You are on page 1of 4

Belajar Sholat Khusyu

Oleh : Ferry Djajaprana

Ada satu hadits yang populer yaitu ”Ash Shalatu mi’rajul mu’minin” artinya bahwa
shalat itu mi’rajnya orang yang beriman. Dari pernyataan tersebut di atas mengandung
makna pertama, mi’raj dapat dirasakan melalui shalat dan kedua yang merasakan mi’raj
adalah orang beriman.

Seperti kita pahami bahwa yang dimaksud mikraj adalah perpindahan dari dunia menuju
langit akhirat atau berangkat dari alam materi ke alam spiritual. Artinya shalat bukanlah
ibadah yang semata-mata menekankan fisik saja dari takbir hingga salam, melainkan
melibatkan aspek bathin berupa perjalanan spiritual agar bathin kita dikendalikan oleh
Allah Ta’ala, yang diwakilkan kepada hati nurani kita. Khusyuk adalah kondisi jiwa yang
fokus dan memahami apa yang diucapkan sehingga terjadi interaksi antara kita dengan
Allah.

Untuk memahami makna khusyu ini kita bagi menjadi empat tingkatan : Pertama, orang
yang tidak memahami apa yang diucapkan. Yang demikian ini disebut ”orang mabuk”,
hal ini dikategorikan belum khusyu. Kedua, adalah tidak mengerti makna apa-apa yang
diucapkan, mengetahui bahwa dia sedang menghadap Tuhan tetapi masih belum
merasakan kehadiran Tuhan, kadar interaksi dengan Allah sangat sedikit. Ini umumnya
yang dilakukan ketika shalat. Ketiga, orang yang mengerti makna akan apa yang
diucapkan tetapi sering ’terlupa’ bahwa dia sedang ”menghadap” Allah. Masih terganggu
dengan keadaan-keadaan yang terjadi di sekitarnya termasuk gerak fikiran yang sering
berkecamuk dalam dirinya. Dan yang ke empat adalah mengetahui apa yang diucapkan,
dan merasakan kehadiran Allah dalam seluruh shalatnya, terkadang sesekali fikirannya
’nyelonong’ ke sana atau ke sini tetapi segera kembali ingat Allah. Yang ke empat sudah
cukup baik, tetapi yang ideal adalah seperti sahabat Ali bin Abi Thalib, yang tidak bisa
merasakan apa-apa ketika dalam shalatnya dicabut anak panah yang menghujam dirinya,
hatinya fokus ”menghadap” Allah Ta’ala.

Lalu bagaimana caranya agar shalat kita khusyu ?

1. Bacalah al Quran itu dengan perlahan-lahan ( Q.S. Al Muzzamil (73):4


2. Khusyuk akan meningkat bila kita memiliki udzur (masalah). Shalat bisa
bermakna dzikir dan sekaligus berdoa. (QS. Al Baqarah (2) : 45)

”Dan mintalah pertolongan (Kepada Allah) dengan sabar dan shalat.

Q.S. At Thoha [20]: 14 ”Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan
selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikan shalat untuk mengingat-Ku’.

3. Berdzkirlah sepanjang waktu. QS. An Nisa [4]:103 ”Maka apabila kamu telah

menyelesaikan shalatmu, ingatlah Allah diwaktu berdiri, diwaktu duduk dan


diwaktu berbaring. Kemudian bila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah

shalat itu (seperti biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang telah

ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”.

3. Shalat bisa menjadi mi’raj bila dilakukan dengan keyakinan penuh (yakin

seyakin-yakinnya=haqqul yaqin). QS. Al israa’ [17] ; 36 ”Dan janganlah kamu

mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.

Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan dimintai

pertanggungan jawaban”.

Dari penjelasan di atas bisa disimpulkan bahwa jika kita ingin ”bertemu” dengan Allah,
kita harus memahami doa shalat kita. Merasakan begitu dekatnya Allah pada diri kita,
dan kita menyadari-Nya. Karena memang sebenarnya demikian, bahwa Allah sangatlah
dekat bahkan lebih dekat dari pada urat leher kita (QS: 50:16), ”Dia juga meliputi langit
dan bumi, termasuk kita dan mahluk-Nya. (QS 4: 126).

Sekarang timbul beberapa pertanyaan tentang shalat khusyu ini :

1) Apakah khusyu hanya bisa diraih dengan tehnik shalat yang benar?

Membicarakan tehnik shalat yang benar merupakan hal yang rumit, karena pada mazhab
Ahlu Sunnah Wal Jamaah memiliki banyak versi yang mengatur madzhab, umpamanya
madzhab Syafii, Maliki, Hambali dan lain-lain

Jadi, shalat khusyu bisa diraih sesuai dengan tehnik yang benar yang sesuai mazhabnya.

2) Bagaimana Shalat yang benar?

Shalat sesuai dengan Madzhab yang dianut yang tersebut didalam hadits-hadits shahih
dan mendatangkan Allah dalam ibadahnya.

3) Sebenarnya yang pas dan tepat itu kondisi khusyu dahulu baru mendirikan shalat atau
sholat dulu untuk mencapai khusyu.

Karena sholat adalah ungkapan sang Kholik untuk berkomunikasi dengan mahluknya,
maka sebaiknya masuk ke state khusyu (ihsan) dulu baru shalat. Bukankah dalam
berkomunikasi sebaiknya kita mengikuti sesuai dengan lawan bicara kita (komunikan)?
(Maaf saya menggunakan bahasa neurology, ini hanya untuk memudahkan komunikasi
sesuai jaman sekarang). Bukankah Allah itu Ad Dhohiru dan sekaligus Al Bathinu,
artinya selain dengan bahasa kasat (oral) dalam kesadaran juga kita tambahkan
komunikasi bathin (hati) atau subconsiousness.

Apabila kondisi kita masih dalam posisi betha dipaksa masuk alpha/theta dihawatirkan
bagi yang belum berpengalaman sulit sampai tahap AH-HA. Tahap betha adalah tahap
dimana otak kiri masih bekerja aktif. Tahap alpha/theta adalah tahap dimana dalam posisi
rilek, dan spiritual berada. Apabila kita sudah masuk states ini lebih awal maka
komunikasinya mudah nyambung. Ini dapat dirasakan sendiri.

4) Apakah kondisi khusu itu berupa kondisi nangis ngejer dan berakhir dengan
merasakan kenikmatan?

Menurut hadis, ketika ditanyakan kepada Sayidina Ali tentang apa yang disembahnya,
Sayidina Ali menjawab "Bagaimana mungkin saya menyembah Allah yang tidak
terlihat?".

Jadi, khusyu adalah menghadirkan Allah menjadi REAL (ihsan). Bukan nangis atau
nikmat karena keduanya adalah fenomena di alam rasa saja. Tapi bahkan meningkat
lebih dalam lagi.

5)Apakah esensi/spirit dari sholat itu?

Esensinya mengingat Allah, dan menghadirkan Allah Taala sebagai sesembahan kita.

6) Pertanyaan terakhir, shalat khusyu itu duduknya di awal, di tengah atau di akhir
dalam tehnik shalat?

Shalat khusyu itu merupakan kesadaran kita yang di mulai sejak awal, sejak dari
mendengar adzan, berwudhu, sampai sholat itu sendiri berakhir. Dari Dhikir ke Dhikir,
itulah esensi dari penciptaan jin dan manusia "Tidak kuciptakan jin dan manusia
melainkan untuk beribadah". Kenapa Adzan juga termasuk? Karena adzan adalah dhikr,
kenapa wudhu termasuk? Karena wudhu adalah penyucian jiwa dan raga, selain badan
hatinya juga dibersihkan biar suci, rasa wudhu itu sebaiknya juga dirasakan oleh hati.
Dengan hati yang bersih maka komunikasi dengan Allah akan mudah terhubung
dibandingkan dengan hati yang berselimutkan kotoran (crosstalk).

Untuk itu kesadaran kita berhubungan dengan Allah Ta’ala harus terbangun. Hal ini
memang tidak mudah karena kesadaran berhubungan dengan hati atau qalbu sedangkan
qalbu sifatnya turun-naik (labil). Yang dimaksud kesadaran adalah kondisi terjaga (tidak
pingsan), mampu melihat dan merasakan hakekat sesuatu kejadian. Bisa mengambil
makna di balik kejadian. Dia juga paham bahwa sesuatu kejadian itu bukan sesuatu yang
kebetulan terjadi. Dia berhasil ”melihat”, ”memahami” bahkan ”merasakan” bahwa ada
sesuatu kekuatan (qudrat iradat Allah) yang hadir di balik kejadian.
Akhirul kalam, Rasullullah SAW telah berhasil ’Bertemu’ dengan Allah dalam
perjalanan isra mi’aj. Beliau mengajarkan kepada kita untuk bertemu Allah melalui
shalat, maka tidaklah ada yang tidak mungkin bagi kita untuk melakukan shalat khusyu.
Di dalam shalat khusyu itulah seluruh kesadaran memuncak yang akan menghantarkan
kita berhadapan langsung dengan Allah Ta’ala.

Salam,

Http://ferrydjajaprana.multiply.com

Ikuti Kajian Shalat Khusyu selengkapnya: Pelatihan ini G R A T I S, bawa makan malam
sendiri ya..

- Masjid AtTien, Rabu 19 Mei 2010, Pukul 15:00-21:00 WIB bersama Ustad
Abu Sangkan – penulis buku best seller ”Pelatihan Shalat Khusyu”; Berguru
Kepada Allah; Spiritual Salah Kaprah”.

You might also like