You are on page 1of 2

PEMBELAJARAN MENYIMAK - BERBICARA

Menyimak dan berbicara tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.
Ada pembicara maka ada yang menyimak, keduanya berinteraksi dan merupakan
proses alami yang sengaja dibelajarkan melalui kegiatan pembelajaran di sekolah
sehingga kegiatan bicara dan simak dalam kehidupan sehari-hari menjadi kegiatan
yang menarik. Bukan hanya satu bicara yang lain mendengar. Dengan program
pembelajaran yang runtut dan teratur yang mengutamakan santun dalam proses
kebebasan berpendapat maka bicara dan simk menjadi kegiatan yang ekspresif
responsibility logis. Maksudnya adalah 
 Ekspresif maksudnya siswa dapat menyampaikan gagasan, ide kreatif, usul
dan saran          secara lisan maupun tulisan  sehingga akan berdampak kepada
daya imajinasi siswa
 Responsibility maksudnya adalah dalam berbicara mengedepankan prinsip
menghargai pendapat orang lain, sopan dan bertanggung jawab terhadap isi
pemikiran yang disampaikan
  Logis maksudnya adalah setiap penyampaian pendapat disertai alasan yang
masuk akal sehingga sejak didni siswa dibelajarkan tentang logika yang saat
ini sangat didewakan di negara maju, yang merupakan cikal bakal ilmu
pengetahuan dan teknologi

Kegiatan pembelajaran menyimak-berbicara dapat dilaksanakan sekaligus


secara utuh bahkan dengan kegiatan menulis dan membaca sekalipun.  Dalam
pembahasan ini seolah-olah kegiatan tersebut dilaksanakan terpecah dan terputus
sejatinya dalam kehidupan sehari-hari tidak demikian. Materi kuliah dan bimibingan
dari para ahli sering mengajarkan kepada kita cara menganalisa proses keterampilan
berbahasa dan selanutnya untuk membedakan satu dengan yang lainnya. Dan hal itu
sebenarnya hanya berlaku di kalangan akademik dalam rangka mempelajari proses
yang terjadi dalam kegiatan tersebut. Bukan dalam rangka membelajarkan hal
tersebut kepada siswa. Akan tetapi prosesnya kita sering disuguhi suatu materi ajar
yang sering mengkotak-kotakkan antara kegiatan membaca, menulis, menyimak dan
berbicara.
            Bagi guru hal tersebut memang agak gampang sehingga tolak ukur yang
dijadikan acuan dalam mengukur tingkat keberhasilan siswa menjadi lrbiih mudah.
Tetapi kelak hasil yang didapat ketika siswa tamat sama sekali berbeda dengan
konteks di lapangan. Bayangkan siswa kita sejak dini diajarkan begitu mendalam
tentang makna awalan ber , sampai mereka hafal. Tetapi apakah di masyarakat
mereka akan ditanya apakah itu awalan ber ?
            Garis kritis yang dapt dijadikan acuan dalam menelaah masalah ini adalah
antara belajar bahasa untuk menjadi ahli bahasa dengan belajar bahasa untuk menjadi
penutur bahasa. Atau singkatnya belajar bahasa untuk tahu bahasa atau dapat
berbahasa ?  Penulis berpendapat melalaui pembelajaran menyimak-berbicara atau
bahkan dengan menulis dan membaca sekaligus secara terintegrasi maka akan
membawa pembelajaran bahasa secara utuh (Whole Language). Bukan hanya di
Indonesia di Amerika dalam pembelajaran bahasa mereka telah pernah terjadi
perdebatan yang memperdebatkan antara belajar bagian demi bagian dengan belajar
bahasa secara keseluruhan.
            Hingga saat ini yang mendapat pendukung lebih banyak adalah pembelajaran
bahasa secara whole language adalah lebih baik ketimbang bagian demi bagian.
Whole language sejatinya adalah pola pembelajaran bahasa yang alami yang pernah
dialami oleh manusia sejak lahir yaitu ketika kita menerima kata demi kata dari orang
tua kita.  Apalagi jika dikaitkan denga pembelajaran bahasa di kelas awal SD adalah
hal yang sangat tidak bijak jika kita mengajari supaya siswa tahu bahasa ketimbang
agar siswa dapat berbahasa.

You might also like