You are on page 1of 27

SUPERKELAS TETRAPODA

(KELAS AMPHIBIA DAN KELAS REPTILIA)

A. Waktu Pelaksanaan
Hari/tanggal : Rabu, 4 November 2009
Waktu : 08.40 - selesai
Tempat : Laboratorium Struktur Hewan FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia

B. Tujuan Praktikum
 Untuk melatih mahasiswa agar terampil dalam menggunakn kunci identifikasi
dikhotomis berdasarkan ciri-cirinya.
 Dapat menyebutkan bagian-bagian tubuh katak, kodok maupun anggota anura lain
yang penting untuk identifikasi.
 Dapat melakukan identifikasi berbagai jenis anggota Anura yang tersedia dengan
menggunakan kunci identifikasi.
 Untuk mengurutkan taksa macam-macam Reptilia dari phylum samapai filum

C. Landasan Teori
Amphibia merupakan hewan dengan kelembaban kulit yang tinggi, tidak tertutupi oleh
rambut dan mampu hidup di air maupun di darat. Amphibia berasal dari bahasa Yunani yaitu
Amphi yang berarti dua dan Bios yang berarti hidup. Karena itu amphibi diartikan sebagai
hewan yang mempunyai dua bentuk kehidupan yaitu di darat dan di air. Pada umumnya,
amphibia mempunyai siklus hidup awal di perairan dan siklus hidup kedua adalah di daratan.
( Zug, 1993)
Pada fase berudu amphibi hidup di perairan dan bernafas dengan insang. Pada fase ini
berudu bergerak menggunakan ekor. Pada fase dewasa hidup di darat dan bernafas dengan
paru-paru. Pada fase dewasa ini amphibi bergerak dengan kaki. Perubahan cara bernafas
yang seiring dengan peralihan kehidupan dari perairan ke daratan menyebabkan hilangnya
insang dan rangka insang lama kelamaan menghilang. Pada anura, tidak ditemukan leher
sebagai mekanisme adaptasi terhadap hidup di dalam liang dan bergerak dengan cara
melompat. (Zug, 1993)
Amphibia memiliki kelopak mata dan kelenjar air mata yang berkembang baik. Pada
mata terdapat membrana nictitans yang berfungsi untuk melindungi mata dari debu,
kekeringan dan kondisi lain yang menyebabkan kerusakan pada mata. Sistem syaraf
mengalami modifikasi seiring dengan perubahan fase hidup. Otak depan menjadi lebih besar
dan hemisphaerium cerebri terbagi sempurna. Pada cerebellum konvulasi hampir tidak
berkembang. Pada fase dewasa mulai terbentuk kelenjar ludah yang menghasilkan bahan
pelembab atau perekat. Walaupun demikian, tidak semua amphibi melalui siklus hidup dari
kehidupan perairan ke daratan. Pada beberapa amphibi, misalnya anggota Plethodontidae,
tetap tinggal dalam perairan dan tidak menjadi dewasa. Selama hidup tetap dalam fase
berudu, bernafas dengan insang dan berkembang biak secara neotoni. Ada beberapa jenis
amphibi lain yang sebagian hidupnya berada di daratan, tetapi pada waktu tertentu kembali
ke air untuk berkembang biak. Tapi ada juga beberapa jenis yang hanya hidup di darat
selama hidupnya. Pada kelompok ini tidak terdapat stadium larva dalam air. (Duellman and
Trueb, 1986).
Adapun ciri-ciri umum anggota amphibia adalah sebagai berikut:
1. Memilliki anggota gerak yang secara anamotis pentadactylus, kecuali pada apoda
yang anggota geraknya terduksi.
2. Tidak memiliki kuku dan cakar, tetapi ada beberapa anggota amphibia yang pada
ujung jarinya mengalami penandukan membentuk kuku dan cakar, contoh Xenopus
sp..
3. Kulit memiliki dua kelenjar yaitu kelenjar mukosa dan atau kelenjar berbintil
(biasanya beracun).
4. Pernafasan dengan insang, kulit, paru-paru.
5. Mempunyai sistem pendengaran, yaitu berupa saluran auditory dan dikenal dengan
tympanum.
6. Jantung terdiri dari tiga lobi ( 1 ventrikel dan 2 atrium)
7. Mempunyai struktur gigi, yaitu gigi maxilla dan gigi palatum.
8. Merupakan hewan poikiloterm.
Anggota amphibia terdiri dari 4 ordo yaitu Urodela (Salamander), Apoda (Caecilia),
dan Anura ( katak dan kodok), Proanura (telah punah).

 Ordo Caecilia ( Gymnophiona)


Ordo ini mempunyai anggota yang ciri umumnya adalah tidak mempunyai kaki
sehingga disebut Apoda. Tubuh menyerupai cacing (gilig), bersegmen, tidak bertungkai,
dan ekor mereduksi. Hewan ini mempunyai kulit yang kompak, mata tereduksi, tertutup
oleh kulit atau tulang, retina pada beberapa spesies berfungsi sebagai fotoreseptor. Di
bagian anterior terdapat tentakel yang fungsinya sebagai organ sensory. Kelompok ini
menunjukkan 2 bentuk dalam daur hidupnya. Pada fase larva hidup dalam air dan
bernafas dengan insang. Pada fase dewasa insang mengalami reduksi, dan biasanya
ditemukan di dalam tanah atau di lingkungan akuatik. Fertilisasi pada Caecilia terjadi
secara internal ( Webbet.al, 1981). Ordo Caecilia mempunyai 5 famili yaitu
Rhinatrematidae, Ichtyopiidae, Uraeotyphilidae, Scolecomorphiidae, dan Caecilidae.
Famili Caecilidae mempunyai 3 subfamili yaitu Dermophinae, Caecilinae dan
Typhlonectinae. ( Webbet.al, 1981)
Famili yang ada di indonesia adalah Ichtyopiidae. Anggota famili ini mempunyai ciri-ciri
tubuh yang bersisik, ekornya pendek, mata relatif berkembang. Reproduksi dengan
oviparous. Larva berenang bebas di air dengan tiga pasang insang yang bercabang yang
segera hilang walaupun membutuhkan waktu yang lama di air sebelum metamorphosis.
Anggota famili ini yang ditemukan di indonesia adalah Ichtyophis sp., yaitu di propinsi
DIY.
 Ordo Urodela
Urodela disebut juga caudata. Ordo ini mempunyai ciri bentuk tubuh memanjang,
mempunyai anggota gerak dan ekor serta tidak memiliki tympanum. Tubuh dapat
dibedakan antara kepala, leher dan badan. Beberapa spesies mempunyai insang dan yang
lainnya bernafas dengan paru-paru. Pada bagaian kepala terdapat mata yang kecil dan
pada beberapa jenis, mata mengalami reduksi. Fase larva hampir mirip dengan fase
dewasa. Anggota ordo Urodela hidup di darat akan tetapi tidak dapat lepas dari air. Pola
persebarannya meliputi wilayah Amerika Utara, Asia Tengah, Jepang dan Eropa. (Pough
et. al, 1998)
Urodella mempunyai 3 sub ordo yaitu Sirenidea, Cryptobranchoidea dan
Salamandroidea. Sub ordo Sirenidae hanya memiliki 1 famili yaitu Sirenidae, sedangkan
sub ordo Cryptobranchoidea memiliki 2 famili yaitu Cryptobranchidae dan Hynobiidae.
Sub ordo Salamandroidea memiliki 7 famili yaitu Amphiumidae, Plethodontidae,
Rhyacotritoniade, Proteidae, Ambystomatidae, Dicamptodontidae dan Salamandridae.
( Pough et. al., 1998)
 Ordo Proanura
Anggota-anggota ordo ini tidak dapat diketemukan atau dapat dikatakan telah
punah. Anggota-anggota ordo ini hidupnya di habitat akuatik sebagai larva dan hanya
sedikit saja yang menunjukkan perkembangan ke arah dewasa. Ciri-ciri umumnya adalah
mata kecil, tungkai depan kecil, tanpa tungkai belakang, kedua rahang dilapisi bahan
tanduk, mempunyai 3 pasang insang luar dan paru-paru mengalami sedikit
perkembangan. Amphibi ini tidak menunjukkan adanya dua bentuk dalam daur hidupnya.
(Duellman and Trueb, 1986)
 Ordo Anura
Nama anura mempunyai arti tidak memiliki ekor. Seperti namanya, anggota ordo
ini mempunyai ciri umum tidak mempunyai ekor, kepala bersatu dengan badan, tidak
mempunyai leher dan tungkai berkembang baik. Tungkai belakang lebih besar daripada
tungkai depan. Hal ini mendukung pergerakannya yaitu dengan melompat. Pada beberapa
famili terdapat selaput diantara jari-jarinya. Membrana tympanum terletak di permukaan
kulit dengan ukuran yang cukup besar dan terletak di belakang mata. Kelopak mata dapat
digerakkan. Mata berukuran besar dan berkembang dengan baik. Fertilisasi secara
eksternal dan prosesnya dilakukan di perairan yang tenang dan dangkal (Duellman and
Trueb, 1986). Ada 5 Famili dari ordo ini yang terdapat di indonesia yaitu Bufonidae,
Megophryidae, Ranidae, Microhylidae dan Rachoporidae. Adapun penjelasan mengenai
kelima famili tersebut adalah sebagai berikut:
a. Bufonidae
Famili ini sering disebut kodok sejati. Ciri-siri umumnya yaitu kulit kasar dan
berbintil, terdapat kelenjar paratoid di belakang tympanum dan terdapat pematang di
kepala. Mempunyai tipe gelang bahu arciferal. Sacral diapophisis melebar. Bufo
mempunyai mulut yang lebar akan tetapi tidak memiliki gigi. Tungkai belakang lebih
panjang dari pada tungkai depan dan jari-jari tidak mempunyai selaput. Fertilisasi
berlangsung secara eksternal. Famili ini terdiri dari 18 genera dan kurang lebih 300
spesies. Beberapa contoh famili Bufo yang ada di Indonesia antara lain: Bufo asper,
Bufo biporcatus, Bufo melanosticus dan Leptophryne borbonica. ( Eprilurahman,
2007 )
b. Megophryidae
Ciri khas yang paling menonjol adalah terdapatnya bangunan seperti tanduk di atas
matanya, yang merupakan modifikasi dari kelopak matanya. Pada umumnya famili
ini berukuran tubuh kecil. Tungkai relatif pendek sehingga pergerakannya lambat dan
kurang lincah. Gelang bahu bertipe firmisternal. Hidup di hutan dataran tinggi. Pada
fase berudu terdapat alat mulut seperti mangkuk untuk mencari makan di permukaan
air. Adapun contoh spesies anggota famili ini adalah Megophrys montana dan
Leptobranchium hasselti. ( Eprilurahman, 2007)
c. Ranidae
Famili ini sering disebut juga katak sejati. Bentuk tubuhnya relatif ramping. Tungkai
relatif panjang dan diantara jari-jarinya terdapat selaput untuk membantu berenang.
Kulitnya halus, licin dan ada beberapa yang berbintil. Gelang bahu bertipe
firmisternal. Pada kepala tidak ada pematang seperti pada Bufo. Mulutnya lebar dan
terdapat gigi seperti parut di bagian maxillanya. Sacral diapophysis gilig. Fertilisasi
secara eksternal dan bersifat ovipar. Famili ini terdiri dari 36 genus. Adapun contoh
spesiesnya adalah: Rana chalconota, Rana hosii, Rana erythraea, Rana
nicobariensis, Fejervarya cancrivora, Fejervarya limnocharis, Limnonectes kuhli,
Occidozyga sumatrana. ( Eprilurahman, 2007 )
d. Microhylidae
Famili ini anggotanya berukuran kecil, sekitar 8-100 mm. Kaki relatif panjang
dibandingkan dengan tubuhnya. Terdapat gigi pada maxilla dan mandibulanya, tapi
beberapa genus tidak mempunyai gigi. Karena anggota famili ini diurnal, maka
pupilnya memanjang secara horizontal. Gelang bahunya firmisternal. Contoh
spesiesnya adalah: Microhyla achatina. ( Eprilurahman, 2007)
e. Rachoporidae
Famili ini sering ditemukan di areal sawah. Beberapa jenis mempunyai kulit yang
kasar, tapi kebanyakan halus juga berbintil. Tipe gelang bahu firmisternal. Pada
maksila terdapat gigi seperti parut. Terdapat pula gigi palatum. Sacral diapophysis
gilig. Berkembang biak dengan ovipar dan fertilisasi secara eksternal. ( Eprilurahman,
2007)
Reproduksi pada amphibi ada dua macam yaitu secara eksternal pada anura pada
umumnya dan internal pada Ordo Apoda. Proses perkawinan secara eksternal dilakukan di
dalam perairan yang tenang dan dangkal. Di musim kawin, pada anura ditemukan fenomena
unik yang disebut dengan amplexus, yaitu katak jantan yang berukuran lebih kecil menempel
di punggung betina dan mendekap erat tubuh betina yang lebih besar. Perilaku tersebut
bermaksud untuk menekan tubuh betina agar mengeluarkan sel telurnya sehingga bisa
dibuahi jantannya. Amplexus bisa terjadi antara satu betina dengan 2 sampai 4 pejantan di
bagian dorsalnya dan sering terjadi persaingan antar pejantan pada musim kawin. Siapa yang
paling lama bertahan dengan amplexusnya, dia yang mendapatkan betinanya. Amphibi
berkembang biak secara ovipar, yaitu dengan bertelur, namun ada juga beberapa famili
amphibi yang vivipar, yaitu beberapa anggota ordo apoda. (Duellman and Trueb, 1986)
Kata Reptilia berasal dari kata reptum yang berarti melata. Reptilia merupakan
kelompok hewan darat pertama yang sepanjang hidupnya bernafas dengan peru-paru. Ciri
umum kelas ini yang membedakan dengan Kelas yang lain adalah seluruh tubuhnya tertutup
oleh kulit kering atau sisik. Kulit ini menutupi seluruh permukaan tubuhnya dan pada
beberapa anggota ordo atau sub-ordo tertentu dapat mengelupas atau melakukan pergantian
kulit baik secara total yaitu pada anggota Sub-ordo Ophidia dan pengelupasan sebagian pada
anggota Sub-ordo Lacertilia. Sedangkan pada Ordo Chelonia dan Crocodilia sisiknya hampir
tidak pernah mengalami pergantian atau pengelupasan. Kulit pada reptil memiliki sedikit
sekali kelenjar kulit (Zug, 1993).
Reptilia termasuk dalam vertebrata yang pada umumnya tetrapoda, akan tetapi pada
beberapa diantaranya tungkainya mengalami reduksi atau hilang sama sekali seperti pada
serpentes dan sebagian lacertilia. Reptilia yang tidak mengalami reduksi tungkai umumnya
memiliki 5 jari atau pentadactylus dan setiap jarinya bercakar. Rangkanya pada reptilia
mengalami osifikasi sempurna dan bernafas dengan paru-paru (Zug, 1993).
Semua Reptil bernafas dengan paru-paru. Jantung pada reptil memiliki 4 lobi, 2
atrium dan 2 ventrikel. Pada beberapa reptil sekat antara ventrikel kanan dan ventrikel kiri
tidak sempurna sehingga darah kotor dan darah bersih masih bisa bercampur. Reptil
merupakan hewan berdarah dingin yaitu suhu tubuhnya bergantung pada suhu lingkungan
atau poikiloterm. Untuk mengatur suhu tubuhnya, reptil melakukan mekanisme basking yaitu
berjemur di bawah sinarmatahari. Saluran ekskresi Kelas Reptilia berakhir pada kloaka. Ada
dua tipe kloaka yang spesifik untuk ordo-ordo reptilia. Kloaka dengan celah melintang
terdapat pada Ordo Squamata yaitu Sub-ordo Lacertilia dan Sub-ordo Ophidia. Kloaka
dengan celah membujur yaitu terdapat pada Ordo Chelonia dan Ordo Crocodilia. (Zug,
1993).
Pada anggota lacertilia, lidah berkembang baik dan dapat digunakan sebagai ciri
penting untuk identifikasi. Semua reptil memiliki gigi kecuali pada ordo testudinata. Pada
saat jouvenile, reptil memiliki gigi telur untuk merobek cangkang telur untuk menetas, yang
kemudian gigi telur tersebut akan tanggal dengan sendirinya saat mencapai dewasa. Beberapa
jenis reptil memiliki alat pendengaran dan ada yang yang dilengkapi telinga luar atupun
tidak. Pada beberapa jenis lainnya, alat pendengaran tidak berkembang. Mata pada reptil ada
yang berkelopak dan ada yang tidak memiliki kelopak mata. Kelopak mata pada reptil ada
yang dapat digerakkan dan ada yang tidak dapat digerakkan dan ada juga yang berubah
menjadi lapisan transparan.
Habitat dari Kelas Reptilia ini bermacam-macam. Ada yang merupakan hewan
akuatik seperi penyu dan beberapa jenis ular, semi akuatik yaitu Ordo Crocodilia dan
beberapa anggota Ordo Chelonia, beberapa Sub-ordo Ophidia, terrestrial yaitu pada
kebanyakan Sub-kelas Lacertilia dan Ophidia, bebepapa anggota Ordo Testudinata, sub
terran pada sebagian kecil anggota Sub-kelas Ophidia, dan arboreal pada sebagian kecil Sub-
ordo Ophidia dan Lacertilia.
Kelas reptilia dibagai menjadi 4 ordo, yaitu Rhyncocephalia (contohnya: Tuatara)
Testudinata / Chelonia (contohnya: Penyu, Kura-kura, dan Bulus), Squamata (Contohnya:
Serpentes, Lacertilia, dan Amphisbaena) dan Crocodilia (contohnya: Buaya, Aligator,
Senyulong, dan Caiman).
Ordo Squamata dibedakan menjadi 3 sub ordo yaitu :

1. Subordo Lacertilia/ Sauria


2. Subordo Serpentes/ Ophidia
3. Subordo Amphisbaenia

Adapun ciri-ciri umum anggota ordo Squamata antara lain tubuhnya ditutupi oleh
sisik yang terbuat dari bahan tanduk. Sisik ini mengalami pergantian secara periodik yang
disebut molting. Sebelum mengelupas, stratum germinativum membentuk lapisan kultikula
baru di bawah lapisan yang lama. Pada Subordo Ophidia, kulit/ sisiknya terkelupas secara
keseluruhan, sedangkan pada Subordo Lacertilia, sisiknya terkelupas sebagian. Bentuk dan
susunan sisik-sisik ini penting sekali sebagai dasar klasifikasi karena polanya cenderung
tetap. Pada ular sisik ventral melebar ke arah transversal, sedangkan pada tokek sisik
mereduksi menjadi tonjolan atau tuberkulum. Anggota squamata memiliki tulang kuadrat,
memiliki ekstrimitas kecuali pada Subordo Ophidia, Subordo Amphisbaenia, dan beberapa
spesies Ordo Lacertilia. Perkembangbiakan ordo squamata secara ovovivipar atau ovipar
dengan vertilisasi internal.

SUBORDO LACERTILIA/ SAURIA


Subordo Lacertilia umumnya adalah hewan pentadactylus dan bercakar, dengan sisik yang
bervariasi. Sisik tersebut terbuat dari bahan tanduk namun ada pula yang sisiknya
termodifikasi membentuk tuberkulum. Dan sebagian lagi menjadi spina. Sisik-sisik ini dapat
mengelupas. Pengelupasannya berlangsung sebagian dalam artian tidak semua sisik
mengelupas pada saat yang bersamaan (Zug, 1993).
Ciri lain yang membedakan dari Subordo Ophidia adalah rahang bawahnya yang bersatu
pada rahang atas pada bagian yang disebut satura. Selain itu pada Lacertilia mereka memiliki
kelopak mata dan lubang telinga. Selain itu pada beberapa anggota Subordo Lacertilia, ada
yang dapat melepaskan ekornya(Zug, 1993). Lidah Lacertilia panjang dan ada pula yang
bercabang. Pada beberapa spesies lidah ini dapat ditembakkan untuk menangkap mangsa
seperti pada Chameleon sp. Dari kebanyakan famili anggota lacertilia, terdapat 4 famili yang
ada di indonesia, yaitu Agamidae, Gekkonidae, Scincidae, Varanidae.
 Agamidae
Famili ini memiliki ciri badan pipih, tubuhnya ditutup sisik bentuk bintil atau yang
tersusun seperti genting, demikian pula dengan kepalanya penuh tertutup sisik. Lidahnya
pendek, tebal, sedikit berlekuk di ujung serta bervilli. Jari-jarinya kadang bergerigi atau
berlunas Tipe gigi acrodont. Pada Draco volans memiliki pelebaran tulang rusuk dengan
lipatan kulit. Habitatnya di pohon dan semak.
 Scincidae
Ciri umum dari famili ini adalah badannya tertutup oleh sisik sikloid yang sama besar,
demikian pula dengan kepalanya yang tertutup oleh sisik yang besar dan simetris. Lidahnya
tipis dengan papilla yang berbentuk seperti belah ketupat dan tersusun seperti genting. Tipe
giginya pleurodont. Matanya memiliki pupil yang membulat dengan kelopak mata yang
jelas. Ekornya panjang dan rapuh. Contoh spesies famili ini adalah Mabouya multifasciata.
 Varanidae
Ciri dari famili ini adalah badannya yang besar dengan sisik yang bulat di bagian
dorsalnya sedang di bagian ventral sisik melintang dan terkadang terdapat lipatan kulit di
bagian leher dan badannnya. Lehernya panjang dengan kepala yang tertutup oleh sisik yang
berbentuk polygonal. Lidahnya panjang bercabang dan tipe giginya pleurodont. Pupil
matanya bulat dengan kelopak dan lubang telinga yang nyata (Zug, 1993).
Anggota famili ini yang terbesar adalah komodo ( Varanus komodoensis ) yang
panjangnya dapat lebih dari 3 meter. Komodo persebarannya terbatas di beberapa pulau kecil
di Nusa Tenggara. Suku varanidae terdiri dari dua kelompok yang sedikit berbeda, yaitu
marga Varanus yang besar ( lebih dari 35 spesies di seluruh dunia) dan marga Lanthanous
yang sejauh ini berisi spesies tunggal L. Borneensis yang bersalah dari kalimantan. Marga
Lanthanous ini merupakan biawak yang bertubuh kecil dan tanpa lubang telinga.
 Gekkonidae
Gekkonidae banyak ditemukan di iklim yang hangat. Memiliki keunikan yang berbeda
dengan famili yang lain dari vokalisasinya, ketika bersosialisasi dengan gecko yang lain.
Kebanyakan gecko tidak mempunyai kelopak mata, melainkan matanya dilapisi membrane
transparan yang dibersihkan dengan cara dijilat. Banyak spesies anggota gekkonidae yang
memiliki jari khusus yang termodifikasi untuk memudahkannya memanjat permukaan
vertikal maupun melewati langit-langit dengan mudah Kebanyakan gecko berwarna gelap
namun ada pula yang berwarna terang. Beberapa spesies dapat mengubah warna kulitnya
untuk membaur dengan lingkungannya ataupun dengan temperature lingkungannya.
Beberapa spesies dapat melakukan parthenogenesis dan juga beberapa spesies betina dapat
berkembang biak tanpa pembuahan
Kebanyakan kadal tinggal di atas tanah (terrestrial), sementara sebagiannya hidup
menyusup di dalam tanah gembur atau pasir (fossorial). Sebagian lagi berkeliaran di atas
atau di batang pohon. Untuk komodo sangatlah endemik yaitu terbatas persebarannya di
beberapa pulau kecil di Nusa Tenggara, seperti pulau Komodo, Padar, Rinca dan di ujung
barat pulau Flores.
Biawak umumnya menghuni tepi-tepi sungai atau saluran air, tepi danau, pantai, dan
rawa-rawa. Di perkotaan, biawak sering diketemukan hidup di gorong-gorong saulran air
yang bermuara ke sungai. Sedangkan cecak hidup di dinding dan atap rumah. Di alam cecak
biasanya hidup pada tempat teduh. Persebaran lacertilia sangat hempir setiap tempat dapat
ditemukan kecuali di daerah Arktik, Antartik dan Greenland.
Lacertilia secara umum berkembang biak dengan bertelur dan fertilisasinya secara
internal. Biawak berkembang biak dengan bertelur. Sebelum mengawini betinanya, biawak
jantan biasanya berkelahi terlebih dahulu untuk memperlihatkan penguasaannya. Telur-telur
biawak disimpan di pasir atau lumpur di tepian sungai bercampur dengan daun-daun busuk
dan ranting. Panas dari matahari dan proses pembusukan sarasah akan menghangatkan telur
sehingga menetas.

SUBORDO OPHIDIA/ SERPENTES


Subordo serpentes dikenal dengan keunikannya yaitu merupakan Reptilia yang seluruh
anggotanya tidak berkaki (kaki mereduksi) dari ciri-ciri ini dapat diketahui bahwa semua
jenis ular termasuk dalam subordo ini. Ciri lain dari subordo ini adalah seluruh anggoanya
tidak memiliki kelopak mata. Sedangkan fungsi pelindung mata digantikan oleh sisik yang
transparan yang menutupinya. Berbeda dengan anggota Ordo Squamata yang lain,
pertemuan tulang rahang bawahnya dihubungkan dengan ligament elastis (Zug, 1993).
Keunikan lain yang dimiliki oleh subordo ini adalah seluruh organ tubuhnya
termodifikasi memanjang. Dengan paru-paru yang asimetris, paru-paru kiri umumnya
vestigial atau mereduksi. Memiliki organ perasa sentuhan (tactile organ) dan reseptor yang
disebut Organ Jacobson ada pula pada beberapa jenis yang dilengkapi dengan
Thermosensor. Ada sebagian famili yang memiliki gigi bisa yang fungsinya utamanya untuk
melumpuhkan mangsa dengan jalan mengalirkan bisa ke dalam aliran darah mangsa (Zug,
1993).
Ada 4 tipe gigi yang dimiliki Subordo Serpentes, yaitu :

o Aglypha : tidak memiliki gigi bisa. Contohnya pada Famili Pythonidae, dan Boidae.
o Proteroglypha : memiliki gigi bisa yang terdapat di deretan gigi muka (bagian depan).
Contohnya pada Famili Elapidae dan Colubridae.
o Solenoglypha : memiliki gigi bisa yang bisa dilipat sedemikian rupa pada saat tidak
dibutuhkan. Contohnya pada Famili Viperidae.
o Ophistoglypha : memiliki gigi bisanya yang terdapat di deretan gigi belakangnya.
Contohnya pada Famili Hydrophiidae

Sedangkan untuk bisa ular, terdapat 3 jenis bisa yang digunakan untuk melumpuhkan
mangsa, perlindungan diri ataupun untuk membantu pencernaannya, yaitu :

o Haemotoxin : bisa yang menyerang sistem peredaran darah yaitu dengan cara menyerang
sel-sel darah. Contoh famili yang memiliki bisa tipe ini adalah: Colubridae dan
Viperidae.
o Cardiotoxin : masih berkaitan dengan sistem peredaran darah, bisa jenis ini menyerang
jantung dengan cara melemahkan otot-otot jantung sehingga detaknya melambat dan
akhirnya dapat berhenti. Contoh Famili yang memiliki bisa jenis ini tidak spesifik.
Dalam arti, banyak famili yang sebagian anggotanya memiliki bisa jenis ini.
o Neurotoxin : bisa yang menyerang syaraf, menjadikan syaraf mangsanya lemah sehingga
tidak dapat bergerak lagi dan dapat dimangsa dengan mudah. Famili Elapidae dan
Hydrophiidae adalah contoh famili yang memiliki bisa tipe ini.

Dari kebanyakan famili-famili Subordo sarpentes, hanya ada beberapa yang terdapat di
Indonesia antara lain:
 Typhlopiidae
Typhlopidae atau banyak dikenal dengan sebutan ular buta karena memiliki mata
yang vestigial. Kepalanya bulat, dengan ekor yang pendek dan pada ujungnya terdapat sisik
yang mengalami penandukan. Secara keseluruhan badannya pun berbentuk bulat dan
panjangnya hanya mencapai kurang lebih 30cm. Hidupnya di bawah tanah, di dalam serasah,
atau meliang. Genusnya yang paling dikenal adalah dari Genus Typhlops sedangkan yang
lainnya adalah Xenotyphlops, Acutotyphlops,dan lain-lain. Terdiri dari 6 genus dengan 240
spesies. Umumya ditenukan di daeran tropis di Asia, Afrika, dan Amerika.
 Boidae
Boidae dikenal sebagai famili ular pembelit, habitatnya biasanya arboreal. Dengan
persebaran di Columbia, Suriname, Bolivia, Argentina, dan Asia. Pembuluh darah dan organ
pernafasannya masih primitive, memiliki sisa tungkai belakang yang vestigial. Moncongnya
dapat digerakkan. Tipe giginya aglypha. Famili ini memiliki genus diantaranya: Acrantophis,
Boa, Candoia, Corallus, Epicrates, Eryx, Eunectes, Gongylophis, dan Sanzinia.
 Hydropiidae
Hydrophiidae merupakan famili dari ular akuatik yang memiliki bisa yang tinggi.
Tipe gigi bisa yang dimiliki anggota famili ini kebanyakan Proteroglypha dengan tipe bisa
neurotoxin. Biasanya warnanya belang-belang dan sangat mencolok. Bagian ekor
termodifikasi menjadi bentuk pipih seperti dayung yang befungsi untuk membantu
pergerakan di air. Persebaran anggota famili ini di perairan tropis yaitu kebanykan di
Samudra Hindia dan Samudra Pasifik bagian barat. Untuk spesies Pelamis platurus
persebarannya hingga Samudra Pasifik Timur dan untuk Aipysurus laevis cenderung untuk
hidup di daerah terumbu karang. Kebanyakan hidup di dasar laut dengan sesekali naik ke
permukaan untuk bernafas.
 Elapidae
Elapidae merupakan famili yang anggotanya kebanyakan ular berbisa yang banyak
ditemukan di daerah tropis dan subtropis.terdiri dari 61 genus dengan 231 spesies yang telah
diketahui. Biasanya memiliki gigi bisa tipe Solenoglypha dan ketika menutup gigi bisanya
akan berada pada cekungan di dasar bucal. Bisa tipe neurotoxin. Dekat kekerabatannya
dengan Famili Hydrophiidae. Pupil mata membulat karena kebanyakan merupakan hewan
diurnal. Famili ini dapat mencapai ukuran 6m (Ophiophagus hannah) dan biasanya ovipar
namun adapula yang ovovivipar (Hemachatus).
 Colubridae
Famili ini memiliki ciri yang dapat membedakan dengan famili yang lain diantaranya
sisik ventralnya sangat berkembang dengan baik, melebar sesuai dengan lebar perutnya.
Kepalanya biasanya berbentuk oval dengan sisik-sisik yang tersusun dengan sistematis. Ekor
umumnya silindris dan meruncing. Famili ini meliputi hampir setengah dari spesies ular di
dunia. Kebanyakan anggota famili Colubidae tidak berbisa atau kalaupun berbisa tidak
terlalu mematikan bagi manusia. Gigi bisanya tipe proteroglypha dengan bisa haemotoxin
Genusnya antara. lain: Homalopsis, Natrix, Ptyas, dan Elaphe.
 Viperidae
Famili ini memiliki gigi bisa solenoglypha dengan bisa jenis haemotoxin. Famili ini
kebanyakan merupakan ular terran yang hidup di gurun. Namun ada pula yang hidup di
daerah tropis. Tersebar hampir di seluruh dunia. Sisiknya biasanya termodifikasi menjadi
lapisan tanduk tebal dengan pergerakan menyamping. Memiliki facial pit sebagai
thermosensor. Kebanyakan anggota familinya merupakan hewan yang ovovivipar dan
beberapa ada yang bertelur. Subfamili yang ada di Indonesia adalah Crotalinae yang terdiri
dari 18 genus dan 151 spesies.
 Pythonidae
Python merupakan famili dari ular tidak berbisa. Beberapa mengelompokkannya
sebagai subfamili dari Boidae yaitu Pythoninae. Pythonidae dibedakan dari Boidae karena
mereka punya gigi di bagian premaxila, semacan tukang kecil di bagian paling depan dan
tengah dari rahang atas. Kebanyakan hidup di daerah hutan hujuan Tropis. Merupakan ular
yang tercatat mampu mencapai ukuran paling besar, 10m (Python reticulatus). Beberapa
spesies menunjukkan adanya tulang pelvis dan tungkai belakang yang vestigial berupa taji di
kanan dan kiri kloaka. Taji ini lebih besar pada yang jantan dan berguna untu merangsang
pasangannya pada saat kopulasi.

 Xenopeltidae
Xenopeltidae atau biasa dikenal dengan ular pelangi karena sisiknya berkilau bila
terkena cahaya. Famili ini mempunyai lapisan pigmen yang gelap di bagian bawah
permukaan tiap sisiknya yang menambah terang kilauannya. Salah satu spesiesnya
Xenopeltis unicolor merupakan binatang peliang yang mengahabiskan waktunya di dalam
tanah. Banyak ditemukan di Cina Selatan sampai Asia Tenggara (Zug, 1993).

Ular merupakan salah satu reptil yang paling sukses berkembang di dunia. Ular dapat
diketemukan di gunung, hutan, gurun, dataran rendah, lahan pertanian, lingkungan
pemukiman, sampai ke lautan. Sebagaimana hewan berdarah dingin, ular semakin jarang
diketemukan di tempat-tempat yangdingin seperti puncak-puncak gunung dan daerah padang
salju atau kutub.
Banyak jenis-jenis ular yang sepanjang hidupnya berkelana di pepohonan dan hampir
tidak pernah menyentuh tanah. Ada jenis lainnya yang hidup melata di atas permukaan tanah
atau menyusup-nyusup di bawah serasah atau tumpukan bebatuan. Sementara sebagian
yanglain hidup akuatik atau semi akuatik di sungai-sungai, rawa, danau dan laut.
Kebanyakan jenis ular berkembang biak dengan bertelur. Jumlah telurnya bisa
beberapa butir saja hingga puluhan dan ratusan. Ular meletakkan telurnya di lubang-lubang
tanah, gua, lubang kayu lapu, atau di bawah timbunan daun-daun kering. Beberapa jenis ular
diketahui menunggui telurnya hingga menetas.
Sebagian ular, seperti ular kadut belang, ular pucuk dan ular bangkai laut, melahirkan
anaknya. Melahirkan disini tidak seperti pada mamalia, melainkan telurnya berkembang dan
menetas di dalam tubuh induknya (ovovivipar), lalu keluar sebagai ular kecil-kecil. Sejenis
ular primitif, yakni ular buta atau ular kawat Rhampotyphlops braminus, sejauh ini hanya
diketahui yang betinanya saja. Ular kecil yang seperti cacing ini diduga mampu bertelur dan
berkembang biak tanpa ular jantan.

SUBORDO AMPHISBAENIA
Subordo Amphisbaenia merupakan bagian dari Ordo Squamata yang tidak berkaki
namum memiliki kenampakan seperti cacing karena warnanya yang semu merah muda dan
sisiknya yang tersusun seperti cincin. Kelangkaanya dan kehidupnya yang meliang
menjadikan sedikit keterangan yang bisa diketahui dari subordo ini (Zug, 1993).
Kepalanya tidak memisah dari lehernya, tengkorak terbuat dari tulang keras, memiliki
gigi median di bagian rahang atasnya tidak memiliki telinga luar dan matanya tersembunyi
oleh sisik dan kulit. Tubuhnya memanjang dan bagian ekornya hampir menyerupai
kepalanya (Zug, 1993).
 Anggota ordo ini memiliki ciri yang spesifik yaitu tubuhnya dilindungi oleh
bangunan yang disebut cangkang atau tempurung. Dalam bahasa Indonesia, dikenal empat
kelompok hewan yang termasuk bangsa ini, yaitu penyu ( sea turtle), labi-labi ( Shoftshell
Turtle), Kura-kura air tawar ( Fresh water Turtle/ Terrapine), kura-kura darat ( Tortoise).
 Tempurung kura-kura terdiri dari karapaks, yang berbentuk cembung di bagian
dorsal, dan plastron yang bentuknya relatif datar atau rata di bagian ventral. Pada bagian
karapaks terdapat tulang vertebra/ neural, tulang pleural, tulang suprapygal, tulang pygal,
tulang nuchal dan tulang peripheral. Pada bagian plastron terdapat tulang epiplastron, tulang
entoplastron, tulang hyoplastron, tulang mesoplastron, dan tulang xiphiplastron. ( Pough et.
al, 1998; Zangler, 1969).Di atas tulang-tulang penyusun karapaks dan plastron terdapat
lapisan yang disebut keping perisai. Keping perisai pada karapaks terdiri dari keping
vertebral, keping costal, keping marginal, keping nuchal, dan keping supracaudal. Keping
perisai pada plastron terdiri dari keping gular, keping humeral, keping pectoral, keping
abdominal, keping anal,dan keping femoral.( Pough et. al, 1998; Erns et. al, 2007 ). Pada
beberapa famili ada yang tidak dilapisi dengan keping perisai seperti pada Famili
Trionychidae dan Famili Charettochelydae.
Ekstrimitasnya termodifikasi sesuai dengan habitat hidupnya. Untuk anggota Ordo
Testudinata yang hidup di laut, ekstrimitasnya termodifikasi menjadi bentuk seperti dayung
untuk memudahkan hewan tersebut dalam bergerak di air (berenang). Sedangkan untuk
anggota yang hidup di darat, alat geraknya termodifikasi menjadi bentuk batang atau
tonggak, tanpa selaput dan untuk yang hidup pada habitat semiakuatik, terdapat selaput
renang diantara jari-jarinya. Untuk hewan yang hidup di darat, jari-jarinya dilengkapi dengan
cakar yang pada jantan, cakar ini lebih panjang yang fungsinya antara lain sebagai alat untuk
berpegangan pada pasangannya pada saat kopulasi. (Zug, 1993).
Reproduksi anggota Ordo Testudinata terjadi secara ovipar dengan pembuahan secara
internal. Telur yang dihasilkan disimpan dalam tanah, pasir atau serasah dengan suhu yang
relatif konstan. Pada penyu, biasanya dalam periode tertentu mereka akan mendarat di pantai
untuk meletakkan telur-telurnya. Anggota ordo ini tidak mempunyai gigi (giginya
mereduksi) dan diganti dengan semacam modifikasi pada rahang (keratinasi) menjadi bentuk
seperti paruh. Ordo Testudinata (Chelonia) dibagi menjadi 2 sub-ordo yaitu :

 Subordo Cryptodira
Subordo Cryptodira merupakan kura-kura darat, semi akuatik dan ada pula yang
akuatik. Keistimewaan dari anggota subordo ini adalah kepalanya dapat ditarik ke dalam
cangkang membentuk huruf S, mempunyai 12 sisik plastral, dan 9-8 tulang plastral. Pada
sebangsa kura-kura, jumlah sisik, keping maupun susunan tulang sangat penting artinya
terutama dalam mengidentifikasi jenisnya (Zug, 1993). Karapaks Subordo Cryptodira
bermacam-macam, mulai dari tipis hingga tebal, dengan warna dan bentuk yang bermacam-
macam pula (cembung, kotak, bulat, tebal) sesuai dengan lingkungan hidup masing-masing
jenisnya.
 Subordo Pleurodira
Sub-ordo Pleurodira merupakan kura-kura akuatik dengan ciri memiliki leher yang
panjang. Kepalanya dapat dilipat ke samping badan namun tidak dapat ditarik ke dalam
tempurungnya. Karapaks biasanya berbentuk oval dan berwarna gelap, memiliki 13 sisik
plastral dan 9-11 tulang plastral. Pelvisnya bersatu dengan tempurung/cangkang. Merupakan
hewan karnivora, pemakan siput, kura-kura, dan amphibi (Zug, 1993).

Kura-kura berkembang biak dengan bertelur (ovipar). sejumlah telur yang dihasilkan
oleh testudinata diletakkan pada lubang pasir di tepi sungai atau laut untu kemudian
ditimbun dan dibiarkan menetas dengan bentuan panas matahari. Jenis kelamin anak kura-
kura ditentukan oleh suhu pasir tempat telur-telur itu disimpan. Pada kebanyakan jenis kura-
kura, suhu diatas rata-rata biasanya akan menghasilkan individu betina. Dan sebaliknya,
suhu di bawah rata-rata cenderung menghasilkan banyak hewan jantan.

D. Alat dan Bahan


 Kunci identifikasi Untuk kelas Amphibia dan Reptilia
 Luv
 Sarung tangan
 Masker
 Macam-macam awetan Amphibia dan Reptilia

E. Cara Kerja
 Mengamati masing-masing awetan Amphibia dan Reptilia
 Mengidentifikasi masing-masing awetan Amphibia dan Reptilia tersebut
menggunakan kunci identifikasi

F. Hasil Pengamatan

Kelas Amphibia
No Gambar
Hasil Determinasi Keterangan
. (hasil Dokumentasi)
1.b
2.a
9.a Famili Bufonidae Memiliki kelenjar
1. 1.b paratoid yang jelas
2.b dan tubuhnya kuat.
3.b
5.b Bufo sp.
1.b
2.a
3.b
4.b
2. --------------- Ada gigi vomer
5.a
6.a Famili Ranidae
1.b
4.b Rana sp.
3. Memiliki tulang
1.b rawan intercalary
2.a
3.b
diantara dua ruas jari
4.a Famili Rhacophoridae
terakhir.

Kelas Reptilia
No Gambar
Hasil Determinasi Ciri Khas
. (hasil Dokumentasi)
1.b
2.b Ordo Squamata
Terdapat “facial
3.b Sub Ordo Serpentes
pits” yaitu lubang
1. 1.a
kecil diantara hidung
2.b
& mata
3.b
8.a Famili Crotalidae

1.b
2.b Ordo Squamata Penampang
2. 3.b Sub Ordo Serpentes melintang ekornya
1.b Famili Hydropiidae pipih lateral

1.b
2.b Ordo Squamata
3.b Sub Ordo Serpentes Matanya tidak jelas

1.a karena tertutup sisik


3.
2.a Famili Typhlopiidae transparan dan sisik
badan sama.

4. 1.b Tidak memiliki gigi


2.b Ordo Squamata
3.b Sub Ordo Serpentes
1.a
2.b bisa, atau kalau ada
3.a letaknya di maxilla
4.b bagian posterior.
6.b
7.b Famili Colubridae

1.b
2.b Ordo Squamata Lidah panjang dan
5. 3.a Sub Ordo Lacertilia ujungnya bercabang

1.b Famili Varanidae dua

1.b
2.b Ordo Squamata
Lidah panjang dan
3.a Sub Ordo Lacertilia
6. ujungnya bercabang
1.b Famili Varanidae
dua

1.b
2.b Ordo Squamata
3.a Sub Ordo Lacertilia
1.a Ujung moncong ada
7. 2.a tonjolan pipih
3.b Famili Agamidae
1.b
(1) Genus Herpesaurus
1.b
2.b Ordo Squamata
3.a Sub Ordo Lacertilia
1.a Jantan dengan
2.a kantung leher sisik-
8.
3.b Famili Agamidae sisik dorsal sama
1.b besar.
2).
b.
(2). Genus Calotes
1.b Badan ditutupi oleh
2.b Ordo Squamata sisik sikloid yang
3.a Sub Ordo Lacertilia tersusun merata
9.
1.a seperti genting &
2.b tidak memiliki
4.b Famili Scincidae preanal proses.
1.a Ordo Testudinata
1.b
Kepala dan leher
3.b Famili Cheloniidae
dapat ditarik dan
10.
kaki seperti dayung
1-2 cakar.

1.a Ordo Testudinata


1.b
3.a Famili Testudinidae Kaki tidak seperti
11. dayung dengan 4-5
cakar.
1.a Ordo Testudinata
1.a
2.b Famili Trionychidae
Rumah ditutupi oleh
12.
kulit yang liat.

G. Pembahasan

Pada praktikum kali ini, spesies dari kelas Amphibi yang diamati terdiri dari 3 spesies
yang mewakili 3 family. 3 family tersebut semuanya berasal dari ordo Anura. Spesies
pertama adalah kodok yang memiliki ciri-ciri berupa memiliki tungkai, memiliki gigi-gigi
maksila, dan memiliki kelenjar parotoid. 3 ciri tersebut membuat spesies yang dimaksud
termasuk ke dalam family Bufonidae. Selanjutnya untuk mengidentifikasi spesiesnya,
ditemukan ciri berupa memiliki sisi ventral kaki beragam, jari keempat kaki belakang tidak
berselaput lebar sampai ke ujung, lubang hidung menghadap ke samping, jari-jari kaki depan
tumpul membulat atau membengkak tidak melebar menjadi diskus yang tumpul, kelenjar
parotoid jelas dan tubuh kuat. Ciri-ciri tersebut merupakan ciri dari genus bufo. Ciri yang
paling menunjukkan bahwa hewan tersebut adalah genus bufo yaitu kelenjar paratoid yang
menonjol dibagiamn dorsal.

Spesies kedua yang diamati memiliki ciri berupa memiliki tungkai dan gigi-gigi
maxilla, jari-jari dengan tuberculum subarticularis, tanpa tulang rawan intercalary, terdapat
gigi vomer, ujung lidah terbelah, gelang bahu firmisternal. Ciri-ciri tersebut merupkan kunci
identifikasi family Ranidae. Ciri yang paling jelas terlihat dan merupakan ciri khas Ranidae
adalah memiliki gigi-gigi vomer dan memiliki ujung lidah yang terbelah. Berikutnya untuk
mengidentifikasi spesies dari family ranidae diperoleh ciri berupa memiliki gigi vomer dan
memiliki atau tidak memiliki discus pada jari-jari kaki depan tetapi tidak nyata dan lebih
lebar dari tympanum. Ciri tersebut merupakan ciri khas dari spesies Rana sp..

Spesies ketiga yang diamati memiliki ciri berupa memiliki tungkai dan gigi-gigi
maxilla, jari-jari dengan tuberculum subarticularis, memiliki tulang rawan intercalary yang
terdapat diantara dua ruas jari terakhir. Ciri-ciri tersebut merupkan kunci identifikasi family
Rhacoporidae. Ciri yang paling jelas terlihat dan merupakan ciri khas Ranidae adalah
memiliki tulang rawan intercalary yang terdapat diantara dua ruas jari terakhir.

Hewan berikutnya yang diamati merupakan spesies-spesies yang berasal dari kelas
reptilia. Spesies-spesies tersebut hanya mewakili ordo squamata dan chelonia/testudinata.
Ciri khas dari ordo chelonia adalah badan ditutupi rumah dari bahan tulang terdiri dari bagian
dorsal dan bagian ventral (plastron) sedangkan ordo squamata memiliki ciri khas berupa
badan tidak dibungkus oleh rumah dan kloaka melintang (transversal dan tubuh ditutupi oleh
sisik).
Spesies dari chelonia yang pertama, memiliki rumah yang ditutupi oleh zat tanduk,
kepala dan leher dapat ditarik, kaki tidak seperti dayung dengan 1-2 cakar. Ciri khas yang
disebut diatas merupakan ciri dari family cheloniidae.
Spesies berikutnya, masih dari ordo chelonian/testudinata memiliki kulit yng ditutupi
zat tanduk, kepala dan leher dapat ditarik, kaki tidak seperti dayung dengan 4-5 cakar.
Beberapa ciri tersebut menunjukkan ciri dari family Testudinidae.
Selanjutnya, spesies yang terakhir dari ordo Chelonia yang diamati memiliki ciri rumah
yang ditutupi oleh kulit yang liat, kepala dan leher dapat ditarik, kaki seperti dayung
bercakar. Ciri tersebut merupakan ciri dari family Trionychidae.
Ordo Squamata terdiri dari sub ordo Lacertilia dan sub ordo Sarpentes. Sub ordo
Lacertilia memiliki ciri berupa memiliki belahan mandibula bersatu pada bagian muka,
hampir semua spesies, mempunyai dua pasang tungkai dan kelopak mata digerakkan.
Sedangkan sub ordo Sarpentes memiliki belahan mandibula disatukan oleh ligament yang
elastic, tidak terdapat tungkai, kelopak mata transparan dan tidak dapat digerakkan.
Ada 4 spesies yang mewakili sub ordo Sarpentes yakni spesies yang berasal dari
family Crotalidae, Hydropiidae, Typhloiidae, dan Colubridae. Family Crotalidae
memiliki ciri khas berupa memiliki penampang melintang ekor lebih kurang membulat,
memiliki mata jelas (sempurna), rahang bergigi, maksila menonjol, terdapat gigi bisa
yang dapat dilipatkan ke belakang, serta ciri yang paling menonjol adalah memiliki facial
pits. Facial pits merupakan lubang kecil diantara hidung dan mata. Facial pits ini
berukuran sangat kecil, sehingga apabila melihat ada atau tidaknya facial pits harus
menggunkan lup atau kaca pembesar.
Spesies kedua dari sub ordo sarpentes adalah spesies yang berasal dari family
Hydropiidae. Family ini memiliki ciri khas berupa memiliki penampang melintang ekor
pipih lateral dan gigi bisa di depan (proteroglypa serta hidup di laut. Sebenarnya apabila
melihat ular dengan penampang melintang ekor pipih lateral, kita bisa langsung
memasukkannya ke dalam family Hydropiidae.
Spesies ketiga berasal dari family Typhlopiidae yang memiliki penampang
melintang ekor kurang membulat dan memiliki mata yang tidak jelas ransparan, sisik
badan sama dan mandibula tidak tidak bergigi. Spesies keempat, adalah spesies yang
berasal dari family Colubridae.memiliki ciri penampang melintang ekor lebih kurang
membulat, memiliki mata jelas (sempurna), rahang bergigi, maksila letaknya mendatar,
tidak terdapat sisa kaki belakang, rahang atas bagian depan (premaksila) bergigi, dan
mata relative besar, tidak mempunyai gigi bisa, atau kalau ada letaknya di maksila bagian
posterior.
Spesies berikutnya adalah spesies-spesies yang termasuk kedalam sub ordo
Lacertilia (ordo squamata). Ciri khas yang dimiliki oleh semua anggota dari sub ordo
lacertilia yaitu memiliki belahan mandibula bersatu pada bagian muka, hamper semua
spesies mempunyai dua pasang tungkai dan kelopak mata yang dapat digerakkan. Spesies
pertama dari sub ordo lacertilia ini termasuk kedalam family Varanidae yang mempunyai
ciri khas famili yakni memiliki lidah yang panjang dengan ujung bercabang dua dan
dapat ditarik masuk kedalam sarung bagian dasar atau pangkalnya, kepala memanjang
dan sisik kecil tanpa osteoderm.
Spesies selanjutnya memiliki lidah yang licin dengan papilla panjang atau papilla
pendek yang tersusun seperti genting, kepala tidak memanjang, bagian dorsal kepala
ditutupi bintil (sisik granuler) atau sisik yang kecil, serta badan pipih arah tegak (vertical)
dan ditutupi oleh sisik yang tersusun seperti genting kadan-kadang terdapat sisir (crest)
yang menunjukkan ciri khas dari famili agamidae. Dilanjutkan dengan kunci identifikasi
famili agamidae sampai ke genusnya. Ciri lain yang didapati adalah kulit pada sisi tubuh
tidak mengalami pelebaran, ujung moncong ada tonjolan pipih. Ciri tersebut merupakan
ciri khas dari genus Herpesaurus yang diduga nenek moyangnya adalah dinosaurus.
Selanjutnya spesies yang diamati memiliki lidah yang licin dengan papilla panjang
atau papilla pendek yang tersusun seperti genting, kepala tidak memanjang, bagian dorsal
kepala ditutupi bintil (sisik granuler) atau sisik yang kecil, serta badan pipih arah tegak
(vertical) dan ditutupi oleh sisik yang tersusun seperti genting kadan-kadang terdapat sisir
(crest) yang menunjukkan ciri khas dari famili agamidae. Selanjutnya mengidentifikasi
genusnya, diamati kembali ciri lain yakni kulit pada sisi tubuh tidak mengalami
pelebaran, ujung moncong tidak memiliki tonjolan pipih, tidak memiliki melintang pada
tenggorokan. Ciri terakhir yang diamati adalah pada jantan, terdapat kantung leher, sisik-
sisik dorsal sama besar yang merupakan ciri dari genus Calotes.
Spesies terakhir yang diamati memiliki lidah yang licin dengan papilla panjang atau
papilla pendek yang tersusun seperti genting, kepala tidak memanjang, bagian dorsal
kepala ditutupi oleh sisik besar yang simetris. Ciri tersebut merupakan ciri khas dari
famili Scincidae.badan ditutpi oleh sisk sikloid yang tersususn merata seperti genting,
tidak terdsapat preanla pores atau femoral pores.
Jadi dari pengamatan dari beberapa spesies diatas kita telah dapat metentukan atau
mengidentifikasi takson dari berbagai macam Reptilia mulai dari phylum sampai famili
secara berurutan. Dengan keragaman jenis spesies tersebut juga didapati hasil identifikasi
takson yang sangat bervariasi pula walaupun tidak mencapai kesempurnaan.

H. Pertanyaan dan Jawaban Pertanyaan


1. Pada bufo terdapat sepasang kelenjar racun. Dimanakah letak kedua kelenjar itu, dan
apakah namanya ?
Jawaban :
Letak kedua kelenjar itu di bagian dorsal anterior yang dinamakan dengan paratoid gland.
2. Pada Rhacophorus terdapat discus interkalatus yang terdapat di antara dua ruas tulang
jari. Sebutkan kedua ruas tulang jari tersebut?
Jawaban :

Phalanges sebelum discus interkalatus dan phalanges sesudahnya.

3. Gelang bahu anggota anura memiliki arti penting dalam klasifikasinya. Jelaskan
bagaimana kepentingannya tersebut ?

Jawaban :
Gelang bahu pada anggota anura digunakan untuk keperluan identifikasi tingkat familia
dan spesies.

4. Apakah kedudukan choana dan gigi vomer berbeda bagi spesies yang tidak sama.
Jelaskan dengan contoh.

Jawaban :

Ya, misalnya pada Carcophryne barbonica choana letaknya agak mendekati bagian luar
mulut sedangkan pada pseudobufo subasper agak ke dalam mulut.

5. Bagaimana pengukuran panjang badan anggota anura?

Jawaban :

Pengukuran panjang badan anura dilakukan dengan mengukur dari anterior ke posterior.

6. Mengapa letak lubang hidung anggota anura mempunyai nilai taksonomi?

Jawaban :

Karena anggota anura pada tingkat spesiesnya, beda letak hidung beda spesies.

7. Jari-jari kaki manakah yang berselaput pada anggota anura, dan bagaimanakah pelebaran
selaput itu?

Jawaban :

Jari yang ke 1, 2, 3, 4, dan 5. Selaput tersebut akan melebar saat dilakukan untuk
berenang.

8. Bagaimana cara menentukan nomor urut jari-jari mulai jari ke 1 – jari ke 5?

Jawaban :

Caranya, jari pertama dihitung mulai dari jari yang paling dekat dengan perut. Kemudian
jari ke 2 didekatnya dan seterusnya.
9. Apa yang dimaksud dengan tuberculum metatarsalis luar. Dan bagaimana kedudukannya
terhadap uirutan nomor jari-jari?

Jawaban :

Tuberculum metatarsalis luar merupakan suatu titik berbentuk bulat yang terletak diatas
jari pertama.

10. Selain gelang bahu, gelang panggul juga penting untuk klasifikasi anggota anura.
Bagaimana, jelaskan?

Jawaban :

Gelang panggul setiap spesies anggota anura berbeda-beda, sehingga dengan adanya
perbedaan gelang panggul tersebut memberikan cirri khas pada masing-masing spesies.

I. Kesimpulan
1. Berdasarkan pengamatan, spesies dari kelas Amphibi yang diamati terdiri dari 3 spesies
yang mewakili 3 family dimana 3 family tersebut semuanya berasal dari ordo Anura.
2. Dari 12 spesies dari kelas Reptil yang diamati, didapati 2 ordo, 2 subordo dan 10 jenis
famili bahkan ada 2 spesies yang diidentifikasi sampai ke genus.
3. Hasil identifikasi spesies dari kelas reptil dan kelas amphibi menunjukkan keragaman
takson pada hewan-hewan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim 1. 2008. Tersedia. www.dunia-reptil//nrpi09/nk/sj/009 [Online] : 7 November 2009.

Anonim 2. 2007. Tersedia. http//www.amphibianfrog-


frogsRhacopor//Ranoidae//04788gf/st0657/989gth [Online] : 7 November 2009.
Asiah, Soesy dkk. 2008. Zoologi Vertebrata for Apis Indica Society. Bandung : FPMIPA
Universitas Pendidikan Indonesia.

You might also like