Lingkungan sangat berpengaruh terhadap perkembangan seorang
siswa jika lingkungan yang ditempatinya baik, maka siswa-siswi itu akan menjadi baik namun jika lingkungan siswa itu tidak baik maka siswa pun akan jadi tidak baik. Sebagian besar, siswa selalu menginginkan berbagai solusi mengenai bagaimana cara belajar yang baik. Namun, setelah diberikan solusi masih ada saja siswa yang minat belajarnya masih tidak berubah. Sekolah perlu menerapkan sistem kedisiplinan yang sangat tinggi. Hal ini didasari karena salah satu kunci keberhasilan ialah orang yang mampu menerapkan kedisiplinan dalam kehidupannya. Untuk mencapai sebagai predikat “Sekolah Unggul” bukanlah hal yang mudah yang seperti kata pepatah layaknya Membalikkan sebuah Telapak Tangan. Karena banyak sekolah-sekolah yang ingin mencapai perdikat tersebut. Mengapa mesti hal ini terjadi ? Karena dengan mencapai predikat sekolah unggul, itu bererti sekolah tersebut telah memberikan yang terbaik bagi siswa dan mampu memberikan pendidikan yang baik bagi siswanya. Dengan kata lain, bukan hanya sekolah yang meraih predikat unggul melainkan semua aspek dari sekolah itu sendiri. Berkaitan dengan hal tersebut, maka apakah yang sebaiknya kita lakukan untuk dapat meraih predikat sebagai Sekolah Unggul ? Melalui pembahasan karya tulis ini, kita menemukan jawabannya dan menjadi motivasi untuk kita semua.
Oleh Nursalim Z. A. (210 110 025) 1
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi permasalahan yang akan dikaji atau dibahas
secara terperinci dalam kaitannya “Upaya Sekolah untuk Meraih Predikat sebagai Sekolah Unggulan”, antara lain sebagai berikut : 1. Apa pengertian sekolah unggulan? 2. Adakah faktor-faktor yang mendukung sekolah untuk dapat meraih predikat sebagai sekolah unggulan ? 3. Bagaimanakah peran sekolah sebagai agen penyebar virus karakter? 4. Bagaimana mempertahankan kreatifitas anak?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yakni, untuk mengetahui
alternatif terbaik dalam mengupayakan sekolah mencapai predikat sebagai “Sekolah Unggulan” dan menjadikan motivasi untuk kita semua agar minat belajar dalam diri siswa tetap terjaga. Selain itu juga makalah ini dimaksudkan sebagai bagian dari pemenuhan tugas final Mata Kuliah Landasan Pendidikan.
Oleh Nursalim Z. A. (210 110 025) 2
BAB PEMBAHASAN
A. Pengertian Sekolah Unggulan
Suatu sekolah dapat dikatakan bermutu, jika proses belajar-mengajar
berlangsung secara menarik dan menantang sehingga peserta didik dapat belajar sebanyak mungkin melalui proses belajar yang berkelanjutan. Proses pendidikan yang bermutu akan membuahkan hasil pendidikan yang bermutu dan relevan dengan pembangunan. Untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu dan efisien perlu disusun dan dilaksanakan program-program pendidikan yang mampu membelajarkan peserta didik secara berkelanjutan, karena dengan kualitas pendidikan yang optimal, diharapkan akan dicapai keunggulan sumber daya manusia yang dapat menguasai pengetahuan, keterampilan dan keahlian sesuai dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang. Apa sebenarnya sekolah unggulan itu? Tentu kita tidak setuju jika sekolah unggulan hanya didefinisikan sebagai sekolah hebat yang berhasil merekrut siswa-siswa yang ber-IQ tinggi, kemudian lulus dengan nilai akademik yang sempurna, serta ditopang sarana dan prasarana yang mewah dan lengkap pula. Sampai detik ini silang pendapat mengenai definisi Sekolah Unggulan terus terjadi. Hal ini mengakibatkan lahirnya tipe-tipe sekolah unggulan. Pertama, sekolah yang menerima dan menyeleksi siswa secara ketat dengan kriteria intelegensi dan prestasi akademik yang tinggi. Meski aktivitas belajar di sekolah tersebut tidak luar biasa bahkan cenderung ortodok, namun karena input-nya yang memang sudah unggul, maka output yang dihasilkan tentu juga ‘unggul’.
Oleh Nursalim Z. A. (210 110 025) 3
Kedua, sekolah yang menawarkan fasilitas serba mewah, tentunya dengan tebusan SPP yang melangit pula. Konon, sekolah-sekolah tipe ini uang pangkalnya saja bisa mencapai jutaan. Bagi masyarakat kelas bawah, pastilah mahal. Tapi, bagi masyarakat elit, kelas atas, itu adalah biasa. Buktinya sekolah-sekolah tipe ini selalu diserbu siswa. Tidak mahal menurut mereka dibandingkan biaya sekolah di luar negeri, dan memang sekolah ini dibangun untuk membendung arus warga negara Indonesia yang berbondong-bondong sekolah ke luar negeri. Otomatis prestasi akademik yang tinggi bukan menjadi acuan input untuk diterima di sekolah ini, namun sekolah ini biasanya mengandalkan beberapa “jurus” pola belajar dengan membawa pendekatan teori tertentu sebagai daya tariknya. Sehingga output yang dihasilkan dapat sesuai dengan apa yang dijanjikannya. Ketiga, sekolah yang menekankan pada iklim belajar yang positif di lingkungannya. Sekolah tipe ini hendak mencetak input yang biasa-biasa saja menjadi output yang istimewa dan luar biasa.
B. Faktor-faktor Sekolah Unggulan
1. Kepemimpinan Kepala Sekolah yang Profesional
Kepala Sekolah profesional dalam paradigma baru manajemen pendidikan akan memberikan dampak positif dan perubahan yang cukup mendasar dalam pembaruan sistem pendidikan di sekolah. Kepala Sekolah seharusnya memiliki kemampuan dan pemahaman yang menonjol. Dari beberapa penelitian, tidak didapati sekolah yang maju namun dengan kepala sekolah yang bermutu rendah. Penelitian Standfield, dkk (1987) selama 20 bulan di Sekolah Dasar Garvin Missouri dan Gibbon (1986) di sekolah-sekolah negeri di Ohio selama tahun ajaran 1982/1983, keduanya menemukan bahwa peran kepala sekolah yang efektif dan profesional mampu mengangkat nama sekolah mereka sehingga mampu memperbaiki prestasi akademik mereka.
Oleh Nursalim Z. A. (210 110 025) 4
Dampak tersebut antara lain terhadap efektifitas pendidikan, kepemimpinan sekolah yang kuat, pengelolaan pendidikan yang efektif, budaya mutu, team work yang kompak, cerdas, dinamis, transparansi manajemen, kemauan untuk berubah (psikologis dan fisik), evaluasi dan perbaikan berkelanjutan, responsif dan antisipatif terrhadap kebutuhan, akuntabilitas, dan sustainabilitas.
2. Guru-guru yang tangguh dan profesional
Guru merupakan ujung tombak kegiatan sekolah karena berhadapan langsung dengan siswa. Guru yang profesional mampu mewujudkan harapan-harapan orang tua dan kepala sekolah dalam kegiatan sehari-hari di dalam kelas. Guru yang demikian akan memahami tugas dan perannya secara lebih utuh dan komprehensif. Tidak sekadar mentransfer pengetahuan (transfer of knowledge), namun lebih dari itu, tugas guru mencakup tugas profesi, kemanusiaan, dan kemasyarakatan. Pun peran guru, selain sebagai pengelola kelas, juga demonstrator, mediator dan fasilitator, evaluator, dan transformator atau agent of change. Guru yang tangguh tidak hanya mempesona dan hebat menguasai materi ajar (subject matter). Guru yang tangguh adalah mereka yang memiliki empat kompetensi secara integral, yaitu kompetensi profesional, kompetensi personal, kompetensi sosial, dan kompetensi paedagogi.
3. Memiliki tujuan pencapaian filosofis yang jelas
Tujuan filosofis diwujudkan dalam bentuk Visi dan Misi seluruh kegiatan sekolah. Tidak hanya itu, visi dan misi dapat di cerna dan dilaksanakan secara bersama oleh setiap elemen sekolah. Sekolah yang tidak memiliki visi-misi yang matang dan jelas cenderung asal-asalan dan komersil. Ibarat bahtera, berlayar di lautan tapi tidak memiliki tujuan. Apa jadinya? Jelas anak akan terombang-ambing, bahkan tidak mustahil potensinya justru akan mati di tangan sekolah.
Oleh Nursalim Z. A. (210 110 025) 5
4. Lingkungan yang kondusif untuk pembelajaran Lingkungan yang kondusif bukanlah hanya ruang kelas dengan berbagai fasilitas mewah, lingkungan tersebut bisa berada di tengah sawah, di bawah pohon atau di dalam gerbong kereta api. Yang jelas lingkungan yang kondusif adalah lingkungan yang dapat memberikan dimensi pemahaman secara menyeluruh bagi siswa.
5. Jaringan organisasi yang baik
Ke-solid-an jaringan organisasi kerap dipahami secara keliru oleh sebagian pimpinan sekolah sebagai jaringan komando (instruktif top-down atau ketundukan bawahan terhadap atasan). Padahal jaringan organisasi bisa dinilai solid jika mengakomodasikan seluruh elemen atau stakeholder pendidikan; dari pimpinan sekolah, guru, orangtua, masyarakat, sampai ke tingkat siswa itu sendiri. Jelas, organisasi yang baik dan solid baik itu organisasi guru, orang tua akan menambah wawasan dan kemampuan tiap anggotanya untuk belajar dan terus berkembang. Serta perlu pula dialog antar organisasi tersebut, misalnya forum orang tua murid dengan forum guru dalam menjelaskan harapan dari guru dan kenyataan yang dialami guru di kelas.
6. Kurikulum yang jelas
Kendati Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) telah digulirkan, namun dalam implementasinya tetap dihadapkan pada setumpuk persoalan. Sistem evaluasi yang kita sebut Ujian Nasional (UN) adalah salah satu persoalan ironi yang mengelilingi KTSP. Ini menunjukkan bahwa, sentralisasi pendidikan tetap ada sampai sekarang. Hanya saja, ia menyaru secara apik dalam UN dan kebijakan-kebijakan pendidikan nasional yang menegaskan kearifan lokal (daerah maupun sekolah). Permasalahan di Indonesia adalah dimana Diknas membuat kurikulum dan dilaksanakan secara nasional. Dengan hanya memuat 20% muatan lokal menjadikan potensi daerah dan kemampuan mengajar guru dan belajar
Oleh Nursalim Z. A. (210 110 025) 6
siswa terpasung. Selain itu pola evaluasi yang juga sentralistik menjadikan daerah semakin tenggelam dalam kekayaan potensi dan budayanya. Ada baiknya kemampuan membuat dan mengembangkan kurikulum disesuaikan di tiap daerah bahkan sekolah. Pusat hanya membuat kisi-kisi materi yang akan diujikan secara nasional. Sedang pada pelaksanaan pembelajaran diserahkan kepada daerah dan tiap sekolah menyusun kurikulum dan target pencapaian pembelajaran sendiri. Diharapkan akan muncul sekolah unggulan dari tiap daerah karena memiliki corak dan pencapaian sesuai dengan potensinya. Seperti misalnya sekolah di Kalimantan memiliki corak dan target pencapaian mampu mengolah hasil hutan dan tambang juga potensi seni dan budaya mampu dihasilkan sekolah.
7. Evaluasi belajar yang baik
Bila kurikulum sudah tertata rapi dan jelas, akan dapat teridentivikasi dan dapat terukur targer pencapaian pembelajaran sehingga evaluasi belajar yang diadakan mampu mempetakan kemampuan siswa. Berdasarkan peta pemahaman, sikap, internalisasi nilai, dan partisipasi peserta didik terhadap berbagai problem di sekitarnya. Sayangnya, sistem evaluasi ini justru dimentahkan oleh UN yang tidak lagi menjadi alat untuk menguji, tapi mengadili. Bukan memetakkan kemampuan, tapi justru mengerdilkan keragaman potensi peserta didik.
8. Partisipasi aktif orang tua dalam kegiatan sekolah.
Di sekolah unggulan dimanapun, selalu melibatkan orang tua dalam kegiatannya. Kontribusi yang paling minimal sekali adalah memberikan pengawasan secara sukarela kepada siswa pada saat istirahat. Pada proses yang intensif, orang tua dilibatkan dalam proses penyusunan kurikulum sekolah sehingga orang tua memiliki tanggung jawab yang sama di rumah dalam mendidik anak sesuai pada tujuan yang telah dirumuskan. Sehingga terjalin sinkronisasi antara pola pendidikan di sekolah dengan pola
Oleh Nursalim Z. A. (210 110 025) 7
pendidikan dirumah. Dengan demikian, orang tua memiliki tanggung jawab yang sama dalam mendidik anak. Pada akhirnya sekolah unggulan adalah program bersama seluruh masyarakat, yang tidak hanya dibebankan kepada pemerintah, sekolah dan orang tua secara perorangan. Namun menjadi tanggung jawab bersama dalam peningkatan SDM Indonesia. Dan faktor yang terpenting untuk mewujudkan hal tersebut yakni, menjalin hubungan yang baik antara semua personil yang ada dalam lingkunga sekolah, baik antara sesama guru, sesama siswa maupn antara guru dengan siswa. Dengan begitu kerukunan akan tetap terjaga sehingga proses belajar dapat berjalan dengan baik.
C. Sekolah sebagai Agen Penyebar Virus Positif Karakter
Sekolah mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan
tinggi memiliki peran penting sebagai agen penyebar virus positif terhadap karakter dan budaya bangsa. Tidak ada yang menolak tentang pentingnya karakter dan budaya, tetapi jauh lebih penting bagaimana menyusun dan mensistemasikan, sehingga anak-anak dapat lebih berkarakter dan lebih berbudaya. Beberapa kebiasaan atau budaya yang perlu ditumbuhkembangkan diantaranya adalah budaya apresiasif konstruktif. Siapa pun yang dapat memberikan kontribusi positif di lingkungannya perlu diberikan apresiasi. Kebiasaan memberikan apresiasi itu akan membangun lingkungan untuk tumbuh suburnya orang berprestasi. Kalau lingkungan sendiri tidak mendukung seseorang berprestasi maka nanti akan terus menerus negatif. Budaya berikutnya yang perlu dikembangkan adalah obyektif komprehensif. perlu mentradisikan melihat segala sesuatu secara utuh. Budaya berikutnya yang perlu dikembangkan adalah rasa penasaran intelektual atau intellectual curiosity dan kesediaan untuk belajar dari orang lain.
Oleh Nursalim Z. A. (210 110 025) 8
Model-model pembelajaran yang dikembangkan menjadikan anak tidak hanya mampu menghapal, tetapi juga dapat mengetahui, mengingat, dan paham apa yang diingatnya. Selain itu, perlu juga membangun karakter dan budaya bangsa secara sistematik. Budaya itu pun juga bisa direkayasa dalam makna positif, dibahas bagaimana rekayasa untuk mensistematiskan pengembangan budaya agar jelas tahapannya. Pengembangan karakter bangsa lebih ditekankan kepada kegiatan internalisasi atau penghayatan dan pembentukan tingkah laku. Setiap sekolah diwajibkan untuk mempunyai statuta yang di dalamnya dicantumkan secara eksplisit dan jelas tentang pengembangan karakter di sekolah tersebut. Jadi bukan dalam kurikulum, tetapi dalam program. Setiap statuta sekolah, akan mencantumkan nilai-nilai dasar atau yang merupakan ciri khas karakter bangsa Indonesia yaitu yang bersumber pada nilai-nilai agama maupun nilai-nilai kenegaraan, patriotisme, dan nasionalisme. Nilai-nilai dasar tersebut misalkan jujur, dapat dipercaya, amanah, kebersamaan, peduli kepada orang lain, adil, dan demokratis. Orang yang mempunyai karakter adalah bahwa orang itu mempunyai keyakinan dan sikap dan dia bertindak menurut keyakinan dan sikapnya itu. Keyakinan itu, termasuk suatu kejujuran dasar, kesetiaan terhadap dirinya sendiri dan perasaan spontan bahwa ia mempunyai harga diri dan bahwa harga diri itu turun apabila ia menjual diri. Ia tahu apa itu tanggung jawab dan bersedia mempertanggungjawab kan perbuatannya. Ia bukan ‘orang bendera’ yang selalu mengikuti arah angin. Ia bisa saja fleksibel, tawar menawar, mau belajar dan berkembang dalam pandangannya. Selanjutnya feodalisme para pendidik tidak memungkinkan karakter anak-anak didiknya berkembang semestinya. Jika pendidik membuat anak menjadi ‘manutan’ dengan nilai-nilai penting, tenggang rasa, dan tidak membantah maka karakter anak tidak akan berkembang. Kalau kita mengharapkan karakter, anak itu harus diberi semangat dan didukung agar ia menjadi pemberani, berani mengambil inisiatif, berani mengusulkan alternatif,
Oleh Nursalim Z. A. (210 110 025) 9
dan berani mengemukakan pendapat yang berbeda. Ia harus diajarkan untuk berpikir sendiri. Ketaladanan yang diberikan kepada santri oleh pengasuh tidak hanya sekedar manusiawi dan moralitas, tetapi juga penampilan dan cara berbicara. Keteladanan, juga harus mempunyai produktivitas, sehingga bisa berbuat dan bekerja. Sebab ada orang yang moralnya baik, tetapi tidak bisa apa-apa.
D. Manajemen Pendidik dalam Menghadapi Kreatifitas Anak
Kreativitas disamping bermanfaat untuk pengembangan diri anak
didik juga merupakan kebutuhan akan perwujudan diri sebagai salah satu kebutuhan paling tinggi bagi manusia. Kreativitas adalah proses merasakan dan mengamati adanya masalah, membuat dugaan tentang kekurangan, menilai dan meguji dugaan atau hipotesis, kemudian mengubahnya dan mengujinya lagi sampai pada akhirnya menyampaikan hasilnya. Dengan adanya kreativitas yang diimplementasikan dalam sistem pembelajaran, peserta didik nantinya diharapkan dapat menemukan ide-ide yang berbeda dalam memecahkan masalah yang dihadapi sehingga ide-ide kaya yang progresif dan divergen pada nantinya dapat bersaing dalam kompetisi global yang selalu berubah. Perkembangan anak didik yang baik adalah perubahan kualitas yang seimbang baik fisik maupun mental. Tidak ada satu aspek perkembangan dalam diri anak didik yang dinilai lebih penting dari yang lainnya. Oleh karena itu, teori kecerdasan majemuk yang dikembangkan oleh psikolog asal Amerika Serikat, Gardner dinilai dapat memenuhi kecenderungan perkembangan anak didik yang bervariasi. Penyelenggaraan pendidikan saat ini harus diupayakan untuk memberikan pelayanan khusus kepada peserta didik yang mempunyai kreativitas dan juga keberbakatan yang berbeda agar tujuan pendidikan dapat diarahkan menjadi lebih baik. Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan tidak dapat lepas dari pengajaran. Kegiatan dari pengajaran ini melibatkan peserta didik sebagai penerima bahan ajar dengan maksud akhir dari semua hal ini sesuai yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun
Oleh Nursalim Z. A. (210 110 025) 10
2003 tentang SISDIKNAS; agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam pendidikan, peserta didik merupakan titik fokus yang strategis karena kepadanyalah bahan ajar melalui sebuah proses pengajaran diberikan. Sebagai seorang manusia menjadi sebuah aksioma bahwa peserta didik mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing, mereka unik dengan seluruh potensi dan kapasitas yang ada pada diri mereka dan keunikan ini tidak dapat diseragamkan dengan satu aturan yang sama antara peserta didik yang satu dengan peserta didik yang lain, para pendidik dan lembaga sekolah harus menghargai perbedaan yang ada pada diri mereka. Keunikan yang terjadi pada peserta didik memang menimbulkan satu permasalahan tersendiri yang harus diketahui dan dipecahkan sehingga pengelolaan murid (peserta didik) dalam satu kerangka kerja yang terpadu mutlak diperhatikan, terutama pertimbangan pada pengembangan kreativitas, hal ini harus menjadi titik perhatian karena sistem pendidikan memang masih diakui lebih menekankan pengembangan kecerdasan dalam arti yang sempit dan kurang memberikan perhatian kepada pengembangan kreatif peserta didik. Hal ini terjadi dari konsep kreativitas yang masih kurang dipahami secara holistik, juga filsafat pendidikan yang sejak zaman penjajahan bermazhabkan azas tunggal seragam dan berorientasi pada kepentingan- kepentingan, sehingga pada akhirnya berdampak pada cara mengasuh, mendidik dan mengelola pembelajaran peserta didik. Kebutuhan akan kreativitas tampak dan dirasakan pada semua kegiatan manusia. Perkembangan akhir dari kreativitas akan terkait dengan empat aspek, yaitu: aspek pribadi, pendorong, proses dan produk. Kreativitas akan muncul dari interaksi yang unik dengan lingkungannya. Kreativitas adalah proses merasakan dan mengamati adanya masalah, membuat dugaan tentang kekurangan (masalah) ini, menilai dan mengujinya. Proses kreativitas dalam perwujudannya memerlukan dorongan (motivasi
Oleh Nursalim Z. A. (210 110 025) 11
intristik) maupun dorongan eksternal. Motivasi intrinstik ini adalah intelegensi, memang secara historis kreativitas dan keberbakatan diartikan sebagai mempunyai intelegensi yang tinggi, dan tes intellejensi tradisional merupakan ciri utama untuk mengidentifikasikan anak berbakat intelektual tetapi pada akhirnya hal inipun menjadi masalah karena apabila kreativitas dan keberbakatan dilihat dari perspektif intelejensi berbagai talenta khusus yang ada pada peserta didik kurang diperhatikan yang akhirnya melestarikan dan mengembang biakkan Pendidikan tradisional konvensional yang berorientasi dan sangat menghargai kecerdasan linguistik dan logika matematik. Padahal, Teori psikologi pendidikan terbaru yang menghasilkan revolusi paradigma pemikiran tentang konsep kecerdasan diajukan oleh Prof. Gardner yang mengidentifikasikan bahwa dalam diri setiap anak apabila dirinya terlahir dengan otak yang normal dalam arti tidak ada kerusakan pada susunan syarafnya, maka setidaknya terdapat delapan macam kecerdasan yang dimiliki oleh mereka. Salah satu cara dalam memecahkan masalah ini adalah pengelolaan pelayanan khusus bagi anak-anak yang punya bakat dan kreativitas yang tinggi, hal ini memang telah diamanatkan pemerintah dalam undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, perundangan itu berbunyi ” warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus”. Pengertian dari pendidikan khusus disini merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan-pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Pada akhirnya memang diperlukan adanya suatu usaha rasional dalam mengatur persoalan-persoalan yang timbul dari peserta didik karena itu adanya suatu manajemen peserta didik merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Siswa berbakat di dalam kelas mungkin sudah menguasai
Oleh Nursalim Z. A. (210 110 025) 12
materi pokok bahasan sebelum diberikan. Mereka memiliki kemampuan untuk belajar keterampilan dan konsep pembelajaran yang lebih maju. Untuk menunjang kemajuan peserta didik diperlukan modifikasi kurikulum. Kurikulum secara umum mencakup semua pengalaman yang diperoleh peserta didik di sekolah, di rumah, dan di dalam masyarakat dan yang membantunya mewujudkan potensi-potensi dirinya. Jika kurikulum umum bertujuan untuk dapat memenuhi kebutuhan pendidikan pada umumnya, maka saat ini haruslah diupayakan penyelenggaraan kurikulum yang berdiferensi untuk memberikan pelayanan terhadap perbedaan dalam minat dan kemampuan peserta didik. Dalam melakukan kurikulum yang berbeda terhadap peserta didik yang mempunyai potensi keberbakatan yang tinggi, guru dapat merencanakan dan menyiapkan materi yang lebih kompleks, menyiapkan bahan ajar yang berbeda, atau mencari penempatan alternatif bagi siswa. Sehingga setiap peserta didik dapat belajar menurut kecepatannya sendiri. Dalam paradigma berpikir masyarakat Indonesia tentang kreativitas, cukup banyak orangtua dan guru yang mempunyai pandangan bahwa kreativitas itu memerlukan iklim keterbukaan dan kebebasan, sehingga menimbulkan konflik dalam pembelajaran atau pengelolaan pendidikan, karena bertentangan dengan disiplin. Cara pandang ini sangatlah tidak tepat. Kreativitas justru menuntut disiplin agar dapat diwujudkan menjadi produk yang nyata dan bermakna. Displin disini terdiri dari disiplin dalam suatu bidang ilmu tertentu karena bagaimanapun kreativitas seseorang selalu terkait dengan bidang atau domain tertentu, dan kreativitas juga menuntut sikap disiplin internal untuk tidak hanya mempunyai gagasan tetapi juga dapat sampai pada tahap mengembangkan dan memperinci suatu gagasan atau tanggungjawab sampai tuntas. Masa depan membutuhkan generasi yang memiliki kemampuan menghadapi tantangan dan perubahan yang terjadi dalam era yang semakin mengglobal. Tetapi penyelenggaraan pendidikan di Indonesia saat ini belum mempersiapkan para peserta didik dengan kemampuan berpikir dan sikap
Oleh Nursalim Z. A. (210 110 025) 13
kreatif yang sangat menentukan keberhasilan mereka dalam memecahkan masalah. Kebutuhan akan kreativitas dalam penyelenggaraan pendidikan dewasa ini dirasakan merupakan kebutuhan setiap peserta didik. Dalam masa pembangunan dan era yang semakin mengglobal dan penuh persaingan ini setiap individu dituntut untuk mempersiapkan mentalnya agar mampu menghadapi tantangan-tantangan masa depan. Oleh karena itu, pengembangan potensi kreatif yang pada dasarnya ada pada setiap manusia terlebih pada mereka yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa perlu dimulai sejak usia dini, Baik itu untuk perwujudan diri secara pribadi maupun untuk kelangsungan kemajuan bangsa. Dalam pengembangan bakat dan kreativitas haruslah bertolak dari karakteristik keberbakatan dan juga kreativitas yang perlu dioptimalkan pada peserta didik yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Motivasi internal ditumbuhkan dengan memperhatikan bakat dan kreativitas individu serta menciptakan iklim yang menjamin kebebasan psikologis untuk ungkapan kreatif peserta didik di lingkungan rumah, sekolah, dan masyarakat. Merupakan suatu tantangan bagi penyelenggaraan pendidikan di Indonesia untuk dapat membina serta mengembangkan secara optimal bakat, minat, dan kemampuan setiap peserta didik sehingga dapat mewujudkan potensi diri sepenuhnya agar nantinya dapat memberikan sumbangan yang bermakna bagi pembangunan masyarakat dan negara. Teknik kreatif ataupun taksonomi belajar pada saat ini haruslah berfokus pada pengembangan bakat dan kreativitas yang diterapkan secara terpadu dan berkesinambungan pada semua mata pelajaran sesuai dengan konsep kurikulum berdiferensi untuk siswa berbakat. Dengan demikian diharapkan nantinya akan dihasilkan produk-produk dari kreativitas itu sendiri dalam bidang sains, teknologi, olahraga, seni dan budaya.
Oleh Nursalim Z. A. (210 110 025) 14
BAB PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas maka penulis menyimpulkan bahwa:
1. Lingkungan sangat berpengaruh terhadap perkembangan seorang siswa jika lingkungan yang ditempatinya baik, maka siswa-siswi itu akan menjadi baik namun jika lingkungan siswa itu tidak baik maka siswa pun akan jadi tidak baik. 2. Sekolah mempunyai kewajiban untuk membangkitkan kepekaan dan kesadaran akan lingkungan pada kaum remaja, membuka wawasan dan mendidik mereka untuk berinteraksi dan bersikap dengan penuh tanggung jawab. 3. Sampai detik ini silang pendapat mengenai definisi Sekolah Unggulan terus terjadi. Hal ini mengakibatkan lahirnya tipe-tipe sekolah unggulan. 4. Untuk meraih predikat sebagai Sekolah Unggulah bukanlah hal yang mudah dan ada beberapa faktor untuk mewujudkan hal tersebut. 5. Sekolah mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi memiliki peran penting sebagai agen penyebar virus positif terhadap karakter dan budaya bangsa. 6. Kreativitas disamping bermanfaat untuk pengembangan diri anak didik juga merupakan kebutuhan akan perwujudan diri sebagai salah satu kebutuhan paling tinggi bagi manusia.
Oleh Nursalim Z. A. (210 110 025) 15
B. Saran
Adapun saran dari penulis yang berkaitan dengan pembahasan “Upaya
sekolah untuk meraih predikat sebagai Sekolah Unggulan ”, antara lain : 1. Sebaiknya melaksakan pertemuan rapat antara siswa dengan guru maksimal sebulan sekali, untuk mengetahui adakah kesulitan yang dialami siwa dalam menerima pembelajaran. Dengan begitu hubungan antara gura dan siswa akan tetap terjaga 2. Pihak sekolah sebaiknya mengupayakan untuk melengkapi segala fasilitas yang berkaitan dengan pembelajaran agar proses belajar dapat berjalan lebih efektif. 3. Melaksanakan program belajar Ekstrakurikuler, agar siswa tidak jenuh belajar yang sifatnya formalitas. 4. Keteladanan yang diberikan kepada siswa oleh pendidik tidak hanya sekedar manusiawi dan moralitas, tetapi juga penampilan dan cara berbicara. 5. Pengembangan potensi kreatif yang pada dasarnya ada pada setiap manusia terlebih pada mereka yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa perlu dimulai sejak usia dini. Baik itu untuk perwujudan diri secara pribadi maupun untuk kelangsungan kemajuan bangsa.
Oleh Nursalim Z. A. (210 110 025) 16
DAFTAR PUSTAKA
Sya'roni, Irham. 2006. Mencerahkan Sekolah Unggulan. Jakarta: Bhineka Cipta.
Tasmara, Toto. 1999. Manajemen Sekolah. Yogyakarta: PT. Dana Bakti.
Tohar, Khumaidi. 2009. Kreatifitas Anak Didik. Jakarta: Media Kreatif.
Sekolah Unggulan. www.google.com. Akses 25 Desember 2010.
Sekolah sebagai Agen Penyebar Virus Positif Karakter. www.depdiknas.go.id.
Akses 20 Desember 2010
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.