You are on page 1of 3

Mengenang Kekejaman Tentara Jepang di Indonesia.

Tentara Jepang hanya 3, 5 tahun saja menjajah Indonesia,


namun kekejamannya seakan melebihi Belanda. Bukan hanya
kerugian di bidang materil, namun juga dari sisi mentalitas dan
kehormatan. Sebuah catatan sejarah gelap suatu bangsa yang
melakukan penjajahan dengan sempurna.

Tentara Jepang Masuk Indonesia.


Hanya di awal pendudukan, Jepang bersikap baik kepada bangsa
Indonesia. Sebab kedatangan Jepang ternyata bisa mengusir
Belanda yang sudah 14 keturunan menguasai kepulauan
nusantara.
Tapi lama kelamaan ketahuan juga belangnya. Jepang kemudian
berubah menjadi sangat kejam. Makanan, pakaian, barang, dan
obat-obatan menghilang dari pasaran. Karena sulit pakaian,
banyak rakyat memakai celana terbuat dari karung goni. Hanya
orang kaya saja yang punya baju yang terbuat dari kain. Itu pun
kain seadanya, jauh dari layak.
Pokoknya kekejaman penjajahan Belanda selama 350 tahun
seakan terhapus oleh kekejaman Jepang. Bukan terhapus karena
hilang, tapi terhapus karena mendapatkan penjajahan yang lebih
berat.
Para orang tua yang kini sudah kakek-kakek menceritakan
bahwa rakyat sulit mendapat obat-obatan. Rumah-rumah sakit
langka. Mereka yang menderita koreng dan jumlahnya banyak
sekali, sulit mendapatkan salep. Alwi Sahab dalam tulisannya
sampai menuliskan bahwa terpaksa uang gobengan digecek dan
ditemplok ke tempat yang sakit sebagai ganti perban.
Jangan tanya masalah sekolah, karena tidak ada buku dan tidak
ada kertas. Bahkan buku tulis terbuat dari kertas merang.
Pencilnya menggunakan arang, hingga sulit sekali menulis.
Saking laparnya, tempat sampah menjadi tempat paling favorit
bahkan orang berebut makanan sisa buangan makan orang
Jepang. Kalau bukan rebutan makanan di tempat sampah,
penjajah Jepang memrintahkan rakyat makan bekicot.
Radio yang hanya dimiliki beberapa gelintir orang disegel.
Hanya siaran pemerintah Dai Nippon yang boleh didengarkan.
Kalau sampai ketahuan rakyat mendengarkan siaran luar negeri
pasti akan dihukuman berat. Orang akan bergidik bila
mendengar Kempetai atau polisi militer Jepang.
Pada malam hari seringkali terdengar sirene kuso keho sebagai
pertanda bahaya serangan udara dari tentara sekutu. Rakyatpun
setelah memadamkan lampu cepat-cepat pergi ke tempat
perlindungan. Di halaman rumah-rumah kala itu digali lobang
untuk empat atau lima orang bila terdengar sirene bahaya udara.
Ratusan ribu tenaga kerja paksa atau disebut romusha
dikerahkan dari pulau Jawa ke luar Jawa, bahkan ke luar
wilayah Indonesia. Mereka diperlakukan tidak manusiawi
sehingga banyak yang menolak jadi romusha.
Dan Jepang pun menggunakan cara paksa. Setiap kepala daerah
harus menginventarisasikan jumlah penduduk usia kerja, setelah
mereka dipaksa jadi romusha. Ribuan romusha dikerahkan ke
medan pertempuran Jepang di Irian, Sulawesi, Maluku,
Malaysia, Thailand, Burma dan beberapa negara lainnya.
Banyak kisah-kisah sedih yang mereka alami di hutan belukar,
hidup dalam serba kekurangan dan di tengah ancaman bayonet.
Sampai kini masih banyak eks romusha korban PD II
mengajukan klaim agar Jepang membayar konpensasi gaji
mereka yang tidak dibayar selama jadi romusha.

You might also like