You are on page 1of 13

Halaman Judul

KISAH-KISAH AL-QUR’AN
DALAM PEMBENTUKAN INSAN KAMIL

Oleh :

M. IRFAN SYAHRONI, S.PdI, M.S.I.

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT)


AL-AZIZIYAH KAPEK GUNUNGSARI
LOMBOK BARAT
2011
KATA PENGANTAR

‫ﺑﺴﻢ اﷲ اﻟﺮﺣﻤﻦ اﻟﺮﺣﻴﻢ‬


Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan limpahan taufiq,
hidayah, dan inayah-Nya sehingga perbaikan Makalah Studi Al-Qur’an 1 yang berjudul
“Kisah-kisah Al-Qur’an dalam Pembentukan Insan Kamil” ini dapat terselesaikan tepat
pada waktunya. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
menunjukkan jalan kebenaran dan keselamatan beserta segenap keluarga, sahabat, dan
umatnya yang senantiasa konsekuen dalam mengamalkan Al-Qur’an.
Al-Qur’an merupakan pedoman hidup dan petunjuk bagi orang-orang yang
beriman dalam mengarungi kehidupan ini. Al-Qur’an yang berjumlah 114 surat dengan
6666 ayat secara global mencakup aqidah, syariah dan akhlak merupakan sebuah aturan
yang sempurna dalam upaya mencapai kebahagian hidup di dunia dan akhirat. Di dalam
Al-Qur’an juga terdapat kisah-kisah dan informasi tentang umat terdahulu yang tidak lain
sebagai bahan renungan agar umat-umat setelahnya mampu mengambil ‘ibrah (pelajaran)
bagi kehidupan mereka.
Sebuah pepatah mengungkapkan “tiada gading yang tidak retak”, demikian pula
halnya makalah ini yang tak luput dari berbagai kesalahan dan kekeliruan, karenanya
penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari semua pihak guna perbaikan
Makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaan bagi kita semua, terutama bagi
penulis. Amin Ya Rabbal Alamin.

Mataram, 2011
Penulis,
A. PENDAHULUAN
Al-Qur’an adalah firman Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi akhir zaman
Muhammad SAW untuk menjadi petunjuk bagi manusia dalam memperoleh kebahagiaan
hidup di dunia dan akhirat. Sebagai sebuah petunjuk, Al-Qur’an mencakup segala aspek
kehidupan seperti keimanan, hukum dan perundang-undangan serta norma-norma kehidupan
pribadi, masyarakat, dan bernegara1.
Di dalam Al-Qur’an juga terdapat banyak kisah yang menceritakan tentang peristiwa
atau kejadian masa lalu, seperti kisah para Nabi dan rasul, kisah orang-orang beriman, kisah
orang-orang yang durhaka kepada Allah SWT, dan lain-lain. Allah SWT menceritakan kisah
tersebut untuk dijadikan bahan pelajaran bagi manusia, sebagaimana firman Allah SWT :

“Ï%©!$# t,ƒÏ‰óÁs? ⎯Å6≈s9uρ 2”utIøム$ZVƒÏ‰tn tβ%x. $tΒ 3 É=≈t6ø9F{$# ’Í<'ρT[{ ×οuö9Ïã öΝÎηÅÁ|Ás% ’Îû šχ%x. ô‰s)s9

∩⊇⊇ ∪ tβθãΖÏΒ÷σム5Θöθs)Ïj9 ZπuΗ÷qu‘uρ “Y‰èδuρ &™ó©x« Èe≅à2 Ÿ≅‹ÅÁøs?uρ Ïμ÷ƒy‰tƒ t⎦÷⎫t/
Artinya : “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang
yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi
membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan
sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman” (Q.S. Yusuf [12] : 111)2.
Kisah-kisah di dalam Al-Qur’an merupakan salah satu metode yang digunakan Allah
dalam upaya menanamkan nilai-nilai moral Qur’aniah kepada manusia. Bahasa yang
digunakan Al-Qur’an dalam pengungkapan kisah-kisah dan peristiwa tersebut sangat menarik
sehingga dapat menimbulkan kesan mendalam kepada pembaca dan pendengarnya, bukan saja
untuk mengikuti kisahnya sampai akhir tapi juga akan berusaha meneladai kisah-kisah
tersebut.
Namun tidak semua orang dapat mengambil i’tibar (pelajaran) dari kisah-kisah Al-
Qur’an tersebut, sebagaimana disebutkan dalam surat Yusuf di atas, hanya orang-orang yang
mau menggunakan akalnya saja yang dapat memetik hikmah dari kisah-kisah tersebut.
Dari uraian-uraian yang telah disampaikan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut :

1
M. Quraish Shihab, “Membumikan” Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat, (Bandung, Mizan, 2004), cet. XXVIII, hlm. 40.
2
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: PT. Syaamil Cipta Media, 2005), hlm. 248.

1
1. Apakah yang dimaksud dengan kisah-kisah Al-Qur’an ?
2. Bagaimana karakteristik kisah-kisah Al-Qur’an dibandingkan dengan karya-karya
ilmiah lainnya ?
3. Apakah tujuan dari kisah-kisah Al-Qur’an dalam kaitannya dengan upaya
pembentukan insan kamil ?
Dari rumusan masalah di atas maka pada bagian pembahasan berikut penulis berusaha
untuk memaparkan makna (definisi), karakteristik dan tujuan kisah-kisah Al-Qur’an
berdasarkan kajian penulis dari beberapa referensi yang penulis anggap sesuai.

B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Qashash
Kisah diambil dari kata dasar bahasa Arab qashah yang merupakan mashdar dari
qhashasha yang berarti mencari bekasan atau mengikuti bekasan (jejak). Qashah juga
bermakna : urusan, berita, khabar, dan keadaan3. Di samping itu qashash juga bermakna
mengulang kembali hal masa lalu4.
Sedangkan secara terminologi kisah Al-Qur’an adalah: “Kabar-kabar Al-Qur’an
tentang keadaan-keadaan umat yang telah lalu dan kenabian masa dahulu, peristiwa-peristiwa
yang telah terjadi”5.
Adapun Al-Qaththan mendefinisikan kisah Al-Qur’an dengan: “Kisah-kisah dalam Al-
Qur’an yang yang menceritakan hal ihwal umat-umat terdahulu dan Nabi-nabi mereka serta
peristiwa-peristiwa yang telah terjadi, yang sedang terjadi dan akan terjadi”6.
Jika pada definisi kisah Al-Qur’an yang pertama hanya mengkhususkan berita-berita
atau keadaan yang telah lampau, maka pada definisi kedua lebih kompleks, baik berita-berita
yang telah terjadi maupun yang sedang dan akan terjadi. Namun, pada intinya kedua definisi
tersebut sama-sama mengungkapkan informasi tentang pengalaman atau keadaan umat-umat,

3
Ash Shiddieqy, Teuku Muhammad Hasbi, Ilmu-ilmu Al-Qur’an: Ilmu-ilmu Pokok dalam Menafsirkan Al-
Qur’an, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2002), cetakan kedua, hlm. 191.
4
Al-‘Utsaimin, Muhammad bin Saleh, Dasar-dasar Penafsiran Al-Qur’an, alih bahasa, S. Agil Husin Al-
Munawar dan Ahmad Rifqi Muchtar, ( Semarang: Dina Utama, tth), hlm. 70.
5
Ash Shiddieqy, Teuku Muhammad Hasbi, loc.cit.
6
Al-Qaththan, Manna’, Mabahits fi ‘Ulum Al-Qur’an, (Surabaya: Al-Hidayah, 1973), hlm. 306. Lihat juga
http://alilmu.wordpress.com/2007/04/17/urgensi-kisah-dalam-al-qur%E2%80%99an/

2
Nabi, maupun peristiwa yang terdapat dalam Al-Qur’an yang sangat bermanfaat bagi
kehidupan manusia yang akan datang sebagai sebuah bahan pelajaran.
Di dalam Al-Qur’an terdapat bermacam-macam kisah yang sangat menarik. Kisah-
kisah tersebut beraneka-ragam, mulai dari awal penciptaan manusia, perjalanan hidupnya di
dunia hingga perjalanan hidupannya di akhirat kelak. Namun para ulama berbeda pendapat
mengenai pembagian kisah ini sebagai berikut.
Ash-Shiddieqy yang mengkhususkan kisah Al-Qur’an pada berita dan peristiwa pada
masa lampau membagi kisah dalam Al-Qur’an mejadi tiga macam yaitu : pertama, kisah
Nabi-nabi (qhashash al-anbiya’) yang menceritakan tentang dakwah para Nabi, mukjizat-
mukjizatnya, sikap umat-umatnya dan akibatnya. Kedua, kisah tentang peristiwa-peristiwa
yang telah terjadi dan orang-orang yang tidak dapat dipastikan kenabiannya seperti ashabul
Kahfi, Qarun, dan lain-lain. Ketiga, kisah yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa pada
masa Nabi Muhammad SAW, seperti peperangan, isra’ mikraj, hijrah dan lain-lain7.
Adapun Supiani dan Karman membagi kisah dalam Al-Qur’an menjadi dua macam
secara garis besar, yaitu kisah ditinjau dari segi waktu dan kisah ditinjau dari segi materinya.
Kisah-kisah dalam Al-Qur’an jika ditinjau dari segi waktu dibagi menjadi tiga macam, yaitu :
(1) kisah masa lampau (al-qhashash al-ghuyub al-madhiyah); (2) kisah masa kini (al-
qhashash al-ghuyub al-hadhirah); dan (3) kisah masa datang (al-qhashash al-ghuyub al-
mustaqbalah). Sedangkan kisah Al-Qur’an ditinjau dari segi materinya dibagi menjadi tiga,
yaitu: (1) kisah para Nabi terdahulu; (2) kisah orang-orang yang bukan Nabi dan kelompok-
kelompok tertentu; dan (3) kisah tentang peristiwa yang terjadi pada masa Rasulullah SAW8.

2. Karakteristik Kisah Al-Qur’an


Al-Qur’an merupakan wahyu dari Allah SWT, kisah-kisah dalam Al-Qur’an berbeda
dengan kisah-kisah atau dongeng yang diciptakan manusia. Al-Qur’an juga bukan merupakan
kitab sejarah walaupun di dalamnya banyak berisi sejarah, dan juga berbeda dengan
sistematika penulisan karya ilmiah. Al-Qur’an memiliki karakteristik dan gaya bahasa sendiri
dalam memaparkan kisah-kisah dan peristriwa sejarah.

7
Ash Shiddieqy, Teuku Muhammad Hasbi, loc.cit. Lihat juga Al-‘Utsaimin, Muhammad bin Saleh,
op.cit., hlm. 71.
8
Ibid., 244-245.

3
Penuturan kisah dalam Al-Qur’an menurut Alwi tidak berarti Al-Qur’an merupakan
buku cerita, namun mempunyai tujuan yang tinggi, yaitu menanamkan nasihat dan pelajaran
yang dipetik dari peristiwa masa lalu9. Al-Qur’an memiliki keunikan dan keistimewaan dalam
memaparkan kisah-kisah atau peristiwa. Keunikan dan perbedaan tersebut dapat terlihat pada :
a. Kisah Al-Qur’an dalam waktu relatif singkat dapat menarik perhatian pembaca,
sehingga pembaca tertatik untuk mengikuti peristiwanya, merenungkan maknanya dan
terkesan oleh watak pelaku kisah tersebut. Kisah dalam Al-Qur’an pada umumnya
dimulai dengan tuntutan, ancaman, peringatan akan bahaya sebelum persoalan dibuka
dan dipecahkan sampai pada klimaksnya. Penyajian kisah ini tentu akan menarik
perhatian pembaca maupun pendengarnya untuk mengetahui bagaimana akhir kisah
tersebut.
b. Kisah Al-Qur’an menyentuh nurani manusia dalam keadaannya yang utuh dan
menyeluruh, sebagai terjelma dalam tokoh utama yang sengaja ditampilkan. Masing-
masing tokoh ditampilkan pada pusat perhatian selaras dengan konteksnya.
c. Kisah Al-Qur’an memberikan kesempatan kepada pembaca dan pendengarnya untuk
mengembangkan pola pikirnya. Dalam konteks ini, kisah Al-Qur’an ditampilkan
dalam dua bentuk, yaitu : pertama, kisah itu dilukiskan melalui pengisyaratan, sugesti
dan harapan; dan kedua, kisah itu dilukiskan melalui berpikir dan merenung10.
Di samping itu Al-Qur’an juga sering kali memaparkan kisah atau peristiwa secara
berulang-ulang dalam berbagai surat. Terkadang pada satu surat hanya disebutkan secara
singkat, namun pada surat lain dijelaskan dengan panjang lebar dan lebih terperinci.
Sebagaimana dikemukakan oleh al-Sa’di, bahwa perbedaan-perbedaan cara Al-Qur’an dalam
pemaparan sebuah kisah merupakan sebuah metode pengajaran yang dilakukan oleh Al-
Qur’an kepada para pendengar dan pembacanya11.
Lebih luas lagi al-Qaththan menyatakan bahwa kisah Al-Qur’an secara berulang-ulang
memiliki hikmah tersendiri sebagai berikut :
a. Menandaskan kebalagahan Al-Qur’an dalam bentuk yang paling tinggi, seperti
menerangkan sebuah makana dalam berbagai macam susunan kalimat yang berbeda

9
Alwi, Sayyid Muhammad al-Maliki, Keistimewaan-keistimewaan Al-Qur’an, alih bahasa Nur Faizin,
(Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2001), hlm. 46.
10
Ibid., 246-247.

4
dari yang telah disebutkan, sehingga akan selalu terasa nikmat mendengar dan
membacanya.
b. Menampakkan kekuatan i’jaz (kemukjizatan) Al-Qur’an dengan menyebut suatu
makna dalam berbagai bentuk susunan perkataan yang tidak dapat disamai oleh
siapapun yang menunjukkan bahwasanya Al-Qur’an adalah benar-benar dari Allah.
c. Mengulang-ulang sebuah kisah menunjukkan ta’kid (penguatan) yang merupakan
tanda besarnya perhatian terhadap kisah tersebut.
d. Di suatu tempat terkadang disebutkan singkat saja karena tujuannya hanya sampai itu
saja yang diperlukan, sedang di tempat lain disebutkan secara panjang-lebar dan terinci
karena yang demikianlah tujuan yang dikehendaki12.

3. Tujuan Kisah Al-Qur’an


Kisah dalam Al-Qur’an bukan karya seni yang tanpa tujuan, melainkan salah satu dari
metode Al-Qur’an dalam menuntun dan mewujudkan tujuan keagamaan ketuhanannya dan
salah satu cara menyampaikan dan mengokohkan dakwah Islam13. Dalam menyampaikan
maksud dan tujuannnya tersebut Al-Qur’an memiliki gaya bahasa yang sangat tinggi yang
tidak mungkin ditandingi oleh siapapun (baik jin maupun manusia).
Tujuan utama dari kisah Al-Qur’an tidak lain adalah agar setiap orang dapat
mengambil pelajaran (‘ibrah wa mau’izah) sebagaimana ditegaskan Allah SWT dalam firman-
Nya :

“Ï%©!$# t,ƒÏ‰óÁs? ⎯Å6≈s9uρ 2”utIøム$ZVƒÏ‰tn tβ%x. $tΒ 3 É=≈t6ø9F{$# ’Í<'ρT[{ ×οuö9Ïã öΝÎηÅÁ|Ás% ’Îû šχ%x. ô‰s)s9

∩⊇⊇ ∪ tβθãΖÏΒ÷σム5Θöθs)Ïj9 ZπuΗ÷qu‘uρ “Y‰èδuρ &™ó©x« Èe≅à2 Ÿ≅‹ÅÁøs?uρ Ïμ÷ƒy‰tƒ t⎦÷⎫t/
Artinya : “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang
yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi

11
Al-Sa’di, Abdurrahman Nashir, 70 Kaidah Penafsiran Al-Qur’an, alih bahasa Marsuni Sasaky &
Mustahab Hasbullah, (Jakarta: Pustaka Firadaus, 1997), hlm. 17.
12
Al-Qaththan, Manna’, op.cit., hlm. 308.
13
Supiani dan M. Karman, loc.cit. Lihat pula dalam Umairah, Abdurrahman, Metode Al-Qur’an dalam
Pendidikan, (Surabaya: Mutiara Ilmu, tth).

5
membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan
sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”14.
Sebagaimana digambarkan oleh firman Allah di atas bahwa hanya orang-orang yang
mau menggunakan akalnya saja yang dapat mengambil pelajaran dari kisah-kisah yang
disampaikan Al-Qur’an yang kemudian secara sadar dan konsekuen untuk mewujudkannya
dalam kehidupan sosial.
Kisah dalam Al-Qur’an memiliki tujuan yang sangat tinggi yang menunjukkan
kesempurnaan Al-Qur’an sebagai sebuah pedoman hidup bagi manusia. Dengan membaca
kisah-kisah dalam Al-Qur’an maka manusia akan mendapatkan manfaat berupa hakikat
peristiwa, kemurnian akidah dan kesempurnaan sastra, serta meninggalkan selainnya15. Al-
Qur’an menempuh berbagai macam cara guna mengantar manusia kepada kesempurnaan
kemanusiaannya antara lain dengan mengemukakan kisah-kisah faktual dan simbolik16.
Adapun tujuan khusus dari kisah Al-Qur’an sebagaimana dirangkum Supiana dan
Karman sebagai berikut :
a. Mengungkapkan kemantapan wahyu dan risalah serta mewujudkan rasa puas dalam
menerima wahyu bahwa Muhammad yang ummi telah menyampaikan kisah-kisah
tersebut pada umatnya.
b. Menjelaskan prinsip dakwah kepada agama Allah dan keterangan pokok-pokok syariat
yang dibawa oleh masing-masing Nabi dan Rasul.
c. Menjelaskan bahwa Allah menolong dan mengasihi Rasul beserta orang-orang yang
beriman serta menjelaskan bahwa Allah adalah Tuhan semua ummat (ummah
wahidah).
d. Menetapkan kedudukan kaum mukmin, memantapkan hati Nabi dan umatnya,
menghibur mereka dari kesedihan atas musibah yang menimpa mereka.
e. Mengoreksi kebohongan yang dibuat oleh ahlul kitab karena telah menyembunyikan
kebenaran kitab mereka.
f. Menunjukkan kebenaran Al-Qur’an dan kisah-kisah yang diceritakan Al-Qur’an.

14
Depag RI, loc.cit.
15
Alwi, Sayyid Muhammad al-Maliki, op.cit., hlm. 47. Lihat Quraish, Shihab M., op.cit., hlm. 61.
16
Quraish, Shihab M., Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung:
Mizan, 1998), cet. VIII, hlm. 9.

6
g. Menanamkan pendidikan akhlak karimah agar para para pembaca dan pengkaji Al-
Qur’an mampu menghayati dan mengamalkan kandungan kisah dalam praktek
kehidupan mereka17.
Sedangkan al-Qaththan memaparkan tujuan daripada kisah-kisah Al-Qur’an sebagai
berikut :
a. Menjelaskan dasar-dasar dakwah agama Allah dan menerangkan pokok-pokok syariat
yang disampaikan oleh para Nabi.
b. Mengokohkan hati Rasulullah dan umat beliau dalam beagama dan menguatkan
kepercayaan para mukmin tentang datangnya pertolongan Allah dan hancurnya
kebatilan.
c. Mengabadikan usaha-usaha para Nabi dan pernyataan bahwa Nabi-nabi dahulu adalah
benar.
d. Memperlihatkan kebenaran dakwah Rasulullah SAW dengan menerangkan keadaan-
keadaan umat terdahulu.
e. Menyingkap kebohongan ahlul kitab yang telah menyembunyikan isi kitab mereka
yang masih murni.
f. Menarik perhatian mereka yang diberikan pelajaran18.
Senada dengan kedua pendapat di atas Al-‘Utsaimin19 juga mengemukakan hikmah-
hikmah atau tujuan kisah dalam Al-Qur’an sebagai berikut:
a. Allah hendak menampakkan hikmahnya yang terdapat dalam kisah-kisah tersebut
(baca Q.S. 54 : 4-5).
b. Menerangkan keadilan-Nya dalam menyiksa para pendusta (baca Q.S. 11 : 101).
c. Menerangkan karunia-Nya dengan memberikan balasan (baca Q.S. 54 : 34-35)
d. Sebagai pelipur lara Nabi SAW. terhadap sikap para pendusta (baca Q.S. 35 : 25).
e. Sebagai sugesti untuk orang-orang mukmin agar tetap dan selalu meningkatkan
keimanannya (baca Q.S. 21 : 28, Q.S. 30 : 47)
f. Sebagai peringatan terhadap orang-orang kafir yang tetap dalam kekafirannya (Q.S. 47
: 10).

17
Supiani dan M. Karman, op.cit., hlm. 248-249.
18
Al-Qaththan, Manna’, op.cit., hlm. 307.
19
Al-‘Utsaimin, Muhammad bin Saleh, op.cit., hlm 71-73.

7
g. Sebagai penetapan risalah Nabi Muhammad SAW., karena berita-berita umat tedahulu
tidak ada yang mengetahuinya selain Allah SWT. (baca Q.S. 11 : 49, Q.S. 14 : 9).
Dari hikmah-hikmah dan tujuan kisah-kisah Al-Qur’an yang dipaparkan di atas
menjadi sangat jelas urgensi kisah-kisah tersebut dalam pembentukan insan kamil yaitu
sebagai bahan pelajaran bagi seluruh manusia untuk lebih mengokohkan hubungan vertikal
dengan Allah SWT (habl min Allah) dan senantiasa juga menjalin hubungan baik dengan
sesama manusia (habl min al-nas). Lebih jauh lagi, pemaparan kisah Al-Qur’an bertujuan
untuk menunjukkan jalan yang lurus kepada manusia dalam rangka mencapai kebahagian
hidup di dunia dan akhirat.
Pembentukan insan kamil melalui kisah-kisah Al-Qur’an menurut hemat penulis dapat
ditempuh dengan dua cara. Pertama, memahami eksistensi (tujuan) dari penciptaan manusia.
Al-Qur’an menginformasikan bahwasanya manusia diciptakan semata-mata untuk beribadah
kepada Allah SWT (‘abd Allah), sebagaimana firman Allah SWT:

∩∈∉∪ Èβρ߉ç7÷èu‹Ï9 ωÎ) }§ΡM}$#uρ £⎯Ågø:$# àMø)n=yz $tΒuρ


Artinya : “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku” (Q.S. al-Dzariyat [51] : 56)20.
Disamping sebagai khalifah, manusia juga diciptakan untuk menjadi pemimpin di
muka bumi, yaitu untuk memakmurkan bumi dan memanfaatkan alam raya guna menunjang
kebutuhan hidupnya di dunia. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah SWT :

Zπx‹Î=yz ÇÚö‘F{$# ’Îû ×≅Ïã%y` ’ÎoΤÎ) Ïπs3Íׯ≈n=yϑù=Ï9 š•/u‘ tΑ$s% øŒÎ)uρ


Artinya : “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi" (Q.S. al-Baqarah [2] : 3021.
Khalifah sebagaimana dikemukakan Quraish adalah “Menggantikan Allah dalam
menegakkan kehendak-Nya dan menerapkan ketetapan-Nya, tetapi bukan karena Allah SWT
tidak mampu tau menjadikan manusia berkedudukan sebagai tuhan, namun karena Allah SWT
bermaksud menguji manusia dan memberi kehormatan”22.

20
Depag RI, op.cit., hlm. 523.
21
Ibid., hlm. 6.
22
Quraish, Shihab M.,Tafsir al-Misbah : Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati,
2006), hlm. 142.

8
Kedua, meneladani kisah-kisah Al-Qur’an guna mengantarkan manusia kepada
kesempurnaan kemanusiaannya. Setelah memahami tujuan daripada penciptaan manusia di
muka bumi ini, maka tahap selanjutnya adalah meneladani dan mengambil ‘ibrah (pelajaran)
dari kisah-kisah yang terdapat di dalam Al-Qur’an. Sebagaimana dikemukakan dalam oleh
Quraish bahwasanya pengungkapan peristiwa-peristiwa sejarah merupakan salah satu metode
yang digunakan oleh Al-Qur’an dalam mewujudkan tujuan Al-Qur’an23.
Kisah-kisah dalam Al-Qur’an bertujuan untuk memantapkan keyakinan orang-orang
beriman agar senantiasa menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup, memberikan
informasi yang benar tentang peristiwa dan kejadiaan masa lalu, saat ini dan yang akan
datang; dan sebagai bahan pelajaran agar kesalahan-kesalahan yang terjadi pada masa lalu
tidak berulang kembali kepada manusia.
Sungguh benar apa-apa yang telah difirmankan Allah SWT. Segala aturan tentang
hidup ini diciptakan tidak lain demi kemaslahatan hidup manusia itu sendiri. Namun,
terkadang manusia bersifat congkak dan sombong sehingga merasa hanya dirinyalah (akalnya)
yang mampu membuat kemaslahatan hidupnya sendiri dan mengingkari ayat-ayat Allah serta
Rasul-rasul yang diutus kepada mereka. Padahal manusia yang lemah ini, sulit untuk berbuat
adil kepada sesamanya, bahkan kepada dirinya sendiri. Sebagaimana difirmankan Allah SWT:

Zο§θè% öΝåκ÷]ÏΒ £‰x©r& (#þθçΡ%Ÿ2 4 öΝÎγÎ=ö6s% ⎯ÏΒ t⎦⎪Ï%©!$# èπt7É)≈tã tβ%x. y#ø‹x. (#ρãÝàΨu‹sù ÇÚö‘F{$# ’Îû (#ρçÅ¡o„ óΟs9uρr&

ª!$# šχ%x. $yϑsù ( ÏM≈uΖÉit7ø9$$Î/ Νßγè=ߙ①÷Λàιø?u™!%y`uρ $yδρãuΗxå $£ϑÏΒ usYò2r& !$yδρãuΗxåuρ uÚö‘F{$# (#ρâ‘$rOr&uρ

∩®∪ tβθßϑÎ=ôàtƒ öΝåκ|¦àΡr& (#þθçΡ%x. ⎯Å3≈s9uρ öΝßγyϑÎ=ôàu‹Ï9


Artinya : “Dan Apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi dan
memperhatikan bagaimana akibat (yang diderita) oleh orang-orang sebelum
mereka? orang-orang itu adalah lebih kuat dari mereka (sendiri) dan telah
mengolah bumi (tanah) serta memakmurkannya lebih banyak dari apa yang telah
mereka makmurkan. Dan telah datang kepada mereka Rasul-rasul mereka dengan
membawa bukti-bukti yang nyata. Maka Allah sekali-kali tidak berlaku zalim
kepada mereka, akan tetapi merekalah yang berlaku zalim kepada diri sendiri”
(Q.S. ar-Rum [30] : 9)24.

23
Quraish, Shihab M., Membumikan..op.cit., hlm. 61.
24
Depag RI, op.cit., hlm. 405.

9
C. PENUTUP
Dari uraian-uraian yang terdapat pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Kisah Al-Qur’an merupakan informasi tentang pengalaman atau keadaan umat-umat,
Nabi, dan peristiwa yang telah lalu, saat ini dan yang akan datang.
2. Kisah-kisah Al-Qur’an berbeda dengan buku sejarah atau dongeng yang dibuat
manusia. Perbedaan keduanya dapat terlihat pada : gaya bahasa dalam penyampaian
kisah tersebut dan sistematika penulisannya. Yang lebih penting lagi adalah Al-Qur’an
adalah petunjuk hidup yang sangat sempurna karena dibuat oleh Tuhan Yang Maha
Sempurna sedang buku sejarah atau dongeng yang dibuat manusia memiliki banyak
kekurangan dan kekeliruan.
3. Kisah dalam Al-Qur’an memiliki manfaat yang sangat berharga bagi umat-umat yang
hidup setelahnya terutama bagi kita sebagai umat Nabi Muhammad SAW yang
menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup, yaitu : (1) memantapkan keyakinan
kita untuk senantiasa menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup; (2) memperoleh
informasi yang benar tentang peristiwa dan kejadiaan masa lalu, saat ini dan yang akan
datang; (3) sebagai bahan pelajaran agar kesalahan-kesalahan yang terjadi pada masa
lalu tidak berulang kembali kepada manusia.
4. Pembentukan insan kamil melalui kisah-kisah Al-Qur’an ditempuh dengan dua cara:
pertama, memahami eksistensi (tujuan) dari penciptaan manusia; dan kedua,
meneladani kisah-kisah Al-Qur’an guna mengantarkan manusia kepada kesempurnaan
kemanusiaannya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qaththan, Manna’, Mabahits fi ‘Ulum Al-Qur’an, Surabaya, Al-Hidayah, 1973


Al-Sa’di, Abdurrahman Nashir, 70 Kaidah Penafsiran Al-Qur’an, alih bahasa Marsuni Sasaky
& Mustahab Hasbullah, Jakarta, Pustaka Firadaus, 1997.
Al-‘Utsaimin, Muhammad bin Saleh, Dasar-dasar Penafsiran Al-Qur’an, alih bahasa S. Agil
Husin Al-Munawar & Ahmad Rifqi Muchtar, Semarang, Dina Utama, tth.
Alwi, Sayyid Muhammad al-Maliki, Keistimewaan-keistimewaan Al-Qur’an, alih bahasa Nur
Faizin, Yogyakarta, Mitra Pustaka, 2001.
Ash Shiddieqy, Teuku Muhammad Hasbi, Ilmu-ilmu Al-Qur’an: Ilmu-ilmu Pokok dalam
Menafsirkan Al-Qur’an, Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra, cetakan kedua, 2002.
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung, PT. Syaamil Cipta Media, 2005.
http://www.alilmu.wordpress.com
Quraish, Shihab M., Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat,
Bandung, Mizan, cet. VIII, 1998.
______, “Membumikan” Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat,
Bandung, Mizan, cet. XXVIII, 2004.
______, Tafsir al-Misbah : Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Jakarta, Lentera Hati,
2006.
Supiani dan Karman M., Ulumul Quran, Bandung, Pustaka Islamika, 2002.
Umairah, Abdurrahman, Metode Al-Qur’an dalam Pendidikan, Surabaya, Mutiara Ilmu, tth.

11

You might also like