Professional Documents
Culture Documents
Alat bantu dengar adalah sebuah alat elektronik yang bekerja menggunakan batere yang dapat memperbesar dan
mengubah suara-suara sehingga dapat meningkatkan komunikasi. Suara diterima melalui mikrofon yang
mengubah gelombang suara menjadi sinyal listrik kemudian amplifier meningkatkan besarnya sinyal dan
mengirimkan suara melalui speaker menuju liang telinga.
Ada 4 jenis alat bantu dengar. Praktisi kesehatan pendengaran akan membantu menentukan jenis alat bantu
dengar yang mana yang sesuai untuk gengguan dengar anda :
Behind-the-Ear (BTE) Alat bantu dengar ini dipakai dibelakang telinga dan dihubungkan ke earmould
yang dipasang tepat ditelinga luar. Jenis alat bantu dengar belakang telinga ini dapat membantu berbagai jenis
gangguan dengar.
In-The-Ear (ITE) Alat bantu dalam telinga ini dikemas didalam sel akrilik atau kesing yang dibuat menurut
pesanan customer yang dipasang ditelinga luar. Jenis ITE ini mudah untuk ditangani dan digunakan. Sangat
cocok untuk gangguan dengar dengan tingkatan rendah hingga keras.
In-The-Canal (ITC) Berukuran lebih kecil dari ITE, kesingnya dibuat menurut pesanan sehingga
disesuaikan dengan liang telinga customer. Bentuknya sangat tersembunyi namun masih dapat terlihat dari
bagian luar telinga. Cocok untuk gangguan dengar dengan tingkatan rendah hingga sedang.
Completely-in-the-Canal (CIC) Jenis alat bantu dengar ini berukuran lebih kecil yang diletakan agak
kedalam liang telinga. Dilengkapi dengan tangkai mini sehingga memudahkan pemasangan dan pelepasan. Jenis
ini cocok digunakan untuk gangguan dengar dengan tingkatan rendah hingga sedang.
Earmoould
Cetakan telinga merupakan komponen yang sangat penting untuk jenis alat bantu dengar belakang telinga.
Earmould mengirimkan suara keliang telinga dan menstabilkan alat bantu dengar baik di atau didalam telinga.
dibuat berdasarkan pesanan customer untuk memastikan kesempurnaan saat dipakai. Sebagian earmould
dilengkapi ventilasi agar nyaman saat dikenakan dan menghasilkan suara yang lebih alamiah.
Alat bantu dengar berisi salahsatu dari tiga jenis sirkuit elektronik yakni digital, programmable analogue atau
conventional analogue.
DIGITAL
Diprogram menggunakan komputer, alat bantu dengar digital ini merupakan salahsatu solusi tercanggih yang
ditawarkan pasar audiologi saat ini karena memberikan fleksibelitas yang luarbiasa dalam memenuhi kebutuhan
pendengaran setiap orang dan mampu menyaring suara-suara yang tidak dibutuhkan. Performa alat bantu dengar
jenis ini dapat berubah-ubah sesuai dengan situasi lingkungan pendengaran yang beragam. Misalnya
kemampuannya yang dapat menganalisa suara-suara sekelilingnya hingga memperbesar suara-suara desahan
sambil meminimalisir suara latar yang bising seperti suara lalu lintas atau angin.
PROGRAMMABLE ANALOGUE
Sirkuit programmable analogue ini membuat alat bantu dengar dapat memenuhi kenyaman dan keinginan
pemakainya. Alat bantu dengar yang dilengkapi dengan sirkuit ini dapat diatur-atur karena dapat diprogram
kembali untuk menghadapi kondisi pendengaran yang berubah-ubah.
CONVENTIONAL ANALOGUE
Jenis sirkuit ini menawarkan sedikit fitur-fitur otomatis dan fleksibelitas yang terbatas. Selain volume yang
disetel secara manual, alat bantu dengar ini juga tidak dapat diprogram ulang. sirkuit ini tidak dapat
membedakan suara yang lembut dan keras artinya baik itu suara percakapan ataupun suara latar yang bising
sama-sama diperbesar.
Pengolahan suara digital menjamin kualitas suara yang bagus dan memungkinkan untuk menciptakan alat bantu
dengan fitur pengelolaan suara yang canggih. Berikut ini kelebihan-kelebihan teknologi digital :
Directionality
Teknologi directionality dilengkapi dengan mikrofon canggih yang dapat mengenali suara berdasarkan sumber
arah suara. Suara-suara yang tidak diinginkan dari arah tertentu dapat diredam. Misalnya suara yang berasal dari
arah belakang diminimalisir dan suara yang berasal dari arah depan (suara percakapan) dioptimalkan. Teknologi
directionality ini telah terbukti secara ilmiah merupakan salah satu temuan yang paling penting dalam
memahami percakapan dalam situasi bising.
Peredam Feedback
Peredam feedback mengawasi suara-suara denging saat pengguna memakai alat bantu dengarnya. Feedback
tadi kemudian diredam atau dilenyapkan sama sekali dengan sistem peredam digital
Multi Program
Banyak alat bantu dengar yang dilengkapi dengan aneka ragam program pendengaran untuk menghadapi
lingkungan suara yang berbeda-beda. Hanya tinggal menekan satu tombol saja atau melalui remote control maka
program akan berubah secara cepat, misalnya dari kondisi senyap kepada kondisi bising seperti pada saat
menuju jalan yang sangat ramai.
Peredam bising
Proses peredam bising telah dilengkapi disejumlah alat bantu dengar digital untuk membantu membedakan
antara suara latar yang bising dan suara yang mungkin ingin didengar oleh si pemakai misalnya suara
percakapan. Peredam suara bising ini juga sangat berguna dilingkungan yang senyap untuk meredam suara-
suara yang mengganggu seperti suara derum komputer, sistem ventilasi udara dan perangkat rumah tangga
lainnya
Mendengar dengan dua telinga disebut “pendengaran binaural” yang menawarkan banyak manfaat dibandingkan
dengan satu telinga. berikut keuntungan-keuntungannya :
Pendengaran binaural membantu melokalisasi arah datangnya suara dan memberikan informasi seberapa
jauhkah jaraknya
Lebih mudah membedakan antara suara percakapan dan suara bising dan fokus terhadap percakapan
Volume suara lebih besar dibanding dengan satu telinga Memakai dua alat bantu dengar juga merupakan
sebuah cara untuk memperbaiki dan mempertahankan kemampuan mendengar. Saat otak kekurangan informasi
suara, maka perlahan akan kehilangan kemampuan pula dalam mengintepretasikannya secara optimal. Penelitian
menunjukan bahwa seseorang yang hanya memakai satu alat bantu dengar saja menunjukan penurunan
pemahaman persepsi mendengarnya. Penggunaan alat bantu yang difitting secara tepat dapat membantu
melakukan koreksi atau membalikan semua ini.
Sebelum memilih alat bantu dengar, ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan. Praktisi perawatan
pendengaran anda dapat membantu memahami kebutuhan unik anda dan menawarkan model yang sesuai.
Sebelum membuat pilihan, pertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
Gaya Hidup
Apa pekerjaan dan aktifitas luang anda? Aktifitas apa yang paling terganggu dengan gangguan dengar anda?
Adakah hal yang tak dapat anda lakukan akibat gangguan dengar? pahami kebutuhan anda dan buatlah
prioritas.
Gaya
Digital, programable atau analogue kah? Fitur teknologi apa yang memberi manfaat untuk gangguan dengar
anda?
Volume Control
Beberapa alat bantu dengar memiliki volume control yang tersetel secara otomatis dan manual. Mana yang anda
inginkan?
Physiologi
Bentuk dan ukuran telinga luar dan lubang telinga akan menentukan gaya alat bantu dengar apa yang akan anda
gunakan
Jika memiliki gangguan dengar dikedua telinga, anda mungkin dapat memperoleh manfaat optimal dengan
memakai dua alat bantu dengar.
OTE ( Over The Ear ), BTE (Behind The Ear ), atau PA (Post Auricular)
Adalah alat bantu dengar yang amplifiernya (pengeras suaranya) terletak di belakang
daun telinga. Alat ini menerima dan mengeraskan suara, kemudian diantarkan melalui
tabung kecil yang tercetak di earmold (cetakan lubang telinga yang berfungsi sebagai
penyalur suara di telinga) yang terdapat pada telinga.
Body Aids
Alat bantu dengar ini menggunakan amplifier, berupa kotak kecil yang ditempelkan di
badan, lalu dihubungkan dengan kabel yang menghantarkan suara yang sudah
diperkeras itu ke earmold. Bisa ke salah satu telinga atau kedua telinga yang
membutuhkannya.
Eyeglass Aids
Alat bantu dengar yang mirip kacamata ini terdiri dari amplifier, mikrofon, dan
baterai. Semua piranti ini terletak ditangkai kacamata. Catatan: Alat ini masih jarang
digunakan di Indonesia.
ITE (In The Ear) dan ITC (In The Canal)
Alat bantu dengar ini jadi sangat populer ketika presiden Amerika Ronald Reagan
memakainya. Namun, alat bantu dengar ini bukanlah pilihan yang tepat untuk anak,
karena telinganya masih tumbuh dan berubah terus. Kalau harus beli alat baru terus,
wah terlalu boros. Harganya kan mahal. Apalagi, alat bantu dengar yang lama tidak
mungkin dipakai lagi. Tak cuma longgar, biasanya suaranya juga jadi mendenging
serta gampang jatuh.
Sebagai catatan, walau Anda membeli alat bantu dengar yang mahal sekalipun, tapi kalau
pembuatan earmold -nya kurang oke, maka suara yang dihantarkan bisa saja mengalami
gangguan. Misalnya, mendenging. Balita pun terganggu dan tidak mau memakai alat bantu
dengarnya lagi.
Pilihan Alat Bantu Dengar Cocok untuk Balita
Sementara ini, alat bantu dengar yang biasa dipakai anak-anak di Indonesia adalah
body aids dan OTE. Apa sih bedanya dengan pilihan yang lain?
Body aids
Kelebihan:
Kekurangan:
Telinga kanan kiri terpaksa menerima suara yang sama kerasnya. Proses penerimaan
dan pengeras suara dari alat bantu ini hanya ada di satu tempat dan dikirimkan pada
kedua telinga. Jika telinga kanan dan kiri agak berbeda kemampuan dengarnya, maka
telinga yang lebih peka jadi tidak nyaman.
Tak bisa menentukan lokasi. Penerima dan pengeras suara hanya satu, maka suara
yang masuk hanya dari satu arah saja. Akibatnya, anak tak bisa menentukan lokasi
orang yang mengajaknya bicara.
Kemungkinan adanya suara feedback atau mendengung, jika pembuatan earmold
kurang baik.
OTE
Kelebihan:
Bisa menentukan lokasi. Penerimaan dan pengolahan suara di masing-masing telinga
membuat anak bisa membedakan arah datangnya suara, seperti depan, belakang,
kanan atau kiri.
Dapat diatur sesuai kebutuhan masing-masing telinga. Pemakaian kedua alat di
telinga kanan dan kiri membuat kemampuan penerimaan dan pengolahan suaranya
dapat dibedakan sesuai dengan kadar gangguan masing-masing telinga. Anak jadi
lebih nyaman.
Kekurangan:
Harganya lebih mahal dibandingkan dengan body aids. Semakin canggih peralatan
digitalnya, semakin mahal. Bisa didapat mulai dari harga tiga jutaan sampai sekitar 20
juta rupiah untuk satu telinga.
Pada OTE yang sederhana, pemakai harus mendekatkan telinganya ke sumber suara
kalau merasa kurang jelas.
Memang pemilihan alat bantu dengar tergantung pada kebutuhan anak dan kemampuan
Anda. Jika anak (terutama yang masih kecil) menolak memakai alat ini, jangan terlalu
khawatir. Mungkin saja, ia merasa risih dengan alat barunya. Meski begitu, Anda juga perlu
ekstra memberi perhatian jika alat tersebut agak mengganggunya. Jadi, bisa dilakukan
perbaikan atau pengaturan suara.
Biasanya, begitu bisa menangkap suara yang menyenangkan, anak ingin memakai alat bantu
dengar setiap harinya. Bahkan, jika sudah terbiasa memakai alat bantu dengar, ia justru akan
rewel begitu alat itu dilepaskan.
OMSK adalah penyebab ketulian utama yang bisa dicegah. Sulit sekali
untuk sembuh hanya dengan terapi medikamentosa, sehingga
penyembuhan total dengan memerlukan tindakan bedah mastodektomi
dan timpanoplasti.
Setiap orang berhak mendengar secara optimal. Tapi bagaimana kalau
alat pendengaran terganggu? Komunikasi pasti terganggu mirip
komedian "bolot" ketika di layar kaca. Gangguan pendengaran bisa
mengurangi intensitas suara sampai ke kuping, bahkan tidak dapat
mendengar sama sekali atau tuli.
Suara dari sumbernya merambat melalui liang telinga, membran
timpani, tulang pendengaran maleus-inkusstapes, ke telinga dalam.
Lorong suara ini tidak boleh tersumbat, lentur, dan mempunyai daya amplifikasi
energi."Gangguan dari sistem penghantaran itu akan menyebabkan tuli mekanik," kata Prof.
dr. Helmi, SpTHT-KL (K) pada upacara pengukuhannya sebagai Guru Besar Tetap dalam
Ilmu THT pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, di Aula FKUI, 27 Oktober lalu.
Ketulian, lanjut Helmi, karena adanya sumbatan pada sistem penghantaran di telinga.
Sumbatan ini dapat disebabkan oleh serumen atau atresia liang telinga, kekakuan pada
membran timpani dan tulang pendengaran misalnya penebalan atau kalsifikasi membran
timpani atau terisinya telinga tengah oleh cairan sehingga mengganggu membran timpani
untuk bergetar. Kekakuan bisa pula terjadi pada rantai tulang pendengaran karena fiksasi
sendi maleus-inkus-stapes, misalnya pada timpanosklerosis, atau kekakuan pada tapak stapes
seperti pada otosklerosis dan timpanosklerosis. Di samping kekakuan dan sumbatan, ketulian
juga terjadi akibat gangguan amplifikasi mekanik energi yang disebabkan akibat perforasi
membran timpani dan putusnya rantai tulang pendengaran sehingga daya ungkit hilang.
Dari beberapa faktor risiko, penyakit yang paling sering menyebabkan ketulian konduktif
permanen di Indonesia adalah otitis media supuratif kronis (OMSK). Menurut Prof. Helmi,
OMSK adalah radang kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat
keluarnya sekret dari telinga (otorea) tersebut lebih dari dua bulan, baik terus menerus
maupun hilang-timbul. Sekret bisa encer atau kental dan bening atau berupa nanah.
OMSK adalah penyebab ketulian utama yang bisa dicegah. Penyakit ini masih beban global
karena prevalensinya masih tinggi di sebagian besar negara-negara berkembang. Pengobatan
total OMSK yaitu menghilangkan peradangan di kavum timpani dan rongga mastoid serta
menutup perforasi membran timpani. Pada penyakit ini, karena proses peradangan yang
kronis, sudah terjadi perubahan patologik yang menetap sehingga sulit sekali untuk sembuh
hanya dengan terapi medikamentosa, sehingga penyembuhan total dengan memerlukan
tindakan bedah mastodektomi dan timpanoplasti.
Ketulian juga dapat disebabkan karena adanya gangguan sistem saraf pendengaran.
Gangguan sistem saraf pada kohlea biasanya terjadi pada organ korti terutama pada sel
rambutnya. Kerusakan sel rambut ini secara umum karena degenerasi, yaitu ketulian pada
usia lanjut atau presbikusis. Rangsangan suara yang keras juga dapat merusak sel rambut, se-
lain adanya infeksi (labirinitis), trauma, kelainan genetik, gangguan vaskularisasi seperti tuli
sensorineural mendadak. Ketulian juga dapat terjadi akibat adanya tumor neurinoma akustik
yang menekan saraf pendengaran di kanalis akustikus internus.
Tuli akibat gangguan saraf sukar diobati, biasanya permanen. Pada kondisi tertentu ketulian
ini dapat ditolong dengan alat bantu dengar. Tapi bila kondisi tidak memungkinkan ditolong
dengan alat bantu dengar, maka pasien dibantu dengan implan kohlea atau implan batang
otak.
Jenis lain dari ketulian adalah ketulian sentral. Gangguan pendengaran ini dahulu dianggap
jarang terjadi, namun anggap ini meleset. Belakangan ini, kasus ketulian sentral sering
ditemukan. Gejalanya,pasien dapat mendengar nada murni tapi sulit mengerti rangkaian kata-
kata dalam percakapan. Jadi, untuk dapat mengerti percakapan, pasien didukung dengan data
visual membaca bibir lawan bicaranya. Sayangnya, ketulian sentral masih sulit ditolong
bahkan dengan alat bantu dengar atau implan kohlea dan batang otak.
Bedah rekonstruksi pendengaran
Pengenalan mikroskop operasi di bidang otologi telah mengubah cakrawala bedah di bidang
THT secara dramatis. Di banding bidang kedokteran lain seperti bedah syaraf, vaskuler, ahli
bedah telinga merupakan penguna pertama mikroskop ini untuk melihat struktur kecil di
dalam telinga tengah selama pembedahan. "Penggunaan mikroskop tak dapat dihindarkan
pada operasi telinga tengah. Tanpa pembesaran, operasi tidak dapat dilakukan dengan baik
dan aman, bahkan terancam terjadi kerusakan pendengaran permanen," jelas Hilmi.
Penggunaan mikroskop sejalan dengan perkembangan ilmu kedokteran di bidang THT.
Bedah rekonstruksi telinga tengah (timpanoplasti) pertama kali dilakukan oleh Wullstein
pada 1953. Wullstein menutup perforasi membran timpani dengan split thickness skin
graft.Shea pada 1975 menutup perforasi membran timpani dengan dinding vena. Sedangkan
Stor menggunakan fasia m. temporalis dan melaporkan keberhasilannya menggunakan fasia
sebagai tandur. Teknik Stor kemudian dimodifikasi oleh House, Glasscock dan sheehy yang
hingga kini masih digunakan. Lebih dari tiga abad fasia m. temporalis dipakai untuk menutup
perforasi membran timpani.
Untuk rekonstruksi kerusakan tulang pendengaran sering menggunakan bahan autograf inkus.
Namun autograf inkus tidak selalu tersedia misalnya pada kasus kolesteatoma, dan sering
terjadinya osteitis yang menyebabkan resorpsi tulang. Kemudian pada 1960-an diajukan
osikel dan kartilago homograf yang diawetkan dengan diberi radiasi, tapi hampir tak digu-
nakan karena berisiko penularan beberapa penyakit, seperti Aids.
Sejak 1950-an beberapa bahan telah digunakan untuk rekonstruksi tulang pendengaran
namun belum memberikan hasil yang baik. Pada 1980 diperkenalkan bahan hydroxyapatite
berupa kalsium fospat dari komponen anorganik tulang manusia. Saat ini, bahan ini banyak
digunakan sebagai bahan implan telinga tengah."Sekarang, rekonstruksi tulang pendengaran
menggunakan bahan dari produk bioaktif," kata mantan Kepala Sub Bagian Otologi
FKUI/RSCM ini.
Bedah rekonstruksi tuli saraf perkembangannya tidak secepat bedah tuli konduktif. Dulu, tuli
saraf hanya bisa ditolong dengan alat bantu dengar, tapi saat ini bisa ditolong dengan implan
kohlea.Penggunaan implan kohlea baru dapat dilakukan bila kerusakan hanya pada kohlea,
dimana alat bantu dengar tidak dapat mengatasinya. Sementara bedah untuk tuli saraf yang
tidak dapat ditolong lagi dengan implan kohlea, saat ini perkembangan terapinya sudah
mencapai tahap memasang chip pada batang otak di resesus lateralis ventrikel ke IV.
Selain terapi pemasangan chip di batang otak, pengobatan lain pun terus dikembangkan. Di
antaranya terapi berbasis stem cell dengan dilengkapi teknik operasi robotik bertujuan untuk
mengobati sel rambut yang terdapat di organ korti. Terapi lainnya, yaitu terapi gen yang juga
sedang diselidiki untuk memperbaiki sel rambut. Pada penelitian awal, terapi ini menunjukan
titik terang, dimana vektor berupa virus herpes dan adenovirus menunjukan kemampuan
mentransfer material genetik ke sel rambut di dalam organ korti. Namun teknik ini masih ada
kesulitan misalnya risiko efek samping memasukan virus ke telinga.
(Amril, Ika)
Alat bantu dengar tersedia dalam berbagai macam bentuk, ukuran, warna dan tipe. Berikut ini
adalah kelebihan dan kelemahan masing-masing jenis alat bantu dengar:
Masalah Pendengaran
Submitted by admin on Tue, 03/06/2008 - 00:00 Tags
Share
DEFINISINYA
Masalah sakit tuli ada dua jenis, yaitu tuli sebelum berbahasa dan tuli sesudah berbahasa. Tuli
sebelum berbahasa adalah tuli sejak lahir atau tuli sebelum belajar bicara, sedangkan tuli
sesudah berbahasa terjadi setelah perkembangan berbicara. Orang yang menderita tuli
sebelum berbahasa akan jauh lebih sulit dalam belajar.
DIAGNOSISNYA
Proses diagnosis pendengaran anak sangat rumit sebab ada kemiripan dengan anak yang
memiliki masalah intelek atau mental. Dari hasil observasi, Stepens, Blackhurt, dan
Magliocca mengusulkan pertanyaan berikut.
JENISNYA
Karena bentuk telinga amat rumit, masalah pendengaran pun menjadi berbeda-beda. Masalah
ini umumnya terbagi menjadi dua macam, yaitu pengiriman pendengaran yang kurang normal
atau syaraf pendengaran yang kurang normal.
Menurut Moores (1982) ada enam unsur yang dapat menjadi penyebab tulinya seorang anak.
GEJALA MASALAH
Ada tiga gejala yang menunjukkan anak sedang mengalami kesulitan dalam pendengarannya.
1. Gejala pertumbuhan
Perhatikan apakah anak mampu mengutarakan apa yang ada dalam pikirannya melalui
perkataan. Ada dua pendapat yang berbeda mengenai hal ini. Furth (1966)
mengutarakan bahwa proses pemikiran intelek tidak membutuhkan sistem tanda
bahasa; bahasa bergantung pada inteligensi seseorang. Whorf (1956) berpendapat
bahwa intelek anak ditentukan oleh pengalaman berbahasa. Penyelidikan lain
dilakukan oleh Schlesinger Meadow (1972). Anak tuli yang teknik berbahasanya
tinggi akan lebih berhasil dalam ekspresinya, sedangkan anak tuli yang mengalami
hambatan dalam berbahasa lebih menunjukkan kelemahan atau hambatan dalam
berpikir. Pada masa ini, banyak ahli pendidikan mengakui bahwa tanpa sistem bahasa,
anak yang tuli pun dapat berpikir secara logis. Tentunya penguasaan berbicara akan
banyak menolong dalam menyelesaikan masalah.
2. Gejala hasil belajar
Dapat dimengerti bahwa karena kesulitan dalam kemampuan berbahasa, anak yang
tuli banyak menemui kesulitan dalam belajar. Jensema (1975), yang menggunakan
hasil ujian Stanford, menganalisis hasil laporan dari 6.873 anak tuli yang berusia 6 —
19 tahun. Ia menemukan bahwa untuk anak usia tersebut yang kehilangan daya
mendengar, tingkat kurangnya pendengaran sangat memengaruhi angka belajarnya.
Anak yang kehilangan pendengaran pada usia tiga tahun akan lebih berhasil dalam
keterampilan membaca daripada anak yang kehilangan daya pendengaran di usia bayi.
Bila derajat kehilangan lebih ringan, umumnya hasil belajar akan lebih baik.
3. Gejala penyesuaian pergaulan
Masalah pendengaran sering memengaruhi pergaulan anak. Meski tidak menghalangi
pergaulan atau pertumbuhan karakternya, tetapi masalah pendengaran mudah
menimbulkan masalah. Sebagai contoh, saat bermain bersama, anak yang tuli tak
dapat mengatakan, "Sekarang giliran saya!" Yang dapat dilakukannya hanya
mendorong anak yang lain. Akibatnya, ia dianggap sebagai anak yang suka berkelahi
dan tidak bisa bergaul dengan anak lain. Bila kejadian seperti itu terus terulang, akan
menimbulkan masalah dalam penyesuaian pergaulan.
PENYELESAIAN MASALAH
H ati-hati bila si kecil cuek pada dunia sekeliling. Kelihatannya, sih, memang anteng, tapi
bisa jadi dia mengalami gangguan pendengaran.
Vira (18 bulan) dikenal sebagai anak yang anteng di rumahnya. Tidak pernah rewel seperti
saudaranya yang lain saat seusianya. Tetapi akhir-akhir ini ibunya mulai menyadari, ada yang
tak beres di balik antengnya Vira. Soalnya, beberapa kali terjadi, meski sudah dipanggil
dengan suara keras, ia cuek. Baru setelah bahunya disentuh, Vira menoleh.
"Saya curiga, jangan-jangan kupingnya nggak beres. Saya juga baru memperhatikan, kok,
Vira belum bisa bicara dengan jelas," keluh ibunya. Dugaan si ibu benar. Menurut ahli THT,
pendengaran Vira terganggu cukup parah meski masih bisa dieliminir. "Untung Ibu segera
membawa Vira sebelum terlambat," kata sang ahli.
LEBIH AWAL
Membawa anak ke ahli sedini mungkin jika kita merasa curiga ada sesuatu yang tak beres,
merupakan langkah amat tepat. "Agar sekecil apa pun gangguan itu, bisa terdeteksi lebih
awal. Jadi, proses rehabilitasinya bisa lebih optimal hasilnya," tutur dr.S.Faisa Abiratno
M.Sc. , ahli THT dari RS Internasional Bintaro.
Begitu pula gangguan pendengaran. Pada balita, gangguan itu bisa disebabkan berbagai
faktor, entah bawaan (congenital) atau dapatan (acquired) . Faktor bawaan bisa lantaran
genetik, tetapi bisa juga bukan. Yang genetik bisa diturunkan dari ibu, ayah, atau yang lain.
Bisa juga terdapat kelainan anatomi di daerah kepala sejak lahir, seperti celah langit, daun
telinga kecil, atau lubang telinga tertutup.
Yang bukan genetik bisa disebabkan karena gangguan berbagai infeksi yang diderita ibu
selama kehamilan, seperti toksoplasmosis, rubella, citomegalovirus, atau pengaruh nikotin
yang dikonsumsi ibu hamil, obat-obatan, serta usaha-usaha pengguguran kandungan.
Faktor dapatan bisa terjadi selama periode persalinan atau setelah anak lahir. Gangguan yang
terjadi selama periode perinatal (persalinan) misalnya bayi prematur, tidak langsung
menangis (asfiksia/biru-biru dalam waktu lama), bayi kuning dengan kadar bilirubin tinggi
sehingga perlu transfusi.
Gangguan pun bisa terjadi setelah anak lahir (postnatal). Akibat sakit yang diderita si anak,
semisal meningitis, ensefalitis, virus gondongan. Dapat pula disebabkan infeksi telinga
tengah dan infeksi saluran napas bagian atas (pilek kronis).
RESPON BALIK
Semakin dini anak diperiksa ahli, akan semakin mudah penanganan gangguan. "Kalau
gangguan terdeteksi saat anak berusia bawah 1 tahun, penanganannya pun akan lebih
berhasil," kata Faisa.
Sejak lahir, bayi sudah mampu mendengar suara-suara di sekitarnya. Salah satu buktinya,
kalau mendengar suara berisik, ia terbangun. Hanya karena perkembangan otak dan
motoriknya belum sempurna, reaksi yang timbul sebatas tangisan atau membuka matanya.
Seiring dengan bertambahnya usia, respon yang diberikan makin beragam, misalnya dengan
menoleh, mendekat ke arah suara, dan sebagainya.
Selama perkembangan ini, anak tidak cuma mampu mendengar tetapi juga merekam jenis-
jenis bunyi ke dalam otaknya. Tak heran menginjak usia 8 bulan, ia sudah bisa mengenal
suara ibu, ayah, atau pengasuhnya. Rekaman ini suatu saat akan di "recall" pada waktu si
kecil belajar bicara.
Di sisi lain, orangtua biasanya baru menyadari adanya gangguan pendengaran pada anaknya
justru setelah si anak terlambat bicara. "Bahkan ada orangtua yang berpikir, normal-normal
saja anak belum bisa bicara padahal umurnya sudah 2 tahun. Padahal, anggapan itu amat
keliru," kata dr. Faisa yang juga berkantor di RSPAD Gatot Subroto.
Jadi, bagaimana cara kita mendeteksi dengan mudah? Secara sederhana, kita bisa mengetes
pendengaran anak melalui permainan bunyi seperti tepuk tangan, batuk, menabuh kaleng, dan
lainnya. Bayi normal akan memberi respon terhadap bunyi. Bisa dengan mengedipkan mata,
mimik wajahnya berubah, berhenti mengisap ASI/botol, kaget dengan reaksi kaki dan
tangannya terangkat.
Pada bayi yang lebih besar, respon berbentuk menolehkan kepala pada sumber bunyi.
Minimal, ia mencari sumber bunyi tersebut dengan gerakan mata.
Nah, kalau si kecil tak bereaksi, jangan tunda lagi, segera bawa ke ahli. Biasanya anak akan
menjalani tes audiometri,Visual Orientation Reflex (VOR) atau play audiometry tergantung
pada usianya. Dengan alat ini bisa diketahui kualitas dan kuantitas pendengarannya. Cara lain
adalah BERA (Brainstem Evoked Response Audiometry) . Cara kerjanya dengan
menggunakan komputer dan dibantu sejumlah elektroda yang ditempelkan di permukaan
kulit kepala.
JENIS GANGGUAN
Dari pemeriksaan itulah, akan diketahui jenis gangguan. Seperti kita ketahui, proses
mendengar dimulai dengan adanya suara yang dihantarkan melalui liang telinga. Suara itu
akan menggetarkan gendang telinga (membrana timpani), juga tulang-tulang pendengaran
yang berada di rongga telinga tengah. Tulang-tulang ini akan melanjutkan getaran ke rumah
siput, kemudian diteruskan melalui saraf pendengaran ke otak. Proses ini sangat singkat
sehingga kita bisa mendengar suara orang bersamaan dengan orang itu berbicara.
Jika fungsi pendengaran si kecil terganggu, maka bunyi yang dihantarkan melalui udara ke
rumah siput tidak dapat diteruskan ke pusat pendengaran di otak. Akibatnya, dia tidak bisa
mendengar.
Gangguan yang terjadi pada pendengaran bisa dibedakan dari jenis dan derajat kerusakannya.
Berdasarkan jenisnya, gangguan dibedakan atas tuli hantar yaitu kerusakan gendang telinga
dan telinga tengah akibat infeksi jatuh, tertusuk cotton buds waktu membersihkan telinga,
atau karena kelainan anatomi telinga. Kemudian tuli saraf, yaitu kerusakan rumah siput akibat
penyakit yang diderita ibu sewaktu hamil, gangguan selama persalinan, atau setelah lahir.
Kerusakan pada rumah siput sejak lahir derajat gangguan pendengarannya berat.
Yang berikut, tuli campur. Umumnya karena infeksi telinga tengah (congek) yang
menimbulkan kerusakan berupa gabungan tuli hantar dan tuli saraf.
Sedangkan berdasar derajat kerusakan dibedakan atas kehilangan ringan, sedang, berat, dan
berat sekali. Ini bisa dilihat dari ukuran satuan kekerasan suara (desibel/db). Yang normal
bisa mendengar suara kurang dari 30 db. Kehilangan ringan 30-40 db, sedang 40-70 db, berat
70-80 db, dan kehilangan berat sekali di atas 80 db.
Kita tentu tak mungkin membiarkan si kecil hidup dalam dunia yang sunyi. Kalaupun
gangguannya amat berat dan tak bisa disembuhkan, baik dengan obat-obatan maupun operasi,
masih ada cara lain yang bisa ditempuh, yaitu memakai alat bantu dengar (hearing aid) .
Yang penting, jangan anggap alat bantu tadi sebagai tanda kecacatan, melainkan sebagai
sebuah kebutuhan. Sehingga dengan cara ini Anda bisa membantu si kecil mengatasi
gangguannya.
Banyak pilihan yang ditawarkan. Ada yang berbentuk pocket, di belakang telinga, bisa
dimasukkan ke liang telinga luar, dan sebagainya. Apa pun bentuknya, alat bantu dengar
berfungsi untuk memperkeras suara yang dihantarkan lewat udara. Gelombang suara akan
diterima oleh mikrofon mungil, diperkeras oleh amplifier kecil yang ada di dalam alat bantu
dengarnya. Gelombang bunyi tersebut diteruskan ke rangkaian gendang telinga. Lalu
dilanjutkan ke rumah siput dengan tujuan suara yang diperkeras tersebut dapat mencapai
ambang pendengaran yang cukup tinggi pada si kecil.
Untuk gangguan pendengaran yang lebih parah, ada alat yang disebut cochlear implant. Alat
ini "ditanam" di belakang telinga lewat cara operasi. Berbeda dengan alat bantu dengar biasa,
cochlear implant mempunyai alat pengolah suara yang mengubah suara menjadi kode-kode
(speech processor) . Kode suara itu dihantarkan lewat kabel ke alat yang ditempelkan di
bagian belakang telinga, lalu dihantarkan langsung ke saraf pendengaran, kemudian ke otak.
Dengan begitu, si pemakai bisa mendengar suara dengan kualitas yang lebih baik.
Riesnawiati Soelaeman/nakita
Sebagai orangtua, waspadalah pada setiap kelainan, sekecil apa pun. Masalah pendengaran
bukanlah masalah yang bisa dianggap sepele. Sejak bayi, kelainan telinga bisa dideteksi.
Sebab itulah kita patut curiga jika bayi kita:
* Tidurnya sangat nyenyak. Tidak terganggu oleh suara-suara gaduh di sekitarnya. Jangan
percaya omongan orang dengan meletakkan bantal di sekeliling bayi agar tidurnya nyenyak.
Bayi yang terbangun karena suara gaduh adalah wajar. Sebaliknya, jika ia anteng saja, Anda
harus curiga.
* Jika sudah agak besar, ia bersikap tak acuh saja ketika mendengar suara mainan, bel pintu,
atau musik yang dipasang.
* Belum bisa mengucapkan kata-kata sederhana, seperti mama, papa, dada, dan sebagainya,
di usianya yang ke 12-18 bulan.
* Di atas usia 2 tahun, anak cenderung membesarkan suara tape atau televisi.
* Pada waktu bicara, si kecil cenderung melihat gerak bibir kita untuk menangkap apa yang
kita utarakan.
Jangan melindungi anak terlalu berlebihan jika ia menggunakan alat bantu dengar.
"Ketegaan" Anda harus menciptakan kemandirian pada si anak. Berikut ada tips buat Anda
menghadapi si kecil yang menggunakan alat bantu dengar:
* Beri Kebebasan
Biarkan ia bergaul seperti anak normal lainnya. Hanya saja beri perhatian lebih saat
berkomunikasi dengannya. Misalnya berbicara berhadapan, juga dengan gerak bibir dan
artikulasi yang jelas sehingga anak bisa mendengar dengan baik.
Tanamkan pada si kecil bahwa alat bantu dengar ini adalah bagian dari penampilan selain
berpakaian, bersepatu, dan asesoris lainnya. Sehingga si anak akan terbiasa dan tidak merasa
minder.
Mungkin anak Anda akan merasa risi memakai alat bantu dengar. Tetapi lama kelamaan ia
akan terbiasa asalkan Anda menanamkan pengertian bahwa dengan alat tersebut, anak akan
mengenal dunia luar jauh lebih banyak dibanding tidak menggunakannya. Misalnya, ia bisa
menonton televisi, berbicara dengan ayah, ibu dan anggota keluarga lain.
* Meminta Dukungan
Jika si anak sudah bersekolah, beri tahu guru tentang alat yang digunakannya. Minta bantuan
guru jika ada anak lain yang mengganggunya karena masalah tersebut sehingga si anak tidak
akan merasa kecewa dengan keadaan dirinya.
* Merawat Alat
Jika si kecil sudah lebih besar, ajari ia tentang perawatan alat tersebut. Misalnya, jangan
terkena air dan jatuh.
Share
Alat bantu dengar termutakhir yang disebut SoundBite ini bekerja dengan mengantarkan suara lewat
tulang rahang ke dalam telinga. Alat berukuran kecil ini diletakkan di bagian atas kanan atau kiri
geraham. Soal ukuran tidak perlu khawatir karena tiap alat didesain khusus (custom) pada tiap
pasien.
Ternyata Kawat gigi bisa dijadikan alat bantu penderita tunarungu mendengar. Solusi inovatif
bagi mereka yang terganggu pendengarannya.
Jika pada umumnya alat bantu pendengaran dipasang di telinga, maka perangkat baru ini
dipasang pada gigi seperti memakai kawat gigi. Gadget ini mengantar suara melalui alat yang
dijepitkan di gigi dan mengirim suara melalui tulang muka ke pusat indera pendengaran.
Berbeda dengan alat bantu dengar konvensional yang dimasukkan ke liang telinga, kini
tersedia alat bantu dengar modern yang dipasang di gigi sehingga tidak akan mengganggu
penampilan.
Alat bantu dengar termutakhir yang disebut SoundBite ini bekerja dengan mengantarkan
suara lewat tulang rahang ke dalam telinga. Alat berukuran kecil ini diletakkan di bagian atas
kanan atau kiri geraham. Soal ukuran tidak perlu khawatir karena tiap alat didesain khusus
(custom) pada tiap pasien.
Jika alat bantu dengar konvensional menggunakan hantaran udara untuk meningkatkan
volume suara yang ada di udara, SoundBite menggunakan pendekatan konduksi tulang. Alat
ini akan mengirimkan getaran suara melalui gigi dan tulang secara langsung ke koklea
melewati telinga tengah dan dalam.
Walaupun terlihat nyaman, The Royal National Institute for Deaf People, Inggris,
mengatakan, alat ini belum tentu cocok untuk semua orang yang memiliki masalah
pendengaran.
Sound-Bite bekerja dengan memanfaatkan teknik konduksi tulang untuk memperbesar suara.
Teknik ini mulai sering digunakan untuk membantu tunarungu berkomunikasi. Pasalnya,
telah terbukti bahwa tulang sangat baik dalam penyampaian suara dalam tubuh. Demikian
keterangan yang diberitakan dari Daily Mail.
Cairan di dalam rumah siput lalu bergerak, menstimulasi sel-sel rambut kecil yang kemudian
memberi sinyal-sinyal ke saraf pendengaran yang bergerak ke otak. Sayangnya proses ini
tidak bisa terjadi pada semua tunarungu.
Berbeda dengan Sound-Bite, alat ini terdiri dari alat bantu dengar dalam bentuk klip kecil
yang ditempelkan di bagian belakang telinga. Alat ini mengolah suara yang tertangkap dan
mengirimkan sinyal ke alat kedua yang dipasang di mulut, menyerupai kawat gigi. Saat
mendapatkan sinyal dari perangkat di telinga, kawat di gigi akan mengubahnya menjadi
getaran-getaran lembut yang disampaikan ke gigi, lalu ke tulang pipi lalu ke rumah siput di
bagian dalam telinga. Getaran ini selanjutnya diterjemahkan oleh saraf pendengaran dan
dikirimkan ke otak.
Para perancangnya berharap, Sound-Bite bisa menjadi alternatif bagi tunarungu yang tidak
bisa menggunakan alat bantu dengar konvensional. (fn/km/lf) www.suaramedia.com