Professional Documents
Culture Documents
Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah Swt, yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul TERMOREGULASI PADA HEWAN, Salawat dan salam penulis
persembahkan kepada sang guru sejati Nabi Muhammad saw yang telah mengajari
manusia sampai akhir hayatnya.
Dalam menyelesaikan makalah ini, mulai dari perencanaan, pengumpulan dan
penyusunan terdapat hambatan dan rintangan yang penulis hadapi. Namun berkat bantuan
dan dorongan dari berbagai pihak semua kesulitan dan hambatan dapat teratasi.
Selanjutnya terimakasih penulis sampaikan kepada dosen mata kuliah Fisiologi
Hewan yang begitu banyak memberi bimbingan kepada penulis, serta sahabat-sahabat
seperjuangan yang selalu memberi motivasi dan masukan kepada penulis.
Akhirnya penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya,
untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran konstruktif demi kesempurnaan
dimasa yang akan datang. Mudah-mudahan makalah ini menjadi sumbangan pikiran
dalam meningkatkan hasil produk bagi perusahaan demi tercapainya tujuan yang telah
direncanakan.
PENDAHULUAN
1. Latar blakang
Di dalam tubuh organisme (tingkat individu) pasti ada mekanisme regulasi untuk
mencapai keadaan yang homeostatic. Homeostatik pada dasarnya merupakan suatu upaya
mempertahankan atau menciptakan kondisi yang stabil dinamis (“steady state “) yang
menjamin optimalisasi berbagai proses fisiologis dalam tubuh. Untuk mencapai keadaan
tersebut, tubuh melakukan berbagai aktivitas regulasi, sebagai mekanisme untuk
mencapai homeostatis yang diharapkan. Regulasi dan homeostatis juga terjadi di tingkat
populasi dan komunitas dalam suatu ekosistem.
Regulasi merupakan suatu proses untuk mencapai keadaan yang stabil. Regulasi
dilakukan dalam banyak bentuk, misalnya regulasi untuk mempertahankan cairan tubuh,
osmolaritas tubuh, keasaman, suhu, kadar lemak, gula dan protein darah,dsb. Pada tubuh
manusia, regulasi diperankan oleh antara lain adalah syaraf dan hormone.karena kedua
komponen merupakan pengendali utama dalam proses regulasi dalam tubuh. Pengaturan
suhu tubuh (termoregulasi), pengaturan cairan tubuh, dan ekskresi adalah elemen-elemen
dari homeostasis. Pada topik yang dibahas yaitu mengenai termoregulasi (pengaturan
suhu tubuh) beruang kutub.
Dalam pengaturan suhu tubuh, hewan /manusia harus mengatur panas yang diterima
atau yang hilang ke lingkungan. Mahluk butuh suhu lingkungan yang cocok, agar
metabolisme dalam tubuh berjalan normal. Jika suhu lingkungan terlalu rendah ia harus
mengeluarkan energi lebih besar daripada biasanya berupa panas . Enzim bekerja dalam
suhu optimum. Kalau suhu rendah enzim tak bisa bekerja, berarti metabolisme terhalang.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Termoregulasi
Cara adaptasi hewan eksoterm menghadapi suhu yang sangat tinggi yaitu dengan
meningkatkan laju pendinginan dengan penguapan melalui kulit, bagi hewan yang
berkulit lembab atau dengan cara berkeringat untuk hewan yang mempunyai kelenjar
keringat dan melalui saluran napas, bagi hewan yang kulitnya tebal dan kedap air; dan
mengubah mesin metaboliknya agar bisa bekerja pada suhu tinggi. Sebaliknya cara
adaptasi hewan eksoterm pada suhu sangat dingin yaitu dengan menambah zat terlarut ke
dalam cairan tubuhnya untuk meningkatkan konsentrsasi osmotik dan menambah protein
anti beku ke dalam cairan tubuhBeberapa cara hewan endoterm dalam mengantisipasi
pengaruh cekaman dingin yaitu Pengurangan Gradien Termik (T 1-T2), Penurunan
Konduktans Termik (C), Penurunan Panas Melalui Evaporasi dan Peningkatan
Termogenesis. Sebaliknya pada lingkungan yang panas, hewan endoterm akan
menurunkan termogenesis dan meningkatkan termolisis. Respon hewan endoterm dalam
mengantisipasi variasi temperatur pada lingkungan baru yaitu dengan aklimatisasi dan
akhirnya Hewan golongan homeoterm dalam menghadapi perubahan suhu lingkungan
cenderung mempertahankan suhu tubuhnya dengan cara meningkatkan adaptasi atau
penyesuaian diri terhadap lingkungan. Ada juga mempertahankan suhu tubuhnya karena
golongan homeoterm mempunyai kemampuan faal untuk mengontrol suhu tubuhnya,
sehingga hewan homeoterm memiliki tingkat adaptasi yang lebih tinggi dibanding hewan
golongan poikiloterm Contoh hewan yang tergolong eksoterm yaitu ikan salmon (22 oC),
ikan saumon (18 oC), crapaud bufo boreas (27 oC), alligator (buaya) (32 - 35 oC), iguana
38 oC), lezard anolois sp (30 - 33 oC), dan larva lalat rumah (30 - 37 oC.
1. Pengaruh suhu pada lingkungan, hewan dibagi menjadi dua golongan, yaitu
1.1 poikiloter.
1.2 homoiterm
Hewan berdarah panas adalah hewan yang dapat menjaga suhu tubuhnya, pada
suhu-suhu tertentu yang konstan biasanya lebih tinggi dibandingkan lingkungan
sekitarnya. Sebagian panas hilang melalui proses radiasi, berkeringat yang
menyejukkan badan. Melalui evaporasi berfungsi menjaga suhu tubuh agar tetap
konstan. Contoh hewan berdarah panas adalah bangsa burung dan mamalia. Hewan
yang berdarah dingin adalah hewan yang suhu tubuhnya kira-kira sama dengan suhu
lingkungan sekitarnya. Suhu tubuh tergantung pada neraca keseimbangan antara
panas yang diproduksi atau diabsorbsi dengan panas yang hilang.
2. Panas yang hilang dapat berlangsung secara radiasi, konveksi, konduksi dan
evaporasi.
2.1 Radiasi adalah transfer energi secara elektromagnetik, tidak memerlukan medium
untuk merambat dengan kecepatan cahaya.
2.2 Konduksi merupakan transfer panas secara langsung antara dua materi padat yang
berhubungan lansung tanpa ada transfer panas molekul. Panas menjalar dari yang
suhunya tinggi kebagian yang memiliki suhu yang lebih rendah.
2.3 Konveksi adalah suatu perambatan panas melalui aliran cairan atau gas. Besarnya
konveksi tergantung pada luas kontak dan perbedaan suhu.
2.4 Evaporasi merupakan konveksi dari zat cair menjadi uap air, besarnya laju konveksi
kehilangan panas karena evaporasi .
Adaptasi morfologi adalah penyesuaian pada organ tubuh yang disesuaikan dengan
kebutuhan organisme hidup. Misalnya seperti gigi singa, harimau, citah, macan, dan
sebagainya yang runcing dan tajam untuk makan daging. Sedangkan pada gigi sapi,
kambing, kerbau, biri-biri, domba dan lain sebagainya tidak runcing dan tajam karena
giginya lebih banyak dipakai untuk memotong rumput atau daun dan mengunyah
makanan.
Adaptasi fisiologi adalah penyesuaian yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitar yang
menyebabkan adanya penyesuaian pada alat-alat tubuh untuk mempertahankan hidup
dengan baik. Contoh adapatasi fisiologis adalah seperti pada binatang / hewan onta yang
punya kantung air di punuknya untuk menyimpan air agar tahan tidak minum di padang
pasir dalam jangka waktu yang lama serta pada anjing laut yang memiliki lapisan lemak
yang tebal untuk bertahan di daerah dingin.
Buaya memiliki kulit yang tebal sehingga untuk beradaptasi pada lingkungan panas dia
mengurangi penguapan dengan kulitnya yang tebal tersebut. Secara tingkah laku yang
dilakukan buaya adalah dengan membuka mulut untuk menguapkan panas tubuhnya
(Evaporasi). Kelompok hewan melata (reptil) adalah binatang bertulang belakang berkulit
berkulit kering, bersisik, dan bernapas dengan paru-paru. Hewan melata termasuk kelompok
hewan berdarah dingin, artinya hewan yang memanfaatkan suhu lingkungan untuk
mengatur suhu tubuhnya.
Ular
Secara tingkah laku ular melakukan adaptasi pada lingkungan panas dengan
bersembunyi dibawah tanah atau dalam liangnya. Pada beberapa ular gurun adaptasi pada
lingkungan panas dilakukan dengan berjalan karah menyamping bersudut sekitar 45o.
BAB III
KESIMPULAN
Termoregulasi merupakan proses yang terjadi pada hewan untuk mengatur suhu
tubuhnya supaya tetap konstan, paling tidak supaya suhu tubuhnya tidak mengalami
perubahan yang terlalu besar. Tidak semua hewan mampu mempertahankan suhu tubuh
yang konstan.
poikiloter.
homoiterm
Homoiterm sering disebut hewan berdarah panas. Pada hewan homoiterm suhunya lebih
stabil, hal ini dikarenakan adanya reseptor dalam otaknya sehingga dapat mengatur suhu
tubuh.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim 1997. Kamus Istilah Kesehatan Hewan dan Peternakan. Penerbit kanisius.
Yogyakarta
Lesmana, DS. 2006. Budi Daya Ikan Hias Air Tawar Populer. Penebar Swadaya. Jakarta
Prahara, W. 2003. Perawatan dan Penangkaran Burung Paruh Bengkok yang Dilindungi.
Penebar Swadaya. Jakarta