You are on page 1of 11

Peran Perawat dalam Tele-ICU sebagai Upaya Meningkatkan

Pelayanan Keperawatan di ICU

Oleh :

Chandra Bagus Ropyanto


0906504594

Abstrak

Tele-ICU bertujuan untuk meningkatkan standar perawatan di ICU yang tujuan


akhirnya meningkatkan kesehjateraan pasien. Peningkatan standar dilakukan dengan
obsevasi keadaan pasien dan monitoring kinerja perawat ICU yang merupakan bagian
dari supervisi. Tele-ICU berperan meningkatkan peran perawat untuk profesi perawat
sendiri dan profesi lain dalam bentuk kolaborasi Tele-ICU merupakan tehnologi baru
sehingga perlu dikaji, termasuk pengembangannya model staffing, issu yang
terintegrasi, kemampua terhadap integrasi keperawatan, dan minat dari area lain.
Peran perawat tidak bisa diabaikan karena berperan dari sebagai pengguna sampai
pengembangan tele-ICU.

Kata Kunci : tele-ICU, peran perawat

Latar Belakang

Intensive Care Unit (ICU) merupakan ruang perawatan dengan tingkat resiko kematian
pasien yang tinggi. Tindakan keperawatan yang cepat dan tepat sangat dibutuhkan untuk
menyelamatkan pasien. Pengambilan keputusan yang cepat ditunjang data yang
merupakan hasil observasi dan monitoring yang kontinu oleh perawat. Tingkat
kesibukan dan standar perawatan yang tinggi membutuhkan peralatan tehnologi tinggi
yang menunjang. Peralatan yang ditemukan di ICU antara lain bed side monitor,
oksimetri, ventilator, dll yang jarang ditemukan di ruangan lain dan peralatan tersebut
ditunjang oleh tehnologi tinggi.
Inovasi tehnologi tetap dibutuhkan dengan tujuan meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan di ICU seiring dengan bertambahnya kompleksitas masalah di ICU. Tele-
ICU sudah digunakan 25 tahun yang lalu dengan metode remote telemedicine pada 395
pasien di ICU yang terdapat pada 100 bed di RS. Proyek tersebut menunjukan bahwa
konsultasi televisi memberikan pengaruh lebih besar pada tataran klinik dan pendidikan
daripada konsultasi via telepon. Secara historis demonstrasi tersebut menunjukan bahwa
tele-ICU consultation memiliki keuntungan klinis yang lebih besar seperti mengurangi
lama hari rawat (lenght of stay), meningkatkan pengelolaan dan tranfer pasien trauma,
dan meningkatkan konsultasi untuk pasien kritis.

Pada tahun 2000, Sentara Health-care mengimplementasikan multiside telemedia


program. Saat 1 tahun setelah implementasi dilaporkan bahwa terjadi penurunan
mortalitas sebanyak 27 %. Saat ini diestimasikan bahwa 45 sampai 50 program tele-ICU
telah mendukung beberapa ICU.

Tema Tele-ICU, virtual ICU, remote ICU, dan eICU semuanya mengacu pada konsep
yang sama, yaitu merupakan sentralisasi atau pengendalian berdasarkan tim perawatan
kritis dengan menggunakan networking pada bedside ICU tim dan pasien baik melalui
audiovisual maupun sistem komputer. Tim Tele-ICU dapat mendukung kelangsungan
hidup dan mendukung sebagain besar pasien di ICU walaupun dipisahkan secara
geografis dari berbagai Rumah Sakit.

Penggunaan tele-ICU merupakan aplikasi dari solusi 4 topik ICU, yang menurut
Needham (2010) terdiri dari : isu alamiah mengenai medis dan lebih spesifik berkaitan
dengan perawatan kritis, menggunakan pengetahuan sebagai usaha meningkatkan
patient safety, berfokus pada proyek perpindahan pengetahuan, dan model perpindahan
pengetahuan praktik klinik.

Kajian Literatur

Terpapar lingkungan ICU yang terus menerus bagi perawat akan menyebabkan
distraksi, kelelahan, dan kehilangan konsentrasi yang meningkatkan tingkat kesalahan
yang membahayakan keselamatan pasien. Kadangkala perawat di ICU tidak hanya
mengelola satu pasien, tetapi pasien lain juga membutuhkan perhatian yang tinggi dan
segera. Perawatan darurat membutuhkan perpindahan yang cepat dimana membutuhkan
peralatan yang memberikan informasi untuk merencanakan perkembangan pasien,
desain proses keperawatan, dan lingkungan fisik dimana membutuhkan cara yang
berbeda dibandingkan metode tradisional (Feied C. Et all, 2004).

Perawat selalu menggunakan tele-komunikasi dalam perawatan kesehatan sejak masih


menggunakan telepon. Perawat menggunakan peralatan untuk manajemen kasus,
pendidikan pasien,dan intervensi krisis (Tschirch P. et all, 2006). Informasi dalam
keadaan darurat membutuhkan proses seperti kreasi, akuisisi, retrieval, filter, dan
organisasi yang secara otomatis ditampilkan dalam kondisi klinis yang tepat, dan waktu
yang tepat (Snooks, A. Et all, 2008).

Tehnologi sistem informasi terbaru yang digunakan di ICU adalah Tele-ICU. Definisi
dari tele mengandung berbagai makna seperti tele-health, tele-nursing, atau tele-
medicine, tetapi secara konsep sama. Tele-medicine didefinisikan sebagai seperangkat
peralatan yang digunakan untuk informasi medis via komunikasi elektronik untuk
meningkatkan status kesehatan dan bukan merupakan suatu pendekatan perawatan
pasien (Goran, 2010). Tele-health merupakan tehnologi yang menggunakan peralatan
komunikasi yang dikembangkan secara ahli di bidang medis, kualitas tinggi,
komunikasi audiovisual dua arah yang memungkinkan antara provider dan pasien
(Pickett et all, 2007). Tele-nursing digambarkan sebagai penggunaan tehnologi
komnikasi oleh perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan untuk
meningkatkan status kesehatan pasien (Ernesater A. Et all, 2009).

Tele-ICU merupakan suatu second-eye yang mendukung kelangsungan klinis. Tele-ICU


dengan kolaborasi tim perawatan ICU (baik perawat maupun dokter) akan mendukung
perawatan tanpa distraksi dan mampu melakukan intervensi dimana hitungan menit
akan membawa perubahan. Tujuan sistem ini tidak menggantikan perawat klinis yang
bertugas disisi pasien (bedside team) tetapi untuk meningkatkan standarisasi asuhan
keperawatan.

Goran (2010) menjelaskan bahwa desain tele ICU merupakan implikasi dari
telemedicine technology dalam perawatan pasien ICU. Platform tehnologi terdiri dari
berbagai vendor, komponen hardware yang spesifik dan sofware serta gabungan antara
tele-ICU dan tim perawatan. Tim Tele-ICU membutuhkan akses yang sama dengan tim
perawatan untuk berbagai elemen data yang berhubungan dengan pasien (seperti : tanda
vital, hasil laboratorium, radiologi, terapi, dan advise) untuk mendapatkan status pasien
yang akurat dan identifikasi yang aktual maupun potensial berkaitan dengan issu-issu
perawatan pasien.

Sophisticated Alert System memberitakan perubahan kondisi pasien dengan tujuan


memberikan intervensi dan tindakan preventif sesegera mungkin dalam menghadapi
periode kritis pasien. Kamera resolusi tinggi, mikropon, dan speaker dipasang pada
setiap ruang ICU pasien (gambar 1), penyediaan tele ICU 1 arah atau 2 arah yang
memiliki kemampuan mengkaji secara video/audio dan komunikasi secara bedside
dengan tim perawatan. VISICU vendor (gambar 2) digunakan pada ruangan merupakan
tombol yang bertujuan untuk aktivasi tele-ICU apabila diinginkan oleh tim perawatan.
Tehnologi Tele-ICU bersifat komplek dengan desain yang bertujuan meningkatkan
efektifitas dan efisiensi

Gambar 1 : Sophistic Alert System dan VISICU Vendor

Gambar 2 : VISICU Vendor


Gambar 3 : Workstation tele-ICU

Variasi ditemukan dalam program tele-ICU dari seleksi vendor atau tujuan programnya
sampai kinerjanya, tetapi sama dalam pengkajian pasien dan tampilan virtual.
Komponen tehnik tele-ICU menurut Goran (2010) terdiri dari : bedside waveform alert
system, peralatan audio/video, clinical information, dan network.

Bedside waveform merupakan monitor sentral ICU yang menampilkan data pada
bedside monitor. Tele-ICU juga menampilkan alarm, staff tele-ICU memungkinkan
untuk merubah atau mereset berbagai parameter alarm bedside.

Alert System adalah tele-ICU software yang disediakan yang mendukung kelangsungan
dan automatisasi peralatan untuk membantu mengatur identifikasi perubahan
berdasarkan respon pasien terhadap kondisinya. Sistem ini merupakan mesin untuk
mengevaluasi bedside monitor, laboratorium, medikasi, dan data lain, dimana
dimasukkan pada software sistem informasi klinis untuk memberikan tanda
diberikannya intervensi segera dan setiap pasien memiliki sistem yang individualistik
(berbeda).

Peralatan Audio/Video berperan sebagai mata dan telinga tim tele-ICU. Kamera dengan
resolusi tinggi didukung speaker memungkinkan tim tele-ICU dapat berkomunikasi
dengan perawat dan memberikan saran setelah melihat tindakan, kondisi pasien, dan
diskusi dengan pasien maupun perawat.
Clinical Information merupakan status pasien hasil dari pengkajian yang sesuai standar
yang telah ditetapkan. Network merupakan sarana transmisi dari semua informasi yang
ada di ICU.

Tehnologi tele-ICU bersifat relatif dari satu sistem terhadap sistem lain, program
staffing diperlukan untuk kebutuhan rumah sakit menjalankan sistem yang
membutuhkan sumber daya. Typical Tele-ICU beroperasi selama 24 jam setiap hari, 7
hari dalam seminggu dan saat staff intensive care bisa membutuhkan kontak dengan
intensitivist selama 15 – 20 jam setiap hari. Beberapa program intensitivist hanya aktif
bekerja saat dokter tidak ada walaupun on-call. Replacement of Tele-ICU Registered
Nurses (eRNs) merupakan level menengah seperti praktisi perawat atau asisten dokter
adalah pilihan/pendapat lain dari model (VISICU operation director, oral
communication, monthly teleconfrence).

Rata-rata rasio adalah 60 sampai 125 pasien untuk 1 tele-intensivist (dokter), 30 – 40


pasien untuk 1 eRNs, dan 50 samapi 125 pasien untuk clerical assistant (Goran, 2010).
Kolektif tele-ICU meningkatkan pengalaman dimana pola harus diidentifikasi dengan
spesifik untuk efisiensi model dan proses.

Dokter tele-ICU atau intensivist memiliki sertifikat intensivist, terhormat, dan berperan
dalam pengembangan RS. Dokter memberikan pelayanan dengan segera berbasis
patient safety. Beberapa program menggunakan metode full time sementara sebagian
besar dengan menggunakan jadwal rotasi.

Staff lain tele-ICU terdiri dari staff pendukung yang berperan entry data, manajemen
telepon, dan monitoring kualitas. Staff pendukung terdiri dari berbagai macam latar
belakang seperti pengalaman sebagai sekretaris, asisten perawat, atau mahasiswa
perawat yang bekerja secara part-time. Tele-ICU juga didukung personel untuk
pemeliharaan yang menguasai sistem informasi baik software, hardware, maupun
networking.

Tele-ICU RN (eRNs) selalu memonitor pasien ICU selama 24 jam setiap hari, 7 hari
dalam seminggu. Pusat tele-ICU memiliki staff dengan pengalaman lebih dari 15 tahun
dengan pengalaman mengelola pasien pada unit perawatan kritis. Beberapa eRNs
menunjukan minat terhadap tele-ICU secara berarti baik fisik maupun emosional saat
perawatan pasien secara full-time. eRNs memiliki beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi untuk posisi tersebut.

Tele-ICU RN (eRNs) harus memenuhi syarat : pengalaman 5 tahun berada di ICU,


bersertifikat CCRN atau CCRN-E atau yang telah ditentukan seperti Basic Life
Support/Cardiac Life Support, memiliki gelar Sarjana Keperawatan, serta memiliki jiwa
kepemimpinan termasuk kemampuan komunikasi.

Komputer dan ketrampilan mengatasi gelombang kerja membutuhkan orientasi dan


pengalaman, tetapi kurangnya komunikasi dan ketrampilan customer service dapat
menghambat produktivitas dari kerja untuk pencapaian tujuan program. Seperti staff
medis, eRNs memiliki banyak variasi program. Beberapa tele-ICU memang ditujukan
untuk eRNs yang mengandung kombinasi dari dedikasi dan pembagian posisi.
Pembagian posisi staff dimana staff memiliki posisi kedua dalam tele-ICU dan posisi
utama di ICU; sedangkan dedikasi hanya bekerja di tele-ICU.

Program dengan posisi dedikasi dimana eRNs bekerja secara penuh di tele-ICU
sehingga lebih mudah dalam mengatur jadwal, evaluasi, dan identifikasi issu serta
kontribusi untuk stabilitas tim dan kepuasan staff. Staff ICU selalu konsen tentang
kemampuan eRNs untuk menjaga kompetensi klinis saat tidak melakukan perawatan
pasien.

Sebagai peran dalam tim, eRNs seharusnya berpartisipasi dalam proses interview,
seleksi, dan orientasi staff. Definisi yang baru tentang penyedia pelayanan keperawatan
harus dikembangkan dan diterima untuk kepuasan staff tele-ICU. Orientasi selalu fokus
tidak hanya mengenai pengaturan software dan tehnologi tele-ICU, tetapi tentang
strategi yang mempengarui identifikasi tele-ICU. Standar kompetensi tele-ICU
ditentukan via konsensus dari berbagai program tele-ICU, tetapi masih harus divalidasi
melalui proses penelitian.

Peran eRNs untuk asuhan keperawatan berkaitan dengan supervisi terhadap perawat
ICU melalui observasi maupun ronde. Keuntungan tele-ICU tidak terbatas pada waktu,
ruang, dan tempat sebagai fungsi supervisi. Supervisi didefinisikan sebagai pengawasan
dari atasan kepada bawahan dan dapat memberikan bantuan apabila dibutuhkan.
Bantuan yang diberikan tidak harus bersifat langsung melakukan tindakan keperawatan
tetapi lebih bersifat konsultasi melalui forum diskusi. Supervisi tidak hanya berperan
sebagai sarana pengawasan dalam rangka meningkatkan standar asuhan perawatan di
ICU, tetapi juga sebagai sarana pembelajaran yang bersifat networking. Sarana
pembelajaran jaringan (networking) yang berfokus pada koneksi antara peserta
pembelajaran, baik peserta dan tutor, maupun materi pembelajaran (Jones et all,2008).

Tele-ICU dapat digunakan sebagai ronde dengan tim kesehatan yang lain sebagai upaya
diskusi, kolaborasi, dan konsultasi. Peran dapat berupa diskusi dan konsultasi untuk
pengambilan keputusan, walaupun berpeluang menimbulkan stres (Snooks H.A. et all,
2007). Ronde yang dimaksud bersifat virtual ronde yang dilakukan secara rutin dengan
melibatkan dokter dan perawat eRN dengan frekuensi tergantung kebutuhan pasien.
Kamera digunakan selama 30 menit untuk pengkajian tele-ICU yang dimulai diawal
shift atas permintaan tim ICU untuk mengidentifikasi perubahan kondisi pasien. Status
pasien meliputi : tanda vital 1 – 4 jam terakhir, konfigurasi waveform pasien berkaitan
dengan alarm, hasil laboratorium terbaru, dokumentasi keperawatan, advise medis,
rencana perawatan terbaru, serta pemeriksaan penunjang lain seperti radiologi dan
diagnostik

Realitas lingkungan tele-ICU selalu berbeda dibandingkan yang dibayangkan sehingga


memerlukan pengembangan dengan memperhatikan berbagai faktor. Faktor-faktor
tersebut dapat mengadopsi faktor-faktor pada telenursing Faktor-faktor yang
mempengaruhi telenursing meliputi aspek sistem, ekonomi, sosial, dan tehnik. Faktor
kritis pada tiap aspek meliputi : dukungan pemerintah dengan kontrol regulasi terhadap
issu-issu, verifikasi berkaitan dengan cost-effective perawatan kesehatan, verifikasi nilai
telenursing dengan konsultasi, membangun kepercayaan sosial, dan perkembangan
karakteristik telenursing dimana memperhatikan kemampuan konsumen untuk
membayar (Yun & Park, 2006).

Strategi dalam perencanaan diperlukan untuk pengembangan tele-ICU, strategi


pengembangan tele-ICU menurut Goran (2010) antara lain :

 Bagi tele-ICU saat rapat staff


 Kunjungi tempat-tempat yang jauh
 Hubungi staff secara formal (termasuk visit ICU, kontak email, kontak telepon)
 Adakan pertemuan antara staff tele-ICU dengan staff ICU untuk membahas masalah
yang potensial dan solusinya
 Orientasikan program tele-ICU
 Buat laporan berkala
 Bagi kesempatan untuk peluang pendidikan yang berkesinambungan
 Bagi kesempatan berlibur
 Tentukan program yang menunjukan kesempurnaan tele-ICU
 Pertemuan reguler antara pimpinan tele-ICU dan ICU
 Bikin proyek penelitian yang berhubungan dengan partisipasi tele-ICU

Pengembangan tele-ICU membutuhkan peran perawat profesional yang memiliki


ideologi dalam justifikasi perkembangan tehnologi dalam posisi yang berbeda, dimana
perawat dapat beradaptasi, memainkan perannya, dan membutuhkan tehnologi baru
untuk meningkatkan jumlah pengelolaan pasien secara efisien. Tele-ICU merupakan
bagian tele-nursing yang mempunyai peluang untuk meningkatkan dan akuisisi serta
perkembangan ketrampilan dimana dapat memainkan perannya dengan tenaga medis
secara lebih mudah ditangan perawat dengan karakter yang inovatif.

Kesimpulan

Tujuan dari tele-ICU bukan untuk menggantikan peran perawat ICU tetapi lebih pada
peningkatan standarisasi berbasis patient safety. Tele-ICU berperan sebagai second-eye
dan second opinion untuk mempercepat pemberian asuhan keperawatan di ICU. Tele-
ICU meningkatkan peran perawat bagi profesi perawat maupun profesi lain sebagai
bagian dari kolaborasi.

Tele-ICU merupakan tehnologi baru dan belum ditemukan penelitian untuk


memperkuat penggunaanya di ICU, sehingga diperlukan penelitian tele-ICU yang
berkaitan dengan aspek keterampilan klinis dan manajemen dalam pelayanan
keperawatan.
Daftar Pustaka

Ernesater, A. et all (2009). Telenurses’ Experience of Working with Computerized


Decision Support : Supporting, Inhibiting, and Quality Improving. Journal of
Advance Nursing, 65, 1074-1083.
Feied, C.F. et all (2004). Impact of Informatic and New Technologies on emergency
Care Environment. Topics in Emergency Medicine, 26, 119-127.
Goran, S.F. (2010). A Second Set Of Eyes : An Introduction to Tele-ICU. Critical Care
Nurse, 30, 46-55.
Jones, C.R. et all (2008). Networking Learning a Relational Approach Weak and Strong
Ties. Journal of Computer Assisted Learning, 24, 90-102.
Needham, M.D. (2010). Patient Safety, Quality of Care, and Knowledge Translation in
the Intensive Care Unit. Respiratory Care, 55, 922-928.
Pickett, T.C. et all (2007). Telehealth and Constraint-Induced Movement Therapy
(CIMT) : An Intensive Case Study Approach. Clinical Gerontologist, 31, 5-20.
Snooks, H.A. et all (2008). Real Nursing? The development of Telenursing. Journal of
Advance Nursing, 61, 631-640.
Tschirch, P. et all (2006). Nursing in Tele-Mental Health. Journal of Psychosocial
Nursing, 44, 20-27.
Yun, K.E., Park H.E. (2006). Factors Affecting the Implementation of Tele Nursing in
Korea. IOS Press.

You might also like