, adalah bukti pembayaran
atau penyetoran retribusi yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah
dilakukan dengan cara lain ke kas daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Kepala
Daerah.
72. Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SKRD, adalah surat ketetapan
retribusi yang menentukan besarnya jumlah pokok retribusi yang terutang.
73. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKRDLB, adalah
surat ketetapan retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah
kredit retribusi lebih besar daripada retribusi yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
74. Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat STRD, adalah surat untuk
melakukan tagihan retribusi dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
75. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan,
dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar
pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan retribusi
dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan daerah dan retribusi daerah.
76. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi adalah serangkaian
tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan
bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi yang terjadi
serta menemukan tersangkanya
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 17 TAHUN 2003
TENTANG
KEUANGAN NEGARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara untuk mewujudkan tujuan
bernegara menimbulkan hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang;
b. bahwa pengelolaan hak dan kewajiban negara sebagaimana dimaksud pada huruf a telah diatur
dalam Bab VIII UUD 1945;
c. bahwa Pasal 23C Bab VIII UUD 1945 mengamanatkan hal-hal lain mengenai keuangan
negara diatur dengan undang-undang;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c
perlu dibentuk Undang-undang tentang Keuangan Negara;
Mengingat : Pasal 4, Pasal 5 ayat (1), Pasal 11 ayat (2), Pasal 17, Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 20,
Pasal 20A, Pasal 21, Pasal 22D, Pasal 23, Pasal 23A, Pasal 23B, Pasal 23C, Pasal 23D, Pasal
23E, dan Pasal 33 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah
diubah dengan Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945;
DHendianto-BiroHukum BPK-RI/5/26/2008 2
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KEUANGAN NEGARA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang,
serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara
berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
2. Pemerintah adalah pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah.
3. Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disebut DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Propinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kota sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945.
5. Perusahaan Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh
Pemerintah Pusat.
6. Perusahaan Daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh
Pemerintah Daerah.
7. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disebut APBN, adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
DHendianto-BiroHukum BPK-RI/5/26/2008 3
8. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
9. Penerimaan negara adalah uang yang masuk ke kas negara.
10. Pengeluaran negara adalah uang yang keluar dari kas negara.
11. Penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah.
12. Pengeluaran daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah.
13. Pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai
kekayaan bersih.
14. Belanja negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai
kekayaan bersih.
15. Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai
kekayaan bersih.
16. Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai
kekayaan bersih.
17. Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang
akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun
anggaran berikutnya.
Pasal 2
Keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1, meliputi :
a. hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan
pinjaman;
b. kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan
membayar tagihan pihak ketiga;
c. Penerimaan Negara;
d. Pengeluaran Negara;
e. Penerimaan Daerah;
f. Pengeluaran Daerah;
g. kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang,
surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk
kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah;
h. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas
pemerintahan dan/atau kepentingan umum;
DHendianto-BiroHukum BPK-RI/5/26/2008 4
i. kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.
Pasal 3
(1) Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien,
ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan
kepatutan.
(2) APBN, perubahan APBN, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN setiap tahun
ditetapkan dengan undang-undang.
(3) APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun
ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
(4) APBN/APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi,
dan stabilisasi.
(5) Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara
dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBN.
(6) Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban daerah
dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBD.
(7) Surplus penerimaan negara/daerah dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran
negara/daerah tahun anggaran berikutnya.
(8) Penggunaan surplus penerimaan negara/daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat untuk
membentuk dana cadangan atau penyertaan pada Perusahaan Negara/Daerah harus
memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari DPR/DPRD.
Pasal 4
Tahun Anggaran meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal
31 Desember.
Pasal 5
(1) Satuan hitung dalam penyusunan, penetapan, dan pertanggungjawaban APBN/APBD adalah
mata uang Rupiah.
DHendianto-BiroHukum BPK-RI/5/26/2008 5
(2) Penggunaan mata uang lain dalam pelaksanaan APBN/APBD diatur oleh Menteri
Keuangan sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan yang berlaku.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 1 TAHUN 2004
TENTANG
PERBENDAHARAAN NEGARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara untuk mewujudkan tujuan
bernegara menimbulkan hak dan kewajiban negara yang perlu dikelola dalam suatu sistem
pengelolaan keuangan negara;
b. bahwa pengelolaan keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung
jawab untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat, yang diwujudkan dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD);
c. bahwa dalam rangka pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara diperlukan
kaidah-kaidah hukum administrasi keuangan negara yang mengatur perbendaharaan negara;
d. bahwa Undang-undang Perbendaharaan Indonesia/Indische Comptabiliteitswet (Staatsblad
Tahun 1925 Nomor 448) sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah terakhir dengan
Undangundang Nomor 9 Tahun 1968 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor
53), tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan
pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan
huruf d di atas perlu dibentuk Undang-undang tentang Perbendaharaan Negara;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 23, dan Pasal 23C Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4286);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Pertama
Pengertian
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara,
termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD.
2. Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan
selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar
seluruh pengeluaran negara.
3. Rekening Kas Umum Negara adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang
ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh
penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral.
4. Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh
gubernur/bupati/walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh
pengeluaran daerah.
5. Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang daerah yang
ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan
membayar seluruh pengeluaran daerah pada bank yang ditetapkan.
6. Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah Pusat dan/atau hak
Pemerintah Pusat yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah.
7. Piutang Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah Daerah dan/atau
hak Pemerintah Daerah yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat
lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah.
8. Utang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar Pemerintah Pusat dan/atau kewajiban
Pemerintah Pusat yang dapat dinilai dengan uang berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, perjanjian, atau berdasarkan sebab lainnya yang sah.
9. Utang Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar Pemerintah Daerah dan/atau kewajiban
Pemerintah Daerah yang dapat dinilai dengan uang berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, perjanjian, atau berdasarkan sebab lainnya yang sah.
10. Barang Milik Negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau
berasal dari perolehan lainnya yang sah.
11. Barang Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau
berasal dari perolehan lainnya yang sah.
12. Pengguna Anggaran adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran
kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah.
13. Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan barang milik
negara/daerah.
14. Bendahara adalah setiap orang atau badan yang diberi tugas untuk dan atas nama
negara/daerah, menerima, menyimpan, dan membayar/menyerahkan uang atau surat berharga
atau barang-barang negara/daerah.
15. Bendahara Umum Negara adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi
bendahara umum negara.
16. Bendahara Umum Daerah adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi
bendahara umum daerah.
17. Bendahara Penerimaan adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan,
menyetorkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang pendapatan negara/daerah
dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD pada kantor/satuan kerja kementerian
negara/lembaga/pemerintah daerah.
18. Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan,
membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja
negara/daerah dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD pada kantor/satuan kerja kementerian
negara/lembaga/ pemerintah daerah.
19. Menteri/Pimpinan Lembaga adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pengelolaan
keuangan kementerian negara/ lembaga yang bersangkutan.
20. Kementerian Negara/Lembaga adalah kementerian negara/ lembaga pemerintah non
kementerian negara/lembaga negara.
21. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah adalah kepala badan/ dinas/biro keuangan/bagian
keuangan yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak sebagai
Bendahara Umum Daerah.
22. Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata
dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.
23. Badan Layanan Umum adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual
tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada
prinsip efisiensi dan produktivitas.
24. Bank Sentral adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar 1945 Pasal 23D.
Bagian Kedua
Ruang Lingkup
Pasal 2
Perbendaharaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Angka 1,
meliputi:
a. pelaksanaan pendapatan dan belanja negara;
b. pelaksanaan pendapatan dan belanja daerah;
c. pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara;
d. pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran daerah;
e. pengelolaan kas;
f. pengelolaan piutang dan utang negara/daerah;
g. pengelolaan investasi dan barang milik negara/daerah;
h. penyelenggaraan akuntansi dan sistem informasi manajemen
keuangan negara/daerah;
i. penyusunan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD;
j. penyelesaian kerugian negara/daerah;
k. pengelolaan Badan Layanan Umum;
l. perumusan standar, kebijakan, serta sistem dan prosedur yang berkaitan dengan pengelolaan
keuangan negara dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD.
Bagian Ketiga
Asas Umum
Pasal 3
Undang-undang tentang APBN merupakan dasar bagi Pemerintah Pusat untuk melakukan
penerimaan dan pengeluaran negara. Peraturan Daerah tentang APBD merupakan dasar bagi
Pemerintah Daerah untuk melakukan penerimaan dan pengeluaran daerah. Setiap pejabat
dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBN/APBD jika anggaran
untuk membiayai pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia.
Semua pengeluaran negara, termasuk subsidi dan bantuan lainnya yang sesuai dengan program
pemerintah pusat, dibiayai dengan APBN. Semua pengeluaran daerah, termasuk subsidi dan
bantuan lainnya yang sesuai dengan program pemerintah daerah, dibiayai dengan APBD.
Anggaran untuk membiayai pengeluaran yang sifatnya mendesak dan/atau tidak terduga
disediakan dalam bagian anggaran tersendiri yang selanjutnya diatur dalam peraturan
pemerintah. Kelambatan pembayaran atas tagihan yang berkaitan dengan pelaksanaan
APBN/APBD dapat mengakibatkan pengenaan denda dan/atau bunga.

You might also like