Professional Documents
Culture Documents
Oleh karena itu, kita sebaiknya memilih detergen yang limbahnya dapat diuraikan
oleh mikrorganisme (biodegradable). Pengaruh buruk yang dapat ditimbulkan oleh
pemakaian detergen yang tidak selektif atau tidak hati-hati adalah:
a. rusaknya keindahan lingkungan perairan;
b. terancamnya kehidupan hewan-hewan yang hidup di air; dan
c. merugikan kesehatan manusia.
2. Pemutih Pakaian
Gambar 3. Pemutih Pakaian
Pemutih biasanya dijual dalam bentuk larutannya (lihat Gambar 3) dan digunakan u
ntuk menghilangkan kotoran atau noda berwarna yang sukar dihilangkan dengan hany
a menggunakan sabun atau detergen. Larutan pemutih yang dijual di pasaran biasan
ya mengandung bahan aktif natrium hipoklorit (NaOCl) sekitar 5%. Selain digunaka
n sebagai pemutih dan membersihkan noda, juga digunakan untuk desinfektan (memba
smi kuman). Pada umumnya, bahan pemutih yang dijual di pasaran sudah aman untuk
dipakai selama pemakaiannya sesuai dengan petunjuk. Selain dengan noda, zat ini
juga bisa bereaksi dengan zat warna pakaian sehingga dapat memudarkan warna paka
ian. Oleh karena itu, pemakaian pemutih ini harus sesuai petunjuk.
3. Pewangi
Gambar 4. Pewangi
Pewangi merupakan bahan kimia lain yang erat kaitannya dengan kehidupan kita seh
ari-hari. Kita dapat memperoleh bahan pewangi dari bahan alam maupun sintetik. B
ahan pewangi alami yang sudah kita kenal di antaranya diperoleh dari daun kayu p
utih, kulit kayu manis, batang kayu cendana, bunga kenanga, bunga melati, dan bu
ah pala. Bahan pewangi sintetik biasanya dipakai dalam berbagai pewangi atau par
fum dalam kemasan, seperti pada Gambar 8.4. Selain zat yang menimbulkan aroma wa
ngi, pewangi yang dijual di pasaran biasanya mengandung zat-zat lain, seperti al
kohol untuk pewangi yang berbentuk cair dan tawas untuk pewangi yang berbentuk p
adat. Selain alkohol, masih terdapat beragam zat tambahan lainnya yang sengaja d
itambahkan ke dalam pewangi agar parfum mudah disemprotkan (zat tersebut berfung
si sebagai propelan). Di antara zat-zat tambahan yang dapat berfungsi sebagai pr
opelan tersebut ada yang dapat mencemari lingkungan. Propelan tertentu jika lepa
s ke udara kemudian masuk ke atmosfer bagian atas akan merusak lapisan ozon (sua
tu lapisan di udara bagian atas yang melindungi manusia dari sinar-sinar berener
gi tinggi, seperti sinar ultra violet). Untuk itu, kita harus selektif ketika me
mbeli produk berupa parfum, jangan sampai mengandung bahan kimia yang dapat menc
emari lingkungan.
4. Pestisida
Gambar 5. Pestisida Botani
Bahan kimia jenis pestisida erat sekali dengan kehidupan para petani. Pestisida
dipakai untuk memberantas hama tanaman sehingga tidak mengganggu hasil produksi
pertanian. Pestisida meliputi semua jenis obat (zat/bahan kimia) pembasmi hama y
ang ditujukan untuk melindungi tanaman dari serangan serangga, jamur, bakteri, v
irus, tikus, bekicot, dan nematoda (cacing). Pestisida yang biasa digunakan para
petani dapat digolongkan menurut fungsi dan sasaran penggunaannya, yaitu:
a. Insektisida, yaitu pestisida yang digunakan untuk memberantas serangga,
seperti belalang, kepik, wereng, dan ulat. Beberapa jenis insektisida juga dipak
ai untuk memberantas sejumlah serangga pengganggu yang ada di rumah, perkantoran
, atau gudang, seperti nyamuk, kutu busuk, rayap, dan semut. Contoh insektisida
adalah basudin, basminon, tiodan, diklorovinil dimetil fosfat, dan diazinon. Gam
bar 6 merupakan contoh produk insektisida untuk memberantas nyamuk.
Gambar 6. Insektisida
b. Fungisida, yaitu pestisida yang dipakai untuk memberantas dan mencegah p
ertumbuhan jamur atau cendawan. Bercak yang ada pada daun, karat daun, busuk dau
n, dan cacar daun disebabkan oleh serangan jamur. Beberapa contoh fungisida adal
ah tembaga oksiklorida, tembaga(I) oksida, karbendazim, organomerkuri, dan natri
um dikromat.
Penggunaan pestisida telah menimbulkan dampak yang negatif, baik itu bagi keseha
tan manusia maupun bagi kelestarian lingkungan. Oleh karena itu, penggunaannya
harus dilakukan sesuai dengan aturan. Beberapa dampak negatif yang dapat timbul
akibat penggunaan pestisida, diantaranya:
a. Terjadinya pengumpulan pestisida (akumulasi) dalam tubuh manusia karena bebe
rapa jenis pestisida sukar terurai. Pestisida yang terserap tanaman akan terdist
ribusi ke dalam akar, batang, daun, dan buah. Jika tanaman ini dimakan hewan ata
u manusia maka pestisidanya akan terakumulasi dalam tubuh sehingga dapat memuncu
lkan berbagai risiko bagi kesehatan hewan maupun manusia.
b. Munculnya hama spesies baru yang lebih tahan terhadap takaran pestisida. Ole
h karena itu, diperlukan dosis pemakaian pestisida yang lebih tinggi atau pestis
idalain yang lebih kuat daya basminya. Jika sudah demikian maka risiko pencemara
n akibat pemakaian pestisida akan semakin besar baik terhadap hewan maupun lingk
ungan, termasuk juga manusia sebagai pelakunya.
Ternyata, penggunaan pestisida selain memberikan keuntungan juga dapat memberik
an kerugian. Oleh karena itu, penyimpanan dan penggunaan pestisida apapun jenisn
ya harus dilakukan secara hati-hati dan sesuai petunjuk. Untuk mengurangi dampak
penggunaan pestisida dapat dilakukan dengan cara menggunakan pestisida alami at
au pestisida yang dibuat dari bahan-bahan alami. Misalnya, air rebusan batang da
n daun tomat dapat dipakai dalam memberantas ulat dan lalat hijau. Selain contoh
tersebut, masih banyak tumbuhan lain yang dapat bertindak sebagai pestisida ala
mi, seperti tanaman mindi, bunga mentega, rumput mala, tuba,kunir, dan kucai.
Gambar 1.1
Zat-zat aditif tidak hanya zat-zat yang secara sengaja ditambahkan pada saat pro
ses pengolahan makanan berlangsung, tetapi juga termasuk zat-zat yang masuk tanp
a sengaja dan bercampur dengan makanan. Masuknya zat-zat aditif ini mungkin terj
adi saat pengolahan, pengemasan, atau sudah terbawa oleh bahan-bahan kimia yang
dipakai. Zat aditif makanan dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu:
1.Zat aditif yang berasal dari sumber alami, seperti lesitin dan asam sitrat;
2.Zat aditif sintetik dari bahan kimia yang memiliki sifat serupa dengan bahan a
lami yang sejenis, baik susunan kimia maupun sifat/fungsinya, seperti amil aseta
t dan asam askorbat.
Berdasarkan fungsinya, baik alami maupun sintetik, zat aditif dapat dikelompokka
n sebagai zat pewarna, pemanis, pengawet, dan penyedap rasa. Zat aditif dalam pr
oduk makanan biasanya dicantumkan pada kemasannya.
1. Zat Pewarna
Pemberian warna pada makanan umumnya bertujuan agar makanan terlihat lebih segar
dan menarik sehingga menimbulkan selera orang untuk memakannya. Zat pewarna yan
g biasa digunakan sebagai zat aditif pada makanan adalah:
a. Zat pewarna alami, dibuat dari ekstrak bagian-bagian tumbuhan tertentu,
misalnya warna hijau dari daun pandan atau daun suji, warna kuning dari kunyit,
seperti ditunjukkan pada gambar 1.2, tahu yang berwarna kuning berasal dari kuny
it .Karena jumlah pilihan warna dari zat pewarna alami terbatas maka dilakukan u
paya menyintesis zat pewarna yang cocok untuk makanan dari bahan-bahan kimia.
Gambar 1.2
b. Zat pewarna sintetik, dibuat dari bahan-bahan kimia. Dibandingkan dengan
pewarna alami, pewarna sintetik memiliki beberapa kelebihan,
yaitu memiliki pilihan warna yang lebih banyak, mudah disimpan, dan lebih tahan
lama. Beberapa zat pewarna sintetik bisa saja memberikan warna yang sama, namun
belum tentu semua zat pewarna tersebut cocok dipakai sebagai zat aditif pada mak
anan dan minuman.
Perlu diketahui bahwa zat pewarna sintetik yang bukan untuk makanan dan minuman
(pewarna tekstil) dapat membahayakan kesehatan apabila masuk ke dalam tubuh kare
na bersifat karsinogen (penyebab penyakit kanker). Oleh karena itu, kamu harus
berhati- hati ketika membeli makanan atau minuman yang memakai zat warna. Kamu h
arus yakin dahulu bahwa zat pewarna yang dipakai sebagai zat aditif pada makanan
atau minuman tersebut adalah memang benar-benar pewarna makanan dan minuman.
Gambar
1.4
Tabel 8.1 berikut ini adalah daftar zat pewarna, baik alami maupun sintetik yang
aman dipergunakan sebagai zat pewarna makanan dan minuman.
Warna Nama Zat Warna Nomor Indeks Nama
1. Zat Pewarna Alami
Merah
Merah
Kuning
Kuning
Kuning
Kuning
Hijau
Biru
Cokelat
Hitam
Hitam
Putih
2. Zat Pewarna Sintetik
Merah
Merah
Merah
Oranye
Kuning
Kuning
Hijau
Biru
Biru
Ungu
Alkanat
Karmin
Annato
Karoten
Kurkumin
Safron
Klorofil
Ultramin
Karamel
Karbon hitam
Besi oksida
Titanium oksida
Carmoisine
Amaranth
Erythrosine
Sunset yellow FCF
Tartrazin
Quineline yellow
Fast green FCF
Briliant Blue FCF
Indigocarmine (indigotine)
Violet GB
75520
75470
75120
75130
75300
75100
75810
77007
â
77266
77499
77891
14720
16185
45430
15985
19140
47005
42053
42090
73015
42640
Gambar 1. 6
b. Zat pemanis buatan atau sintetik. Pemanis buatan tidak dapat dicerna ole
h tubuh manusia sehingga tidak berfungsi sebagai sumber energi. Oleh karena itu,
orang-orang yang memiliki penyakit kencing manis (diabetesmelitus) biasanya men
gkonsumsi pemanis sintetik sebagai pengganti pemanis alami.
Contoh pemanis sintetik, yaitu sakarin, natrium siklamat, magnesium sikl
amat, kalsium siklamat, aspartam (lihat Gambar 1.6), dan dulsin. Pemanis buatan
memiliki tingkat kemanisan yang lebih tinggi dibandingkan pemanis alami. Garam-g
aram siklamat memiliki kemanisan 30 kali lebih tinggi dibandingkan kemanisan s
ukrosa. Namun, kemanisan garam natrium dan kalsium dari sakarin memiliki kemanis
an 800 kali dibandingkan dengan kemanisan sukrosa 10%. Walaupun pemanis buatan m
emiliki kelebihan dibandingkan pemanis alami, kita perlu Menghindari konsumsi ya
ng berlebihan karena dapat memberikan efek samping bagi kesehatan.
Misalnya, penggunaan sakarin yang berlebihan selain akan menyebabkan rasa makana
n terasa pahit juga merangsang terjadinya tumor pada bagian kandung kemih.Conto
h lain, garam-garam siklamat pada proses metabolisme dalam tubuh
dapat menghasilkan senyawa sikloheksamina yang bersifat karsinogenik (senyawa
yang dapat menimbulkan penyakit kanker). Garam siklamat juga dapat memberikan e
fek samping berupa gangguan pada sistem pencernaan terutama pada pembentukan zat
dalam sel.
Gambar 1. 7
Gambar 1.8
3. Zat Pengawet
Ada sejumlah cara menjaga agar makanan dan minuman tetap layak untuk dimakan ata
u diminum walaupun sudah tersimpan lama. Salah satu upaya tersebut adalah dengan
cara menambahkan zat aditif kelompok pengawet (zat pengawet) ke dalam makanan d
an minuman. Zat pengawet adalah zat-zat yang sengaja ditambahkan pada bahan maka
nan dan minuman agar makanan dan minuman tersebut tetap segar, bau, dan rasanya
tidak berubah, atau melindungi makanan dari kerusakan akibat membusuk atau terke
na bakteri/jamur. Karena penambahan zat aditif, berbagai makanan dan minuman mas
ih dapat dikonsumsi sampai jangka waktu tertentu, mungkin seminggu, sebulan, set
ahun, atau bahkan beberapa tahun. Dalam makanan atau minuman yang dikemas dan di
jual di toko-toko atau supermarket biasanya tercantum tanggal kadaluarsanya, tan
ggal yang menunjukkan sampai kapan makanan atau minuman tersebut masih dapat dik
onsumsi tanpa membahayakan kesehatan.Seperti halnya zat pewarna dan pemanis, zat
pengawet dapat dikelompokkan menjadi zat pengawet alami dan zat pengawet buatan
.
a. Zat pengawet alami berasal dari alam, contohnya gula (sukrosa) yang dapat di
pakai untuk mengawetkan buah-buahan (manisan) dan garam dapur yang dapat digunak
an untuk mengawetkan ikan.
b. Zat pengawet sintetik atau buatan merupakan hasil sintesis dari bahan-bahan k
imia. Contohnya, asam cuka dapat dipakai sebagai pengawet acar dan natrium prop
ionat atau kalsium propionat dipakai untuk mengawetkan roti dan kue kering. Gara
m natrium benzoat, asam sitrat, dan asam tartrat juga biasa dipakai untuk mengaw
etkan makanan. Selain zat-zat tersebut, ada juga zat pengawet lain, yaitu natriu
m nitrat atau sendawa (NaNO3) yang berfungsi untuk menjaga agar tampilan daging
tetap merah. Asam fosfat yang biasa ditambahkan pada beberapa minuma penyegar ju
ga termasuk zat pengawet.
Gambar 1.9
Selain pengawet yang aman untuk dikonsumsi, juga terdapat pengawet yang tidak bo
leh dipergunakan untuk mengawetkan makanan. Zat pengawet yang dimaksud, di antar
anya formalin yang biasa dipakai untuk mengawetkan benda-benda, seperti mayat at
au binatang yang sudah mati. Pemakaian pengawet formalin untuk mengawetkan makan
an, seperti bakso, ikan asin, tahu, dan makanan jenis lainnya dapat menimbulkan
risiko kesehatan. Selain formalin, ada juga pengawet yang tidak boleh diperguna
kan untuk mengawetkan makanan. Pengawet yang dimaksud adalah pengawet boraks. Pe
ngawet ini bersifat desinfektan atau efektif dalam menghambat pertumbuhan mikrob
a penyebab membusuknya makanan serta dapat memperbaiki tekstur makanan sehingga
lebih kenyal (perhatikan Gambar 1.11).
Boraks hanya boleh dipergunakan untuk industri nonpangan, seperti dalam pembuata
n gelas, industri kertas, pengawet kayu, dan keramik. Jika boraks termakan dalam
kadar tertentu, dapat menimbulkan sejumlah efek samping bagi kesehatan, di anta
ranya:
a. gangguan pada sistem saraf, ginjal, hati, dan kulit;
b. gejala pendarahan di lambung dan gangguan stimulasi saraf pusat;
c. terjadinya komplikasi pada otak dan hati; dan
d. menyebabkan kematian jika ginjal mengandung boraks sebanyak 3â 6 gram.
Gambar 1.11.
Selain zat penyedap cita rasa yang berasal dari alam, ada pula yang berasal dari
hasil sintesis bahan kimia. Berikut ini beberapa contoh zat penyedap cita rasa
hasil sintesis:
a. oktil asetat, makanan akan terasa dan beraroma seperti buah jeruk jika dicamp
ur dengan zat penyedap ini;
b. etil butirat, akan memberikan rasa dan aroma seperti buah nanas pada maka
nan;
c. amil asetat, akan memberikan rasa dan aroma seperti buah pisang;
d. amil valerat, jika makanan diberi zat penyedap ini maka akan terasa dan berar
oma seperti buah apel.
Selain zat penyedap rasa dan aroma, seperti yang sudah disebutkan di atas, terda
pat pula zat penyedap rasa yang penggunaannya meluas dalam berbagai jenis masaka
n, yaitu penyedap rasa monosodium glutamat (MSG) seperti ditunjukkan pada Gambar
1.14. Zat ini tidak berasa, tetapi jika sudah ditambahkan pada makanan maka aka
n menghasilkan rasa yang sedap. Penggunaan MSG yang berlebihan telah menyebabkan
â Chinese restaurant syndromeâ yaitu suatu gangguan kesehatan di mana kepala terasa pus
ng dan berdenyut. Bagi yang menyukai zat penyedap ini tak perlu khawatir dulu. K
ecurigaan ini masih bersifat pro dan kontra. Bagi yang mencoba menghindari untuk
mengonsumsinya, sudah tersedia sejumlah merk makanan yang mencantumkan label â tidak
mengandung MSGâ dalam kemasannya. Pada pembahasan sebelumnya, kamu sudah mempelajar
i tentang pengelompokkan zat aditif berdasarkan fungsinya beserta contoh-contohn
ya. Perlu kamu ketahui bahwa suatu zat aditif dapat saja memiliki lebih dari sat
u fungsi.
Gamabar 1.14
Seringkali suatu zat aditif, khususnya yang bersifat alami memiliki lebih dari s
atu fungsi. Contohnya, gula alami biasa dipakai sebagai zat aditif pada pembuata
n daging dendeng. Gula alami tersebut tidak hanya berfungsi sebagai pemanis, tet
api juga berfungsi sebagai pengawet. Contoh lain adalah daun pandan yang dapat b
erfungsi sebagai pemberi warna pada makanan sekaligus memberikan rasa dan aroma
khas pada makanan. Untuk penggunaan zat-zat aditif alami, umumnya tidak terdapat
batasan mengenai jumlah yang boleh dikonsumsi. perharinya. Untuk zat-zat aditif
sintetik, terdapat aturan penggunaannya yang telah ditetapkan sesuai Acceptable
Daily Intake (ADI) atau jumlah konsumsi zat aditif selama sehari yang diperbole
hkan dan aman bagi kesehatan. Jika kita mengonsumsinya melebihi ambang batas mak
a dapat menimbulkan risiko bagi kesehatan.