You are on page 1of 11

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)

A. Defenisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronif (PPOK) merupakan suatu istilah yang sering
digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya.
(Silvia & Lorraine: 2006)
Penyakit paru obstruksi kronis atau dapat disingkat dengan PPOK, merupakan suatu
gangguan yang paling sering menimpa kelompok yang dalam jangka waktu lama terpapar
oleh asap rokok dan bahan toksik inhalasi lainnya. Kerusakan akan menimbulkan suatu
obstruksi dari jalan napas yang dapat menimbulkan keparahan. Dalam hal ini dikaitkan
dengan proses hipersensitivitas, batuk produktif yang kronis dan penurunan toleransi pada
saat beraktivitas.
Defenisi PPOK menurut American Thoracic Society (ATS) adalah suatu gangguan
dengan karakteristik adanya obstruksi dari jalan napas karena bronkitis kronis atau
emfisema; obstruksi jalan napas umumnya progresive dan dapat disertai hiper-reaksi dan
mungkin kembali normal sebagian.
British Thoracic Society (BTS) mendeskripsikan PPOK sebagai suatu gangguan
kronis, yang mengalami perkembangan lambat dengan karakteristik berupa obstruksi jalan
napas (FEV1 <80% diprediksi dan FEV1 /FVC <70%) dimana tidak terjadi perubahan terlalu
berdampak pada beberapa bulan. Sebagian besar fungsi paru akan berkurang secara menetap
namun sebagian akan kembali dengan pengobatan bronkodilator.
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD 2001),
PPOK didefenisikan sebagai suatu gangguan dengan karakteristik berupa keterbatasan dari
jalan napas yang tidak sepenuhnya kembali. Gangguan jalan napas biasanya bersifat
progresif dan diikuti oleh reaksi abnormal inflamasi akibat respon paru terhadap partikel gas
yang berbahaya.
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di
saluran napas yang bersifat progresif non-reversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri
dari bronkitis kronik dan emfisema paru. Walaupun kadang asma bronchial juga dapat
menyertai kedua ganggaun tersebut, namun dalam hal ini asma dibedakan karena asma
bronchial dapat timbul sendiri meski tidak terpapar oleh bahan-bahan inhalasi bersifat
toksik.
Bronkitis kronik merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai oleh pembentukan
mucus yang berlebihan dalam bronkus. Sedangkan emfisema paru merupakan suatu
perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai oleh pembesaran alveolus dan duktus
alveolaris yang tidak normal. (Silvia & Lorraine: 2006)
PPOK dikatakan eksaserbasi atau serangan akut (serangan dadakan) apabila gejala
menununjukkan fase perburukan dimana keluhan sesak napas bertambah berat walaupun
diberi obat yang lazim dipergunakan sehari-hari dapat menolong, dahak semakin banyak,
kekuningan bahkan sampai kehijauan (PDPI, 2003).

B. Etiologi
Banyak faktor yang dapat menyebabkan PPOK. Namun faktor tersering adalah
adanya riwayat merokok. Asap rokok merupakan penyebab tersering timbulnya PPOK. Di
Negara berkembang, berkisar 85% sampai 90% penderita PPOK memiliki riwayat terhadap
rokok (Kochar). Kelainan struktur jaringan berkaitan erat dengan respons inflamasi
ditimbulkan oleh paparan partikel atau gas beracun, tetapi dinyatakan faktor utama dan
paling dominan ialah asap rokok dibanding yang lain (Russell, 2002). Hal ini juga ditunjang
dengan Kebiasaan merokok yang masih tinggi yaitu pada laki-laki di atas 15 tahun sekitar
60-70% nya merokok. Jika dilihat dari riwayat perokok dapat dibagi menjadi 3 kategori
yakni perokok aktif, perokok pasif dan bekas perokok. Derajat berat merokok dapat dihitung
dengan menggunakan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok
dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun. Dikatakan perokok ringan apabila
angka yang didapat 0-200, dikatakan sedang apabila angka yang didapat 200-600 dan
dikatakan berat apabila angkanya >600. Semakin besar angkanya, maka semakin tinggi
kemungkinan untuk menderita PPOK. (Suradi, 2007)
Saat ini Indonesia menjadi salah satu produsen dan konsumen rokok tembakau serta
menduduki urutan kelima setelah negara dengan konsumsi rokok terbanyak di dunia, yaitu
China mengkonsumsi 1.643 miliar batang rokok per tahun, Amerika Serikat 451 miliar
batang setahun, Jepang 328 miliar batang setahun, Rusia 258 miliar batang setahun, dan
Indonesia 215 miliar batang rokok setahun. Sehingga perlunya suatu tindakan agar penderita
PPOK tidak semakin bertambah. (Suradi, 2007)
Faktor lain yang dapat menyebabkan PPOK adalah terpajan oleh bahan-bahan polutan
secara episodik. Baik bahan polutan itu terdapat dalam ruangan maupun diluar ruangan.
Bahan-bahan polutan itu diantaranya, sulfur dioksida didapat dari pembakaran industri.
Kemudian nitrogen dioksida, merupakan hasil pembakaran bahan-bahan fosil atau asap
kendaraan. Kemudian oleh karena ozone yang diubah oleh sinar matahari akibat reaksi
fotokimia dari nitrogen dioksida dan hidrokarbon yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor
dan industry. Pencemaran lainnya adalah dari partikel, biasanya partikel ini berasal dari
pembakaran hutan, industri, dan asap kendaraan. Adapun pencemaran lain diantaranya
bahan kimia organic yang mudah menguap, logam padat, Poliklinikcylic aromatic
hydrocarbons, produk dari jamur-jamuran, dll. (Kenneth & William, 2003)
Hal-hal lain yang dapat menjadi faktor resiko adalah hiper-reaktivitas dari bronkus,
riwayat infeksi saluran napas bawah dan Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang
terdapat di Indonesia. (PDPI: 2003)

C. Proses Terjadinya PPOK


Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan suatu kelompok gangguan pulmoner yang
ditandai dengan adanya suatu obstruksi permanent (irreversible). Peradangan kronis adalah
suatu respon dari terpaparnya paru dari bahan-bahan iritan seperti asap rokok yang dihisap,
gas-gas beracun, debu, dll yang merusak jalan napas dan parenkim paru. PPOK
diklasifikasikan menjadi subtype bronchitis kronik dan emfisema, walaupun kebanyakan
pasien memiliki keduanya. Bronkitis kronis didefinisikan sebagai batuk produktif kronis
selama lebih dari 2 tahun dan emfisema ditandai oleh adanya kerusakan pada dinding
alveola yang menyebabkan peningkatan ukuran ruang udara distal yang abnormal. (PDPI
2003)
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) berupa perubahan patologis dari jalan napas
dimana respon yang terjadi adalah batuk yang kronis dan produksi sputum, lesi pada saluran
napas yang lebih kecil akan menyebabkan obstruksi jalan napas dan kerusakan emfisematosa
permukaan paru. Abnormalitas ini juga akan berakibat pada vaskularisasi pulmonal yang
akan berkontribusi pada gagal jantung kanan. Meski lokasi dan penampakan lesi berbeda,
patogenesisnya tetap ditentukan oleh proses inflamasi yang terjadi. (James & Marina, 2003)
Hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi utama pada PPOK yang
diakibatkan oleh bronkitis kronis dan empisema. Terjadinya peningkatan penebalan pada
saluran nafas kecil dengan peningkatan formasi folikel limfoid dan deposisi kolagen dalam
dinding luar saluran nafas mengakibatkan restriksi pembukaan jalan nafas. Lumen saluran
nafas kecil berkurang akibat penebalan mukosa yang mengandung eksudat inflamasi, yang
meningkat sesuai beratnya sakit. Peran specific growth factors, seperti transforming growth
factor-β(TGF-β) yang meningkat pada saluran nafas perifer dan connective tissue growth
factor (CTGF) belum jelas diketahui. TGFβ mungkin menginduksi fibrosis melalui
pelepasan CTGF yang akan menstimulasi deposisi kolagen dalam saluran nafas. (Putrawan
& Ngurah Rai, 2008)
Masuknya komponen-komponen rokok ataupun bahan-bahan iritan akan merangsang
perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus dan silia. Selain itu, silia yang
melapisi bronkus akan mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia.
Perubahan-perubahan ini juga akan mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan
menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari
saluran nafas. Mukus ini kemudian akan berfungsi sebagai tempat perkembangan dari
mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang
menyebabkan edema dan pembengkakan jaringan. Ventilasi, terutama ekspirasi terhambat.
Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus
yang kental dan adanya peradangan. (GOLD, 2008)
Rokok dan bahan iritan tersebut juga akan merangsang terjadinya peradangan kronik
pada paru. Rokok dan bahan iritan akan mengaktivasi makrofag yang kemudian akan
melepaskan mediator inflamasi, melengkapi mekanisme seluler yang menghubungkan
merokok dengan inflamasi pada PPOK. Neutrofil dan makrofag melepaskan berbagai
proteinase kemudian akan merusak jaringan ikat parenkim paru yang menyebabkan
hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang.
Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat
pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak
terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps.
(GOLD, 2008)
Peranan sel T sitotoksik (CD8) belum jelas, mungkin berperan dalam apoptosis dan
destruksi sel epitel dinding alveoli melalui pelepasan TNFα. Ada beberapa karakteristik
inflamasi yang terjadi pada pasien PPOK, yakni peningkatan jumlah neutrofil (didalam
lumen saluran nafas), makrofag (lumen saluran nafas, dinding saluran nafas, dan parenkim),
dan limfosit CD 8+ (dinding saluran nafas dan parenkim). (Corwin EJ, 2001)
D. Klasifikasi
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di
saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri
dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. (PDPI:2003)
1. Bronkitis Kronis
Bronkitis kronis sering terjadi pada perokok dan penduduk di kota-kota yang
dipenuhi oleh kabut-asap; beberapa penelitian menunjukkan bahwa 20% hingga
25% laki-laki berusia antara 40 hingga 65 tahun mengidap penyakit ini. Diagnosis
bronkitis kronis ditegakkan berdasarkan data klinis; penyakit ini didefenisikan
sebagai batuk produktif persisten selama paling sedikit 3 bulan berturut-turut pada
paling sedikit 2 tahun berturut-turut. (Robin Kumar)
Terdapat beberapa bentuk dari bronkitis kronis, yaitu:
a) Bronkitis kronis sederhana
Gejala yang mungkin timbul adalah batuk produktif yang akan meningkatkan
sputum mukoid, namun jalan napas tidak terhambat.
b) Bronkitis mukopurulenta kronis
Namun apabila sputum penderita mengandung pus yang mungkin disebabkan
oleh infeksi sekunder, maka pasien dikatakan mengidap bronkitis
mukopurulenta kronis.
c) Bronkitis asmatik kronis
Beberapa pasien dengan bronkitis kronis mungkin memperlihatkan
hiperresponsivitas jalan napas dan episode asma intermiten. Keadaan ini yang
disebut sebagai bronkitis asmatik kronis, dalam hal ini sulit dibedakan
dengan asma atopik.
d) Bronkitis obstruktif kronis
Mereka dikatakan mengidap bronkitis obstruktif kronis apabila suatu
subpopulasi pasien bronkitis kronis mengalami obstruksi aliran keluar udara
yang kronis berdasarkan uji fungsi paru. (Robin Kumar)

Gambaran khas pada bronkitis kronis adalah hipersekresi mucus, yang dimulai dari
jalur napas besar. Berbagai faktor/bahan iritan ini akan memicu hipersekresi kelenjar
mukosa bronkus dan menyebabkan hipertrofi kelenjar mukosa, dan menyebabkan
pembentukan metaplastik sel goblet penghasil mucin di epitel permukaan bronkus.
Selain itu, zat tersebut juga menyebabkan peradangan dengan infiltrasi sel T CD8+,
makrofag, dan neutrofil. (Robin Kumar)

2. Emfisema
Emfisema ditandai dengan adanya pembesaran permanen rongga udara yang
terletak distal dari bronkiolus terminal disertai destruksi dinding rongga tersebut.
Terdapat beberapa penyakit dengan pembesaran rongga udara yang tidak disertai
desktruksi; hal ini lebih tepat disebut “overinflation”. Contohnya adalah
peregangan rongga udara di paru kontralateral setelah pneumonektomi unilateral.
(Robin Kumar)
Emfisema dibagi menurut bentuk asinus yang terserang. Meskipun beberapa
bentuk morfologik telah diperkenalkan, ada dua bentuk yang paling penting
sehubungan dengan PPOK. Yaitu:
a) Emfisema Sentrilobular (CLE)
Secara spesifik CLE menyerang bagian bronkiolus respiratorius dan duktus
alveolaris. Dinding-dinding mulai berlubang, membesar, bergabung dan
akhirnya cenderung menjadi satu ruang sewaktu dinding-dinding mengalami
integrasi.
b) Emfisema panlobular (PLE)
Bentuk yang penting berikutnya adalah emfisema panlobular (PLE) atau
emifsema panasinar. Merupakan bentuk morfologik yang jarang., alveolus
yang sebelah distal mengalami pembesaran serta kerusakan secara merata;
mengenai bagian asinus sentral dan perifer.
c) Emfisema Asinar Distal (Paraseptal)
Pada keadaan ini bagian proksimal dari asinus normal, namun bagian
distalnya yang terkena. Emfisema tampak nyata pada daera dekat pleura, di
sepanjang septum jaringan ikat lobules dan tepi lobulus. (Robin Kumar)
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2008,
penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) dibagi atas 4 derajat berdasarkan tingkat
keparahannya. Yakni:
1. Derajat 1 (PPOK ringan)
Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan aliran udara
ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada derajat ini, orang tersebut
mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.
2. Derajat 2 (PPOK sedang)
Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP < 70%; 50% < VEP 1
< 80%), disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam tingkat ini
pasien biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena sesak nafas yang
dialaminya.
3. Derajat 3 (PPOK berat)
Ditandai dengan keterbatasan / hambatan6y aliran udara yang semakin memburuk
(VEP1 / KVP < 70%; 30% Ł VEP1 < 50% prediksi). Terjadi sesak nafas yang
semakin memberat, penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang
yang berdampak pada kualitas hidup pasien.
4. Derajat 4 (PPOK sangat berat)
Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP 1 / KVP < 70%; VEP 1 < 30%
prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas kronik
dan gagal jantung kanan. (GOLD, 2008)

E. Pengaruh Inflamasi Sistemik PPOK stabil


Respons inflamasi paru yang abnormal bukanlah satu-satunya yang terjadi pada
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) tapi juga dapat menimbulkan inflamasi sistemik
termasuk stress oksidatif sistemik, aktivasi sel-sel inflamasi di sirkulasi sistemik dan
peningkatan sitokin proinflamasi. Efek sistemik lainnya adalah dapat terjadi nutrisi yang
abnormal dan penurunan berat badan. Disfungsi otot rangka juga dapat terjadi, efek lainnya
adalah efek kardiovaskular, sistem saraf dan osteoskeletal. Respons inflamasi sistemik
ditandai dengan mobilisasi dan aktivasi sel inflamasi ke dalam sirkulasi. Proses inflamasi ini
merangsang sistem hematopoetik terutama sumsum tulang untuk melepaskan leukosit dan
trombosit serta merangsang hepar untuk memproduksi acute phase protein seperti CRP dan
fibrinogen. Acute phase protein akan meningkatkan pembekuan darah yang merupakan
prediktor angka kesakitan dan kematian pada penyakit kardiovaskular sehingga menjadi
pemicu terjadi trombosis koroner, aritmia dan gagal jantung.
F. Diagnosis
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan
hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan tanda inflasi paru.
Penderita PPOK akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak nafas, batuk-batuk kronis,
sputum yang produktif, serta adanya riwayat faktor resiko. Sedangkan PPOK ringan dapat
tanpa keluhan atau gejala. (PDPI, 2003).
Diagnosa dapat ditegakkan yang pertama yakni dengan anamnesa. Meliputi keluhan
utama dan keluhan tambahan. Biasanaya keluhan pasien adalah batuk maupun sesak napas
yang kronis dan berulang. Tipe emfisema paru sehari-hari cenderung memiliki keluhan
sesak napas yang biasanya diekspresikan berupa pola napas yang terengah-engah. Pada tipe
bronkitis kronis gejala batuk sebagai keluhan yang menonjol, batuk disertai dahak yang
banyak kadang kental dan kalau berwarna kekuningan pertanda adanya super infeksi
bakteriel. Gangguan pernapasan kronik, PPOK secara progresif memperburuk fungsi paru
dan keterbatasan aliran udara khususnya saat ekspirasi, dan komplikasi dapat terjadi
gangguan pernapasan dan jantung. Perburukan penyakit menyebabkan menurunnya
kemampuan untuk melakukan kegiatan sehari-hari, bahkan sampai kehilangan kualitas
hidup. (Suradi, 2007).
Adanya Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan.
Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja juga sering ditemukan. Kemudian
adanya riwayat penyakit emfisema pada keluarga dan terdapat faktor predisposisi pada masa
bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang dan
lingkungan asap rokok dan polusi udara. Kemudian adanya Batuk berulang dengan atau
tanpa dahak dan sesak dengan atau tanpa bunyi mengi. (PDPI, 2003).
Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik, pada inspeksi didapati pursed - lips
breathing atau sering dikatakan mulut setengah terkatup atau mulut mencucu. Lalu adanya
barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding). Pada saat bernapas
dapat ditemukan penggunaan otot bantu napas dan hipertropi otot bantu napas. Pelebaran
sela iga dan bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis leher dan
edema tungkai. Dan adanya Penampilan pink puffer atau blue bloater. Pada saat palpasi
didapati stem fremitus yang lemah pada penderita emfisema dan adanya pelebaran iga. Dan
saat perkusi pada penderita emfisema akan didapati hipersonor dan batas jantung mengecil,
letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah. Auskultasi berguna untuk mendengar
apakah suara napas vesikuler normal, atau melemah, apakah terdapat ronki dan atau mengi
pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa, ekspirasi memanjang dan bunyi
jantung terdengar jauh. (PDPI, 2003)
Pemeriksaan penunjang yang rutin dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosa
adalah Faal paru, dengan menggunakan Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP,
VEP1/KVP) Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter
walaupun kurang tepat, namun dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti
harian pagi dan sore. Lalu uji faal paru lainnya dapat dilakukan Uji bronkodilator biasa
untuk PPOK stabil. Selain faal paru, yang rutin dilakukan adalah darah rutin (melihat
leukosit, Hb dan hematokrit). Dan pemeriksaan radiologi yakni foto toraks posisi PA untuk
melihat apakah ada gambaran emfisema atau bronkitis kronis.
Adapun pemeriksaan lain yang dapat digunakan adalah pemeriksaan faal paru
dengan pengukuran Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru
Total (KPT), VR/KRF, dll. Lalu lainnya adalah uji latih kardiopulmoner, uji provokasi
bronkus, uji coba kortikosteroid, analisis gas darah, CT Scan resolusi tinggi,
elektrokardiografi, ekokardiografi, bakteriologi dan kadar alfa-1 antitripsin. (PDPI 2003)

G. Penatalaksanaan PPOK stabil


Sebelum melakukan penatalaksanaan terhadap PPOK, seorang dokter harus dapat
membedakan keadaan pasien. Apakah pasien tersebut mengalami serangan (eksaserbasi)
atau dalam keadaan stabil. Hal ini dikarenakan pentalaksanaan dari kedua jenis ini berbeda.
Tujuan penatalaksanaan pada keadaan stabil antara lain mempertahankan fungsi
paru, meningkatkan kualitas hidup dan terakhir mencegah eksaserbasi. Penatalaksanaan
PPOK stabil dilaksanakan di Poliklinikklinik sebagai evaluasi berkala atau dirumah untuk
mempertahankan PPOK yang stabil dan mencegah eksaserbasi.
Penatalaksanaan PPOK stabil meliputi pemberian obat-obatan, edukasi, nutrisi,
rehabilitasi dan rujukan ke spesialis paru/rumah sakit. Dalam penatalaksanaan PPOK yang
stabil termasuk disini melanjutkan pengobatan pemeliharaan dari rumah sakit atau dokter
spesialis paru baik setelah mengalami serangan berat atau evaluasi spesialistik lainnya,
seperti pemeriksaan fungsi paru, analisis gas darah, kardiologi dll. Obat-obatan diberikan
dengan tujuan mengurangi laju beratnya penyakit dan mempertahankan keadaan stabil yang
telah tercapai dengan mempertahankan bronkodilatasi dan penekanan inflamasi. Obat-obatan
yang digunakan antara lain:
1. Bronkodilator
Diberikan dalam bentuk oral, kombinasi golongan beta 2 agonis dengan golongan
xantin. Masing-masing dalam dosis subobtimal, sesuai dengan berat badan dan
beratnya penyakit sebagai dosis pemeliharaan. Contohnya aminofilin/teofilin 100-
150 mg kombinsi dengan salbutamol 1 mg atau terbutalin 1 mg
2. Kortikosteroid
Gunakan golongan metilprednisolon/prednison, diberikan dalam bentuk oral, setiap
hari atau selang sehari dengan dosis 5 mg perhari, terutama bagi penderita dengan
uji steroid positif.
3. Ekspektoran
Gunakan obat batuk hitam (OBH)
4. Mukolitik
Gliseril guayakolat dapat diberikan bila sputum mukoid
5. Antitusif
Kodein hanya diberikan bila batuk kering dan sangat mengganggu
Manfaatkan obat-obatan yang tersedia sesuai dengan perkiraan patogenesis yang terjadi
pada keluhan klinis. Perhatikan dosis dan waktu pemberian untuk menghindari efek samping
obat.

Tabel 2.1 : Terapi berdasarkan stage dari PPOK

Sumber: Global initiative for chronic obstructive lung disease (GOLD)


Hal lain yang harus diberikan adalah pendidikan atau edukasi, karena keterbatasan obat-
obatan yang tersedia dan masalah sosiokultural lainnya, seperti keterbatasan tingkat
pendidikan dan pengetahuan penduduk, keterbatasan ekonomi dan sarana kesehatan, edukasi
di Puskesmas ditujukan untuk mencegah bertambah beratnya penyakit dengan cara
menggunakan obat yang tersedia dengan tepat, menyesuaikan keterbatasan aktivitas serta
mencegah eksaserbasi. Keseimbangan nutrisi antara protein lemak dan karbohidrat juga harus
dijaga. Asupan nutrisi diberikan dalam porsi kecil tetapi sering. Kekurangan kalori dapat
menyebabkan meningkatnya derajat sesak. Pemberian karbohidrat yang berlebihan
menghasilkan CO2 yang berlebihan. Dan yang terakhir adalah tahap rehabiltasi dimana
pasien harus diberikan latihan pernapasan dengan pursed-lips, latihan ekspektorasi dan
latihan otot pernapasan dan ekttremitas.

H. Prognosis
Beberapa pasien mungkin hidup lebih lama dengan eksaserbasi, namun tetap dengan
bantuan dari ventilasi mekanik sebelum meninggal akibat penyakit ini. Banyak kematian
dari PPOK disebabkan oleh komplikasi sistem pernapasan, berhubungan dengan kondisi lain
yang sebenarnya memiliki angka kematian yang rendah apabila tidak terjadi bersamaan
dengan PPOK.

You might also like