You are on page 1of 3

Permasalahan Breakwater adalah:

PENDAHULUAN

1. Gelombang laut umumnya disebabkan menyusupnya (insertion) angin pada permukaan air
laut, walaupun masih ada sumber-sumber gelombang yang lain. Permukaan air yang
bergerak ini, karena kohesi, akan menggerakkan sejumlah volume air di bawah permukaan.
Sampai kedalaman air berapa pengaruh ini terasa? Tentu banyak variabel yang
mempengaruhi terutama besarnya angin dan viskositas (salinitas dll), namun pada kedalaman
tertentu pengaruh pergerakan tidak terasa lagi.
Sebagai sesuatu yang bergerak (mempunyai kecepatan) maka gelombang memiliki energi.
Energi ini dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia.

2. Namun untuk kepentingan manusia juga maka gelombang berenergi ini harus diturunkan
atau bahkan di nolkan. Misalnya :
- karena terlalu berenergi menyebabkan erosi ≠ sedimentasi dalam setahun
sehingga pantai menjadi tererosi
- apabila kita membuat kolam labuh untuk pelabuhan sehingga kapal dapat
bersandar dengan tenang
- kolam untuk wisata air laut dlsb.

3. Ada 2 (dua) cara yang selama ini direkayasa oleh para insinyur, yaitu:
- gelombang air ditabrakkan pada sesuatu bangunan, yang kemudian disebut sebagai
breakwater, sehingga transmitted wave (gelombang air laut yang sudah
terdisipasi/terlemahkan) menjadi lebih tenang. Gelombang yang berenergi ini sebenarnya
merupakan gaya. Bisa dibayangkan ”penderitaan” breakwater akibat gaya ini.

- gelombang air dilalukan sebuah breakwater kemudian diredam dengan konsep sponge. Ini
merupakan gagasan dari seorang guru besar Universitas Yokohama namun tidak terlalu
populer karena over design.

Jadi boleh dikata bahwa satu-satunya cara meredam gelombang air laut adalah dengan
menabrakannya ke sebuah breakwater. Pertanyaannya adalah : seberapa kuat breakwater
tersebut dihantam gelombang tiap menit, tiap jam, tiap hari, tiap tahun? Khususnya di
Indonesia: seberapa kuat breakwater tersebut apabila terkena getaran gempa bumi dan
bahkan tsunami?
SEJARAH

4. Generasi I: ditemukan di daerah Mesir bahwa Bangsa Mesopotamia telah membangun


breakwater menggunakan tumpukan batu (rubble mound), di beberapa daerah menggunakan
bambu dan kayu untuk menahan terjangan ombak. Pembangunan ini menggunakan dasar
pemikiran bahwa tenaga/energi/gaya gelombang laut yang besar harus dilawan dengan
bangunan yang besar pula. Semakin besar bangunan semakin kuat dia menahan gelombang.
Besaran ini diejawantahkan menjadi besar volume  besar dimensi  berat. Jadi secara rule
of thumb bahwa semakin berat (bobot) breakwaternya akan semakin kokoh dalam
menghadapi gelombang.
5. Generasi II: para insinyur kelautan kemudian melihat bahwa rubble mound banyak yang
runtuh. Mereka menengarai bahwa ambrolnya rubble mound disebabkan tidak ada saling
kunci (interlocking) antar unit batuan. Kemudian untuk memperbaiki tingkat interlocking
para insinyur membuat artificial armor stone (batu pelindung) dengan menggunakan beton
sedang pendekatan tetap kepada berat.
Perbaikan interlocking tersebut dengan cara membuat bentuk batu pelindung menjari.
Perhatikan bentuk-bentuk tetrapod,hexapod,a-jack, dolos, core-loc, dan lain sebagainya. Ada
beberapa bentuk yang di luar bentuk menjari namun kurang popular.

Bentuk menjari atau berlengan ini diharapkan dapat memperbaiki interlockingnya dibanding
rubble mound. Pada satu kondisi harapan ini berhasil namun secara umum dapat dikatakan
bahwa tingkat interlocking bentuk2 ini bersifat random. Artinya adalah: pada satu segmen
ada interlocking yang baik, sedang dan rendah. Mengapa demikian? Karena di laut
menempatkan batuan yang besar-besar ini merupakan kesulitan yang sangat tinggi dan bisa
dipastikan tidak mungkin menempatkannya sesuai dengan keinginan gambar rencana.
Jika kondisinya random, maka suatu saat interlock rendah akan menjadi loose dan terguling
hilang. Dengan tergulingnya rangkaian dengan interlocking rendah maka yang bernilai
sedang akan menjadi rendah (poor) dan yang baik akan menjadi sedang, peristiwa di atas
akan terjadi kemudian sehingga seluruh rangkaian akan menjadi hancur (karena loose)
semua.

Pendekatan yang mendasarkan diri pada berat diperhitungkan dengan formula Hudson.
Perhatikan variabel Kd dalam formula Hudson. Kd sebenarnya disebut sebagai koefisien
kerusakaan atau ”damage” yang diterjemahkan sebagai koefisien kestabilan. Nilai Kd
ditentukan di laboratorium untuk setiap aturan susunan dan batu yang disusun (bentuk dan
berat). Untuk susunan dan jenis batu yang lain mempunyai Kd yang berlainan. Jika Kd sudah
didapat maka diperoleh berat keseluruhan bangunan. Pembangunan di lapangan, agar stabil
sesuai perhitungan, seharusnya mengikuti aturan2 yang diperoleh di laboratorium.
Pertanyaannya adalah: apakah bisa?

6. Generasi 3: Penciptaan IAS® melalui tahapan ditemukannya alat yang dapat mengukur
besarnya gaya desak, gaya uplift dan gaya spinning secara simultan (sebelumnya ke tiga gaya
diukur secara terpisah karena belum ada alatnya). Ketiga gaya ini dikandung oleh gelombang
laut terutama gelombang pecah besarnya sangat significant. Pendekatan masalah oleh
penemuan ini sangat berbeda dengan generasi sebelumnya. IAS® menekankan pada :
- distribusi gaya desak sehingga batu mengalami sedikit ”penderitaan” akibat gelombang
pecah,
- serta memberikan saluran gaya uplift (salah satu gaya yang bertanggungjawab – selain
momen guling - menyebabkan batu tercabut dari rangkaian sehingga terguling) melalui
upholes – sehingga batu tidak terguling.
- interlocking melalui konektor, yaitu konektor kapsul untuk gaya desak dan konektor tarik
untuk gaya tarik mengkait.

http://www.facebook.com/pages/IAS-Breakwater/225730354335

You might also like