You are on page 1of 5

5.

KOGNISI DALAM KONSELING

Kognisi merupakan bagian intelek yang merujuk pada penerimaan, penafsiran,


pemikiran, pengingatan, penghayalan atau penciptaan, pengambilan keputusan, dan penalaran.
Bagaimana orang memandang satu kejadian seringkali menentukan reaksi emosi dan kornbinasi
kognisi dengan emosi akan menghasilkan respon perilaku. Sebagai konsekuensinya, walaupun
dua orang mengalami kejadian yang sama, mungkin akan memberikan reaksi yang berbeda.
Karena kognisi merupakan faktor penting dan mempunyai pengaruh terhadap perilaku,
maka konselor akan terbantu apabila memahami kognisi dan dinamika dasarnya. Bagian ini
akan membahas tentang refleksi dan elaborasi beberapa teori kognitif dengan maksud untuk
lebih memperdalam isi dan kualitas kawasan psikologis dan implementasinya bagi konseling.

ASUMSI-ASUMSI YANG SALAH


Asumsi kognitif (hipotesis, keyakinan, konstruk) dibuat oleh orang untuk mengendalikan
dan membuat kesan rnengenai hidupnya. Tanpa asumsi kognitif, setiap rangsangan yang masuk
ke dalam kesadaran, akan menjadi kesan yang tidak diketahui dan akan membuat kecemasan
besar. Asumsi kognitif dapat benar atau salah dan dapat sesuai atau bertentangan.

Perkembangan
Asunisi yang salah hampir seluruhnya dipelajari, meskipun beberapa teori meyakini bahwa
kesalahan asumsi didasari oleh predisposisi biologis.. Proses pembelajaran yang menyebabkan
asumsi salah diperoleh melalui lima cara yaitu.
1. Melalui pengalaman langsung. Pengalaman tertentu yang langsung dialami seseorang dalarn
waktu tertentu dapat memberikan kesan tertentu yang kemudian membentuk asumsi salah.
Misalnya seorang gadis yang kecewa pada kencan pertama dengan pacamya yang dianggap tidak
sensitif, kurang perhatian dan kasar kemudian dia menggeneralisasikan bahwa semua laki-laki itu
kasar dan tidak sensitif.
2. Terjadi dengan kejadian seolah-ohh mengalami sendiri. Orang yang menyaksikan satu kejadian
yang dipersepsi seolah-olah mengalaminya sendiri dapat berkembang menjadi asumsi salah.
Misalnya seorang anak laki-laki menyaksikan ayahnya dihina dan dicampakkan oleh ibunya,
kemudian membuat anak itu berfikir bahwa semua perempuan pengkhianat.
3. Pengajaran langsung. Pengajaran kurang memadai yang diperoleh seseorang dari orang
lain (orang tua, guru, atau pihak lain) dapat berkembang menjadi asumsi salah. Misalnya seorang
gadis dinasehati oleh ibunya bahwa sex itu tidak baik, kemudian dapat membentuk asumsi yang
salah mengenai sex.
4. Logika simbolik . Perilaku dalam satu peristiwa tertentu sering dijadikan sebagai simbol
yang secara logis dalam peristiwa lain Misalnya seorang anak melihat bahwa marah telah
merusak kehidupan perkawinan orang tuanya, kemudian menyimpulkan bahwa marah itu
jelek dan harus dihindari, sehingga anak itu tidak mampu membedakan antara marah yang
destruktif, dengan yang konstruktif, karena premis mayornya salah yang menyebabkan
kesimpulannyapun salah..
5. Miskonstruksi hubungan sebab akibat.. Asumsi salah dapat timbul karena kesalahan dalam
membangun hubungan sebab akibat. Misalnya seorang anak menganggap tidak naik kelas
adalah karena ia bodoh walaupun dalam kenyataannya ia paling muda di kelasnya dan orang
tuanya menginginkannya tetap bergabung dengan anak seusianya.
Disamping itu asumsi salah dapat ditimbulkan oleh esalahan dalam berfikir. Hal-hal
berikut ini merupakan beberapa k esalahan dalam berfikir yang menyebabkan asumsi salah.

1. Generalisasi berlebihan (over-generalization). Misalnya semua perempuan itu manipulatif, semua laki-
laki eksploratif. Hidup ini tidak jelas, Orang lain tidak menyukai saya, dab.smn.
2. Konsep semua atau tidak satna sekali. Misalnya, saya harus diterima di perguruan tinggi atau hidup
saya akan berakhir. Anda mau bantu saya atau tidak ada harapan sama sekali.
3. Pernyataan mutlak . Saya harus mematuhi orang tua saya. Saya harus jadi orang baik, dsb.
4. Ketidak-akuratan semanrtik . Saya gagal - saya membuat kesalahan. Ini adalah akhir - ini adalah
langkah mundur
5. Akurasi waktu. Apa yang dianggap tepat di masa lalu, tidak selalu tepat di masa kini dan yang akan
datang.

Karakteristik
Asumsi yang salah mernpunyai beberapa karakteristik dalam hal: dimensi waktu, pola-
pola, kesalahan yang mendasari, dan asumsu berbahaya dan tidak berbahaya.

Dimensi waktu
Asumsi salah berkenaan dengan masa lalu, sekarang dan yang akan datang. Ada orang
yang mempunyai asumsi salah berkenaan dengan masa lalu misalnya: "Orang tua saya tidak
mencintai saya". Dengan asumsi itu ia tidak mau bergaul dengan orang lain jarena ia
beranggapan bahwa orang tua saja tidak mencintainya apalagi orang lain. Asumsi salah dapat
teijadi berkenaan dengan masa kini seperti: "Saya tidak memiliki kecakapan untuk bekerja.
Dengaii asumsi itu ia mencari pekerjaan yang gampang dan di luar minatnya. Selanjutnya asumsi
salah dapat berkenaan dengan masa yang akan datang misalnya: "Kalau saya menikah nanti pasti
saya tidak akan bahagia" . Asumsi itu timbul berdasarkan pengamatannya bahwa ibunya telah
tiga kali cerai. Setiap asumsi ini dapat teiiihat sangat signifikan akan tetapi dapat menimbulkan
kecemasan dan ketidak bahagiaan dalarn hidup. Dalam beberapa kasus, orang yang mempunyai
ketiga macam asumsi salah itu pada akhirnya dapat melumpuhkan ciirinya senciiri.

Pola-pola asumsi salah


Orang yang mengikuti konseling dipengaruhi oleh asumsi salali yang secara signirikaan
akan menghambat hidupnya sendiri sehingga membatasi gerak liidupnya. Asumsi salah
dikelompokkan

ke dalam. kategori dalam bentuk yang berjenjang. Misalnya asumsi bahwa untuk mencapai sukses
tertentu harus diawali dengan sukses tertentu. Seorang ibu berpendapat bahwa agar anaknya
menjadi orang sukses, ia harus lulusan Perguruan Tinggi ternama, oleh karena itu ia harus masuk
ke SMA Favorit, dan sebelumnya harus masuk ke SMP favorit, juga SD favorit, dan harus
dimulai dari Kelompok Bermain dan Taman Kanak-kanak tertentu.

Hal yang mendasari kekurangan


Asumsi salah selalu dapat ditelusuri ke belakang berkenaan dengan kekurangan yang ada
dalam dirinya. Untuk alasan ini asumsi salah tidak saja sebagai indikator masalah yang
dihadapi seseorang, akan tetapi juga sebagai indikator alasan kekurang- mampuan orang dalam
menyesuaikan diri mencapai kebahagiaan..

Asumsi yang berbahaya dan tidak berbahaya


Semua asumsi negatif tidak selalu menimbulkan gangguan psikologis. Asumsi salah yang
berbahaya dapat berupa ucapan misalnya "semua orang yang kukasihi harus mencintai saya".
Asumsi yang tidak berbahaya dapat dilihat dalam kalimat: "Saya menikahi seseorang yang
terbaik yang pernah kucintai".

Penolakan tertuidap perubaJtan


Asumsi yang salah sulit sekali diubah karena beberapa alasan yaitu: (1) dianggap
sebagai hal yang bersifat pribadi, (2) telah ada sejak kanak-kanak, (3) sudah merupakan bagian
integral dengan kepribadian seseorang, (4) orang yang menghabiskan waktu seperempat abad
atau lebih selalu sulit untuk berubah karena berarti ia harus merubah pemahaman selarna 25
tahun terakhir yang telah dipercaya bahwa konflik psikologis tidak perlu dan harus dihindari

Pemeliharaan
Asumsi salah cenderung akan selalu dipelihara dan menolak perubahan karena mereka
beranggapan telah terbukti "benar" dalam hidupnya. Orang memelihara asumsi salah untuk
dianggap benar dalam hidup dengan cara::

1. Tidak memberikan perhatian dengan selektif. Ketika orang lain melebihi kemampuannya, ia
mengacuhkannya dan mengalihkan perhatian kepada hal lain.
2. Memberikan perhatian dengan selektif. Ketika melakukan suatu hal yang dianggap unggul, ia
menyebut-nyebutnya dan menganggap bahwa hal tersebut sering dilakukannya.
3. Penghargaan yang dibuat-buat. Dia dipilih sebagai manajer karena tidak ada orang yang man,
tetapi ia menganggap hal tersebut adalah karena ia yang paling istimewa..
4. Meminta umpan balik Meminta oraiig lain memberikan "urnpan balik yang jujur" sebagai
cara untuk memanipulasi dirinya untuk memperkuat asumsi salah..
5. Penguatan sebentar. Misalnya, sementara ia berasumsi bahwa dirinya kurang berprestasi,
orang lain menyatakan bahwa ia unggul Hal itxi akan membuat asumsi salahnya diperkuat
dan dipelihara..
6. Disonansi kognitif. Hal itu dilakukan apabila ada informasi yang bertolak belakang dengan
asumsi salah, maka akan berkembang upaya mengurangi kecemasan dengan memberikan
jaminan terhadap asumsi salah itu. Misalnya seorang karyawan yang tidak mernperoleh
promosi kemudian ia menyatakan bahwa perusahaan membuat dia lebih baik dalam
posisinya.

Contoh-contoh
Asumsi yang salah dapat terjadi dalam empat sumber: dari diri sendiri (saya tidak
menarik); terhadap orang lain (istriku tidak menghormatiku), pada hiclup (hidup ini kejam), dan
pada Tuhan (Tuhan tidak rnenyukaiku). Asumsi yang berasal dari diri sendiri seringkali
merupakan inti dari semua asumsi ketiga lainnya. Hal ini dapat dilihat dari contort berikut: Saya
harus dicintai orang lain Orang lain harus memperlakukanku dengan adil Kebahagiaan adalali
tujuaii dalam hidup. Saya hidup karena saya mengasihani saya Orang lain lebih tahu apa yang
baik untuk saya Saya harus mendapat semua hal yang saya inginkan Saya selalu dikuasai oleh
masa lalu Saya harus menjadi orang yang istimewa

Ada hal "yang lebih buruk" yang dapat terjadi pada diri saya Saya selalu terlambat untuk berubah

BEBERAPA PERTIMBANGAN BAGI KONSELOR


Dalam menghadapi klien dengan kasus asumsi salah, ada beberapa hal yang harus
dijadikan pertimbangan oleh konselor, antara lain:
1. Kesabaran. Konselor harus memiliki kesabaran yang baik dalam menangani klien dengan kasus
asumsi salah. Hal itu disebabkan karena seringkali asumsi salah memerlukan banyak waktu
untuk dapat diungkapkan dari klien agar muncul ke permukaan. Hendaknya konselor secara
sabar menghindari tindakan menginterogasi klien secara langsung, karena semakin konselor
melakukan interogasi langsung maka asumsi-asumsi salah yang ada dalam diri klien akan
semakin sulit keluar.
2. Reaksi yang tidak tnembantu. Konselor hendaknya menunjukkan reaksi yang sedemikian rupa
agar dapat membantu klien. Konselor harus berhati-hati untuk tidak mendorong
terbentuknya sebuah asumsi yang salah dan tidak menyimpulkan dan membentuk asumsi
yang salah itu sendiri.
3. Emosi. Konselor harus memahami bahwa walaupun masalahnya adalah dalam kaitan dengan
kognisi, akan tetapi tidak boleh mengabaikan keterkaitannya dengan fakor emosionaL Hal
ini berarti bahwa konselor harus memperhatikan kondisi emosional klen dan keterkaitannya
dengan kognisi..
4. Asumsi yang tidak disadari. Asumsi salah yang paling merusak adalah asumsi yang seringkali
tidak disadari oleh klien dan sangat percaya bahwa asumsi itu benar. Kepercayaan ini
rnemperlihatkan perilaku individu itu sendiri yang seringkali dapat menipu konselor. Dalam
hubungan ini konselor harus sangat hati-hati dan cermat dalam merespon semua aktivitas
klien.
5. Validitas. Konselor harus menyadari bahwa tidak semua asumsi itu salah. Oleh karena itu
konselor harus mampu menelaah secara hati-hati dan mempunyai bukti yang cukup untuk
memastikan bahwa asumsi itu salah.

6. Berbagi asumsi. Dalam konseling, konselor dapat berbagi pengalaman bersama klien dalam hal
kesamaan asumsi. Hal itu dilakukan oleh konselor dengan menunjukkan kesamaan asumsi itu
kepada klien, namun konselor harus dapat menunjukkan bahwa hal itu salah dan harus
diperbaiki. Dengan cara itu klien akan merasakan sikap empatik dari konselor sehingga
memungkinkan jalannya konseling menjadi lebih efektif,
7. Menyembunyikan asumsi. Dalam konseling, konselor akan mendapatkan klien yang berusaha
meiiyernbunyikan asunisinya yang salali dan berusaha untuk menghindari adanya upaya
untuk mengungkapkannya. Meskipun deinikian klien ada kemungldnan memanifestasikan
sesuatu yang kurang baik sebagai efek dari asumsi salah. Konselor harus berhati-hati
terhadap keniungkinan itu dan mengkaji dengan cermat berbagai isyarat yang terkait dengan
asumsi salah serta mencari isyarat yang terkait dengan asumsi salali yang sebenarnya..
8. Menghilangkan asumsi. Konselor tidak dapat membuat alasan, bukti, atau bicara dengan
klien di luar asunisi salah. Konselor harus secara terus menerus menyajikan bukti asumsi
salali sampai klien tidak dapat niembantahnya. Konselor sendiri dapat berperan sebagai bukti
dari asumsi salah klien. Konselor harus membantu klien untuk dapat mengenali tidak hanya
asumsi salah saja / tetapi juga penyebab asumsi salahnya.
9. Melibatkan konselor dalam tnasalah. Konselor dapat berperan sebagai bagian integral dari
asumsi salah dari klien dalam dua cara yaitu: Pertama konselor dapat menjadi sasaran
asumsi salali dari klien, kedua klien dapat mernproyeksikan asurnsi salahnya kepada
konselor..
10. Membuktikan asumsi salah. Klien dalani konseling dapat memanipulasi dengan membuktikan
bahwa asumsinya benar, Dalam hubungan ini konselor harus berhati-hati dan nianipu
mengajak kh'en agar tidak terpeiigaruh oleh keinginan klien, Peran konselor ialah mengajar
klien bahwa tidak ada peristiwa yang tidak dapat dielakkan yang menyebabkan bencana
psikologis dan orang memiliki alternatif konstruktif untuk menghadapi peristiwa traumatik.
11. Kenyataan yang baru. Perubahan daii asumsi salah menjadi asumsi benar tidak selalu perlu
dan secara otomatis mernbawa

kompetensi psikologis untuk menemukan kenyataan baru. Konselor harus terus mencoba
mengurangi semua asumsi salah lewat proses terapi dan kemudian membangun kembali
asumsi-asumsi yang benar.

You might also like