You are on page 1of 12

Ejaan Bahasa Indonesia

Ejaan Bahasa Indonesia


Disusun oleh Ivan Lanin pada 3 Juni 2011 untuk Pelatihan Menulis Disabilitas Mitra Netra

Ejaan adalah penggambaran bunyi bahasa (kata, kalimat, dsb.) dengan kaidah tulisan (huruf) yang
baku. Ejaan biasanya meliputi tiga aspek, yaitu (1) fonologis, yang menyangkut penggambaran fonem
dengan huruf dan penyusunan abjad, (2) morfologis, yang menyangkut penggambaran satuan-satuan
morfemis, dan (3) sintaksis, menyangkut penanda ujaran berupa tanda baca.

A. Pemakaian huruf
Bagian ini membahas jenis huruf, pemenggalan kata, serta penggunaan huruf kapital dan huruf
miring.

i. Jenis huruf
Bagian ini membahas huruf abjad, vokal, dan konsonan, serta vokal rangkap (diftong) dan konsonan
rangkap (digraf).
1. Huruf abjad: Ada 26 yang masing-masing memiliki jenis huruf besar dan kecil.
2. Huruf vokal: Ada 5: a, e, i, o, u. Tanda aksen é dapat digunakan pada huruf e jika ejaan kata
menimbulkan keraguan.
3. Huruf konsonan: Ada 21: b; c; d; f; g; h; j; k; l; m; n; p; q; r; s; t; v; w; x; y; z.
1. Huruf c, q, v, w, x, dan y tidak punya contoh di akhir kata.
2. Huruf x tidak punya contoh di tengah kata.
3. Huruf q dan x digunakan khusus untuk nama dan keperluan ilmu.
4. Diftong: Ada 3: ai, au, dan oi. Tidak semua kombinasi serupa dianggap sebagai diftong,
misalnya ai pada main.
5. Digraf: Ada 4: kh, ng, ny, dan sy.
Vokal dan konsonan rangkap tidak pernah dipisahkan dalam pemenggalan kata.

ii. Pemenggalan kata


Bagian ini membahas aturan pemenggalan untuk kata dasar, kata berimbuhan, dan kata yang terdiri
atas lebih dari satu unsur.
1. Kata dasar:
1. Di antara dua vokal berurutan di tengah kata (kecuali diftong): ma-in.
2. Sebelum huruf konsonan yang diapit dua vokal di tengah kata: ba-pak.
3. Di antara dua konsonan yang berurutan di tengah kata: man-di.
4. Di antara konsonan pertama dan kedua pada tiga konsonan yang berurutan di tengah
kata (kecuali digraf): ul-tra.
2. Kata berimbuhan: Sesudah awalan atau sebelum akhiran: me-rasa-kan.
3. Kata berunsur (bentuk terikat): Di antara unsur pembentuknya: bi-o-gra-fi.
4. Kata majemuk dan kata ulang: Pada setiap spasi dan tanda hubung: ba-tu-a-pi; la-ba-la-ba.

Lisensi Creative Commons Atribusi-Nonkomersial-Berbagi Serupa 3.0


Ejaan Bahasa Indonesia
2

iii. Huruf kapital


Bagian ini membahas penggunaan huruf kapital yang pada dasarnya digunakan pada awal kalimat,
ungkapan keagamaan, unsur nama diri atau judul, penyapaan, dan kata ganti Anda.
1. Huruf pertama pada awal kalimat: Dia mengantuk.
2. Huruf pertama petikan langsung: Adik bertanya, "Kapan kita pulang?"
3. Huruf pertama unsur nama diri atau judul dengan perincian seperti berikut ini:
1. Nama orang, kecuali jika digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran: Amir
Hamzah; mesin diesel; 5 ampere.
2. Nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang (tidak
berlaku jika tidak diikuti nama orang): Sultan Hasanuddin; para sultan.
3. Nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau pengganti nama orang, nama
instansi, atau nama tempat (tidak berlaku jika tidak diikuti nama orang, instansi, atau
tempat): Gubernur Papua; pelantikan gubernur.
4. Nama negara, lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi,
kecuali kata seperti "dan" yang tidak terletak pada posisi awal, termasuk semua unsur
bentuk ulang sempurna: Undang-Undang Hak Cipta; penjabaran undang-undang.
5. Nama bangsa, suku, dan bahasa, kecuali jika dipakai sebagai bentuk dasar kata
turunan: bahasa Indonesia; mengindonesiakan.
6. Nama geografi, kecuali bukan merupakan nama diri atau digunakan sebagai nama
jenis: Teluk Benggala; Kota Padang; berlayar ke teluk; soto padang.
7. Nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan, kecuali kata seperti "dan" yang
tidak terletak pada posisi awal, termasuk semua unsur bentuk ulang sempurna: Asas-
Asas Hukum Perdata dan Pidana.
8. Nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah, kecuali nama peristiwa
sejarah yang tidak dipakai sebagai nama: bulan April; hari Jumat; hari Waisak;
Perang Candu.
4. Huruf pertama dalam ungkapan keagamaan, seperti nama Tuhan, kata ganti untuk Tuhan, dan
kitab suci: Allah; Yang Mahakuasa; Weda; Kristen; hamba-Mu; hamba-Nya.
5. Huruf pertama unsur singkatan nama gelar (a.l. sesuai Kepmendikbud 036/U/1993), pangkat,
dan sapaan: Dr.; dr.; S.H.
6. Huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik,
dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan: Kapan Bapak berangkat?;
hormati bapak dan ibu.
7. Huruf pertama kata ganti Anda: Sudahkah Anda tahu?

iv. Huruf miring


Bagian ini membahas penggunaan huruf miring yang pada dasarnya digunakan sebagai penegas atau
pembeda dengan bagian lain.
1. Nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan: majalah Tempo.
2. Huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata yang ditegaskan atau dikhususkan: Huruf
pertama kata abad ialah a.
3. Kata nama ilmiah atau ungkapan asing, kecuali yang telah disesuaikan ejaannya:
Politik divide et impera.

Lisensi Creative Commons Atribusi-Nonkomersial-Berbagi Serupa 3.0


Ejaan Bahasa Indonesia
3

B. Penulisan kata
Bagian ini membahas penulisan kata dasar, kata turunan, kelas kata khusus, singkatan dan akronim,
serta angka dan lambang bilangan.

i. Kata dasar dan kata turunan


Bagian ini membahas penulisan untuk kata dasar dan turunan (kata berimbuhan, kata ulang, dan kata
majemuk).
1. Kata dasar: Ditulis sebagai satu kesatuan.
2. Kata berimbuhan:
1. Imbuhan ditulis serangkai dengan kata dasarnya: dikelola; permainan.
2. Imbuhan ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya,
tapi unsur gabungan kata ditulis terpisah jika hanya mendapat awalan atau akhiran:
bertanggung jawab; garis bawahi.
3. Imbuhan dan unsur gabungan kata ditulis serangkai jika mendapat awalan dan
akhiran sekaligus: pertanggungjawaban.
4. Imbuhan bentuk terikat ditulis serangkai: adipati; narapidana; prasejarah;
pascasarjana .
5. Imbuhan bentuk terikat diberi tanda hubung jika diikuti oleh kata yang huruf awalnya
adalah huruf kapital: non-Indonesia.
6. Imbuhan maha- ditulis serangkai seperti bentuk terikat lain jika diikuti kata dasar,
namun ditulis terpisah jika diikuti oleh kata esa dan kata yang bukan kata dasar:
Mahakuasa; Maha Esa; Maha Pengasih.
3. Kata ulang: Ditulis lengkap dengan tanda hubung: anak-anak; sayur-mayur.
4. Kata majemuk:
1. Ditulis terpisah antarunsurnya: duta besar; kambing hitam.
2. Dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang
bersangkutan untuk mencegah kesalahan pengertian: alat pandang-dengar; anak-istri
saya.
3. Ditulis serangkai untuk beberapa pengecualian: acapkali; adakalanya; akhirulkalam;
alhamdulillah; astagfirullah; bagaimana; barangkali; bilamana; bismillah;
beasiswa; belasungkawa;bumiputra; daripada; darmabakti; darmasiswa; dukacita;
halalbihalal; hulubalang; kacamata; kasatmata; kepada; keratabasa; kilometer;
manakala; manasuka; mangkubumi;matahari; olahraga; padahal; paramasastra;
peribahasa; puspawarna; radioaktif; sastramarga; saputangan; saripati;
sebagaimana; sediakala; segitiga; sekalipun; silaturahmi; sukacita; sukarela;
sukaria; syahbandar; titimangsa; wasalam.

ii. Kelas kata khusus


Bagian ini membahas penulisan beberapa kelas kata khusus, seperti kata ganti, kata depan, kata
sandang, dan partikel.
1. Kata ganti
1. Ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya: kusapa; kauberi

Lisensi Creative Commons Atribusi-Nonkomersial-Berbagi Serupa 3.0


Ejaan Bahasa Indonesia
4

2. Ku, mu, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya: bukuku;
miliknya
2. Kata depan: di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali daripada;
kepada; kesampingkan; keluar; kemari; terkemuka.
3. Kata sandang: si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya: sang Kancil; si
pengirim
4. Partikel
1. Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya:
betulkah; bacalah.
2. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya: apa pun; satu kali pun.
Pengecualian diberikan untuk penulisan pun yang dirangkai pada kata-kata berikut:
adapun; andaipun; ataupun; bagaimanapun; biarpun; kalaupun; kendatipun;
maupun; meskipun; sekalipun; sungguhpun; walaupun.
Catatan:
• Kata ganti ku, kau, mu, dan nya ditulis serangkai karena merupakan bentuk klitik terhadap
bentuk dasar. Jika disertai oleh awalan atau akhiran lain, bentuk klitik ini tetap digabungkan,
misalnya kumenemukanmu; kaumelamarnya.

iii. Singkatan dan akronim


Singkatan adalah pemendekan yang tidak menyerupai struktur suatu kata, sedangkan akronim adalah
pemendekan yang menyerupai struktur suatu kata. Aturan penulisan singkatan dan akronim terdiri
atas penggunaan huruf besar dan tanda titik yang perinciannya dijabarkan berikut ini:
1. Singkatan dan akronim nama diri:
1. Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat ditulis dengan huruf
besar dan diikuti tanda titik. Spasi tidak perlu diberikan di antara dua huruf besar
singkatan yang berurutan. Misalnya: A.S. Kramawijaya; Dr.; S.H.; Prof.;
2. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau
organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan
huruf besar tanpa diikuti tanda titik. Misalnya: DPR; SMA.
3. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis
seluruhnya dengan huruf besar tanpa diikuti tanda titik. Misalnya: ABRI; PASI.
4. Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku
kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf besar. Misalnya: Akabri; Iwapi.
2. Singkatan dan akronim umum (bukan nama diri):
1. Ditulis dengan huruf kecil dan diikuti tanda titik jika terdiri atas tiga huruf atau lebih.
Misalnya: dst.; hlm.
2. Ditulis dengan huruf kecil dan diikuti tanda titik pada setiap huruf jika terdiri atas dua
huruf. Misalnya: a.n.; s.d.
3. Ditulis dengan huruf kecil tanpa tanda titik jika merupakan gabungan huruf, suku
kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya. Misalnya:
pemilu; tilang (bukti tilang).
3. Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti
tanda titik. Misalnya: cm; Cu.

Lisensi Creative Commons Atribusi-Nonkomersial-Berbagi Serupa 3.0


Ejaan Bahasa Indonesia
5

iv. Lambang bilangan


Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan, angka dapat ditulis
dengan huruf, angka Arab, atau angka Romawi, dengan fungsi sebagai berikut:
1. Menyatakan ukuran, kuantitas, satuan waktu, dan nilai uang. Misalnya:
• 0,5 sentimeter
• 1 jam 20 menit
• Rp5.000,00
• 2.000 rupiah
2. Melambangkan nomor jalan, rumah, atau kamar pada alamat. Misalnya:
• Jalan Tanah Abang I No. 15
• Hotel Indonesia, Kamar 169
3. Menomori bagian karangan dan ayat kitab suci. Misalnya:
• Bab X, Pasal 5, halaman 252
• Surah Yasin:9
Penulisan lambang bilangan adalah sebagai berikut:
1. Lambang bilangan utuh atau pecahan dapat ditulis dengan huruf atau bilangan. Misalnya:
• dua belas; 12
• setengah; 1/2
• satu persen; 1%
2. Lambang bilangan tingkat dapat ditulis dengan angka Arab, Romawi, atau awalan ke-
ditambah angka Arab. Misalnya:
• Abad XXI; abad ke-21
• Bab II; bab ke-2; bab kedua
3. Lambang bilangan yang mendapat akhiran -an diberi tanda hubung. Misalnya:
• tahun '50-an
• uang 5.000-an
4. Lambang bilangan ditulis dengan huruf jika dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata,
kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian dan
pemaparan. Misalnya:
• Ayah memesan tiga ratus ekor ayam.
• Kendaraan yang disediakan terdiri atas 50 bus, 100 helicak, dan 100 bemo.
5. Lambang bilangan ditulis dengan huruf jika terletak di awal kalimat. Jika perlu, susunan
kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak
terdapat pada awal kalimat. Misalnya:
• Dua ratus lima puluh orang diundang dalam acara itu.
• Ia mengundang 250 orang dalam acara itu.
6. Lambang bilangan dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca bagi bilangan utuh yang
besar. Misalnya:

Lisensi Creative Commons Atribusi-Nonkomersial-Berbagi Serupa 3.0


Ejaan Bahasa Indonesia
6

• Ia berutang 250 ribu rupiah kepadaku.


• Penduduk Indonesia berjumlah lebih dari 200 juta orang.
7. Lambang bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks, kecuali di
dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi. Misalnya:
• Bus itu dapat menampung dua puluh penumpang.
• Perpustakaan itu memiliki 850 buku.
Bukan:
• Bus itu dapat menampung dua puluh (20) penumpang.
• Perpustakaan itu memiliki 850 (delapan ratus lima puluh) buku.
8. Lambang bilangan yang ditulis dengan angka dan huruf sekaligus harus ditulis dengan tepat.
Misalnya:
• Saya lampirkan tanda terima uang sebesar Rp999,75 (sembilan ratus sembilan puluh
sembilan dan tujuh puluh lima perseratus rupiah).
• Saya lampirkan tanda terima uang sebesar 999,75 (sembilan ratus sembilan puluh
sembilan dan tujuh puluh lima perseratus) rupiah.

C. Penulisan tanda baca


Bagian ini membahas penulisan lima belas tanda baca yang dikenal dalam bahasa Indonesia.

i. Tanda titik
Tanda titik (.) digunakan sebagai pengakhir kalimat atau pemisah unsur. Fungsi tanda titik:
1. Pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan, namun tidak dipakai (1) pada akhir
judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dsb., serta (2) di belakang
tanggal surat serta nama dan alamat pengirim atau penerima surat.
• Dia menanyakan siapa yang akan datang.
• Acara Kunjungan Presiden (tanpa tanda titik: judul)
• Jalan Diponegoro 82 (tanpa tanda titik: alamat)
2. Pemisah antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya atau tanda
seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka. Misalnya:
• Kridalaksana, Harimurti. 2007. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
3. Pemisah angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu atau jangka waktu. Misalnya:
• pukul 1.35.20
• 1.35.20 jam
4. Pemisah bilangan ribuan atau kelipatannya, namun tidak dipakai jika angka tersebut tidak
menunjukkan jumlah. Misalnya:
• 24.200 orang
• halaman 2452 (tanpa tanda titik: bukan jumlah)
5. Di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar, namun tidak dipakai
jika merupakan yang terakhir dalam suatu deretan. Misalnya:

Lisensi Creative Commons Atribusi-Nonkomersial-Berbagi Serupa 3.0


Ejaan Bahasa Indonesia
7

A. Kementerian Dalam Negeri


A.1. Kementerian Luar Negeri
1.1 Kementerian Dalam Negeri (tanpa tanda titik: deret)
Satu spasi diberikan setelah tanda titik untuk memisahkan dengan kalimat atau unsur yang
mengikutinya, kecuali untuk tanda titik pemisah unsur waktu (#3) atau kelipatan ribuan (#4).

ii. Tanda koma


Tanda koma (,) dipakai sebagai pemisah atau penjeda. Fungsi tanda koma:
1. Pemisah unsur dalam suatu perincian atau pembilangan. Misalnya:
• Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
2. Pemisah kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata
sambung perlawanan atau pertentangan (misalnya tetapi, melainkan). Misalnya:
• Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
3. Pemisah anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya,
namun tidak dipakai jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya. Misalnya:
• Kalau hari hujan, saya tidak akan datang.
• Saya tidak akan datang kalau hari hujan. (tanpa tanda koma)
4. Pemisah kata atau ungkapan penghubung antarkalimat (misalnya oleh karena itu, jadi, lagi
pula, meskipun begitu, akan tetapi) yang terdapat pada awal kalimat dengan bagian lain
dalam kalimat. Misalnya:
• Jadi, soalnya tidak semudah itu.
5. Pemisah keterangan yang terdapat pada awal kalimat dengan bagian lain dalam kalimat untuk
menghindari salah baca. Misalnya:
• Atas bantuan Agus, Karyadi mengucapkan terima kasih.
6. Pemisah kata seru (misalnya o, ya, wah, aduh, kasihan) dari kata yang lain yang terdapat di
dalam kalimat. Misalnya:
• Hati-hati, ya, nanti jatuh.
7. Pemisah petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat, kecuali jika petikan langsung itu
berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru. Misalnya:
• Kata Ibu, "Saya gembira sekali."
• "Saya gembira sekali," kata Ibu.
8. Pengapit keterangan tambahan (aposisi) yang sifatnya tidak membatasi. Misalnya:
• Guru saya, Pak Ahmad, pandai sekali.
9. Pemisah (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii) tempat dan tanggal, dan (iv)
nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan. Misalnya:
• Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jalan Salemba 6, Jakarta
• Sdr. Abdullah, Jalan Pisang Batu 1, Bogor
• Jakarta, 17 Agustus 1945
• Jakarta, Indonesia

Lisensi Creative Commons Atribusi-Nonkomersial-Berbagi Serupa 3.0


Ejaan Bahasa Indonesia
8

10. Pemisah bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka. Misalnya:
• Alisjahbana, Sutan Takdir
11. Pemisah bagian-bagian dalam catatan kaki.
12. Pemisah nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari
singkatan nama diri, keluarga, atau marga. Misalnya:
• Ny. Khadijah, S.E., M.M.
13. Penanda bilangan desimal. Misalnya:
• 12,5 cm
• Rp12,50
Tanda koma selalu diikuti oleh satu spasi, kecuali jika tanda koma tersebut berfungsi sebagai penanda
bilangan desimal.

iii. Tanda titik koma dan tanda titik dua


Tanda titik koma (;) dan tanda titik dua (:) memiliki bentuk yang mirip, namun fungsi yang berbeda.
Tanda titik koma dipakai untuk memisahkan kalimat yang sejenis atau setara, sedangkan tanda titik
dua umumnya dipakai untuk menandai bahwa bagian setelahnya adalah penjelasan atau perincian dari
bagian sebelumnya.
Pemakaian tanda titik koma:
1. Memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara. Misalnya:
• Malam makin larut; pekerjaan belum selesai juga.
• Ayah berkebun; Ibu menonton TV; saya asyik bermain komputer.
2. Memisahkan dua atau lebih kalimat setara apabila unsur-unsur setiap bagian itu dipisah oleh
tanda baca dan kata hubung. Misalnya:
• Ibu membeli buku, pensil, dan tinta; baju, celana, dan kaos; pisang, apel, dan jeruk.
• Agenda rapat meliputi pemilihan ketua dan wakil ketua; penyusunan anggaran dasar
dan anggaran rumah tangga; pendataan anggota, dokumentasi, dan aset organisasi.
3. Mengakhiri pernyataan perincian dalam kalimat yang berupa frasa atau kelompok kata.
Dalam hubungan itu, sebelum perincian terakhir tidak perlu digunakan kata sambung.
Misalnya:
Syarat penerimaan pegawai negeri sipil di lembaga ini:
(1) berkewarganegaraan Indonesia;
(2) berijazah sarjana S-1 sekurang-kurangnya;
(3) berbadan sehat.
Pemakaian tanda titik dua:
1. Setelah suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau pemerian, kecuali bila rangkaian
atau perian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan. Misalnya:
• Kita memerlukan beberapa alat: palu, tang, dan obeng.
• Hanya ada dua pilihan bagi para pejuang kemerdekaan: hidup atau mati.
• Kita memerlukan palu, tang, dan obeng (tanpa titik dua: pelengkap pengakhir).
2. Setelah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian. Misalnya:

Lisensi Creative Commons Atribusi-Nonkomersial-Berbagi Serupa 3.0


Ejaan Bahasa Indonesia
9

• Presiden: Soekarno
• Wakil Presiden: M. Hatta
3. Setelah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan dalam teks drama. Misalnya:
• Ibu: (meletakkan beberapa koper) "Bawa koper ini, Mir!"
• Amir : "Baik, Bu."
4. Di antara judul dan subjudul atau nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.
Misalnya:
• Karangan Ali Hakim, Pendidikan Seumur Hidup: Sebuah Studi, sudah terbit.
• Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Jakarta: Pusat Bahasa
5. Di antara jilid atau nomor dan halaman atau bab dan ayat dalam kitab suci. Misalnya:
• Tempo, I (1971), 34:7
• Surah Yasin:9
Spasi tidak diberikan sebelum tanda titik koma dan titik dua, namun diberikan setelahnya, kecuali
setelah tanda titik dua yang berfungsi sebagai pemisah jilid dan halaman atau bab dan ayat dalam
kitab suci.
Bagian setelah tanda titik koma dan titik dua tidak dianggap sebagai awal kalimat sehingga tidak
perlu dikapitalisasi menurut aturan kapitalisasi awal kalimat. Namun, aturan kapitalisasi lain tetap
berlaku, misalnya kapitalisasi nama diri, dll.

iv. Tanda hubung dan tanda pisah


Tanda hubung dan tanda pisah sama-sama dilambangkan oleh garis horizontal, namun tanda pisah
lebih panjang dan dapat ditulis dengan dua tanda hubung.
Tanda hubung dipakai untuk:
1. Menyambung suku-suku kata yang terpisah oleh penggantian baris. Suku kata yang berupa
satu vokal tidak ditempatkan pada ujung baris atau pangkal baris. Misalnya:
• Di samping cara-cara lama itu, ada ju-
ga cara yang baru.
2. Menyambung unsur-unsur kata ulang. Misalnya:
• anak-anak
• kemerah-merahan
3. Menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal. Misalnya:
• p-a-n-i-t-i-a
• 8-4-1973
4. Memperjelas (i) hubungan bagian-bagian kata atau ungkapan, dan (ii) penghilangan bagian
kelompok kata. Misalnya:
• ber-evolusi; be-revolusi
• dua puluh lima-ribuan (20 x 5000); dua-puluh-lima-ribuan (1 x 25000)
5. Merangkaikan (i) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital, (ii) ke-
dengan angka, (iii) angka dengan -an, (iv) singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau
kata, dan (v) nama jabatan rangkap. Misalnya:

Lisensi Creative Commons Atribusi-Nonkomersial-Berbagi Serupa 3.0


Ejaan Bahasa Indonesia
10

• se-Indonesia
• hadiah ke-2
• tahun 50-an
• mem-PHK-kan
• Menteri-Sekretaris Negara
6. Merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing. Misalnya:
• di-smash
Tanda pisah dipakai untuk:
1. Membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun kalimat.
Misalnya:
• Kemerdekaan bangsa itu—saya yakin akan tercapai—diperjuangkan sendiri.
2. Menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi
lebih jelas. Misalnya:
• Rangkaian temuan ini—evolusi, teori kenisbian, dan kini juga pembelahan atom—
telah mengubah persepsi kita tentang alam semesta.
3. Di antara dua bilangan atau tanggal dengan arti 'sampai ke' atau 'sampai dengan'. Misalnya:
• 1910—1945
• tanggal 5—10 April 1970
• Jakarta—Bandung
Spasi tidak diberikan sebelum dan sesudah tanda hubung dan tanda pisah.

v. Tanda tanya dan tanda seru


Tanda tanya (?) dan tanda seru (!) masing-masing dipakai pada akhir kalimat tanya dan kalimat seru
sebagai pengganti tanda titik. Tanda tanya juga dapat dipakai di dalam tanda kurung untuk
menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
Misalnya:
• Saudara tahu, bukan?
• Bersihkan kamar itu sekarang juga!
• Ia dilahirkan pada tahun 1683 (?).
Spasi tidak diberikan sebelum kedua tanda ini, namun diberikan setelah kedua tanda jika diikuti oleh
kalimat lain.

vi. Tanda kurung


Tanda kurung ada dua jenis, yaitu tanda kurung biasa ((…)) dan tanda kurung siku ([…]).
Tanda kurung (biasa) dipakai untuk:
1. Mengapit keterangan atau penjelasan. Misalnya:
• Bagian Perencanaan sudah selesai menyusun DIK (Daftar Isian Kegiatan) kantor itu.
• Sajak Tranggono yang berjudul "Ubud" (tempat terkenal di Bali) ditulis pada tahun
1962.

Lisensi Creative Commons Atribusi-Nonkomersial-Berbagi Serupa 3.0


Ejaan Bahasa Indonesia
11

2. Mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan. Misalnya:
• Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kokain(a).
• Pejalan kaki itu berasal dari (kota) Surabaya.
3. Mengapit angka atau huruf yang memerinci urutan keterangan. Misalnya:
• Faktor produksi menyangkut masalah (1) alam, (2) tenaga kerja, dan (3) modal.
• Faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.
Tanda kurung siku dipakai untuk:
1. Mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau
bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau
kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli. Misalnya:
• Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.
2. Mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung. Misalnya:
• Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan di dalam Bab II [lihat
halaman 35–38]) perlu dibentangkan di sini.
Spasi diberikan sebelum tanda kurung pembuka dan setelah tanda kurung penutup, kecuali jika
langsung didahului atau diikuti oleh tanda baca lain.

vii. Tanda petik dan tanda penyingkat


Tanda petik ada dua jenis, yaitu tanda petik ganda (") dan tanda petik tunggal ('). Tanda baca yang
mirip dengan tanda petik tunggal yang berdiri sendiri atau tidak berpasangan disebut tanda penyingkat
atau apostrof.
Fungsi tanda petik ganda:
1. Mengapit petikan langsung. Misalnya:
• "Saya belum siap," kata Mira, "tunggu sebentar!"
2. Mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat. Misalnya:
• Sajak "Berdiri Aku" terdapat pada halaman 5 buku itu.
3. Mengapit istilah yang kurang dikenal atau mempunyai arti khusus. Misalnya:
• Ia bercelana panjang yang di kalangan remaja dikenal dengan nama "cutbrai".
Fungsi tanda petik tunggal:
1. Mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain. Misalnya:
• Tanya Basri, "Kau dengar bunyi 'kring-kring' tadi?"
2. Mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan asing. Misalnya:
• feed-back 'balikan'
Fungsi tanda penyingkat atau apostrof adalah menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian
angka tahun. Misalnya:
• Ali 'kan kusurati.
• 17 Agustus '45
Tanda baca penutup lain diletakkan sebelum tanda petik penutup pada petikan langsung atau sesudah
tanda petik penutup pada judul serta istilah khusus. Misalnya:

Lisensi Creative Commons Atribusi-Nonkomersial-Berbagi Serupa 3.0


Ejaan Bahasa Indonesia
12

• "Saya belum siap," kata Mira, "tunggu sebentar!"


• Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan "Si Hitam".

viii. Tanda elipsis


Tanda elipsis (…) adalah tanda baca berupa tiga tanda titik yang serangkai. Tanda elipsis dipakai:
1. Dalam kalimat yang terputus-putus. Misalnya: Kalau begitu ... mari kita bergerak.
2. Untuk menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan.
Misalnya: Sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut.
Spasi diberikan sebelum dan sesudah tanda elipisis. Jika tanda elipsis mengakhiri sebuah kalimat,
perlu dipakai empat buah titik; tiga buah untuk menandai penghilangan teks dan satu untuk menandai
akhir kalimat.

ix. Tanda garis miring


Tanda garis miring dipakai:
1. Di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi
dalam dua tahun takwim. Misalnya: No. 7/PK/1973;
2. Sebagai pengganti kata atau dan tiap. Misalnya: lewat darat/laut; harganya Rp25/lembar.
Spasi tidak diberikan sebelum dan sesudah tanda garis miring.

Rujukan
Alwi, Hasan, et.al. (2003). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga). Jakarta: Balai
Pustaka.
Keraf, Gorys (2001). Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa (Cetakan XII). Ende: Nusa
Indah.
Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia (2000). Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Diperoleh dari
http://j.mp/l8Xol8 pada 26 Mei 2011.

Lisensi Creative Commons Atribusi-Nonkomersial-Berbagi Serupa 3.0

You might also like