You are on page 1of 54

AYAM BURAS UNTUK MENGATASI KERAWANAN

PANGAN

Ketersediaan pangan secara makro tidak menjamin tersedianya pangan di


tingkat mikro. Produksi yang hanya terjadi di wilayah-wilayah tertentu pada
waktu-waktu tertentu menyebabkan terjadinya konsentrasi ketersediaan di
daerah-daerah produksi dan pada masa-masa panen. Pola konsumsi yang
relatif sama pada antar-individu, antar-waktu dan antar-daerah mengakibatkan
adanya masa-masa defisit dan lokasi-lokasi defisit pangan. Sehingga,
mekanisme mekanisme pasar dan distribusi pangan antar lokasi dan antar waktu
dengan mengandalkan stok akan berpengaruh pada kesetimbangan antara
ketersediaan dan konsumsi serta pada harga yang terjadi di pasar. Faktor harga
sangat terkait dengan daya beli rumah tangga terhadap pangan. Sehingga,
meskipun komoditas pangan tersedia di pasar namun jika harganya tinggi
sementara daya beli rumah tangga rendah akan menyebabkan rumah tangga
tidak bisa mengaksesnya. Kondisi ini memicu timbulnya kerawanan pangan.
Penduduk rawan pangan adalah mereka yang tingkat konsumsi energinya rata-
rata 71-89 % dari kecukupan energi normal. Sementara penduduk dikatakan
sangat rawan pangan jika hanya mengkonsumsi energi kurang dari 70% dari
kecukupan energi normal. Banyaknya penduduk rawan pangan masih terjadi di
semua propnsi dengan besaran yang berbeda.

Berdasarkan data SUSENAS yang tertuang dalam Nutrition Map


of Indonesia 2006, proporsi penduduk rawan pangan di banyak propinsi masih
di atas 10%. Jumlah anak balita dengan status gizi buruk dan gizi kurang di
daerah rawan pangan juga masih tinggi. Kondisi ini menunjukkan bahwa
ketahanan pangan di tingkat nasional atau wilayah tidak selalu berarti bahwa
tingkat ketahanan pangan di rumah tangga dan individu juga terpenuhi.

Masalah-masalah distribusi dan mekanisme pasar yang berpengaruh pada


harga, daya beli rumahtangga yang berkaitan dengan kemiskinan dan
pendapatan rumah tangga, dan tingkat pengetahuan tentang pangan dan gizi
sangat berpengaruh pada konsumsi dan kecukupan pangan dan gizi rumah
tangga.
MODEL USAHA AYAM BURAS WONOMERTO-PROBOLINGGO

Ayam buras merupakan ternak unggas yang paling banyak dipelihara di


pedesaan. Keberadaan ayam buras memiliki fungsi strategis dalam pemenuhan
pangan dan gizi masyarakat. Memelihara ayam buras sebenarnya tidak terlalu
sulit , sebab tidak memerlukan teknologi rumit. Untuk mengembangbiakan ayam
buras hanya membutuhkan ketekunan dan kesungguhan dalam memelihara.
Ayam buras memiliki peluang tinggi dan sangat mudah dipasarkan dengan harga
yang cukup tinggi.
Hal tersebut yang menjadi latar belakang berdirinya usaha bersama
Kelompok Ternak Ayam Buras “Sumber Makmur” pada 10 Agustus 1999
silam di Desa Sumber Kare Kecamatan Wonomerto. “Kegiatan usaha
budidaya Ayam Buras yang dikembangkan oleh kelompok ini merupakan
langkah untuk menjawab berbagai tantangan untuk meningkatkan
pendapatan masyarakat,” ujar Koordinator PPL Kecamatan Wonomerto
Basuki.

Ketahanan Pangan wilayah tidak hanya terletak kepada ketersediaan


pangan, akan tetapi juga adanya kemampuan masyarakat dalam membeli bahan
pangan. Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan produktif yang
memberikan income bagi masyarakat.
”Solusi untuk meningkatkan ketahanan pangan adalah dengan cara
mengurangi pengangguran dan meningkatkan pendapatan masyarakat melalui
usaha produktif. Salah satu terobosan usaha produktif yang dapat diciptakan
oleh masyarakat adalah usaha ternak ayam buras. Usaha ternak yang dijalankan
kelompok ternak terdiri dari aktivitas pemuliaan (breeding farm), pembibitan, dan
penetasan (hatchery).
Pemilihan induk dilakukan melalui seleksi yang sangat ketat Sehingga
mendapatkan bibit yang benar-benar berkualitas. Setiap produksi DOC (ayam
umur sehari) kapasitasnya mencapai 5.000 ekor/bulan. Dengan teknologi mesin
tetas semi otomatis rak putar yang menghasilkan produksi daya tetas sebanyak
80 hingga 95 prosen.
“Sebanyak lima unit mesin penetas dengan kapasitas 1.500 butir
telur/unit. Ayam tersebut akan menetas setelah berumur 21 hari. Sedangkan
untuk bagian pembibitan, pengelolaannya dibagi meliputi starter umur 1-60 hari,
ayam Grower umur 60 hingga 135 hari dan ayam petelur (layer)”.

Dari total produksi DOC 5.000 ekor/bulan tersebut, bibit betina yang
dihasilkan , sebanyak 40 % dijual secara umum dan 60 % digulirkan kepada
mitra. Sebab saat ini kelompok ternak ini sudah semakin meluaskan usahanya
dengan melibatkan beberapa ternak lainnya.
Saat ini total ayam buras indukan disini berjumlah 1.000 ekor. Dari jumlah
tersebut, ayam yang bertelur mencapai 500 ekor dan sisanya merupakan
cadangan. Inti utama usaha yang dilakukan adalah penghasil bibit ayam buras.
Meskipun dapat juga dilakukan penjualan telur dan dagingnya.
Menurut Mugi, daging pejantan umur 2 bulan dengan berat 7 ons dapat
dijual seharga Rp. 8.500/ekor. Sedangkan ayam indukan yang sudah afkir
berumur 2 tahun dengan berat 1,5 Kg dapat dijual seharga Rp. 17 ribu/ekor.
”Untuk mendapatkan hasil yang bagus dan berkualitas, kita harus
memperhatikan kebersihan kandang dan pakan yang berkualitas. Selain itu, kita
harus rajin melakukan vaksinasi supaya terhindar dari segala penyakit,” lanjut
Mugi.
Dalam memberikan vaksinasi, ada beberapa tahapan yang harus
diperhatikan. Hari ke-1 ayam diberi vaksin jenis Marek, hari ke-4 vaksin Hitcher
B1, hari ke-8 vaksin Gumboro A, hari ke-13 vaksin ND 1B, hari ke-18 vaksin
Gumboro B, hari ke-22 vaksin AI, hari ke-26 vaksin Cacar, hari ke-34 vaksin ND
Clone, hari ke-48 vaksin Gumboro B, hari ke-53 vaksin ND dan hari ke-70 vaksin
A I. Untuk vaksin selanjutnya AI dilakukan setiap 91 hari dan ND setiap 60 hari.
Menurut pengalaman Pak Mugi, usaha pembibitan (starter) DOC 1.000
ekor umur 0 hingga 2,5 bulan, dibutuhkan total biaya sebesar Rp. 9,3 juta.
Namun setelah dijual akan diperoleh hasil sebesar Rp. 12,5 juta. Sehingga total
hasil usaha yang didapatkan selama 2,5 bulan sebesar Rp. 3,1 juta. Untuk usaha
pembesaran (grower) 1.000 ekor umur 2 hingga 4,5 bulan, dibutuhkan total biaya
sebesar Rp. 29,9 juta. Namun setelah dijual akan diperoleh hasil sebesar Rp.
37,5 juta. Sehingga total hasil usaha yang didapatkan selama 4,5 bulan sebesar
Rp. 7,5 juta. Sedangkan untuk usaha ayam petelur 1.000 ekor umur 4,5 hingga
16 bulan, dibutuhkan total biaya sebesar Rp. 180,1 juta. Namun setelah dijual
akan diperoleh hasil sebesar Rp. 246 juta. Sehingga total hasil usaha yang
didapatkan selama 16 bulan sebesar Rp. 65,9 juta.
Usaha ternak ayam ini betul-betul membantu masyarakat dalam
meningkatkan pendapatan. Selain itu, juga dapat menyerap tenaga kerja, yang
diharapkan dapat ikut mengurangi pengangguran.
MANFAAT MEMELIHARA AYAM KAMPUNG

Sumber: tumbuh.wordpress.com/2008/04/14/...kampung/

Bagi masyarakat Indonesia, ayam kampung sudah bukan hal asing.


Sejak kecil kita setiap hari bisa melihatnya. Walau saat ini ayam kampung
di kota-kota besar sudah jarang terlihat berkeliaran bebas, bukan berarti
keberadaannya punah. Di pinggiran kota masih banyak orang
memelihara ayam kampung. Baik dibudidayakan secara sungguh-
sungguh maupun hanya sekedar peliharaan untuk memanfaatkan sisa-
sisa makanan yang eman-eman kalau dibuang begitu saja.
Ayam kampung mempunyai nilai gizi yang baik. Selain itu juga
mempunyai rasa yang lebih khas dan nikmat dibanding dengan jenis
ayam pedaging maupun petelur. Serat yang liat dan kenyal menjadi ciri
utamaya. Bahkan setiap lebaran ayam kampung identik dengan makanan
yang harus diada-adakan.
Ayam kampung mempunyai keistimewaan dibanding yang lain,
diantaranya : Ayam kampung lebih tahan terhadap penyakit. Tahan dan
mudah menyesuaikan dengan cuaca di Indonesia. Makanannya mudah,
bahkan bila di pelihara ala kadarnya cukup diberi makanan sisa-sisa.
Ternak ayam dapat dilepas secara bebas.
Tujuan utama orang memelihara ayam kampung adalah untuk diambil
telur, daging, dan untuk dikembang biakkan. Ayam kampung juga siap
membesarkan anak-anaknya sendiri bila dilepas bebas.
Ada dua cara memelihara ayam kampung, yaitu dipelihara dengan
dilepas bebas atau istilahnya diliarkan dan yang kedua dibudidayakan.
Keduanya mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Ayam kampung yang dilepas bebas biasanya mempunyai tingkat
kekebalan yang tinggi. Kita bisa menghemat biaya makanan. Karena
ayam cukup diberi makan pagi hari saat akan dilepas berupa sisa-sisa
makanan dan tambahan bekatul secukupnya. Selebihnya ayam akan
mencari makan sendiri disekitar rumah. Namun cara ini juga ada
kelemahannya. Ayam lambat untuk berkembang lebih banyak, karena
tingkat kematian pada anak ayam relatif lebih tinggi. Waktu mengasuh
terlalu lama yang berarti mengurangi produktifitas. Kita kurang bisa
mengontrol keberadaan ayam. Sehingga kemungkinan dimangsa
predator maupun hilang lebih tinggi.
Sedang bila kita membudidayakan dengan cara dikandangkan tentu lebih
banyak keunggulanya. Walau tentu masih juga ada kekurangannya.
Ayam yang dikandangkan lebih mudah dikontrol keberadaannya. Kita
bisa mempercepat populasinya dengan cara setiap ayam yang bertelur
kita ambil dan kumpulkan untuk ditetaskan secara bersama dalam satu
indukan atau mesin penetas. Anak ayam tidak harus ikt induknya. Namun
dapat dipisah dan ditempatkan dengan pemberian panas cahaya listrik
(untuk penghangat) dan makanan yang sesuai.
Tips Meningkatkan Produktivitas Ayam Kampung

Sumber: bapeluh.blogspot.com/2009/03/tip...yam.html

Agar ayam kampung yang kita pelihara sehat, cepat besar dan mampu berproduksi
secara optimal, maka perlu diberikan makanan tambahan juga pelaksanaan program
vaksinasi yang tepat. Apalagi?

Ayam kampung dipelihara oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia terutama di


pedesaan. Ayam ini memang dapat mencari makan sendiri, sehingga biasanya
pemeliharaannya dengan dilepas begitu saja tanpa diperhatikan kesehatannya,
pertumbuhan maupun produksinya.

Walaupun demikian, ternak ini memiliki potensi yang cukup besar dalam mendukung
ekonomi dan konsumsi protein hewani masyarakat. Untuk menjadikan ayam kampung
ini sebagai ternak komersial, maka produksinya perlu ditingkatkan. Bagaimana
caranya ?
Paling tidak ada empat tindakan yang harus dilaksanakan bila ingin mendapatkan ayam
kampung yang berproduksi tinggi, yaitu :
1. Vaksinasi ND secara teratur
2. Beri makanan tambahan
3. Membuatkan kandang
4. Penanganan khusus pada anak dan induk
AGROINDUSTRI AYAM YANG TETAP KAMPUNG

Pada awal tahun 1970an, harga daging dan telur ayam ras (ayam negeri), lebih
mahal daripada harga daging dan telur ayam kampung. Sebab populasi ayam
ras pedaging maupun petelur masih sangat kecil. Waktu itu menggoreng telur
atau memasak daging ayam ras, merupakan sesuatu yang sangat prestisius.
Sebab untuk kondisi sosial ekonomi saat itu, makan telur dan daging ayam bagi
masayarakat menengah bawah, masih merupakan hal yang sangat mewah.
Lauk utama di warung tegal (warteg), saat itu hanyalah tahu dan tempe. Kalau
saja ada ikan, maka bisa dipastikan ikan laut atau tambak air payau. Misalnya
ikan kembung atau ikan bandeng.

Sumber: foragri.blogsome.com/agroindustr...kampung/

Sekarang, harga telur dan daging ayam kampung (ayam bukan ras = ayam
buras); jauh lebih mahal dibanding dengan harga telur dan daging ayam ras.
Kalau harga ayam ras per ekor @ 1,5 kg. Rp 15.000,- maka harga ayam
kampung dengan bobot sama sudah sekitar Rp 25.000,- di tingkat konsumen.
Kalau harga telur ayam ras di tingkat konsumen Rp 6.000,- per kg. isi 18 butir
(bobot @ 55 gram) atau per butir Rp 333,- maka harga telur ayam kampung
mencapai Rp 1.100,- per butir. Tingginya harga telur dan ayam kampung hidup,
telah mengilhami para petarnak untuk mengambil jalan pintas.
Cara untuk memacu produktivitas ayam kampung adalah, dengan menerapkan
teknologi peternakan ayam ras, baik broiller maupun petelur. Ada yang
menerapkan teknologi ini secara penuh, ada pula yang hanya sebagian. Pada
produksi ayam pedaging, peternakan dibagi menjadi tiga. Pertama pemeliharaan
induk (produksi telur) dalam kandang ren dan penetasan (dengan mesin tetas)
serta pemeliharaan DOC dengan indukan (pemanas). Kedua, Pemeliharaan
anak ayam pasca indukan, sd. umur 2 bulan. Ketiga, pembesaran ayam
konsumsi dan calon induk. Tiga tahap pemeliharaan inilah yang dilakukan
sepenuhnya atau sebagian dengan teknologi dan pakan broiller. Pada produksi
telur konsumsi, induk betina ayam kampung dipelihara dalam kandang batery (1
ekor induk 1 kandang seukuran tubuhnya), dan diberi pakan layer (pakan khusus
petelur). Hasilnya, berupa telur ayam kampung, tetapi produktivitasnya sangat
tinggi. Namun pola pemeliharaan ayam ras yang diterapkan pada ayam
kampung ini, telah menurunkan harga ayam hidupmaupun telurnya. Dengan
penerapan teknologi ayam ras 100%, harga ayam potong dan telurnya hanya
sedikit diatas harga daging dan telur ayam ras. Dengan penerapan sebagian
teknologi ayam ras, maka harga produknya bisa lebih tinggilagi, namun tetap di
bawah harga produk ayam kampung yang dipelihara secara kampung 100%.

Ayam buras yang disebut sebagai dipelihara secara kampung 100%, sebenarnya
hanya menyangkut pakan dan pembesaran dengan cara diumbar dalam
kandang ren yang cukup luas. Sementara pembenihannya tetap bisa
menggunakan teknologi broiller. Sebab pembenihan dengan mengandalkan cara
alami, tidak akan pernah mencapai populasi yang diinginkan oleh pasar.
Sementara pembesaran dengan menggunakan poer dan dengan cara
dikandangkan, akan menurunkan nilai daging ayam tersebut.

Para pedagang ayam, pasti segera tahu apakah ayam kampung tersebut
dipelihara secara alami denganpakan alami atau dengan pakan poer. Meskipun
pada pembenihan bisa menggunakan teknologi broiller, namun induk betina
tetap tidak boleh diberi pakan layer. Lebih-lebih diberi egg stimulant. Hingga
pakan untuk induk jantan maupun betinanya hanyalah dedak, jagung, gabah,
ampas tahu, hijauan dan untuk protein hewaninya bisa cacing, bekicot, belalang
dll. atau tepung ikan. Pemberian pakan layer, lebih-lebih dengan egg stimulant,
memang akan memacu produktivitas telur. Namun anak ayam yang dihasilkan
akan benyak yang cacat atau daya tetasnya rendah. Induk-induk penghasil telur
tetas ini dipelihara dalam kandang ren (sebagian beratap sebagian terbuka)
dengan luas total minimal 3 X 6 m, dengan bagian yang beratap 2 m. Satu petak
kandang berisi maksimal 9 induk betina dan 1 jago. Bagian yang beratap diberi
tempat nangkring dan kotak untuk bertelur. Konstruksi kandang dari kayu dan
bambu.

Dengan pakan bernutrisi cukup, produksi telur minimal 30 % per hari dari total
populasi induk betina. Dengan jumlah induk 100 ekor, tiap hari harus ada 30 butir
telur. Dari 30 butir telur tadi, yang memenuhi syarat untuk ditetaskan hanya
sekitar 80 %. Umur telur untuk masuk ke mesin tetas, paling lama 1 minggu.
Kapasitas mesin tetas berenergi listrik atau minyak tanah, disesuaikan dengan
jumlah telur yang akan ditetaskan. Dengan produksi telur 30 butir dan layak tetas
80%, maka diperlukan 4 mesin tetas kapasitas 160 butir, atau 8 mesin tetas
berkapasitas 80 butir. Kalau mesin tetas berenergi listrik PLN, diperlukan
generator untuk cadangan apabila listrik PLN padam. Dari 160 butir telur per
minggu atau 640 per bulan, akan dihasilkan minimal 125 ekor DOC per minggu
atau 500 ekor per bulan. Untuk itu diperlukan kandang indukan berpemanas
dengan dengan kapasitas 500 ekor DOC. Sebab kandang indukan akan
diperlukan untuk jangka waktu 1 bulan. Indukan bisa berupa lampu minyak atau
kompor batubara yang biasa digunakan dalam pemeliharaan broiller. Sampai
dengan umur 1 minggu, anak ayam bisa diberi pakan starter buatan pabrik.
Namun secara bertahap mereka harus diberi dedak, menir dan bahan pakan
alami lainnya.

Setelah umur 2 bulan, anak ayam harus mulai ditaruh dalam lahan umbaran.
Luas lahan umbaran minimal 500 m2 untuk 100 ekor ayam. Berarti dengan
produksi 500 ekor per bulan dan dengan umur panen 6 bulan, maka populasi
total ayam umbaran adalah 2.000 ekor. Luas lahan umbaran yang diperlukan,
minimal 1 hektar. Hingga idealnya, pemeliharaan ayam kampung murni
umbaran dengan pakan alami, digabung dengan penanaman jati, albisia dll.
Pakan untuk ayam umbaran ini harus 100 % alami. Prosentase terbesar dari
pakan alami ini adalah gabah dan jagung.Untuk menjaga agar ketersediaan
pakan terjamin, maka harus ada gudang dan cadangan dana untuk stok pakan.
Karena biasanya kekosongan jagung dan gabah akan terjadisekitar 3 bulan,
maka stok pakan yang diperlukan untuk 2.000 ekor ayam mencapai 13,5 ton
gabah atau jagung pipilan. Dengan harga sekitar Rp 1.000,- per kg. maka dana
cadangan pakan yang diperlukan untuk jangka waktu 3 bulan mencapai Rp
13.500.000,- atau Rp 27.000.000,- untuk jangka waktu 6 bulan. Dengan investasi
dan modal kerja sekitar Rp 30.000.000,- dana cadangan pakan Rp 27.000.000,-
dan dana cadangan lukuiditas Rp 13.000.000,- maka total modal yang diperlukan
untuk pemeliharaan ayam kampung skala induk 100 ekor adalah Rp
70.000.000,-

Persiapan yang diperlukan untuk "proyek" demikian akan memakan waktu paling
cepat 3 bulan. Yakni mencari lahan, membangun kandang, mengebor sumur,
mencari bibit ayam dll. Hingga operasi pemeliharaan baru akan berjalan paling
cepat pada bulan IV. Sekitar 2 bulan kemudian, produksi telur baru akan normal.
Hingga penetasan baru akan berlangsung pada bulan VI. Hingga praktis,
penjualan panen perdana ayam kampung umur 6 bulan, baru akan terjadi
setelah 1 tahun semenjak kegiatan awal dimulai. Dengan mortalitas 5 %, maka
hasil ayam umur 6 bulan yang bisa dijual sekitar 475 ekor per bulan setelah satu
tahun sejak start awal. Harga ayam kampung demikian, sekitar Rp 18.000,- per
ekor hingga pendapatan kotor per bulan dari penjualan panen ayam Rp
8.550.000,- Pendapatan kotor ini belum memperhitungkan pendapatan dari
penjualan telur afkir yang tidak layak tetas. Biaya pakan, tenaga kerja, listrik,
penyusutan kandang dll. per bulan sekitar Rp 6.500.000,- Hingga pendapatan
bersih (keuntungan) per bulan Rp 2.000.000,- atau Rp 24.000.000,- per tahun
atau 34% dari total modal. Angka ini masih cukup baik kalau kita perhitungkan
suku bunga pinjaman komersial sebesar 20% per tahun.

Dengan menggabung peternakan ayam kampung umbaran ini pada lahan


agroforestry tanaman jati, albisia atau kebun buah; sebenarnya banyak hal dapat
dihemat dan diefisienkan. Misalnya tenaga kerja, sewa lahan, bangunan, listrik
dan air. Selain itu, kotoran ayam juga akan menjadi pupuk pada tanaman keras
pada lahan tersebut. Hal-hal yang perlu diperhitungkan dalam peternakan ayam
kampung demikian adalah, lahan umbaran harus bersih dari karet gelang, plastik
dan pecahan beling (botol, gelas dll) yang akan membahayakan keselamatan
ayam.

Pemeliharaan ayam kampung dengan teknologi broiler 100%, bisa menghasilkan


ayam konsumsi bobot 6 sd. 7 ons pada umur 70 hari. Produk ini banyak diserap
oleh restoran padang untuk bahan ayam pop. Sementara produk-produk ayam
goreng biasanya mensyaratkan ayam kampung dengan sistem umbaran dan
dengan pakan alami. Mereka akan segera tahu apakah ayam itu diumbar atau
tidak dan diberi pakan poer atau gabah dan jagung.

Berkali-kali para importir di Singapura dan Hongkong meminta pasokan ayam


kampung dari Indonesia, tetapi untuk memasok di Jakarta saja sampai dengan
saat ini masih kekurangan. Bahkan akhir-akhir ini, para importir dari Jepang juga
menjajaki kemungkinan mendatangkan ayam kampung dari Indonesia.
Persyaratan kualitas yang diminta lebih ketat. Benih mereka tentukan dan
umbaran harus 100 %. Untuk itu mereka akan mengirim supervisor. Namun
peternak ayam kampung di Indonesia tampaknya kurang merespon hal-hal
demikian ini.
MERAUP UNTUNG DARI AYAM KAMPUNG

Agrobisnis seperti sumur yang tak pernah kering. Ini bukan omong
kosong.ketika industri lain ambruk diterjang badai krisis moneter, sektor ini
terbukti tetap tegar. Benarkah ? bagi yang komponen lokalnya dominan,
jawabannya : benar. Di bidang peternakan, misalnya, usaha ayam ras(ayam
pedaging) langsung terkapar ketika krisis berlangsung. Maklum ayam jenis ini
banyak menelan dollar, mulai dari bibit, bahan baku pakan, obat-obatan
hinggaperalatan. Lain cerita kalau yang diternakan ayam kampung atau ayam
buras(bukan ras) yang 100 % asli Indonesia. Menurut data Ditjen Peternakan,
tahun 1998 populasi ayam kampung mengalami peningkatan sekitar 1 %
dibanding tahun sebelumnya, jauh berbeda dengan ayam ras yang anjlok
sampai 70 %. Produksi telur ayam ras (leghorn) petelur misalnya bisa mencapai
300 butir setahun. Sementara ayam kampung yang dipelihara secara khusus
paling banter hanya 100 butir telur. Begitu juga dengan ayam ras pedaging
(broiler). Tubuhnya cepat bongsor, dalam 30 hari bisa mencapai 1 kg.
Sementara ayam kampung membutuhkan 3 bulan untuk mencapai bobot hidup
yang sama . Hanya saja harga daging dan telur ayam kampung lebih tinggi, itu
kelebihannya.

Keuntungannya jelas

Bila serius keuntungan usaha penetasan ayam kampung ternyata cukup


menggiurkan. Saat ini harga sebutir ayam kampung Rp 800. Sementara harga
seekor anak ayam yang baru menetas atau biasa disebut DOC (Day Old Chick),
sekitar Rp 2000 perekor, berarti kalau ditetaskan untungnya lebih dari 100 % ?
memang besar.

Mencari telur
Pada dasarnya tidak sulit asal mau telaten. Sebab, telur bisa diperoleh di
kampung-kampung. Pada pemeliharaan trdisional, umumnya setiap induk
melakukan perkawinan dengan ayam pejantan. Sehingga telur yang dihasilkan
merupakan telur yang bertunas atau yang bisa di tetaskan. Bisa juga melalui
penjual jamu gendong, dipasar-pasar lokal juga mudah ditemukan.

Mesin penetas
Mesin tetas bisa didapat dengan dua cara. Jika punya uang bisa membeli
mesin tetas sendiri. Harganya antara Rp 700 ribu hingga Rp 5 juta, tergantung
daya tampungnya. Untuk alat yang satu ini, banyak yang dijual di pasar kota.
Kalau mau menyewa bisa dicari sekitar Rawa Belong, Jakarta Barat. Akan
lebih untung kalau memiliki mesin penetas sendiri dengan kapasitas yang besar.
Selain dipakai sendiri, juga bisa disewakan.

Pemasaran
Tak usah bingung memasarkan anak ayam. Banyak jalannya. Antara lain melalui
Koperasi Peternak ayam buras Jakarta. Atau bisa langsung bekerja sama
dengan peternak ayam buras. Kalau belum puas dengan hasil anak ayam, bisnis
ini bisa dikembangkan sebagai bisnis terpadu. Artinya, selain anak ayam, juga
beternak ayam pedaging (broiler) dan telur.

Pakan Di buat sendiri


Siapa yang tak ingin usahanya berkembang. Untuk itu, ada baiknya
seorang peternak juga menguasai pembuatan pakan. Sejak krisis berlanjut, tidak
sedikit pengusaha peternakan, baik ayam pedaging maupun petelur, yang
gulung tikar. Penyebabnya ya, karena sebagian besar bahan bakunya
mengandalkan impor. Sementara pakan dari bahan baku lokal yang sebenarnya
dari sisi kualitas tidak kalah, masih jarang dilirik peternak.
Dari pada buang duit untuk membeli bahan pakan ternak ada baiknya
mempelajari kiat membuat pakan sendiri seperti yang disajikan berikut ini.
Pola usaha ini sudah dijalani oleh para peternak ayam kampung yang
bermukim di Jagarkarsa, Jakarta Selatan. Dengan menggunakan pakan lokal ia
mampu memetik penghasilan lumayan besar.

Dari 1000 ekor ternaknya, minimal setiap bulan mengantungi keuntungan Rp. 1,4
juta. Itu baru dari hasil penjualan ayam kampung pedaging. Jadi belum termasuk
telur, ayam afkiran dan kotoran ayam yang belakangan ini jadi rebutan petani
karena harga pupuk kimia sangat mahal.

Analisis Keuntungan

Usaha Ayam Kampung Pedaging Per 1.000 ekor per 3 bulan

A. Investasi

Kandang dgn biaya perekor @ Rp. 7.000 Rp. 7.000.000.

B. Biaya Lancar

DOC 1.000 ekor @ Rp. 1.800 Rp. 1.800.000.

Pakan
a. Starter1 1000 kg @ Rp. 1.824,5/kg Rp. 1.824.500.
b. Starter2 1500 kg @ Rp. 1.657,5/kg Rp. 2.486.250.

Vaksin dan jamu 1000 ekor x Rp. 150 x 2 Rp. 300.000.


Listrik Rp. 100.000 x 3 = Rp. 300.000.
Kematian Ternak 10% Rp. 180.000.
Penyusutan Kandang (usia 4 tahun) Rp. 145.830.
Total Biaya Rp. 7.036.580.
C. Pendapatan
Ayam ukuran 0,9 kg @ Rp. 14.000/kg x 900 ekor (mati 10%) Rp. 11.340.000.

D. Analisis Keuntungan
Keuntungan bersih = Pendapatan - Biaya Lancar = Rp. 4.303.420

Catatan :
Pakan untuk starter 1 digunakan dari umur 0 hari sampai 4 minggu. Selanjutnya
gunakan starter 2 hingga panen sekitar umur 3 bulan. Pada saat tersebut bobot
hidup sekitar 0,9 kg/ekor.

Ciri umum bibit unggul


• Bagian tubuh tak ada yang rusak atau cacat. Misalnya kaki utuh dan
leher lurus. Otot kempal dan kuat terutama dibagian paha dan dada.
Tulangnya juga kuat
• Susunan bulu teratur,saling meng- himpit dan tampak mengkilat.
Kondisi bulu yang baik tersebut mencerminkan keadaan kulit yang baik
pula.
• Mata cerah dan pandangannya tampak tajam.
• Gerakannya gesit yaitu mudah berontak bila dipegang.
• Ukuran badannya sedang, tidak kurus dan tidak gemuk.
• Induk jantan mempunya jengger yang berwarna merah cerah, kepala
tampak kokoh,paruh pendek,tajam dan kuat. Selain itu, keturunannya
bukan berasal berasal dari anak induk betina.
• Jarak ujung tulang dada dengan cloaca(dubur) berjarak minimal 3 jari
tangan.

Analisis Keuntungan

TELUR TETAS

Biaya Lancar :

1. Membeli telur tetas 500 butir x Rp 800 = Rp 400.000


2. Sewa mesin tetas 500 butir x Rp 100 = Rp 50.000
3. Biaya lain-lain = Rp 50.000
4. Total Biaya Lancar= Rp 500.000.

Pendapatan :
500 butir x 80 % x 2000 = Rp. 800.000

Keuntungan :
Rp 800.000 – Rp 500.000 = Rp. 300.000
INTENSIFIKASI TERNAK AYAM BURAS

1. PENDAHULUAN

Perkembangan ayam buras (bukan ras) atau lebih dikenal dengan


sebutan ayam kampung di Indonesia berkembang pesat dan telah banyak
dipelihara oleh peternak-peternak maupun masyarakat umum sebagai usaha
untuk pemanfaatan pekarangan, pemenuhan gizi keluarga serta meningkatkan
pendapatan.
Dikarenakan dengan pemeliharaan sistem tradisional, produksi telur ayam
buras sangat rendah, ± 60 butir/tahun/ekor. Berat badan pejantan tak lebih dari
1,9 kg dan betina ± 1,2 ~ 1,5 kg, maka perlu diintensifkan. Pemeliharaan yang
intensif pada ayam buras, dapat meningkatkan produksi telur dan daging, dapat
mencegah wabah penyakit dan memudahkan tata laksana.

Sistem pemeliharaan ayam buras meliputi : bibit, pemeliharaan, perkandangan,


pakan dan pencegahan penyakit.

2. BIBIT

Ciri-ciri bibit yang baik :

a. Ayam jantan

- Badan kuat dan panjang.


- Tulang supit rapat.
- Sayap kuat dan bulu-bulunya teratur rapih.
- Paruh bersih.
- Mata jernih.
- Kaki dan kuku bersih, sisik-sisik teratur.
- Terdapat taji.

b. Ayam betina (petelur) yang baik


- Kepala halus.
- Matanya terang/jernih.
- Mukanya sedang (tidak terlalu lebar).
- Paruh pendek dan kuat.
- Jengger dan pial halus.
- Badannya cukup besar dan perutnya luas.
- Jarak antara tulang dada dan tulang belakang ± 4 jari.
- Jarak antara tulang pubis ± 3 jari.

3. PEMELIHARAAN

Ada 3 (tiga) sistem pemeliharaan :


1) Kulit, sebagai bahan industri tas, sepatu, ikat pinggang, topi, jaket.
2) Tulang, dapat diolah menjadi bahan bahan perekat/lem, tepung tulang
dan barang kerajinan
3) Tanduk, digunakan sebagai bahan kerajinan seperti: sisir, hiasan
dinding dan masih banyak manfaat sapi bagi kepentingan manusia.

a. Ekstensif (pemeliharaan secara tradisional = ayam dilepas dan


mencari pakan sendiri).
b. Semi intensif (ayam kadang-kadang diberi pakan tambahan).
c. Intensif (ayam dikandangkan dan diberi pakan).

Apabila dibedakan dari umurnya, ada beberapa macam pemeliharaan, yaitu :


a. Pemeliharaan anak ayam (starter) : 0 - 6 minggu, dimana anak ayam
sepenuhnya diserahkan kepada induk atau induk buatan.
b. Pemeliharaan ayam dara (grower) : 6 - 20 minggu.
c. Pemeliharaan masa bertelur (layer) : 21 minggu sampai afkir (± 2
tahun).

Untuk memperoleh telur tetas yang baik, diperlukan 1 (satu) ekor


pejantan melayani 9 (sembilan) ekor betina, sedangkan untuk
menghasilkan telur konsumsi, pejantan tidak diperlukan.
PASCA PANEN DAN PEMASARAN
TELUR AYAM BURAS
Dalam usaha ternak ayam buras, hasil utama yang dapat diperoleh selain daging
adalah telurnya. Penggunaannya beragam, sebagai campuran masakan tradisional
atau dikonsumsi setengah matang. Sebagai campuran ramuan jamu tradisional tidak
dapat digantikan dengan telur unggas lainnya. Itu sebabnya telur ayam buras tetap
diminati oleh konsumen, bahkan kebutuhan/ permintaannya terus meningkat dari tahun
ke tahun.
Telur merupakan bahari pangan hasil ternak unggas yang mempunyai nilai
tinggi, karena telur mengandung protein yang cukup tinggi dengan susunan asam-asam
amino yang komplit dan seimbang. Selain itu mengandung lemak tak jenuh, semua
vitamin dan mineral yang diperlukan tubuh serta daya cernanya cukup tinggi. Tetapi
sayangnya telur ini mempunyai sifat mudah rusak. Hal ini disebabkan karena telur
mudah retak dan pecah.
Oleh karena itu perlu dilakukan penanganan yang memadai mulai dari
pengambilan telur dari kandang, membersihkan kulitnya, memilih telur yang baik
sampai pengepakannya sehingga siap untuk dipasarkan. Dengan penampilan yang
baik akan dapat memberikan nilai tambah dengan harga jual yang tinggi.

Mengumpulkan Telur
Ayam buras kebanyakan bertelur setelah ada cahaya matahari. Pada sore hari,
telur- telur tersebut sudah terkumpul. Sebelum pemberian pakan pada sore hari,
telur-telur tersebut dikumpulkan. Letakkan telur dalam rak telur (egg tray)dengan posisi
telur bagian tumpul diletakkan diatas. Kemudian pada page hari berikutnya sebelum
pemberian pakan, sisa telur yang belum diambil dikumpulkan.

Membersihkan Telur

Setelah diambil dari kandang, telur tersebut segera dibersihkan. Ada dua cara
membersihkan :

1. Membersihkan dengan cara kering Cara ini, telur cukup dilap satu persatu
dengan kain atau amplas. Pembersihan cara ini lebih disukai dan mudah, tetapi
membutuhkan waktu dan tenaga
2. Membersihkan dengan Cara Basah:
· Telur dicuci dengan air suam-suam kuku
· Untuk mencegah pencemaran bakteri dapat digunakan NaOH 0,35% artinya
35 ml NaOH + 1 liter air
· NaOH dapat dibeli diapotik, tiap 1 liter air dapat mencuci 12 butir telur
· Untuk melindungi tangan, gunakan sarung tangan.
· Masukkan telur yang akan dicuci
· Telur yang sudah dicuci segera dikeringkan dan letakkan dalam egg tray
· Air pencuci diganti secara berkala untuk mencegah pencemaran.

Memilih Telur

Telur yang balk dilihat dari bentuk luarnya adalah :


- Bentuk telur harus normal, yaitu bulat telur
- Telur dalam keadaan bersih
- Kulit Telur rata
- Telur tidak cacat atau retak

Apabila ingin melihat kualitas (mutu) telur lebih jauh dapat dilakukan dengan cara

1. Meneropong Telur
Dapat menggunakan sinar matahari atau lampu pijar. Telur yang masih segar/ baru
akan terlihat :
- rongga udara (ada di Ujung telur) kecil
- kulit telur mulus, pori-pori kerabang kecil
- tidak ada nods di dalam isi telur
- kuning telur di tengah, tidak bebas bergerak

2. Merendam Telur dalam Air


Cara lain untuk mengetahui kualitas telur dapat dilakukan dengan merendamnya
dalam air bersih :
- telur yang busuk akan mengambang
- telur yang melayang dalam air kualitasnya kurang balk
- telur yang baik akan tenggelam

3. Memecahkan Telur
Untuk mengetahui keadaan isi telur, dapat dilakukan pemecahan. Cara ini cocok
dilakukan dalam rumah tangga sebelum telur digunakan. Caranya adalah telur
dipecahkan di atas cawan piring.
Telur yang baik akan terlihat
- permukaan kuning telur tinggi dan bentuknya bulat.
- kuning telur terletak di tengah putih telur
- putih telur kental

4. Mengepak Telur
- Telur yang sudah dipilih kemudian dikemas dalam plastik tipis berbentuk
kotak (banyak dijual di toko plastik)
- Lubangi kotak-kotak tersebut di beberapa tempat untuk sirkulasi udara.
- Masukkan telur-telur yang besarnya seragam ke dalam kotak plastik. Telur
bagian tumpul letakkan di atas.
- Setiap kotak plastik yang kecil dapat berisi 8-10 butir
- Beri label dengan nama peternak atau nama kelompok, kemudian tutup
- Telur ayam slap untuk dipasarkan.

5. Menyimpan Telur.
Dalam skala rumah tangga telur yang sudah dibeli kadang-kadang tidak
langsung dikonsumsi, tetapi disimpan. Untuk itu perlu diketahui beberapa hal :
- Menyimpan telur dalam suhu kamar sebaiknya tidak lebih dari 7 hari (sejak
ditelurkan). Telur ditaruh pada egg tray dengan meletakkan telur bagian
tumpul di atas.
- Menyimpan telur dalam lemari es, dapat bertahan sampai 7 minggu. Posisi
telur sama dengan yang ditaruh pada egg tray.
Sumber: http://www.pustaka-deptan.go.id/agritek/dkij0103.pdf

TELUR PINDANG

Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat,
mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan
harganya murah. Telur dapat dimanfaatkan sebagai lauk, bahan pencampur
berbagai makanan, tepung telur, obat, dan lain sebagainya. Telur terdiri dari
protein 13 %, lemak 12 %, serta vitamin, dan mineral. Nilai tertinggi telur
terdapat pada bagian kuningnya.
Kuning telur mengandung asam amino esensial yang dibutuhkan serta mineral
seperti : besi, fosfor, sedikit kalsium, dan vitamin B kompleks. Sebagian protein (50%)
dan semua lemak terdapat pada kuning telur. Adapun putih telur yang jumlahnya sekitar
60 % dari seluruh bulatan telur mengandung 5 jenis protein dan sedikit karbohidrat.
Kelemahan telur yaitu memiliki sifat mudah rusak, baik kerusakan alami, kimiawi
maupun kerusakan akibat serangan mikroorganisme melalui pori-pori telur. Oleh sebab
itu usaha pengawetan sangat penting untuk mempertahankan kualitas telur.
Telur akan lebih bermanfaat bila direbus setengah matang dari pada direbus
matang atau dimakan mentah. Telur yang digoreng kering juga kurang baik,
karena protein telur mengalami denaturasi/rusak, berarti mutu protein akan
menurun.
Macam-macam telur adalah : telur ayam (kampung dan ras), telur bebek, puyuh
dan lain-lain. Kualitas telur ditentukan oleh :
1) kualitas bagian dalam (kekentalan putih dan kuning telur, posisi kuning
telur, dan ada tidaknya noda atau bintik darah pada putih atau kuning telur)
dan
2) kualitas bagian luar (bentuk dan warna kulit, permukaan telur, keutuhan,
dan kebersihan kulit telur).

Umumnya telur akan mengalami kerusakan setelah disimpan lebih dari 2


minggu di ruang terbuka. Kerusakkan tersebut meliputi kerusakan yang nampak
dari luar dan kerusakan yang baru dapat diketahui setelah telur pecah.
Kerusakan pertama berupa kerusakan alami (pecah, retak). Kerusakan lain
adalah akibat udara dalam isi telur keluar sehingga derajat keasaman naik.
Sebab lain adalah karena keluarnya uap air dari dalam telur yang membuat
berat telur turun serta putih telur encer sehingga kesegaran telur merosot.
Kerusakan telur dapat pula disebabkan oleh masuknya mikroba ke dalam telur,
yang terjadi ketika telur masih berada dalam tubuh induknya.
Kerusakan telur terutama disebabkan oleh kotoran yang menempel pada kulit
telur. Cara mengatasi dengan pencucian telur sebenarnya hanya akan mempercepat
kerusakan. Jadi pada umumnya telur yang kotor akan lebih awet daripada yang
telah dicuci. Penurunan mutu telur sangat dipengaruhi oleh suhu penyimpanan
dan kelembaban ruang penyimpanan.
Prinsip pengawetan telur adalah untuk :
1) Mencegah masuknya bakteri pembusuk ke dalam telur;
2) Mencegah keluarnya air dari dalam telur.

Beberapa proses pengawetan telur utuh yang diawetkan bersama kulitnya


antara lain :
1) proses pendinginan;
2) proses pembungkusan kering;
3) proses pelapisan dengan minyak;
4) proses pencelupan dalam berbagai cairan.
Untuk menjaga kesegaran dan mutu isi telur, diperlukan teknik penanganan
yang tepat, agar nilai gizi telur tetap baik serta tidak berubah rasa, bau, warna,
dan isinya. Diolah dengan cara perebusan telur dalam larutan ekstrak daun jambu biji,
jambu batu, atau sabut kelapa dan garam.

1. BAHAN

1) Telur ayam negeri/bebek 30 butir


2) Daun jambu biji/serabut kelapa 100 gram/secukupnya
3) Garam 200 gram
4) Air 1 liter
5) Daun salam secukupnya

2. ALAT
1) Panci
2) Kompor atau alat pemanas lain.

3. CARA PEMBUATAN
1) Cuci telur segar atau mentah sebanyak 3 0 butir;
2) Buat larutan garam 6%~10% (60 sampai 100 gram dalam 1 liter air);
3) Rebus telur dalam larutan garam, kemudian masukkan daun salam dan daun
jambu biji atau serabut kelapa sebanyak yang telah ditentukan. Apabila telur
sudah setengah matang (kira-kira 10 menit perebusan), lakukan peretakan
kulit telur (dengan cara memukul-mukulnya) sehingga kulit telur menjadi
retak;
4) Teruskan perebusan sampai 20 menit. Pemasakan tersebut dilakukan
sampai warna permukaan kulit telur menjadi coklat kehitaman lalu dinginkan.

Sumber: http://www.warintek.ristek.go.id/pangan_kesehatan/pangan/piwp/telur_pindang.pdf

TELUR BERKUALITAS

Sejumlah peternak tetap optimis mengalokasikan sebagian kecil populasi


ayamnya untuk diberi perlakuan tertentu agar menghasilkan telur-telur bermerek
(branded). Rata-rata hanya 5-10% dari total populasi yang dimiliki, dengan pertumbuhan
yang sangat lamban — tergantung perkembangan clean market. Maklum, telur elit untuk
mereka yang banyak duit jumlahnya pasti cuma sedikit!

Sejak kemunculannya pada tahun 1990-an, perkembangan produksi telur-telur


bermerek sangat jarang mencuat dalam kancah perbincangan publik agribisnis
perunggasan. Padahal awalnya dianggap sebagai sebuah inovasi pemasaran untuk
lepas dari perangkap komoditas yang melekat pada telur – telur reguler atau lazim
disebut juga telur merah. Tetapi bisnis memang punya langgamnya tersendiri, di atas
tahun 2000 produsen telur-telur bermerek bermunculan.
Setelah dimulai oleh PT. Sumber Inti Harapan, menyusul PT. Semeru Perkasa
Permai, kemudian Legok Babat Farm, Rehobat Co.Ltd., Indah Abadi Farm, PT. Dhagold
Indonesia dan masih banyak lagi. Ada sekitar 12 peternak produsen telur-telur bermerek
secara nasional, dan kalau dicermati mereknya sudah mencapai puluhan.

“Saya berhenti memproduksi telur-telur bermerek, salah satu alasannya ya karena


terlalu banyak pemain. Sementara quality control dari pemerintah (Badan POM) atau
lembaga konsumen, boleh dikatakan tidak ada. Apakah benar, telur yang dipasarkan
dalam kemasan yang bagus dan dipromosikan sebagai mengandung omega 3 itu
benar-benar mengandung omega 3. Lagipula, bagi konsumen ‘kan lebih baik beli
kapsul omega 3 – sudah pasti khasiatnya”. Peternak dapat memproduksi telur
dengan merek ‘Superior’, ‘Special Plus’ dan ‘Special Grade’ . Dari pengalaman
ternyata sangat sulit memproduksi dan memasarkan telur-telur ber-merk.

Produksi telur-telur berkualitas (ber-merk), ternyata pangsa pasarnya sangat


kecil. Margin-nya cukup besar, tetapi konsumennya tidak banyak. Sehingga disamping
butuh strategi marketing yang benar, juga perlu strategi produksi yang tepat.
Konsumen telur di Indonesia umumnya masih suka mencoba hal-hal baru, begitu
telur – telur ber-merk muncul, mereka ramai-ramai mencoba, tetapi setelah dirasa ‘tidak
ada bedanya dengan telur ’biasa’ mereka tidak mengonsumsi lagi.
Oleh sebab itu, bagi para peternak yang penting adalah tetap konsisten
memproduksi telur yang bermanfaat bagi kesehatan dengan kualitas yang baik.
Sehubungan dengan itu, para ahli Gizi Masyarakat mewanti-wanti kepada peternak
produsen agar menjaga etika penjualan, jangan membohongi konsumen.

MENGOLAH TELUR DAN MENCEGAH SALMONELA

Pengolahan atau penyimpanan telur yang salah dapat menyebabkan infeksi


salmonella. Anggapan seputar telur, misalnya mengonsumsi telur mentah lebih
sehat, adalah salah satu mitos yang keliru. Beberapa tips di bawah ini membantu
Anda menghindari bahaya tak terlihat: bakteri salmonella dalam telur.

Informasi tentang Kualitas telur

Sebenarnya telur ayam mempunyai mekanisme alamiah pencegah bakteri


salmonella tidak berkembang biak. Namun enzym pencegah ini hanya bertahan
pada 10 hari pertama. Dengan meningkatnya suhu tempat penyimpanan dan
rendahnya kelembaban, maka semakin cepat pula enzym pencegah ini kehilangan
fungsinya. Oleh karena itu selalu simpan telur dalam kulkas. Sebab dalam kulkas
salmonella akan berkembang lambat (bukan mati).
Perhatikan tanggal ayam bertelur yang tertera pada cangkang telur. Sering
juga tertera tanggal kadaluarsa telur. Bila tertera tanggal kadaluarsa, hitung
mundur 28 hari, nah itulah tanggal ayam bertelur. Menurut peraturan di Eropa (EU-
Gesetz) usia telur yang dipasarkan tidak boleh lebih dari 21 hari. Bahkan
seharusnya telur yang berusia lebih dari 18 hari sudah harus disimpan dalam
kulkas.

Bila anda perhatikan, pada setiap telur yang dipasarkan di Eropa tertera
kode-kode yang terdiri dari angka dan huruf misalnya: 3-DE-1271059
Apa artinya? angka pertama menunjukan cara peternakan ayam:
0 = Ökologische Erzeugung (peternakan alamiah dan ramah lingkungan)
Untuk peternakan cara ini dilarang menggunakan teknologi gen. Bagi
ayam petelur disediakan lahan untuk berkeliaran bebas selama 6
sampai 8 jam per hari, sebagaimana habitat ayam aslinya.
1 = Freilandhaltung. Mirip dengan cara pertama, ayam petelur mempunyai
lahan untuk berkeliaran di peternakan. Setiap ayam mempunyai kira-
kira jatah 4 m2.
2 = Bodenhaltung. Beternak dengan cara ini, ayam petelur hanya hidup
dalam kandang. Namun demikian, masih tersisa ruang bagi ayam
petelur untuk makan pakan ayam, tersedia juga unsur-unsur alami
seperti jerami, sebagaimana habitat ayam. Hanya saja sangat terbatas.
3 = Käfighaltung. Cara yang ketiga seringkali dikritik kelompok pecinta
binatang. Sebab sangat tidak sesuai dengan habitat asli ayam, disebut
menyiksa binatang. Ayam petelur hanya hidup dalam kandang, ruang
geraknya sangat terbatas. Layaknya, hanya cukup tempat berdiri dan
makan pakan. Cara ini mulai tahun 2007 nanti akan dihapus. Namun bila
dilihat dari segi higienis, sebetulnya cara ini yang paling
menguntungkan peternak. Dengan cara ini lebih mudah menjaga
kesehatan ayam petelur, tidak perlu biaya pencegahan penyakit yang
tinggi. Sebab, kotoran dan ayam petelur tidak menyatu. Ayam petelur
hidup dalam kandang yang bawahnya hanya beralaskan jeruji besi,
sedangkan kotorannya akan jatuh dalam wadah di bawah kandang.

Kode berikutnya menunjukkan asal negara telur, misalnya DE = Jerman.


Sedangkan deretan angka berikutnya mengacu pada nomor peternakan.

Dengan begitu 3-DE-1271059 berarti: telur berasal dari ayam petelur yang
diternak secara Käfighaltung di Jerman dengan nomor peternakan
1271059.

Kode di atas sama sekali tidak menunjukkan apakah telur segar atau tidak.
Hanya menunjukkan darimana telur berasal!
Di Jerman telur yang dipasarkan hanya boleh telur kualitas G? sse A
artinya telur segar, tapi usianya bisa lebih dari tujuh hari. Sedangkan A-
frisch, usia telur tidak lebih dari tujuh hari.

Selain tanggal kadaluarsa yang tertera pada packing, darimana konsumen


dapat mengetahui segar tidaknya telur? Ada beberapa cara:

* Telur segar tidak berbunyi bila dikocok


* Test dalam air: Telur segar akan mengendap di dasar air,
sedangkan yang tidak segar akan mengapung
* Kuning telur segar jelas terlihat terpisah dari putih telur.
Permukaan kuning telurnya terlihat jelas cembung ke atas dan
terpisah jelas dari putihnya. Semakin tua usia telur semakin
datar kuning telur dan menyatu dengan putihnya
Bila usia telur lebih dari 10 hari, jangan dikonsumsi secara mentah.
Misalnya untuk membuat eis cream, pudding, mayones atau stmj (susu
telur madu jahe). Telur yang berusia lebih dari 10 hari hanya boleh
dikonsumsi dengan cara memasaknya. Ingat enzym alami pencegah
salmonella hanya bertahan selama 10 hari.
Dengan kata lain, bila kita ingin membuat makanan dengan telur yang tidak
dimasak, atau anda menyukai telur mentah sebaiknya telur segar yang
usianya kurang dari 10 hari. Jangan simpan makanan yang mengandung
telur mentah terlalu lama.

Telur yang sudah lewat dari masa kadaluarsa (28 hari setelah ayam
bertelur) bukan berarti sama sekali harus dibuang. Bila tanggal kadaluarsa
belum terlalu lama lewat, anda boleh mengonsumsinya, dengan syarat
betul-betul memasaknya hingga matang.

USAHA PENJUALAN SISTEM KONSINYASI

Ketika seorang produsen akan menjual barang-dagangannya ke sebuah warung


atau toko, seringkalinya warung atau toko tersebut menolak dengan alasan
barang kurang laku, tidak punya uang atau berbagai alasan lainnya. Akan tetapi
lain halnya bila barang tersebut dijual dengan sistem konsinyasi; yaitu produsen
menjual kepada toko dan mereka membayarnya ketika barang sudah laku.
Sistem penjualan ini sangat disukai oleh toko atau warung pengecer, karena
secara tidak langsung mereka mendapatkan modal tambahan dari produsen
barang dagangan.

Sistem penjualan konsinyasi dapat digunakan untuk memasuki pasar modern


seperti supermarket atau pasar tradisional yang terdiri dari warung makan, toko,
warung/toko jajanan. Tentunya dalam melaksanakan sistem ini anda harus
mempertimbangkan karaktek pemilik toko dan tingkat penjualan dari toko/warung
sasaran pemasaran. Disini anda berperan macam pegawai bank yang akan
memberikan kredit kepada nasabah. Bisa saja barang dagangan laku tetapi
mereka tidak mau bayar dengan alasan tidak ada uang, barang tidak laku/sudah
kadaluarsa dan sudah dibuang, pelanggan mengkonsumsi barang kita tapi tidak
bayar dan berbagai alasan lainnya. Kita harus juga mempertimbangkan tingkat
keramaian dari toko/warung tersebut. Percuma saja barang dagangan dititipkan,
tetapi tidak laku jual. Produsen barang rugi waktu, tenaga dan tentu saja barang
tersebut akan kadaluarsa dan tidak bisa dijual lagi.

Dengan sistem konsinyasi, penetrasi pasar barang dagangan akan cepat


menyebar. Produsen dapat merambah ke berbagai tempat dan mencoba
memasarkan berbagai produk konsinyasi. Keterbatasan ada pada modal,
karena minimal anda harus menyiapkan modal 5 kalinya atau lebih (perkiraan 5
hari barang dagangan baru dapat laku-jual) untuk perputaran barang dagangan.

Produsen tidak perlu pusing memikirkan lokasi usaha apakah strategis atau
tidak, sewa toko, gaji pegawai toko dan berbagai biaya lainnya. Produsen hanya
menitipkan barang dagangan ke pemilik toko/warung. Mereka yang akan
melakukan dan membayar semua itu untuk anda. Bisa dikatakan, dengan satu
gudang, kita memiliki berbagai toko/warung yang tersebar di berbagai lokasi.

Dengan penjualan sistem konsinyasi, produsen tidak perlu lagi menunggu


konsumen. Produsen dapat menjual/menitipkan produknya pada lokasi yang di
yakini pasti banyak pembelinya.

CARA MEMILIH DAN MENYIMPAN TELUR

Kalau KITA MEMBELI TELUR DI PEDAGANG YANG RAMAI JARANG SEKALI


MENDAPATKAN TELUR LAMA ATAUPUN RUSAK, KARENA STOKNYA CEPAT
HABIS dan DIGANTI YANG BARU. BERBEDA BILA KITA MEMBELI DARI PEDAGANG
YANG RELATIF SEPI, KITA HARUS HATI-HATI MEMILIH TELUR.
BEBERAPA CARA MEMILIH DAN MENYIMPAN TELUR lazim dijadikan
pedoman. TELUR SEGAR MEMPUNYAI KEKENTALAN YANG BAIK, SEHINGGA
KUNING TELUR TERLETAK DI TENGAH. Semakin LAMA LARUTAN DIDALAMNYA
semakin ENCER SEHINGGA KUNING TELUR bergeser KE TEPI. SELAIN ITU,
KANTUNG UDARA DI BAGIAN UJUNG MEMBULAT TELUR RELATIF KECIL
DARIPADA TELUR SEGAR, DIAMETERNYA SEKITAR 1,5 cm. KANTONG UDARA
ITU semakin LAMA JUGA AKAN MEMBESAR. BERDASARKAN SIFAT ITU, SAAT
MEMILIH TELUR SEGAR KITA dapat MENGGUNAKAN CARA:

1. TELUR DILETAKKAN DI DEPAN CAHAYA DAN DITEROPONG ISINYA


SAMBIL DIPUTAR-PUTAR,
- Bila KUNING TELUR BERGESER, telur sudah kurang segar.
- Bila KUNING TELUR SUDAH PECAH dan BERCAMPUR berarti telur
SUDAH RUSAK.

2. TELUR DIRENDAM DALAM AIR TAWAR ATAU LARUTAN GARAM 10% ( 1


SENDOK TEH GARAM DALAM 2 GELAS AIR),
- BILA TELUR TENGGELAM, MENANDAKAN MASIH SEGAR
- BILA SEDIKIT TERAPUNG, BERARTI KANTONG UDARA DI UJUNG
TELUR MEMBESAR DAN MENANDAKAN TELUR SUDAH LAMA
- BILA TELUR MELAYANG DALAM LARUTAN, BERARTI TELUR SUDAH
RUSAK

3. Pengamatan kulit luar:

- TELUR YANG MASIH SEGAR BERWARNA KULIT CERAH


- TELUR YANG SUDAH LAMA BIASANYA MEMPUNYAI WARNA KULIT
KUSAM/KERUH, JUGA MULAI TIMBUL BINTIK-BINTIK HITAM YANG
DISEBABKAN OLEH PERTUMBUHAN JAMUR.

KITA SERING MEMBELI TELUR DALAM JUMLAH BANYAK dan disimpan


SIMPAN UNTUK PERSIAPAN BILA SEWAKTU-WAKTU DIBUTUHKAN.

Tindakan PERSIAPAN PENYIMPANAN TELUR DAPAT BERPEDOMAN:


1. SEBELUM DISIMPAN, TELUR PERLU DICUCI LEBIH DULU UNTUK
MENGHILANGKAN KOTORAN-KOTORAN YANG BIASANYA
berasal DARI KANDANG. SEBAIKNYA TELUR DIRENDAM DULU,
SUPAYA KOTORAN MUDAH LEPAS. PENCUCIAN /
PENGGOSOKAN YANG BERLEBIHAN MENGAKIBATKAN KULIT
TELUR MENIPIS DAN MUDAH PECAH. SELAIN ITU, JUGA
MENYEBABKAN PELEBARAN PORI-PORI TELUR, SEHINGGA
BAKTERI MUDAK MASUK DAN MERUSAK TELUR.
2. SETELAH DICUCI, SEBAIKNYA TELUR DICELUPKAN KE DALAM
MINYAK PARAFIN CAIR (60 DERAJAD CELCIUS). KEMUDIAN
DIANGIN-ANGINKAN SEHINGGA TERBENTUK LAPISAN TIPIS
YANG BISA MENUTUPI PORI-PORI kulit TELUR DAN terhindar
DARI SERANGAN BAKTERI.
3. TELUR DICELUPKAN KE DALAM AIR MENDIDIH SEBENTAR SAJA
(SEKITAR 5 DETIK). CARA INI MEMBENTUK LAPISAN TIPIS
SEKELILING KULIT TELUR BAGIAN DALAM AKIBAT SATU
LAPISAN TIPIS PUTIH TELUR TERKOAGULASI. LAPISAN ITU
JUGA BERFUNGSI MENUTUP PORI-PORI KULIT TELUR.
4. SELANJUTNYA, TELUR SIAP DISIMPAN DALAM LEMARI
PENDINGIN, LEBIH BAIK LAGI PADA SUHU 0 DERAJAT CELSIUS
AGAR TELUR BISA TETAP SEGAR DALAM WAKTU LAMA.
MESIN TETAS TELUR AYAM

Usaha peternakan unggas (ayam dan itik) merupakan jenis usaha yang
cukup menjanjikan. Hal ini didasari oleh jumlah permintaan produk hewani asal
unggas baik telur maupun daging tiap tahun makin meningkat. Dilihat dari data
permintaan tersebut prospek usaha agribisnis unggas yang salah satunya adalah
ayam buras cukup potensial. Keunggulan lain usaha agribisnis unggas adalah
tidak memerlukan biaya yang besar, tergantung dari kemampuan peternak dan
ditentukan oleh skala usahanya. Selain itu jenis ternak ini telah lama dikenal
masyarakat sehingga teknik budidayanya tidak terlalu rumit. Dalam upaya
memacu usaha peternakan unggas perlu adanya sentuhan teknologi tepat dan
mudah diterapkan oleh peternak. Dari sisi ketersediaan bibit, teknologi
penetasan telur buatan dengan penggunaan mesin tetas telur sangat cocok
diterapkan.
Keunggulan teknologi ini adalah menghilangkan periode mengeram pada
induk sehingga induk mampu menghasilkan telur lebih banyak selama hidupnya,
selain itu anak ayam dapat di produksi dalam jumlah yang besar pada waktu
yang bersamaan. Prinsip kerja dari mesin tetas ini adalah menciptakan situasi
dan kondisi yang sama pada saat telur dierami oleh induk. Kondisi yang perlu
diperhatikan adalah suhu dan kelembaban. Suhu optimal adalah 38,8o C atau
101oF. Kondisi suhu tersebut dapat direkayasa dengan penggunaan sumber
panas listrik maupun lampu minyak dan untuk kelembaban optimal digunakan air
yang ditempatkan dalam mesin tetas.
Mesin tetas TELUR dapat dibedakan atas dasar sumber panas yang
digunakan. Pertama, mesin tetas elektrik dengan menggunakan listrik yang
dihubungkan dengan lampu pijar sebagai sumber panas. Ke dua, mesin tetas
yang menggunakan sumber panas lampu minyak yang dihubungkan dengan
silinder yang terbuat dari seng plat sebagai sumber panas. Ke tiga, mesin tetas
kombinasi yaitu gabungan dari sumber panas yang berbeda (listrik dan lampu
minyak), jenis mesin tetas ini sangat efektif pada daerah yang sering mengalami
pemadaman lampu, sehingga pada saat lampu padam maka digunakan lampu
minyak sebagai sumber panas.
Model mesin tetas telur ini dapat diperoleh di toko poultry shop atau
membuat sendiri dengan bahan yang mudah dan tersedia di tempat. Besarnya
mesin tetas telur yang digunakan disesuaikan dengan kapasitas telur yang akan
ditetaskan seperti ; 200 butir, 400 butir dan 600 butir.

Bahan – Bahan yang Digunakan

Pembuatan mesin tetas disesuaikan dengan kondisi sumber panas yang


tersedia. Pada tempat yang belum ada listrik bisa dibuat mesin tetas dengan
menggunakan lampu minyak sedangkan daerah yang tersedia listrik bisa dibuat
mesin tetas telur elektrik atau mesin tetas kombinasi.

Bahan-bahan yang digunakan antara lain :


1. Kayu kaso 4 x 5 cm sebagai rangka mesin
2. Tripleks melamin, kaca dan engsel
3. Kawat ram (tempat peletakan telur)
4. Paku dan seng plat
5. Nampan air dan thermometer
6. Alat pengatur suhu (thermoregulator)
7. Lampu pijar dan lampu minyak.

Cara Pengoperasian Mesin Tetas Telur

A. Persiapan
Sebelum digunakan, mesin tetas harus dibersihkan dahulu dari
mikroorganisma pengganggu dengan jalan penyemprotan bahan pembunuh
kuman / desinfektan. Pemanas dihidupkan 24 jam sebelum telur dimasukan ke
dalam mesin tetas.
Telur dibersihkan dengan menggunakan lap basah hangat dan tiriskan.
Suhu mesin tetas harus konstan, diusahakan 38,8oC. Nampan air diisi air
secukupnya (tidak sampai penuh), penggunaan air ini untuk menjaga
kelembaban mesin tetas, untuk itu selama penetasan harus diperhatikan
stabilitas volume air.
Setelah telur bersih dan kering, telur diberi tanda pada kedua belah sisi
dengan spidol atau alat tulis lain, misal ; huruf A dan B di kedua belah sisi.
Pemberian tanda ini berguna untuk memudahkan dalam pemutaran telur agar
lebih merata.
Telur yang sudah ditandai dimasukan secara perlahan ke dalam mesin
tetas dengan posisi tanda seragam. Tutuplah mesin tetas setelah semua telur
dimasukan.

B. Operasional Penetasan
Setelah 48 jam telur dalam mesin tetas, mulai dilakukan pemutaran telur
setiap pagi dan sore. Pemutaran telur dilakukan sampai hari ke 18. Pemeriksaan
telur sebaiknya dilakukan 2 kali, yaitu pada hari ke 7 dan hari ke 18. Telur yang
bertunas (tanda telur hidup) tampak terang dan tidak terdapat bintik-bintik merah.
Telur yang bertunas ditandai dengan adanya titik merah di bagian
petengahan, ukurannya kira-kira sebesar biji kacang hijau dan tampak bergerak.
Apabila titik merah tersebut tidak bergerak pertanda embrio dalam telur mati,
maka telur yang mati tersebut harus dibuang agar telur tidak membusuk dalam
mesin.
Telur akan memenetas pada hari ke 20 atau 21.
Anak ayam yang keluar dari telur dibiarkan dahulu dalam mesin selama
kurang lebih 24 jam, sampai bulu anak ayam kering dan kondisi anak ayam
normal. Setelah kering dan normal, anak ayam bisa dikeluarkan dari mesin tetas.
Sumber : http://sultra.litbang.deptan.go.id
PEMELIHARAAN AYAM BURAS USIA
PERTUMBUHAN
(SISTEM UMBARAN)

Saya menggunakan istilah ayam ras untuk ayam-ayam import broiler


(pedaging) dan layer (petelur), sedangkan untuk ayam kampung, ayam bangkok
(baik import maupun lokal), ayam pelung, ayam kedu, ayam ciparage, dll, saya
istilahkan sebagai ayam bukan ras (buras).
Banyak peternak yang kesulitan dalam memelihara ayam pada masa
pertumbuhan. Kesulitan tersebut mulai dari tingkat kematian yang tinggi,
pertumbuhan yang kurang optimal, cacat tubuh, dan banyak lagi. Secara umum,
pertumbuhan ayam akan sangat pesat pada usia 0-4 bulan, dan akan terus
bertumbuh meski agak lambat hingga usia 7,5 bulan. Berikut akan saya uraikan
sedikit pengalaman saya :

Ayam Usia 0 -- 1 Bulan

Pada usia ini yang paling berpengaruh adalah faktor suhu lingkungan dan
makanan. Asalkan ayam hidup pada suhu lingkungan yang nyaman, dan diberi
makanan yang bergizi baik, ayam akan tumbuh sesuai harapan. Pada masa ini,
saya merekomendasikan pemberian pakan /ransum komersil (produksi Charoen
Phokp., Sirad, Confeed, dll.) yang biasa dinamakan BR-1 atau BR-2 (voer),
karena selain mengandung imbangan gizi yang seimbang, pada ransum ini juga
terdapat antibiotik yang dapat melindungi ayam dari penyakit-penyakit pada
masa awal. Kecukupan gizi yang baik akan menjamin pembentukan antibodi
alami berlangsung dengan sempurna.
Mengenai cara pemeliharaan, apakah disapih atau tetap dicampurkan
dengan induk, tidak jadi masalah. Namun yang harus diperhatikan, jika peternak
berniat memelihara dalam jangka panjang (usia panen di atas 12 bulan),
sebaiknya ayam usia pertumbuhan diberi ruang gerak yang lebih leluasa.

Ayam Usia 1 - 7,5 Bulan


Kembali saya mengingatkan, bahwa pada tulisan ini saya hanya
membahas pemeliharaan dengan sistem umbaran (ekstensif atau semi intensif).
Sedikit banyak alam telah menyediakan nutrisi bagi ternak, misalnya
rumput sebagai sumber protein dan serat, kerikil dan tanah sebagai sumber
mineral, sekam padi sebagai sumber vitamin yang baik untuk pertumbuhan bulu,
dll. Dengan demikian, ayam yang dipelihara secara umbaran dapat mencari
sendiri kekurangan nutrisi dari lingkungan sekitarnya.
Untuk ayam umbaran usia pertumbuhan di atas 1 bulan, saya
merekomendasikan pemberian pakan dengan formula 20% konsentrat petelur +
80% dedak (saya namakan formula 280). Secara matematis, formula 280 ini
rendah energi dan protein, namun memiliki imbangan energi-protein yang sangat
ideal, sehingga jika ayam mengkonsumsi dengan normal, kebutuhan protein
minimum akan tercukupi (Jika melihat imbangannya, justru formula 280 termasuk
pakan dengan prosentase protein yang tinggi, mengungguli BR-1 dan BR-2).

Kelebihan Formula 280


Berdasar pengalaman, ayam-ayam yang saya beri formula 280 memiliki
tekstur daging/otot yang baik, yakni rendah lemak dengan perototan yang besar
dan kuat. Selain itu, pakan formula 280 sangat ekonomis. Pertumbuhan tulang
juga sangat baik, besar dan kuat, karena pakan formula 280 menggunakan
konsentrat ayam petelur yang kaya akan kalsium. Menggunakan formula 280,
saya sangat terkejut dengan hasil pertumbuhan yang menyamai jika ayam
diberikan voer.

Kelemahan Formula 280


Kelemahan sejauh ini belum saya temui, kecuali keharusan memelihara
dengan sistem umbaran.

Bahan Makanan Tambahan


Peternak dapat menambahkan bahan makanan lain ke dalam formula 280
namun dengan prosentase maksimum 5%. Bahan makanan tersebut misalnya :
- kapur bubuk/kapur tembok yang telah non aktif (sebagai sumber
kalsium)
- Voer BR-1 atau BR-2 (sebagai suplemen).

Demikian, serba sekilas tentang pemeliharaan ayam buras usia


pertumbuhan secara umbaran.
BETERNAK AYAM KAMPUNG PETELUR

Ayam kampung adalah ayam asli Indonesia yang sudah dipelihara oleh
masyarakat sejak dahulu. Jenis ayam ini memiliki potensi mampu memberikan
kontribusi bagi pemenuhan kebutuhan pangan keluarga, setidaknya sebagai
penghasil daging dan telur. Kebanyakan ayam kampung bersifat dwifungsi, yaitu
sebagai penghasil daging dan penghasil telur, dan biasanya tergantung
bagaimana tujuan peternak memelihara ayam kampung.
Ayam kampung yang ada di Indonesia morfologinya (bentuk-bentuk fisik)
sangat beragam, sulit sekali dibedakan dan dikelompokkan ke dalam klasifikasi
tertentu. Karena tidak memiliki ciri yang khusus dan tidak adanya ketentuan
tujuan dan arah usaha peternakannya, ayam kampung dinamakan juga sebagai
ayam buras (bukan ras), untuk membedakan dengan ayam yang sudah jelas
tujuan dan arah usahanya, misalnya khusus petelur atau pedaging) yang disebut
dengan ayam ras.
Produktivitas ayam kampung yang dipelihara secara ala kadarnya
memang masih rendah. Produksi telur per tahunnya sekitar 60 butir dan berat
badan ayam jantan dewasa tidak melebihi dari 2 kg. Apa lagi ayam betina dan
ayam-ayam yang sudah tua maka berat badannya jauh lebih rendah lagi. Namun
demikian, bila ayam kampung dipelihara secara benar, tepat dan intensif maka
produktivitasnya dapat ditingkatkan, khususnya bila diarahkan untuk petelur.

Tujuan beternak ayam


Beternak ayam kampung perlu dipersiapkan beberapa hal, diantaranya
adalah penetapan tujuan beternak, apakah sebagai penghasil daging atau
penghasil telur. Penentuan tujuan ini penting karena akan menentukan cara
memelihara dan manajemennya, termasuk dalam pemilihan induk untuk bibitnya.
Selain menentukan tujuan komoditas yang akan diproduksi, penentuan maksud
beternak juga penting.
Setidaknya ada 3 tujuan beternak ayam kampung, yaitu beternak hanya
sekedar mengisi waktu luang dan beternak sebagai sumber penghasilahan
keluarga. Bila beternak hanya untuk mengisi waktu luang, maka kepuasan yang
dicapai adalah kepuasan mengisi waktu dengan kesibukan sehari-hari mengurus
ternak. Kepuasan tersebut memberikan nilai tersendiri, terutama bagi yang
sudah pension. Selain kepuasan tersebut, beternak juga menambah hasil berupa
telur atau anak ayam atau daging walaupun ini bukanlah target utama dari
beternak.
Tujuan yang ke dua adalah beternak sebagai usaha penghasil
pendapatan. Bila tujuan ini sudah ditetapkan maka usaha peternakan ayam
kampung yang dijalankan akan menerapkan kaidah-kaidah usaha. Keuntungan
berupa ekonomi merupakan target utama yang harus dihasilkan. Kepuasan
peternak akan ditentukan dengan seberapa banyak nilai ekonomi yang
dihasilkan dari peternakan yang dijalankan.
Penentuan Lokasi
Beternak ayam kampung petelur juga harus memenuhi syarat teknis
lokasi yang sesuai. Kalau ayam dipelihara dalam jumlah yang besar maka akan
dapat menimbulkan gangguan terhadap lingkungan sekitarnya. Gangguan dapat
berupa suara ayam, kotoran ayam, pakan dan lalulintas pengangkutan produksi
dan sarana produksi. Selain itu, ternak yang dipelihara juga harus memenuhi
criteria kenyamanan lingkungan sehingga tidak mudah mengalami stress, mudah
terjangkit penyakit dan sebagainya.
Syarat-syarat lokasi yang dipillih dalam beternak ayam kampung petelur
adalah:
1. Lokasi tidak jauh dari pasar hasil dan pasar faktor produksi. Jika
keduanya tidak dapat diperoleh secara bersamaan maka yang
diutamakan adalah dekat dengan pasar faktor produksi. Bila jauh
dengan pemasaran, ada kemungkinan pembeli mengambil sendiri ke
lokasi peternakan.
2. Lokasi jauh dari keramaian, tetapi ada jalur transportasi dan
komunikasi. Keramaian akan mengganggu ternak dan sebaliknya.
Sedangkan jalur transportasi adalah untuk memudahkan pemasaran
hasil dan penyediaan factor produksi.
3. Lokasi seharusnya memenuhi aturan tataguna lahan dari pemerintah
daerah setempat. Hal ini perlu karena kawasan akan terus
berkembang sesuai dengan peruntukannya. Jangan sapai peternak
memilih lokasi yang peruntukkannya ke depan sebagai pusat
perkantoran atau pemukima.
4. Lokasi hendaknya mempunyai sumber-sumber air bersih yang cukup,
tidak di bawah lembah atau di atas bukit.

Pemilihan Bibit

Sekalipun ayam kampung tidak memiliki ciri khas dalam hal bentuk badan
dan warna bulunya, bila dipelihara secara teratur dan terarah, ayam kampung
akan memberikan hasil yang cukup baik. Sebaiknya dalam beternak dan
mengembangbiakkan ayam kampung petelur ini, terlebih dahulu dilakukan
pemilihan/seleksi bibit/induk dengan seksama.
Pemilihan bibit dapat dilakukan dengan memilih calon indukan yang
sejenis, yaitu bentuk badan seragam, besar kecilnya seukuran dan umurnya
tidak terpaut jauh. Sebaiknya calon induk telah berumur paling tidak 7 bulan.
Calon bibit tersebut sebaiknya secara turun temurun memiliki sifat-sifat
pembawaan yang baik dan sehat, tidak terdapat bagian tubuh yang cacat,
berasal dari kelompok atau kawanan ayam yang terpilih, pertumbuhan badannya
baik dan hasil telurnya banyak. Calon bibit yang baik memiliki beberapa sifat
yang khas. Di antaranya adalah tingkah lakunya yang gembira, gerakannya kuat
dan tangkas, tidak taku didekati orang, suaranya agak ramai apabila didekati dan
diberi makan, nafsu makannya baik dan aktf mencari makan sepanjang hari,
keluar kandang pagi-pagi dan baru masuk kandang setelah matahari terbenam.
Ayam yang baik untuk bibit juga berbulu mengkilap dan cerah. Ayam yang
sehat dan normal dapat ditilik dengan melihat tanda-tanda fisiknya sebagai
berikut:
1. Bagian tubuh. Bangun tubuhnya tidak ada kelainan, selaras dan
sesuai dengan jenis ayamnya.
2. Pertulangan. Tulang harus kuat dan normal.
3. Perototan. Otot gempal, padat, berisi dan tidka berlemak. Ini dapat
diperkirakan dengan meraba tulang dada dan paha. Cara ini juga
dapat diginakan untuk menafsirkan keadaan umum tubuh, eksehatan
dan gaya hidup ayam yang bersangkutan.
4. Kulit. Keadaan kulit bila diraba terasa lembut, agak basah, dan tidak
ada bagian yang rusak atau cacat. Warnanya segar agak mengkilap.
5. Bulu. Bentuk bulu mencerminkan keadaan kulit, kesehatan dan gaya
hidup ayam bersangkutan. Bulu ayam yang haslus letaknya teratur
pada tubuh, menghimpit rapat seolah-olah tidak ada ruang kosong
diantara bulu-bulu tersebut. Bentuk dan besar bulu harus sesuai
dengan jenis puspa ragam dari jenis ayam bersangkutan. Semkain
mengkilap maka semakin kuat dan sehat ayam bersangkutan.
6. Suhu badan. Suhu badan normal, sekitar 41-42 oC.
7. Berat badan. Berat badan harus sesuai dengan jenis ayam
bersangkutan.
8. Kepala. Kepala berbentuk bulat panjang, tidak terlalu gepeng dan
berbangun kasar. Jengger kokoh dan kuat, tidak tipis dan tidak
terlalu besar. Warnanya merah menyala, agak mengkilap. Bila
dipegang terasa hangat, lentur dan berjaringan halus. Gelang kuping
dan daun telinga bentuknya bulat panjang atau jorong, warnanya
tegas, tidak suram.
9. Mata. Mata bewrbentuk bulat, agak melotot sedikit, membuka luas
kurang lebih di tengah pipi (samping kepala), bebas dari jarigan
tubuh yang mengganggu penglihatan. Pemandangan cerah ceria,
penuh perhatian, dan gemar melakukan sesuatu. Ghelang mata
segar, berwarna kuning kemerah-merahan dan tidak lemah. Selaput
lender mata jernih, mengkilap, dan selalu basah. Selaput bening
mata jernih dan selalu basah.
10. Leher. Jangan terlalu panjang dan terlalu pendek, kecuali jenis
tertentu seperti pelung.
11. Dada. Bentuk dada agak montok ke depan, lebar dan kuat. Leher
dan dada harus merupakan satu kesatuan yang kokoh. Tembolok
terisi penuh, regang, tapi tidak terlalu keras.
12. Badan dan tubuh bagian belakang. Badan agak panjang, lebar dan
dalam. Hal ini menandakan bahwa alat-alat tubuhnya berada pada
posisi yang tepat dan seharusnya. Tubuh bagian belakang harus
penuh dan dalam. Tubuh belakang ayam yang terbesar terletak
terletak di belakang garis melintang antara kedua kaki ayam.
Punggung panjang, lebar, dan lurus. Punggung datar, tidak
melengkung.
13. Perut penelur. Perut penelur terletak dia natara di belakang garis
melintang antara kedua kaki, dengan jarak anatara kedua kaki cukup
lebar. Jarak antara ujung utlang dada dan tulang kelangkang sekitar
3 – 4 jari orang dewasa. Perut penelur ini kalau diraba tarasa halus
dan lunak seperti beludru, bentuknya bulat cembung.
14. Sayap. Sayap harus normal dan kuat. Tidak boleh tergantung atau
terkulai lemah, harus menghimpit tepat pada badan.
15. Dubur. Dubur ayam yang sehat bentuknya lebar, bulat dan basah.
Kulit di sekitar dubur tidak berkerut atau berwarna kuning tua, tetapi
keputih-putihan dan tidak kotor oleh tahi ayam yang mongering. Bulu
di sekitar dubur kering dan bersih.
16. Kaki. Kaki harus kuat dan kokoh. Tidak terlalu besar atau kecil. Jari-
jarinya menghampar, dengan bentuk kuku tidak terlalu panjang atau
bengkok. Taji tidak panjang tetapi kuat. Sisik kaki menghimpit rata,
tersusun teratur, dan keadaannya licin mengkilap. Warna sesuai
dengan jenis ayam bersangkutan.
17. Ekor. Ekor terbangun sesuai dengan jenis ayamnya. Bulu pangkal
sampai ujungnya tidak cacat.

Perkandangan

Kandang ayam kampung petelur dibuat sesuai dengan kepadatan ayam


yang diperlukan. Sehubungan dengan hal itu, beberapa batasan yang perlu
diperhatikan adalah sebagai berikut:

1. Untuk anak ayam dalam indukan setiap meter persegi cukup 30 ekor.
2. Untuk ayam remaja sebelum memasuki masa bertelur, per meter
persegi cukup untuk 14 – 16 ekor, bisa dikurangi sesuai dengan
peningkatan umur dan ukuran tubuh.
3. Untuk ayam yang siap dan telah memasuki masa bertelur adalah 6
ekor per meter persegi.

Berdasarkan sistem lanatainya, maka kandang ayam kampung dapat


dibagi menjadi 2 macam, yaitu kandang sistem lantai liter dan kandang dengan
lantai cage. Kandang lantai liter adalah kadang yang lantainya dilapisi denga liter
berupa serbuk gergaji atau sekam padi setebal sekitar 6 cm. Sistem ini
sebenarnya cocok untuk ayam kampung bibit. Sedangkan sistem lantai cage
adalah dengan adanya jarak antara tanah/lantai dengan dasar kandang. Model
ini cocok untuk petelur. Pada sistem kedua ini, disebut juga dengan sistem
batery, cage dibuat miring ke depan sehingga bila ayam bertelur maka telurnya
segera menggelinding kea rah depat yang telah disiapkan tempat penampung
telur sehingga petugas dapat dengan mudah mengumpulkan telurnya.

Pakan dan Nutrisi


Pemberian pakan merupakan bagian penting dalam usaha peternakan
ayam kampung petelur. Pakan yang diberikan harus memenuhi kebutuhan untuk
produksi telur. Untuk itu secara nutrisi harus memenuhi semua yang dibutuhkan.
Paling tidak ada 6 kelompok nutrisi yang harus terpenuhi di dalam pakan ayam.
Keenam kelompok nutrisi tersebut adalah sebagai berikut.

1. Air.
Biasanya ayam mengkonsumsi air sebanyak 2 – 2,5 gram air untuk setiap
pakan yang dikonsumsi selama masa awal dan pertumbuhan. Pada masa
bertelur (petelur), ayam meminum sebanyak 1,5 – 2 gram air untuk setiap gram
pakan yang dikonsumsi. Karena rata-rata ransum ayam yang diberikan
mengandung tidak lebih dari 10% air maka penyediaan air minum yang bersih
mutlak diberikan secara ad libitum.

2. Protein.
Protein merupakan nutrisi utama yang dibutuhkan bagi ayam kampung
petelur. Rata-rata kebutuhan protein untuk petelur adalah berkisar antara 16 –
17%. Selain secara kuantitatif, protein pakan juga harus mengandung asam
amino yang lengkap, terutama asam amino esensial, yaitu yang tidak dapat
disintesis di dalam tubuh ayam.

3. Karbohidrat.
Fungsi utama karbohidrat dalam pakan ayam adalah sebagai sumber
energy. Biji-bijian sereal dan turunannya merupakan sumber karbohidrat yang
baik.

4. Lemak.
Ayam petelur memerlukan asam lemak esensial seperti asam linoleat.
Selain itu lemak juga menyumbangkan energy bagi ternak. Pada umumya bahan
pakan seperti dedak mengandung 2,5% lemak.

5. Mineral.
Mineral penting bagi ayam petelur terutama adalah kalsium (Ca), Fosfor
(P), Natrium (Na), Magnesium (Mg) dan lain-lain. Mineral-mineral tersebut
penting karena terkait dengan pembentukan telur.

6. Vitamin.
Vitamin pada umumnya berperan sebagai ko-enzim dan regulator
metabolism. Pakan yang defisiensi vitamin akan menurunkan produktivitas telur.
Jenis pakan dapat dikelompokkan menjadi 3 tipe berdasarkan periode umur
ayam, yaitu:
1. Pakan starter, yaitu pakan yang diberikan untuk DOC hingga berumur
8 minggu dan dalam bentuk remahan (mash).
2. Pakan grower, yaitru diberikan kepada ayam berumur 8 – 20 minggu
atau hingga mulai bertelur.
3. Pakan layer, yaitu diberikan untuk ayam periode bertelur.
Manajemen Pemeliharaan

Dalam usaha peternakan ayam kampung untuk menghasilkan telur, yang


penting diperhatikan adalah perihal manajemen. Manajemen ini meliputi
pemberian pakan dan minum, kebersihan dan kesehatan kandang, pemanenan
dan pemasaran. Manajemen pakan dan minum harus memperhatikan pula
kebutuhan nutrisi ayam petelur. Air dan pakan yang diberikan secara ad libitum
agar terjamin kebutuhan nutrisinya. Kecukupan akan pakan menghidarkan ayam
dari stress dan terjaganya produksi telurnya. Kebersihan dan kesehatan kandang
akan membawa ayam pada kondisi nyaman sehingga menhindari stress.
Kandang dan lingkungannya yang bersih juga menghidari adanya
kontaminasi mikroba, serangan hama dan penyakit ternak. Pemanenan telur
yang dihasilkan harus segera untuk menghindari telur kotor akibat tercampur
feses atau sisa-sisa pakan pada kandang. Hal ini untuk menjamin mutu telur
yang dihasilkan. Namun demikian, pemanenan tidak juga harus terlalu sering
karena dapat menyebabkan ayam stress.
PEDOMAN PRAKTIS BETERNAK AYAM BURAS

Ayam buras (bukan ras) merupakan salah satu ternak unggas penghasil
telur dan daging. Sebagai seorang petani, terutama petani di pedesaan yang
serba terbatas, baik ilmu, modal maupun lahan, maka pilihan satu-satunya akan
jatuh pada ayam buras yang dikenal masyarakat pada umumnya dengan nama
ayam kampung.
Ayam buras merupakan potensi di daerah yang selalu ada dan hampir
dimiliki oleh setiap rumah tangga serta mempunyai beberapa keunggulan
dibanding dengan jenis unggas lain antara lain:
1) mudah dipelihara dan sudah sering dilakukan oleh masyarakat di
pedesaan,
2) cepat beradaptasi dengan lingkungan dan umumnya tahan terhadap
penyakit tertentu,
3) daging dan telur ayam buras lebih disukai masyarakat, sehingga
peluang pasar masih terbuka lebar dan harganya tetap stabil,
4) dapat dilaksanakan dengan modal kecil-kecilan dan penggunaan lahan
terbatas serta dapat diusahakan secara bertahap,
5) memiliki variasi keunggulan tertentu sesuai dengan daerah asalnya.

Ayam buras dapat menjadi sumber ekonomi rakyat petani bilamana ada
perubahan peranan dari sekedar sebagai sampingan yang dipelihara secara
tradisional kemudian dirubah menjadi usaha komersil dan dikelola secara intensif
atau semi intensif. Kuncinya dalam pengembangan ayam buras yaitu merubah
sistem lama (tradisional) dengan mengadopsi teknologi yang mudah
dilaksanakan dan diharapkan dalam waktu yang relatif singkat pengembangan
ayam buras sudah dapat ditingkatkan. Dengan perubahan ini yaitu dengan
adopsi teknologi yang mudah dan murah biayanya akan memberikan
keuntungan yang memadai, berarti akan dirasakan setiap petani akan
pendapatan yang diperoleh dengan harapan bahwa ayam burasnya dikelola
dengan baik sesuai anjuran teknis maupun ekonomisnya.

BEBERAPA CARA BUDIDAYA

Siklus reproduksi ayam buras yang dipelihara tradisional biasanya


berlangsung selama 125 hari yaitu sebagai berikut
1) masa bertelur 20 hari,
2) masa mengeram 21 hari,
3) masa mengasuh anak 65 hari, 4) masa istirahat 20 hari.

Namun apabila dibudidayakan maka siklus di atas dapat dikurangi dengan


jalan :
▪ Induk diberi kesempatan mengerami telurnya dan setelah menetas
anak ayam dipisah dari induk selanjutnya anak ayam dipelihara
tersendiri dan induk ayam istirahat.
▪ Telurnya dipungut terus, kemudian ditetaskan di mesin tetas.
▪ Apabila muncul sifat mengeram maka induk dimandikan 2 kali setiap
minggu selama 2 minggu berturut-turut.

1. Budidaya Pertama
Induk tidak mengasuh anak (sesudah menetas anak dipisahkan dari induknya)
maka 1-2 bulan, induknya dapat bertelur kembali asalkan tetap didampingi
pejantan.

2. Budidaya Ke dua
Induk tidak mengasuh anak dan tidak diberi kesempatan mengerami telurnya.
Jadi masa bertelur lebih panjang waktunya yaitu 20 hari dan masa istirahat akan
lebih pendek yaitu 14-21 hari.

3. Budidaya Ketiga
Yaitu mengeramkan telur dengan menggunakan mesin tetas. Namun harus
diikuti/ dibarengi dengan keterampilan dalam penetasan telur. Dalam hal ini telur
tetas harus berasal dari induk yang sudah bertelur satu periode atau setelah
ayam bertelur 2 bulan dengan umur induk sekitar 8 bulan dengan jantan umur 10
bulan.

PEMELIHARAAN AYAM BURAS

Ayam buras terdiri atas 3 kelompok umur :

1. Periode Starter
- Pemeliharaan intensif dengan menggunakan induk pemanas boleh
menggunakan box, boleh juga dalam kandang kecil.
- Lantai box tutup kertas, agar anak ayam tidak dingin.
- Siapkan makanan dan air minum.
- Air minum tambah gula sedikit (asal sudah terasa manis).
- Masukkan anak ayam yang baru menetas
- Nyalakan lampu. Patokan 10 ekor/ 10 watt, selama 1 minggu, setelah
1 minggu bohlamnya diganti menjadi 5 watt dan hanya malam
menyala (apabila sudah umur lebih dari 1 minggu) jika daerahnya
terang.
- Box dipasang dalam kandang yang sudah tersedia.
- Umur 3 minggu, keluarkan ayam dari box dan lepas dalam kandang
yang sudah siap pakai.
- Umur 2 hari air minum ditambah antikoksi sebanyak 1 cc per liter air
selama 3-5 hari berturut-turut.
- Pemberian pakan tetap harus tersedia sepanjang hari.
- Umur 4 hari, vaksinasi ND (tetes mata), 1 gram vaksin (ampul) + 3 cc
larutan aquades. Tetes mata kiri atau kanan.
- Umur 4 minggu dilakukan lagi vaksinasi ND (tetes mata).
- Bila kelihatan ada berak warna putih (terjadi pada umur 5-6 minggu)
maka berikan Neo Meditril melalui air minum sebanyak 0,5 cc per liter
air. Apabila tidak ada berak putih/ hijau tidak perlu diberikan.
- Setelah anak ayam berumur 8 minggu (2 bulan) berarti anak ayam
sudah masuk phase dara (periode grower).

2. Periode Grower
- Anak ayam setelah umur 2 bulan sudah memerlukan kandang yang
lebih luas yaitu 8-10 ekor per meter (tergantung besarnya ayam),
usahakan pemeliharaannya semi intensif agar supaya anak ayamnya
dapat berjemur dan makan hijauan dan untuk itu diperlukan adanya
umbaran.
Misalnya ayamnya ada 20 ekor maka kandang yang disediakan 2-3
m2 (1,5 x 2 m) ditambahkan umbaran di luar 1,5 x 4 m.
- Pemberian pakan kontinyu setiap hari dan tingkatkan jumlahnya mulai
40-70 gram.
- Siapkan air minum (jangan kosong tempat air minum)
- Berikan hijauan setiap hari sesuai kebutuhan. Misalnya rumput
lapangan, limbah sayur-sayuran yang tidak dimanfaatkan, ubi dan lain-
lain.
- Hijauan sebelum diberikan dipotong halus baru dihambur pada
umbaran.
- Lakukan seleksi, pilih yang bagus untuk bibit dan yang kerdil dipelihara
tersendiri, gemukkan dan jual.
- Setelah ayam berumur 4 bulan, vaksinasi dengan vaksin ND-Lasota
melalui suntikan pada bagian dada.
- Sesudah umur 5,5 bulan ayam mulai berkotek-kotek berarti sudah/
hampir bertelur. Berarti ayamnya sudah dikategorikan dewasa. Pakan
diganti dari pakan grower (14 % protein) menjadi pakan ayam layer
(ayam dewasa dengan protein 15,5-16 %).
- Berikan obat cacing pada umur 3 bulan.

3. Periode Layer

Pada periode ini biasanya peternak memelihara ayamnya sesuai keinginan


peternak.
- Hanya membutuhkan telur saja (telur konsumsi) maka biasanya
dipelihara pada kandang ” battery”. Ukuran kandangnya 20 x 30 x 40
cm/ ekor.
- Bilamana yang dibutuhkan telur bibit maka berarti harus ada
pejantannya.
Sebagai patokan 1 jantan mengawini 7-10 ekor betina. Gunakan
pejantan paling banyak 2 ekor yang memang sejak kecil sama-sama
dalam satu kandang. Yang terbaik 1 jantan : 7-10 ekor betina. Pilih
jantan dan betina yang memang memenuhi syarat.
- Lakukan vaksinasi ND-Lasota setiap 4 bulan (terhitung mulai dari
vaksinasi ND ke 3).
- Usahakan ayam tidak pindah-pindah kandang (kecuali apabila isinya
terlalu banyak di dalam atau dengan sistem battery).
- Gunakan pemeliharaan semi intensif, karena produksi telurnya tinggi,
efisien penggunaan pakan.
- Dalam kandang disiapkan sarang bertelur. Boleh dierami induk dan
setelah telur menetas, anak dipisah agar induknya cepat bertelur.
Boleh juga setiap hari telur dipungut dan ditetaskan melalui mesin
tetas.
USAHA TANI AYAM BURAS DI INDONESIA:
PERMASALAHAN DAN TANTANGAN

Ayam buras merupakan salah satu unggas lokal yang umumnya dipelihara petani di
pedesaan sebagai penghasil telur tetas, telur konsumsi, dan daging. Selain dapat
diusahakan secara sambilan, mudah dipelihara dengan teknologi sederhana, dan
sewaktu-waktu dapat dijual untuk keperluan mendesak, unggas ini mempunyai prospek
yang menjanjikan, baik secara ekonomi maupun sosial, karena merupakan bahan
pangan bergizi tinggi serta permintaannya cukup tinggi. Pangsa pasar nasional untuk
daging dan telur ayam buras masing-masing mencapai 40% dan 30%. Hal ini dapat
mendorong peternak kecil dan menengah untuk mengusahakan ayam buras sebagai
penghasil daging dan telur.
Produktivitas ayam buras yang dipelihara secara tradisional masin rendah, antara lain
karena tingkat mortalitas tinggi, pertumbuhan lambat, produksi telur rendah, dan biaya
pakan tinggi. Produksi telur ayam buras yang dipelihara secara tradisional berkisar
antara 40−45 butir/ekor/tahun, karena adanya aktivitas mengeram dan mengasuh anak
yang lama, yakni 100-110 hari.
Untuk meningkatkan populasi, produksi, produktivitas, dan efisiensi usaha tani ayam
buras, pemeliharaannya perlu ditingkatkan dari tradisional ke arah agribisnis.
Pengembangan ayam buras secara semiintensif dan intensif dengan pemberian pakan
yang berkualitas serta pencegahan dan pengendalian penyakit, terutama tetelo (ND),
cacingan, dan kutu, cukup menguntungkan. Perbaikan tata laksana pemeliharaan dari
tradisional ke intensif dapat meningkatkan daya tetas sampai 80%, frekuensi bertelur
menjadi 7 kali/tahun, dan menurunkan kematian hingga sekitar 20%.

Permasalahan dalam pengembangan ayam buras di pedesaan antara lain adalah skala
usaha kecil (pemilikan induk betina kurang dari 10 ekor), produksi telur rendah, berkisar
antara 30−40 butir/tahun, pertumbuhan lambat, mortalitas tinggi penyakit ND, biaya
pakan tinggi, dan diusahakan secara perorangan dengan pemeliharaan tradisional.
Peningkatan produktivitas ayam buras dapat dilakukan melalui perbaikan pakan dan
peningkatan mutu genetik serta pengendalian penyakit secara periodik, terutama ND,
cacingan, dan kutu.

KERAGAAN DAN POTENSI AYAM BURAS

Produktivitas dan Reproduktivitas

Ayam buras memiliki kebiasaan berkelaran sepanjang hari di pekarangan, kebun


maupun di jalanan, dan mencari makan pada timbunan sampah, selokan, tepi saluran
air dan jalan. Produktivitas ayam buras umumnya rendah karena pemeliharaan masih
sederhana dan belum memperhatikan tata laksana yang baik, pemberian pakan tidak
seimbang baik kualitas maupun kuantitasnya, dan pencegahan penyakit belum optimal.

Penurunan produktivitas ayam buras berkaitan erat dengan kinerja reproduksi, yang
menurun secara nyata akibat perkawinan in breeding secara terus-menerus.
Produktivitas ayam buras sangat beragam, bergantung pada sistem pemeliharaan dan
keragaman individu. Upaya meningkatkan produktivitas ayam buras dapat dilakukan
melalui introduksi teknologi pemeliharaan dari ekstensif-tradisional menjadi semiintensif
atau intensif. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan melaksanakan "Sapta Usaha”
ayam buras, yang meliputi pemilihan bibit, pencegahan penyakit, perkandangan,
pemberian pakan dengan gizi seimbang, sistem reproduksi, pascapanen, pemasaran,
dan manajemen usaha.

Peningkatan produksi dan reproduksi ayam buras antara lain dipengaruhi oleh pakan
yang diberikan, terutama kandungan asam lemak esensial yang berhubungan dengan
integritas struktur membran mitokondria dalam organ-organ reproduksi dan fosfolipid
sebagai prekusor pembentukan kolesterol. Perkembangan populasi ayam buras di
Indonesia relatif lamban.
Karakteristik umum ayam buras adalah bobot badannya ringan, hidup soliter, dan
sikapnya cepat stres. Ayam buras yang dipelihara secara ekstensif umumnya
mencapai dewasa kelamin pada umur 6−7 bulan, bobot badan dewasa 1.400−1.600
g/ekor, produksi telur 40−45 butir/ekor/tahun, bobot telur 40 g, persentase karkas 75%,
mortalitas anak (DOC) sekitar 30%, daya tetas 85%, dan lama mengeram sekitar 21
hari. Ciri-ciri kuantitatif ayam buras antara lain bobot badan rata-rata jantan umur 5
bulan 1.222 g, betina 916 g, bertelur pertama pada umur 6,37 bulan, bobot telur 41,60 g,
dan daya tetas telur 84,60% (Septiwan 2007).

Produksi telur ayam buras yang dipelihara secara intensif dapat mencapai 150
butir/tahun, bahkan setelah mengalami seleksi yang ketat, produksi telur meningkat
menjadi 170−230 butir/tahun (Syamsari 1997). Pertambahan bobot badan dan
persentase karkas ayam buras pada umur 12 minggu masing-masing sebesar 704 g
dan 62,89%, lebih rendah dibanding silangannya yang mencapai masing-masing 844 g
dan 64,93%. Bobot potong dan persentase karkas ayam buras jantan umur 6−7 bulan
sebesar 1.264,88 g dan 65,18%.

Umur induk ternyata sangat mempengaruhi produktivitas ayam buras. Induk berumur
6−12 bulan menghasilkan telur dengan fertilitas dan daya tetas yang lebih tinggi
dibanding induk berumur 18 bulan, tetapi bobot telur dan bobot tetas telur yang
dihasilkan induk berumur 18 bulan lebih tinggi.

Tabel 2. Produktivitas ayam buras berdasarkan umur induk.

Parameter Umur ayam


Muda (6 bulan) Sedang (12 Tua (18 bulan)
bulan)
Produksi telur 3.24 2.21 1.78
(butir/ekor/minggu)
Bobot telur (g/butir) 37.04 41.12 42.47
Indeks telur (%) 76.04 75.12 75.21
Konsumsi pakan 575.51 598.24 533.34
(g/ekor/minggu)
Konversi pakan 4.48 6.99 7.34
Fertilitas telur (%) 90.20 86.02 77.59
Daya tetas/telur fertil (%) 93.34 93.86 88.21
Daya tetas/telur masuk (%) 84.25 80.99 68.35
Bobot tetas (g/ekor) 26.22 28.28 30.48
Sumber: Septiwan (2007).
Peran Ayam Buras

Ayam buras memiliki peran cukup penting bagi masyarakat pedesaan, yaitu sebagai
penghasil telur, daging, anak, kotoran, dan bulu, serta sumber tambahan penghasilan
dan sebagai tabungan hidup yang sewaktu-waktu dapat dijual. Usaha beternak ayam
buras di daerah pedesaan dapat memberikan tambahan pendapatan rumah tangga
petani, walaupun dilakukan secara tradisional.

Pemeliharaan ayam buras dalam kandang baterai dan diumbar secara terbatas, dengan
menerapkan teknologi perbaikan pakan, perlakuan fisik, inseminasi buatan, dan
penetasan mampu meningkatkan keuntungan 2− 3 kali lebih tinggi dibanding model
pemeliharaan yang hanya memproduksi telur konsumsi. Jumlah telur yang ditetaskan
mencapai 50% dari seluruh telur yang dihasilkan. Motivasi utama petani memelihara
ayam buras adalah sebagai tabungan tidak terurus, artinya petani hanya bertujuan untuk
memperoleh hasil tanpa ada tindakan meningkatkan nilai ternak.

Sistem Pemeliharaan

Ayam buras mempunyai potensi besar untuk dikembangkan, terutama di pedesaan,


karena mampu memanfaatkan limbah pertanian dan limbah dapur, serta sebagai
pengendali serangga. Ayam buras merupakan bagian dari usaha tani di pedesaan,
sehingga dapat membuka lapangan kerja dan dikembangkan dengan modal kecil.
Ayam buras dapat berkembang pada berbagai tipologi lahan. Ayam buras dapat
berkembang dengan baik ada lahan gambut dan pasang surut, karena pada lahan
tersebut tersedia pakan berupa serangga dan cacing sebagai sumber protein.
Produktivitas ayam buras tidak berbeda pada berbagai tipologi lahan, karena lebih
banyak dipengaruhi oleh manajemen pemeliharaan. Produksi telur rata-rata berkisar
antara 6−14 butir/periode bertelur (clutch) dan daya tetas 20−100%.

Rendahnya produksi disebabkan oleh lamanya periode mengasuh anak dan istirahat
bertelur. Periode istirahat bertelur sekitar 3−4 kali/tahun, dengan produksi telur tiap
periode bertelur 10−15 butir. Pemeliharaan ayam buras secara intensif pada kandang
baterai, skala pemeliharaan 50−100 ekor, dan dengan tata laksana pemberian pakan
yang baik, mampu menghasilkan telur 20−30 butir/periode bertelur.

Ketinggian tempat mempengaruhi produktivitas ayam buras. Pada dataran rendah


dengan suhu lingkungan tinggi, produksi telur dan konsumsi pakan menurun. Produksi
telur tertinggi dicapai pada suhu lingkungan yang optimal, karena energi yang
dikeluarkan untuk pengaturan panas menjadi minimal.
Produksi telur ayam buras di dataran tinggi rata-rata mencapai 607,60 butir/ tahun,
bobot telur 42,70 g, daya tetas 76,80%, bobot badan 197,90 g, dan bobot karkas
60,40% (Nataamidjaja et al.1990). Di dataran rendah, produktivitasnya lebih rendah,
yaitu produksi telur rata-rata 455,50 butir/tahun, bobot telur 38,80 g, daya tetas 79,20%,
bobot badan sampai umur 6 minggu 177,29 g, dan persentase karkas 53,70%. Di
dataran tinggi (680 m dpl.) ayam buras mampu menghasilkan telur 10-15 butir/periode
bertelur. Pada dataran rendah (190 m dpl.), produksi telur sekitar 10 butir/ periode
bertelur.

Penampilan ayam buras yang dipelihara secara tradisional, semiintensif, dan intensif
disajikan pada Tabel 3. Pemeliharaan secara intensif memberikan hasil lebih baik, yang
ditunjukkan oleh bobot badan jantan dan betina umur 5 bulan, produksi telur, frekuensi
bertelur, daya tunas, dan daya tetas yang lebih tinggi, sementara konversi pakan dan
mortalitas lebih rendah dibanding cara tradisional dan semiintensif.

Pemeliharaan ayam buras secara intensif oleh para peternak dengan skala
pemeliharaan 100-125 ekor, dan peternak semi-intensif dengan jumlah 150 ekor, lebih
menguntungkan dibanding cara tradisional. Pemeliharaan ayam buras sistem eram asuh
dan eram pisah selama 6 bulan, keuntungan yang diperoleh cukup besar.

Tabel 3. Penampilan ayam buras yang dipelihara secara tradisional, semi- intensif,
dan intensif.

Parameter Sistem pemeliharaan


Tradisional Semiintensif Intensif
Jumlah ayam yang dipelihara
20.20 33.50 104
(ekor/peternak)
Bobot badan umur 5 bulan Jantan (kg) − 636 734
Betina (kg)1 − 583 680
Umur pertama bertelur (bulan) − 8.50 7.50
Produksi telur (butir/induk/tahun) 30.20 59.10 80.30
Produksi telur (%) 13 29 44
Frekuensi bertelur (kali/tahun) 2.50 6 7.50
Bobot telur (g/butir) 39−48 39−48 39−43
Daya tetas (%) 78.20 78.10 83.70
Mortalitas hingga umur 6 minggu (%) 50.30 42.60 27.20
Mortalitas mulai produktif hingga afkir (%) >15 15 < 27
Konversi pakan >10 8−10 4.90−6.40
Konsumsi pakan (g/ekor/hari) < 60 60−80 80−100
Sumber: 1Sinurat dalam Lestari (2000); 2Diwyanto et al. dalam Sulandari et al. (2007).

Tabel 4. Perbandingan keuntungan beternak ayam buras dengan pemeliharaan


semiintensif dan intensif.

Komponen Sistem pemeliharaan


Intensif Semiintensif
Penerimaan (Rp) 2.050.000 1.530.000
Penjualan 25 ekor ayam @ 1.000.000 750.000
Rp40.000 (Rp)
Penjualan telur (Rp) 1.050.000 780.000
Pengeluaran (Rp) 931.375 657.088
Biaya bibit (Rp) 400.000 400.000
Biaya pakan (Rp) 276.375 202.088
Biaya obat-obatan (Rp) 50.000 25.000
Biaya listrik (Rp) 25.000 −
Biaya tenaga kerja (Rp) 150.000 −
Lain-lain (Rp) 30.000 30.000
Keuntungan bersih (Rp) 1.118.625 872.912
B/C ratio 1.73 1.75
Sumber: Rasyid (2002).

Teknologi Pakan
Faktor utama penyebab kegagalan model pengembangan ternak ayam buras adalah
rendahnya kandungan protein pakan dan kurangnya kesadaran peternak dalam
melaksanakan pengendalian penyakit, terutama ND, cacingan, dan kutu. Upaya
optimalisasi produksi ayam buras salah satunya dapat dilakukan dengan perbaikan
pakan dan membuat pakan murah dengan tetap memperhatikan kandungan zat-zat
nutrien di dalamnya.

Penyusunan pakan ayam buras pada prinsipnya sama dengan pakan ayam ras, yaitu
membuat pakan dengan kandungan gizi sesuai dengan kebutuhan ayam agar
pertumbuhan daging dan produksi telur sesuai dengan yang diharapkan. Pemberian
pakan dengan tingkat protein kasar 17% dan energi metabolis 2.900 kkal/kg,
menghasilkan konsumsi pakan 64,629 g/ekor/90 hari, pertambahan bobot badan 92,25
g/ekor, bobot telur 40,02 g, konversi pakan 6,43, dan hen day production 30,64%,
dengan Income Over Feed Cost (IOFC) Rp18.068,196 (Lumentha 1997), serta
Rp14.770−Rp25.094 (Hartati 1997).

Penggunaan probiotik dalam pakan menghasilkan tingkat produksi telur 1.089 butir/50
ekor/10 minggu, konsumsi ransum 286 kg 150ekor/10 minggu, konversi pakan
6,10−7,30, dan pendapatan atas biaya pakan Rp153.000 (Gunawan dan Sundari 2003).
Ayam buras tergolong efisien dalam menggunakan imbangan energi metabolis dan
protein kasar.

Pemberian campuran pollard 5% dan duckweed 15% dalam pakan ayam buras umur
6−12 minggu dapat meningkatkan bobot badan akhir, bobot karkas, dan persentase
karkas. Sementara suplementasi 4% minyak ikan dan 2% minyak jagung dengan 200
ppm ZnCO3 dalam pakan memberikan efek terbaik terhadap produksi dan imbangan
asam omega 3 dan 6 dalam telur (Rusmana et al., 2002). Pemberian ampas sagu dan
eceng gondok yang difermentasi dengan Trichoderma harzianum ke dalam pakan ayam
buras betina umur 14 minggu, menghasilkan pertambahan bobot badan, memperbaiki
konversi pakan, menambah bobot hidup, dan persentase karkas. Penggunaan ampas
tahu kering 5−10% dapat memperbaiki bobot badan akhir, pertambahan bobot badan,
konsumsi pakan, konversi pakan, dan mortalitas. Paket teknologi integrasi ayam buras
dan jagung dalam rangka meningkatkan ketersediaan pakan lebih menguntungkan
dibanding paket teknologi nonintegrasi .

Teknologi Pengendalian Penyakit

Penyakit yang sering menyerang ayam buras adalah tetelo, gumboro, fowl fox, snot,
CRD, avian influenza, pulorum, dan koksidiosis. Penyakit tetelo pada ayam buras dapat
mencapai tingkat morbiditas dan mortalitas 80−100%. Tingkat mortalitas pada anak
ayam umur 0−2 bulan mencapai 50%, umur 0−1 bulan 30%, dan umur 1−2 bulan 25%.
Pada pemeliharaan secara tradisional, mortalitasnya dapat mencapai 50-60%.
Tingginya mortalitas salah satunya disebabkan oleh tata laksana pemeliharaan DOC
yang kurang baik, dan petani jarang melakukan vaksinasi penyakit ND secara teratur.

Tabel 5. Pengaruh pengulangan inseminasi buatan terhadap kualitas dan


keragaan telur tetas ayam merawang.

Parameter Ulangan inseminasi buatan (hari)


4 7 10
Bobot telur (g/butir) 44.71 45.77 44.38
Bobot tetas (g/ekor) 30.17 30.16 29.29
Indeks telur tetas (%) 78.09 77.60 77.02
Kebersihan telur tetas (%) 70.58 70.96 69.72
Fertilitas I (%) 85.02 68.37 68.69
Fertilitas II (%) 79.34 58.99 57.35
Daya tetas I (%) 67.44 62.07 67.54
Daya tetas II (%) 75.70 62.09 60.82
Daya tetas III (%) 79.27 67.26 67.54
Viabilitas DOC (%) 83.93 90.37 90.63
Sumber: Iman-Rahayu et al. (2005).

Tabel 6. Kandungan zat nutrien dalam pakan ayam buras.

Zat nutrien Umur (minggu)


0−12 12−22 > 22 (dewasa)
Energi metabolis (kkal/kg) 2.600 2.400 2.400−2.600
Protein kasar (%) 15−17 14 14
Kalsium (%) 0.90 1 3.40
Fosforus tersedia (%) 0.45 0.40 0.34
Metionin (%) 0.37 0.21 0.22−0.30
Lisin (%) 0.87 0.45 0.68
Sumber: Sinurat (1999).

Mortalitas ayam buras selama 24 minggu pada kandang baterai berkisar antara 8%
−10%, sedangkan pada kandang umbaran 5−10%. Vaksinasi ND secara teratur 3 bulan
sekali serta pengendalian penyakit cacingan dan desinfeksi kandang dapat menurunkan
mortalitas hingga 50%/tahun. Tingkat mortalitas ayam buras pada umur 6 minggu dapat
mencapai 70% akibat serangan penyakit menular, pemberian pakan dengan jumlah dan
kualitas rendah, kecelakaan, dan serangan predator.

Mortalitas ayam buras umur 4 minggu yang dipelihara secara ekstensif umumnya
disebabkan oleh serangan kucing dan musang, kelemahan fisik, masuk kolam, sakit
mata, dipatuk induknya, dan tidak diketahui penyebabnya. Mortalitas ayam buras dapat
disebabkan oleh penyakit, kecelakaan, dan manajemen. Pemeliharaan ayam buras
secara intensif mampu menekan mortalitas anak ayam umur 6 minggu hingga 50%, dan
pada sistem pemeliharaan ekstensif sebesar 25-30%. Sementara vaksinasi ND secara
teratur mampu menurunkan mortalitas ayam dewasa dari sekitatr 25% menjadi kurang
dari 10%.

Ada dua cara mengatasi penyakit pada ayam buras, yaitu dengan program
pengendalian dan pembasmian. Program pengendalian meliputi:
1) menjauhkan ternak dari kemungkinan tertular penyakit yang berbahaya,
2) meningkatkan daya tahan tubuh ternak dengan vaksinasi, pengelolaan dan
pengawasan yang baik, dan
3) melakukan diagnosis dini secara cepat dan tepat.
Program pembasmian penyakit dapat dilakukan melalui:
1) test and slaughter, yaitu apabila ternak dicurigai positif menderita penyakit
pulorum, CRD atau lainnya harus dimusnahkan,
2) test and treatment, bila diketahui ada penyakit dilakukan pengobatan, dan
3) stamping out, yaitu bila terjadi kasus penyakit menular dan menyerang
seluruh ayam di peternakan, maka ayam, kandang, dan peralatan harus
dimusnahkan.

PROSPEK PENGEMBANGAN AYAM BURAS

Model pengembangan usaha ayam buras merupakan suatu perangkat pengembangan


yang dapat diintroduksikan dan dikembangkan oleh petani-peternak di pedesaan.
Perangkat tersebut terdiri atas masukan, luaran, hasil, dampak, dan faktor-pendukung.
Pengembangan ayam buras terutama diprioritaskan untuk peternakan rakyat, karena
teknologinya sederhana, dapat dilaksanakan secara sambilan, mudah dipelihara, cocok
untuk skala usaha keluarga di pedesaan, daya adaptasinya tinggi, serta lebih tahan
terhadap penyakit dibanding ayam ras. Namun, pengembangan ayam buras skala
pedesaan menghadapi beberapa kendala, antara lain skala kepemilikan relatif kecil
(5−10 ekor/KK), modal petani-peternak terbatas, akses untuk meminjam modal dalam
pengembangan skala usaha terbatas, belum adanya standardisasi pakan, dan
mortalitas akibat penyakit tinggi. Berdasarkan pengalaman, skala pemeliharaan ayam
buras yang menguntungkan adalah lebih dari 50 ekor/KK.

Di Jawa Barat dan Jawa Timur, pemeliharaan ayam buras berkembang dengan pesat
karena berbagai faktor, antara lain: 1) kesesuaian lokasi geografis, 2) petani-peternak
menyenangi memelihara ayam buras, 3) cara pemeliharaannya mudah dan tidak
membutuhkan modal besar, dan 4) pemeliharaan merupakan usaha sampingan atau
tabungan (Sehabuddin dan Agustian 2001). Pengembangan ayam buras dengan pola
pemeliharaan intensif melalui program pemerintah, seperti Sentra Pengembangan
Agribisnis Komoditas Unggulan (SPAKU), Program Pertanian Rakyat Terpadu (PRT),
dan Usaha Khusus (UPSUS), menunjukkan hasil yang baik, walaupun produksi telur
lebih rendah dibanding pemeliharaan yang dilakukan oleh peternak tanpa bantuan
pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa ayam buras memiliki potensi dan prospek yang
besar untuk dikembangkan dalam rangka meningkatkan pendapatan petani-peternak di
pedesaan.

Pemeliharaan ayam buras secara intensif pada kandang baterai dengan skala pemilikan
200−2.000 ekor/ KK, memberikan kontribusi terhadap pendapatan keluarga hingga
100%, sementara skala pemeliharaan 10−100 ekor/KK kontribusinya kurang dari 10%.
Di berbagai daerah di Jawa Timur, usaha peternakan ayam buras memberikan
kontribusi terhadap total pendapatan rumah tangga peternak, sebesar 10 - 15%.
Pemeliharaan ayam buras secara intensif sebanyak 40-50 ekor/KK selama 24 minggu
mampu meningkatkan pendapatan petani-peternak sebesar 40-50%.

Tabel 7. Keragaan ayam buras secara integrasi dan nonintegrasi dengan tanaman
jagung.

Uraian Paket teknologi


Sistem integrasi No-nintegrasi
Bobot badan awal (g/ekor) 520 550
Bobot badan akhir (g/ekor) 1.490 720
Pertambahan bobot badan harian 970 170
(g/ekor)
Konsumsi pakan (g/ekor) 410 −
Konversi pakan 4.23 −
Mortalitas (%) 6.67 48.88
Pupuk kandang (g/ekor) 39.86 −
Sumber: Uhi dan Usman (2007).

Petani-peternak banyak yang memelihara ayam buras karena mampu memberikan


kontribusi yang cukup besar dalam menopang perekonomian keluarga. Telur dan daging
ayam buras mampu bersaing dengan ayam ras dan harganya relatif stabil serta
konsumennya luas. Ayam buras tersebar luas dan sebagian besar masyarakat di
pedesaan memiliki dan memeliharanya, sehingga sangat mendukung untuk
dikembangkan dalam menunjang peningkatan pendapatan keluarga petani-peternak di
pedesaan, serta cocok untuk usaha sampingan selain bercocok tanam. Mengingat
persepsi masyarakat yang positif terhadap ayam buras dan produknya, maka perlu
adanya dorongan dari berbagai instansi terkait dalam rangka mewujudkan salah satu
program pemerintah yaitu ketahanan pangan dan kecukupan daging pada tahun 2010
mendatang.

Produktivitas ayam buras beragam, bergantung pada sistem pemeliharaan dan


keragaman individu baik produksi telur, pertambahan bobot badan, dan tingkat
mortalitas yang tinggi terutama pada DOC dan ayam muda. Pola pemeliharaan ayam
buras pada umumnya masih dilakukan secara ekstensif-tradisional, dengan skala
pemeliharaan 5−10 ekor/KK dan pemberian pakan seadanya. Pemeliharaan ayam buras
secara semiintensif dan intensif, dengan skala kepemilikan lebih dari 50 ekor/KK lebih
sangat menguntungkan.
DAFTAR PUSTAKA

Ariani. 1999. Perspektif pengembangan ayam buras di Indonesia (Tinjauan dari aspek
konsumsi daging ayam). hlm. 700−705. Prosiding Seminar Nasional Peternakan
dan Veteriner. Bogor, 1−2 Desember 1998. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan, Bogor.
Arief, D.A. 2000. Evaluasi ransum yang menggunakan kombinasi pollard dan duckweed
terhadap persentase berat karkas, bulu, organ dalam, lemak abdomminal,
panjang usus dan sekum ayam kampung. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut
Pertanian Bogor.
Bakrie, B., D. Andayani, M. Yanis, dan D. Zainuddin. 2003. Pengaruh penambahan jamu
ke dalam air minum terhadap preferensi konsumen dan mutu karkas ayam
buras. hlm. 490−495. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner “Iptek untuk Meningkatkan Kesejahteraan Petani melalui Agribisnis
Peternakan yang Berdaya Saing”. Bogor, 29−30 September 2003. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.
Biyatmoko, D. 2003. Permodelan usaha pengembangan ayam buras dan upaya
perbaikannya di pedesaan. Makalah disampaikan pada Temu Aplikasi Paket
Teknologi Pertanian Subsektor Peternakan. Banjarbaru, 8−9 Desember 2003.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan, Banjarbaru. hlm.
1−10.
Direktorat Jenderal Peternakan. 2006. Statistik Peternakan. Departemen Pertanian.
Jakarta.
Fuadi, A. 1996. Analisis Permintaan Ayam Kampung oleh Restoran di Kotamadya
Pontianak. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Gunawan. 2002. Evaluasi Model Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras dan Upaya
Perbaikannya. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Gunawan dan M.M.S. Sundari. 2003. Pengaruh penggunaan probiotik dalam ransum
terhadap produktivitas ayam. Wartazoa 13(3): 92−98.
Hartati, R. 1997. Penampilan Ayam Kampung Umur 20−22 Bulan dengan Frekuensi
Pemberian Pakan yang Berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian
Bogor.
Hastono. 1999. Peluang pengembangan ayam buras di lahan pasang surut Karang
Agung Ulu, Sumatera Selatan. hlm. 691−699. Prosiding Seminar Nasional
Peternakan dan Veteriner. Bogor, 1−2 Desember 1998. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan, Bogor.
Iman-Rahayu, H.S., Suherlan, dan I. Supriyatna. 2005. Kualitas telur tetas ayam
merawang dengan waktu pengulangan inseminasi buatan yang berbeda. J.
lndon. Trop. Anim. Agric. 30(3): 142−150.
Iriyanti, N., Zuprizal, Tri-Yuwanta, dan S. Keman. 2005. Pengaruh penggunaan minyak
ikan lemuru dan minyak kelapa sawit dalam pakan terhadap profil metabolisme
lemak pada darah ayam kampung jantan. J. Anim. Prod. 7(2): 59−66.
Iriyanti, N., Zuprizal, Tri-Yuwanta, dan S. Keman. 2007. Penggunaan vitamin E dalam
pakan terhadap fertilitas, daya tetas dan bobot tetas telur ayam kampung. J.
Anim. Prod. 9(1): 36−39.
Iskandar, S., D. Zainuddin, S. Sastrodihardjo, T. Sartika, P. Setiadi, dan T. Susanti.
1998. Respons pertumbuhan ayam kampung dan ayam persilangan pelung
terhadap ransum berbeda kandungan protein. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner
3(1): 8−14.
Khalil, I.D., Afrianis, dan S. Jalaluddin. 2001. Performans ayam buras yang dipelihara
secara ekstensif pada dua daerah dengan agroekosistem yang berbeda di
Kabupaten Tanah Datar. Media Peternakan. Jurnal Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi Peternakan 24 (2): 34−37.
Lestari, S. 2000. Produktivitas Ayam Kampung di Dua Desa yang Berbeda Topografinya
di Kabupaten Bogor. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Lulusno. 1991. Pengaruh Periode Bertelur terhadap Pertambahan Bobot Badan dan
Mortalitas Anak Ayam Kampung pada Pemeliharaan Ekstensif. Skripsi. Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Lumentha, L. 1997. Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Usaha
Ternak Ayam Kampung di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Skripsi.
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Mardiningsih, D., T.M. Rahayuning, W. Roesali, dan D.J. Sriyanto. 2004. Tingkat
produktivitas dan faktor-faktor yang mempengaruhi tenaga kerja wanita pada
peternakan ayam lokal intensif di Kecamatan Ampal Gading, Kabupaten
Pemalang Jawa Tengah. hlm. 548−554. Prosiding Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner 2004. Buku II. Bogor, 4−5 Agustus 2004. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.
Muryanto, W. Dirdjopranoto, Subiharta, dan D.M. Juwono. 1994a. Rakitan hasil-hasil
penelitian ayam buras di Sub Balai Penelitian Ternak Klepu. Usaha ternak skala
kecil sebagai basis industri peternakan di daerah padat penduduk. hlm. 98−114.
Prosiding Pertemuan Nasional Pengolahan dan Komunikasi Hasil-Hasil
Penelitian. Semarang, 8−9 Februari 1994. Sub Balai Penelitian Ternak Klepu,
Semarang.
Muryanto, Subiharta, D.M. Juwono, dan W. Dirdjopranoto. 1994c. Optimalisasi produksi
telur ayam buras melalui perbaikan pakan dan tata laksana pemeliharaan. Jurnal
Ilmiah Penelitian Ternak Klepu 1(2): 9−14.
Muryanto, Subiharta, D.M. Juwono, dan W. Dirdjopranoto. 1995. Studi manajemen pe
meliharaan ayam buras untuk memproduksi anak ayam umur sehari (DOC).
Jurnal Ilmiah Penelitian Ternak Klepu (3): 1−7.
Muryanto, P.S. Hardjosworo, R. Herman, dan H. Setijanto. 2002. Evaluasi karkas hasil
persilangan antara ayam kampung jantan dengan ayam ras petelur betina. J.
Anim. Prod. 4(2): 71−76.
Nasution, W.R. 2000. Evaluasi Nilai Energi Metabolis Ransum yang Mengandung Kulit
Buah Kopi pada Ayam Kampung. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian
Bogor.
Nataamidjaja, G., H. Resnawati, T. Antawijaya, I. Barehilla, dan D. Zainuddin. 1990.
Produktivitas ayam buras di dataran tinggi dan dataran rendah. Jurnal Ilmu dan
Peternakan 4(3): 283−286.
Prabowo, A. Tikupandang, M. Sabrani, dan U. Kusnadi. 1992. Tingkat adopsi teknologi
oleh peternak dan potensi produksi ayam buras di daerah transmigrasi
Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan. hlm. 116−120. Prosiding Pengolahan dan
Komunikasi Hasil-Hasil Penelitian Unggas dan Aneka Ternak. Bogor, 20−22
Februari 1992. Balai Penelitian Ternak, Bogor.
Prahmadiyan, D. 1999. Analisis Pemasaran Ayam Buras di Kabupaten Ciamis (Studi
kasus di kelompok peternak “Wangi Saluyu” Desa Wangunjaya Kecamatan
Cisaga). Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Rasyid, T.G. 2002. Analisis perbandingan keuntungan peternak ayam buras dengan
sistem pemeliharaan yang berbeda. Bulletin Nutrisi dan Makanan Ternak 3(1):
15−22.
Rizal, M., Nuraini, H. Abbas, Sabrina, dan E. Martinelly. 2003. Respons ayam buras
periode pertumbuhan terhadap ransum yang mengandung campuran ampas
sagu, eceng gondok yang difermentasi dengan Tricoderma harzianum. Jurnal
Ilmiah IImu-lImu Peternakan VIII(3): 201−211.
Rohaeni, E.S., D. Ismadi, A. Darmawan, Suryana, dan A. Subhan. 2004. Profil usaha
peternakan ayam lokal di Kalimantan Selatan (Studi kasus di Desa Murung Panti
Kecamatan Babirik, Kabupaten Hulu Sungai Utara dan Desa Rumintin
Kecamatan Tambarangan, Kabupaten Tapin). hlm. 555−562. Prosiding Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004. Buku II. Bogor, 4−5 Agustus
2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.
Rusmana, D., A. Budiman, dan D. Latifudin. 2002. Pengaruh suplementasi minyak ikan,
minyak jagung dan ZnCO3 dalam ransum terhadap produksi telur dan
kandungan asam omega 3 dan 6 PUFA telur ayam kampung. Jurnal Iimu Ternak
2(1): 1−7.
Sartika. T. 2005. Peningkatan Mutu Bibit Ayam Kampung melalui Seleksi dan
Pengkajian Penggunaan Penanda Genetik Promotor Prolaktin dalam
MAS/Marker Assiated Selection untuk Mempercepat Proses Seleksi. Disertasi.
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Sapuri, A. 2006. Evaluasi Program Intensifikasi Penangkaran Bibit Ternak Ayam Buras
di Kabupaten Pandeglang. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Sehabuddin, U. dan A. Agustian. 2001. Karakteristik dan kontribusi usaha tani ternak
ayam buras terhadap pendapatan rumah tangga peternak serta alternatif pola
pengembangannya. Media Peternakan. Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Peternakan 24(1): 111−118.
Setiadi, B., A. Semali, M.H. Togatorop, dan P. Sitorus. 1986. Peranan usaha ternak
dalam menunjang sistem usaha tani terpadu lahan pasang surut dan rawa di
Sumatera Selatan. hlm. 191−201. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan
Peternakan di Sumatera dalam Menyongsong Era Tinggal Landas. Padang,
14−15 September 1986. Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang.
Setioko, A.R. dan S. Iskandar. 2005. Review hasil-hasil penelitian dan dukungan
teknologi dalam pengembangan ayam lokal. hlm.10−19. Prosiding Lokakarya
Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal. Semarang, 25
September 2005. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.
Septiwan, R. 2007. Respons Produktivitas dan Reproduktivitas Ayam Kampung dengan
Umur Induk yang Berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Sinurat, A.P. 1991. Penyusunan ransum ayam buras. Wartazoa 2(1−2): 1−4.
Sinurat, A.P. 1999. Penggunaan bahan pakan lokal dalam pembuatan ransum ayam
buras. Wartazoa 9(1): 12−20.
Sinuraya, D.S. 2001. Produktivitas Ayam Kampung di Desa Karacak Kecamatan
Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian
Bogor.
Soeparno. 1992. Komposisi tubuh dan evaluasi daging dada sebagai pedoman penilaian
kualitas produk ayam kampung jantan. Bulletin Peternakan 16: 7−14.
Soepeno, A. Semali, B. Setiadi, dan S.O. Sidabutar. 1993. Peranan perbaikan teknologi
terhadap peningkatan produktivitas ayam buras sebagai usaha sambilan di Jawa
Barat. hlm. 196−203. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Ternak Ayam
Buras melalui Wadah Koperasi Menyongsong PJPT II. Bandung, 13−15 Juli
1993. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Bandung.
Sulandari, S., M.S.A. Zein, S. Priyanti, T. Sartika, M. Astuti, T. Widjastuti, E. Sujana, S.
Darana, I. Setiawan, dan G. Garnida. 2007. Sumber daya genetik ayam lokal
Indonesia. hlm. 45− 104. Dalam Keanekaragaman Sumber Daya Hayati Ayam
Lokal lndonesia: Manfaat dan Potensi. Pusat Penelitian Biologi, Lembaga IImu
Pengetahuan Indonesia, Bogor.
Suriadikarta, A.D. dan M.T. Sutriadi. 2007. Jenis- jenis lahan berpotensi untuk
pengembangan pertanian di lahan rawa. Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Pertanian 26(3): 115−122.
Suryana dan E.S. Rohaeni. 2006. Upaya perbaikan sistem usaha tani ayam buras
dengan teknologi inseminasi buatan di lahan kering (Desa Rumintin, Kabupaten
Tapin, Kalimantan Selatan). hlm. 65−70. Prosiding Seminar Nasional Lahan
Kering. BPTP Kalimantan Selatan bekerjasama dengan Balai Besar Pengkajian
dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Bogor.
Syamsari. 1997. Produksi dan Mortalitas Ayam Kampung, Ayam Pelung, dan Ayam
Kedu di Desa Karacak. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Tagama, T.R. 2003. Performans organ reproduksi primer ayam lokal (Gallus
domesticus) jantan dengan introduksi hormon gonadotropin. J. Anim. Prod. 5(3):
87−92.
Togatorop, M.H. dan E. Juarini. 1993. Respons petani-peternak ayam buras terhadap
inovasi teknologi di daerah pasang surut Kabupaten Pontianak Kalimantan Barat.
hlm. 166−178. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Ternak Ayam Buras
melalui Wadah Koperasi Menyongsong PJPT II. Bandung, 13−15 Juli 1993.
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Bandung.
Tranggono. 2001. Lipid dalam perspektif ilmu dan teknologi pangan. Pidato Pengukuhan
Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Tri-Yuwanta. 1997. Hubungan nilai gravitasi spesifik terhadap kualitas dan daya
tetas telur ayam kampung. Bulletin Peternakan 21(2): 88−95.
Uhi, T.H. dan Usman. 2007. Integrasi ternak ayam buras-jagung: Suatu alternatif untuk
meningkatkan ketersediaan pakan. hlm. 262−268. Prosiding Seminar Nasional
dan Ekspose. Percepatan Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi
Mendukung Kemandirian Masyarakat Kampung di Papua. Jayapura, 5−6 Juni
2007. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua bekerjasama dengan Balai
Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Bogor dan
Pemerintah Provinsi Papua, ACIAR, ESEAP-CIP.
Usman. 2007. Potensi ampas tahu sebagai pakan ternak pada usaha pembesaran ayam
buras berorientasi agribisnis. hlm. 253−261. Prosiding Seminar Nasional dan
Ekspose. Percepatan Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi Mendukung
Kemandirian Masyarakat Kampung di Papua. Jayapura, 5−6 Juni 2007. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Papua bekerja sama dengan Balai Besar
Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Bogor dan Pemerintah
Provinsi Papua, ACIAR, ESEAP-CIP.
Wihandoyo dan H. Mulyadi. 1986. Ayam buras pada kondisi pedesaan (tradisional) dan
pemeliharaan yang memadai. Temu Tugas Subsektor Peternakan. Balai
Informasi Pertanian Ungaran bekerja sama dengan Sub Balai Penelitian Ternak
Klepu dan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Tengah.
Zakaria, S. 2004a. Pengaruh luas kandang terhadap produksi dan kualitas telur ayam
buras yang dipelihara dengan sistem litter. Bulletin Nutrisi dan Makanan Ternak
5(1): 1−11.
Zakaria, S. 2004b. Performans ayam buras fase dara yang dipelihara secara intensif
dan semi- intensif dengan tingkat kepadatan kandang yang berbeda. Bulletin
Nutrisi dan Makanan Ternak 5(1): 41−45.
Zainuddin, D. dan I.W.T. Wibawan. 2007. Biosekuriti dan manajemen penanganan
penyakit ayam lokal. Sumber daya genetik ayam lokal Indonesia. hlm. 159−182.
Dalam Keanekaragaman Sumber Ddaya Hayati Ayam Lokal Indonesia: Manfaat
dan Potensi. Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Iimu Pengetahuan Indonesia,
Cibinong.

You might also like