You are on page 1of 6

ASKEP SADISME SEKSUAL

A. PENGERTIAN
Sadisme adalah penyimpangan seksual yang dialami seseorang jika kepuasan
seksual diperoleh oleh orang tersebut bila melakukan tindakan penganiayaan atau
menyakiti pasangannya sebelum atau saat melakukan hubungan seksual.
Individu dengan gangguan ini secara konsisten memiliki gangguan fantasi seksual dengan
cara menyakiti pasangannya dengan teror baik secara fisik ataupun psikologis.
B. ETIOLOGI
Susan Noelen Hoeksema dalam bukunya Abnormal Psychology, mengatakan
bahwa perilaku penyimpangan seksual 90% lebih diderita oleh pria. Namun, saat para
peneliti mencoba menemukan ketidaknormalan pada hormon testoteron ataupun hormon-
hormon lainnya yang diduga menjadi penyebab perilaku seks menyimpang, hasilnya
tidak konsisten. Artinya, kecil kemungkinan perilaku seks menyimpang disebabkan oleh
ketidaknormalan hormon seks pria atau hormon lainnya. Penyebabnya, tampaknya lebih
berkaitan dengan pelampiasan dorongan agresif atau permusuhan, yang lebih mungkin
terjadi pada pria daripada pada wanita.
Penyebab lainnya yang diduga dapat menyebabkan perilaku seks menyimpang
ialah penyalahgunaan obat dan alkohol. Obat-obatan tertentu memungkinkan seseorang
yang memiliki potensi perilaku seks menyimpang melepaskan fantasi tanpa hambatan
kesadaran. Kemudian, faktor lingkungan, keluarga, dan budaya di mana seorang anak
dibesarkan ikut memengaruhi perilaku seksnya. Anak yang orangtuanya sering mendapat
hukuman fisik dan mendapat kontak seksual yang agresif, lebih mungkin menjadi agresif
dan impulsif secara seksual terhadap orang lain di saar dewasa dewasa. Sebuah juga
penelitian menunjukkan bahwa empat dari lima penderita pedofilia telah mengalami
pelecehan seksual di masa kanak-kanak.

C. PATOFISIOLOGI
D. MANIFESTASI KLINIK
1. Pemaksaan atau pemerkosaan, penolakan korban menjadi gairah seksual pelaku
dalam melakukan aksinya. Semakin korban meronta, melawan, menangis maka
pelaku semakin bersemangat.
2. Pelaku melakukan penyiksaan yang sebenarnya, pemukulan sampai
menimbulkan luka memar.
3. Melukai bagian tubuh tertentu dari pasangannya sampai mengeluarkan darah.
4. Beberapa individu gangguan juga disertai simtom masokis.
5. Melakukan penyiksaan seksual dengan pemaksaan atau sampai luka (melukai alat
genital)
6. Melakukan penyiksaan berat dengan menggunakan cambuk, kejutan listrik, dan
sebagainya.
E. PENATALAKSANAAN
F. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Berikut ini pedoman wawancara yang baik dalam mengumpulkan data yang berkaitan
dengan aspek psikoseksual :
a. menggunakan pendekatan yang jujur dan berdasarkan fakta yang menyadari bahwa
klien sedang mempunyai pertanyaan atau masalah seksual
b. Mempertahankan kontak mata dan duduk dekat klien
c. Memberikan waktu yang memadai untuk membahas masalah seksual, jangan terburu-
buru
d. Menggunakan pertanyaan yang terbuka, umum dan luas untuk mendapatkan informasi
mengenai penngetahuan, persepsi dan dampak penyakit berkaitan dengan seksualitas
e. Jangan mendesak klien untuk membicarakan mengenai seksualitas, biarkan terbuka
untuk dibicarakan pada waktu yang akan datang
f. Masalah citra diri, kegiatan hidup sehari-hari dan fungsi sebelum sakit dapat dipakai
untuk mulai membahas masalah seksual
g. Amati klien selama interaksi, dapat memberikan informasi tentang masalah ap yang
dibahs, bigitu pula masalah apa yang dihindari klien
h. Minta klien untuk mengklarifikasi komunikasi verbal dan nonverbal yang belum jelas
i. Berinisiatif untuk membahas masalah seksual berarti menghargai kjlien sebagai
makhluk seksual, memungkinkan timbulnya pertanyaan tentang masalah seksual.
Perlu dikaji berbagai mekanisme koping yang mungkin digunakan klien untuk
mengekspresikan masalah seksualnya, antara lain :
a. Fantasi, mungkin digunakan untuk meningkatkan kepuasan sekasual
b. Denial, mungkin digunakan untuk tidak mengakui adanya konflik atau ketidakpuasan
seksual
c. Rasionalisasi, mungkin digunakan untuk memperoleh pembenaran atau penerimaan
tentang motif, perilaku, perasaan dan dorongan seksual
d. Menarik Diri, mungkin dilakukan untuk mengatasi perasaan lemah, perasaan
ambivalensi terhadap hubungan intim yang belum terselesaikan secara tuntas

2. Diagnosa Keperawatan
1. Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur dan fungsi tubuh, penganiayaan
fisik (seksual), depresi
Batasan Karakteristik :

 Tidak adanya hasrat untuk aktivitas seksual


 Perasaan jijik, ansietas, panik sebagai respons terhadap kontak genital
 Tidak adanya pelumasan atau sensasi subjektif dari rangsangan seksual selama aktivitas
seksual
 Kegagalan untuk mencapai atau mempertahankan ereksi penis selama aktivitas seksual
 Ketidakmampuan untuk mencapai orgasme atau ejakulasi
 Ejakulasi prematur
 Nyeri genital selama koitus
 Kontriksi vagina yang mencegah penetrasi penis

Tujuan Jangka Pendek

 Pasien akan mengidentifikasi stresor yang berperan dalam penurunan fungsi seksual
dalam 1 minggu
 Pasien akan mendiskusikan patofisiologi proses penyakitnya yang menimbulkan
disfungsi seksual dalam 1 minggu
 Untuk pasien dengan disfungsi permanen karenan proses penyakit : pasien akan
mengatakan keinginan untuk mencari bantuan profesional dari seorang terapis seks
supaya belajar alternatif cara untuk mencapai kepuasan seksual dengan pasangannya
dalam dimensi waktu ditetapkan sesuai individu

Tujuan Jangka Panjang

 Pasien akan mendapatkan kembali aktivitas seksual pada tingkat yang memuaskan untuk
dirinya dan pasangannya (dimensi waktu ditentukan oleh situasi individu)

Intervensi :
1. Kaji riwayat seksual dan tingkat kepuasan sebelumnya dalam hubunngan seksual
2. Kaji persepsi pasien terhadap masalah
3. Bantu pasien menetapkan dimensi waktru yang berhubungan dengan awitan masalah dan
diskusikan apa yang terjadi dalam situasi kehidupannya pada waktu itu
4. Kaji alam perasaan dan tingkat energi pasien
5. Tinjau aturan pengobatan, observasi efek samping
6. Anjurkan pasien untuk mendiskusikan proses penyakit yang mungkin menambah disfungsi
seksual
7. Dorong pasien untuk menanyakan hal-hal yang berkenaan dengan seksual dan fungsi yang
mungkin menyusahkan dirinya

2. Perubahan pola seksualitas berhubungan dengan pilihan sksual yang berbeda, penyesuaian diri
terhadap seksual terlambat
Batasan Karakteristik :
 Laporan adanya kesukaran, pembatasan atau perubahan dalam perilaku atau aktivitas seksual
 Laporan bahwa getaran seksual hanya dapat dicapai melalui praktik yang berbeda
 Hasrat untuk mengalami hubungan seksual yang memuaskan dengan individu lain tanpa butuh
getaran melalui praktik yang berbeda
Tujuan Jangka Pendek :
1. pasien akan mengatakan aspek-aspek seksualitas yang ingin diubah
2. pasien dan pasangannya akan saling berkomunikasi tentang cara-cara dimana masing-masing
meyakini hubungan seksual mereka dapat diperbaiki

Tujuan Jangka Panjang ;


1. Pasien akan memperlihatkan kepuasan dengan pola seksualitasnya sendiri
2. Pasien dan pasangannya akan memperlihatkan kepuasan dengan hubungan seksualnya

Intervensi :
1. Ambil riwayat seksual, perhatikan ekspresi area ketidakpuasan pasien terhadap pola seksual
2. Kaji area-area stress dalam kehidupan pasien dan periksa hubungan dengan pasangan
seksualnya
3. Catat faktor-faktor budaya, sosial, etnik dan religius yang mungkin menambah konflik yang
berkenaan dengan praktik seksual yang berbeda
4. Terima dan jangan menghakimi
5. Bantu terapis dengan perencanaan modifikasi perilaku untuk membantu pasien yang berhasrat
untuk menurunkan perilaku-perilaku seksual yang berbeda
6. Jika perubahan pola seksualitas berhubungan dengan penyakit atau pengobatan medis, berikan
informasi untuk pasien dan pasangannya berkenaan dengan hubungan antara penyakit dan
perubahan seksual

G. Hasil Pasien Yang Diharapkan/Kriteria Pulang


1. Pasien mampu menghubungkan faktor-faktor fisik atau psikososial yang mengganggu fungsi
seksual
2. Pasien mampu berkomunikasi dengan pasangannya tentang hubungan seksual mereka tanpa
merasa tidak nyaman
3. Pasien dan pasangannya mengatakan keinginan dan hasrat untuk mencari bantuan dari terapi
seks yang profesional
4. Pasien mengatakan kembali bahwa aktivitas seksualnya ada pada tahap yang memuaskan
dirinya dan pasangannya
5. Pasien dan pasangannya mengatakan modifilkasi dalam aktivitas seksual dalam berespon pada
keterbatasan karena penyakit atau tindakan medis

You might also like