Professional Documents
Culture Documents
A. Defenisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronif (PPOK) merupakan suatu istilah yang sering
digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya.
(Silvia & Lorraine: 2006)
Penyakit paru obstruksi kronis atau dapat disingkat dengan PPOK, merupakan suatu
gangguan yang paling sering menimpa kelompok yang dalam jangka waktu lama terpapar
oleh asap rokok dan bahan toksik inhalasi lainnya. Kerusakan akan menimbulkan suatu
obstruksi dari jalan napas yang dapat menimbulkan keparahan. Dalam hal ini dikaitkan
dengan proses hipersensitivitas, batuk produktif yang kronis dan penurunan toleransi pada
saat beraktivitas.
Defenisi PPOK menurut American Thoracic Society (ATS) adalah suatu gangguan
dengan karakteristik adanya obstruksi dari jalan napas karena bronkitis kronis atau
emfisema; obstruksi jalan napas umumnya progresive dan dapat disertai hiper-reaksi dan
mungkin kembali normal sebagian.
British Thoracic Society (BTS) mendeskripsikan PPOK sebagai suatu gangguan
kronis, yang mengalami perkembangan lambat dengan karakteristik berupa obstruksi jalan
napas (FEV1 <80% diprediksi dan FEV1 /FVC <70%) dimana tidak terjadi perubahan terlalu
berdampak pada beberapa bulan. Sebagian besar fungsi paru akan berkurang secara menetap
namun sebagian akan kembali dengan pengobatan bronkodilator.
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD 2001),
PPOK didefenisikan sebagai suatu gangguan dengan karakteristik berupa keterbatasan dari
jalan napas yang tidak sepenuhnya kembali. Gangguan jalan napas biasanya bersifat
progresif dan diikuti oleh reaksi abnormal inflamasi akibat respon paru terhadap partikel gas
yang berbahaya.
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di
saluran napas yang bersifat progresif non-reversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri
dari bronkitis kronik dan emfisema paru. Walaupun kadang asma bronchial juga dapat
menyertai kedua ganggaun tersebut, namun dalam hal ini asma dibedakan karena asma
bronchial dapat timbul sendiri meski tidak terpapar oleh bahan-bahan inhalasi bersifat
toksik.
Bronkitis kronik merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai oleh pembentukan
mucus yang berlebihan dalam bronkus. Sedangkan emfisema paru merupakan suatu
perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai oleh pembesaran alveolus dan duktus
alveolaris yang tidak normal. (Silvia & Lorraine: 2006)
PPOK dikatakan eksaserbasi atau serangan akut (serangan dadakan) apabila gejala
menununjukkan fase perburukan dimana keluhan sesak napas bertambah berat walaupun
diberi obat yang lazim dipergunakan sehari-hari dapat menolong, dahak semakin banyak,
kekuningan bahkan sampai kehijauan (PDPI, 2003).
B. Etiologi
Banyak faktor yang dapat menyebabkan PPOK. Namun faktor tersering adalah
adanya riwayat merokok. Asap rokok merupakan penyebab tersering timbulnya PPOK. Di
Negara berkembang, berkisar 85% sampai 90% penderita PPOK memiliki riwayat terhadap
rokok (Kochar). Kelainan struktur jaringan berkaitan erat dengan respons inflamasi
ditimbulkan oleh paparan partikel atau gas beracun, tetapi dinyatakan faktor utama dan
paling dominan ialah asap rokok dibanding yang lain (Russell, 2002). Hal ini juga ditunjang
dengan Kebiasaan merokok yang masih tinggi yaitu pada laki-laki di atas 15 tahun sekitar
60-70% nya merokok. Jika dilihat dari riwayat perokok dapat dibagi menjadi 3 kategori
yakni perokok aktif, perokok pasif dan bekas perokok. Derajat berat merokok dapat dihitung
dengan menggunakan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok
dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun. Dikatakan perokok ringan apabila
angka yang didapat 0-200, dikatakan sedang apabila angka yang didapat 200-600 dan
dikatakan berat apabila angkanya >600. Semakin besar angkanya, maka semakin tinggi
kemungkinan untuk menderita PPOK. (Suradi, 2007)
Saat ini Indonesia menjadi salah satu produsen dan konsumen rokok tembakau serta
menduduki urutan kelima setelah negara dengan konsumsi rokok terbanyak di dunia, yaitu
China mengkonsumsi 1.643 miliar batang rokok per tahun, Amerika Serikat 451 miliar
batang setahun, Jepang 328 miliar batang setahun, Rusia 258 miliar batang setahun, dan
Indonesia 215 miliar batang rokok setahun. Sehingga perlunya suatu tindakan agar penderita
PPOK tidak semakin bertambah. (Suradi, 2007)
Faktor lain yang dapat menyebabkan PPOK adalah terpajan oleh bahan-bahan polutan
secara episodik. Baik bahan polutan itu terdapat dalam ruangan maupun diluar ruangan.
Bahan-bahan polutan itu diantaranya, sulfur dioksida didapat dari pembakaran industri.
Kemudian nitrogen dioksida, merupakan hasil pembakaran bahan-bahan fosil atau asap
kendaraan. Kemudian oleh karena ozone yang diubah oleh sinar matahari akibat reaksi
fotokimia dari nitrogen dioksida dan hidrokarbon yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor
dan industry. Pencemaran lainnya adalah dari partikel, biasanya partikel ini berasal dari
pembakaran hutan, industri, dan asap kendaraan. Adapun pencemaran lain diantaranya
bahan kimia organic yang mudah menguap, logam padat, Poliklinikcylic aromatic
hydrocarbons, produk dari jamur-jamuran, dll. (Kenneth & William, 2003)
Hal-hal lain yang dapat menjadi faktor resiko adalah hiper-reaktivitas dari bronkus,
riwayat infeksi saluran napas bawah dan Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang
terdapat di Indonesia. (PDPI: 2003)
Gambaran khas pada bronkitis kronis adalah hipersekresi mucus, yang dimulai dari
jalur napas besar. Berbagai faktor/bahan iritan ini akan memicu hipersekresi kelenjar
mukosa bronkus dan menyebabkan hipertrofi kelenjar mukosa, dan menyebabkan
pembentukan metaplastik sel goblet penghasil mucin di epitel permukaan bronkus.
Selain itu, zat tersebut juga menyebabkan peradangan dengan infiltrasi sel T CD8+,
makrofag, dan neutrofil. (Robin Kumar)
2. Emfisema
Emfisema ditandai dengan adanya pembesaran permanen rongga udara yang
terletak distal dari bronkiolus terminal disertai destruksi dinding rongga tersebut.
Terdapat beberapa penyakit dengan pembesaran rongga udara yang tidak disertai
desktruksi; hal ini lebih tepat disebut “overinflation”. Contohnya adalah
peregangan rongga udara di paru kontralateral setelah pneumonektomi unilateral.
(Robin Kumar)
Emfisema dibagi menurut bentuk asinus yang terserang. Meskipun beberapa
bentuk morfologik telah diperkenalkan, ada dua bentuk yang paling penting
sehubungan dengan PPOK. Yaitu:
a) Emfisema Sentrilobular (CLE)
Secara spesifik CLE menyerang bagian bronkiolus respiratorius dan duktus
alveolaris. Dinding-dinding mulai berlubang, membesar, bergabung dan
akhirnya cenderung menjadi satu ruang sewaktu dinding-dinding mengalami
integrasi.
b) Emfisema panlobular (PLE)
Bentuk yang penting berikutnya adalah emfisema panlobular (PLE) atau
emifsema panasinar. Merupakan bentuk morfologik yang jarang., alveolus
yang sebelah distal mengalami pembesaran serta kerusakan secara merata;
mengenai bagian asinus sentral dan perifer.
c) Emfisema Asinar Distal (Paraseptal)
Pada keadaan ini bagian proksimal dari asinus normal, namun bagian
distalnya yang terkena. Emfisema tampak nyata pada daera dekat pleura, di
sepanjang septum jaringan ikat lobules dan tepi lobulus. (Robin Kumar)
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2008,
penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) dibagi atas 4 derajat berdasarkan tingkat
keparahannya. Yakni:
1. Derajat 1 (PPOK ringan)
Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan aliran udara
ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada derajat ini, orang tersebut
mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.
2. Derajat 2 (PPOK sedang)
Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP < 70%; 50% < VEP 1
< 80%), disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam tingkat ini
pasien biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena sesak nafas yang
dialaminya.
3. Derajat 3 (PPOK berat)
Ditandai dengan keterbatasan / hambatan6y aliran udara yang semakin memburuk
(VEP1 / KVP < 70%; 30% Ł VEP1 < 50% prediksi). Terjadi sesak nafas yang
semakin memberat, penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang
yang berdampak pada kualitas hidup pasien.
4. Derajat 4 (PPOK sangat berat)
Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP 1 / KVP < 70%; VEP 1 < 30%
prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas kronik
dan gagal jantung kanan. (GOLD, 2008)
H. Prognosis
Beberapa pasien mungkin hidup lebih lama dengan eksaserbasi, namun tetap dengan
bantuan dari ventilasi mekanik sebelum meninggal akibat penyakit ini. Banyak kematian
dari PPOK disebabkan oleh komplikasi sistem pernapasan, berhubungan dengan kondisi lain
yang sebenarnya memiliki angka kematian yang rendah apabila tidak terjadi bersamaan
dengan PPOK.