You are on page 1of 44

KESELAMATAN & KESEHATAN KERJA

DAN HUKUM PERBURUHAN DI INDONESIA

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keselamatan & Kesehatan Kerja
dan Hukum Perburuhan pada semester gasal tahun 2010/2011
yang diampu oleh Drs. Moh. Thamrin M.Pd.

Oleh
Muhammad Abdis Salam
NIM 0831210130
Kelas 3 D

JURUSAN TEKNIK MESIN


POLITEKNIK NEGERI MALANG
MALANG
JANUARI 2011
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. atas segala
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Keselamatan & Kesehatan Kerja dan Hukum Perburuhan di Indonesia".
Makalah ini disusun guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Keselamatan & Kesehatan Kerja dan Hukum Perburuhan serta sebagai sarana
peningkatan kemampuan penulis dalam mengaplikasikan mata kuliah yang telah
didapatkan diperkuliahan khususnya pada mata kuliah ini.
Dalam proses penulisan makalah ini, penulis banyak mendapatkan bantuan
dan dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Bapak Ir. Tundung Subali, M.T., selakiu Direktur Politeknik Negeri Malang.
2. Bapak Imam Mashudi, B.Eng.(Hons), M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik
Mesin, Politeknik Negeri Malang.
3. Bapak Drs. Moh. Thamrin MPd. Selaku dosen pengajar mata kuliah
Keselamatan & Kesehatan Kerja dan Hukum Perburuhan yang senantiasa
membimbing penulis dalam penulisan makalah ini.
4. Bapak dan Ibu tercinta beserta segenap keluarga yang selalu memberikan
dukungan dan doa demi keberhasilan penulis.
5. Teman-teman kelas 3 D yang telah memotifasi.
Penulis sangat menyadari bahwa makalah ini masih banyak
kekurangannya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Harapan penulis
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak dan juga bagi
peningkatan ilmu pengetahuan di Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri
Malang.

Malang, 21 Januari 2011

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................... iv
BAB I : PENDAHULUAN........................................................................... 1
BAB II : KECELAKAAN KERJA YANG DIAKIBATKAN OLEH
FAKTOR MANUSIA.................................................................. 3
2.1 Definisi Kecelakaan Kerja....................................................... 3
2.2 Teori Tentang Penyebab
Terjadinya Kecelakaan Kerja.................................................. 3

2.3 Klasifikasi Kecelakaan Kerja................................................... 5

2.4 Faktor Kesalahan Manusia Dominasi


Penyebab Kecelakaan Kerja................................................... 6
2.5 Usaha-Usaha Pencegahan Kecelakaan Kerja........................... 7
BAB III : PERALATAN PERLINDUNGAN DIRI.................................. 9
3.1 Definisi Peralatan Perlindungan Diri...................................... 9
3.2 Dasar Hukum Tentang Peralatan Perlindungan Diri.............. 9
3.3 Jenis-jenis Peralatan Perlindungan Diri
dan Kegunaannya.................................................................... 10
BAB IV : KESELAMATAN KERJA DI PERUSAHAAN....................... 14
4.1 Tujuan dan Dasar Teori Keselamatan Kerja........................... 14
4.2 Analisis Keselamatan Kerja.................................................... 15
4.3 Dasar Hukum Tentang Keselamatan Kerja............................ 16
BAB V : PERJANJIAN KERJA................................................................. 17
5.1 Teori Perjanjian Kerja.................................................... 17
5.2 Jenis Perjanjian Kerja............................................................. 18
5.3 Perjanjian Magang.................................................................. 21
BAB VI : PENGUPAHAN........................................................................... 22
6.1 Pengertian Upah...................................................................... 22
6.2 Macam-Macam Bentuk Upah................................................. 22

ii
6.3 Cara Pembayaran Upah.......................................................... 24
6.4 Ganti Rugi dan Denda............................................................ 24
BAB VII : PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)......................... 25
7.1 Definisi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).......................... 25
7.2 Jenis-Jenis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)..................... 26
7.3 Kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)................... 28
7.4 Dasar Hukum Tentang
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)........................................ 29
BAB VIII : HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL.................................... 30
8.1 Pengertian Hak Kekayaan Intelektual..................................... 30
8.2 Dasar-Dasar Hukum yang Mengatur Tentang
Hak Kekayaan Intelektual....................................................... 32
8.3 Cara Pendaftaran Hak Cipta................................................... 33
BAB IX : MEDIA PUBLIKASI
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA...................... 35
9.1 Pengertian dan Tujuan Media Publikasi
Keselamatan dan Kesehatan Kerja......................................... 35
9.2 Jenis-Jenis Media Publikasi Keselamatan Kerja..................... 35
DAFTAR REFERENSI............................................................................... 37

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1: Helm Proyek................................................................................. 10


Gambar 2: Pelindung muka............................................................................ 11
Gambar 3: Ear Plug....................................................................................... 11
Gambar 4: Masker.......................................................................................... 11
Gambar 5: Pelindung tangan.......................................................................... 12
Gambar 6: sepatu safety................................................................................. 12
Gambar 7: Jas pelindung................................................................................ 12
Gambar 8: Harness......................................................................................... 13

iv
BAB I
PENDAHULUAN
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen yang
memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan ma-syarakat sekitar dari
bahaya akibat kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang
wajib dipenuhi oleh perusahaan. K3 bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan
menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero accident). Penerapan konsep ini tidak
boleh dianggap sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja yang menghabiskan banyak biaya (cost) perusahaan, melainkan harus
dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang yang memberi keuntungan yang
berlimpah pada masa yang akan datang.
Bagaimana K3 dalam perspektif hukum? Ada tiga aspek utama hukum K3
yaitu norma keselamatan, kesehatan kerja, dan kerja nyata. Norma keselamatan
kerja merupakan sarana atau alat untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja
yang tidak diduga yang disebabkan oleh kelalaian kerja serta lingkungan kerja
yang tidak kondusif. Konsep ini diharapkan mampu menihilkan kecelakaan kerja
sehingga mencegah terjadinya cacat atau kematian terhadap pekerja, kemudian
mencegah terjadinya kerusakan tempat dan peralatan kerja. Konsep ini juga
mencegah pencemaran lingkungan hidup dan masyarakat sekitar tempat
kerja.Norma kesehatan kerja diharapkan menjadi instrumen yang mampu
menciptakan dan memelihara derajat kesehatan kerja setinggi-tingginya.
Hengkangnya sejumlah perusahaan besar asing (PMA) dari Indonesia
menyebabkan devisa dan pajak berkurang sejak beberapa tahun terakhir ini.
Dipercayai oleh banyak kalangan bukan saja karena persoalan keamanan tetapi
juga masalah buruh yang dirasakan menjadi kendala. Salah satunya Kepmen
No.150/2000 dan kepmen – kepmen lainnya yang mengatur PHK dan pesangon
buruh. Aturan – aturan itu telah menimbulkan kontroversi. Maklum, perusahaan
diwajibkan memberikan pesangon kepada buruh yang berbuat kesalahan
(KONTAN edisi 23/V Tanggal 5 Maret 2001 bertajuk Good Bye Indonesia,
Relokasi industri ke luar negeri menjadi kenyataan).

1
2

Sudahkan tak nyaman, produktivitas pun rendah. Sementara para


pengusaha masih harus digelayuti berbagai kewajiban dan masalah. Termasuk
pemberian pesangon kepada pekerjanya yang di PHK. Padahal mereka sudah
membayar Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) dan berbagai kewajiban
lainnya.
Masalah PHK dan pesangon sebelumnya diatur dengan Kepmennaker, dan
sekarang telah diatur dalam Undang – Undang No 13 Tahun 2003. dan undang-
undang yang mengaturnya juga memiliki banyak kelemahan. Diperparah lagi law
enforcement di lapangan yang sangat rendah. Sehingga infrastruktur penegakan
hukum tidak mampu melaksanakan apa yang sudah diatur dalam undang- undang.
Padahal tujuan utama hukum perburuhan adalah melindungi kepentingan buruh
yang dilandasi filosofi dasar bahwa buruh selalu merupakan subordinat pengusaha
dan hukum perburuhan dibentuk guna menetralisir ketimpangan itu. Peraturan
untuk melindungi kepentingan buruh sudah ada sejak peraturan perburuhan jaman
belanda, orde lama, orde baru hingga UU Nomor 13 tahun 2003. Namun sudah
sejauh ini tidak bisa mengcover permasalahan perburuhan, seperti masalah
pesangon dan lain – lain. Diadakannya pengadilan hubungan industrial bukan
pemecah masalah, akan tetapi hanya mengalihkan permasalahan yang lama
kepada lembaga baru ini.
Menurut Undang – Undang No. 3 tahun 1992 tentang jamsostek, setiap
perusahaan yang mempekerjakan minimal 10 orang wajib melaksanakan program
jamsostek bagi para karyawannya dengan harapan para karyawan mendapat
perlindungan dari kecelakaan kerja, meninggal dunia, atau jaminan hari tuanya.
Termasuk juga perlindungan asuransi kesehatan.
BAB II
KECELAKAAN KERJA DIAKIBATKAN FAKTOR MANUSIA
2.1 Definisi Kecelakaan Kerja
Adapun dari berbagai sumber mengenai definisi kecelakaan kerja, berikut
adalah beberapa pendapat baik dari institusi pemerintahan nasional dan
internasional maupun dari beberapa tokoh internasional.
1) Defenisi Kecelakaan Kerja menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja
(Permenaker) Nomor: 03/Men/1998 adalah   suatu kejadian yang tidak
dikehendaki  dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan  korban jiwa
dan harta benda.
2) Menurut Foressman Kecelakaan Kerja adalah terjadinya suatu kejadian akibat
kontak antara ernegi yang berlebihan (agent) secara akut dengan tubuh yang
menyebabkan kerusakan jaringan/organ.
3) Sedangkan defenisi yang dikemukakan oleh Frank E. Bird Jr. kecelakaan
adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki, dapat mengakibatkan kerugian
jiwa serta kerusakan harta benda dan biasanya terjadi sebagai akibat dari
adanya kontak dengan sumber energi yang melebihi ambang batas atau
struktur.
4) Kecelakaan kerja (accindent) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak
di inginkan yang merugikan terhadap manusia, merusakan harta benda atau
kerugian proses (Sugandi, 2003)
5) Word Health Organization (WHO) mendefinisikan kecelakaan sebagai suatu
kejadian yang tidak dapat dipersiapkan penanggulangan sebelumnya,
sehingga menghasilkan cidera yang riil.
2.2 Teori Tentang Penyebab Terjadinya Kecelakaan Kerja
1) Teori kebetulan Murni (pure chance   theory) mengatakan bahwa kecelakaan
terjadi atas kehendak Tuhan, secara alami dan kebetulan saja kejadiannya,
sehingga tidak ada pola yang jelas dalam rangkaian peristiwanya.
2) Teori Kecenderungan (Accident Prone Theory), teori ini mengatakan pekerja
tertentu lebih sering tertimpa kecelakaan, karena sifat-sifat pribadinya yang
memang cenderung untuk mengalami kecelakaan.
3) Teori tiga faktor Utama (Three Main Factor Theory), mengatakan bahwa

3
4

penyebab kecelakaan adalah peralatan, lingkungan kerja, dan pekerja itu


sendiri.
4) Teori Dua Factor (Two Factor Theory), mengatakan bahwa kecelakaan kerja
disebabkan oleh kondisi berbahaya (unsafe condition) dan perbuatan
berbahaya (unsafe action). Unsafe actions adalah suatu tindakan berbahaya
pada waktu melakukan suatu pekerjaan dimana situasi atau lingkungan kerja
rawan kecelakan jika seorang operator suatu mesin melakukan kecerobohan.
Unsafe conditions adalah suatu keadaan pada lingkungan kerja yang
berbahaya seperti rawan terjadinya tanah longsor, kejatuhan batu-batuan,
tempat pengecoran logam dan lain-lain.
5) Teori Faktor manusia (human fctor theory), menekankan bahwa pada akhirnya
semua kecelakaan kerja, langsung dan tidak langsung disebabkan kesalahan
manusia. Menurut hasil penelitian yang ada, 85% dari kecelakaan yang terjadi
disebabkan faktor manusia ini. Hal itu dikarenakan pekerja (manusia) yang
tidak memenuhi keselamatan, misalnya karena kelengahan, kecerobohan,
ngantuk, kelelahan, dan sebagainya.
Lebih lanjut, teori mengenai terjadinya kecelakaan kerja dapat diupayakan
pencegahannya dengan mekanisme terjadinya kecelakaan kerja di uraikan
“domino seguence “ berupa berikut ini.
1) Ancestry and social enviroment, yakni pada orang yang keras kepala
mempunyai sifat tidak baik yang di peroleh karena faktor keturunan, pengaruh
lingkungan dan pendidikan, mengakibatkan seseorang bekerja kurang hati-hati
dan banyak membuat kesalahan.
2) Fault of person, merupakan rangkaian dari faktor keturunan dan
lingkungannya, yang menjurus pada tindakan yang salah dalam melakukan
pekerjaan.
3) Unsafe Actions and or mechanical or Physical hazard, tindakan berbahaya
disertai bahaya mekanik dan fisik lain, memudahkan terjadinya rangkaian
berikutnya.
4) Accident, peristiwa kecelakaan yang menimpa pekerja dan umumnya
disertai oleh berbagai kerugian.
5) Injury, kecelakaan mengakibatkan cedera atau luka ringan maupun berat
5

menuju kecacatan dan bahkan kematian.


2.3 Klasifikasi Kecelakaan Kerja
1) Klasifikasi menurut jenis kecelakaan :
(1) Terjatuh
(2) Tertimpa benda
(3) Tertumbuk atau terkena benda-benda
(4) Terjepit oleh benda
(5) Gerakan-gerakan melebihi kemampuan
(6) Pengaruh suhu tinggi
(7) Terkena arus listrik
(8) Kontak bahan-bahan berbahaya atau radiasi.
2) Klasifikasi menurut penyebab :
(1) Mesin, misalnya mesin pembangkit tenaga listrik, mesin penggergajian
kayu, dan sebagainya.
(2) Alat angkut, alat angkut darat, udara dan air.
(3) Peralatan lain misalnya dapur pembakar dan pemanas, instalasi pendingin,
alat-alat listrik, dan sebagainya.
(4) Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi, misalnya bahan peledak, gas, zat-zat
kimia, dan sebagainya.
(5) Lingkungan kerja (diluar bangunan, didalam bangunan dan dibawah
tanah).
3) Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan :
(1) Patah tulang
(2) Dislokasi (keseleo)
(3) Regang otot
(4) Memar dan luka dalam yang lain
(5) Amputasi
(6) Luka di permukaan
(7) Gegar dan remuk
(8) Luka bakar
(9) Keracunan-keracunan mendadak
(10) Pengaruh radiasi
6

4) Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh :


(1) Kepala
(2) Leher
(3) Badan
(4) Anggota atas
(5) Anggota bawah
(6) Banyak tempat
(7) Letak lain yang tidak termasuk dalam klasifikasi tersebut.
2.4 Faktor Kesalahan Manusia Dominasi Penyebab Kecelakaan Kerja
Beberapa tahun terakhir telah terjadi banyak kecelakaan kerja pada
pelaksanaan pekerjaan konstruksi, baik yang dilaksanakan oleh Pemerintah,
maupun non Pemerintah. Data menunjukkan bahwa kecelakaan kerja terjadi
paling banyak disebabkan oleh kesalahan manusia (human error), baik dari aspek
kompetensi para pelaksana konstruksi maupun pemahaman arti pentingnya
penyelenggaraan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Kecelakaan kerja di
sektor konstruksi merupakan penyumbang angka kecelakaan kerja terbesar pada
beberapa tahun terakhir ini disamping kecelakaan kerja di sektor lainnya.
Departemen Pekerjaan Umum sebagai salah satu unsur pemerintah yang
mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam pembinaan dibidang konstruksi,
telah melakukan berbagai upaya didalam mengimplementasikan kebijakan
pemerintah tersebut diatas baik dalam bentuk kebijakan-kebijakan maupun
kegiatan-kegiatan pembinaan lainnya.
Berdasarkan hasil evaluasi atas kejadian-kejadian kecelakaan kerja selama
ini dapat disimpulkan beberapa faktor penyebab terjadi kecelakaan baik yang
telah menimbulkan korban jiwa maupun luka-luka sebagai berikut terjadinya
kegagalan konstruksi yang antara lain disebabkan tidak dilibatkannya ahli teknik
konstruksi, penggunaan metoda pelaksanaan yang kurang tepat, lemahnya
pengawasan pelaksanaan konstruksi di lapangan, belum sepenuhnya
melaksanakan ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan yang menyangkut K3
yang telah ada, lemahnya pengawasan penyelenggaraan K3, kurang memadainya
baik dalam kualitas dan kuantitas ketersediaan peralatan pelindung diri dan
7

kurang disiplinnya para tenaga kerja didalam mematuhi ketentuan mengenai K3


yang antara lain pemakaian alat pelindung diri kecelakaan kerja.
Dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja pada tempat kegiatan
konstruksi serta adanya tuntutan global dalam perlindungan tenaga kerja,
diperlukan upaya-upaya kedepan untuk mewujudkan tecapainya “zero accident”
ditempat kegiatan konstruksi. Zero accident adalah suatu kondisi dimana
kecelakaan kerja pada suatu perusahaan atau industri tidak terjadi kecelakaan
kerja (angka kecelakaan kerja nol). Pengguna jasa yang dalam hal ini adalah Para
Kepala Satker/ Pembantu Satker/ Pemimpin Pelaksana Kegiatan selaku
penanggung jawab langsung pelaksanaan konstruksi dilapangan, menempati
posisi kunci dalam penerapan sistem manajemen K3 pada kegiatan konstruksi.
Oleh karena itu diharapkan para Kasatker/ Pembantu Satker/ Pelaksana Kegiatan
dapat lebih berperan dalam program merealisasikan kebijakan Pemerintah di
bidang K3 dalam mewujudkan “zero accident” di tempat kerja konstruksi.
Akibat yang dialami oleh suatu perusahaan jika pekerjanya mengalami
kecelakaan maka perusahaan tersebut akan rugi, karena jika pekerja itu cidera
maka perusahaan menanggung biaya kesehatannya, bila mesin mengalami
kerusakan maka proses produksi akan terhenti sehingga perusahaan akan rugi.
2.5 Usaha-Usaha Pencegahan Kecelakaan Kerja
1) Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja (calon pekerja) untuk mengetahui
apakah calon pekerja tersebut serasi dengan pekerjaan barunya, baik secara
fisik maupun mental.
2) Pemeriksaan kesehatan berkala/ulangan, yaitu untuk mengevaluasi apakah
faktor-faktor penyebab itu telah menimbulkan gangguan pada pekerja.
3) Pendidikan tentang kesehatan dan keselamatan kerja diberikan kepada para
buruh secara kontinu agar mereka tetap waspada dalam menjalankan
pekerjaannya.
4) Pemberian informasi tentang peraturan-peraturan yang berlaku di tempat
kerja sebelum mereka memulai tugasnya, tujuannya agar mereka
mentaatinya.
5) Penggunaan pakaian pelindung
8

6) Isolasi terhadap operasi atau proses yang membahayakan, misalnya proses


pencampuran bahan kimia berbahaya, dan pengoperasian mesin yang sangat
bising.
7) Pengaturan ventilasi setempat/lokal, agar bahan-bahan/gas sisa dapat dihisap
dan dialirkan keluar.
8) Substitusi bahan yang lebih berbahaya dengan bahan yang kurang berbahaya
atau tidak berbahaya sama sekali.
9) Pengadaan ventilasi umum untuk mengalirkan udara ke dalam ruang kerja
sesuai dengan kebutuhan.
10) Berdoa sebelum bekerja.
BAB III
PERALATAN PERLINDUNGAN DIRI
3.1 Definisi Peralatan Perlindungan Diri
Peralatan Perlindungan Diri adalah seperangkat alat yang digunakan oleh
tenaga kerja untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya terhadap
kemungkinan adanya potensi bahaya atau kecelakaan kerja. Peralatan
Perlindungan Diri adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai
bahaya dan resiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang
di sekelilingnya. Kewajiban itu sudah disepakati oleh pemerintah melalui
Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia.
3.2 Dasar Hukum Tentang Peralatan Perlindungan Diri
1) Undang-undang No.1 tahun 1970.

(1) Pasal 3 ayat (1) butir f: Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-
syarat untuk memberikan Alat Pelindung Diri.

(2) Pasal 9 ayat (1) butir c: Pengurus diwajibkan menunjukkan dan


menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang Alat Pelindung Diri.

(3) Pasal 12 butir b: Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau
hak tenaga kerja untuk memakai Alat Pelindung Diri.

(4) Pasal 14 butir c: Pengurus diwajibkan menyediakan Alat Pelindung Diri


secara cuma-cuma.
2) Permenakertrans No.Per.01/MEN/1981
Pasal 4 ayat (3) menyebutkan kewajiban pengurus menyediakan alat
pelindung diri dan wajib bagi tenaga kerja untuk menggunakannya untuk
pencegahan penyakit akibat kerja.
3) Permenakertrans No.Per.03/MEN/1982
Pasal 2 butir I menyebutkan memberikan nasehat mengenai perencanaan dan
pembuatan tempat kerja, Pemilihan alat pelindung diri yang diperlukan dan
gizi serta penyelenggaraan makanan ditempat kerja.
4) Permenakertrans  No.Per.03/Men/1986

9
Pasal 2 ayat (2) menyebutkan tenaga kerja yang mengelola Pestisida harus
memakai alat-alat pelindung diri yg berupa pakaian kerja, sepatu Safety,
sarung tangan, kacamata pelindung atau pelindung muka dan pelindung

10
10

pernafasan.
Berdasarkan Undang-undang, jaminan Keselamatan dan Kesehatan kerja
itu di peruntukkan bagi seluruh pekerja yang bekerja di segala tempat, baik darat,
di dalam tanah, dipermukaan air, di ddala air maupun di udara, yang berada
didalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Jadi pada dasarnya, setiap
pekerja di Indonesia berhak atas jaminan Keselamatan dan Kesehatan kerja.
Undang-undang ini memuat ancaman pidana kurungan paling lama 1
tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 15.000.000 (lima belas juta rupiah)
bagi yang tidak menjalankan ketentuan undang-undang tersebut.
3.3 Jenis-jenis Peralatan Perlindungan Diri dan Kegunaannya
(1) Alat Pelindung Kepala
(1) Topi Pelindung, Pengaman (Safety Helmet) atau topi proyek: Melindungi
kepala dari benda keras, pukulan dan benturan, terjatuh dan terkena arus
listrik.

Gambar 1: Helm Proyek


(2) Alat Pelindung Muka dan Mata
Berfungsi untuk melindungi muka dan mata dari:
a) Lemparan benda – benda kecil.

b) Lemparan benda-benda panas.

c) Pengaruh cahaya.

d) Pengaruh radiasi tertentu.


11

Gambar 2: Pelindung muka


(3) Alat Pelindung Telinga (ear plug)
Berfungsi sebagai pelindung telinga pada saat bekerja di tempat yang
bising.

Gambar 3: Ear Plug


(4) Alat Pelindung Pernafasan
Memberikan perlindungan terhadap sumber-sumber bahaya seperti:
a) kekurangan oksigen
b) pencemaran oleh partikel (debu, kabut, asap dan uap logam)
c) pencemaran oleh gas atau uap

Gambar 4: Masker
2) Alat Pelindung Tangan
Berfungsi sebagai alat pelindung tangan pada saat bekerja di tempat atau
situasi yang dapat mengakibatkan cedera tangan. Bahan dan bentuk sarung
tangan di sesuaikan dengan fungsi masing-masing pekerjaan.
12

Gambar 5: Pelindung Tangan


3) Alat Pelindung Kaki
Seperti sepatu biasa, tapi dari bahan kulit dilapisi metal dengan sol dari karet
tebal dan kuat. Berfungsi untuk mencegah kecelakaan fatal yang menimpa kaki
karena tertimpa benda tajam atau berat, benda panas, cairan kimia, dsb.

Gambar 6: Sepatu Safety


4) Pakaian Pelindung
Berfungsi melindungi tubuh dari percikan air, bunga api dsb saat bekerja.

Gambar 7: Jas Pelindung


5) Safety Belt
Berguna untuk melindungi tubuh dari kemungkinan terjatuh, biasanya
digunakan pada  pekerjaan konstruksi dan memanjat serta tempat tertutup atau
boiler dan harus dapat menahan beban sebesar 80 Kg.
Jenis- jenisnya :
(1) Penggantung unifilar

(2) Penggantung berbentuk U Gabungan penggantung unifilar dan bentuk U


13

(3) Penunjang dada (chest harness)

(4) Penunjang dada dan punggung (chest waist harness)

(5) Penunjang seluruh tubuh (full body harness)

Gambar 8: harness

Semua jenis Peralatan Perlindungan Diri harus digunakan sebagaimana


mestinya, gunakanlah pedoman yang benar-benar sesuai dengan standar
keselamatan kerja (K3L “ Kesehatan, Keselamatan Kerja dan Lingkungan “.
BAB IV
KESELAMATAN KERJA DI PERUSAHAAN
4.1 Tujuan dan Dasar Teori Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja sangat erat kaitannya dengan kesehatan kerja.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang
sehat dan aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun bagi masyarakat
dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut. Keselamatan dan
kesehatan kerja juga merupakan suatu usaha untuk mencegah setiap perbuatan
atau kondisi tidak selamat, yang dapat mengakibatkan kecelakaan. Keselamatan
dan kesehatan kerja bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko
kecelakaan kerja (zero accident).
Tindakan keselamatan kerja bertujuan untuk menjamin keutuhan dan
kesempurnaan, baik jasmani maupun rohani manusia, serta hasil kerja dan budaya
tertuju pada kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Keselamatan kerja
manusia secara terperinci antara meliputi : pencegahan terjadinya kecelakaan,
mencegah dan atau mengurangi terjadinya penyakit akibat pekerjaan, mencegah
dan atau mengurangi cacat tetap, mencegah dan atau mengurangi kematian, dan
mengamankan material, konstruksi, pemeliharaan, yang kesemuanya itu menuju
pada peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan umat manusia.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) pada awal perkembangannya
mengalami perubahan konsep, sebagai berikut:
1) Pertamakali dari industri Amerika tahun1911, K3 sama sekali tidak
memperhatikan keselamatan kerja bagi para pekerjanya.
2) Pada tahun 1931, H.W Heinrich mengenalkan suatu pendekatan konsep yang
diberi nama Teori Domino. Konsep ini memberikan perhatian pada
kecelakaan yang terjadi. Dan dari konsep inilah yang dipakai dasar
keselamatan dan kesehatan kerja hingga sekarang.

14
15

4.2 Analisis Keselamatan Kerja


Analisis keselamatan kerja sangatlah penting dilakukan, selain untuk
mengetahu sebab terjadinya kecelakaan kerja, juga sebagai evaluasi agar
perusahaan tersebut bisa lebih meningkatkan keselamatan kerja.
Karakteristik industri elektronik adalah mengoperasikan mesin atau
peralatan dengan tenaga besar, mesin atau peralatan tersebut dapat beroperasi
secara otomatis atau
setengah otomatis atau beroperasi dengan menggunakan bahan kimia yang
korosif. Kecelakaan kerja yang terjadi terbagi dalam 3 golongan bahaya, yaitu:
bahaya kimia, bahaya fisik dan bahaya rgonomic.
1) Bahaya kimia: terhirup atau kontak kulit dengan cairan metal, cairan non
metal, hidrokarbon, debu, uap steam, asap, gas dan embun beracun.
2) Bahaya fisik: suhu lingkungan yang ekstrim panas dingin, radiasi non pengion
dan pengion, bising, vibrasi dan tekanan udara yang tidak normal.
3) Bahaya rgonomic: bahaya karena pencahayaan yang kurang, pekerjaan
pengangkutan dan peralatan.
Peralatan industri eleltronik sebagian besar menggunakan listrik tegangan
tinggi, tingkat kecelakaan yang ditimbulkan berbeda.
Tiga tahapan penyebab kecelakaan yang dianalisis:
1) Penyebab umum : penyebab utama yang mengakibatkan terjadinya kecelakaan
keselamatan dan kesehatan kerja.
2) Penyebab terperinci : penyebab yang mengakibatkan terjadinya penyebab
umum.
3) Penyebab pokok : penyebab paling dasar yang mengakibatkan kecelakaan.
Setelah setiap tahapan penyebab dijelaskan, akan diberikan penjelasan
tambahan mengenai kondisi lingkungan yang tidak aman dan perilaku yang
tidak aman. Lingkungan yang tidak aman: pemilik usaha tidak menyediakan
peralatan dan prosedur yang aman bagi lingkungan kerja, jadwal kerja yang
tidak tepat, dan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja yang tidak efisien,
dan lain sebagainya. Perilaku kerja yang tidak aman: konsekuensi dari tidak
adanya budaya keselamatan dan kesehatan kerja, pekerja yang tidak mematuhi
peraturan prosedur kerja, dan sikap ketidak hati- hatian dalam bekerja.
16

Klasifikasi di atas dilakukan secara garis besar, dalam beberapa situasi bias
terjadi kecelakaan secara bersamaan, berdasarkan sudut pembicaraan bias
menghasilkan hal yang berbeda, sehingga ruang lingkupnya fleksibel. Perlu
ada strategi perbaikan situasi untuk meningkatkan mutu lingkungan kerja dan
menambah produktifitas.
4.3 Dasar Hukum Tentang Keselamatan Kerja
Adapun sumber hukum penerapan K3 adalah sebagai berikut:
1) UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
2) UU No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
3) PP No. 14 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial
Tenaga Kerja.
4) Keppres No. 22 tahun 1993 tentang Penyakit yang Timbul karena Hubungan
Kerja.
5) Permenaker No. Per-05/MEN/1993 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran
Kepesertaan, pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan, dan Pelayanan
Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Berdasarkan Undang-undang, jaminan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
itu diperuntukkan bagi seluruh pekerja yang bekerja di segala tempat kerja, baik di
darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara, yang
berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Jadi pada
dasarnya, setiap pekerja di Indonesia berhak atas jaminan keselamatan dan
kesehatan kerja.
Undang-undang ini memuat ancaman pidana kurungan paling lama 1
tahun atau pidana denda paling banyak Rp 15.000.000. (lima belas juta rupiah)
bagi yang tidak menjalankan ketentuan undang-undang tersebut.
BAB V

PERJANJIAN KERJA
5.1 Teori Perjanjian Kerja
Dalam hubungan dengan hubungan ketenagakerjaan, salah satu perjanjian
yang mungkin ada adalah perjanjian kerja.Perjanjian kerja tersebut umumnya
memuat kesepakatan antara pekerja dengan perusahaan, yang dalam hal ini sering
diwakili oleh manajemen atau direksi perusahaan. FX Djumialdy, SH, M.Hum
menyebutkan bahwa agar dapat disebut perjanjian kerja harus dipenuhi 3 unsur
yaitu: 1. Ada orang diperintah orang lain, 2. Penunaian kerja, 3. Adanya upah
Perjanjian kerja yang dibuat antara pekerja dengan perusahaan ini
kemudian menjadikan adanya hubungan kerja antara keduanya.Di dalam Undang-
Undang No. 13 tahun 2003 didefiniskan bahwa Perjanjian kerja adalah
“Perjanjian antara pekerja dengan pengusaha/pemberi kerja yang memuat syarat-
syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak”. Sebagai suatu Undang-undang yang
tujuannya antara lain untuk memberikan perlindungan kepada pekerja dalam
mewujudkan kesejahteraan dan, meningkatkan kesejahteraan pekerja dan
keluarga, Undang-undang No. 13 tahun 2003 memberikan panduan mengenai
perjanjian kerja. Menurut Undang-undang ini perjanjian kerja dapat dibuat secara
tertulis maupun lisan. Apabila perjanjian kerja dibuat secara tertulis, maka harus
memuat sebagai berikut:

1) nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha


2) nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;
3) jabatan atau jenis pekerjaan;
4) tempat pekerjaan;
5) besarnya upah dan cara pembayarannya;
6) syarat -syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan
pekerja/buruh;
7) mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
8) tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan
9) tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

17
18

Ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf e dan f, tidak boleh bertentangan dengan peraturan perusahaan, perjanjian
kerja bersama, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Apabila dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diatur bahwa suatu
perjanjian dinyatakan sah apabila memenuhi 4 syarat, maka dalam hukum
ketenagakerjaan secara khusus diatur dalam Undang-undang No. 13 tahun 2003
bahwa kesahan suatu perjanjian kerja harus memenuhi adanya 4 persyaratan
sebagai berikut:
1) Kesepakatan kedua belah pihak.
2) Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hokum.
3) Adanya pekerjaan yang diperjanjikan.
4) Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum,
kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Seperti juga pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, suatu Perjanjian
kerja yang tidak memenuhi syarat pada nomor 1 dan 2 diatas dapat dibatalkan,
sedangkan yang tidak memenuhi syarat huruf 3 dan 4 batal demi hukum.
5.2 Jenis Perjanjian Kerja
Suatu perjanjian kerja tentu saja dapat meliputi berbagai jenis pekerjaan,
sepanjang pekerjaan tersebut memang diperlukan oleh pemberi kerja.Sedangkan
ditinjau dari jangka waktu perjanjian kerja, pemberi kerja dapat saja membuat
perjanjian kerja untuk suatu jangka waktu yang ditetapkan lebih awal atau
tidak.Namun demikian, dalam rangka memberi kepastian hukum kepada pekerja
dan pemberi kerja, perjanjian kerja yang dikaitkan dengan jangka waktunya dibagi
menjadi 2 jenis perjanjian kerja.Kedua jenis perjanjian kerja yang diperbolehkan
oleh Undang-undang tersebut adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu
(PKWT), dan perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu (PKWTT).
Pengertian perjanjian kerja waktu tertentu dan perjanjian kerja waktu tidak
tertentu tersebut dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.
100/MEN/IV/2004 tentang Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
disebutkan sebagai berikut:
“Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang selanjutnya disebut PKWT adalah
perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan
19

hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerja tertentu.Perjanjian Kerja
Waktu Tidak Tertentu yang selanjutnya disebut PKWTT adalah perjanjian kerja
antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang
bersifat tetap.”
PKWT memiliki dasar batasan bahwa jangka waktu perjanjian kerja sudah
ditetapkan dari awal, dibatasi oleh suatu dasar khusus. Dalam Undang-undang No.
13 tahun 2003 disebutkan bahwa PKWT didasarkan atas jangka waktu atau
selesainya suatu pekerjaan tertentu.
Jika dibandingkan dengan PKWTT, maka PKWT memiliki keterbatasan,
hal ini karena PKWT tersebut tidak bersifat berkelanjutan, sehingga jangka waktu
perlindungan kepada pekerja terbatas pada waktu tertentu tersebut. Salah satu
upaya agar PKWT tidak diterapkan kepada setiap jenis pekerjaan, Undang-undang
memberikan perlindungan dengan pembatasan agar PKWT diterapkan pada
situasi-situasi khusus. Hal ini berarti bahwa diluar situasi-situasi tersebut, PKWT
tidak diperbolehkan. Adapun batasan situasi tersebut, dinyatakan dalam Undang-
undang No. 13 tahun 2003 sebagai berikut:
1) pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya.
2) pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu
lama dan paling lama 3 (tiga) tahun.
3) pekerjaan yang bersifat musiman; atau pekerjaan yang berhubungan dengan
produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam
percobaan atau penjajakan.
4) perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan
yang bersifat tetap.
Disamping itu, di dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi No. 100/MEN/IV/2004 diatur lebih lanjut mengenai persyaratan
PKWT atas 4 jenis pekerjaan. Misalnya mengenai PKWT untuk pekerjaan yang
sekali selesai atau sementara sifatnya yang penyelesaiannya paling lama 3 (tiga)
tahun diatur dalam Pasal 3 Keputusan Menteri tersebut sebagai berikut:
1) PKWT untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya adalah
PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu.
20

2) PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat untuk paling lama 3
(tiga) tahun.
3) Dalam hal pekerjaan tertentu yang diperjanjikan dalam PKWT sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dapat diselesaikan lebih cepat dari yang
diperjanjikan maka PKWT tersebut putus demi hukum pada saat selesainya
pekerjaan.
4) Dalam PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu harus
dicantumkan batasan suatu pekerjaan dinyatakan selesai.
5) Dalam hal PKWT dibuat berdasarkan selesainya pekerjaan tertentu namun
karena kondisi tertentu pekerjaan tersebut belum dapat diselesaikan, dapat
dilakukan pembaharuan PKWT.
6) Pembaharuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dilakukan setelah
melebihi masa tenggang 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya perjanjian
kerja.
7) Selama tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam
ayat 6 tidak ada hubungan kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha.
Adapun mengenai perjanjian waktu tidak tertentu, pengaturannya dalam
Undang-undang No. 13 tahun 2003.Undang-undang ini memberikan kesempatan
kepada perusahaan/pemberi kerja untuk memberlakukan masa percobaan paling
lama 3 bulan.Hal ini salah satunya dilatarbelakangi oleh karena sifat perjanjian
yang bersifat berkelanjutan dan jangka panjang, maka perusahaan memerlukan
waktu untuk evaluasi pekerja tersebut sebelum menjadi pekerja tetapnya. Namun
demikian menurut Pasal 61 tersebut, walaupun diberlakukan masa percobaan
selama 3 bulan, perusahaan tidak diperkenankan membayar di bawah upah
minimum.
Selain perjanjian kerja yang didasari dengan jangka waktu tersebut di atas,
hubungan hukum antara pekerja dengan perusahaan dapat juga terjadi melalui
pemagangan. Dalam proses pemagangan ini, pekerja mengikuti kegiatan
perusahaan yang biasanya berupa pelatihan kerja yang dilaksanakan secara
langsung di tempat kerja.
21

5.3 Perjanjian Magang


Pemagangan sebagai salah satu dari bentuk pelatihan kerja dipandang
sebagai salah satu upaya yang efektif untuk meningkatkan kompetensi pekerja,
serta memenuhi kebutuhan tenaga kerja bagi perusahaan. Untuk memberikan
perlindungan kepada pekerja magang, Undang-undang No. 13 tahun 2003
mengatur sebagai berikut:
1) Pemagangan dilaksanakan atas dasar perjanjian pemagangan antara peserta
dengan pengusaha yang dibuat secara tertulis.
2) Perjanjian pemagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-
kurangnya memuat ketentuan hak dan kewajiban peserta dan pengusaha serta
jangka waktu pemagangan.
3) Pemagangan yang diselenggarakan tidak melalui perjanjian pemagangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dianggap tidak sah dan status peserta
berubah menjadi pekerja/buruh perusahaan yang bersangkutan.
BAB VI
PENGUPAHAN
6.1 Pengertian Upah
Upah adalah hak buruh yang diterima dan dinyatakan dalam
bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada
buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja,
kesepakatan atau peraturan perundang-undangan termasuk tunjangan bagi
buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau
akan dilakukan (Pasal 1 UU 13/2003 tentang ketenagakerjaan).
6.2 Macam-Macam Bentuk Upah
1) Upah Minimum
Upah ector adalah upah yang diberikan dengan batas tertentu
sesuai dengan wilayah atau kebijakan dari perusahaan. Upah minimum
hanya berlaku bagi pekerja yang mempunyai masa kerja kurang dari 1
(satu) tahun. Misalkan UMR pada tahun 2010 untuk daerah Banyuwangi
adalah Rp. 840.000,00 , untuk daerah ector Rp.1.000.000,00 ,untuk
daerah Malang adalah Rp.900.00,00. Biasanya daerah-daerah yang
perekonomiannya maju mempunyai UMR yang lebih tinggi jika dengan
daerah yang perekonomiannya biasa-biasa saja. Upah minimum terdiri
atas:
(1) Upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota.
(2) Upah minimum berdasarkan ector pada wilayah provinsi atau
kabupaten/kota.
2) Upah Pokok
Upah pokok adalah imbalan dasar yang dibayarkan kepada
pekerja menurut tingkat atau jenis pekerjaan yang besarnya ditetapkan
berdasarkan kesepakatan. Misalkan didaerah Jakarta, setelah pekerja
diterima oleh perusahaan maka pihak perusahaan menentukan gaji pokok
seorang pekerja sesuai kebijakan perusahaan dan kemudian kedua belah
pihak menyepakati melalui surat perjanjian kerja. Sekalipun UMR di
Jakarta Rp. 1.000.000,00 gaji boleh saja Rp. 500.000,00 asalkan gaji total
yang akan diberikan perusahaan tidak boleh kurang dari Rp.1.000.000,00.

22
23

3) Tunjangan Tetap
Tunjangan tetap adalah suatu pembayaran yang teratur berkaitan
dengan pekerjaan yang diberikan secara tetap kepada pekerja dan
keluarganya serta dibayarkan dalam satuan waktu yang sama dengan
pembayaran upah pokok seperti tunjangan isteri, tunjangan anak,
tunjangan perumahan, tunjangan kematian, tunjangan jabatan, tunjangan
keahlian dan lain-lain.
4) Tunjangan tidak Tetap
Tunjangan tidak tetap adalah suatu pembayaran yang secara
langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan pekerja yang diberikan
secara tidak tetap untuk pekerja dan keluarganya serta dibayarkan menurut
satuan waktu yang tidak sama dengan waktu pembayaran upah pokok
seperti tunjangan transport yang didasarkan pada kehadiran. Tunjangan
makan dapat dimasukan dalam tunjangan tidak tetap apabila tunjangan
tersebut diberikan atas dasar kehadiran (pemberian tunjangan bisa dalam
bentuk uang atau fasilitas makan). Misalnya : THR, bonus kehadiran,
bonus target produksi tercapai dan lain-lain.
6) Upah Kerja Lembur
Upah kerja lembur adalah imbalan yang diberikan kepada pekerja
diluar jam kerja yang sebenarnya. Contoh perhitungan upah lembur buruh
harian.
Misal : upah per hari   (6 hr/minggu) =  550.750 : 25 hari  = Rp 22.030,-
Upah lembur pada hari biasa :
Jam lembur I                  =  1,5 x Rp 3.305,-            =  Rp    4.960,-
Jam lembur II dstnya     =  2    x Rp 3.305,-            =  Rp    6.610,-
Total upah lembur sampai dengan 2 jam pertama   =  Rp  11.570,-
7) Upah Tidak Masuk Kerja Karena Berhalangan
Upah tidak masuk kerja karena berhalangan adalah upah yang
diberikan apaila buruh mengalami :
(1) Buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan.
(2) Buruh menikah (dibayar untuk selama 3 hari) .
(3) Menikahkan anaknya ( dibayar untuk selama 2 hari) .
24

(4) Mengkhitankan anaknya (dibayar untuk selama 2 hari).


(5) Suami/istri/anak/menantu/orang tua/mertua atau anggota keluarga dalam
satu rumah meninggal dunia (dibayar untuk selama 2 hari) dan lain-lain.
6.3 Cara Pembayaran Upah
1) Jangka waktu pembayaran upah secepat-cepatnya dapat dilakukan seminggu
sekali atau selambat-lambatnya sebulan sekali, kecuali bila perjanjian kerja
untuk waktu kurang dari satu minggu.
2) Bilamana upah tidak ditetapkan menurut jangka waktu tertentu, maka
pembayaran upah disesuaikan dengan ketentuan Pasal 17 dengan pengertian
bahwa upah harus dibayar sesuai dengan hasil pekerjaannya dan atau sesuai
dengan jumlah hari atau waktu dia bekerja.
3) Apabila upah terlambat dibayar, maka mulai dari hari keempat sampai hari
kedelapan terhitung dari hari dimana seharusnya upah dibayar, upah tersebut
ditambah dengan 5% (lima persen) untuk tiap keterlambatan. Sesudah hari
kedelapan tambahan itu menjadi 1% (satu persen) untuk tiap hari
keterlambatan, dengan ketentuan bahwa tambahan itu untuk 1 (satu) bulan
tidak boleh melebihi 50% (limapuluh persen) dari upah yang seharusnya
dibayarkan.
4) Apabila sesudah sebulan upah masih belum dibayar, maka disamping
berkewajiban untuk membayar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
pengusaha diwajibkan pula membayar bunga sebesar bunga yang ditetapkan
oleh bank untuk kredit perusahaan yang bersangkutan.
6.4 Ganti Rugi dan Denda
1) Ganti Rugi (Pasal 23 PP No. 8/1981)
Permintaan ganti rugi akibat kerusakan barang atau kerugian
lainnya baik milik pengusaha maupun pihak ketiga karena kesengajaan
atau kelalaian pekerja harus diatur terlebih dahulu dalam suatu perjanjian
tertulis atau peraturan perusahaan dengan ketentuan setiap bulannya tidak
boleh melebihi 50% dari upah.
2) Denda (Pasal 20 ayat 1 dan ayat 3 Peraturan Pemerintah No. 8/1981) 
Denda karena suatu pelanggaran hanya dapat dilakukan terhadap
pekerja jika diatur secara tegas dalam suatu perjanjian tertulis atau
25

peraturan perusahaan. Pengusaha dilarang menuntut ganti rugi terhadap


pekerja yang sudah dikenakan denda, pengusaha atau orang yang diberi
wewenang untuk menjatuhkan denda darinya.
BAB VII
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)
7.1 Definisi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Pemutusan hubungan kerja adalah fungsi operatif manajemen sumber
daya manusia di mana tidak bekerjanya lagi karyawan pada suatu perusahaan
karena hubungan antara yang bersangkutan dengan perusahaan terputus.
Pemutusan hubungan karyawan harus mendapat perhatian yang serius dari
manajer perusahaan, karena telah diatur oleh undang-undang dan memberikan
resiko bagi perusahaan maupun untuk karyawan yang bersangkutan.
Perusahaan yang melakukan pemutusan hubungan karyawan akan
mengalami resiko antara lain :
1) Perusahaan akan kehilangan karyawan yang sudah berpengalaman dan setia.
Biasanya karyawan yang seperti ini di PHK dikarenakan pensiun atau dengan
kemauan sendiri.
2) Terhentinya produksi sementara. Jika perusahaan memberhentikan seorang
kayawan maka peeusahaan tersebut akan kekurangan karyawan sehingga
produksi akan terhenti sementara sampai perusahaan tersebut mendapat
karyawan baru.
3) Harus mencari penggantinya dengan karyawan baru. Untuk menutupi
kekurangan pekerja perusahaan harus merekrut karyawan baru dan tentunya
dalam melakukan perekrutan juga mengeluarkan biaya.
4) Hasil kerja karyawan baru belum tentu sama baik dengan karyawan yang
terkena pemutusan hubungan karyawan.
Resiko suatu pemutusan hubungan karyawan bagi karyawan antara lain:
1) Hilangnya atau berkurangnya penghasilan yang diterima untuk membiayai
keluarga.
2) Timbulnya situasi yang tidak enak karena harus menganggur.
3) Berkurangnya rasa harga diri apalagi bila selama ini memangku suatu jabatan
4) Terputusnya hubungan relasi dengan teman-teman sekerja.
5) Harus lagi bersusah payah mencari pekerjaan baru. Manajer dalam
melaksanakan pemutusan hubungan karyawan harus memperhitungkan.

25
26

6) untung dan ruginya, apalagi kalau diingat bahwa saat karyawan diterima adalah
dengan cara baik-baik, sudah selayaknya perusahaan melepas mereka dengan
cara yang baik pula. Pada dasarnya tidak ada yang abadi di dunia ini, jika ada
pengadaan akan ada pula pemutusan hubungan karyawan.

7.2 Jenis-Jenis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)


1) PHK Bersifat Sementara
PHK sementara biasanyan dapat terjadi pada Karyawan tidak
tetap/karyawan yang hubungan kerjanya bersifat tidak tetap. Perusahaan
yang bergerak/menghasilkan produk secara musiman misal Pabrik yang
bahan bakunya amat terbatas/daerah pemasarannya terbatas. Usaha yang
laris ketika musim tertentu, seperti: musim libur, hari raya dan sebagainya.
Karyawan yang dikenakan tahanan sementara oleh yang berwajib
karena disangka telah berbuat tindak pidana kejahatan
Contoh dari PHK sementara adalah karyawan pabrik gula pada saat
panen tebu mereka mulai berkerja tetapi pada saat tidak ada bahan baku
karyawannya berhenti berkerja.
2) PHK Bersifat Permanen
PHK bersifat permanen sering disebut pemberhentian, yaitu
terputusnya ikatan kerja antara karyawan dengan perusahaan tempat
bekerja.
Pemberhentian karyawan oleh perusahaan berdasarkan alasan-alasan
berikut:
(1)Undang-undang
Undang-undang dapat menyebabkan seseorang karyawan harus
diberhentikan dari suatu perusahaan. Misalnya, karyawan anak-anak,
karyawan WNA, atau karyawan yang terlibat organisasi terlarang.
(2)Keinginan perusahaan
Keinginan perusahaan dapat menyebabkan diberkentikannya seseorang
karyawan baik secara terhormat ataupun dipecat. Pemberhentian karyawan
berdasarkan atas keinginan perusahaan dilakukan melalui perundingan
antar karyawan dengan pimpinan perusahaan, perundingan antara
pimpinan serikat buruh dengan pimpinan perusahaan, atau melalui
27

keputusan pengadilan. Jelasnya, pemecatan karyawan tidak dapat


dilakukan secara sewenang-wenang oleh pimpinan perusahaan. Setiap
pemecatan harus didasarkan atas undang-undang perburuhan yang berlaku
karena karyawan mendapat perlindungan hukum.
(3)Keinginan karyawan
Pemberhentian atas keinginan karyawan sendiri dengan mengajukan
permohonan untuk berhenti dari perusahaan tersebut.
(4)Pensiun
Pensiun adalah pemberhentian karyawan atas keinginan perusahaan,
undang-undang, ataupun keinginan karyawan sendiri. Keinginan
perusahaan mempensiunkan karyawan karena produktivitas kerjanya
rendah sebagai akibat usia lanjut, cacat fisik, kecelakaan dalam
melaksanakan pekerjaan, dan sebagainya.
Undang-undang mempensiunkan seseorang karena telah mencapai batas
usia dan masa kerja tertentu. Keinginan karyawan adalah pensiun atas
permintaan sendiri dengan mengajukan surat permohonan setelah
mencapai masa kerja tertentu, dan permohonannya dikabulkan oleh
perusahaan. 
(5)Kontrak kerja berakhir 
Karyawan kontrak akan dilepas atau diberhentikan apabila kontrak
kerjanya berakhir. Pemberhentian berdasarkan berakhirnya kontrak kerja
tidak menimbulkan konsekwensi karena telah diatur terlebih dahulu dalam
perjanjian saat mereka diterima.
(6)Kesehatan karyawan
Kesehatan karyawan dapat menjadi alasan untuk pemberhentian karyawan.
Inisiatif pemberhentian bisa berdasarkan keinginan perusahaan atau
keinginan karyawan.
(7)Meninggal dunia
Karyawan yang meninggal dunia secara otomatis putus hubungan kerja
dengan perusahaan. Perusahaan memberikan pesangon atau uang pensiun
bagi keluarga yang ditinggalkan sesuai dengan peraturan yang ada.
28

Karyawan yang tewas atau meninggal dunia saat melaksanakan tugas,


pesangon atau golongannya diatur tersendiri oleh undang-undang.
Misalnya, pesangonnya lebih besar dan golongannya dinaikkan sehingga
uang pensiunnya lebih besar.
(8)Perusahaan dilikuidasi
Karyawan akan dilepas jika perusahaan dilikuidasi atau ditutup karena
bangkrut. Bangkrutnya perusahaan harus berdasarkan ketentuan hukum
yang berlaku, sedang karyawan yang dilepas harus mendapat pesangon
sesuai dengan ketentuan pemerintah.
7.3 Kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Dalam hal terjadi pemutusan hubungan karyawan yang dikarenakan
kemauan sendiri ataupun yang dikarenakan sistem seperti pensiun, sakit permanen
(cacat), dan pailit , pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon (UP) dan
atau uang penghargaan masa kerja (UPMK) dan uang penggantian hak (UPH)
yang seharusnya diterima. UP, UPMK, dan UPH dihitung berdasarkan upah
karyawan dan masa kerjanya.
1) Perhitungan Uang Pesangon (UP) paling sedikit sebagai berikut : 
Masa Kerja Uang Pesangon:
(1) Masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 (satu) bulan upah.
(2) Masa kerja 1 - 2 tahun,  2 (dua) bulan upah.
(3) Masa kerja 2 - 3 tahun, 3 (tiga) bulan upah.
(4) Masa kerja 3 - 4 tahun 4 (empat) bulan upah.
(5) Masa kerja 4 - 5 tahun 5 (lima) bulan upah.
(6) Masa kerja 5 - 6 tahun 6 (enam) bulan upah.
(7) Masa kerja 6 - 7 tahun 7 (tujuh) bulan upah.
(8) Masa kerja 7 – 8 tahun 8 (delapan) bulan upah.
(9) Masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.
2) Perhitungan Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) ditetapkan sebagai
berikut :
(1) Masa kerja 3 - 6 tahun 2 (dua) bulan upah.
(2) Masa kerja 6 - 9 tahun 3 (tiga) bulan upah.
(3) Masa kerja 9 - 12 tahun 4 (empat) bulan upah.
29

(4) Masa kerja 12 - 15 tahun 5 (lima) bulan upah.


(5) Masa kerja 15 - 18 tahun 6 (enam) bulan upah.
(6) Masa kerja 18 - 21 tahun 7 (tujuh) bulan upah.
(7) Masa kerja 21 - 24 tahun 8 (delapan) bulan upah.
(8) Masa kerja 24 tahun atau lebih 10 bulan upah
3) Uang Penggantian Hak yang seharusnya diterima (UPH) meliputi :
(1) Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur.
(2) Biaya atau ongkos pulang untuk karyawan/buruh dan keluarganya
ketempat dimana karyawan/buruh diterima bekerja.
(3) Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15%
dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang
memenuhi syarat.
(4) Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Pada beberapa kasus PHK karyawan tidah mendapat pesangon atau
uang kompensasi PHK dikarenakan melanggar peraturan yang ada pada
perusahaan tersebut atau melanggar perjanjian kontrak kerja sehingga
langsung dipecat. Contohnya karyawan yang tidak masuk melewati batas
tolerasi yang ditertapkan oleh perusahaan maka kayawan tersebut akan
dipecat tanpa menerima uang pesangon.
7.4 Dasar Hukum Tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
PHK diatur oleh KUHPerdata bab 7a bagian 5, dan bersifat publik yaitu
mengenai izin untuk memutuskan hubungan karyawan diatur dalam UU
No.12/1964 yang tentang pemutusan hubungan karyawan di perusahaan swasta,
dan Pasal 16 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor : Kep‐
78/Men/2001 yang berbunyi tentang perubahan atas beberapa pasal Keputusan
Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep‐ 150/Men/2000 tentang penyelesaian
pemutusan hubungan karyawan dan penetapan uang pesangon, uang penghargaan
masa kerja, dan ganti kerugian di perusahaan menetapkan beberapa prosedur
tentang pemutusan hubungan karyawan dalam suatu perusahaan.
BAB VIII
HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
8.1 Pengertian Hak Kekayaan Intelektual
Hak Kekayaan Intelektual yang disingkat ‘HKI’ atau akronim ‘HaKI’
adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights
(IPR), yakni hak yang timbul bagi hasil olah pikir otak yang menghasilkan suatu
produk atau proses yang berguna untuk manusia.
Pada intinya HaKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari
suatu kreativitas intelektual. Objek yang diatur dalam HaKI adalah karya-karya
yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.
Secara garis besar HaKI dibagi dalam dua bagian, yaitu:
1) Hak Cipta (copy rights)
2) Hak Kekayaan Industri (Industrial Property Rights), yang mencakup:
(1) Paten;
(2) Desain Industri (Industrial designs);
(3) Merek;
(4) Penanggulangan praktik persaingan curang (repression of unfair
competition);
(5) Desain tata letak sirkuit terpadu (integrated circuit);
(6) Rahasia dagang (trade secret).
Di Indonesia badan yang berwenang dalam mengurusi HaKI adalah
Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Kehakiman dan Hak
Asasi Manusia RI.
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang selanjutnya disebut
Ditjen HaKI mempunyai tugas menyelenggarakan tugas departemen di bidang
HaKI berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kebijakan
Menteri. Ditjen HaKI mempunyai fungsi :
a. Perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kebijakan teknis di bidang HaKI.
b. Pembinaan yang meliputi pemberian bimbingan, pelayanan, dan penyiapan
standar di bidang HaKI.
c. Pelayanan Teknis dan administratif kepada semua unsur di
lingkungan Direktorat Jenderal HaKI.

30
31

Di dalam organisasi Direktorat Jenderal HaKI terdapat susunan sebagai


berikut :
1) Sekretariat Direktorat Jenderal;
2) Direktorat Hak Cipta, Desain Industri, tata letak Sirkuit terpadu,
dan Rahasia Dagang;
3) Direktorat Paten;
4) Direktorat Merek;
5) Direktorat Kerjasama dan Pengembangan Hak Kekayaan
Intelektual;
6) Direktorat Teknologi Informasi;
Pada tahun 1994, Indonesia masuk sebagai anggota WTO (World Trade
Organization) dengan meratifikasi hasil Putaran Uruguay yaitu Agreement
Astablishing the World Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi
Perdagangan Dunia). Salah satu bagian terpenting darti persetujuan WTO adalah
Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights Including
Trade In Counterfeit Goods (TRIPs). Sejalan dengan TRIPs, pemerintah
Indonesia juga telah meratifikasi konvensi-konvensi Internasional di bidang
HaKI, yaitu :
1) Paris Convention for the protection of Industrial Property
and Convention Establishing the World Intellectual Property Organization,
dengan Keppres No. 15 Tahun 1997 tentang perubahan Keppres No. 24
Tahun 1979;
2) Patent Coorperation Treaty (PCT) and Regulation under the
PTC, dengan Keppres NO. 16 Tahun 1997;
3) Trademark Law Treaty(TML) dengan Keppres No. 17
Tahun 1997;
4) Bern Convention for the Protection of Literaty and Artistic
Works dengan Keppres No. 18 tahun 1997;
5) WIPO copyrights treadty (WCT) dengan Keppres No. 19
tahun 1997;
Di dalam dunia internasional terdapat suatu badan yang khusus mengurusi
masalah HaKI yaitu suatu badan dari PBB yang disebut WIPO (WORLD
32

INTELLECTUAL PROPERTY ORGANIZATIONS). Indonesia merupakan salah


satu anggota dari badan tersebut dan telah diratifikasikan dalam Paris Convention
for the Protection of Industrial Property and Convention establishing the world
Intellectual Property Organization, sebagaimana telah dijelaskan diatas.
Memasuki millenium baru, hak kekayaan intelektual menjadi isu yang
sangat penting yang selalu mendapat perhatian baik dalam forum nasional
maupun internasional. Dimasukkannya TRIPs dalam paket persetujuan WTO di
tahun 1994 menandakan dimulainya era baru perkembangan HaKI diseluruh
dunia. Dengan demikian saat ini permasalahan HaKI tidak dapat dilepaskan dari
perdagangan dan investasi. Pentingnya HaKI dalam pembangunan ekonomi dalam
perdagangan telah memacu dimulainya era baru pembangunan ekonomi yang
berdasar ilmu pengetahuan.
8.2 Dasar-dasar hukum yang mengatur tentang hak kekayaan intelektual
1) UU No.19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta.
“Hak cipta adalah hak eksklusif bagi atau penerima hak untuk mengumumkan
atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak
mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku.”
Contoh : Buku, seni lukis, musik atau lagu, teknologi, dsb.
2) UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek.
“Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama kata, huruf-huruf, susunan
warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda
dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.”
Contoh : Kacang Atom “ Cap Dua Kelinci”
3) UU No. 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri.
“Desain industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau
komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan dari padanya
yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetik
dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat
dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri atau
kerajinan tangan.”
Contoh : foto, lukisan, patung, dsb.
33

4) UU No. 14 Tahun 2001 Tentang Hak Paten.


“Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas
hasil invensinya dibidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu
melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya
kepada pihak lain untuk melaksanakannya.”
Contoh : sofware komputer.
5) UU No. 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang (Trade Secret).
“Rahasia dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum dibidang
teknologi atau bisnis.”
Contoh : Rahasia dari formula parfum.
6) UU No. 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit
(DTLS).
(Ayat 1): “Sirkuit terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah
jadi, yang didalamnya terdapat berbagai elemen dan sekurang-kurangnya satu
dari elemen tersebut adalah elemen aktif, yang sebagian atau seluruhnya saling
berkaitan serta dibentuk secara terpadu didalam sebuah bahan semikonduktor
yang dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elektronik.”; (ayat 2): “Desain
tata letak adalah kreasi berupa rancangan peletakan tiga dimensi dari beberapa
elemen , sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif,
serta sebagian atau semua interkoneksi dalam suatu sirkuit terpadu dan
peletakan tiga dimensi tersebut dimaksudkan untuk pembuatan sirkuit
terpadu.”
Contoh : industri perangkat lunak (computer), komponen-komponen
elektronik.
Berdasarkan undang-undang, jaminan Hak Kekayaan Intelektual itu
diperuntukkan bagi seluruh pemegang hak cipta yang secara eksklusif
melaksanakan sendiri, melarang orang lain yang tidak berhak (membuat,
memakai, menjual, mengedarkan) memberikan persetujuan pihak lain
melaksanakan, kecuali pendidikan dan penelitian.
Undang-undang ini memuat ancaman pidana kurungan paling lama 7
tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) bagi yang tidak menjalankan ketentuan undang-undang tersebut.
34

8.3 Cara pendaftaran hak cipta


Ciptaan yang dapat didaftarkan :
1) Bidang IP, seni, dan sastra,
2) Orisinil,
3) Telah diwujudkan dalam bentuk nyata bukan sekedar ide.
4) Bukan merupakan sesuatu yang umum.
Persyaratan :
1) Isi formulir pendaftaran (materai Rp 6.000,00),
2) Biaya permohonan pendaftaran.
Hapusnya pendaftaran :
1) Penghapusan perrmohonan,
2) Lampau waktu,
Dinyatakan batal oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap.
BAB IX
MEDIA PUBLIKASI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
9.1 Pengertian dan Tujuan Media Publikasi Keselamatan Dan Kesehatan
Kerja
Media publikasi K3 adalah suatu alat berbentuk poster, spanduk, stiker dan
sebagainya, yang berisi tentang himbauan, ajakan, atau larangan agar tidak terjadi
kecelakaan dalam bekerja. Media ini biasanya dipasang di daerah yang berpotensi
terjadi kecelakaan kerja, contohnya di kawasan industri ataupun di bengkel-
bengkel produksi.
Tujuan dari diadakannya publikasi tentang K3 ini melalui media-media
seperti spanduk, poster, dan sebagainya, adalah sebagai berikut :
1) Agar para karyawan selalu ingat untuk menjaga keselamatan dirinya dan
lingkungan disekitar tempat kerja mereka.
2) Sebagai tanda bahwa di area yang dipasang poster atau spanduk tentang K3 ini
mengandung tingkat kecelakaan kerja yang lebih tinggi.
9.2 Jenis-Jenis Media Publikasi Keselamatan Kerja
Adapun jenis-jenis media yang digunakan untuk mempromosikan
peringatan-peringatan atau tanda bahaya pada sebuah perusahaan yaitu :
1) Safety Poster / Gambar K3 / Poster K3
Yakni sebuah gambar poster untuk dipajang pada tempat produksi/ pabrik
yang memuat pesan-pesan agar karyawan tempat produksi tersebut selalu
memperhatikan aspek-aspek kesehatan dan keselamatan kerja.
2) Safety Sign/ Rambu Keselamatan/ Rambu K3
Adalah media yang berupa gambar, tulisan atau tanda-tanda(rambu-rambu)
yang bersifat larangan/anjuran/petujuk arah maupun peringatan.
3) Safety Animation / Animasi K3
Adalah media berupa video animasi 2 Dimensi yang bermaterikan tema-tema
K3. media ini efektif untuk menarik perhatian peserta training K3, karena
selain informatif dan mudah dipahami, biasanya juga dikemas dengan unsur
humor kartun.

35
36

4) Safety pop up clip


Adalah media yang berupa klip-klip animasi pendek (animated gif)
bermaterikan K3 yang dapat muncul tiba-tiba di komputer user.
5) Safety Induction Video
Adalah media yang berupa video orientasi keselamatan kerja. Video ini
bertujuan mengkomunikasikan seluruh prosedur, kebijakan dan aturan kerja
suatu perusahaan kepada seluruh karyawan,  tamu, konstraktor, distributor, 
suplier dan lain-lain yang akan bekerja di lingkungan perusahaan tersebut.
6) Accident Reconstruction Animation
Adalah media berupa animasi 3 Dimensi untuk rekonstruksi kecelakaan kerja
yang terjadi di suatu perusahaan. Rekonstruksi kecelakaan ini diperlukan
sebagai bahan pembelajaran, agar kecelakaan serupa tidak terjadi di masa
mendatang.
7) Safety Banner
Adalah rangakaian Tulisan/tag line bermaterikan kampanye keselamatan
kerja. Berukuran seperti pada umumnya sebuah Spanduk, safety Banner
efektif menyampaikan pesan keselamatan apabila dibentangkan pada tempat
strategis macam pintu gerbang utama,  jalan utama pabrik, pintu masuk
kantin, dan sebagainya.
8) Safety Sticker
Merupak$an gambar tempel (sticker) dengan beragam topik tentang
Keselamatan Kerja, dan biasanya media ini dibagikan kepada semua
karyawan.
Demikian sebagian media yang biasanya digunakan oleh pemimpin suatu
perusahaan untuk menangani masalah kesehatan dan keselamatan kerja para
karyawan di perusahaan tersebut.

36
DAFTAR REFERENSI

http://anakkesmas.blogspot.com/2009/09/kecelakaan-kerja.html
http://id.shvoong.com/tags/kecelakaan-kerja-faktor-manusia
http://kabarnet.wordpress.com/2010/09/24/terungkap-misteri-
tenggelamnya-kapal-titanic/
http://tuloe.wordpress.com/2010/02/20/kecelekaan-kerja/
http://emperordeva.wordpress.com/
http://wiryanto.wordpress.com/2007/06/07/keselamatan-kerja-
konstruksi/feed/

37

You might also like