Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
Ampas tahu biasanya dalam bentuk semi solid, dengan kandungan air yang cukup
tinggi. Hal ini merupakan kendala, bila harus diangkut ke tempat yang jauh. Tingginya
kandungan air yang terdapat dalam ampas tahu juga menyebabkan produk tersebut cepat
menjadi busuk. Kandungan zat makanan ampas tahu sangat bervariasi, tergantung cara
yang digunakan dalam pembuatannya. Kadar protein kasar ampas tahu cukup tinggi yaitu
tahu untuk pakan pengemukan sapi menghasilkan pertambahan bobot hidup yang lebih
baik tercatat pertambahan bobot hidup sapi yang diberi konsentrat komersial adalah 1,13
sebanyak 300 gram/ekor/hari pada domba yang sudah diberi pakan konsentrat komersil,
Penggunaan ampas tahu kering dalam ransum ayam ras biasanya tidak lebih dari 5 %
pertumbuhan (Nur et al., 1997). Kandungan zat makanan ampas tahu bisa dilihat pada
Tabel 1.
dengan ragi yang mengandung kapang dilaporkan bahwa kandungan ampas tahu
fermentasi adalah protein kasar 21,66 %, lemak kasar 2,73 %, serat kasar 20,26 %, Ca
1,09 %, P 0,88 %, dengan energi metabolis sebesar 2.830 kkal/kg, serta dengan
kandungan asam amino lisin dan methionin serta vitamin B komplek yang cukup tinggi
(Anonimus, 2005b).
2.2 Onggok
Salah satu jenis industri yang cukup banyak menghasilkan limbah adalah pabrik
menghasilkan limbah yang biasa disebut onggok sekitar 2/3 hingga ¾ bagian dari bahan
mentahnya (Amri,1998).
Onggok yang berasal dari ubi singkong merupakan limbah padat dari pengolahan
tepung tapioka. Sebagai ampas pati singkong yang mengandung banyak karbohidrat,
Menurut Supriyati dkk., (2003) dalam Dewi (2006) untuk memproduksi tapioka
dengan bahan baku satu ton ubi kayu dihasilkan 250 kg tapioka dan 114 kg onggok.
Ketersediaan onggok pun terus meningkat sejalan dengan meningkatnya produksi tapioka
Ubi kayu atau singkong (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu bahan
pangan lokal yang banyak diproduksi di negara tropik termasuk Indonesia (Balogun et
al., 2000 dalam Aryogi dkk., 2001). Luasan lahan ubi kayu di Jawa Timur tahun 1992
adalah sebesar 295.244 Ha, dengan produksinya yang cukup melimpah yaitu sekitar
3.381.948 ton. Kandungan zat makanannya cukup rendah yaitu protein dan energinya
sekitar 1,5 – 4,0 % dan 2700 - 3420 Kkal/kg menyebabkan ubi kayu atau limbah hasil
olahannya banyak diolah untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku penyusun pakan ternak
(Gunawan, et al., 1996 ; Balogun et al., 2000 dalam Aryogi dkk., 2001). Hasil penelitian
Kompiang et al., (1994) dalam Aryogi dkk., (2001) menunjukkan bahwa pengolahan
protein kasarnya menjadi 18 %. Hanya dalam proses ini ada penambahan urea.
antara lain rendahnya kandungan zat makanan (protein) dan masih tingginya kandungan
sianida. Untuk itu perlu dicari teknik pengolahan yang dapat meningkatkan kandungan
zat makanan dan menurunkan kandungan zat antinutrisi pada onggok. Penelitian
kandungan zat makanan (khususnya protein kasar) meningkat dan HCN menurun
Onggok terfermentasi memiliki kandungan protein yang cukup tinggi serta dapat
memberikan efisiensi pakan yang lebih baik sehingga bisa dijadikan alternatif bahan
baku pakan untuk mengurangi ketergantungan pada sumber protein seperti bungkil
kedele. Disamping itu penggunaan bahan baku terfermentasi seperti onggok relatif murah
sehingga dapat mengurangi biaya produksi pakan (Supriyati dkk., 2003 dalam Dewi,
2006).
Penggunaan onggok untuk bahan baku penyusunan pakan ternak masih sangat
terbatas, terutama untuk hewan ruminansia. Hal ini disebabkan kandungan proteinnya
yang rendah disertai dengan kandungan serat kasarnya yang tinggi (lebih dari 35 %).
Proses bioteknologi dengan teknik fermentasi dapat meningkatkan mutu kandungan zat
makanan dari bahan-bahan yang bermutu rendah. Misalnya, produk fermentasi dari umbi
lebih tinggi dari bahan asalnya ubikayu, yang hanya mencapai 3 %. Demikian juga,
onggok terfermentasi juga memiliki kandungan protein tinggi yakni 18 % dan dapat
digunakan sebagai bahan baku ransum ayam ras pedaging. Namun peningkatan tersebut,
khususnya protein kasar tidak hanya dicapai melalui fermentasi semi padat dengan
penambahan campuran urea dan ammonium sulfat sebagai sumber nitrogen anorganik
(Tarmudji, 2004). Kandungan zat makanan dari onggok dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan zat makanan, HCN dan gula terlarut onggok (% BK)
Zat Makanan (%) 1 2 3
Protein kasar 3,6 0,8 2,76
Lemak kasar 2,3 0,2 4,48
Serat kasar - 2,2 12,03
Kadar Abu 4,4 2,5 1,82
BETN - 78 75,59
HCN - - 0,26
Gula terlarut - - 17,30
Sumber : 1. Anonimus (2005a); 2. Anonimus (2006a); 3. Sjofjan (1996)
Salah satu kapang yang terdapat pada ragi oncom adalah Neurospora sitophila
generatifnya disebut Monilia sitophila, dan dimasukkan dalam golongan kapang tak
Ascomycotina. Kapang ini dapat menghasilkan tubuh buah, apabila bertemu dengan
Askuspora yang terdapat dalam tiap askus adalah delapan, warna spora coklat tua, sedang
dinding spora berloreng-loreng. Sifat inilah yang menyebabkan Monilia sitophila diberi
nama Neurospora sitophila. Neurospora merupakan kapang saprofit yang banyak
ditemukan di udara (Dwidjoseputro, 1978; Frazier dan Westhos, 1978 yang disitasi oleh
Rusdi, 1992).
Kingdom : Plantae
Phylum : Thalophyta
Sub phylum : Eumycetes
Klas : Ascomycetes
Ordo : Speriales
Famili : Sordariaceae
Genus : Neurospora
Spesies : Sitophila
kali dengan pewarnaan biru mampu menunjukkan morfologi Neurospora sp. Gambar
terdiri atas 30.000 spesies yang biasa ditemukan di daerah panas. Neurospora
1. Sexual : menghasilkan spora hitam yang dibuat dalam tubuh buah hitam (perithecia).
Askuspora bersifat dorman sampai terkena suhu tinggi, seperti kebakaran hutan yang
secara otomatis merusak konidia dan mengaktifkan askuspora koloni berwarna merah
dan ascogonium dengan trikogin. Plasmogami hanya terjadi jika trikogin bersatu dengan
konidia atau mikrokonidia yang berasal dari jenis lain. Konidia dan mikrokonidia dapat
2. Asexual : menghasilkan spora khusus yang disebut konidia yang diproduksi tanpa
pembungkus, yang disebut spora case pada ujung miselium yang disebut konidiospora
Kapang oncom merah mudah tumbuh dan cepat menghasilkan keturunan. Kapang
oncom merah adalah kapang mesofilik yang dapat tumbuh bebas pada suhu berkisar 25 –
30 0C, dengan suhu optimum 30 0C dan tidak tumbuh pada suhu 32 0C. kelembaban yang
Enzim yang dapat dihasilkan dari kapang oncom merah adalah enzim protease
yang dapat memecah protein menjadi asam amino, enzim lipase memecah lemak atau
gliserida menjadi asam lemak bebas, enzim amylase dan enzim pemecah karbohidrat
2.4 Fermentasi
organik (karbohidrat, lemak, protein dan bahan organik lain) baik dalam keadaan aerob
maupun anaerob melalui kerja enzim yang dihasilkan oleh mikroba (Ganjar, 1983).
Menurut Winarno (1986) dalam Rusdi (1992) fermentasi adalah suatu reaksi oksidasi-
reduksi di dalam sistem biologi yang menghasilkan energi. Sebagai donor dan aseptor
elektron pada reaksi tersebut digunakan senyawa organik. Senyawa organik yang
biasanya digunakan adalah karbohidrat dalam bentuk glukosa. Senyawa tersebut akan
diubah oleh reaksi reduksi dengan katalis enzim menjadi suatu bentuk lain yang dapat
Manfaat fermentasi antara lain dapat mengubah bahan organik kompleks seperti
protein, karbohidrat dan lemak menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana dan
mudah dicerna, mengubah rasa dan aroma yang tidak disukai menjadi disukai,
menambah daya tahan (Shurtleff dan Ayogi,1979 dalam Rusdi, 1992). Manfaat lain
fermentasi adalah bahan makanan lebih tahan disimpan dan dapat mengurangi senyawa
racun (toksin) yang dikandungnya, sehingga nilai ekonomis bahan dasarnya menjadi jauh
lebih baik (Saono, 1976 yang disitasi oleh Rusdi, 1992). Menurut Shurtleff dan Ayogi
(1979) dalam Rusdi (1992) Neurospora selama proses fermentasi mampu mengurangi
Produk-produk yang dapat dihasilkan dari suatu proses fermentasi adalah sel-sel
mikroba atau biomassa, enzim, metabolik primer dan metabolik sekunder serta senyawa-
senyawa kimia hasil proses biokonversi oleh mikroba (Ansori, 1989 yang disitasi
oleh Aisjah, 1995). Menurut Gandjar (1977) dalam Rusdi (1992) produk fermentasi
umumnya mudah diurai secara biologis dan tidak merupakan suatu bahan polusi seperti
bahan kimia, pestisida, plastik dan sebagainya. Makanan di Indonesia seperti tempe
kedele, tempe benguk, kecap, tape dan oncom, pada umumnya menggunakan genus
kandungan zat makanan yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya. Hal ini tidak hanya
disebabkan oleh sifat mikroba yang katabolik atau memecah komponen-komponen yang
komplek menjadi lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna, tetapi juga dapat
(vitamin B6), niasin, vitamin B12, asam panthotenat dan provitamin A, sedangkan
dipergunakan oleh kapang untuk keperluan hidupnya (Poesponegoro, 1975 yang disitasi
terendam (submerged). Medium kultur permukaan dapat berupa medium padat, semi
padat atau cair, sedangkan kultur terendam dilakukan dalam medium cair menggunakan
bioreaktor yang dapat berupa labu yang diberi aerasi, labu yang digoyang dengan
“shaker”. Dewasa ini proses fermentasi untuk memproduksi berbagai produk industri
permukaan yang menggunakan medium padat/semi padat masih banyak digunakan untuk
zat makanan yang dibutuhkan oleh mikroba untuk memperoleh energi, pertumbuhan,
bahan pembentuk sel dan biosintesa produk-produk metabolisme. Tergantung pada jenis
mikroba dan produk yang akan diproduksi setiap fermentasi memerlukan medium
tertentu karena medium yang tidak sesuai dapat menyebabkan perubahan jenis produk
dan perubahan rasio diantara berbagai produk hasil fermentasi tersebut berlangsung.
fermentasi juga harus mengandung air, garam-garam anorganik dan beberapa vitamin.
komponen kimia padat oleh mikroba yang ditandai dengan tidak adanya air bebas dalam
sistem fermentasi tersebut, dalam hal ini media berfungsi sebagai sumber C, N maupun
partikel substrat padat seperti jagung giling, bekatul gandum dan tepung biji kapas
dengan atau tanpa penambahan larutan zat makanan yang diserap oleh permukaan
substrat padat tersebut. Pada sebagian besar kapang, pertumbuhannya pada permukaan
medium padat dapat membentuk spora yang lebih banyak dengan viabilitas yang lebih
mempengaruhi fungsi fisik dan aktivitas fisiologik selama fermentasi substrat padat, ialah
a. Variabel kontrol
Variabel kontrol ini meliputi : ukuran partikel dan bentuk substrat, banyaknya
substrat padat, kadar air awal substrat, kelembapan udara, suhu udara, kecepatan agitasi,
b. Fungsi-fungsi fisik
c. Aktivitas fisiologis
disebabkan adanya interaksi antara substrat dengan mikroorganisme yang dapat dibagi
molekul lebih rendah terlepas karena adanya enzim dari jamur dan terjadi reaksi kimia.
Substrat yang telah dipecah diabsorbsi oleh jamur dan menginduksi enzim yang
membentuk molekul yang berat molekulnya kecil yang dapat diabsorbsi dan digunakan
dengan demikian harus ada sumber energy dan C lainnya. Adanya sumber C dan energi
Hasil metabolisme itu mengeluarkan zat metabolit yang dapat mendegradasi substrat
tersebut.
3. Co-Metabolic Degradation
menggunakan substrat sebagai sumber energi dan sumber C. Dengan adanya energi dan
kandungan zat makanan dari sekitarnya tersebut mikroorganisme dapat tumbuh dan
substrat itu sendiri berperan sebagai induktor untuk menginduksi enzim dalam
mikroorganisme hingga proses degradasi substrat dapat berjalan.
BAB IV
Hasil penelitian secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 4 yang menunjukkan
tentang rataan kandungan zat makanan dengan perlakuan imbangan ampas tahu dan
n Terhadap Kandungan Bahan Kering Nilai rataan bahan kering terendah adalah p
ada perlakuan C2 (90,41 ± 1,84 %), kemudian diikuti berturut–turut pada C5 (90,57
± 0,50 %), C1 (90,73 ± 0,69 %), C3 (91,55 ± 1,17 %) dan C4 (92,01 ± 0,88 %). U
njukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terh
adap kandungan bahan kering produk fermentasi. Hal ini mengindikasikan bahwa perbeda
n perlakuan imbangan pada substrat menunjukkan perubahan bahan kering yang tidak berb
eda nyata. Jika dilanjutkan dengan analisis ragampun, hasilnya juga memberikan pengaruh
yang tidak berbeda nyata. Hal ini mengindikasikan bahwa imbangan ampas tahu d
an onggok yang membawa konsekuensi pada berubahnya imbangan unsur N dan C dalam
substrat tidak mempengaruhi bahan kering produk hasil fermentasi. Walaupun Rah
man (1989) menyatakan bahwa setiap jenis mikroorganisme membutuhkan medium fer
mentasi tertentu, tetapi perubahan imbangan N dan C dengan kondisi fermentasi seba
ini diduga hanya sedikit pengaruhnya terhadap aktivitas fermentasi dari ragi oncom.
menunjukkan bentuk grafik yang fluktuatif. Kandungan bahan kering substrat pada
sebesar 1,72%, 2,37 %, 1,36 %, 0,90 % dan 3 %. Persentase penurunan yang paling
94.5 (-3%)
(-1.72%) (-2.37%) (-1.36%) (-0.90%)
Bahan Kering (%)
93
91.5
90
88.5
C1 C2 C3 C4 C5
Perlakuan
Gambar 2. Grafik rataan kandungan bahan kering sebelum dan sesudah fermentasi
Bahan kering dipergunakan mikroorganisme untuk pertumbuhan sehingga
kandungan bahan kering akan menurun. Suliantari dan Rahayu (1990) menyatakan
bahwa selama proses fermentasi akan terjadi peningkatan kadar air dalam substrat karena
penguraian bahan kering total oleh kapang yang dipergunakan sebagai sumber energi
tingginya kadar air dalam substrat. Menurut Supriyati dkk. (1998) pertumbuhan
(98,42 ± 0,06 %), kemudian diikuti dengan C4 (97,87 ± 0,05 %), C3 (97,13 ±
0,20 %), C2 (95,81 ± 0,50 %) dan C1 (94,87 ± 1,33 %). Untuk mengetahui pengaruh
pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap kandungan bahan organik produk
fermentasi. Hal ini mengindikasikan bahwa perbedaan perlakuan imbangan pada substrat
organik di awal dan di akhir fermentasi yang sejalan ini menunjukkan bahwa hasil
(-0.11%)
99 (+0.20%)
Bahan Organik (%)
(+0.32%)
98
97 (-0.17%)
96 (-0.25%)
95
94
93
C1 C2 C3 C4 C5
Perlakuan
Sebelum fermentasi Sesudah fermentasi
Gambar 3. Grafik rataan kandungan bahan organik sebelum dan sesudah fermentasi.
Gambar 3 menunjukkan bahwa kandungan bahan organik pada substrat sesudah
Persentase penurunan tertinggi adalah pada C1 (0,25 %), kemudian diikuti oleh C2 (0,17
%), dan C5 (0,11 %). Hal ini sesuai dengan pendapat Ardhana (1982) bahwa bahan
organik yang mengalami penurunan selama fermentasi adalah pati dan lemak karena
Ginandjar (1977), bahwa bahan organik yang diuraikan oleh kapang disebabkan oleh
bekerjanya enzim amilase dan lipase yang bekerja dalam pemecahan amilum dan lemak
penurunan.
(24,13 ± 0,18 %) diikuti oleh C2 (20,20 ± 0,41 %), C3 (14,92 ± 0,19 %), C4 (7,70 ± 0,07
%), dan C5 (2,13 ± 0,01 %), untuk mengetahui pengaruh perlakuan dilakukan analisis
statistik.
pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap kandungan protein kasar produk
fermentasi. Hal ini mengindikasikan bahwa perbedaan perlakuan imbangan pada substrat
menunjukkan perubahan protein kasar yang tidak berbeda nyata dalam proses fermentasi.
pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kandungan protein kasar. Hal ini
protein kasar substrat awal yang berbeda. Perbedaan pengaruh diantara perlakuan dapat
diketahui dengan menggunakan uji beda nyata terkecil dan mengindikasikan bahwa
substrat dengan kandungan protein lebih tinggi (100% ampas tahu) memberikan
meningkatnya onggok dalam substrat karena onggok sendiri memiliki kandungan protein
jauh lebih rendah dibandingkan ampas tahu. Perbedaan kandungan protein kasar substrat
terfermentasi pada tiap perlakuan ini disebabkan oleh kandungan protein kasar substrat
awal yang sangat berbeda. Hal ini sesuai dengan Shin (1988) yang melaporkan bahwa
kandungan protein kasar produk akhir fermentasi sangat tergantung dari kandungan
protein kasar substrat awal. Selanjutnya Karmas and Harris (1997) menyatakan bahwa
perubahan kandungan zat makanan hasil fermentasi tergantung pada ketersediaan zat
(+45.98%)
25 (+59.26%)
20 (+67.83%)
Protein Kasar (% BK)
15 (+50.29%)
10
(+57.78%)
5
e d c b a
0
C1 C2 C3 C4 C5
Perlakuan
Sebelum fermentasi Sesudah fermentasi
Gambar 4. Grafik rataan kandungan protein kasar sebelum dan sesudah fermentasi.
Gambar 4 menunjukkan bahwa kandungan protein kasar dari perlakuan C1
sampai C5 sesudah difermentasi mengalami peningkatan dibanding sebelum
protein kasar yang paling tinggi adalah pada perlakuan C3 (67,83 %). Berdasarkan hasil
penelitian Nurhayati (2005) yang mengevaluasi nilai zat makanan campuran bungkil inti
sawit dan onggok yang difermentasi dengan Aspergillus niger bahwa terjadi peningkatan
protein kasar pada substrat setelah fermentasi dan diduga peningkatan kandungan protein
kasar disebabkan oleh tumbuhnya kapang yang mengandung nitrogen cukup tinggi (5 – 8
%), yang merupakan sumber protein sel tunggal. Judoamidjojo (1990) juga menyatakan
bahwa peningkatan kandungan protein kasar yang terjadi disebabkan oleh terbentuknya
Tabel 4 menunjukkan bahwa kandungan serat kasar yang tertinggi adalah pada C1
(27,54 ± 0,37 %) diikuti C3 (23,32 ± 0,29 %), C4 (20,48 ± 0,19 %), C2 (20,39 ± 0,62
%) sedangkan pada C5 kandungan serat kasarnya paling rendah (15,12 ± 0,08 %), untuk
pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap kandungan serat kasar produk
fermentasi. Hal ini mengindikasikan bahwa perbedaan perlakuan imbangan pada substrat
menunjukkan perubahan serat kasar yang tidak berbeda nyata dalam proses fermentasi.
sangat nyata (P<0,01) terhadap kandungan serat kasar. Hal ini mengindikasikan bahwa
perbedaan yang sangat nyata dikarenakan oleh kandungan serat kasar substrat awal yang
berbeda. Perbedaan pengaruh diantara perlakuan dapat diketahui dengan menggunakan
uji beda nyata terkecil, dan serat kasar tertinggi diperoleh untuk C1.
fermentasi dan sesudah fermentasi yang cenderung menurun dari perlakuan C1 sampai
C5. Kandungan serat kasar antar perlakuan yang berbeda disebabkan oleh imbangan
penggunaan ampas tahu dan onggok yang berbeda. Kandungan serat kasar cenderung
akan meningkat dengan semakin tingginya kandungan ampas tahu. Hal ini disebabkan
ampas tahu memiliki kandungan serat kasar sebesar 23,6 % yang lebih tinggi
30 (+20.47%)
(-5.34%) (+15.22%)
Serat Kasar (%BK)
25 (+8.01%) (-14.13%)
20
15 d
e b c
10 a
5
0
C1 C2 C3 C4 C5
Perlakuan
Gambar 5. Grafik rataan kandungan serat kasar sebelum dan sesudah fermentasi.
Hal ini didukung oleh pendapat Purwadaria dkk. (1998) bahwa salah satu penyusun
dinding sel kapang adalah polisakarida (serat kasar). Demikian juga kondisi tidak
terombaknya serat kasar substrat yang diiringi dengan terombaknya zat makanan yang
lain (lemak dan pati) mengakibatkan peningkatan kandungan serat kasar substrat.
persentase penurunan sebesar 5,34 %. Penurunan kandungan serat kasar ini disebabkan
oleh adanya kerja enzim selulase yang merombak serat kasar substrat. Perbedaan tingkat
Tabel 4 menunjukkan bahwa kandungan lemak kasar semua perlakuan baik C1,
%, 3,24 ± 0,04 %, 2,22 ± 0,04 %, 1,36 ± 0,01 % dan 0,87 ± 0,01 %, untuk mengetahui
pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap kandungan lemak kasar produk
fermentasi. Hal ini mengindikasikan bahwa perbedaan perlakuan imbangan pada substrat
menunjukkan perubahan lemak kasar yang tidak berbeda nyata dalam proses fermentasi.
perbedaan yang sangat nyata dikarenakan oleh kandungan lemak kasar substrat awal
menggunakan uji beda nyata terkecil, dan lemak kasar tertinggi dicapai pada perlakuan
C1.
substrat. Hal ini lebih dipengaruhi oleh kandungan lemak ampas tahu yang lebih tinggi
dibandingkan dengan onggok, disamping pengaruh enzim lipase yang diproduksi oleh
ragi oncom (Mahfudz, 2006). Kandungan lemak kasar awal substrat yang tinggi dapat
memacu aktifitas enzim lipase kapang untuk menghidrolisis lemak. Produksi enzim yang
banyak dan diimbangi oleh kandungan lemak kasar awal substrat yang tinggi
mengakibatkan penurunan lemak kasar semakin besar. Perombakan lemak oleh enzim
Menurut Destrisier (1988) yang dikutip oleh Rusdi (1992) bahwa kapang setelah
memanfaatkan pati untuk sumber energi kemudian memanfaatkan lemak dan protein.
Menurut Ganjar (1983) fermentasi adalah perubahan kimiawi senyawa organik baik
karbohidrat, lemak, protein maupun bahan organik lain oleh mikroba. Sebagaimana
diketahui bahwa ragi oncom memiliki aktivitas lipolitik, sehingga unsur C dalam lemak
adalah merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroba.
10 (-35.94%)
Lemak Kasar(%BK)
8 (-64.87%)
6 (-27.84%)
(-48.68%)
4
(+6.10%)
2
e c d b a
0
C1 C2 C3 C4 C5
Perlakuan
Sebelum fermentasi Sesudah fermentasi
Gambar 6. Grafik rataan kandungan lemak kasar sebelum dan sesudah fermentasi.
Gambar 6 juga menunjukkan kandungan lemak kasar pada perlakuan C1, C2, C3
persentase penurunan berturut – turut sebesar 35,94 %, 64,87 %, 27,84 % dan 48,68 %.
Persentase penurunan kandungan lemak kasar pada C2 paling tinggi (64,87 %), hal ini
disebabkan oleh penggunaan ampas tahu yang cukup tinggi (75%) sehingga
memperbesar kandungan lemak kasar awal substrat serta didukung dengan adanya
onggok dalam substrat sebagai sumber C sehingga memacu aktifitas enzim lipase yang
diproduksi oleh biomasa kapang yang tumbuh baik karena adanya ketersediaan energi
dari onggok. Penurunan kandungan lemak kasar substrat ini disebabkan oleh perombakan
lemak oleh enzim lipase kapang yang digunakan sebagai energi untuk pertumbuhannya.
turut dari perlakuan C1 (37,96 ± 0,89 %), C2 (52,99 ± 1,55 %), C3 (55,64 ±
0,55%), C4 (68,31 ± 0,25 %) dan C5 (80,29 ± 0,16 %), untuk mengetahui pengaruh
produk fermentasi. Hal ini mengindikasikan bahwa perbedaan perlakuan imbangan pada
substrat menunjukkan perubahan BETN yang tidak berbeda nyata dalam proses
pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kandungan BETN. Hal ini
BETN substrat awal yang berbeda. Perbedaan pengaruh diantara perlakuan dapat
diketahui dengan menggunakan uji beda nyata terkecil, dan BETN tertinggi diperoleh
substrat. Hal ini karena kandungan BETN onggok lebih tinggi dibandingkan ampas tahu
(78,75% dibanding 47,54%). Substrat dengan imbangan onggok yang tinggi akan
menghasilkan kandungan karbohidrat yang tinggi pula, dimana kandungan BETN dalam
substrat dapat dilihat dari kandungan karbohidratnya. Hal ini sesuai dengan Anggorodi
(1979) bahwa BETN meliputi karbohidrat, gula, pati dan sebagian besar dari zat-zat yang
digolongkan sebagai hemiselulosa dalam bahan makanan. BETN dapat dikatakan sebagai
karbohidrat yang mudah larut, berkebalikan dengan serat kasar yang merupakan
BETN (%)
60
40
b c d e
20 a
0
C1 C2 C3 C4 C5
Perlakuan
20,15 %, 4,40 %, 11,99 %, dan 3,69 %. Persentase penurunan BETN tertinggi adalah
karena terjadinya degradasi BETN sebagai sumber energi mikroorganisme. Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian Van Veen (1968) yang dikutip oleh Rusdi (1992) bahwa
pada pembuatan oncom dari tepung kacang tanah sebelum difermentasi kadar karbohidrat
C2 (10,25 ± 0,21 %), kemudian diikuti oleh C1 (10,17 ± 0,08 %), C5 (10,14 ± 0,06 %),
C3 (10,07 ± 0,13 %) dan C4 (10,05 ± 0,10 %), untuk mengetahui pengaruh perlakuan
memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap kandungan protein
terlarut produk fermentasi Jika dilanjutkan dengan analisis ragampun juga memberikan
pengaruh yang tidak berbeda nyata. Hal ini mengindikasikan bahwa imbangan ampas
tahu dan onggok yang membawa konsekuensi pada berubahnya imbangan unsur N dan C
sesudah difermentasi pada perlakuan C1, C2, C3, C4 dan C5 mengalami peningkatan
10.2
10
9.8
9.6
9.4
9.2
9
C1 C2 C3 C4 C5
Perlakuan
Gambar 8. Grafik rataan kandungan protein terlarut sebelum dan sesudah fermentasi
Peningkatan protein terlarut disebabkan selama fermentasi terdapat aktivitas
mengakibatkan peningkatan nitrogen terlarut. Menurut Haris dan Endel (1989) selama
fermentasi kelarutan protein dapat mencapai 50%. Makin lama fermentasi maka makin
banyak bahan organik komplek yang dimanfaatkan oleh mikroba untuk dirubah menjadi
produk sampai batas tertentu. Natsir dan Djunaidi (2001) menyatakan bahwa protein
dengan semakin meningkatnya protein terlarut maka semakin banyak protein yang
berbetuk peptida yang mempunyai berat molekul rendah dan asam amino bebas.
(20,04 ± 0,41 %), kemudian diikuti oleh C1 (19,82 ± 0,15 %), C4 (19,58 ±
0,19 %), C5 (19,23 ± 0,11 %) dan C3 (19,21 ± 0,24 %), untuk mengetahui pengaruh
Hasil analisis peragam (Lampiran 12) menunjukkan imbangan ampas tahu dan
onggok berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kandungan gula reduksi. Perbedaan
pengaruh diantara perlakuan dapat diketahui dengan menggunakan uji beda nyata
terkecil, dan menunjukkan bahwa kandungan gula reduksi pada perlakuan C2 yang
paling tinggi.
25 (+20.25%) (+19.64%) (+59.55%) (+12.92%) (+9.51%)
Gambar 9. Grafik rataan kandungan gula reduksi sebelum dan sesudah fermentasi.
Gambar 9 menunjukkan kecenderungan grafik yang lurus dari C1 sampai C5 pada
Peningkatan kandungan gula reduksi ini disebabkan karena adanya degradasi pati
dalam substrat. Hal ini sesuai dengan pendapat Suliantari (1990) bahwa selama
fermentasi akan terjadi aktivitas enzim alfa dan beta amilase yang akan menguraikan pati
dari bahan baku menjadi gula-gula pereduksi. Menurut Purnomo dan Adiono (1987)
bahwa selama proses fermentasi pati dihidrolisis menjadi gula sederhana sehingga kadar
dihidrolisis sehingga gula reduksi akan meningkat akibatnya daya cerna juga meningkat.
BAB V
5.1 Kesimpulan
kandungan zat makanan campuran ampas tahu dan onggok pada berbagai level termasuk
5.2 Saran
Tidak perlu dilakukan fermentasi karena pada proses fermentasi tidak merubah
PENDAHULUAN
mengimpor komponen tersebut dari negara lain. Ketergantungan akan komponen bahan
pakan penyusun ransum unggas impor yang semakin mahal adalah salah satu penyebab
terpuruknya industri perunggasan dewasa ini. Oleh karena itu dalam upaya meningkatkan
produktivitas ternak perlu dilakukan upaya mencari sumber pakan baru/alternatif sebagai
pakan ternak pengganti yang harganya murah, tidak bersaing dengan kebutuhan manusia,
Ampas tahu merupakan limbah pabrik dalam jumlah berlimpah yang tidak
bersaing dengan kebutuhan manusia dan belum dimanfaatkan secara maksimal sebagai
pakan ternak. Ampas tahu disamping mengandung protein (21,3 – 27,0 %) dan lemak
cukup tinggi (4,5 – 17,0 %), juga mengandung serat kasar yang tinggi (sekitar 16 – 23 %)
yang perlu dipertimbangkan pemakaiannya dalam pakan unggas karena sulit dicerna
Onggok yang berasal dari ubi singkong merupakan limbah padat dari pengolahan
tepung tapioca dan juga belum secara maksimal dimanfaatkan sebagai bahan pakan
ternak. Onggok sebagai ampas pati singkong yang masih mengandung karbohidrat, dapat
dimanfaatkan sebagai sumber energi. Kandungan zat makanan yang terkandung dalam
onggok adalah protein 3,6 %, lemak 2,3 %, air 20,3 %, abu 4,4 %, energi metabolis 3000
kkal/kg dan mengandung sianida yang tinggi (Anonimus,2005a ; Abidin, 1997).
antinutrisi pada onggok salah satunya adalah melalui teknologi fermentasi dengan
protein dan bahan organik lain) baik dalam keadaan aerob maupun anaerob melalui kerja
enzim yang dihasilkan oleh mikroba. Manfaat fermentasi antara lain dapat mengubah
bahan organik kompleks seperti protein, karbohidrat dan lemak menjadi molekul-molekul
yang lebih sederhana dan mudah dicerna, mengubah rasa dan aroma yang tidak disukai
(Rachman, 1989), khususnya N dan C. Kombinasi onggok dan ampas tahu diharapkan
merupakan metode sederhana yang aplikatif dalam rangka menemukan media yang cocok
untuk pembiakan ragi oncom. Jika fermentasi tersebut berhasil meningkatkan zat
makanan secara signifikan, maka hal ini bisa menjadi bahan pakan alternatif yang
pengaruh imbangan ampas tahu dan onggok terhadap kandungan zat makanan produk
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh imbangan ampas tahu dan
onggok terhadap kandungan zat makanan produk fermentasinya dengan ragi oncom.
pengaruh imbangan ampas tahu dan onggok yang difermentasi dengan ragi oncom.
Ampas tahu selain memiliki potensi sebagai pakan ternak juga memiliki kendala,
meningkatkan utilisasi zat makanan dari bahan pakan tersebut. Ampas tahu disamping
mengandung protein 21,3 – 27,0 % dan kandungan lemak yang cukup tinggi yaitu 4,5 –
17,0 %, kandungan serat kasarnya juga tinggi yaitu sekitar 16 – 23 %. Serat kasarnya
dalam pakan unggas merupakan zat makanan yang sulit dicerna (Kompiang et al.,1997).
Onggok yang berasal dari ubi singkong merupakan limbah padat dari pengolahan
tepung tapioka. Onggok mengandung protein 3,6 %, lemak 2,3 %, air 20,3 % dan abu
4,4 % (Anonimus,2005a). Potensi dari onggok sebagai bahan pakan bagi ternak sangat
guna memasok kebutuhan energi. Namun keterbatasan dalam penyedia N mungkin secara
mikroba harus menyediakan semua zat makanan yang dibutuhkan oleh mikroba untuk
beberapa unsur mineral pokok. Penggunaan kombinasi ampas tahu dan onggok
diharapkan dapat menjadi bahan yang kaya energi dan mengandung PK yang juga cukup
tinggi. Hal ini mungkin akan menjadi makin efektif bila campuran tersebut digunakan
sebagai medium untuk pertumbuhan ragi oncom. Mikroba yang biasanya digunakan
sebagai inokulan untuk pembuatan oncom ini diusulkan karena memiliki aktivitas
tahu dengan ragi yang mengandung kapang menghasilkan ampas tahu fermentasi dengan
kandungan protein kasar 21,66 %, lemak kasar 2,73 %, serat kasar 20,26 %, Ca 1,09 %, P
0,88 %, dengan energi metabolis sebesar 2.830 kkal/kg, serta mengandung asam amino
lisin dan methionin serta vitamin B komplek yang cukup tinggi (Anonimus, 2005a).
Informasi tentang imbangan ampas tahu dan onggok yang difermentasi dengan ragi
oncom belum ada, oleh sebab itu diperlukan penelitian tentang pengaruh imbangan
ampas tahu dan onggok dalam fermentasi dengan menggunakan ragi oncom terhadap
1.6 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah imbangan ampas tahu dan onggok yang
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Oktober 2006
bertempat di:
1. Ampas tahu
Ampas tahu berasal dari limbah industri pembuatan tahu yang diperoleh dari
Pabrik Tahu di Desa Beji, Kotatif Batu. Ampas tahu ini digunakan dalam bentuk basah
sebagai media dalam fermentasi padat. Kandungan zat makanan anpas tahu dapat dilihat
pada Tabel 3.
2. Onggok
Onggok merupakan hasil samping dari industri tepung tapioka yang diperoleh
dari Pabrik tepung tapioka Desa Bumiaji, Kotatif Batu, digunakan dalam bentuk basah
sebagai campuran ampas tahu dalam substrat pada fermentasi padat. Kandungan zat
Inokulum yang digunakan adalah ragi oncom yang diperoleh dari penjual oncom
di Bandung.
Prosedur fermentasi yang dilakukan yaitu ampas tahu dan onggok dikukus
diletakkan pada baki kecil dan dicampur hingga merata, baru ditambahkan inokulum
sebanyak 2,5 % b/b (5 gram). Berat total substrat masing-masing perlakuan adalah 200
gram dengan ketebalan ± 2 cm. Inkubasi dilakukan selama 72 jam (waktu inkubasi
berdasarkan hasil pra penelitian yang terbaik) pada suhu ruang 25 – 30 0C. Setelah 72
jam bahan dikeringkan dalam oven dengan suhu 60 0C, lalu digiling dengan
menggunakan grinder dan siap dianalisa. Prosedur penelitian secara skematis bisa dilihat
pada Lampiran 1.
1. Kandungan zat makanan berdasarkan analisis proksimat yang meliputi bahan kering
(%), bahan organik (%), protein kasar (%), serat kasar (%),lemak kasar (%), dan
(ANKOVA) dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL). Model analisis yang digunakan
Y = μ +τ i + β (X − X .. ) + ε ij
ij ij
;
i = 1,…, 5
j = 1,…, 4
dimana :
Y ij
= nilai pengamatan pada perlakuan ke-I ulangan ke-j
μ = nilai tengah umum
Χ ij
Χ ij
= peubah pengiring bebas dari perlakuan ke-i pada ulangan ke-j
___
Χ .. = nilai rata-rata peubah bebas
ε ij
=kesalahan (galat) percobaan pada perlakuan ke-I ulangan ke-j
Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dilakukan apabila peragam nyata / sangat nyata,
tetapi jika peragam tidak nyata dilanjutkan dengan analisis ragam kemudian apabila
diantara perlakuan berbeda nyata / sangat nyata dilanjutkan dengan BNT (Steel and
Torrie, 1995). Hasil penelitian ini juga didukung dengan pembahasan secara deskriptif
1. Ampas Tahu : limbah padat yang merupakan hasil samping dari pengolahan tahu.
2. Onggok : limbah padat yang merupakan hasil samping dari pengolahan tepung
tapioka.
3. Fermentasi : perubahan kimiawi yang terjadi pada suatu bahan sebagai akibat dari
SKRIPSI
Oleh :
Margaretha Mildayani
0310520043
Oleh :
Margaretha Mildayani
0310520043
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
pada Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya
SKRIPSI
Oleh :
Margaretha Mildayani
0310520043
Menyetujui:
Susunan Tim Penguji
Pembimbing Pendamping
Malang,
Universitas Brawijaya
Fakultas Peternakan
Dekan
Penulis merupakan anak bungsu dari pasangan Bapak Andreas Yuni Hardi dan Ibu Sri
pada tahun 1997. Penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri 1
menengah atas di SMU Negeri 1 Rembang pada tahun 2003. Pada tahun 2003 penulis
Ternak lewat jalur Penjaringan Siswa Berprestasi (PSB). Selama menempuh pendidikan
Unibraw (Unit Aktivitas Tenis Meja Universitas Brawijaya) dan sempat menjabat
sebagai pengurus selama dua periode kepengurusan, yaitu pada periode 2005 menjabat
sebagai Anggota bidang Personalia dan pada periode 2006 sebagai Sekretaris Umum.
Prestasi yang pernah diraih antara lain Juara I PORSIS MABA Cabang Tenis Meja
Tunggal Putri Tahun 2004, Juara II PORSIS MABA Cabang Tenis Meja Beregu
Campuran Tahun 2004, dan Juara III OLIMPIADE BRAWIJAYA Cabang Tenis Meja
Beregu Putri Tahun 2006. Penulis pernah menerima beasiswa Peningkatan Prestasi
KATA PENGANTAR
Sujud syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karuniaNya
kepada penulis hingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan skripsi dengan
judul ”Pengaruh Imbangan Ampas Tahu dan Onggok yang Difermentasi dengan Ragi
kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Eko Widodo, M. Agr. Sc. MSc atas saran, waktu dan kesabarannya
3. Bapak Dr. Ir. Osfar Sjofjan, M.Sc atas kesempatan yang telah diberikan kepada
penulis untuk ikut dalam penelitian ini, terimakasih pula atas semua motivasi dan
4. Bapak Ir. Surisdiarto, M.Rur.Sc. selaku dosen penguji yang telah bersedia
5. Ibu Ir. Herni Sudarwati, MS selaku pembimbing akademik atas semua bantuan,
7. Bapak Mahfud dan Bapak Sugiono atas semua bantuan dan bimbingannya selama
Ternak.
8. IBUNDA TERCINTA terimakasih atas semua pengorbanan, doa dan dukungan tanpa
batas yang telah diberikan hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
pengetahuan dan wawasan bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Penulis
ABSTRACT
The research was aimed to evaluate effect of ratio between tofu by–
product and tapioca waste fermented by oncom yeast on nutrient composition. Materials
used were tofu by-product, tapioca waste, and oncom yeast. This experiment was
arranged in a Completely Randomized Design with 5 treatment namely C1(100% TBP +
0 % TW), C2 (75 % TBP + 25 % TW), C3 (50 % TBP + 50 % TW), C4 (25 % TBP + 75
% TW), C5 (0 % TBP + 100 % TW). Each treatment was repeated 4 times. Variables
observed were Dry Matter (DM), Organic Matter (OM), Crude Protein (CP), Crude
Fibre (CF), Ether Extract (EE), Nitrogen Free Extract (NFE), soluble protein and
reducing sugar. The result of this research showed that DM, OM, CP, CF, EE,
NFE, and soluble protein content were not significantly (P>0,05) affected by ratio
between tofu by-product and tapioca waste, but reducing sugar were affected very
significantly (P<0,01). Fermentation were not change the nutrient composition mixing of
tofu by-product and tapioca waste in each level include soluble protein and reduction
sugar.
Keywords : Tofu by-product, tapioca waste, oncom yeast, nutrient composition.
RINGKASAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Oktober 2006 di
Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya
dan Laboratorium Biokimia Universitas Muhamadiyah Malang. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui pengaruh imbangan ampas tahu dan onggok yang difermentasi
dengan ragi oncom terhadap kandungan zat makanan.
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ampas tahu (AT) yang
didapatkan dari Pabrik Tahu di Desa Beji, Kotatif Batu, onggok yang didapatkan dari
Desa Bumiaji, Kotatif Batu, ragi oncom yang didapatkan dari penjual oncom di Bandung.
Metode penelitian yang digunakan adalah percobaan laboratorium dengan menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Adapun imbangan
yang digunakan adalah C1(100% AT + 0 % Onggok), C2 (75 % AT + 25 % Onggok), C3
(50 % AT + 50 % Onggok), C4 (25 % AT + 75 % Onggok), C5 (0 % AT + 100 %
Onggok). Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah Bahan Kering (BK), Bahan
Organik (BO), Protein Kasar (PK), Serat Kasar (SK), Lemak Kasar (LK), BETN, Protein
terlarut, dan Gula reduksi. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis
peragam (ANKOVA), apabila terdapat perbedaan dilakukan uji lanjut dengan
menggunakan Uji beda nyata terkecil (BNT).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa imbangan ampas tahu dan onggok pada
fermentasi dengan menggunakan ragi oncom memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>
0,05) terhadap kandungan BK, BO, PK, SK, LK, BETN dan protein terlarut, tetapi
memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kandungan gula reduksi.
Persentase penurunan BK tertinggi pada perlakuan C5 (3 %). Persentase penurunan BO
tertinggi pada C1 (0,25 %). Persentase peningkatan PK tertinggi pada C3 (67,83 %).
Penurunan SK terjadi pada C5 dengan persentase penurunan (14,13 %). Persentase
penurunan LK tertinggi pada C2 (64,87 %). Persentase penurunan BETN tertinggi pada
C1 (20,15 %). Persentase peningkatan protein terlarut tertinggi pada C2 (7,67 %).
Persentase peningkatan gula reduksi tertinggi pada C3 (59,55%).
DAFTAR ISI
Halaman
RIWAYAT HIDUP iv
KATA PENGANTAR v
ABSTRACT vii
RINGKASAN viii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xi
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penelitian 3
1.4 Kegunaan Penelitian 3
1.5 Kerangka Pikir 3
1.6 Hipotesis 4
DAFTAR PUSTAKA 37
LAMPIRAN 41
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Gambar Halaman
1. Neurospora sitophila 10
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
Aisjah, T. 1995. Biokonversi Limbah Umbi Singkong Menjadi Bahan Pakan Sumber
Protein oleh Jamur Rhizopus sp. Serta Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan
Ayam Pedaging. Tesis Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran.
Bandung.
Anonimus. 2005a Bahan Alternatif Pakan Dari Hasil Samping Industri Pangan.
http://www.chem-is-try.org/?sect=folus & ext=15.
Ardhana, M. 1982. The Mikrobial Ecology of Tape Ketan Fermentation. Thesis. The
University of New South Wales. Sydney.
Harris, R. S. dan K. Endel. 1989. Evaluasi Gizi pada Pengelolaan Bahan Pangan. ITB.
Bandung.
Imai, A., Y. Miyakoshi, M. Seki dan W. Oyamagi. !996. Utilization of ”Tofu Cake” as an
ingredient of Mixed Feed in Fattening Holstein Steers. Procs. 8th AAAP
Anim. Sci. Cong. Pp. 886-887. Japanese Soc Zootech. Sci. Tokyo. Japan.
Mahfudz, L.D. 2006. Efektifitas Oncom Ampas Tahu sebagai Bahan Pakan Ayam
Pedaging. Animal Produktion Vol. 8. Fakultas Peternakan Universitas
Diponegoro. Semarang.
Nur, S. Y., D. Ade dan F. L. Yose. 1997. Penggunaan Biokonversi Ampas Tahu dengan
Laru Tempe dalam Ransum Broiler. ProsSem. Nas. II Ilmu Nutrisi dan
Makanan Ternak. Fapet IPB, Bogor. Hal. 1134-114.
Nurhayati. 2005. Evaluasi Nutrisi Campuran Bungkil Inti Sawit dan Onggok yang
Difermentasi Menggunakan Aspergillus niger Sebagai Bahan Pakan
Alternatif. Tesis Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang.
Malang.
Purnomo dan Adiono. 1987. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Rusdi, U. D. 1992. Fermentasi Konsentrat Campuran Bungkil Biji Kapuk dan Onggok
Serta Implikasi Efeknya Terhadap Pertumbhan Ayam Broiler. Disertasi
Universitas Padjadjaran. Bandung.
Shin, H. T. 1988. The Effects of Yeast Culture In swine and Poultry Ration. College of
Agriculture. Sung Kyun University. Korea.
Shurtleff, W., and Aoyagi. 1979. The Book of Tempeh. Herper & Row, Publisher. New
York, Hangertown, San fransisco, London
Siregar, S. 1995. Sapi Perah : Jenis, Teknik Pemeliharaan, dan Analisis Usaha. Penebar
Swadaya. Jakarta
Sofjan, O. 1996. Penggunaan Gamblong sebagai Media Fermentasi dari Rhizopus sp.
Laporan Penelitian. Universitas Brawijaya. Malang.
Steel, R. G. D., J. H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan
Biometrik. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Sudarmadji, S.,B. Haryono, Suharti. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.
Kerjasama Penerbit Liberty dan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi
UGM. Yogyakarta.
Supriyati, T. Pasaribu, H. Hamid dan A. Sinurat. 1998. Fermentasi Bungkil Inti Sawit
Secara Substrat Padat dengan Menggunakan Aspergillus niger. Jurnal Ilmu
Ternak dan Veteriner 3 : 165-169.
Tarmudji. 2004. Pemanfataan Onggok Untuk Pakan Unggas. Tabloid Sinar Tani Juni
2004. http://www.litbang.deptan.go.id/artikel/one/71/pdf. Diakses tanggal 25
Juni 2006.
Lampiran 1. Prosedur penelitian pengaruh imbangan ampas tahu dan onggok yang
difermentasi dengan ragi oncom terhadap kandungan zat makanan.
Lampiran 2. Prosedur analisis proksimat menurut petunjuk Sudarmadji (1989)
DESTRUKSI
13. Timbang kertas minyak, misal berat A gram. Ambil sampel kira – kira 0,3 gram
untuk bahan yang mengandung protein rendah atau 0,2 gram untuk bahan yang
mengandung protein tinggi, tuangkan dalam kertas minyak dan timbang kembali,
misal bertanya B gram. Masukkan sampel (tidak dengan kertas minyak) ke dalam
labu kjeldahl.
14. Tambahkan 1,4 gr katalisator dan batu didih. Kemudian tambahkan 5 ml H2SO4
pekat (dalam lemari asam) dengan menggunakan dispenser.
15. Didestruksi sampai warna menjadi hijau. Biarkan sampai dingin.
16. Tambahkan 60 ml aquades (dibagi 4 kali), kocok dan masukkan larutan ke dalam
erlenmeyer 300 ml.
DESTILASI
17. Ambil beaker glass 300 ml, isi dengan H2SO4 0,1 N sebanyak 25 ml dengan
menggunakan dispenser. Tambahkan 3 tetes indikator mix, warna menjadi ungu.
Kemudian letakkan beaker glass di bawah ujung alat destilasi (ujung alat destilasi
harus masuk ke dalam cairan penampung, agar tidak ada NH3 yang hilang).
18. Untuk destilasi, tambahkan 20 ml NaOH 40% dalam erlenmeyer hasil destruksi,
kemudian dengan cepat (agar tidak ada NH3 yang hilang) pasang dalam alat
destilasi.
19. Destilasi dihentikan jika volume larutan dalam erlenmeyer 100 ml.
TITRASI
20. Beaker glas yang berisi hasil destilasi dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai warna
berubah menjadi hijau jernih. Misal jumlah NaOH untuk titrasi C ml.
21. Buat blanko, caranya sama tetapi tidak memakai sampel (misal untuk titrasi perlu
D ml NaOH 0,1 N).
Perhitungan:
PK = (D – C) x n NaOH x 0,014 x 6,25 x 100 %
B–A
Keterangan:
A = berat kertas minyak
B = berat kertas minyak + sampel
C = ml NaOH untuk titrasi sampel
D = ml NaOH untuk titrasi blanko
Bahan Kimia:
1. Bahan A: larutkan 100 g Na2CO3 dalam NaOH 0,5 N hingga mencapai volume
1000 ml.
2. Reagen B: larutkan 1 g CuSO4.5 H2O dalam aquades hingga mencapai volume
100 ml.
3. Reagen C: larutkan 2 g K-tartrat dalam aquades hingga mencapai volume 100 ml
(larutan A, B dan C dapat disimpan).
4. Larutan standar serum bovin albumin 0,3 mg/ml. Larutkan 0,03 g serum bovin
albumin dalam larutan buffer sitrat 0,01 N pH 6,00 yang telah didinginkan pada
suhu ± 10 0C selama 24 jam hingga mencapai volume 100 ml.
5. Reagen D: campur 15 ml larutan A; 0,75 ml reagen B dan 0,75 ml reagen C,
kemudian digoyang homogen.
6. Penyediaan larutan E yaitu mengencerkan 5,00 ml reagen Folin-Ciocalteu 2 N
menjadi volume 50 ml lalu digoyang.
Cara Kerja:
1. Masukkan sampel sebanyak 1 ml dalam tabung reaksi kemudian tambahkan 1 ml
reagen D, segera digoyang dengan vortex dan diinkubasi pada suhu ruang selama
15 menit.
2. Tambahkan 3 ml reagen E ke dalam tabung sampel dan harus segera digoyang
vortex secepatnya, kemudian diinkubasikan pada suhu ruang selama 45 menit dan
segera ukur absorbansinya pada 540 nm. Warna biru yang terbentuk tetap stabil
selama 45 - 80 menit sesudah periode inkubasi.
3. Buat kurva standar serum bovin albumin dengan konsentrasi 0; 0,60; 0,12; 0,18;
0,24; dan 0,30 mg/ml sehingga diperoleh garis regresi hubungan antara
absorbansi dengan konsentrasi protein. Berdasarkan garis regresi ini kandungan
protein sampel dapat diketahui.
Bahan Kimia:
1. Reagen Nelson
- 25 cc Nelson A ditambah 1 cc Nelson B dan dikocok.
2. Nelson A
- Na2CO3 12,5 + K.Na tartrat 12,5 g.
- NaH CO3 10 g + Na2SO4 100 g.
- Kedua larutan dilarutkan dalam aquades sebanyak 500 cc.
3. Nelson B
- CuSO4.5H2O 7,5 g dalam 50 cc air suling + 1 tetes asam sulfat pekat
4. Arsenomolibdat
- 25 g Am-molibdat dalam 450 cc aquades + 25 cc H2SO4 pekat
- Larutkan di tempat lain 3 g Na2H AsO4 7H2O ( Natrium Hirogin Arsenat)
dalam 25 cc aquades.
- Baru kemudian dicampur ke dalam larutan pertama di tempat gelap pada suhu
37 0C dan dibiarkan selama 24 jam.
Cara Kerja:
1. Timbang sampel ± 0,1 g masukkan dalam gelas piala 100 cc dan panaskan sampai
5 menit, setelah mendidih didinginkan dan disaring ke labu ukur 250 cc,
kemudian encerkan sampai tanda batas, dikocok sampai homogen dan disaring.
2. Ambil filtrate 1 cc masukkan ke dalam tabung reaksi kemudian tambahkan
Reagen Nelson 1 cc dan dipanaskan pada water bath selama 20 menit pada suhu
100 0C.
3. Kemudian ambil dan dinginkan, tambahkan larutan arsenomolibdat 1 cc dan
dikocok.
4. Kemudian tambahkan aquades 7 cc kocok dan kemudian dibaca dengan
spektronik 20 pada panjang gelombang 490 nm.
Lampiran 5. Analisis peragam antara kandungan bahan kering (BK) sebelum dan sesudah
fermentasi (%)
C1 C2 C3 C4 C5
X Y X Y X Y X Y X
1 92. 90 90. 37 93 51 88 79 93 56 91 59 93. 55 91. 35 94 65 90
2 92. 01 89. 93 92 67 88 86 93 04 90 42 93. 11 91 .5 94. 03 89
3 91. 63 91. 22 91 46 91 77 91 92 91 03 91. 88 91. 92 92 81 90
4 92. 73 91. 39 92 74 92 22 92 71 93 15 92. 86 93. 28 91 99 90
Σ 3 9 .27 3 0 .38 3 1 .23 3 1 .40 3 3
370.38 371.23 371.40 373.48
Χ 92.32 90.73 92.60 90.41 92.81 91.55 92.85 92.01 93.37 90.57
X ..2.
JK Total ( XX ) = ∑ X − 2
ij = 12.84
i, j rt
Jumlah Kuadrat (JK)xx
JK Perlakuan ( XX ) =
∑ i
X i2.
−
X ..2.
= 2.41
r rt
JK Perlakuan (YY ) =
∑ i
Yi.2
−
Y..2.
= 7.69
r rt
∑X i.
( X ..) (Y ..)
Yi.
JHK Perlakuan ( XY ) = i
= 0.25 −
r rt
JHK Galat ( XY ) = JK Total ( XY ) − JK Perlakuan ( XY ) = − 3.88
( X ..) (Y ..)
JHK Total ( XY ) = ∑ X ij Yij − = − 3.63
i, j rt
Jumlah Hasil Kali (JHK)xy
ANALISIS PERAGAM
41 92 .8 1 91 .5
9
0. 5 9 2.0 1 9
57 Jum lah Ku adrat (JK)xx

J um la h Kua drat (JK)y y 
 J umlah Hasil K a l i
Galat
5 10 .44 -3.8 8 1
Regr esi 8.
G
A
M
Ulangan
I
I
I III IV 1 C1 90.37 89
.
2
t ⎛ r ⎞
∑ ⎜ ∑ Yij ⎟
⎜
i =1 ⎝ j =1
⎟
JKP = ⎠ − FK = 7.69
r
ANALISIS PE
G J K
A
S
M
P JK
J K G A M
GAM J K
K
JK K
JK GAM
J K
JK JK A
JK JK JK
XX XY YY
Total 19 29.27 31.32 40.44 Perlakuan 4
2
9
.
2
6
3
Lampiran 7. Analisis peragam antara kandungan protein kasar (PK) sebelum dan sesudah
fermentasi (%)
C1 C2 C3 C4 C5
X Y X Y X Y X Y X
1 16. 43 24. 22 12 57 20 57 8. 82 14 91 5. 09 7. 76 1. 33 2.
2 16 59 24. 34 12 68 20 55 8. 87 15 11 5. 11 7. 75 1. 34 2.
3 16 65 24 12 85 19 .9 8. 98 15 01 5. 18 7. 71 1. 36 2.
4 16 46 23. 95 12 67 19 .8 8. 90 14 66 5. 13 7 .6 1. 37 2.
Σ 6 .13 0 .77 5 .57 2 0 .51 5
9 6.51 8 0.82 5 9.69 3 0.82
2 16.53 24.13 12.69 20.21 8.89 14.92 5.13 7.71 1.35
.
13 Analog dengan perhitungan pada lampiran 3 maka diperoleh hasil sebagai ber
u t: XX
Y FK 90.97 38 18.74 24
5 JK Total 5 75.57 12 89.85 8
4 JK P akuan 5 75.48 12 89.11 8
3 JK Galat 0.09 0.74
.
0
9 ANALISIS PE
G J K
A
S
M
P JK
J K
GAM GA M JK
JK GAM
AGAM JK AM
JK
XX XY YY Total 19 575.57 856.74 1289
.
85 Perl
ua n 4 575. 48
85
28 9.1 1
0.05 / 2 2 KT Galat
BNT 1% = t tab (db galat ) x = 0.46
r
0.05 / 2 2 KT Galat
BNT 1% = t tab (db galat ) x = 0.75
r
Lampiran 9. Analisis peragam antara kandungan lemak kasar (LK) sebelum dan sesudah
fermentasi (%)
C1 C2 C3 C4 C5
X Y X Y X Y X Y X
1 8. 13 5. 26 6. 26 2. 26 4.
45 3. 24 2. 63 1. 37 0.80 0.
2 8. 21 5. 28 6. 31 2. 26 4.
47 3. 28 2. 64 1. 37 0.81 0.
3 8. 24 5. 21 6. 40 2. 20 4.
53 3. 26 2. 68 1. 36 0.82 0.
4 8. 14 5 .2 6. 31 2. 18 4.
49 3. 19 2. 65 1. 34 0.83 0.
Σ 2 .72 5 .28 7 .94 1 0 .60 3
2 0.95 8.90 1 2.97 5.44
9 8.18 5.24 6.32 2.22 4.49 3.24 2.65 1.36 0.82
.
87 Analog dengan perhitungan pada lampiran 3 maka diperoleh hasil sebagai ber
u t: XX
Y FK 03.20 1 33.89 2
5 JK Total 1 35.45 48.14
8 JK P akuan 1 35.43 48.13
9 JK Galat 0.02 0.01
0
0
4 ANALISIS PE
G J K
A
S
M
P JK
J K JK A
JK K
K JK K
K JK
JK ER AGA GA M
JK XX XY YY
To tal 19 1 3
5.
68 48 .14
Lampiran 10. Analisis peragam antara kandungan BETN sebelum dan sesudah fermentasi
(%)
C1 C2 C3 C4 C5
X Y X Y X Y X Y X
1 47. 87 36. 61 55 87 51 46 63 51 55 84 71. 15 68. 11 79 04 80
2 47.36 36.21 55.47 51.91 63.31 55.26 71.01 68.22 78.90 80.05
3 47.15 38.81 54.88 53.96 62.86 55.13 70.62 68.25 78.62 80.32
4 47.77 40.21 55.50 54.64 63.18 56.32 70.93 68.67 78.43 80.39
Σ 190.15 221.72 252.86 283.71 314.99
151.84 211.97 222.55 273.25 321.15
Χ 47.54 37.96 55.43 52.99 63.22 55.64 70.93 68.31 78.75 80.29
Analog dengan perhitungan pada lampiran 3 maka diperoleh hasil sebagai berikut:
XX YY XY
FK 79812.77 69709.71 74590.38
JK Total 2429.94 4138.81 3115.43
JK Perlakuan 2428.49 4119.80 3116.41
JK Galat 1.45 19.01 -0.97
ANALISIS PERAGAM
S PER AG AM
AGA M
M S PER AGAM JK
RAGA GAM E R A
PE RAG AM RAGA I
RAGAM S PERAG S PER AGAM ERAG
JK J K
XX XY YY Total 19 2429.94 3115.43 41
3
8.81 Pe
ak ua n 4 24 28 .
49
41 41 19.8 0
Lampiran 11. Analisis peragam antara kandungan protein terlarut sebelum dan sesudah
fermentasi (%)
C1 C2 C3 C4 C5
X Y X Y X Y X Y X
1 9. 41 10. 11 9. 42 10 43 9. 49 10 06 9. 56 10. 12 9. 52 10
2 9. 50 10. 16 9. 51 10 43 9. 54 10 19 9. 60 10 .1 9. 58 10
3 9. 54 10. 02 9. 63 10 .1 9. 66 10 12 9. 73 10. 06 9. 71 10
4 9. 43 10 9. 50 10 05 9. 58 9. 89 9. 63 9. 91 9. 79 10
Σ 7 .88 8 .06 8 .27 3 8 .52 8
4 0.29 4 1.01 4 0.26 4 0.19
Χ 9.47 10.07 9.52 10.25 9.57 10.07 9.63 10.05 9.65 10.14
Analog dengan perhitungan pada lampiran 3 maka diperoleh hasil sebagai berikut:
XX YY XY
FK 1830.36 2046.06 1935.21
JK Total 0.20 0.34 -0.07
JK Perlakuan 0.09 0.11 -0.02
JK Galat 0.11 0.23 -0.05
ANALISIS PERAGAM
h has il s eb ag
iku t:
F K 183 0.36 2046.0 6 19 5 . 2 1
JK Total 0. 20 0.34 -0.07 J K P
kuan 0 .0 9 0 .11 - 0.02 G a l
.11 0.23 - 0.05 ANA LI SIS P ERAG hasi
bagai berikut: XX YY XY FK 83 0. 36
046.06 1935.21 JK Total 0.20 0.34 -0.07 JK Pe
r
lakuan 0.09 0.1
-0 .0 2 JK G a
0 .23 -0. 05 la
AL ISI S PERA GAM sil sebag ai ber
: XX YY XY FK 830.36 2046. 06 193
JK Tot al 0.2 0 0.34 -0.0 7 JK Per
an 0. 09 0.1 1 -0. 02 JK G alat 0 .11 0.
0. 05 A NALIS S PERA GAM asil s
ai berik ut : X X YY
s
e
b
a
g
a
Lampiran 12. Analisis peragam antara kandungan gula reduksi sebelum dan sesudah
fermentasi (%)
C1 C2 C3 C4 C5
X Y X Y X Y X Y X
1 16. 38 19 .9 16. 59 20 .4 16. 90 19 .2 17. 21 19. 72 17 32 19
2 16 54 20 16 74 20 38 6. 99 19 45 17. 29 19. 69 17 43 19
3 16 61 19. 72 16 96 19 73 17 20 19 32 17. 52 19 .6 17. 66 19
4 16 41 19. 68 16 72 19 64 7. 05 18 88 17. 34 19. 31 17 82 19
Σ 5 .94 7 .01 8 .14 6 9 .36 0
7 9.30 8 0.15 7 6.85 7 8.32
2 16.49 19.83 16.75 20.04 12.04 19.21 17.34 19.58 17.56
.
23 Analog dengan perhitungan pada lampiran 3 maka diperoleh hasil sebagai ber
u t: XX
Y FK 41.78 76 65.18 62
JK Total 183.91 3.00 6.30
JK Perlakuan 82.95 2.11 5.50
JK Galat 100.96 0.89 0.80
ANALISIS PERAGAM
K Gal at 1 00 .9
J 0. 80
PERAG AM K
XX XY YY Tota l 1 9 1 8
6.30 3. 00 Perl akuan 4
95 5.50 2. 11 al at 15 100.9 6 0.8 0 0.8
Regresi1 Jk .re g 0.01 0.01 10 .0 3*
60 8.86 Gala
t dises ua i kan1 4 0
0.06
Regresi(Pe rlk + Gal a t ) 1
22 Perlk Ga la t Dis es uaika n18 2 .78
Perlk. (disesuaikan)4 1.90 0.47 7.53 3.11 5.03
**
0
0
.
0
19.58 19. 57
17.56 1. 52 0.
9.23 19.22 
BNT1%1. 20.0