You are on page 1of 11

KUMPULAN PROPOSAL PENELITIAN

PTK, EKSPERIMEN, DLL

Sunday, March 1, 2009


Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Pada Pokok Bahasan Persamaan
Garis Lurus Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Siswa Pada
Kelas

A. Judul: Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Pada Pokok Bahasan Persamaan Garis
Lurus Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Siswa Pada Kelas VIII SMP
Hasrati Kendari

B. Latar Belakang
Di Indonesia, rendahnya mutu pendidikan merupakan salah satu masalah yang terus-menerus
dicari solusinya. Hal ini disebabkan karena prestasi belajar

siswa merupakan indikator tinggi rendahnya mutu pendidikan di suatu daerah. Tinggi
rendahnya mutu pendidikan berhubungan erat dengan kualitas sumber daya manusia,
sedangkan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi mutlak dibutuhkan demi kemajuan
suatu negara. Rangkaian hubungan tersebut menunjukkan bahwa penting bagi kita memberi
perhatian penuh pada prestasi belajar siswa.
Kaitannya dengan mata pelajaran, matematika dikenal sebagai mata pelajaran yang relatif
rumit dan sulit dipahami oleh siswa, sehingga prestasi belajar matematika siswa cenderung
lebih rendah dibanding dengan mata pelajaran lain. Hal ini cukup memprihatinkan mengingat
matematika memiliki obyek yang bersifat abstrak sehingga pemahamannya membutuhkan
daya berpikir yang tinggi. Faktor ini menjadi salah satu penyebab rendahnya prestasi belajar
siswa, namun ada faktor lain yang dapat juga mempengaruhi keberhasilan siswa yang
terkadang kurang mendapat perhatian, faktor tersebut antara lain motivasi dalam diri siswa,
lingkungan belajar yang kondusif dan model pembelajaran yang digunakan guru dalam
menyampaikan pelajaran. Model pembelajaran yang cenderung menjadikan siswa pasif,
hanya melihat dan mendengarkan guru menyampaikan pelajaran dapat membuat siswa
menjadi bosan dan tidak tertarik, tidak ada motivasi dari dalam dirinya untuk berusaha
memahami apa yang diajarkan guru dan sudah pasti hal ini akan berimbas pada prestasi
belajarnya.
Rendahnya prestasi belajar matematika siswa juga terjadi di SMP Hasrati Kendari.
Berdasarkan observasi yang diadakan oleh penulis pada tanggal 13 Desember 2007 diperoleh
keterangan bahwa rata-rata nilai matematika siswa kelas VIII pada ujian semester tahun
ajaran pelajaran 2005/2006 dan 2006/2007 hanya berkisar pada nilai 5. Nilai ini masih
tergolong rendah dan belum memenuhi standar minimal 6,0.
Kaitannya dengan materi pelajaran matematika, guru tersebut mengemukakan beberapa
pokok bahasan yang tergolong sulit dipahami siswa diantaranya adalah pokok bahasan
Persamaan Garis Lurus. Menurut guru tersebut, siswa masih sering mengalami kesalahan
dalam menggambar kedudukan dua garis, garis-garis sejajar, membagi garis maupun
perbandingan garis. Kemudian cara guru menyampaikan pelajaran, masih dominan
menggunakan model pembelajaran konvensional, dimana guru memang lebih aktif daripada
siswa. Siswa lebih banyak mendengar dan memperhatikan penjelasan guru serta sesekali
bertanya bila ada yang tidak dimengerti. Dengan menggunakan model pembelajaran seperti
itu dalam proses belajar mengajar selama ini, sangat dimungkinkan siswa merasa bosan
dengan cara mengajar guru yang monoton seperti itu . Siswa tidak diberi kesempatan yang
luas untuk mengembangkan daya pikir serta kreatifitasnya dan melalui model pembelajaran
seperti itu siswa yang pintar akan bertambah pintar dan yang kurang akan semakin kurang
kemampuannya.
Hal di atas merupakan salah satu masalah dalam pembelajaran matematika dan perlu
dicarikan solusinya sebagai upaya untuk meningkatkan prestasi belajar matematika siswa.
Berdasarkan observasi yang dilakukan nampak bahwa kondisi siswa di SMP Hasrati
khususnya kelas VIII lebih dominan duduk berkelompok untuk membahas materi yang
sedang diajarkan. Oleh karena itu, peneliti berkolaborasi dengan guru untuk mencoba
menerapkan model pembelajaran lain yang lebih mengaktifkan siswa dengan harapan siswa
lebih termotivasi untuk mengikuti pelajaran. Model pembelajaran tersebut juga harus
memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk mengembangkan daya pikir dan
kreatifitasnya. Memungkinkan siswa yang pintar membantu temannya yang kurang. Ternyata
model pembelajaran yang memiliki kriteria tersebut adalah model pembelajaran kooperatif.
Diantara tipe-tipe dalam model pembalajaran kooperatif terdapat tipe Jigsaw. Tipe ini dipilih
oeh peneliti dan guru sebab memiliki ciri khas yaitu adanya kelompok asal dan kelompok
ahli. Dengan adanya kelompok ahli, peneliti dan guru berharap nantinya siswa yang kurang
kemampuannya akan terpacu untuk mengikuti teman-temannya yang lebih sebab ia diberi
kesempatan dan tanggungjawab untuk menguasai suatu materi pelajaran, untuk kemudian
dijelaskan kepada teman-temannya dalam kelompok asal. Di kelompok ahli, siswa akan lebih
termotivasi untuk memahami materi pelajaran sebab siswa mempunyai tugas dan
tanggungjawab untuk menjelaskan kembali apa yang dipelajarinya di kelompok ahli kepada
teman di kelompok asal, dengan demikian hasil belajar siswa tersebut bisa lebih meningkat.
Atas alasan-alasan yang telah dikemukakan maka peneliti berkolaborasi dengan guru akan
mengadakan penelitian tindakan kelas dengan judul “Meningkatkan Prestasi Belajar
Matematika pada Pokok Bahasan Persamaan Garis Lurus Melalui Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Jigsaw Siswa Kelas VIII SMP Hasrati Kendari”.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan
sebagai berikut: “Apakah prestasi belajar matematika pada pokok bahasan Persamaan Garis
Lurus siswa kelas VIII pada SMP Hasrati Kendari dapat ditingkatkan melalui model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw?”

D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan prestasi belajar matematika pada pokok
bahasan Persamaan Garis Lurus melalui model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw siswa
kelas VIII SMP Hasrati Kendari.

E. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian tindakan kelas ini akan bermanfaat :
1.Bagi guru: untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran matematika di kelas,
sehingga materi pelajaran matematika dapat dipelajari oleh siswa.
2.Bagi siswa: untuk meningkatkan hasil belajar matematika khususnya pada pokok bahasan
yang sulit dipahami oleh siswa termasuk pokok bahasan Persamaan Garis Lurus
3.Bagi sekolah: sebagai masukan dalam rangka perbaikan kegiatan pembelajaran.
4.Peneliti: peneliti dapat berkolaborasi dengan guru sehingga dapat mengetahui permasalahn
yang ada dalam pembelajaran matematika di tingkat SMP dan menemukan alternatif
pemecahan dari masalah tersebut.

F. Kajian Teori
1.Prestasi Belajar Siswa
Belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya
interaksi antara individu dengan individu, individu dan lingkungannya sehingga mereka lebih
mampu berinteraksi dengan lingkungannya. Hal ini berarti bahwa seseorang yang telah
mengalami proses belajar akan mengalami perubahan tingkah laku, baik dalam aspek
pengetahuan, keterampilannya, maupun dalam sikapnya. Tanpa perubahan tingkah laku,
belajar dapat dikatakan tidak berhasil atau gagal (Usman, 1993:6).
Prestasi menurut Herman (1988:139) berarti mampu memahami dan menguasai hubungan
antara bagian-bagian informasi yang telah diperoleh sebagai pengertian sehingga orang
tersebut dapat menampilkan penguasaan dan pemahaman bahan pelajaran yang dipelajari.
Dari kedua pendapat yang dikemukakan tersebut dapat disimpulkan bahwa prestasi
merupakan hasil yang telah diperoleh oleh seseorang setelah melakukan usaha tertentu baik
usaha belajar, bekerja, olahraga dan lain-lain. Dalam hubungannya dengan usaha belajar,
prestasi siswa diukur dengan suatu alat tertentu dengan menggunakan suatu alat evaluasi
(tes). Dengan mengukur prestasi siswa dalam jangka waktu tertentu dapat diketahui
bagaimana perkembangan prestasi belajar siswa termasuk prestasi belajar matematika.
Usman (1993:10) faktor-faktor yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi
prestasi belajar siswa adalah sebagai berikut :
a. Faktor yang berasal dari diri sendiri (internal)
1.Faktor jasmaniah (fisiologi) baik yang bersifat bawaan baik yang bersifat bawaan maupun
yang diperoleh. Yang termaksud faktor ini adalah panca indra yang tidak berfungsi
sebagaimana mestinya
2.Faktor psikologis, baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh, terdiri atas: a) faktor
intelektif yang meliputi faktor potensial, yaitu kecerdasan dan bakat serta faktor kecakapan
nyata, yaitu prestasi yang dimiliki; b) faktor non intelektif yaitu unsur-unsur kepribadian
tertentu seperti sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi dan penyesuaian diri.
3.Faktor kematangan fisik maupun psikis.
b. Faktor yang berasal dari luar diri (eksternal)
1.Faktor sosial yang terdiri atas: lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan
kelompok.
2.Faktor budaya, seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian.
3.Faktor lingkungan fisik, seperti fasilitas rumah dan fasilitas belajar.
4.Faktor lingkungan spiritual dan keagamaan.
Purwanto (1997:107) mengemukakan bahwa terdapat faktor yang sangat penting dalam
menentukan prestasi belajar siswa. Faktor tersebut adalah instrumental input atau faktor-
faktor yang sengaja dirancang dan dimanipulasikan dan yang termaksud faktor tersebut
adalah kurikulum atau bahan belajar, guru yang memberikan pengajaran, sarana dan fasilitas
serta manajemen yang berlaku di sekolah.
Dari uraian di atas ternyata lingkungan merupakan salah satu faktor eksternal yang dapat
mempengaruhi prestasi belajar siswa. Lingkungan sekolah termasuk didalamnya guru dan
metode mengajar yang digunakan dalam menyampaikan pelajaran, dengan kata lain jika
metode mengajar guru bagus, tentu materi pelajaran dapat diterima dengan baik oleh siswa.
Hal ini sejalan dengan pendapat Slameto(1995:65) bahwa metode mengajar itu
mempengaruhi belajar. Metode mengajar guru yang kurang baik akan mempengaruhi kondisi
siswa yang kurang baik pula. Guru biasa mengajar dengan metode ceramah saja, siswa
menjadi bosan, mengantuk, pasif dan hanya mencatat saja. Guru yang progresif berani
mencoba metode-metode yang baru, yang dapat membantu meningkatkan motivasi siswa
untuk belajar. Agar siswa dapat belajar dengan baik, maka metode mengajar harus
diusahakan yang setepat, efisien dan efektif mungkin.
Selain memperhatikan metode mengajar, Simanjuntak (1993:7) mengemukakan secara
spesifik bahwa pemahaman atas konsep-konsep matematika akan lebih baik jika dalam
proses mengajar: (1) peserta didik menggunakan benda-benda konkrit dan membuat
abstraknya dari konsep-konsepnya, (2) materi pelajaran yang akan diajarkan harus ada
hubungannya dengan yang sudah dipelajari, (3) harus mengubah suasana abstrak dengan
menggunakan simbol, (4) menempatkan matematika sebagai ilmu seni kreaktif.
Sejalan dengan Simanjuntak, Ruseffendi (1979:135) mengemukakan bahwa siswa dapat
mempelajari struktur matematika dengan baik jika representasinya (model) dimulai dari
benda-benda konkrit yang beraneka ragam. Misalnya anak akan lebih cepat memahami
benda-benda bila disajikan berbagai bentuk dan jenis benda-benda, atau dengan kata lain
bahwa benda-benda yang akan diamati harus beranekaragam jenisnya.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar siswa dipengaruhi
oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor eksternal tersebut diantaranya adalah metode
mengajar guru.

2.Model Pembelajaran Kooperatif


Model pembelajaran adalah suatu kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang
sistematis dalam mengorganisasikan pedoman belajar untuk mencapai tujuan tertentu dan
berfungsi sebagai pedoman bagi guru (Soekamto, 1993:109)
Secara umum terdapat tiga jenis model pembelajaran yaitu: (1) model pembelajaran
berdasarkan masalah, (2) model pembelajaran langsung, dan (3) model pembelajaran
kooperatif. Secara garis besar pembelajaran berdasarkan masalah menyajikan kepada siswa
situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada
mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Pembelajaran langsung atau direct
instruction models adalah pembelajaran yang memfokuskan pada suatu pendekatan mengajar
yang dapat membantu siswa mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang
diajarkan selangkah demi selangkah. (Balitbang, 2002:3-4).
Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu jenis model pembelajaran yang
mengutamakan adanya kerja sama, yakni kerja sama antar siswa dalam kelompok untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Ide mengenai pembelajaran kooperatif ini berkembang dari
pendapat seorang filosof pada awal abad pertama, bahwa untuk dapat belajar seseorang harus
memiliki pasangan/teman (Ismail, 2002:20)
Salah satu aspek yang paling penting dalam pembelajaran kooperatif adalah bahwa
disamping pembelajaran kooperatif membantu mengembangkan tingkah laku kooperatif dan
hubungan lebih baik diantara siswa, pembelajaran kooperatif secara bersamaan membantu
siswa dalam pembelajaran akademis mereka. Slavin (1986) menelaah penelitian dan
melaporkan bahwa 45 penelitian telah dilaksanakan antara tahun 1972 sampai tahun 1986,
menyelidiki pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap prestasi belajar. Studi ini dilakukan
pada semua tingkat kelas dan meliputi bidang studi bahasa, geografi, ilmu sosial dasar, sains,
matematika, membaca dan menulis. Dari 45 laporan tersebut, 37 diantaranya menunjukkan
bahwa kelas kooperatif menunjukan prestasi belajar akademik yang signifikan lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok kontrol (Ibrahim, 2000:16).
Hartadji (2001:34) mengemukakan ciri-ciri pembelajaran yang menggunakan model
pembelajaran kooperatif, yaitu: (1) siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk
menuntaskan materi belajarnya; (2) kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki
kemampuan tinggi, sedang, rendah; (3) bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari
ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda-beda; (4) penghargaan lebih berorientasi
kelompok ketimbang individu.
Unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:
1)Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka “sehidup sepenanggungan
bersama”
2)Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik mereka
sendiri.
3)Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang
sama.
4)Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota
kelompoknya.
5)Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan
dikenakan untuk semua anggota kelompok.
6)Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar
bersama selama proses belajarnya.
7)Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani
dalam kelompok kooperatif.
Lebih lanjut, dikemukakan pula tiga tujuan dalam pembelajaran kooperatif yaitu:
a. Berkaitan dengan hasil belajar akademik
Salah satu tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah untuk meningkatkan kinerja siswa
dalam tugas-tugas akademik
b. Berkaitan dengan penerimaan terhadap individu
Pembelajaran kooperatif memberi peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan
kondisi untuk belajar bekerja sama dalam menyelesaikan tugas-tugas bersama.
c. Berkaitan dengan pengembangan keterampilan sosial
Pembelajaran kooperatif mengajarkan siswa keterampilan kerja sama dan kolaborasi.
Pembelajaran kooperatif mengikuti langkah-langklah berikut: (1) menyampaikan tujuan dan
memotivasi siswa; (2) menyajikan informasi; (3) mengorganisasikan siswa ke dalam
kelompok-kelompok; (4) membimbing kelompok belajar dan bekerja; (5) melakukan
evaluasi; (6) memberikan penghargaan (Ismail, 2002:23). Selanjutnya beberapa manfaat yang
dapat diperoleh siswa dengan hasil belajar yang baik diantaranya; rasa harga diri lebih tinggi,
memperbaiki kehadiran, pemahaman akan materi lebih baik dan motivasi belajar yang lebih
besar (Nur dkk, 2001:8).
Berdasarkan ciri-ciri, unsur-unsur dasar, tujuan, langkah-langkah, pelaksanaan dan manfaat
model pembelajaran kooperatif yang telah dijelaskan tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa model pembelajaran kooperatif memungkinkan siswa memperoleh prestasi belajar
yang baik.

3.Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw


Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dikembangkan oleh Elliot Aronson dan teman-
temannya pada tahun 1978 di universitas Texas, kemudian diadaptasi oleh Slavin pada tahun
1986 dengan mengembangkan suatu modifikasi dari jigsaw pada Universitas John Hopkins.
Dalam penerapan Jigsaw, siswa berkelompok dengan 5 atau 6 anggota kelompok belajar
heterogen. Materi pembelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks. Setiap anggota
bertanggungjawab untuk mempelajari bagian tertentu bahan yang diberikan itu. Anggota dari
kelompok lain yang mendapat tugas topik yang sama berkumpul dan berdiskusi tentang topik
tersebut. Kelompok ini disebut kelopok ahli. Selanjutnya anggota kelompok ahli kembali ke
kelompok asal masing-masing dan mengajarkan apa yang dipelajari dan didiskusikan dalam
kelompok ahlinya untuk diajarkan kepada teman kelompoknya sendiri. Menyusun pertemuan
dan diskusi kelompok asal, siswa-siswa itu dikenai kuis secara individual tentang materi
belajar. Dalam Jigsaw versi Slavin, skor tim menggunakan prosedur yang sama dengan
STAD. Tim dan individu dengan skor tinggi mendapat pengakuan dalam lembar pengakuan
mingguan atau dengan cara lain
(Ibrahim, dkk, 2000: 21-22)
Skema model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah kelompok asal terdiri dari 5 atau 6
anggota yang heterogen yang dikelompokan dan selanjutnya masing-masing individu
menjadi kelompok ahli pada 1 (satu) atau lebih item soal. Kemudian akan kembali ke dalam
kelompok asalnya. Ilustrasi dapat dilihat pada bagan berikut ini:

(Anonim, 2003: 6)
Berdasarkan uraian di atas, langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
adalah sebagai berikut:
1.Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, memotivasi siswa dan menyampaikan materi
prasyarat.
2.Guru menyajikan informasi kepada siswa tentang materi yang akan dipelajari.
3.Guru mengelompokan siswa sebanyak 5 atau 6 orang tiap kelompok dan anggota setiap
kelompok harus heterogen baik dari segi kemampuan, jenis kelamin, agama suku dan
sebagainya.
4.Guru memberi soal-soal dalam bentuk LKS pada setiap kelompok kemudian setiap siswa
dalam kelompok tersebut mendapat tugas untuk menyelesaikan soal tertentu. Anggota dari
kelompok lain yang mendapat tugas untuk menyelesaikan soal yang sama berkumpul dan
berdiskusi tentang soal tersebut. Kelompok ini disebut kelompok ahli.
5.Setelah berdiskusi, anggota kelompok ahli kembali ke kelompok asal untuk berdiskusi
kembali dan mengajarkan apa yang telah dipelajarinya dan didiskusikan dikelompok ahli
kepada teman-temannya di kelompok asal.
6.Perwakilan anggota kelompok asal diminta untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Guru
mengarahkan pada jawaban yang benar jika jawaban siswa belum sempurna. Guru
memberikan penghargaan atas hasil kerja siswa dalam kelompok.
7.Secara individual, setiap minggu atau dua minggu siswa diberi kuis kemudian hasilnya
disetor dan setiap siswa memperoleh skor perkembangan. Dari skor perkembangan ini akan
dilihat seberapa besar siswa menyumbangkan skor kepada kelompoknya. Sebagai
penghargaan kepada kelompok maka melalui lembar pengumuman mingguan atau dengan
cara lain diumumkan kelompok–kelompok yang memperoleh skor tertinggi atau yang
termasuk dalam kategori kelompok super, kelompok hebat dan kelompok baik.

4.Tinjauan Materi Pokok Bahasan Persamaan Garis Lurus


a.Sifat-sifat Persamaan Garis Lurus
Bentuk Persamaan Garis Lurus
Persamaan garis lurus adalah persamaan yang jika koordinat-koordinat yang dihasilkan dari
persamaan tersebut dengan memilih sembarang nilai untuk x, dan diplot sebagaimana tampak
pada gambar 1.1, ketika titik-titik itu dihubungkan, terbentuklah sebuah grafik garis lurus.
Misalkan hubungan antara dua variabel x dan y adalah y = 2x
Ketika x = 0, y = 2 .(0) = 0
Ketika x = 1, y = 2. (1) = 2
Dan seterusnya

Menggambar Grafik dari Persamaan Garis dengan Menggunakan Tabel.


Untuk menggambar grafik dari suatu persamaan yang telah ditentukan terlebih dahulu, maka
harus ditentukan paling sedikit dua titik yang dilalui garis itu dengan menggunakan tabel
hubungan antara nilai x dan nilai y.
b.Gradien
Pengertian Gradien
Gradien atau kemiringan adalah rasio antara perubahan nilai y terhadap perubahan nilai x
antara dua titik sembarang pada garis tersebut, jika sejalan dengan peningkatan x, y juga
meningkat, maka gradiennya adalah posistif. Namun jika sejalan dengan peningkatan x, y
menurun maka gradiennya negatif.
Gradien Garis yang Melalui Dua Titik

Komponen x garis AB = AM (dimulai dari titik A)


= x2 – x1
Komponen y garis AB = MB
= y2 – y1
Gradien garis AB =
=

Untuk selanjutnya gradien garis AB dapat ditulis mAB

Komponen x garis BA = BN ( dimulai dari titik B )


= -(x2-x1)
= -x2+ x1
= x1-x2
Komponen y garis BA = BN ( ingat arahnya ke bawah )
= -(y2-y1)
= -y2 + y1
= y1- y2
Gradien garis BA =

Untuk sebarang titik A(x1,y1) dan B ( x2,y2) maka


mAB = mBA = atau
Gradien Garis yang Saling Sejajar dan Saling Tegak Lurus
a. Garis-garis yang saling sejajar
Pada gambar diatas garis k,l,m, p, dan q adalah garis-garis yang saling sejajar. Gradien garis
dari masing-masing garis tersebut dapat ditentukan dengan memilih dua titik yang diketahui
koordinatnya, kemudian gradiennya dihitung dengan menggunakan rumus =
Dengan menyelesaikan gradien tiap-tiap garis diperoleh bahwa garis-garis yang sejajar
memiliki gradien yang sama atau jika garis-garis yang memilki gradien yang sama, maka
pastilah garis-garis tersebut sejajar. b.Garis-garis yang saling tegak lurus

mk = mOA ml = mOb
==
==
mk.ml =
Dari contoh diatas ternyata hasil kali gradiennya adalah -1.dengan
demikian dapat diambil kesimpulan bahwa hasil kali gradien garis-garis yang saling tegak
lurus adalah -1.
c.Persamaan Garis
Persamaan Garis dalam Bentuk y = mx dan y = mx + c
Persamaan garis y = mx bergradien m dan melalui titik O(0,0).
Menentukan Persamaan Garis
Persamaan garis melalui m dan melalui titik .
Persamaan garis yang melalui titik (x1,y1) dan bergradien m adalah
Persamaan garis yang melalui titik dan
Rumus persamaan garis yang melalui titik dan adalah:

d.Hubungan Gradien dengan Persamaan Garis Lurus


Persamaan Garis yang Saling Sejajar
Menurut pokok bahasan sebelumnya bahwa garis-garis yang saling sejajar memiliki gradien
yang sama. Oleh karena itu, untuk menentukan persamaan garis yang sejajar dengan suatu
garis yang telah ditentukan, terlebih dahulu ditentukan gradien garis tersebut.
Persamaan Garis yang Saling Tegak Lurus
Menurut pokok bahasan sebelumnya bahwa gradien garis-garis yang saling tegak lurus
memiliki hasil kali -1. Dengan demikian, untuk menentukan persamaan garis yang tegak
lurus dengan suatu garis yang telah ditentukan, terlebih dahulu harus ditentukan gradiennya.
Persamaan Garis yang Saling Berimpit
Jika dua buah garis memilki gradien yang sama dan melalui paling sedikit sebuah garis yang
sama, maka kedua garis tersebut akan saling berimpit. Dengan demikian, garis dengan
persamaan ax + by + c = 0 akan berimpit dengan px + qy + r = 0 jika p, q, dan r masing-
masing merupakan kelipatan k dari a, b, dan c.
Garis dengan persamaan ax + by + c dan garis kax + kby + kc = 0 adalah garis–garis yang
saling berimpit karena ka, kb, dan kc masing-masing merupakan kelipatan k dari a, b, dan c.
Persamaan Garis yang Saling Berpotongan
Jika dua garis tidak saling sejajar dan tidak saling berimpit maka kedua garis itu akan saling
berpotongan. Dengan demikian dua buah garis akan saling berpotongan jika memiliki gradien
yang tidak sama atau koefisien dari x,y dan bilangan konstantanya bukan merupakan
kelipatan yang sama dari koefisien x dan y dan bilangan konstan lainya.
5.Hasil Penelitian Yang Relevan
Hasil penelitian yang relevan dengan rencana penelitian ini adalah:
1Penelitian yang dilakukan oleh Nuryadi (2004), dalam hasil penelitiannya menyimpulkan
bahwa hasil belajar Matematika siswa kelas 1 SMP Negeri 1 Kendari tahun pelajaran
2003/2004 yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw lebih
efektif daripada yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran konvensional yang
dilihat dari rata-rata hasil belajarnya
2Penelitian yang dilakukan oleh Kamarudin (2004), dalam hasil penelitiannya menyimpulkan
bahwa ada perbedaan yang signifikan antara prestasi belajar matematika siswa kelas II
semester 2 SMA N 6 Kendari tahun pelajaran 2002/2003 yang diajar dengan model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dean yang diajar dengan model pembelajaran
konvensional.
3Penelitian yang dilakukan oleh Susilayanti menyimpulkan bahwa melalui model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, prestasi belajar matematika siswa kelas VIII3 SMP
Negeri 9 Kendari pada pokok bahasan Persamaan garis Lurus dapat ditingkatkan.
4Penelitian yang dilakukan oleh Poang Wandaleng (2004), dalam hasil penelitiannya
menyimpulkan bahwa prestasi belajar matematika siswa yang diajar dengan model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih baik daripada yang diajar dengan model
pembelajaran langsung.

6.Kerangka Berpikir
Proses belajar seorang siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor. Agar prestasi yang baik dapat
tercapai maka harus diupayakan seluruh faktor yang ada dapat mendukung proses belajar
siswa. Demikian pula halnya dengan proses belajar matematika.
Penggunakan model pembelajaran yang dapat membangkitkan kreativitas belajar matematika
sangat penting sebagai upaya untuk meningkatkan prestasi belajar matematika siswa. Model
pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang secara prosedural
dirancang untuk dapat membangkitkan minat dan kreatifitas siswa. Model pembelajaran
kooperatif yang mengutamakan kerja sama antar siswa dalam kelompok-kelompok kecil
dalam mempelajari materi pelajaran melalui diskusi memungkinkan siswa mempunyai
kesempatan yang luas untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran. Pemantauan yang dilakukan
guru dalam kegiatan pembelajaran memungkinkan guru dapat lebih mengetahui siswa yang
mengalami kesulitan belajar dalam memahami materi pelajaran dan guru dapat memberikan
bimbingan secara langsung kepada siswa tersebut, dengan demikian akan jarang ditemukan
siswa-siswa yang tidak memahami materi pelajaran ketika materi pelajaran disajikan.
Khususnya untuk model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dimana siswa diberikan beban
dan tanggung jawab untuk menguasai bagian tertentu dari materi pelajaran yang selanjutnya
diajarkan kembali kepada teman dalam kelompoknya akan membuat siswa lebih termotivasi
untuk memahami materi pelajaran. Dengan demikian pengggunaan model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw dapat memungkinkan untuk meningkatkan prestasi belajar matematika
siswa.

7.Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori, maka hipotesis tindakan dalam penelitian yang direncanakan ini
adalah “Dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, prestasi matematika
pada pokok bahasan Persamaan Garis Lurus siswa kelas VIII SMP Hasrati Kendari dapat
ditingkatkan”.
G. Metode Penelitian
1. Setting Penelitian
Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan di kelas VIII SMP Hasrati Kendari pada
semester II ( genap ) tahun pelajaran 2007/2008 dengan jumlah siswa 20 orang.
3. Faktor yang Diselidiki
Ada tiga faktor yang diselidiki yaitu siswa, guru dan sumber pembelajaran
a.Faktor siswa dilihat dari segi bagaimana persepsi, sikap, minat dan prestasinya terhadap
matematika.
b.Faktor guru akan dilihat dari segi cara guru mempersiapkan materi pelajaran, strategi yang
diterapkan dalam mengajar, dan cara memilih jenis tes dan mengkontruksikannya
c.Faktor sumber belajar meliputi materi atau bahan yang digunakan apakah sudah sesuai
dengan tujuan, relevansi materi tes yang diberikan.

4. Rencana Tindakan
Untuk megetahui prestasi belajar siswa sebelum diberi tindakan, terlebih dahulu tes awal
sebagai bahan acuan pada pembentukan kelompok dan untuk melihat peningkatan prestasi
belajar siswa.
Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri dari dua siklus dengan tiap siklus dilaksanakan
sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai pada faktor-faktor yang diselidiki. Pelaksanaan
tindakan tersebut mengikuti prosedur penelitian tindakan kelas berikut yitu : (1) perencanaan,
(2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi dan evaluasi, (4) refleksi.
Secara rinci prosedur penelitian tindakan kelas ini dijabarkan sebagai berikut :
1. Perencanaan: adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap ini meliputi :
a.Menyiapkan rencana pelajaran dan skenario pembelajaran
b.Menyiapkan LKS untuk membantu siswa memahami materi yang diajarkan
c.Membuat lembar observasi untuk siswa dan guru guna melihat bagaimana kondisi belajar
mengajar di kelas ketika model pembelajaran tipe Jigsaw diterapkan
d.Membuat alat evaluasi untuk melihat apakah prestasi belajar matematika siswa dapat
ditingkatkan.
2. Pelaksanaan tindakan : kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah melaksanakan
skenario pembelajaran yang telah dibuat
3. Observasi dan evaluasi : pada tahap ini dilaksanakan observasi terhadap pelaksanaan
tindakan serta melakukan evaluasi.
4. Refleksi: pada tahap ini, hasil yang diperoleh pada tahap observasi dan evaluasi
sebelumnya dikumpulkan dan dianalisis. Jika belum memenuhi target, maka penelitian
dilanjutkan ke siklus berikutnya dan kelemahan/kekurangan yang terjadi pada siklus
sebelumnya dituliskan pada jurnal untuk diperbaiki pada siklus berikutnya.

5. Data dan Cara Pengambilan Data


1.Sumber data : guru dan siswa
2.Jenis data : yaitu berupa data kualitatif dan data kuantitatif yang diperoleh dari tes hasil
belajar, lembar observasi dan jurnal
3.Tehnik pengambilan data :
a.Data mengenai proses pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw diambil
dengan menggunakan lembar observasi.
b.Data mengenai prestasi belajar matematika diambil dengan menggunakan tes
c.Data mengenai refleksi diri diambil dengan menggunakan jurnal.

6. Indikator Kinerja
Indikator keberhasilan dalam penelitian ini dilihat dari dua segi:
a.Proses: tindakan dikategorikan berhasil bila minimal 85 % pelaksanaannya sesuai dengan
skenario pembelajaran.
b.Hasil: tindakan dikategorikan berhasil bila minimal 85 % siswa telah memperoleh nilai
minimal 6,0 (standar di SMP Hasrati Kendari).

Desain Rencana Tindakan

Desain Rencana Tindakan

(Tim Pelatih Proyek PGSM, 1999:27)

You might also like