You are on page 1of 56

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Blok biokimia dan fisiologi adalah blok kelima pada semester 1 dari Kurikulum
Berbasis Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.
Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus skenario B yang
memaparkan kasus seorang anak yang didiagnosis thalasemia dan sering melakukan
transfusi darah.

1.2 Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu :
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari system
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario thalasemia.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Data Praktikum


TUTORIAL SKENARIO C

Tutor : dr. Azhari, DAHK

Moderator : Ike Yuni Pratiwi

Sekretaris meja : Intan Pusdikasari

Sekretaris papan : Tiffany Reza

Waktu : Selasa dan Kamis, 29 dan 31 Maret 2011

Rule tutorial : 1. Alat komunikasi di silentkan


2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan pendapat
3. Kalau ingin berpendapat, harus tunjuk tangan terlebih dahulu

2.2 Skenario kasus


Ny. D 25 tahun dan Tn. A 27 tahun, datang ke Klinik Genetika FK Muhammadiyah
berdasarkan anjuran seorang dokter spesialis obstetric dan ginekologi. Ny. D dan Tn. A
memiliki seorang putrid bernama Putri C berusia 4 tahun yang didiagnosis oleh dokter
spesialis anak dan thalasemia, sehingga C mendapat transfusi darah setiap 20 hari sekali.
Diagnosis ini didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan mikroskopik darah
tepi dan analisis hemoglobin. Kepada dokter J-seorang dokter ahli genetika, suami-istri
tersebut menanyakan tiga hal yaitu tentang kebenaran/kepastian diagnosis anaknya dan
prognosisnya serta kemungkinan mendapatkan anak yang normal jika hamil lagi.

Dokter J mengambil darah vena Ny. D dan Tn. A serta darh vena C dan melakukan
pemeriksaan mikroskopik dan pemeriksaan DNA dengan kesimpulan sebagai berikut:

1. Ny. D

2
 Pemeriksaan darah ditemukan gangguan sel darah merah yang menjurus ke
thalasemia
 Analisis DNA: Heterozigot HbE yaitu mutasi Gen Globin Beta Kodon 26 dari
GAG (Glutamat) menjadi AAG (Lisin)

2. Tn. A

 Pemeriksaan darah ditemukan gangguan sel darah merah yang menjurus ke


thalasemia
 Analisis DNA: Heterozigot mutasi Gen Globin Beta Kodon 41-42 berupa delesi
TTCT dan Heterozigot mutasi Southeast Asian Ovalocytosis berupa delesi 27 bp
gen AE-1

3. Putri C

 Pemeriksaan darah ditemukan gangguan sel darah merah yang menjurus ke


thalasemia
 Analisis DNA: Heterozigot HbE yaitu mutasi Gen Globin Beta Kodon 26 dari
GAG (Glutamat) menjadi AAG (Lisin) dan Heterozigot mutasi Gen Globin Bel
Kodon 41-42 berupa delesi TTCT

2.3 Data Seven Jump

2.3.1 Klarifikasi Istilah

1. Obstetri: Cabang kedokteran yang menangani kehamilan, kelahiran, dan


puerperium
2. Ginekologi: Cabang kedokteran yang mengobati penyakit saluran kelamin pada
wanita
3. Thalasemia: Kelompok heterogen anemia hemolitik herediter yang ditandai oleh
penurunan kecepatan sintesis satu rantai polipeptida hemoglobin atau lebih,
diklasifikasikan menurut rantai yang terkena (alfha, betha dan gamma)
4. Transfusi darah: Pemasukan darah lengkap atau keomponen darah secara
langsung ke dalam aliran darah

3
5. Hemoglobin: Pigmen pembawa oksigen eritrosit, dibentuk oleh eritrosit yang
berkembang dalam sum-sum tulang, merupakan empat rantai polipeptida globin
yang berbeda, masing-masing terdiri dari beberapa ratus asam amino
6. Pemeriksaan mikroskopik darah tepi: Salah satu bentuk pemeriksaan penunjang
melalui pemeriksaan darah, terutama pada Hb
7. Anamnesis: Sejarah masa lalu mengenai seorang pasien atau keluarganya
8. Prognosis: ramalan kemungkinan perjalanan dan hasil akhir gangguan.
9. Pemeriksaan analisis hemoglobin: tindakan memilah bagian-bagian komponen
hemoglobin.
10. Genetika: Ilmu keturunan
11. Pemeriksaan DNA: analisis DNA. tindakan memilah bagian-bagian komponen
DNA.
12. HbE: Hemoglobin abnormal dengan lisin mengganti asam glutamat di posisi 26
rantai beta, terlihat paling sering di Asia Tenggara.
13. Southeast Asian Ovalosytosis: sel darah merah yang berbentuk oval, karena
mutasi pada band 3 yaitu pada membran protein eritrosit
14. Delesi: Hilangnya materi genetic dari kromosom
15. Gen Globin bheta kodon 26 dari GAG menjadi AAG: gen yang akan membentuk
rantai globin beta, yang terdapat pada kromosom 11, sekuens yang dimaksudkan
ialah kodon ke-26.

2.3.2 Identifikasi Masalah

1. Ny. D 25 tahun dan Tn. A 27 tahun, datang ke Klinik Genetika FK


Muhammadiyah berdasarkan anjuran seorang dokter spesialis obstetric dan
ginekologi.
2. Ny. D dan Tn. A memiliki seorang putrid bernama Putri C berusia 4 tahun
yang didiagnosis oleh dokter spesialis anak dan thalasemia, sehingga C
mendapat transfusi darah setiap 20 hari sekali.
3. Diagnosis ini didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
mikroskopik darah tepid an analisis hemoglobin.
4. Kepada dokter J-seorang dokter ahli genetika, suami-istri tersebut
menanyakan tiga hal yaitu tentang kebenaran/kepastian diagnosis anaknya dan
prognosisnya serta kemungkinan mendapatkan anak yang normal jika hamil
lagi.

4
5. Dokter J mengambil darah vena Ny. D dan Tn. A serta darh vena C dan
melakukan pemeriksaan mikroskopik dan pemeriksaan DNA dengan
kesimpulan sebagai berikut:
 Ny. D: Pemeriksaan darah ditemukan gangguan sel darah merah yang
menjurus ke thalasemia
6. Analisis DNA: Heterozigot HbE yaitu mutasi Gen Globin Beta Kodon 26 dari
GAG (Glutamat) menjadi AAG (Lisin)
7. Tn. A: Pemeriksaan darah ditemukan gangguan sel darah merah yang
menjurus ke thalasemia
8. Analisis DNA: Heterozigot mutasi Gen Globin Beta Kodon 41-42 berupa
delesi TTCT dan Heterozigot mutasi Southeast Asian Ovalocytosis berupa
delesi 27 bp gen AE-1
9. Putri C: Pemeriksaan darah ditemukan gangguan sel darah merah yang
menjurus ke thalasemia
10. Analisis DNA: Heterozigot HbE yaitu mutasi Gen Globin Beta Kodon 26 dari
GAG (Glutamat) menjadi AAG (Lisin) dan Heterozigot mutasi Gen Globin
Bel Kodon 41-42 berupa delesi TTCT

2.3.3 Analisis Masalah

1. a. Apa yang dimaksud dengan obstetric?


Khusus dalam menangani penatalaksanaan kehamilan, persalinan, periode
setelah kehamilan dan mengobati penyakit saluran kelamin pada wanita.
b. apa yang dimaksud dengan ginekologi?
Ilmu yang mempelajari tentang reprodukdi wanita.

2. a. Apa saja ciri-ciri thalasemia?


Thalasemia mayor: lemah, pucat, perkembangan fisik tidak normal, berat
badan kurang.
Thalasemia intermedia: perut buncit, aktivitas fisik tidak aktif, gizi buruk
Thalasemia minor: anemia berat, splenomegali.

Jika secara umum: Anemia, tangan pucat, hepatosplenomegaly , dan wide


epichantusprominen upper jaw (facies cooly). Pada talasemia mayor, terjadi anemia

5
berat tipe mikrositik dengan pembesaran pada hati dan limpa. Muka
mongoloid, pertumbuhan badan kurang sempurna (pendek), perubahan pada
tulang karena hiperaktifitas sumsum merah berupa deformitas dan fraktur
spontan (terutama tulang panjang). Dapat pula mengakibatkan pertumbuhan
berlebihan tulang frontal, zigomatik dan maksilaris. Pertumbuhan gigi
biasanya buruk. IQ kurang baik apabila tidak mendapat tranfusi darah secara
teratur dan menaikan kadar Hb. Anemia biasanya mulai muncul pada usia 3
bulan dan jelas pada usia 2 tahun.

b. Apa saja factor-faktor yang menyebabkan thalasemia?

 mutasi gen beta globin pada kromosom 16


 adanya pasutri yang membawa gen/carrier thalasemia
 adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alpha atau beta
dari HBberkurang
 berkurangnya sintesis HBA dan eritropoesis yang tidak efektif disertai
penghancuran sel-sel  eritrosit intramuscular

c. Apa saja gejala-gejala yang timbul pada penderita thalasemia?


Gejala Klinis Thalasemia
Thalasemia mayor, gejala klinik telah terlihat sejak anak baru berumur
kurang dari 1 tahun, yaitu :
a. Lemah
b. Pucat
c. Perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur
d. Berat badan kurang
Thalasemia intermedia : ditandai oleh anemia mikrositik, bentuk
heterozigot.
Thalasemia minor / thalasemia trait : ditandai oleh splenomegali, anemia
berat, bentuk homozigot.
Pada anak yang besar sering dijumpai adanya :
* Gizi buruk
* Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba

6
* Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan hati (Hepatomegali)
*Limpa yang besar ini mudah ruptur karena trauma ringan saja

Gejala khas adalah :


a. Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal
hidung, jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar.
b. Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi, kulitnya
menjadi kelabu karena penimbunan besi

d. Bagaimana proses transfusi darah pada penderita thalasemia?

Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan


kedaan ini akan memberikan supresi sumsum tualang yang adekuat,
menurunkan tingkat akumulasi besi,  dan dapat mempertahankan pertumbuhan
dan perkembangan penderita. Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red
cell), 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.

Tahap-tahap transfusi darah :

1. Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan golongan, tekanan darah dan hemoglobin darah.

2. Pengambilan Darah
Apabila persyaratan pengambilan darah telah dipenuhi barulah dilakukan
pengambilan darah.

3. Pengelolahan Darah
Beberapa usaha pencegahan yang di kerjakan oleh PMI sebelum darah
diberikan kepada penderita adalah penyaringan terhadap penyakit di
antaranya :
a.    Penyakit Hepatitis B
b.    Penyakit HIV/AIDS
c.     Penyakit Hipatitis C
d.    Penyakit Kelamin (VDRL)
Waktu yang di butuhkan pemeriksaan darah selama 1-2 jam

7
4. Penyimpanan Darah
Darah disimpan dalam Blood Bank pada suhu 26 derajat celcius.

Darah ini dapat dipisahkan menjadi beberapa komponen seperti : PRC,


Thrombocyt, Plasma, Cryo precipitat

e. Apa saja jenis-jenis thalasemia?

a. Talasemia alpha
Talasemia alpha disebabkan karena adanya mutasi dari salah satu atau
seluruh globin rantai alpha yang ada. Talasemia alpha dibagi menjadi :
1. Silent Carrier State (gangguan pada 1 rantai globin alpha).
Pada keadaan ini mungkin tidak timbul gejala sama sekali pada
penderita, atau hanya terjadi sedikit kelainan berupa sel darah merah
yang tampak lebih pucat (hipokrom).
2. Alpha Thalassaemia Trait
Gangguan pada 2 rantai globin alpha. Penderita mungkin hanya
mengalami anemia kronis yang ringan dengan sel darah merah yang
tampak pucat (hipokrom) dan lebih kecil dari normal (mikrositer).
3. Hb H Disease (gangguan pada 3 rantai globin alpha).
Gambaran klinis penderita dapat bervariasi dari tidak ada gejala
sama sekali, hingga anemia yang berat yang disertai dengan perbesaran
limpa (splenomegali).
4. Alpha Thalassaemia Major
Gangguan pada 4 rantai globin aplha. Talasemia tipe ini merupakan
kondisi yang paling berbahaya pada talasemia tipe alpha. Pada kondisi
ini tidak ada rantai globin yang dibentuk sehingga tidak ada HbA atau
HbF yang diproduksi. Biasanya fetus yang menderita alpha talasemia
mayor mengalami anemia pada awal kehamilan, membengkak karena
kelebihan cairan (hydrops fetalis), perbesaran hati dan limpa. Fetus
yang menderita kelainan ini biasanya mangalami keguguran atau
meninggal tidak lama setelah dilahirkan.
b. Talasemia Beta

8
Talasemia beta terjadi jika terdapat mutasi pada satu atau dua rantai
globin yang ada. Talasemia beta dibagi menjadi :
1. Beta Thalassaemia Minor.
Pada jenis ini penderita memiliki satu gen normal dan satu gen
yang bermutasi. Penderita mungkin mengalami anemia ringan yang
ditandai dengan sel darah merah yang mengecil (mikrositer). Kadar Hb
turun. Kadar Hb A2 tinggi (> 3,5%). Adanya sel target. Ciri-ciri :
 Pembawa (Talesemia trait) selalunya tidak mempunyai
simptom (asimptomatik).
 Namun demikian, kejadian batu karang jenis bilirubin boleh
berlaku di pundi hempedu dan ini mungkin memerlukan
pembuangan jika ia menimbulkan masalah. Talasemia trait
selalunya dijumpai secara kebetulan apabila seseorang itu
menjalani ujian darah.
 Bilangan sel-sel darah merah seseorang itu selalunya sama ada
normal atau kurang sedikit (anemia) dan saiz sel-sel darah
merah ini selalunya dilaporkan sebagai mempunyai saiz yang
kecil. Seperti keadaan talassemia lain, pengenalpastian
dilakukan dengan menjalankan Haemoglobin Electrophoresis.
 Kekurangan zat besi boleh memberikan keadaan saiz sel darah
merah yang kecil dan talasemia trait ini boleh tersilap diberikan
diagnosis sebagai, anemia yang berpunca daripada kekurangan
zat besi.
 Pemberian zat besi kepada individu yang mempunyai talasemia
trait tidak akan menyebabkan saiz (serta kuantiti) sel darah
merah itu bertambah. Sebaliknya, ia boleh melibatkan
seseorang itu terlebih zat besi. Namun demikian, kekurangan
zat besi boleh berlaku dalam kehamilan dan perdarahan.
 Dalam konteks ini, seseorang yang mempunyai talasemia trait
mungkin memerlukan zat besi. Talasemia trait tidak
memerlukan apa-apa rawatan dan ia tidak membawa kepada
sebarang kemudaratan. Walau bagaimanapun, kaunseling

9
genetik berkenaan dengan sifat keturunan penyakit ini perlu
diberikan.
 Disebabkan penyakit ini yang diwarisi melalui cara autosomal
resesif (keabnormalan pada kromosom 11), ada kemungkinan
besar yang salah seorang dari ibu bapa pembawa turut menjadi
pembawa (mempunyai Beta Thalassaemia Trait juga). Adik-
beradik juga mungkin turut menjadi pembawa walaupun
sebahagian besar dari mereka mempunyai profil hemoglobin
yang normal.
 Namun demikian, kejadian talasemia ini pernah dilaporkan
terjadi secara mutasi spontan iaitu apabila seseorang itu sahaja
yang mempunyai talasemia manakala anggota keluarganya
yang lain adalah normal.
 Jika suami adalah normal, 50 peratus daripada anak mungkin
turut menjadi pembawa (Beta Thalassaemia Trait) dan yang
lainnya normal. Jika suami atau isteri adalah pembawa, 50
peratus dari anak mungkin menjadi pembawa, 25 peratus
normal manakala yang 25 peratus lagi mungkin mempunyai
Beta Thalassemia Major.

2. Thalassaemia Intermedia.
Pada kondisi ini kedua gen mengalami mutasi tetapi masih bisa
memproduksi sedikit rantai beta globin. Penderita biasanya mengalami
anemia yang derajatnya tergantung dari derajat mutasi gen yang
terjadi.
3. Thalassaemia Major (Cooley’s Anemia).
Pada kondisi ini kedua gen mengalami mutasi sehingga tidak dapat
memproduksi rantai beta globin. Biasanya gejala muncul pada bayi
ketika berumur 3 bulan berupa anemia yang berat.
Atau

 Thalasemia trait/ bawaan. Orang dengan thalasemia trait/bawaan


adalah orang-orang sehat tetapi tetapi dapat meneruskan thalasemia
mayor kepada anak-anak mereka., menurut perkiraan di Indonesia

10
ditemukan tidak kurang dari 200.000 orang thalasemia trait/bawaaan.
Mereka disebut juga sebagai pembawa thalasemia yang sehat.
Thalasemia trait/ bawaan disebut juga sebgai thalasemia minor.
 Thalasemia mayor. Ini adalah suatu penyakit darah serius yang
bermula sejak awal kanak-kanak, anak-anak yang memiliki thalasemia
mayor tidak dapat membentuk haemoglobin yang cukup dalam darah
mereka. Mereka memerlukan transfuse darah yang sering dan
perawatan medis.
f. Bagaimana mekanisme terjadinya thalasemia?

Pathophysiology of b-thalassemia

Thalassemia β terkadi karena mutasi pada gen HBB pada khromosom 11.
Tidak dihasilkannya rantai β karena mutasi kedua alel β globin pada
thalassemia β menyebabkan kelebihan rantai α. Rantai α tersebut tidak dapat
membentuk tetramer sehingga kadar HbA menjadi turun, sedangkan produksi
HbA2 dan HbF tidak terganggu karena tidak membutuhkan rantai β dan justru
sebaliknya memproduksi lebih banyak lagi sebagai usaha kompensasi.
Kelebihan rantai α tersebut akhirnya mengendap pada prekursor eritrosit.
Eritrosit yang mencapai darah tepi memiliki inclusion bodies/heinz bodies
yang menyebabkan pengrusakan di lien dan oksidasi membran sel, akibat
pelepasan heme dari denaturasi hemoglobin dan penumpukan besi pada
eritrosit. Sehingga anemia pada thalassemia β disebabkan oleh berkurangnya
produksi dan pemendekan umur eritrosit.

11
g. Apakah thalasemia dapat dicegah?
Jika kedua orang tua mempunyai thalasemia trait/bawaan maka terdapat
beberapa cara untuk mencegah agar anak-anak mereka tidak menjadi sakit.
Misalnya para dokter sekarang dapat melakukan test untuk mengetahui secara
dini apakah bayi yang dikandung menderita thalasemia mayor atau tidak.
Banyak di antara para suami istri yang kedua-duanya mempunyai hamil untuk
mengetahui apakah bayi yang dikandung menderita thalasemia mayor atau
tidak.
Jika ya, maka seringkali meraka memutuskan untuk menghentikan hamil. Di
samping itu terdapat juga beberapa cara untuk mencegah mempunyai anak
dengan thalasemia mayor.
Atau
Kelainan penderita thalasemia dapat dicegah dengan 2 cara:
 Mencegah perkawinan antara 2 orang pembawa sifat thalasemia.
 Memeriksa janin yang dikandung oleh pasangan pembawa sifat dan
menghentikan kehamilan bila janin dinyatakan sebagai penderita
thalasemia (mendapat kedua gen thalasemia dari ayah dan ibunya).

12
h. Adakah cara pengobatan lain selain transfusi darah pada penderita
thalasemia?
Di Negara-negara maju para ahli melakukan cangkok sumsum tulang. Dengan
cara ini maka jaringan sumsum tulang penderita diganti dengan jaringan
sumsum tulang donor dari saudara kandungnya atau orang tuanya karena harus
diperlukan donor yang cocok.
Sebaiknya dilakukan sedini meungkin, yakni pada saat anak belum banyak
mendapat transfuse darah, makin besar kemungkinan untuk terjadinya
penolakan terhadap jaringan sumsum tulang donor dan batas usianya tidak
lebih dari 15 tahun, ini banyak terjadi di luar Negeri atau Negara-negara
berkembang yang sudah biasa menangani cangkok sumsum.

i. Apakah dampak dari transfusi darah pada penderita thalasemia?


Efek samping transfuse darah adalah kelebihan zat besi dan terkena penyakit
yang ditularkan melalui darah yang ditransfusikan. Setiap 250 ml darah yang
ditransfusikan selalu membawa kira-kira 250 mg zat besi. Sedangkan
kebutuhan normal manusia akan zat besi hanya 1-2 mg perhari. Pada penderita
yang sudah sering mendapatkan transfusi kelebihan zat ini akan ditumpuk di
jaringan-jaringan tubuh seperti hati, jantung, paru, otak, kulit dan lain-lain.
Penumpukan zat besi ini akan menggangu fungsi organ tubuh tersebut dan
bahkan dapat menyebabkan kematian akibat kegagalan fungsi jantung atau
hati.

j. Bagaimana pendangan Islam tentang transfusi darah?


Q.S Al-Maidah ayat 32: “dan barang siapa yang memelihara kehidupan
seorang manusia, maka seolah-olah ia memelihara kehidupan manusia
semuanya.”

Kemudian pada ayat berikutnya, (an-Nisa:24) ditegaskan bahwa selain wanita-


wanita yang tersebut pada An-Nisa:23 di atas adalah halal dinikahi. Sebab
tidak ada hubungan kemahraman. Maka jelaslah bahwa transfusi darah tidak
mengakibatkan hubungan kemahraman antara pendonor dengan resipien.
Karena itu perkawinan antara pendonor dengan resipien itu diizinkan oleh
hukum Islam.

13
3. a. Bagaimana cara pemeriksaan fisik pada thalasemia?

Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari


seorang ahli medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis
penyakit. Hasil pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis. Rekam medis
dan pemeriksaan fisik akan membantu dalam penegakkan diagnosis dan
perencanaan perawatan pasien.

Biasanya, pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian


kepala dan berakhir pada anggota gerak. Setelah pemeriksaan organ utama
diperiksa dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, beberapa tes
khusus mungkin diperlukan seperti test neurologi.

Dengan petunjuk yang didapat selama pemeriksaan riwayat dan fisik, ahli
medis dapat menyususn sebuah diagnosis diferensial,yakni sebuah daftar
penyebab yang mungkin menyebabkan gejala tersebut. Beberapa tes akan
dilakukan untuk meyakinkan penyebab tersebut.

b. Bagaimana cara pemeriksaan mikroskopik darah tepi pada thalasemia?

Tujuan pemeriksaan : menilai berbagai unsur sel darah tepi seperti


RBC, WBCPLT dan mencari adanya parasit seperti malaria, tripanosoma,
microfilaria, dll. HDT yang dibuat dan diwarnai dengan baik merupakan syarat
mutlak  untuk mendapatkan hasil pemeriksaaan yang baik. Ciri hapusan darah
tepi yang baik : Cukup tipis, sel-sel darah terpisah satusama lain, tidak saling
menumpuk, dapat diidentifikasi masing2 jenis sel, tidak ada artefak, lekosit
tidak boleh mengerombol di akhir hapusan darah.
Prinsip : Setetes darah dipaparkan di atas gelas obyek lalu dicat dan diperiksa
dibawah mikroskop.
Pembuatan hapusan darah :
a. Alat-alat : Gelas obyek, Gelas penghapus
b. Tehnik :
- Membuat hapusan darah di atas gelas obyek 
- Mengeringkan
- Mengecat

14
- Menilai hapusan darah.

Cat yang biasa dipakai :

a. Giemsa

b. Wright’s stain : mengandung Eosin dan Methylene blue, Buffer phospat ph = 6,4
komposisi KH2PO4, Na2HPO4

Cara evaluasi hapusan darah :

1. Pembesaran kecil ( obyektif 10 x ) :Untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh dari


HDT.

 Penilaian kualitas hapusan darah.


 Perhatikan penyebaran sel apakah sudah cukup merata.
 Penaksiran jumlah Lekosit dan Eritrosit, apakah ada sel-sel yang
abnormal.(microfilaria)

2. Pemeriksaan menggunakan minyak imersi

 Eritrosit : 3 S ( Shape, Size, Staining )Apakah ada kelainan/variasi marfologis


 Trombosit : penaksiran jumlahnya dan bagaimana morfologinya
 Lekosit : penghitungan differensialDicari kelainan-kelainan morfologis
 Sel-sel abnormal : pemeriksaan morfologis

Hasil Pemeriksaan Darah tepi pada penderita thalasemia :

 Hb rendah dapat sampai 2-3 g%


 Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target,
anisositosis berat dengan makroovalositosis, mikrosferosit,
polikromasi, basophilic stippling, benda Howell-Jolly, poikilositosis dan
sel target. Gambaran ini lebih kurang khas.
 Retikulosit meningkat

15
c. Bagaimana cara pemeriksaan analisis hemoglobin pada thalasemia?

 Retroforesis Hb
 Metode HPLC

d. Bagaimana cara menganamnesis pada penderita thalasemia?

Keluhaan timbul karena anemia pucat, gangguan nafsu makan, gangguan


tumbuh kembang perut membesar kerena pembesaran lien dan hati. Pada
umumnya keluh kesah ini muncul pada usisa 6 bulan.

e. Bagaimana cara mendiagnosis pada penderita thalasemia?

Diagnosis dari talasemia diketahui dengan melakukan beberapa pemeriksaan


darah, seperti : 

      FBC (Full Blood Count)

Pemeriksaan ini akan memberikan informasi mengenai berapa jumlah sel


darah merah yang ada, berapa jumlah hemoglobin yang ada di sel darah
merah, dan ukuran serta bentuk dari sel darah merah.

      Sediaan Darah Apus

Pada pemeriksaan ini darah akan diperiksa dengan mikroskop untuk melihat
jumlah dan bentuk dari sel darah merah, sel darah putih dan platelet. Selain itu
dapat juga dievaluasi bentuk darah, kepucatan darah, dan maturasi darah.

      Iron studies

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui segala aspek penggunaan dan


penyimpanan zat besi dalam tubuh. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah
untuk membedakan apakah penyakit disebabkan oleh anemia defisiensi
besi biasa atau talasemia.

      Haemoglobinophathy evaluation

16
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui tipe dan jumlah relatif
hemoglobin yang ada dalam darah.

      Analisis DNA

Analisis DNA digunakan untuk mengetahui adanya mutasi pada gen


yang memproduksi rantai alpha dan beta. Pemeriksaan ini merupakan
tes yang paling efektif untuk mendiagnosa keadaan karier pada
talasemia.

4.a. Bagaimana pedigree terjadinya thalasemia?

 

 

Pedigree diatas menunjukkan bahwa setiap keturunan yang akan


dilahirkandari hasil perkawinan Tn. Sahid dan Ny. Dina memiliki
perbandingan kemungkinan menderita Thalasemia : membawa sifat
thalasemia: normalsebesar 25% : 50% : 25%.

b. Bagaimana prognosis pada si Putri yang menderita thalasemia?

17
Buruk, pada thalasemia homozigot umumnya meninggal pada usia
muda danjarang mencapai usia dekade ke-3, walaupun digunakan antibiotik
untuk mencegah infeksi dan pemberian chaleting agents untuk
mengurangihemosiderosis (harganya pun mahal, pada umumnya tidak
terjangkau olehpenduduk negara berkembang).

c. Bagaimana upaya mendapatkan anak normal pada Ny. D dan Tn. A dalam
kasus ini?

Sebelum memutuskan untuk memiliki anak, orang tua disarankan untuk selalu


berdoa dan berkonsultasi dengan orang yang ahli di bidangnya. Dalam kasus
ini ialah seorang dokter ahli genetik. Karena dengan mengkonsultasikannya,
kita dapat mengetahui kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi pada
anak, apakah akan lahir dengan normal ataupun   abnormal. Selain itu, kita
dapat memutuskan untuk memiliki anak kandungatau mengadopsi.

Kehamilan dengan donor sperma atau ovum merupakan salah satu solusi, di
mana sel sperma dan sel telur dipertemukan di luar rahim. Dalam hal ini akan
diperiksa apakah sel sperma atau sel ovum yang mengandung kelainan
genetik. Sel yang mengandung kelainan genetik akan digantikan dengan sel
dari donor, sehingga tetap terjadi pembuahan dan diharapkan anak yang
dilahirkan dapat hidup sehat dengan risiko terpapar kelainan genetika yang
minim.

5. a. Apa perbedaan eritrosit normal dengan eritrosit yang menderita thalasemia


(perempuan)?

Dalam keadaan normal, sel-sel darah termasuk sel eritrosit biasanyadihancurkan


oleh tubuh setelah beredar dalam aliran darah selama 120 hari.Jadi pada sel-sel darah
merah tersebut akan terjadi penggantian sel lamadengan sel baru yang beredar
didalam aliran darah kita setiap 120 hari sekali.

Pada penderita thalasemia, terjadi penghancuran sel eritrosit sangat cepat


sebelum waktunya sehingga penderita akan tampak pucat, gizi kurang,

18
pertumbuhan kurang dan perut makin lama makin membuncit karena
terjadipembesaran hati dan limpa (hepatosplenomegali).

b. Bagaimana ciri-ciri sel darah merah yang menjurus ke thalasemia


(perempuan)?

Warna sel darah merah lebih gelap, bentuk tisak teratur, rusak atau pecah.

d. Bagaimana pemeriksaan DNA pada penderita thalasemia?

Fungsi Analisis DNA : untuk diaknosis prenatal (pada janin) dan penelitian

Tahap Analisis DNA :

Blood Samples – DNA Extraction - PCR Amplification of the gent of interest


– Electrophoresis – Visualization – Analysis – Result

Sistematika tes DNA dilakukan seperti metode di atas. Sistematika ini dimulai
dari proses pengambilan sample sampai ke analisis dengan PCR. Pada
pengambilan sample dibutuhkan kehati-hatian dan kesterilan peralatan
yangdigunakan. Setelah didapat sample dari darah, maka dilakukan isolasi
untuk mendapatkan sample DNA. DNA sample yang diambil adalah
kromosom 11 dan16. Bahan kimia yang digunakan untuk isolasi adalah seperti
phenolchlorofomdan chilex. Phenolchloroform bisa digunakan untuk isolasi
darah yang berbentuk cairan, sedangkan chilex digunakan untuk
mengisolasikan barang bukti berupakanrambut(besertakan akar)Tahapan
selanjutnya adalah sample DNA dimasukkan ke dalam mesin PCR. Langkah
dasar penyusunan DNA dengan PCR yaitu dengan amplikasi (pembesaran)
sebuah set potongan DNA yang urutannya belum diketahui. Prosedur ini
dimulai dengan mencampurkan sebuah primer amplikasidengan sampel
genomik DNA. Satu nanogram DNA sudah cukup untk membuatplate reaksi.
Jumlah sebesar itu dapat diperolehi dari isolasi satu tetes darahkering, dari sel-
sel yang melekat pada pangkal rambut atau dari sampel jaringanapa saja.
Kemudian primer amplikasi tersebut digunakan untuk menggandakan sampel
DNA yang mempunyai urutan basa yang cocok. Hasil akhirnya berupa kankoi
urutan DNA lengkap hasil amplikasi dari DNA sampel.

19
Selanjutnya kopi urutan DNA akan dikarakterisasi dengan elektroforesis untuk
melihat pola pitanya. Dari sana, dilihat satu-persatu pada kromosom 11 dan16,
apakah ada gen penyebab thalasemia ataukah tidak.Analisis hemoglobin
dilakukan dengan dua cara:

1. Elektroforesis hemoglobin

- Hb varian kualitatif 

- HbA2 kuantitatif (metoda mikrokolom)

- HbF (alkali denaturasi modifikasi Bet ke 2 menit)

- HbH inclusion bodies (pewarnaan retikulosit)

2. Metoda HPLC (beta short variant Biorad): analisis kualitatif dan kuantitatif

6. a. Apa makna dari heterozigot HbE ?

Kelainan yang terjadi karena lisin menggantikan glutamine pada kedudukan


ke-26 rantai β. HbE mempunyai tanda ∝2 β 2−26 glu lis. Hb abnormal ini
umunya mempunyai fungsi yang normal seperti hemoglobin biasa.

b. Apa makna mutasi Gen Globin Beta kodon 26 dari GAG menjadi AAG ?

Menunjukkan adanya kondisi kelainan pada Hb karena terjadinya mutasi pada


gen globin beta kodon 26. Ini menunjukkan bahwa Ny.D menderita penyakit
heterozigot Hb E, jadi bila terdapat symptomhnya akan menunjukkan
symptom yang ringan saja seperti mengalami anemia ringan yang ditandai
dengan sel darah merah yang mengecil (mikrositer). Sehingga dapat
disimpulkan bahwa Ny. D menderita Thalasemia Beta Trait/bawaan.

c. Bagaimana mekanisme mutasi Gen Globin Beta kodon 26 dari GAG


menjadi AAG?

Tipe ini menyebabkan perubahan residu permukaan globin posisi 26 (glutamat


menjadi lisin). Selain itu, pada HbE terjadi aktivasi cryptic donor site pada
kodon 25 selama splicing mRNA-βE akibat mutasi titik pada kodon 26. Yang berarti

20
mutasi yang terjadi adalah frameshift atau nonsense. Dan saat mengenali
daerah mutasi ini, terjadi terminasi lebih awal (karena stop codon). Sehingga
hasil splicing alternatif pada mutasi ini adalah perubahan panjang ekson
1 mRNA yang semula dari 92 menjadi 76 nukleotida. Rantai globin-β abnormal
ini bersifat tidak stabil dan mengarah pada penurunan produksi rantai globin-β.
Tetapi biasanya hanya mengalami penurunan 5-8%. Mekanisme degradasi
mRNA inti ini mencegah sintesis fragmen rantai globin β yang terpotong pada
C-terminus (C-terminally truncated) dan secara klinik meringankan gejala
pada carier sifat thalassemia β ini. Mekanisme ini dilakukan oleh NMD
(nonsense-mediated mRNAdecay) yang aktif dengan cara membatasi jumlah
mRNA yang memiliki translasi stop codon prematur (PTC, premature
translation stop codon) pada frameshift mutation dan menekan akumulasi C-
terminally truncated polypeptides.

d. Bagaimana susunan kodon pada orang normal ?

e. Apa penyebab terjadinya mutasi genetic ?

Pada umumnya faktor- faktor lingkungan penyebab mutasi (mutagen) dibagi


menjadi:

21
a). Faktor fisika (radiasi)

 Agen mutagenik dari faktor fisika berupa radiasi.


 Radiasi yang bersifat mutagenik antara lain berasal dari sinar kosmis, sinar
ultraviolet, sinar gamma, sinar –X, partikel beta, pancaran netron ion- ion
berat, dan sina- sinar lain yang mempunyai daya ionisasi.

 Radiasi dipancarkan oleh bahan yang bersifat radioaktif (misalnya


Uranium , Polonium dll).
 Suatu zat radioaktif dapat berubah secara spontan menjadi zat lain yang
mengeluarkan radiasi.
 Ada radiasi yang menimbulkan ionisasi ada yang tidak.
 Radiasi yang menimbulkan ionisasi dapat menembus bahan, termasuk
jaringan hidup, lewat sel-sel dan membuat ionisasi molekul zat dalam sel,
sehingga tidak berfungsi normal atau bahkan menjadi rusak, Misalnya
Gamma yang mempunyai daya tembus yang besar
 Sinar tampak gelombang radio dan panas dari matahari atau api, juga
membentuk radiasi, tetapi tidak merusak.

b). Faktor kimia

Banyak zat kimia bersifat mutagenik. Zat- zat tersebut antara lain adalah
sebagai berikut:

Pestisida

1. DDT, insektisida dipertanian dan rumah tangga.


2. DDVP, insektisida, fumigam, helminteik ternak
3. Aziridine, dipakai pada industri tekstil, kayu dan kertas untuk membasmi
lalat rumah, mutagen pada tawon, mencit, neurospora, E, coli dan
bakteriofage T4.
4. TEM, dipakai dalam teskstil dan medis (agen antineoplastik). Membasmi
lalat rumah.mutagen pada mencit dan serangga, jamur, aberasi pada
memcit, allium e coli dan lekosit.

22
Industri

Formadehid. 

 Zat ini digunakan dalam pabrik resin, tekstil, kertas dan pupuk,
disenfektan benih, dan fungisida, anti kusut pada tekstil .
 Banyak dijumpai pada asap tembakau, asap mobil, mesin serta buangan
pabrik tekstil.
 Mutagen ini digunakan untuk Drosophila, Neuspora dan Escherichia coly

Glycidol. 

 Zat yang digunakan untuk membuat zat kimia yang lain seperti, eter, ester,
amin untuk farmasi, dan tekstil
 Bersifat antibakteri dan anti jamur pada makanan
 Mutagen pada drosophila, neuspora, aberasi dan jaringan mencit.

DEB (butadiene deipoxide)

 Mencegah mikroba
 Untuk tekstil dan farmasi
 Mutagen pada drosophila, neuspora dan E, coli . salmonella,
penicillium, lalat rumah ragi, jagung, tomat dan mamalia. Aberasi pada
allium, drosophila dan mamalia.

Makanan dan minuman

Caffein.

 Banyak didapatkan pada minuman, kopi, teh, cokelat, dan limun yang
mengandung cola.
 Pada bidang medis untuk antihistamin dan obat pusing, pengembang
pembuluh darah, koroner.
 Mutagen lemah pada drosophila, mutagen letal adan aberasi pada bakteri,
bakteriofage, dan kultur sel orang,

23
Siklamat dan sikloheksilamin.

 Banyak dipakai untuk penyedap makanan dan minuman


 Aberasi secara invitro pada orang dan tikus.

Natrium nitrit dan asam nitrit

 zat ini digunakan mengawetkan daging, ikan dan keju


 mutagen pada bakteri dan jamurdan virus: menghalangi replikasi ADN.

Obat

Siklofosfamid.

 Pelawan berbagai jenis tumor.


 Toragen pada tikus, mutagen pada drosophila, mencit.
 Aberasi pada kultur jaringan orang.

Metil di-kloro etil amin. Banyak digunakan diklinik. Mutagen pada mencit,
drosophila, aberasi pada Allium.

Antibiotik .

 Sebagian berasal dari streptomyces, seperti mitomysin C, azaserine,


streptonigrin, phleomycin.

24
 Anti neoplasma.
 Penghalang replikasi DNA.
 Mutagen pada drosophila. Aberasi pada kultur lekosit orang.

Aminopterin 4- aminoflic dan methoteraxate.

 Kedua zat antagonis terhadap asam folat.


 Banyak dipakai pengobatan kanker, seperti leukimia, dan
choriocarcinoma, aberasi pada kultur lekosit..

Bromo urasil

Faktor biologi

Lebih dari 20 macam virus penyebab kerusakan kromosom. Misalnya virus


hepatitis menimbulkan aberasi pada darah dan sumsum tulang. Virus campak,
demam kuning, dan cacar juga dapat menimbulkan aberasi.

7. a. Apa perbedaan eritrosit normal dengan eritrosit yang menderita thalasemia?

Dalam keadaan normal, sel-sel darah termasuk sel eritrosit biasanyadihancurkan


oleh tubuh setelah beredar dalam aliran darah selama 120 hari. Jadi pada sel-sel darah
merah tersebut akan terjadi penggantian sel lama dengan sel baru yang beredar
didalam aliran darah kita setiap 120 hari sekali. Pada penderita thalasemia, terjadi

25
penghancuran sel eritrosit sangat cepat sebelum waktunya sehingga penderita
akan tampak pucat, gizi kurang, pertumbuhan kurang dan perut makin lama makin
membuncit karena terjadi pembesaran hati dan limpa (hepatosplenomegali).
Dalam kasus ini, tidak ada perbedaan berdasarkan jenis kelamin.

b. Bagaimana ciri-ciri sel darah merah yang menjurus ke thalasemia?

Pada penderita thalasemia, terjadi penghancuran sel eritrosit sangat


cepat sebelum waktunya sehingga penderita akan tampak pucat, gizi kurang,
pertumbuhan kurang dan perut makin lama makin membuncit karena
terjadipembesaran hati dan limpa (hepatosplenomegali).

8. a. Apa yang dimaksud dengan heterozigot mutasi Gen Globin Beta Kodon 41-
42 berupa delesi TTCT?

Menunjukkan adanya kondisi kelainan pada Hb karena terjadinya


mutasi pada gen globin beta kodon 41-42. Ini menunjukkan bahwa Tn. A menderita
thalasemia beta intermedia karena kedua gen (gen 41-42) mengalami mutasi
tetapi masih bisa memproduksi sedikit rantai beta globin. Jadi bila terdapat
symptomhnya akan menunjukkan anemia yang derajatnya tergantung dari
derajat mutasi gen yang terjadi.

b. Apa yang dimaksud dengan heterozigot mutasi Southeast Asian


Ovalocytosis berupa delesi 27 bp gen AE-1?

Dilihat dari morfoligi RBC tn.A, yaitu anisopoikilositosis, sel target, tear
drops, dan ovalocytocytosis. Dan analisis DNA : Heterozigot muatasi gen
globin globin betaq kodon 41-42 beupa delesi TTCT dan heterozigot SAO
berupa delesi 27 bp gen AE-1. Tn. A menderita thalassemia beta intermedia,
karena  morfologi RBC T.B.I mirip dengan thallasemia mayor.

Pada penderita thalasemia ciri-ciri dari morfologi sel darah merahnya akan
berwarna pucat dan lebih kecil dari yang normal, kemidian akan ditemukan sel
target dan adanya ovalocytosis.
Sedangkan pada hasil lab tuan A ditemukan ketiga-tiganya, jadi tuan A juga
terkena thalasemia.

26
9. a. Bagaimana ciri-ciri sel darah merah yang menjurus ke thalasemia (anak)?

Dalam keadaan normal, sel-sel darah termasuk sel eritrosit


biasanyadihancurkan oleh tubuh setelah beredar dalam aliran darah selama 120 hari.
Jadi pada sel-sel darah merah tersebut akan terjadi penggantian sel lama
dengan sel baru yang beredar didalam aliran darah kita setiap 120 hari sekali. Pada
penderita thalasemia, terjadi penghancuran sel eritrosit sangat cepat sebelum
waktunya sehingga penderita akan tampak pucat, gizi kurang, pertumbuhan
kurang dan perut makin lama makin membuncit karena terjadi pembesaran hati dan
limpa (hepatosplenomegali). Dalam kasus ini, tidak ada perbedaan
berdasarkan usia.

10. a. Apa yang dimaksud dengan mutasi Gen Globin Beta Kodon 26 dari AAG
(Glutamat) menjadi AAG (Lisin) dan heterozigot mutasi Gen Globin Beta
Kodon 41-42 berupa delesi TTCT?

Pada morfologi RBC, menunjukkan kelainan-kelainan yang terjadi pada RBC


si C. Hipokrom mikrositik menandakan bahwa C mengalami defisiensi pd Hb
(anemia) dan kadar MCV dan MCH dibawah normal (defisiensi zat besi),
kemudian Anisopoikilositosis menunjukkan adanya gejala anemia, Cukup
sering ditemukan sel target menandakan adanya kelainan/gangguan  pada
susunan rantai polipeptida, begitu pul dengan sel target yang menandakan
adanya kelainan pada protein membran. Pada analisis DNA, didapatkan bahwa
C menerima masing-masing satu mutasi dari kedua orang tuanya. Dan
diketahui bahwa C menderita Hb E/Thalasemia Beta.

Pada analisis DNA dapat diketahui dengan pasti bagian yang mengalami
kelainan, sehingga akan menimbulkan gejala-gejala yang salah satunya
tampak pada morfologi RBC.

2.3.4 Hipotesis

27
C, putri dari Tn. A & Ny. D dan berusia 4 tahun, menderita Thalasemia beta
karena diwariskan mutasi Gen Globin beta kodon 26 dari ibu dan mutasi Gen
Globin beta kodon 41-42 dari ayah.”

2.3.5 Kerangka Konsep

Tn. A Ny. D

- Heterozigot Heterozigot HbE


Mutasi Gen Globin
Beta Kodon 41-42
- Heterozigot mutasi
Southeast Asian
Ovalocytosis

Rekombinasi gen saat


rekombinan

Analisis Pemeriksa Pemeriksaan Analisis


an fisik mikroskopik Hb
darah tepi

Putri C

Thalasemia
gen beta

28
2.3.6 Keterbatasan pengetahuan dan learning issue

Pokok bahasan What I know What I don’t What I have to What I will
know prove learn
1. Pedigree Pedigree tentang
tentang thalasemia
thalasemia

2. Teori Jenis-jenis Penyebab


thalasemia thalasemia thalasemia

3. Proses Proses
pembentukan Hb pembentukan Hb
dari embrio dari embrio
sampai dewasa sampai dewasa

4. Pandangan Pandangan
Islam tentang Islam tentang
transfuse darah transfuse darah

5. Tata cara Tata cara


pemeriksaan pemeriksaan Internet dan text
DNA DNA book

6. Tata cara Tata cara


pemeriksaan pemeriksaan
mikroskopik mikroskopik

29
7. Tata cara Tata cara
pemeriksaan pemeriksaan
darah darah

8. Tata cara Tata cara


analisis Hb analisis Hb

9. Mutasi gen Penyebab


mutasi gen

10. Transfusi Tahap-tahap


darah transfuse darah

Learning Issue

1. Pedigree tentang thalasemia

2. Teori thalasemia

3. Proses pembentukan Hb dari embrio sampai dewasa

4. Pandangan Islam tentang transfuse darah

5. Tata cara pemeriksaan DNA

6. Tata cara pemeriksaan mikroskopik

7. Tata cara pemeriksaan darah

8. Tata cara analisis Hb

9. Mutasi gen

10. Transfusi darah

30
2.3.7 Sintesis

Pedigree tentang thalasemia

Pedigree kemungkinan keturunan Tn. Sahid dan Ny.


Dina         Pedigree diatas menunjukkan bahwa setiap keturunan yang akan
dilahirkandari hasil perkawinan Tn. Sahid dan Ny. Dina memiliki
perbandingankemungkinan menderita Thalasemia : membawa sifat
thalasemia: normalsebesar 25% : 50% : 25%. 

Thalassemia
Talasemia adalah sekelompok heterogen pada kelainan genetic sintesis
hemoglobin, ditandai oleh tiadanya atau berkurangnya sintesis rantai globin.
Pada α-talasemia sintesin rantai α-globin berkurang, sedang pada β-talasemia
sintesis rantai globin β tidak ada (dinyatakan sebagai b o-talasemia) ataupun
nyata berkurang (β +-talasemi).
Talasemia bersifat diturunkan sebagai keadaan autosom kodominan.
Bentuk heterozigot (talasemia minor atau ciri berbakat talasemia) dapat
asimptomatik atau bergejala ringan. Bentuk homozigot yang disebut talasemia
mayor, disertai anemia hemolisis yang parah. Gen yang mengalami mutasi
khususnya terdapat di antara penduduk Timur Tengah, Afrika dan Asia.

Epidemiologi
 Frekuensi gen thalassemia di Indonesia berkisar 3-10%. Diperkirakan
lebih 2000 penderita baru dilahirkan setiap tahunnya di Indonesia
 Di Indonesia berdasarkan parameter hematologi, frekuensi pembawa
sifat thalassemia β di Sumatera Selatan sekitar 8%.
Klasifikasi thalasemia secara klinis dan genetis

31
Patogenesis
Hemoglobin dewasa atau HbA mengandung dua rantai α dan dua
rantai β . Ditandai oleh dua gen globin b yang bertempat pada masing-masing
dari dua kromosom nomor 11. Dan, dua pasang gen α-globin yang fungsional

32
berada pada setiap kromosom nomor 16. Struktur dasar gen α- globin dan β ,
begitu juga langkah-langkah yang terlibat dalam biosintesis rantai globin
adalah sama. Setiap gen globin memiliki tiga rangkaian pengkodean (ekson)
yang diganggu oleh dua rangkaina peratara (intron). Pengapitan sisi 5’ gen
globin merupakan serentetan “rangkaian promoter” yang tidak dapat
diterjemahkan, yang diperlukan untuk inisiasi sintesis mRNA β -globin.
Seperti pada semua gen eukariotik, biosintesis rantai globin mulai
dengan transkripsi gen globin di dalam nucleus. Transkripsi mRNA awal
mengandung suatu salinan seluruh gen, termasuk semua ekson dan intron.
Precursor mRNA yang besar ini mengalami beberapa modifikasi
pascatranskripsi (proses) sebelum diubah menjadi mRNA sitoplasma dewasa
yang siap untuk translasi yaitu penyambungan dua intron dan mengikat
kembali ekson. mRNa dewasa yang terbentuk meninggalkan nucleus dan
menjadi terkait ribosom pada tempat translasi berlaku. Jalur ekspresi gen α-
globin sangat serupa. (Buku Ajar Patologi II, Robbins & Kumar – Jakarta
:EGC, 1995)
Thalassemia diartikan sebagai sekumpulan gangguan genetik yang
mengakibatkan berkurang atau tidak ada sama sekali sintesis satu atau lebih
rantai globin (Weatherall and Clegg, 1981). Abnormalitas dapat terjadi pada
setiap gen yang menyandi sintesis rantai polipeptid globin, tetapi yang
mempunyai arti klinis hanya gen-β dan gen-α. Karena ada 2 pasang gen-α,
maka dalam pewarisannya akan terjadi kombinasi gen yang sangat bervariasi.
Bila terdapat kelainan pada keempat gen-α maka akan timbul manifestasi
klinis dan masalah. Adanya kelainan gen-α lebih kompleks dibandingan
dengan kelainan gen-β yang hanya terdapat satu pasang. Gangguan pada
sintesis rantai-α dikenal dengan penyakit thalassemia-α, sedangkan gangguan
pada sintesis rantai-β disebut thalassemia-β. Kelainan klinis pada sintesis
rantai globin-alfa dan beta dapat terjadi, sebagai berikut:
1. Silent carrier yang hanya mengalami kerusakan 1 gen, sehingga pada
kasus ini tidak terjadi kelainan hematologis. Identifikasi hanya dapat
dilakukan dengan analisis molekular menggunakan RFLP atau sekuensing.
2. Bila terjadi kerusakan pada 2 gen-α atau thalassemia-α minor atau carrier
thalassemia-α menyebabkan kelainan hematologis.

33
3. Bila terjadi kerusakan 3 gen-α yaitu pada penyakit HbH secara klinis
termasuk thalassemia intermedia.
4. Pada Hb-Bart’s hydrop fetalis disebabkan oleh kerusakan keempat gen
globin-alfa dan bayi terlahir sebagai Hb-Bart’s hydrop fetalis akan
mengalami oedema dan asites karena penumpukan cairan dalam jaringan
fetus akibat anemia berat.
5. Pada thalassemia-β mayor bentuk homozigot (β0) dan thalassemia-β minor
(β+) bentuk heterozigot yang tidak menunjukkan gejala klinis yang berat.

Gangguan yang terjadi pada sintesis rantai globin-α ataupun-β jika


terjadi pada satu atau dua gen saja tidak menimbulkan masalah yang serius
hanya sebatas pengemban sifat (trait atau carrier). Thalassemia trait disebut
juga thalassemia minor tidak menunjukkan gejala klinis yang berarti sama
halnya seperti orang normal kalaupun ada hanya berupa anemia ringan. Kadar
Hb normal aki-laki: 13,5 – 17,5 g/dl dan pada wanita: 12 – 14 g/dl. Namun
emikian nilai indeks hematologis, yaitu nilai MCV dan MCH berada di bawah
ilai rentang normal. Rentang normal MCV: 80 – 100 g/dl, MCH: 27 – 34 g/dl.
Berdasarkan patogenesis β -talasemi di atas, dasar molekul α- talasemi sangat
berbeda. α-talasemi disebabkan oleh penghapusan lokus gen α-globin. Karena
ada empat gen α-globin yang berfungsi, maka terdapat empat kemungkinan
keparahan α-talasemi berdasarkan hilangnya satu sampai keempat gen α-
globin pada kromosom-kromosom tersebut.
Hilangnya suatu gen α-globin tunggal berkaitan dengan status
pembawa penyakit tersembunyi, sedangkan hilangnya keempat gen α-globin
berkaitan dengan kematian janin dalam uterus, karena tidak ada daya dukung
oksigen. Dasar hemolisis sama dengan yang terdapat pada β - talasemi.
Dengan hilangnya tiga gen β-globin relative berlebihan, yang membentuk
tetramer tak larut dalam sel darah merah, sehingga sel peka terhadap fagositosi
dan kerusakan.

Skema Penurunan Gen Thalassemia Menurut Hukum Mendel

34
Thalassemia β melibatkan dua gen (kromosom 11) didalam membuat beta
globin yang merupakan bagian dari hemoglobin, masing-masing satu dari
setiap orangtua. Beta thalassemia terjadi ketika satu atau kedua gen
mengalami variasi.
 Jika salah satu gen dipengaruhi, seseorang akan menjadi carrier dan
menderita anemia ringan. Kondisi ini disebut thallasemia trait/beta
thalassemia minor,
 Jika kedua gen dipengaruhi, seseorang akan menderita anemia sedang
(thalassemia beta intermedia atau anemia Cooley’s yang ringan) atau
anemia yang berat ( beta thalassemia utama, atau anemia Cooley’s).
 Anemia Cooley’s, atau beta thalassemia mayor jarang terjadi. Suatu survei
tahun 1993 ditemukan 518 pasien anemia Cooley’s di Amerika Serikat.
Kebanyakan dari mereka mempunyai bentuk berat dari penyakit, tetapi
mungkin kebanyakan dari mereka tidak terdiagnosis .

Faktor risiko

35
·Anak dengan orang tua yang memiliki gen thalassemia
 Anak dengan salah satu/kedua orang tua thalasemia minor
 Anak dengan salah satu orang tua thalasemia
- Resiko laki-laki atau perempuan untuk terkena sama
- Thalassemia Beta mengenai orang asli dari Mediterania atau
ancestry (Yunani, Italia, Ketimuran Pertengahan) dan orang dari
Asia dan Afrika Pendaratan.
- Alfa thalassemia kebanyakan mengenai orang tenggara Asia,
Orang India, Cina, atau orang Philipina.

Manifestasi klinis
Sebagai sindrom klinik penderita thalassemia mayor (homozigot) yang
telah agak besar menunjukkan gejala-gejala fisik yang unik berupa hambatan
pertumbuhan, anak menjadi kurus bahkan kurang gizi, perut membuncit akibat
hepatosplenomegali dengan wajah yang khas mongoloid, frontal bossing,
mulut tongos (rodent like mouth), bibir agak tertarik, maloklusi gigi. Anemia
berat menjadi nyata pada usia 3-6 bulan. Pembesaran limpa dan hati terjadi
karena destruksi eritrosit yang berlebihan, hemopoesis ekstramedula, dan lebih
lanjut akibat penimbunan besi. Limpa yang besar meningkatkan kebutuhan
darah dengan meningkatkan volume plasma dan meningkatkan destruksi
eritrosit dan cadangan eritrosit.
Pelebaran tulang yang disebabkan oleh hyperplasia sumsum tulang
yang hebat yang menyebabkan terjadinya fasies thalasemia dan penipisan
korteks di banyak tulang dengan suatu kecenderungan terjadinya fraktur dan
penonjolan tengkorak dengan suatu gambaran rambut berdiri (hair-onend)
pada foto roentgen. Penumpukan besi akibat transfuse darah menyebabkan
kerusakan organ endokrin (dengan kegagalan pertumbuhan, pubertas yang
terlambat atau tidak terjadi), miokardium.
Infeksi dapat terjadi. Anak yang melakukan transfusi darah rentan
terhadap infeksi bakteri.
Penatalaksanaan
a. Transfusi darah teratur yang perlu dilakukan untuk mempertahankan
Hb di atas 10 gr/dl tiap saat. Hal ini biasanya membutuhkan 2-3 unit

36
tiap 4-6 minggu. Darah segar, yang telah disaring untuk memisahkan
leukosist, menghasilkan eritrosit dengan ketahanan yang terbaik dan
reaksi paling sedikit. Pasien harus diperiksa genotipnya pada
permulaan program transfuse untuk mengantisipasi bila timbul
antibody eritrosit terhadap eritrosit yang ditransfusikan.
b. Asam folat diberikan secara teratur (misal 5 mg/hari) jika asupan diet
buruk
c. Terapi khelasi besi digunakan untuk mengatasi kelebihan besi.
Desferioksamin dapat diberikan melalui kantung infus terpisah
sebanyak 1-2 g untuk tiap unit darah yang ditransfusikan dan melalui
infus subkutan 20-40 mg/kg dalam 8-12 jam, 5-7 hari seminggu. Hal
ini dilaksanakan pada bayi setelah pemberian transfusi 10-15 unit
darah.
d. Vitamin C (200 mg perhari) meningkatkan eksresi besi yang
disebabkan oleh desferioksamin.
e. Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat
memperpanjang umur sel darah merah.
f. Splenektomi mungkin perlu untuk mengurangi kebutuhan darah.
Splenektomi harus ditunda sampai pasien berusia > 6 tahun karena
tingginya resiko infeksi pasca splenektomi.
g. Transplantasi sum-sum tulang alogenik memberi prospek kesembuhan
permanent. Tingkat kesuksesan adalah lebih dari 80% pada pasien
muda yang mendapat khelasi secara baik tanpa disertai adanya fibrosis
hati atau hepatomegali.
h. Terapi endokrin
i. Imunisasi hepatitis B
j. Koenzim Q10 dan Talasemia
Adanya kerusakan sel darah merah dan zat besi yang menumpuk di
dalam tubuh akibat talasemia, menyebabkan timbulnya aktifasi oksigen
atau yang lebih dikenal dengan radikal bebas. Radikal bebas ini dapat
merusak lapisan lemak dan protein pada membram sel, dan organel sel,
yang pada akhirnya dapat menyebabkan kerusakan dan kematian sel.
Biasanya kerusakan ini terjadi di organ-organ vital dalam tubuh seperti
hati, pankreas, jantung dan kelenjar pituitari. Oleh sebab itu penggunaan

37
antioksidan, untuk mengatasi radikal bebas, sangat diperlukan pada
keadaan talasemia.

Komplikasi
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung.
Transfusi darah yang berulang-ulang dan proses hemolisis menyebabkan
kadar besi dalam darah tinggi, sehingga ditimbun dalam berbagai jaringan
tubuh seperti hepar, limpa, ku.lit, jantung dan lainnya. Hal ini dapat
mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut. Limpa yang besar mudah
rupture akibat trauma yang ringan. Kadang-kadang thalasemia disertai
oleh tanda hipersplenisme seperti leukopenia dan trombopenia.
Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.
 Kelebihan Fe (khususnya pada pemberian transfusi)
 Komplikasi pada jantung, contoh constrictive pericarditis to heart
failure and arrhythmias.
 Komplikasi pada hati, contoh hepatomegali sampai cirrhosis.
 Komplikasi jangka panjang, contoh HCV.
 Komplikasi hematologic, contoh VTE.
 Komplikasi pada endokrin, seperti endokrinopati, DM.
 Gagal tumbuh karena diversi dari sumber kalori untuk eritropoesis.
 Fertil, seperti terjadi hypogonadotrophic hypogonadism dan gangguan
kehamilan.

Pencegahan dan edukasi


Pencegahan primer Penyuluhan sebelum perkawinan (marriage
counselling) untuk mencegah perkawinan diantara pasien Thalasemia agar
tidak mendapatkan keturunan yang homozigot. Perkawinan antara 2
hetarozigot (carrier) menghasilkan keturunan: 25 % Thalasemia
(homozigot), 50 % carrier (heterozigot) dan 25 normal.
Pencegahan sekunder Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari
pasangan suami istri
dengan Thalasemia heterozigot salah satunya adalah dengan inseminasi
buatan dengan sperma berasal dari donor yang bebas dan Thalasemia

38
trait. Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion
merupakan suatu kemajuan dan digunakan untuk mendiagnosis kasus
homozigot intra-uterin sehingga dapat dipertimbangkan tindakan abortus
provokotus (Soeparman dkk, 1996).
Edukasi Sampaikan kepada pasien dan keluarga mengenai
kondisinya sekarang, beri saran agar sebelum melakukan pernikahan, cek
pasangan untuk kemungkinan thalasemia., Hindari pemakaian obat
pencetus hemolitik seperti fenasetin, klorpromazin (tranquilizer), penisilin,
kina, dan sulfonamide, Makan-makanan bernutrisi khususnya asupan B12
dan folic acid.

Mutasi Gen Pada Thalassemia Beta

Beberapa mutasi yang biasanya terjadi pada penderita talasemia β dan efek
yang ditimbulkan adalah :
 Regio promotor mengendalikan inisiasi dan kecepatan transkripsi,
sehingga mutasi yang mempengaruhi sekuensi promoter biasanya
menyebabkan penurunan transkripsi gen globin. Karena sedikit banyak
masih melakukan sintesis β globin, pasien mengalami talasemia β +.
 Mutasi di sekuensi pengkode akan menimbulkan masalah serius.
Contohnya pada sebagian kasus perubahan satu nukleotida di salah satu
ekson menyebabkan terbentuknya kodon terminasi atau kodon stop yang
menghentikan translasi RNA messenger (mRNA) β globin. Hal ini akan
menyebabkan bentuk β globin yang dihasilkan non fungsional dan
menyebabkan talasemia β O.
 Mutasi yang menyebabkan kelainan pemrosesan mRNA.Sebagian besar
mutasi ini mengenai intron, tetapi sebagian diketahui terletak di dalam
ekson. Apabila mutasi mengubah splice junction normal, tidak terjadi
penyambungan dan semua mRNA yang terbentuk menjadi abnormal.
mRNA yang tidak tersambung diuraikan di dalam inti sel dan terjadi
talasemia β O. Namun, sebagian mutasi mengenai intron di lokasi yang
jauh dari splice junction intron ekson normal. Mutasi ini menciptakan
tempat baru yang menjadi substrat bagi enzim penyambung di lokasi
abnormal-di dalam sebuah intron misalnya. Karena tempat penyambungan

39
normal utuh, terjadi penyambungan normal dan abnormal sehingga
terbentuk mRNA β globin yang normal dan abnormal. Para pasien ini
menderita talasemia β +.

Proses pembentukan Hb dari embrio sampai dewasa


Hemoglobin adalah suatu protein tetramerik (protein yang terdiri dari 4
rantai polipeptida). Pada manusia dewasa hemoglobin utama (mayor) disebut
Hb A, yang terdiri dari 2 (dua) rantai α dan 2 (dua) rantai β (α 2 β2 ). Selain Hb
A pada manusia dewasa terdapat hemoglobin pendamping (minor) yang
dosebut Hb A2. Hb A2 terdiri dari 2 rantai α dan rantai δ (α 2 δ2 ). Kadar Hb A2
pada orang dewasa adalah ± 2%.

Pada bayi (neonatus) dan janin (embrio) terdapat bentuk hemoglobin


lain yaitu : Hb F (hemoglobin fetal) dan hemoglobin embrional : Hb Gowers
1, Hb Gowers 2 dan Hb Portland. Komposisi masing-masing hemoglobin
tersebut adalah sebagai berikut :

Hb F : alfa2 gamma2 = α2 γ2

Hb Gowers 2 :alfa2 epsilon2 = α2 ε2

Hb Gowers 1 : zeta2 epsilon2 = ζ2 ε2

Hb Portland : zeta2 gamma2 = ζ2 γ2

Hb F bertahan sampai bayi berumur 20 minggu post partum. Pada


manusia dewasa normal Hb F masih ditemukan walaupun dalam jumlah yang
sangat kecil (kurang dari 1%). Hemoglobin embrional hanya bertahan samapi
umur janin 10 minggu saja. Disamping hemoglobin “normal” ditemukan pula
hemoglobin abnormal yaitu Hb H (β4) dan Hb Bart’s (γ4) yang ditemukan pada
thalasemia α serta merupakan tanda khas dari penyakit ini.

Pandangan Islam tentang transfuse darah

Masalah transfusi darah yaitu memindahkan darah dari seseorang


kepada orang lain untuk menyelamatkan jiwanya. Islam tidak melarang

40
seorang muslim atau muslimah menyumbangkan darahnya untuk tujuan
kemanusiaan, bukan komersialisasi, baik darahnya disumbangkan secara
langsung kepada orang yang memerlukannya, misalnya untuk anggota
keluarga sendiri, maupun diserahkan pada palang merah atau bank darah
untuk disimpan sewaktu-waktu untuk menolong orang yang memerlukan.

Penerima sumbangan darah tidak disyariatkan harus sama dengan donornya


mengenai agama/kepercayaan, suku bangsa, dsb. Karena menyumbangkan
darah dengan ikhlas adalah termasuk amal kemanusiaan yang sangat dihargai
dan dianjurkan (mandub) oleh Islam, sebab dapat menyelamatkan jiwa
manusia, sesuai dengan firman Allah: “dan barang siapa yang memelihara
kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah ia memelihara kehidupan
manusia semuanya.” (QS. Al-Maidah:32).

Jadi boleh saja mentransfusikan darah seorang muslim untuk orang non
muslim dan sebaliknya, demi menolong dan saling menghargai harkat sesama
umat manusia. Sebab Allah sebagai Khalik alam semesta termasuk manusia
berkenan memuliakan manusia, sebagaimana firman-Nya: “dan sesungguhnya
Kami memuliakan anak cucu Adam (manusia).” (QS. Al-Isra:70). Maka sudah
seharusnya manusia bisa saling menolong dan menghormati sesamanya.

Adapun dalil syar’i yang menjadi dasar untuk membolehkan transfusi darah
tanpa mengenal batas agama dan sebagainya, berdasarkan kaidah hukum fiqih
Islam yang berbunyi: “Al-Ashlu Fil Asyya’ al-Ibahah Hatta Yadullad Dalil
‘Ala Tahrimihi” (bahwasanya pada prinsipnya segala sesuatu itu boleh
hukumnya, kecuali ada dalil yang mengharamkannya). Padahal tidak ada satu
ayat dan hadits pun yang secara eksplisit atau dengan nash yang sahih,
melarang transfusi darah, maka berarti transfusi darah diperbolehkan, bahkan
donor darah itu ibadah, jika dilakukan dengan niat mencari keridhaan Allah
dengan jalan menolong jiwa sesama manusia.

Namun untuk memperoleh maslahah (efektifitas positif) dan menghindari


mafsadah (bahaya/risiko), baik bagi donor darah maupun bagi penerima
sumbangan darah, sudah tentu transfusi darah itu harus dilakukan setelah
melalui pemeriksaan yang teliti terhadap kesehatan keduanya, terutama

41
kesehatan pendonor darah; harus benar-benar bebas dari penyakit menular,
seperti AIDS dan HIV. Penyakit ini bisa menular melalui transfusi darah,
suntikan narkoba, dll.

Jelas bahwa persyaratan dibolehkannya transfusi darah itu berkaitan dengan


masalah medis, bukan masalah agama. Persyaratan medis ini harus dipenuhi,
karena adanya kaidah-kaidah fiqih seperti: “Adh-Dhararu Yuzal” (Bahaya itu
harus dihilangkan/ dicegah). Misalnya bahaya penularan penyakit harus
dihindari dengan sterilisasi, dsb., “Ad-Dhararu La Yuzalu Bidharari Mitslihi”
(Bahaya itu tidak boleh dihilangkan dengan bahaya lain). Misalnya seorang
yang memerlukan transfusi darah karena kecelakaan lalu lintas atau operasi,
tidak boleh menerima darah orang yang menderita AIDS, sebab bisa
mendatangkan bahaya lainnya yang lebih fatal. Dan Kaedah “La Dharara wa
La Dhirar” (Tidak boleh membuat mudarat kepada dirinya sendiri dan tidak
pula membuat mudarat kepada orang lain). Misalnya seorang pria yang
terkena AIDS tidak boleh kawin sebelum sembuh. Demikian pula seorang
yang masih hidup tidak boleh menyumbangkan ginjalnya kepada orang lain
karena dapat membahayakan hidupnya sendiri. Kaidah terakhir ini berasal dari
hadits riwayat Malik, Hakim, Baihaqi, Daruquthni dan Abu Said al-Khudri.
Dan riwayat Ibnu Majah dari Ibnu Abbas dan Ubadah bin Shamit.

Adapun hubungan antara donor dan resipien, adalah bahwa transfusi darah itu
tidak membawa akibat hukum adanya hubungan kemahraman antara donor
dan resipien. Sebab faktor-faktor yang dapat menyebabkan kemahraman sudah
ditentukan oleh Islam sebagaimana tersebut dalam An-Nisa:23, yaitu: Mahram
karena adanya hubungan nasab. Misalnya hubungan antara anak dengan
ibunya atau saudaranya sekandung, dsb, karena adanya hubungan perkawinan
misalnya hubungan antara seorang dengan mertuanya atau anak tiri dan
istrinya yang telah disetubuhi dan sebagainya, dan mahram karena adanya
hubungan persusuan, misalnya hubungan antara seorang dengan wanita yang
pernah menyusuinya atau dengan orang yang sesusuan dan sebagainya.

Kemudian pada ayat berikutnya, (an-Nisa:24) ditegaskan bahwa selain wanita-


wanita yang tersebut pada An-Nisa:23 di atas adalah halal dinikahi. Sebab
tidak ada hubungan kemahraman. Maka jelaslah bahwa transfusi darah tidak

42
mengakibatkan hubungan kemahraman antara pendonor dengan resipien.
Karena itu perkawinan antara pendonor dengan resipien itu diizinkan oleh
hukum Islam.

Masalah transfusi darah tidak dapat dipisahkan dari hukum menjualbelikan


darah sebagaimana sering terjadi dalam parkteknya di lapangan. Mengingat
semua jenis darah termasuk darah manusia itu najis berdasarkan hadits riwayat
Bukhari dan Muslim dari Jabir, kecuali barang najis yang ada manfaatnya bagi
manusia, seperti kotoran hewan untuk keperluan rabuk. Menurut madzhab
Hanafi dan Dzahiri, Islam membolehkan jual beli barang najis yang ada
manfaatnya seperti kotoran hewan. Maka secara analogi (qiyas) madzhab ini
membolehkan jual beli darah manusia karena besar sekali manfaatnya untuk
menolong jiwa sesama manusia, yang memerlukan transfusi darah. (Ibnu
Rusyd, Bidayatul Mujtahid, I/109, Sayyid Sabiq, Fiqh As-Sunnah, III/130)

Namun pendapat yang paling kuat adalah bahwa jual beli darah manusia itu
tidak etis disamping bukan termasuk barang yang diboelhkan untuk diperjual
belikan karena termasuk bagian manusia yang Allah muliakan dan tidak
pantas untuk diperjual belikan, karena bertentangan dengan tujuan dan misi
semula yang luhur, yaitu amal kemanusiaan semata, guna menyelamatkan jiwa
sesama manusia. Karena itu, seharusnya jual beli darah manusia itu dilarang,
karena bertentangan dengan moral agama dan norma kemanusiaan.

Apabila praktik transfusi darah itu memberikan imbalan sukarela kepada


donor atau penghargaan apapun baik materi maupun non materi tanpa ikatan
dan transaksi, maka hal itu diperbolehkan sebagai hadiah dan sekedar
pengganti makanan ataupun minuman untuk membantu memulihkan tenaga.
Ada baiknya bila pemerintah memikirkan dan merumuskan kebijakan dalam
hal ini seperti memberikan sertifikat setiap donor yang dapat dipergunakannya
sebagai kartu diskon atau servis ekstra dalam pelayanan kesehatan di Rumah
Sakit bilamana orang yang berdonor darah memerlukan pelayanan kesehatan,
atau bahkan mendapatkan pelayanan gratis bilamana ia memerlukan bantuan
darah sehingga masyarakat akan rajin menyumbangkan darahnya sebagai
bentuk tolong-menolong dan benar-benar menjadi tabungan darah baik untuk

43
dirinya maupun orang lain sehingga terjalin hubungan yang simbiosis
mutualis.

Dengan demikian praktik Menjual belikan darah baik secara langsung maupun
melalui rumah sakit dapat dihindarkan karena sebenarnya transfusi darah
terlaksana berkat kerjasama sosial yang murni subsidi silang melalui
koordinasi pemerintah dan bukan menjadi objek komersial sebagaiman
dilarang Syariat Islam dan bertentangan dengan perikemanusiaan, sehingga
setiap individu tanpa dibatasi status ekonomi dan sosialnya berkesempatan
untuk mendapatkan bantuan darah setiap saat bilamana membutuhkannya
sebab di sini harus berlaku hukum barang siapa menamam kebaikan maka ia
berhak mengetam pahala dan ganjaran kebaikannya.

Tata cara pemeriksaan DNA

1. Pengambilan sample sampai ke analisis dengan PCR. DNA sample yang


diambil adalah kromosom 11 dan 16. Bahan kimia yang digunakan untuk
isolasi adalah phenolcloroform dan chilex.
2. Sample DNA dimasukkan ke dalam mesin PCR.

Hasil dari PCR yaitu kopi urutan DNA akan dikarakterisasi dengan
elektroforesis untuk melihat pola pitanya. Disana, dilihat satu-persatu
pada kromosom 11 dan 16, apakah ada gen penyebab thalasemia
ataukah tidak.

44
Tata cara pemeriksaan mikroskopik darha tepi
Tujuan pemeriksaan : menilai berbagai unsur sel darah tepi seperti RBC,
WBCPLT dan mencari adanya parasit seperti malaria, tripanosoma,
microfilaria, dll. HDT yang dibuat dan diwarnai dengan baik merupakan syarat
mutlak  untuk mendapatkan hasil pemeriksaaan yang baik. Ciri hapusan darah
tepi yang baik : Cukup tipis, sel-sel darah terpisah satusama lain, tidak saling
menumpuk, dapat diidentifikasi masing2 jenis sel, tidak ada artefak, lekosit
tidak boleh mengerombol di akhir hapusan darah.
Prinsip : Setetes darah dipaparkan di atas gelas obyek lalu dicat dan diperiksa
dibawah mikroskop.
Pembuatan hapusan darah :
a. Alat-alat : Gelas obyek, Gelas penghapus
b. Tehnik :
- Membuat hapusan darah di atas gelas obyek 
- Mengeringkan
- Mengecat
- Menilai hapusan darah.

Cat yang biasa dipakai :

a. Giemsa

b. Wright’s stain : mengandung Eosin dan Methylene blue, Buffer phospat ph = 6,4
komposisi KH2PO4, Na2HPO4

Cara evaluasi hapusan darah :

1. Pembesaran kecil ( obyektif 10 x ) :Untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh dari


HDT.

 Penilaian kualitas hapusan darah.


 Perhatikan penyebaran sel apakah sudah cukup merata.
 Penaksiran jumlah Lekosit dan Eritrosit, apakah ada sel-sel yang
abnormal.(microfilaria)

45
2. Pemeriksaan menggunakan minyak imersi

 Eritrosit : 3 S ( Shape, Size, Staining )Apakah ada kelainan/variasi marfologis


 Trombosit : penaksiran jumlahnya dan bagaimana morfologinya
 Lekosit : penghitungan differensialDicari kelainan-kelainan morfologis
 Sel-sel abnormal : pemeriksaan morfologis

Hasil Pemeriksaan Darah tepi pada penderita thalasemia :

 Hb rendah dapat sampai 2-3 g%


 Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target,
anisositosis berat dengan makroovalositosis, mikrosferosit,
polikromasi, basophilic stippling, benda Howell-Jolly, poikilositosis dan
sel target. Gambaran ini lebih kurang khas.
 Retikulosit meningkat

Tata cara pemeriksaan darah

Prinsip : Menemukan sediaan apus darah tepi dengan ciri-ciri, bentuk-bentuk


eritrosit yang beranekaragam (poikilositosis) dan eritrosit berinti yang
mengarah pada talasemia.
Tujuan :
1. Mengenali bentuk-bentuk eritrosit pada talasemia.
2. Mengenali bentuk-bentuk eritrosit berinti.
3. Mengenali estimasi jumlah lekosit dan membedakan dengan eritrosit
berinti.
Alat : Mikroskop
Bahan :
1. Preparat jadi dari pasien talasemia.
2. Minyak imersi
3. Mengenali estimasi jumlah lekosit dan membedakan dengan eritrosit
berinti.
Cara kerja :

46
1. Perbesaran mikroskop objektif 10x
a. Menilai kualitas preparat termasuk pengecatannya
b. Menentukan daerah dengan distribusi ertrosit yang merata
c. Melakukan pemeriksaan selayang pandang terhadap bentuk-bentuk eritrosit
d. Melakukan estimasi jumlah lekosit ( membedakan lekosit dengan eritrosit
berinti)

2. Perbesaran mikroskop objektif 40x


a. Melakukan pengamatan terhadap bentuk-bentuk eritrosit.
➢ Sel target
➢ Sel tetes air mata
➢ Fragmented cell
b. Melakukan pengamatan eritrosit berinti.
➢ Orthokromatik eritroblas

3. Perbesaran mikroskop objektif 100x


➢ Memperjelas bentuk-bentuk sel dan eritrosit berinti.
➢ Melakukan hitung jenis lekosit ( eritrosit berinti tidak masuk dalam
diffcount tetapi tetap di hitung).

Transfusi darah pada penderita thalasemia

Transfusi pada Thalassemia

Pasien thalassemia bergantung pada transfusi untuk mempertahankan kadar


hemoglobin (Hb) yang cukup bagi oksigenasi jaringan.6 Terapi diberikan
secara

teratur untuk mempertahankan kadar Hb di atas 10 gr/dL.8 Regimen ini


mempunyai keuntungan klinis yang nyata, sebab memungkinkan pasien
beraktifitas normal dengan nyaman, mencegah ekspansi sumsum tulang dan
masalah kosmetik progresif yang terkait dengan perubahan tulang-tulang

47
muka, dan meminimalkan dilatasi jantung dan osteoporosis. Meskipun begitu,
tindakan

menaikkan kadar Hb hingga melebihi 15 gr/dL tidak dianjurkan. Keputusan


untuk memulai program transfusi didasarkan pada kadar Hb < 6 gr/dL dalam
interval 1 bulan selama 3 bulan berturut-turut, yang berhubungan dengan
pertumbuhan yang terganggu, pembesaran limpa, dan atau ekspansi sumsum
tulang. Sebelum dilakukan transfusi pertama, status besi dan folat pasien harus
diukur, vaksin hepatitis B diberikan, dan fenotip sel darah merah secara
lengkap ditentukan, sehingga alloimunisasi yang timbul dapat dideteksi.7
Transfusi dengan dosis 15-20 mL/kgBB Packed Red Cells (PRC) biasanya
diperlukan setiap 4-5

minggu.

Pada pasien thalassemia juga diberikan vitamin C, vitamin E, dan asam folat.
Pemberian vitamin C 100-250 mg/hari bertujuan untuk meningkatkan ekskresi
besi dan hanya diberikan pada saat kelasi besi saja. Asam folat 2-5 mg/hari
diberikan untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat, dan vitamin E 200-400
IU/hari bertujuan untuk memperpanjang umur sel darah merah. Pemeriksaan
kadar feritin juga perlu dilakukan setiap 1-3 bulan untuk memantau kadar besi
dalam darah.

- Dampak Transfusi

a. Reaksi Tipe Cepat

Hemolisis Intravaskular Akut. Terjadi karena transfusi sel darah merah yang
tidak kompatibel, sehingga terjadi hemolisis. Hemolisis tersebut disebabkan
oleh antibodi yang terdapat di dalam plasma darah pasien. Hal ini sering
terjadi karena kesalahan penulisan formulir permintaan darah, pemberian label
yang salah pada tabung sampel yang dikirim ke bank darah, dan pengecekan
darah yang kurang

memadai terhadap identitas pasien sebelum transfusi dimulai. Pasien


thalassemia

48
memiliki risiko lebih besar untuk menerima darah yang salah jika sering
berganti

rumah sakit. Pada pasien yang sadar, tanda dan gejala biasanya muncul dalam
beberapa menit sesudah transfusi dimulai. Kadang-kadang tanda dan gejala
tersebut timbul pada pemberian < 10 mL darah. Pada pasien yang tidak sadar,
keadaan hipotensi dan perdarahan yang tidak terkendali akibat Disseminated
Intravascular Coagulation (DIC) mungkin merupakan satu-satunya tanda yang
menunjukkan transfusi yang tidak kompatibel.

Kontaminasi Bakteri dan Syok Septik. Tanda-tandanya biasanya muncul


dengan

cepat sesudah transfusi dimulai, meskipun kemunculannya bisa saja tertunda


selama beberapa jam. Reaksi yang hebat dapat ditandai dengan panas tinggi
yang

onsetnya mendadak, menggigil, dan hipotensi. Tindakan suportif yang segera


dan

pemberian antibiotik dosis tinggi intravena sangat diperlukan. Overload


Cairan. Dapat menimbulkan gagal jantung dan edema paru. Overload cairan
dapat terjadi karena terlalu banyak cairan yang ditransfusikan, pemberian
transfusi (infus) terlalu cepat, atau fungsi ginjal terganggu. Keadaan ini
terutamaterjadi pada pasien dengan anemia kronis berat atau pasien dengan
penyakit kardiovaskular.

Reaksi Anafilaksis. Terjadi beberapa menit sesudah transfusi dimulai dan


ditandai

oleh kolaps kardiovaskular, gawat nafas, dan tanpa febris. Risiko terjadinya
reaksi

anafilaksis akan meningkat pada pemberian transfusi yang cepat, khususnya


bila

digunakan Fresh Frozen Plasma (FFP) sebagai cairan penukar dalam terapi

49
pertukaran plasma. Sitokin plasma dapat menjadi salah satu penyebab
bronkokonstriksi dan vasokonstriksi pada beberapa resipien tertentu.
Defisiensi IgA pada resipien merupakan kelainan langka yang dapat
menyebabkan reaksi anafilaksis yang sangat berat. Keadaan ini dapat
ditimbulkan oleh setiap produk darah. Transfusion-Related Acute Lung Injury
(TRALI). Biasanya disebabkan oleh antinetrofil spesifik atau anti-HLA
antibodi dalam plasma donor. Kegagalan faal paru yang terjadi dengan cepat
biasanya muncul dalam waktu 1-4 jam sesudah transfuse dimulai, terlihat
gambaran opasitas yang difus pada rontgen toraks. Gejala TRALI berupa
dispnoe, takikardia, febris, dan hipotensi. Penatalaksanaannya meliputi
pemberian oksigen, kortikosteroid, diuretik, dan jika perlu digunakan
ventilator.

b. Reaksi tipe lambat

Delayed Haemolytic Transfusion Reactions. Gejala timbul 5-10 hari sesudah


transfusi berupa febris, anemia, ikterus, dan kadang-kadang hemoglobinuria.
Biasanya tidak dilakukan terapi. Reaksi transfusi hemolitik lambat yang berat
disertai dengan gejala syok, gagal ginjal, serta DIC yang mengancam jiwa
pasien merupakan kejadian yang langka. Jika terjadi hipotensi dan oligouria,
maka dilakukan terapi seperti keadaan hemolisis intravaskular akut. Purpura
Pasca Transfusi. Komplikasi yang jarang terjadi, tetapi berakibat fatal pada
tindakan transfusi sel darah merah atau konsentrat trombosit. Penyebabnya
adalah adanya antibodi terhadap antigen spesifik-trombosit dalam darah
resipien. Paling banyak dijumpai pada pasien wanita. Gejala berupa adanya
tanda perdarahan, dan trombositopenia akut berat (< 100.000/mm3) yang
terjadi 5-10 hari sesudah transfusi.

Penatalaksanaan:8

1. Kortikosteroid dosis tinggi.

2. Imunoglobulin intravena 2 gr/kgBB atau 0.4 gr/kgBB selama 5 hari.

3. Terapi pertukaran plasma.

50
4. Pantau jumlah trombosit resipien (N: 150.000-440.000/mm3).

5. Sebaiknya diberikan konsentrat trombosit dengan golongan ABO yang

sama seperti golongan darah pasien. Berikanlah konsentrat trombosit yang


tidak mengandung antigen spesifik-trombosit. Pemulihan jumlah trombosit
biasanya terjadi sesudah 2-4 minggu. Graft vs Host Disease (GVHD). Terjadi
pada resipien cangkokan sumsum tulang yang mengalami imunodefisiensi,
dan pada pasien imunokompeten yang mendapat transfusi darah dari donor
yang tipe jaringannya kompatibel dengan pasien tersebut dan biasanya
memiliki hubungan darah. Secara tipikal terjadi 10- 12 hari sesudah transfusi,
ditandai dengan adanya febris, ruam dan deskuamasi kulit, diare, hepatitis,
serta pansitopenia. Terapi bersifat suportif dan tidak ada yang spesifik.
Sebagai pencegahan, dilakukan terapi sinar ƒÁ pada komponen sel darah
untuk menghentikan proliferasi limfosit.

Dampak Transfusi Berulang pada Thalassemia

a. Hemosiderosis

Hemosiderosis adalah akibat terapi transfusi jangka panjang yang tidak dapat
dihindari, karena dalam setiap 500 mL darah dibawa 200 mg besi ke jaringan.
Pada individu normal, semua besi plasma terikat pada transferin. Kapasitas
transferin untuk mengikat besi terbatas sehingga bila terjadi kelebihan besi
seperti pada pasien thalassemia, seluruh transferin akan berada dalam keadaan
tersaturasi. Akibatnya besi akan berada dalam plasma dalam bentuk tidak
terikat, atau disebut juga Non-Transferrin Bound Plasma Iron (NTBI). NTBI
akan menyebabkan pembentukan radikal bebas hidroksil dan mempercepat
peroksidasi lipid membrane in vitro.

Besi yang berlebihan dalam tubuh terbanyak berakumulasi dalam hati, namun
efek paling fatal disebabkan oleh akumulasi di jantung.3 Siderosis
miokardium merupakan faktor penting yang ikut berperan pada kematian awal
penderita. Gejala kelainan jantung lain yang ditemui adalah perikarditis dan
gagal jantung kongestif. Gagal jantung yang berkelanjutan akan menyebabkan
blok atrioventrikular sehingga dapat menyebabkan blok jantung total atau
kanan atau kiri. Juga ditemukan aritmia atrial pada setengah pasien

51
thalassemia yang mendapat transfusi teratur tanpa terapi pengikatan besi.3
Pada pasien-pasien yang lebih tua, penyakit hati adalah penyebab kematian
yang umum, dan sering diperberat dengan infeksi virus hepatitis C. Kelainan
fungsi endokrin juga ditemukan, dimana kelebihan besi di hipofisis anterior
dapat menyebabkan gangguan maturasi seksual. Di RSCM, Batubara dkk
menemukan sebanyak 56% pasien thalassemia mengalami hambatan pubertas.
Lebih jauh lagi, dapat terjadi amenore sekunder pada seperempat pasien yang
berusia > 15 tahun, diabetes mellitus pada 5-10% pasien dewasa, serta
kerusakan kelenjar tiroid, paratiroid, dan adrenal. Selain itu, kelebihan besi
juga telah dihubungkan dengan penurunan densitas tulang, hipertensi
pulmonal, dan penurunan fungsi paru.3 Kadar kelebihan besi dalam tubuh
dapat diukur dengan melakukan berbagai pemeriksaan penunjang, baik
pengukuran secara langsung maupun tidak langsung.

1. TIDAK LANGSUNG

Konsentrasi feritin serum/plasma

Saturasi transferin serum

Tes deferoksamin 24 jam

Pencitraan (CT scan hati, MRI hati, MRI jantung, MRI hipofisis anterior)

Evaluasi fungsi organ

2. LANGSUNG

Biopsi jumlah besi di hati dan jantung

Terapi kelasi besi secara umum harus dimulai setelah kadar feritin serum
mencapai 1000 ƒÊg/L, yaitu kira-kira 10-20 kali transfusi (} 1 tahun).
Olivieri dkk menyarankan pemeriksaan kadar besi hati dengan biopsi hati
sebelum memulai terapi kelasi besi. Terapi hanya dimulai bila konsentrasi besi
hati minimal 3.2 mg/g berat kering hati. Apabila biopsi tidak mungkin
dilakukan, terapi kelasi besi dapat dimulai pada pasien usia < 3 tahun yang
sudah mendapat transfusi teratur selama 1 tahun.3

52
Hemosiderosis dapat diturunkan atau bahkan dicegah dengan pemberian
parenteral obat pengkelasi esi (iron chelating drugs).8 Obat pengkelasi besi
yang dikenal adalah deferoksamin, deferipron, dan deferasirox.3

1. Deferoksamin (DFO). Dosis standar adalah 40 mg/kgBB melalui infuse


subkutan dalam 8-12 jam dengan menggunakan pompa portabel kecil selama 5
atau 6 malam/minggu. Lokasi infus yang umum adalah di abdomen, daerah
deltoid, maupun paha lateral. Penderita yang menerima regimen ini dapat
mempertahankan kadar feritin serum < 1000 ƒÊg/L. Efek samping yang
mungkin terjadi adalah toksisitas retina, pendengaran, gangguan tulang dan
pertumbuhan, reaksi lokal dan infeksi.. Deferipron (L1). Terapi standar
biasanya menggunakan dosis 75 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis.
Kelebihan deferipron disbanding deferoksamin adalah efek proteksinya
terhadap jantung. Anderson dkk menemukan bahwa pasien thalassemia yang
menggunakan deferipron memiliki insiden penyakit jantung dan kandungan
besi jantung yang lebih rendah daripada mereka yang menggunakan
deferoksamin. Meskipun begitu, masih terdapat kontroversi mengenai
keamanan dan toksisitas deferipron sebab deferipron dilaporkan dapat
menyebabkan agranulositosis, artralgia, kelainan imunologi, dan fibrosis hati.
Saat ini deferipron tidak tersedia lagi di Amerika Serikat.3,7

3. Deferasirox (ICL-670). Deferasirox adalah obat kelasi besi oral yang baru
saja mendapatkan izin pemasaran di Amerika Serikat pada bulan November
2005. Terapi standar yang dianjurkan adalah 20-30 mg/kgBB/hari dosis
tunggal. Deferasirox menunjukkan potensi 4-5 kali lebih besar dibanding
deferoksamin dalam memobilisasi besi jaringan hepatoseluler, dan efektif
dalam mengatasi hepatotoksisitas. Efek samping yang mungkin terjadi adalah
sakit kepala, mual, diare, dan ruam kulit.

4. Terapi Kombinasi. Dapat berupa terapi kombinasi secara simultan maupun


sekuensial. Terapi kombinasi secara simultan adalah pemberian 12
deferoksamin 2-6 hari seminggu dan deferipron setiap hari selama 6-12 bulan.
Terapi kombinasi sekuensial adalah pemberian deferipron oral 75 mg/kgBB
selama 4 hari diikuti deferoksamin subkutan 40 mg/kgBB selama 2 hari setiap
minggunya. Terapi kombinasi diharapkan dapat menurunkan dosis masing-

53
masing obat, sehingga menurunkan toksisitas obat namun tetap menjaga
efektifitas kelasi.3

b. Infeksi Virus Hepatitis

Penyakit ini dilaporkan sebagai penyebab kematian tersering pada pasien


thalassemia di atas 15 tahun. Kerusakan hepar yang disebabkan besi,
yangberhubungan dengan komplikasi sekunder dari transfusi dan infeksi virus
hepatitis C merupakan penyebab tersering hepatitis pada anak dengan
thalassemia.7

c. Infeksi Yersinia

Infeksi Yersinia enterocolitica pertama kali ditemukan pada 2 pasien


thalassemia

ƒÀ pada tahun 1970. Infeksi harus dicurigai pada pasien dengan kelebihan
besi yang menderita panas tinggi dan fokus infeksi tidak ditemukan, seringkali
disertai

dengan diare. Tanda-tanda kontaminasi bakteri dan syok septik biasanya


muncul dengan cepat sesudah transfusi dimulai, kendati kemunculannya bisa
saja tertunda

selama beberapa jam. Reaksi yang hebat dapat ditandai dengan panas tinggi
yang

onsetnya mendadak, menggigil, dan hipotensi. Meskipun pada kultur darah


tidak

ditemukan adanya kuman Yersinia enterocolitica, terapi Gentamisin intravena


dan

Trimetoprim + Sulfametoksazol oral sebaiknya diberikan segera dan


diteruskan sedikitnya 8 hari.6,7

d. Hipersplenisme

Sebagian besar pasien thalassemia mayor akan mengalami pembesaran limpa


yang bermakna yang disebabkan oleh eritropoeisis ekstramedular. Meskipun

54
hipersplenisme kadang-kadang dapat dihindari dengan transfusi lebih awal dan
teratur, namun banyak pasien yang memerlukan splenektomi. Indikasi
terpenting untuk splenektomi adalah meningkatnya kebutuhan transfusi, yang
menunjukkan unsur hipersplenisme. Kebutuhan transfusi melebihi 240 mL/kg
PRC/tahun biasanya merupakan bukti hipersplenisme dan merupakan indikasi
untuk mempertimbangkan splenektomi. Splenektomi dapat menurunkan
kebutuhan sel darah merah sampai 30% pada pasien yang indeks transfusinya
melebihi 200 mL/kgBB/tahun. Karena adanya risiko infeksi, splenektomi
sebaiknya ditunda hingga usia 5 tahun. Sedikitnya 2-3 minggu sebelum
dilakukan splenektomi,pasien sebaiknya divaksinasi dengan vaksin
pneumococcal dan Haemophilus influenzae tipe B dan sehari setelah operasi
diberi penisilin profilaksis.

Jadi, Ny. D dan Tn. A memiliki seorang putri bernama Putri C berusia 4 tahun
yang didiagnosis oleh dokter spesialis anak dan thalasemia, sehingga C
mendapat transfusi darah setiap 20 hari sekali. Putri C menderita Thalasemia
beta mayor karena diwariskan mutasi Gen Globin beta kodon 26 dari ibu dan
mutasi Gen Globin beta kodon 41-42 dari ayah.”

55
DAFTAR PUSTAKA

Guyton, 2006. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

Haeper. 1997. Biokimia Harper. Jakarta: EGC

Kumala Poppy. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC

Robbins. 2007. Patologi. Jakarta: EGC

Yuwono Triwibowo. 2009. Biologi Molekular. Jakarta: Erlangga

http://www.drdidispog.com/2008/07/istilah-obstetri-dan
ginelogi.html#ixzz1I8CSlZ9E

http://www.eramuslim.com/konsultasi/fikih-kontemporer/hukum-transfusi-
darah.htm

http://id.shvoong.com/medicine-and-health/1683408-
talasemia/#ixzz1I8tXwWBW.

http://www.scribd.com/doc/49779493/skenario-A-blok-5-thalasemia

56

You might also like