You are on page 1of 33

PEMBERDAYAAN WILAYAH PERTAHANAN DARAT MELALUI BINTER

BERSAMA SELURUH KOMPONEN BANGSA MERUPAKAN


IMPLEMENTASI SISTEM PERTAHANAN SEMESTA

BAB I
PENDAHULUAN

1. Umum.
Pemerintah Republik Indonesia menempatkan pertahanan negara sebagai salah
satu fungsi pemerintahan negara yang bertujuan untuk menjaga kedaulatan negara,
keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap
bangsa dari segala bentuk ancaman dan gangguan baik yang berasal dari luar maupun
yang timbul di dalam negeri.
Dalam kerangka penyelenggaraan pertahanan negara, esensi Doktrin Pertahanan
Negara sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pertahanan R.I. Nomor
Per/23/M/XII/2007 tanggal 28 Desember 2007 adalah acuan bagi setiap penyelenggara
pertahanan dalam menyinergikan pertahanan militer dan pertahanan nonmiliter secara
terpadu, terarah, dan berlanjut sebagai satu kesatuan pertahanan.
Pada masa damai, Doktrin Pertahanan Negara digunakan sebagai penuntun dan
pedoman bagi penyelenggara pertahanan negara dalam menyiapkan kekuatan dan
pertahanan dalam kerangka kekuatan untuk daya tangkal yang mampu mencegah setiap
hakikat ancaman serta kesiapsiagaan dalam meniadakan ancaman, baik yang berasal
dari luar maupun yang timbul di dalam negeri. Pertahanan negara diselenggarakan dan
dipersiapkan secara dini oleh Pemerintah melalui usaha membangun dan membina
kemampuan daya tangkal bangsa dan negara yang pengejawantahannya melalui sistem
pertahanan negara.
Sistem Pertahanan Negara adalah sistem pertahanan yang bersifat semesta yang
melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, yang
dipersiapkan pemerintah secara dini dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah,
dan berlanjut melalui pembinaan teritorial untuk menegakkan kedaulatan negara,
keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa dari segala ancaman.
Sistem Pertahanan Semesta dalam menghadapi ancaman militer menempatkan
TNI sebagai Komponen Utama serta segenap sumber daya nasional lainnya sebagai
Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung. Sumber daya nasional yang
wujudnya berupa sumber daya manusia (SDM), sumber daya alam (SDA), dan sumber
daya buatan (SDB), nilai-nilai, dan teknologi dapat didayagunakan untuk meningkatkan
kemampuan pertahanan negara. Sistem Pertahanan Negara dalam menghadapi
ancaman nonmiliter menempatkan lembaga pemerintah di luar bidang pertahanan
sebagai unsur utama, sesuai dengan bentuk dan sifat ancaman yang dihadapi dengan
didukung oleh unsur-unsur lain dari kekuatan bangsa. Selanjutnya, dalam menghadapi
2
bentuk dan sifat ancaman nonmiliter di luar wewenang instansi pertahanan,
penanggulangannya dikoordinasikan oleh pimpinan instansi sesuai dengan bidangnya.
Hal tersebut mengisyaratkan ada hubungan yang erat, harmonis, sejiwa dan
manunggal antara TNI dengan rakyat. Panglima Besar Jenderal Soedirman pernah
menyatakan : ”Tentara bukan merupakan satu golongan di luar masyarakat, bukan pula
suatu kasta yang berdiri di atas masyarakat, tetapi tidak lain dan tidak lebih adalah salah
satu bagian masyarakat yang mempunyai kewajiban tertentu, seperti bagian-bagian lain
yaitu : tani, buruh, dan lain-lain juga mempunyai tugas dan kewajiban tertentu”.
Kemanunggalan TNI-rakyat yang lahir dari pengalaman sejarah tersebut
merupakan inti kekuatan pertahanan Indonesia yang tetap relevan dan tidak lekang oleh
perubahan. Sistem pertahanan yang modern tidak akan ada artinya manakala TNI tidak
bersama rakyat memberdayakan wilayah pertahanan khususnya di darat, dalam
menghadapi setiap bentuk ancaman baik bersifat militer maupun nonmiliter.

2. Maksud dan Tujuan


a. Maksud. Tulisan ini dimaksudkan untuk melaksanakan Surat Perintah
Dirkumad Nomor Sprin / 150/ IV / 2009 tanggal 20 April 2009 tentang perintah
sebagai peserta lomba karya tulis teritorial T.A. 2009 atas nama letkol Chk Djamil,
S.H. dan kawan-kawan (10) sepuluh orang.
b. Tujuan. Adapun tujuan dari tulisan ini adalah untuk memberikan
gambaran tentang upaya pemberdayaan wilayah pertahanan darat pembinaan
teritorial dalam rangka pemberdayaan wilayah pertahanan darat menghadapi
ancaman militer dan ancaman nonmiliter.

3. Ruang Lingkup dan Tata Urut


Ruang lingkup dan tata urut dalam penyusunan tulisan ini disusun dengan
sistematika sebagai berikut :
a. Bab I Pendahuluan
b. Bab II Latar Belakang Pemikiran
c. Bab III Kondisi Saat Ini
d. Bab IV Faktor-Faktor yang Berpengaruh
e. Bab V Kondisi yang Diharapkan
f. Bab VI Konsepsi
g. Bab VII Penutup

4. Metode dan Pendekatan


Metode yang digunakan dalam penyusunan tulisan ini adalah deskriptif analitik
dengan pendekatan studi kepustakaan.

5. Pengertian
a. Pertahanan Negara adalah segala usaha untuk menegakkan kedaulatan
negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia, dan melindungi keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan
3
gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara, disusun dengan
memperhatikan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan.

b. Sistem Pertahanan Negara adalah sistem pertahanan yang bersifat


semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya
nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan
diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, berkesinambungan, dan
berkelanjutan untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan melindungi keselamatan
segenap bangsa dari setiap ancaman.
c. Pembinaan Teritorial adalah segala usaha, pekerjaan, dan kegiatan yang
diawali dengan perencanaan, pengendalian dan pengolahan potensi wilayah untuk
mewujudkan ruang juang, alat juang dan kondisi juang yang tangguh serta untuk
meningkatkan kemanunggalan TNI dengan rakyat untuk kepentingan pertahanan
negara matra darat.
d. Ancaman adalah setiap upaya dan kegiatan, baik dari dalam negeri
maupun luar negeri yang dinilai mengancam atau membahayakan kedaulatan
negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa.
e. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
f. Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan
prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
g. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

BAB II
LATAR BELAKANG PEMIKIRAN

6. Umum
Ancaman pada hakikatnya adalah setiap usaha dan kegiatan, baik yang berasal
dari luar negeri atau bersifat lintas negara maupun yang timbul di dalam negeri, yang
dinilai membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan
segenap bangsa. Dalam Doktrin Pertahanan Negara, terminologi ancaman mencakup
setiap ancaman termasuk gangguan yang dapat membahayakan kedaulatan negara,
keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan bangsa atau yang bersifat penghambat atau
penghalang terhadap kepentingan nasional.
4
Identifikasi tentang ancaman merupakan faktor utama yang menjadi dasar dalam
penyusunan desain Sistem Pertahanan Negara. Upaya pertahanan negara
diselenggarakan untuk mencegah dan mengatasi setiap ancaman, baik yang bersifat
aktual maupun yang potensial, baik yang berasal dari luar maupun yang timbul di dalam
negeri. Setiap bentuk ancaman memiliki karakteristik serta tingkat risiko yang berbeda
yang mempengaruhi pola penanganannya. Identifikasi terhadap ancaman
diselenggarakan dengan menganalisis perkembangan lingkungan strategis sebagai
faktor luar yang berpengaruh, baik langsung maupun tidak langsung terhadap
kepentingan nasional yang berwujud peluang, tantangan, dan hakikat ancaman, serta
kondisi dalam negeri yang dapat berkembang dan berakumulasi menjadi ancaman.
Penilaian terhadap adanya ancaman adalah kemampuan yang didasarkan pada
pemahaman terhadap geopolitik dan geostrategis Negara Indonesia, sedangkan yang
menjadi parameter terhadap adanya ancaman terhadap negara dan bangsa Indonesia
adalah faktor eksternal dan internal yang melekat pada eksistensi negara dan bangsa
Indonesia dalam segala keadaannya.

7. Paradigma Permasalahan
Mengacu pada rumusan pasal 7 ayat (2) huruf b Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, terminologi
“pembinaan teritorial” sudah tidak digunakan lagi dan sebagai pengganti dalam Undang-
undang tersebut digunakan istilah ; “memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan
pendukungnya secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta”, yang dijabarkan
melalui :
a. Membantu Pemerintah menyiapkan potensi nasional menjadi kekuatan
pertahanan yang dipersiapkan secara dini meliputi wilayah pertahanan beserta
kekuatan pendukungnya, untuk melaksanakan operasi militer untuk perang, yang
pelaksanaannya didasarkan pada kepentingan pertahanan negara sesuai dengan
Sistem Pertahanan Semesta.
b. Membantu Pemerintah menyelenggarakan pelatihan dasar kemiliteran
secara wajib bagi warga negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
c. Membantu Pemerintah memberdayakan rakyat sebagai kekuatan
pendukung.
Menurut sejarah lahirnya rumusan Undang-undang tersebut di atas, tidak terlepas
dari adanya kekhawatiran elite politik terhadap penggunaan instilah ”pembinaan
teritorial”, kesan traumatis sementara pihak yang menyebutkan bahwa pembinaan
teritorial merupakan salah satu alat strategis bagi TNI yang ingin kembali memperluas
dan membangun hegemoni di wilayah politik sampai tingkat paling rendah, yaitu pada
tingkat kelurahan atau desa, yang mempunyai konotasi pelibatan kekuatan TNI dalam
bidang sosial politik, yang secara faktual pada masa Orde Baru digunakan bagi
kepentingan partai politik tertentu dari mulai tingkat daerah hingga ke pusat, yang
kemudian memberikan hubungan mutualisme dengan penempatan personel TNI aktif
pada jabatan sipil melalui Dwi Fungsi ABRI.
Di masa lalu Era Rejim Orde Baru, Komando Teritorial/Aparat Teritorial
(Koter/Apter) diposisikan demikian strategis, program kegiatannya dirancang atas
5
program jangka pendek (tahunan), jangka sedang untuk masa 5 tahun, dan jangka
panjang untuk masa 25 tahun. Dalam program tersebut biasanya terdiri dari dua kegiatan
yaitu : Kegiatan Teritorial dan Operasi Teritorial. Tujuannya adalah pemberdayaan
segenap potensi teritorial yang terdiri dari RUANG, yaitu aspek geografi dan Sumber
Daya Aalam, ALAT yaitu aspek demografi dan KONDISI JUANG yang meliputi aspek
idiologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan; agar menjadi
kekuatan “siap” menghadapi segala bentuk ancaman. Koter pada saat itu mempunyai
hak, kewajiban dan kewenangan penuh untuk melaksanakan program-programnya
bahkan di luar itu, masih dibebani dengan embanan tugas-tugas bermuatan politis baik
yang diciptakan sendiri maupun yang diberikan dari atasan.
Tugas-tugas khusus yang bermuatan “political mission” mengemuka dan dominan
dilakukan pada setiap menjelang Pemilihan Umum (Pemilu), maka tidak sedikit pejabat
teritorial yang merasa stress karena khawatir gagal menjalankan tugas politis yang
dibebankan kepadanya. Namun bilamana tugas tersebut dapat dilaksanakan dengan
sukses, pejabat teritorial yang bersangkutan mendapatkan penghargaan yang tinggi dan
karier selanjutnya terbuka, baik untuk jabatan di satuan militer maupun kekaryaan. Pada
Era Orde Baru seorang pejabat teritorial memiliki posisi begitu strategis dan menentukan.
Sebagai alat negara seringkali disalahartikan sebagai alat pemerintah/kekuasaan. Oleh
karena itu, peranannya menyentuh hampir semua persoalan yang ada di masyarakat
dan berhubungan dengan setiap elemen sosial politik yang ada di masyarakat. Hampir
tidak ada celah kesempatan bagi kekuatan partai politik (parpol) atau organisasi politik
(orpol) yang beroposisi dengan Golkar untuk mengembangkan kekuatannya, karena
selalu dipantau dan diawasi aparat teritorial. Hal ini sejalan dengan tugas sehari-hari
Koter untuk memelihara dan meningkatkan stabilitas sosial politik dan keamanan, yang
pada hakekatnya berarti memelihara dan meningkatkan eksistensi partai Golongan
Karya (GOLKAR) selaku pemegang supremasi kekuasaan pemerintahan.
Di sisi lain, kekhawatiran elite politik pada era reformasi saat ini dirasakan terlalu
berlebihan, karena pada hakekatnya pembinaan teritorial bukan dalam arti dan praktek
yang terjadi selama masa Orde Baru, sehingga perlu dikedepankan pemahaman bahwa
berdasarkan Doktrin Kartika Eka Paksi, Pembinaan Teritorial sebagai salah satu fungsi
utama TNI AD, merupakan bagian dari tugas yang harus dilaksanakan dalam rangka
mendukung tercapainya tugas pokok TNI AD, dimana penanggungjawab utamanya
adalah Komando Kewilayahan yang didukung oleh satuan non Komando Kewilayahan
melalui pembinaan teritorial terbatas.
Dalam konteks pembinaan teritorial sebagai upaya pemberdayaan wilayah
pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai dengan sistem pertahanan
semesta, TNI AD melaksanakannya dalam bentuk operasi militer selain perang, yang
terkait juga dengan tugas pengamanan perbatasan, mengatasi gangguan terorisme,
penanggulangan bencana alam, tugas pembantuan baik kepada Pemerintah Daerah
maupun Kepolisian RI, yang dimaksudkan agar senantiasa memiliki daya tangkal, daya
tindak dan daya pemulih dalam menghadapi setiap ancaman baik yang datang dari
dalam maupun dari luar negeri, baik yang bersifat ancaman militer maupun ancaman
nonmiliter.

a. Ancaman Militer
Ancaman militer memiliki karakteristik serta spektrum yang dapat
mengancam kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan
6
bangsa, baik secara langsung maupun tidak langsung. Karakteristik ancaman
militer tersebut berimplikasi terhadap kebutuhan akan kesiapsiagaan kekuatan
pertahanan baik dalam kapasitas sebagai kekuatan penangkal maupun kekuatan
pertahanan untuk kebutuhan responsif.
Dari batasan tentang ancaman seperti diuraikan di atas, ancaman yang
dikategorikan sebagai ancaman militer yang dapat membahayakan kedaulatan,
keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dapat berupa agresi atau
invasi, pelanggaran wilayah, spionase, sabotase, aksi teror bersenjata,
pemberontakan bersenjata, ancaman keamanan laut atau udara, serta perang
saudara atau yang sering disebut konflik komunal.
Agresi atau invasi merupakan bentuk ancaman militer yang dilakukan oleh
suatu negara dengan penggunaan kekuatan bersenjata yang mengancam
kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa, yang
ditempatkan pada tingkat paling tinggi dalam susunan kategorisasi ancaman
pertahanan negara.

b. Ancaman Nonmiliter
Ancaman nonmiliter pada hakikatnya ancaman yang menggunakan faktor-
faktor nonmiliter yang dinilai mempunyai kemampuan yang membahayakan atau
berimplikasi mengancam kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan
keselamatan segenap bangsa. Ancaman nonmiliter dapat berdimensi ideologi,
politik, ekonomi, sosial, informasi, dan teknologi serta berdimensi keselamatan
umum. Ancaman nonmiliter memiliki karakteristik yang berbeda dengan ancaman
militer, tidak bersifat fisik, serta bentuknya tidak kelihatan seperti ancaman
militer, namun dapat berkembang atau berakumulasi menjadi ancaman terhadap
kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan bangsa. Ancaman
nonmiliter dapat pula terjadi secara bersamaan dengan ancaman militer, sehingga
memerlukan kecermatan baik dalam mengidentifikasi maupun dalam
penanganannya, yang meliputi ancaman berbasis ideology; ancaman berdimensi
politik; ancaman berdimensi ekonomi; ancaman yang berdimensi sosial budaya;
dan ancaman berdimensi Keselamatan umum;

8. Hal-hal yang Diharapkan


Sistem Pertahanan Negara bersifat semesta bercirikan kerakyatan, kesemestaan,
dan kewilayahan. Ciri kerakyatan mengandung makna bahwa orientasi pertahanan
diabdikan oleh dan untuk kepentingan seluruh rakyat. Ciri kesemestaan mengandung
makna bahwa seluruh sumber daya nasional didayagunakan bagi upaya pertahanan.
Sedangkan ciri kewilayahan mengandung makna bahwa gelar kekuatan pertahanan
dilaksanakan secara menyebar di seluruh wilayah NKRI, sesuai dengan kondisi geografi
sebagai negara kepulauan.
Penyelenggaraan pemberdayaan wilayah pertahanan darat harus didudukkan
pada tiga aspek fundamental yang menjadi tujuan pertahanan negara, yakni mencakupi
aspek kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan serta kehormatan
bangsa. Tujuan dan kepentingan wilayah pertahanan darat dalam menjaga kedaulatan
negara tidak sekadar bersifat fisik, yakni kedaulatan teritorial yang berhubungan dengan
batas negara. Fungsi pertahanan juga untuk menjaga sistem ideologi negara dan sistem
politik negara. Dalam menjaga sistem idiologi negara, upaya pemberdayaan wilayah
7
pertahanan darat diarahkan untuk mengawal dan mengamankan Pancasila sebagai
dasar dan falsafah negara. Setiap usaha untuk mengganti idiologi Pancasila akan
berhadapan dengan instrumen pertahanan negara yang setiap saat siap sedia untuk
membela dan mempertahankannya.
Dalam menjaga sistem politik negara, upaya pemberdayaan wilayah pertahanan
darat diarahkan untuk mendukung terwujudnya pemerintahan negara yang stabil,
demokratis, bersih, dan akuntabel, sampai pada tingkat daerah, sebagai prasyarat yang
memungkinkan terselenggaranya pembangunan nasional dengan baik dan efektif.
Bangsa Indonesia pada dasarnya adalah bangsa yang demokratis. Nilai-nilai demokratis
tersebut terangkum dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika, yaitu bangsa Indonesia
yang bernegara dalam wadah NKRI yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi, hukum,
hak asasi manusia, dan lingkungan hidup, dan bukan berdasarkan atas suku, agama,
ras, dan antar golongan.
Tujuan dan kepentingan pemberdayaan wilayah pertahanan darat harus
diarahkan untuk menjaga keutuhan NKRI. Setiap usaha pemisahan diri atau yang
bertujuan mengubah dan memecah-belah NKRI merupakan ancaman terhadap keutuhan
wilayah NKRI dan menjadi ancaman yang berdimensi pertahanan. Separatisme
merupakan bentuk ancaman pertahanan yang mengancam keutuhan wilayah NKRI,
sehingga menjadi ancaman pertahanan yang utama. Pengalaman Indonesia
menunjukkan bahwa usaha separatisme dilakukan dalam dua pola gerakan, yakni
gerakan separatisme tidak bersenjata yang dikategorikan sebagai ancaman nonmiliter
dan gerakan separatisme bersenjata yang menjadi ancaman militer.
Pemberdayaan wilayah perrtahanan darat berfungsi untuk mewujudkan satu
kesatuan pertahanan yang mampu melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah,
serta keselamatan bangsa dari setiap ancaman, baik yang datang dari luar maupun yang
timbul di dalam negeri. Upaya mewujudkan dan mempertahankan seluruh wilayah NKRI
sebagai satu kesatuan pertahanan diselenggarakan dalam fungsi penangkalan,
penindakan, dan pemulihan.
Fungsi penangkalan merupakan perwujudan usaha pertahanan dari seluruh
kekuatan nasional yang memiliki efek psikologis untuk mencegah dan meniadakan setiap
ancaman, baik dari luar maupun yang timbul di dalam negeri, terhadap kedaulatan,
keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan segenap bangsa. Karakter penangkalan
adalah tidak bersifat pasif, tetapi aktif melakukan upaya pertahanan melalui usaha
membangun dan membina kemampuan dan daya tangkal negara, baik secara militer
maupun nonmiliter. Fungsi penangkalan dilaksanakan dengan strategi penangkalan yang
bertumpu pada instrumen penangkalan berupa instrumen politik, ekonomi, psikologi,
sosial budaya, teknologi, dan militer.
Fungsi penindakan merupakan keterpaduan usaha pertahanan dari seluruh
kekuatan nasional, baik secara militer maupun secara nonmiliter, untuk menghadapi dan
mengatasi segala bentuk ancaman, baik dari luar maupun yang timbul di dalam negeri,
yang mengancam kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa. Fungsi
penindakan dilaksanakan dengan usaha pengerahan dan penggunaan kekuatan
pertahanan dalam sistem pertahanan semesta untuk melakukan tindakan preemptive,
penanggulangan, atau perlawanan yang pelaksanaannya disesuaikan dengan jenis
ancaman serta tingkat risiko yang ditimbulkan.
8
Tindakan preemptive merupakan bentuk penindakan yang dilakukan terhadap pihak
lawan atau terhadap ancaman, baik yang bersifat militer maupun nonmiliter, yang nyata-
nyata akan menyerang Indonesia.
Tindakan perlawanan merupakan bentuk penindakan terhadap pihak lawan yang
sedang menyerang Indonesia atau telah menguasai sebagian atau seluruh wilayah
Indonesia dengan cara mengerahkan seluruh kekuatan negara, baik secara militer
maupun nonmiliter. Tindakan perlawanan diselenggarakan dengan sistem pertahanan
dan keamanan rakyat semesta melalui pengerahan kekuatan pertahanan yang berintikan
TNI didukung oleh segenap kekuatan bangsa dalam susunan Komponen Cadangan dan
Komponen Pendukung.
Fungsi pemulihan memiliki cakupan ke dalam dan ke luar. Dalam lingkup ke
dalam, fungsi pemulihan merupakan keterpaduan usaha pertahanan negara yang
dilaksanakan secara nonmiliter dan militer untuk mengembalikan kondisi keamanan
negara yang telah terganggu akibat kekacauan keamanan karena perang,
pemberontakan atau serangan separatis, konflik vertikal atau konflik horizontal, huru
hara, serangan teroris, atau bencana alam atau akibat ancaman nonmiliter. TNI bersama
dengan instansi pemerintah lainnya serta masyarakat melaksanakan fungsi pemulihan
sebagai wujud pertahanan semesta yang utuh.

BAB III
KONDISI SAAT INI

9. Umum
Perspektif tentang pembinaan teritorial yang dianggap relevan saat ini dapat
dikemukakan sebagai berikut :

a. Perspektif teknis militer; Pembinaan Teritorial adalah salah satu istilah


teknis dalam ilmu kemiliteran.

b. Perspektif kegiatan; Pembinaan Teritorial yang dilaksanakan TNI adalah


upaya, pekerjaan dan tindakan, baik secara berdiri sendiri maupun bersama-sama
dengan aparat terkait dan komponen bangsa lainnya untuk membantu Pemerintah
dalam menyiapkan kekuatan pertahanan aspek darat yang meliputi wilayah
pertahanan.

Berdasarkan kedua pemahaman di atas, maka dapat dimaklumi apabila


sementara pihak berpendapat bahwa pembinaan teritorial yang dilaksanakan oleh TNI,
lebih kental kepentingan militernya itu sendiri daripada kepentingan untuk membantu
pemerintah baik di tingkat pusat maupun di daerah dalam melakukan pemberdayaan
wilayah.
9
Pada dasarnya tidak ada keraguan bahwa memang pembinaan teritorial yang
dilakukan oleh TNI tidak terlepas dari kepentingan pertahanan dalam arti mengantisipasi
ancaman militer dan tidak terfokus pada ancaman nonmiliter, karena hal ini sesuai
dengan tugas TNI sebagai komponen utama dalam sistem pertahanan negara.

Lebih jauh hal ini dapat dilihat dari tujuan pembinaan teritorial yang dilakukan oleh TNI
AD, yaitu :

a. Dalam perspektif kepentingan pertahanan negara, bertujuan untuk


menyiapkan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya dalam rangka
memenangkan pertempuran.
b. Dalam persektif kepentingan masyarakat, bertujuan untuk membantu
mengatasi kesulitan masyarakat.
c. Dalam perspektif kepentingan TNI AD, bertujuan untuk tercapainya tugas
pokok TNI AD.
Oleh karena itu, guna mencapai tujuan di atas, rangkaian kegiatan pembinaan
teritorial dilaksanakan secara terus menerus dan bersifat koordinatif, lintas sektoral, dan
terpadu untuk kepentingan pertahanan negara dan membantu mengatasi kesulitan
rakyat. Karakteristik ini kemudian dituangkan sebagai asas-asas pelaksanaan
pembinaan teritorial TNI AD, yang dipedomani oleh setiap aparat teritorial di lapangan
dan berlaku dalam setiap kegiatan pembinaan teritorial, yang meliputi asas-asas :

a. Tujuan, dilaksanakan dengan tujuan yang jelas dan mudah dipahami oleh
semua pihak, yaitu untuk kepentingan pertahanan negara dan kesejahteraan
masyarakat.
b. Kesatuan Komando, dilaksanakan oleh seluruh satuan TNI AD di wilayah
dengan perencanaan yang terpadu serta di bawah satu komando dan
pengendalian Komandan Kewilayahan setempat (Komandan Distrik
Militer/Dandim).
c. Kesetaraan, dilaksanakan bersama-sama komponen bangsa lainnya dalam
posisi setara dan tidak ada yang menempatkan sebagai komponen yang paling
dominan, sehingga ada harmonisasi dalam pelaksanaannya.
d. Keterpaduan, dilaksanakan secara terpadu dan lintas sektoral, baik dalam
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan sehingga hasilnya
dapat maksimal.
e. Kekenyalan, dilaksanakan dengan perencanaan yang fleksibel sehingga
mampu merespon setiap perubahan siatuasi yang terjadi di lapangan.
f. Kesederhanaan, dilaksanakan secara sederhana dan tepat sasaran serta
tepat guna, sehingga memudahkan pelaksanaan di lapangan.
g. Terus menerus, dilaksanakan sepanjang masa dan berkesinambungan
sehingga berhasil guna dan berdaya guna.
10

Selanjutnya untuk lebih memberikan pemahaman nyata tentang bentuk kegiatan


pembinaan teritorial sebagai frame work bagi pelaksana pembinaan teritorial di
lapangan, ditetapkan metode yang selama ini telah berjalan dan dipedomani, yaitu
sebagai berikut :
a. Komunikasi sosial, yaitu usaha, pekerjaan dan kegiatan yang
diselenggarakan oleh satuan jajaran TNI AD guna penyampaian pikiran dan
pandangannya yang terkait dengan pemberdayaan wilayah pertahanan di darat,
meliputi wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya serta membangun,
memelihara, meningkatkan dan memantapkan Kemanunggalan TNI – Rakyat.
b. Bhakti TNI, yaitu usaha, pekerjaan dan kegiatan yang diselenggarakan oleh
satuan jajaran TNI AD dalam membantu menyelenggarakan kegiatan bantuan
kemanusiaan untuk menangani masalah-masalah sosial atas permintaan instansi
terkait dan atau inisiatif sendiri dan terkoordinasikan, serta berbagai hal yang
terkait dalam penyiapan wilayah pertahanan di darat dan kekuatan pendukungnya
yang dilaksanakan baik secara berdiri sendiri maupun bersama-sama dengan
instansi terkait dan komponen masyarakat lainnya. Bentuknya :
1) Karya Bhakti
2) Operasi Bhakti
c. Pembinaan Perlawanan Wilayah, yaitu usaha pekerjaan dan kegiatan yang
diselenggarakan oleh satuan jajaran TNI AD dalam rangka mewujudkan kekuatan
pertahanan aspek darat, baik yang menyangkut wilayah pertahanan maupun
kekuatan pendukungnya, yang memiliki ketahanan dalam semua aspek
kehidupan dan memiliki kemampuan serta keterampilan serta upaya bela negara.

Diharapkan dari penetapan asas, metode dan penetapan tujuan dari pembinaan teritorial
dalam pemberdayaan wilayah darat, dapat dicapai sasaran yang dikehendaki, yaitu :
a. Terwujudnya ruang juang yang tangguh berupa wilayah pertahanan aspek
darat yang siap sebagai mandala perang/mandala operasi, dan mendukung bagi
kepentingan operasi satuan sendiri dalam memenangkan pertempuran darat.
b. Terwujudnya alat juang yang tangguh berupa tersedianya komponen
cadangan dan komponen pendukung yang sudah terorganisir secara nyata
dengan segenap perangkatnya yang dapat dimobilisasi sebagai kekuatan
pengganda TNI AD untuk memenangkan pertempuran darat.
c. Terwujudnya kondisi juang yang tangguh berupa kondisi dinamis
masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, yang
tercermin dalam sikap dan perilaku yang dijiwai oleh kecintaannya kepada NKRI
yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, bertanggung jawab dan rela
berkorban dalam pengabdian kepada negara dan bangsa.
11
d. Terwujudnya kemanunggalan TNI – Rakyat, berupa ikatan yang kokoh kuat
serta bersatu padunya TNI – Rakyat, baik fisik maupun non fisik.
Dari uraian di atas, peran pembinaan teritorial dihubungkan dengan eksistensi
ancaman yang ada, secara gamblang selama ini TNI AD lebih menitikberatkan pada
fungsi pertahanan dalam menghadapi ancaman militer, walaupun secara implisit
antisipasi terhadap ancaman nonmiliter telah juga diberikan wacananya.

Peran pembinaan teritorial dalam menghadapi ancaman nonmiliter, dapat


divisualisasikan dalam konteks pemberdayaan wilayah dalam rangka membentuk
kekuatan pertahanan, yang meliputi wilayah pertahanan dan kekuatan pendukung.
Terbentuknya wilayah pertahanan berkaitan dengan aspek geografis seagai ruang juang,
yaitu ruang maneuver dan logistik wilayah pertahanan, sedangkan terbentuknya
kekuatan pendukung berkaitan dengan rakyat sebagai subyek atau menyangkut aspek
demografi sebagai alat juang, baik dalam kapasitas sebagai komponen cadangan
maupun komponen pendukung, dan aspek kehidupan serta kondisi sosial masyarakat
sebagai kondisi juang yang memiliki ketahanan pada bidang idiologi, politik, ekonomi,
sosial, budaya, dan pertahanan keamanan.
Pada tataran terwujudnya Kondisi Juang dimana didalamnya terkandung ketahanan
meliputi aspek ipoleksosbudhankam dalam kehidupan rakyat Indonesia, yang disiapkan
untuk mampu menghadapi ancaman nonmiliter dari pihak manapun.

10. Permasalahan
Penyelenggaraan pertahanan negara bertumpu pada kekuatan dan kemampuan
sumber daya manusia, yakni rakyat Indonesia, baik dalam menghadapi ancaman militer
maupun nonmiliter, yang pada prinsipnya perlu mendapatkan dukungan tidak hanya dari
individu warga negara Indonesia itu sendiri, tetapi terutama dari para penyelenggara
sebagai pamong dan teladan bagi rakyat, dengan wujud perilaku serta dukungan materiil
maupun immaterial mumpuni pada semua tingkat pemerintahan yang diselenggarakan
secara sinergis, dibakukan dan harus berlandaskan pada peraturan perundang-
undangan nasional sampai ke tingkat taktis, untuk menghasilkan pertahanan negara
yang berdaya tangkal tinggi.

BAB IV
FAKTOR – FAKTOR YANG BERPENGARUH

11. Umum.
Pemberdayaan wilayah pertahanan darat sangat bergantung pada dukungan
sumber daya nasional yang dapat ditransformasikan menjadi sumber daya pertahanan.
12
Esensi manajemen sumber daya pertahanan adalah pengelolaan sumber daya
pertahanan pada masa damai dan dalam keadaan perang.
Manajemen sumber daya pertahanan sangat kompleks, mencakupi perencanaan,
pengorganisasian, penggunaan, pengawasan, dan pengkomunikasian segenap sumber
daya pertahanan, dari tingkat kebijakan sampai dengan tingkat operasional. Prinsip
fundamental dalam penyelenggaraan manajemen sumber daya pertahanan adalah
efektivitas pendayagunaan sumber daya untuk mencapai tujuan. Dalam manajemen
sumber daya pertahanan, faktor efisiensi hendaknya tidak menghambat pencapaian
tujuan pertahanan. Kegiatan perencanaan, pengorganisasian, dan penggunaan sumber
daya harus dilakukan secara profesional melalui kalkulasi yang cermat dan didukung
oleh pengawasan dan komunikasi yang efektif.
Efektivitas penyelenggaraan manajemen sumber daya pertahanan ditentukan oleh
organisasi dan kepemimpinan yang kenyal dan profesional. Organisasi pertahanan
memiliki karakteristik yang kenyal, yakni mampu beradaptasi dengan dan mewadahi
setiap perubahan, tanpa melakukan perubahan yang radikal. Sifat profesional
ditunjukkan oleh pengawakan organisasi oleh tenaga manusia dengan tingkat kecakapan
yang tinggi yang didukung oleh sistem rekrutmen yang sangat selektif serta suasana
lingkungan kerja yang dinamis. Dalam kerangka itu, organisasi markas-markas besar
termasuk Departemen Pertahanan harus ramping dan padat teknologi, bukan padat
manusia. Tingkat markas besar tidak menganut sistem kerucut, tetapi lebih
mengutamakan pendekatan fungsi yang berbasis kinerja. Organisasi pada tingkat
operasional sampai dengan kesatuan tingkat lapangan yang terdepan dari pertahanan
militer disusun dengan sistem kerucut.
Pertahanan negara diselenggarakan melalui usaha membangun dan membina
kekuatan pertahanan yang menghasilkan daya tangkal bangsa serta kemampuan
mengatasi dan menanggulangi setiap ancaman. Pertahanan diselenggarakan oleh
pemerintah secara dini dengan sistem pertahanan negara serta strategi pertahanan
negara.

12. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh


a. Nasional
Indonesia dengan wilayah yang sangat luas serta terdiri atas pulau-pulau
menuntut strategi pertahanan negara yang tepat untuk mengamankan wilayah
tersebut. Karakteristik geografi yang tersusun dari gugusan kepulauan yang
terletak di posisi silang, dengan sumber daya alam yang beraneka ragam, serta
demografi yang majemuk mengandung tantangan yang sangat kompleks. Tugas
melindungi dan mengamankan Indonesia dengan karakteristik yang demikian
mengisyaratkan tantangan yang kompleks dan berimplikasi pada tuntutan
pembangunan dan pengelolaan sistem pertahanan negara yang berdaya tangkal
andal.
Dalam bidang pertahanan, terdapat sejumlah isu yang menonjol, di antaranya isu
perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar, separatisme, terorisme, konflik komunal
yang bernuansa SARA, gerakan radikal yang anarkis, krisis energy serta isu
politik sebagai akibat dari reformasi yang tidak terkendali.

1) Isu Perbatasan dan Pulau-Pulau Kecil Terluar


13
Isu perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar cukup beragam dan
kompleks, di antaranya menyangkut eksistensi, status kepemilikan,
konversi lingkungan, pengamanan, dan pengawasannya. Indonesia
dengan beberapa negara yang berbatasan dengan wilayah Indonesia
masih mempunyai sejumlah persoalan batas wilayah, baik perbatasan
darat maupun laut yang hingga kini belum tuntas. Masalah perbatasan
yang belum selesai menjadi sumber potensi ancaman pertahanan yang
berpotensi konflik bersenjata di masa mendatang. Persoalan perbatasan
yang belum tuntas tersebut di antaranya perbatasan darat dengan dan
perbedaan rezim laut dengan Malaysia, batas laut dengan Singapura,
penetapan batas ZEE dengan Thailand yakni di perairan selatan Laut
Andaman, perbatasan laut dengan Filipina, batas ZEE dengan Palau, serta
batas laut antara Indonesia Timor Leste dan Australia setelah
kemerdekaan Timor Leste. Dari semua isu perbatasan, wilayah Ambalat
yang diklaim oleh Malaysia serta sepuluh titik yang masih bermasalah di
Kalimantan merupakan “titik api” yang ke depan berpotensi menjadi
sumber sengketa. Demikian pula, persoalan yang terkait dengan pulau
terluar, seperti pengerukan pasir di Pulau Nipah dan sekitarnya, menjadi
masalah serius karena terkait eksistensi pulau terluar yang makin kritis.
Eksistensi pulau-pulau kecil terluar sangat vital dalam penentuan batas
wilayah Indonesia, yakni berfungsi sebagai titik pangkal penarikan batas
wilayah NKRI. Selain itu, pulau-pulau kecil terluar rawan terhadap tindakan
diperjualbelikan atau disewakan secara tidak sah kepada pihak lain atau
warga negara asing. Dari beberapa kasus ditemukan beberapa pulau kecil
yang dikelola oleh perseorangan, bahkan ada pulau-pulau milik Indonesia
yang dikelola oleh pihak asing.

2) Isu Separatisme
Gerakan separatis masih menjadi isu keamanan dalam negeri yang
mengancam keutuhan wilayah NKRI dan mengancam wibawa Pemerintah
serta keselamatan masyarakat. Gerakan separatis di Indonesia dilakukan
dalam bentuk gerakan separatis politik serta gerakan separatis bersenjata.
Separatisme menjadi ancaman langsung terhadap keutuhan wilayah NKRI,
hal ini dibuktikan dengan pengalaman bahwa gerakan separatisme
menjadi ancaman yang menyedot anggaran negara dalam jumlah besar.
Gerakan separatisme menimbulkan gangguan keamanan di dalam negeri,
keselamatan negara dan keselamatan umum masyarakat dengan
melakukan perampokan, pembunuhan, dan penarikan pajak secara paksa.
Adanya kelompok separatis di beberapa wilayah Indonesia merupakan
bibit-bibit potensi ancaman yang selalu akan mengancam keutuhan
wilayah NKRI, terlebih lagi karena akar masalah separatisme banyak
dipicu oleh ketimpangan pada pemberian hak politik, ekonomi, serta
keadilan kepada masyarakat sehingga menyebabkan ketidaknyamanan
14
masyarakat untuk berada dalam naungan NKRI akan terus menjadi
potensi separatisme.

3) Isu Terorisme.
Terorisme merupakan salah satu ancaman nyata yang dihadapi
Indonesia. Aksi-aksi yang dilakukan teroris telah mengancam keselamatan
bangsa Indonesia serta mengancam kepentingan nasional Indonesia, baik
di dalam maupun di luar negeri. Bom Bali I dan bom Bali II, pengeboman di
depan Kedutaan Australia di Jakarta, dan peledakan di Hotel J.W. Marriott,
Jakarta, telah menyebabkan kerugian tidak saja berupa korban manusia
dan harta benda tetapi juga mengancam perekonomian dan pariwisata
Indonesia. Dari aksi-aksi terorisme tersebut, terbukti bahwa Indonesia
menjadi salah satu sasaran aksi jaringan terorisme internasional. Pola
kegiatan para pelaku aksi terorisme membuktikan bahwa jaringan
terorisme internasional berusaha melakukan perekrutan anggota dari
masyarakat Indonesia.
Bagi Indonesia aksi terorisme selain merupakan kejahatan kriminal luar
biasa dan kejahatan terhadap kemanusiaan juga merupakan ancaman
terhadap keamanan nasional. Dari berbagai kasus terorisme juga terlihat
karakter bahwa baik subjek maupun objek terorisme bersifat internasional
sekaligus domestik (intermestik).

4) Isu Konflik Komunal. Demografi Indonesia yang sangat


heterogen berimplikasi terhadap potensi konflik yang berdimensi suku,
agama, ras, dan antargolongan. Di masa lalu Indonesia pernah mengalami
beberapa konflik komunal yang terjadi di beberapa wilayah, seperti yang
terjadi di Kalimantan, Ambon dan Maluku Utara, serta Poso. Konflik
komunal mengancam persatuan dan kesatuan bangsa serta menjadi
sumber ancaman yang mengganggu stabilitas keamanan nasional.
Demografi Indonesia yang heterogen serta masyarakatnya yang memiliki
masalah dari berbagai aspek kehidupan, baik sebagai individu maupun
dalam hubungan kelompok atau golongan, sangat rentan untuk
dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu yang menjadi penggerak konflik
komunal. Di samping itu, berkembangnya ajaran sesat di sejumlah wilayah
yang mendapat penentangan keras dari masyarakat akan menjadi
pendorong timbulnya konflik komunal di masa-masa datang.

5) Isu Radikalisme yang Anarkis. Penanganan isu-isu global secara


unilateral atau tidak seimbang sering menjadi pendorong bangkitnya
gerakan radikalisme. Gerakan radikalisme selalu mengganggu stabilitas
keamanan sehingga perlu penanganan secara serius menurut hukum,
tanpa diskriminasi. Gerakan radikal berpotensi mengganggu kepentingan
publik, baik masyarakat domestik maupun internasional. Oleh karena itu,
15
penanganannya sangat mendesak. Apabila penanganannya tidak serius,
hal tersebut tidak saja merugikan citra bangsa Indonesia, tetapi juga dapat
menjadi pintu masuk kekuatan asing.

6) Isu Politik. Perkembangan politik sampai dengan era Reformasi


banyak mengalami perubahan dan cenderung mengarah kepada
ketidakpastian.
Demokrasi yang berkembang seluas-luasnya belum diikuti dengan
pengetahuan, kesiapan, dan kedewasaan masyarakat dalam menerapkan
nilai-nilai demokrasi tersebut. Nuansa kebebasan ditandai dengan
terbukanya keran politik yang semakin terbuka lebar serta kontrol politik
dari masyarakat yang cenderung berkembang ke arah kebebasan tanpa
batas. Proses demokrasi harus dipelihara dengan terus membangun dan
memberdayakan instrumen-instrumen demokrasi. Dalam konteks ini,
pendidikan politik di tingkat masyarakat dan seluruh pelaku politik perlu
ditingkatkan sehingga tercipta kedewasaan dan budaya politik yang
semakin terarah dan maju.

7) Isu Peningkatan Kebutuhan Energi Dunia serta Dampaknya


terhadap Keamanan Global.
Isu keamanan energi dalam dekade terakhir ini semakin
mengemuka dan diperkirakan akan berdampak terhadap keamanan global
dalam tahun-tahun yang akan datang. Kebutuhan masyarakat dunia akan
energi minyak dan gas bumi yang terus meningkat, sementara
ketersediaannya semakin terbatas, berimplikasi secara politik, ekonomi,
dan keamanan.
Kebangkitan ekonomi di negara-negara yang mempunyai pengaruh besar
terhadap keamanan kawasan dan keamanan global ikut mendorong
meningkatnya kebutuhan energi secara global. Sifat energi minyak dan gas
bumi yang tidak dapat diperbaharui, lambat laun akan semakin langka,
sementara kebutuhan dunia terus meningkat. Kondisi, seperti itu
menyebabkan krisis energi di masa-masa datang akan semakin serius dan
dapat menjadi sumber konflik antarnegara. Meningkatnya ketergantungan
energi dan terbatasnya sumber daya minyak dan gas bumi telah
mengakibatkan kenaikan harga minyak dan gas berada jauh di atas harga
yang wajar. Harga minyak yang terus menaik telah mengakibatkan
kenaikan semua kebutuhan pokok manusia dan berdampak signifikan
terhadap stabilitas perekonomian secara global.
Bagi negara berkembang, termasuk Indonesia, kenaikan harga minyak
bumi membawa dampak terhadap stabilitas ekonomi dan keamanan
terutama menambah beban pada anggaran dan belanja negara. Pada
lingkup masyarakat, kenaikan harga minyak dunia berdampak pada
16
kenaikan harga barang dan jasa yang tidak seimbang dengan daya beli
masyarakat. Kenaikan dapat berpotensi mendorong gejolak sosial apabila
kenaikan tersebut tidak dapat dikelola secara tepat. Terbatasnya sumber
daya energi minyak mendorong kekhawatiran munculnya persaingan baru
di berbagai kawasan yang dipicu oleh kebutuhan untuk mengamankan
penguasaan sumber energi.

b. Provinsial.
Otonomi daerah merupakan kebijakan pemerintah yang diarahkan untuk
percepatan dan pembangunan di daerah. Penerapan secara serentak tidak diikuti
dengan kesiapan daerah sehingga menimbulkan sejumlah isu, antara lain,
terkait dengan isu otonomi khusus, ketimpangan pembangunan di luar Pulau
Jawa, dan tata ruang wilayah. Dalam pelaksanaan pemekaran daerah, sering
menjadi komoditas politik yang memicu persoalan politik, demikian pula dengan
kegagalan pelaksanaan pemilihan kepala daerah di sejumlah wilayah,
kesemuanya itu mendorong konflik vertikal dan konflik horizontal yang
mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.
Sejak pemberlakuan otonomi daerah, sejumlah daerah berusaha menuntut
pemerintah pusat untuk memberikan status otonomi khusus. Status tersebut
cenderung diinterpretasikan sebagai hak untuk mengurus wilayah sendiri yang
menyentuh bidang-bidang pemerintahan, hukum, agama, bahkan termasuk
keamanan. Tuntutan tersebut apabila tidak dapat dikelola secara tepat dapat
berkembang menjadi potensi konflik vertikal yang berdampak pada persatuan dan
kesatuan bangsa.
Pembangunan Nasional masih terkonsentrasi di Pulau Jawa, sebagai
akibatnya Pulau Jawa menjadi sasaran urbanisasi dalam jumlah besar yang tidak
diimbangi dengan daya tampung dan tata ruang Pulau Jawa. Kondisi tersebut ikut
menambah ketimpangan pembangunan di daerah-daerah dan pada skala
tertentu dapat menjadi isu stabilitas nasional.
Isu lain yang juga cukup menonjol adalah mengenai tata ruang wilayah.
Penataan ruang wilayah yang diterapkan dalam pembagian kawasan-kawasan
pembangunan mengandung potensi permasalahan yang kompleks. Dengan
mengingat isu tata ruang terkait dengan ruang hidup dan kegiatan masyarakat
serta bersifat lintas instansi, diperlukan penanganan yang saksama untuk dapat
mempertemukan semua kepentingan, tanpa timbul implikasi terhadap stabilitas
nasional.

c. Lokal
Pada tingkat lokal, gejala globalisasi semakin terasa dan telah menjangkau
masyarakat yang berdomisili di pelosok. Kondisi tersebut telah mendorong
terjadinya mobilitas penduduk, baik secara fisik, yakni melalui migrasi penduduk
17
dari suatu daerah ke daerah lain, maupun dalam wujud komunikasi antar
masyarakat yang makin mudah dengan memanfaatkan sarana komunikasi dan
informasi yang makin menjangkau rakyat biasa dan bersifat ramah bagi
pengguna. Perkembangan ini mendorong berlangsungnya pertukaran nilai secara
serta-merta yang sulit dibendung dan cenderung mempercepat berkembangnya
pola hidup modern dengan ciri kehidupan yang bebas dan praktis, yang tidak
jarang bertentangan dengan nilai-nilai lokal.
Hal lain yang juga menonjol adalah timbulnya penguatan identitas lokal
sebagai respons masyarakat dalam menyikapi pemberlakuan otonomi daerah.
Penguatan identitas lokal banyak dimunculkan dalam kemasan isu putra daerah,
hak adat, dan hak ulayat. Kondisi yang berkembang seperti ini sangat
kontraproduktif dengan prinsip bangsa Indonesia, yaitu Bhinneka Tunggal Ika.
Penguatan identitas lokal yang tidak terkelola dengan baik berpotensi menyulut
konflik horizontal yang berdimensi SARA. Tantangan yang tidak kalah signifikan
adalah permasalahan kemiskinan, kebodohan,
keterbelakangan, dan ketidakadilan. Dalam konteks pertahanan, aspek ini
berdimensi pertahanan nonmiliter yang memerlukan penanganan dengan
pendekatan multisektoral dan integratif.
Bencana alam, selain menjadi tantangan yang berskala nasional, juga
memiliki dimensi lokal. Departemen dan lembaga teknis pemerintah, baik
lembaga riset maupun perguruan tinggi, termasuk sumber dari luar negeri,
memetakan bahwa hampir semua daerah di Indonesia rawan terhadap bencana
alam dengan bentuk yang bervariasi, seperti tsunami, gempa bumi, banjir, tanah
longsor, letusan gunung api, kelangkaan sumber daya air, dan kebakaran hutan.

13. Peluang atau Hambatan


Pada masa damai, pembinaan teritorial dibangun untuk menghasilkan daya
tangkal yang tangguh dengan menutup setiap ruang kelemahan yang dapat menjadi titik
lemah. Seyogyanya Pembinaan Teritorial pada masa damai dilaksanakan dalam
kerangka pembangunan nasional yang tertuang dalam program pemerintah yang berlaku
secara nasional.
Kesadaran di kalangan penyelenggara akan pentingnya pembangunan dan
pemberdayaan sistem pertahanan negara akhir-akhir ini cukup signifikan, beberapa
kebijakan Pemerintah bersama DPR antara lain dalam menetapkan pos anggaran
pertahanan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara, senantiasa didasarkan pada
pertimbangan yang cukup komprehensif dari sisi kepentingan pertahanan itu sendiri,
walaupun tetap disesuaikan dengan daya dukung dan skala prioritas yang proporsional
dari bidang pembangunan lainnya.
Kondisi ini sangat kondusif di tengah-tengah upaya TNI untuk melakukan
reformasi internal yang telah dicanangkan sejak ditetapkannya Paradigma Baru Sosial
Politik tahun 1998, yaitu :
18
a. Merubah Posisi dan Metode Tidak Harus di Depan. Hal ini mengandung
arti bahwa kepeloporan TNI dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan
bernegara kini berubah untuk memberi kesempatan sepenuhnya kepada institusi
fungsional melaksanakan tugasnya.
b. Mengubah dari Konsep Menduduki Menjadi Mempengaruhi. Hal ini
mengandung arti bahwa peran sosial politik (sospol) TNI dipandang tidak perlu
lagi menempatkan personil dalam jabatan sipil.
c. Mengubah dari Cara Mempengaruhi Secara Langsung Menjadi Tidak
Langsung. Bila dimasa lalu peran sosial politik ABRI dikonotasikan berperan aktif
dalam kancah politik praktis, maka perubahan yang dimaksud mengandung
makna, penanggalan peran sosial politik dalam politik praktis.
d. Senantiasa Melaksanakan “Role Sharing” (kebersamaan dalam
pengambilan keputusan penting kenegaraan dan pemerintahan) dengan
komponen bangsa lainnya, dalam suatu sistem nasional terpadu. Karena pada
dasarnya fungsi dan peran masing-masing merupakan subsistem yang saling
mengait dalam rangka mewujudkan kinerja manajemen nasional.
Dengan adanya Paradigma Baru Sospol TNI ini sangat berpengaruh terhadap
perubahan struktur dan kultur kerja Komando Teritorial (Koter) dan Aparat Teritorial
(Apter). Lembaga sospol langsung dilikuidasi disusul dengan likuidasi Badan Pembinaan
Kekaryaan ABRI. Sebagai implikasinya, kepadatan kegiatan di Komando Teritorial
berkurang cukup drastis. Pengurangan ini lebih terasa lagi setelah keluarnya TAP MPR
Nomor :VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri dan TAP MPR Nomor :
VII/MPR/2000 tentang ketentuan TNI sebagai alat negara yang berperan sebagai alat
pertahanan NKRI, minus keamanan yang menjadi tugas pokok Polri, yang kemudian
dibakukan ke dalam Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional
Indonesia.
Sebelum disahkannya UU Nomor 34 Tahun 2004, yaitu pada Rapat Pimpinan
(Rapim) TNI tanggal 20 April 2000 diputuskan bahwa TNI tidak lagi mengemban fungsi
sospol guna memusatkan perhatian pada tugas pokok pertahanan. Langkah-langkah
reformasi internal TNI selengkapnya yang telah dilaksanakan adalah :
a. Perumusan Paradigma Baru TNI;
b. Pemisahan TNI dari Polri;
c. Menanggalkan peran sospol secara bertahap dan tidak terlibat politik
praktis;
d. Pengakhiran Doktrin kekaryaan sehingga tidak ada lagi prajurit dinas aktif
yang menduduki jabatan kekaryaan;
e. Likuidasi institusi sospol dari struktur TNI;
f. Netralitas TNI dalam Pemilu;
g. Refungsionalisasi hubungan antara institusi TNI dengan organisasi keluarga
besar TNI menjadi hubungan fungsional dan kekeluargaan;
19
h. Penempatan pembinaan organisasi Korpri TNI kembali dalam fungsi
pembinaan personil;
i. Refungsionalisasi dan restrukturalisasi teritorial sebagai fungsi
pemerintahan;
j. Membuka badan usaha yang bernaung di bawah yayasan TNI terhadap
transparansi profesionalisme berdasarkan kaidah manajemen badan usaha dan
audit publik;
k. Meningkatkan pemahaman sadar hukum dan HAM kepada prajurit secara
keseluruhan;
l. Memandang setiap masalah kebangsaan dari pendekatan peran TNI dan
kewenangan sebagai instrumen pertahanan yang dicirikan oleh undang-undang
sesuai kesepakatan bangsa.
Dengan ditiadakannya fungsi Sospol dan dilakukannya reformasi internal di tubuh
TNI, maka landasan hukum penyelenggaraan pembinaan teritorial ada pada pasal 7 ayat
(2) huruf b UU RI Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Di dalam
ketentuan tersebut dinyatakan bahwa salah satu tugas pokok TNI dalam melaksanakan
operasi militer selain perang adalah “…memberdayakan wilayah pertahanan dan
kekuatan pendukungnya secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta”,
dengan demikian istilah “pembinaan teritorial” tidak dikenal di dalam UU tersebut.
Untuk mengetahui sampai sejauh mana penjabaran dari pasal 7 ayat (2) huruf b
UU RI Nomor 34 Tahun 2004, maka pendekatan atau penafsiran awal dilakukan dengan
membaca Penjelasan dari Undang-undang tersebut, dimana di dalam Penjelasannya
“pemberdayaan wilayah” dijelaskan sebagai berikut :
a. Membantu Pemerintah menyiapkan potensi nasional menjadi kekuatan
pertahanan yang dipersiapkan secara dini meliputi wilayah pertahanan beserta
kekuatan pendukungnya, untuk melaksanakan operasi militer untuk perang, yang
pelaksanaannya didasarkan pada kepentingan pertahanan negara sesuai dengan
Sistem Pertahanan Semesta.
b. Membantu Pemerintah menyelenggarakan pelatihan dasar kemiliteran
secara wajib bagi warga negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
c. Membantu Pemerintah memberdayakan rakyat sebagai kekuatan
pendukung.
Dengan demikian peran TNI dalam rangka pemberdayaan wilayah adalah
melaksanakan operasi militer yang sifatnya “membantu”. Yang menjadi pertanyaan
berikutnya adalah apakah “membantu” itu dilakukan oleh TNI setelah adanya permintaan
untuk dibantu dari Pemerintah atau secara melekat ada kewajiban hukum pada TNI
untuk “membantu”, hal ini tentu memerlukan kajian dan legislasi untuk memberikan
kepastian tataran kewenangan dalam rangka penyelenggaraan pertahanan negara.
Di dalam pengertian kata “membantu” terkandung arti bahwa pihak yang
memberikan bantuan berada pada keadaan yang siap untuk memberikan bantuan.
Dengan kata lain, TNI harus memiliki kelengkapan persyaratan minimum, yaitu kesiapan
doktrin pemberdayaan wilayah, alat perlengkapan minimum dan sumber daya manusia
20
yang menguasai olah keprajuritan serta metode-metode penyiapan potensi wilayah,
untuk dapat membantu Pemerintah melakukan pemberdayaan wilayah pertahanan
beserta kekuatan pendukungnya.

BAB V
KONDISI YANG DIHARAPKAN

14. Umum.
Untuk mewujudkan tujuan pertahanan darat, strategi pertahanan disesuaikan
dengan karakteristik geografi, demografi, serta kondisi sosial Indonesia yang
dipersiapkan secara dini oleh satuan teritorial sampai ke tingkat Koramil melalui produk
Berita Teritorial, dimana datanya diperbaharui secara periodik dan terprogram. Selain itu,
efektivitas strategi pertahanan ditentukan oleh desain postur pertahanan yang
memadukan pertahanan militer dan pertahanan nonmiliter sebagai satu kesatuan
pertahanan yang dipersenjatai baik secara psikis maupun fisik serta saling memperkuat
dan saling menyokong.
Dipersenjatai secara psikis diwujudkan dalam usaha menanamkan kecintaan
kepada tanah air dan NKRI, menumbuhkembangkan kesadaran berbangsa dan
bernegara, persatuan dan kesatuan bangsa dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika,
dan kesadaran dan tanggung jawab akan hak dan kewajiban dalam usaha pembelaan
negara, serta melengkapi diri dengan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai
pengejawantahan dari sistem senjata sosial.
Dipersenjatai secara fisik diwujudkan ke dalam pemberian bekal keterampilan
fisik, baik melalui wadah prajurit TNI maupun sebagai rakyat terlatih yang dipersiapkan
untuk menjadi Komponen Cadangan, yang didukung oleh pengetahuan dan keterampilan
menggunakan peralatan dan persenjataan militer serta menguasai taktik dan strategi
bertempur sebagai pengejawantahan sistem senjata teknologi. Dalam menghadapi
Perang Rakyat Semesta dalam bentuk perang berlarut, terdapat lima hal yang harus
dibangun dan dijaga, yakni yang terkait dengan sistem politik, sistem ekonomi, sistem
sosial, sistem teknologi, dan sistem pertahanan.
Sistem politik harus tetap diarahkan untuk menjaga dan memelihara Pancasila
sebagai dasar falsafah seluruh bangsa Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara, serta dijadikan sebagai dasar perjuangan. Sistem politik
juga menjamin keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa serta kelangsungan
perjuangan sampai perjuangan membuahkan kemenangan. Dalam mewujudkan sistem
politik tersebut, pemberdayaan wilayah pertahanan darat nilai-nilai Pancasila harus
menjadi prioritas utama untuk dilaksanakan secara berlanjut. Sistem ekonomi Indonesia
harus mampu menopang kesinambungan perjuangan dengan membangun struktur
ekonomi yang kuat, mandiri, dan berdaya saing serta didukung oleh sistem distribusi
yang menjangkau seluruh wilayah Nusantara. Sistem sosial budaya Indonesia harus
memacu kehidupan masyarakat yang kompetitif dan produktif, yang dilandasi oleh nilai
21
dan semangat juang, disiplin yang tinggi, dan kerja keras untuk mengejar kemajuan
sehingga pada gilirannya akan menghadirkan masyarakat Indonesia yang tangguh dan
berdaya saing. Bersamaan dengan sistem yang lain, sistem teknologi dibangun untuk
memacu pertumbuhan industri nasional untuk mewujudkan kemandirian dengan
menghasilkan produk-produk dalam negeri, baik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
maupun kebutuhan pertahanan. Selanjutnya sistem, pertahanan darat dibangun dan
dikembangkan untuk dapat menjaga dan mempertahankan kemerdekaan dan
kedaulatan negara serta keutuhan wilayah NKRI. Sistem pertahanan diperankan oleh
TNI yang tangguh dan profesional, didukung oleh seluruh rakyat dalam sistem
pertahanan semesta yang berdaya tangkal tinggi serta menjamin stabilitas keamanan
nasional yang memungkinkan terselenggaranya pembangunan nasional.

15. Permasalahan
Penyelenggaraan pembinaan teritorial dalam rangka pemberdayaan wilayah
pertahanan darat dilaksanakan sesuai dengan kebijakan penyelenggaraan pertahanan
negara dan tetap berpedoman pada ketentuan pokok penyelenggaraan pertahanan
negara. Tingkat kebijakan dijabarkan dalam pokok-pokok pembinaan kekuatan dan
kemampuan dalam tataran kewenangan pembinaan.
Pembinaan teritorial dalam rangka pemberdayaan wilayah pertahanan darat
meliputi pembinaan sumber daya manusia, sumber daya alam, sumber daya buatan,
sarana dan prasarana, teknologi dan industri pertahanan, serta sistem tata nilai untuk
meningkatkan kemampuan pertahanan negara. Pendayagunaan sumber daya alam dan
buatan harus memperhatikan prinsip-prinsip berkelanjutan, keragaman, dan kelestarian
lingkungan hidup.
Di lain pihak mentransfomasikan fungsi pembinaan teritorial yang selama ini
dilaksanakan Komando Teritorial menjadi fungsi pemerintahan otonomi daerah yang
dalam keadaan transisi pasti tidak mudah, karena menyangkut perubahan baik yang
bersifat legal, struktural maupun kultural, proses perubahan itu seyogyanya tidak
berlangsung dalam pemisahan, namun harus dalam proses estafet, bertahap dan
gradual serta memperhatikan potensi lingkungan dan kekuatan serta kemampuan
daerah setempat.
Dasar pemikiran refungsionalisasi dan restrukturisasi pembinaan teritorial itu
sendiri didasarkan pada asumsi bahwa masyarakat Indonesia masa depan yang hendak
kita bangun adalah masyarakat madani yang demokratis dan modern. Dengan demikian
perlu konsep yang matang melalui proses perencanaan yang terpadu dan komprehensif,
mempertimbangkan berbagai faktor yang mempengaruhi baik internal maupun eksternal.
Pengalihan fungsi pembinaan teritorial tidak selalu mengandung konsekuensi
pembubaran Komando Teritorial (Koter) atau Komando Kewilayahan (Kowil). Di dalam
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, tugas melaksanakan
pemberdayaan wilayah pertahanan menjadi salah satu tugas TNI dalam bentuk operasi
militer selain perang, maka di dalam era otonomi daerah kewenangan tersebut
22
seyogyanya disinkronisasi secara eksplisit dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah beserta perubahannya, dalam arti terdapat suatu
sinergi antara aparatur TNI khususnya aparat teritorial dengan aparat pemerintahan di
daerah, yang berwenang dalam penataan ruang dan pembinaan potensi daerah. Dengan
demikian diharapkan, aparat Pemerintahan Daerah lebih memiliki tanggung jawab untuk
bersama-sama dengan aparat teritorial TNI, khususnya TNI AD, menyiapkan RUANG,
ALAT dan KONDISI JUANG yang tangguh dalam rangka pertahanan Negara.
Walaupun fungsi teritorial secara bertahap dialihkan kepada institusi fungsional,
Koter/Kowil masih diperlukan untuk menyelenggarakan fungsi pertahanan, karena fungsi
ini sesuai undang-undang tidak dapat didelegasikan kepada pemerintah daerah.
Visualisasi Koter/Kowil di masa depan sebagai aparat pemerintah pusat di daerah untuk
melaksanakan fungsi operasional militer sesuai dengan amanat konstitusi, yaitu sebagai
penindak dan penyanggah awal serta pelatih rakyat, menurut hukum positif saat ini tidak
memiliki kewenangan langsung menjangkau masyarakat.
Wilayah Indonesia dapat dimanfaatkan untuk pembinaan kemampuan pertahanan
darat dengan memperhatikan hak masyarakat. Wilayah yang digunakan sebagai instalasi
militer dan daerah latihan militer yang strategis disiapkan oleh pemerintah. Dalam
mendukung kepentingan penyelenggaraan wilayah pertahanan darat, penataan ruang
yang dilakukan untuk tujuan kesejahteraan diintegrasikan dengan tujuan pertahanan.
Oleh karena itu, penataan ruang kawasan pertahanan berada dalam sistem penataan
ruang nasional dan perlu dijamin kepastian hukumnya.
Selanjutnya, pembangunan di daerah harus memperhatikan kepentingan
pertahanan dan pembinaan kemampuan pertahanan darat dan dilaksanakan melalui
koordinasi antar lembaga. Perencanaan pembangunan sarana dan prasarana vital
nasional dan di daerah mengakomodinasi kepentingan pertahanan darat untuk tujuan
jangka panjang.

BAB VI
KONSEPSI

16. Umum
Pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah dan pandangan hidup bangsa
Indonesia untuk menjamin keutuhan dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Dari pandangan hidup tersebut di atas, pertahanan negara bersifat semesta dalam arti
melibatkan seluruh rakyat sebagai wujud hak serta kewajiban bela negara dan segenap
sumber daya nasional, sarana maupun prasarana nasional, serta seluruh wilayah negara
sebagai satu kesatuan pertahanan, yang diselenggarakan oleh pemerintah dan
dipersiapkan secara dini dengan sistem pertahanan negara melalui usaha membangun
dan membina kemampuan serta daya tangkal negara maupun bangsa, dan
23
menanggulangi setiap ancaman.
Pertahanan negara sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara, merupakan
usaha untuk mewujudkan satu kesatuan pertahanan negara guna mencapai tujuan
nasional, yaitu untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
keadilan sosial.
Sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman militer menempatkan Tentara
Nasional Indonesia sebagai komponen utama dengan didukung oleh :
a. Komponen cadangan, yaitu sumber daya nasional yang telah disiapkan
untuk dikerahkan melalui mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat
kekuatan serta kemampuan komponen utama.

b. Komponen pendukung, yaitu sumber daya nasional yang dapat digunakan


untuk meningkatkan kekuatan dan kemampuan komponen utama serta komponen
cadangan.

Dalam menghadapi ancaman nonmiliter, menempatkan lembaga pemerintah di luar


bidang pertahanan sebagai unsur utama yang disesuaikan dengan bentuk dan sifat
ancaman dengan didukung oleh unsur-unsur lain dari kekuatan bangsa.

Pertahanan negara disusun berdasarkan prinsip demokrasi, hak asasi manusia,


kesejahteraan umum, lingkungan hidup, ketentuan hukum nasional, hukum internasional
dan kebiasaan internasional, serta prinsip hidup berdampingan secara damai dengan
memperhatikan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan. Di samping
prinsip tersebut, pertahanan negara juga memperhatikan prinsip kemerdekaan,
kedaulatan, dan keadilan sosial.
Tentara Nasional Indonesia sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, bertugas melaksanakan kebijakan dan keputusan politik pertahanan negara
untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah, serta
melindungi keselamatan bangsa, menjalankan operasi militer untuk perang (OMP) dan
operasi militer selain perang (OMSP), serta ikut secara aktif dalam tugas pemeliharaan
perdamaian regional dan internasional.
Adapun salah satu bentuk operasi militer selain perang yang menjadi tugas pokok
TNI adalah memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara
dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta, yang diselenggarakan melalui :
a. Membantu pemerintah menyiapkan potensi nasional menjadi kekuatan
pertahanan yang dipersiapkan secara dini meliputi wilayah pertahanan beserta
kekuatan pendukungnya, untuk melaksanakan operasi militer untuk perang, yang
pelaksanaannya didasarkan pada kepentingan pertahanan negara sesuai dengan
sistem pertahanan semesta.
24
b. Membantu pemerintah menyelenggarakan pelatihan dasar kemiliteran
secara wajib bagi warga negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

c. Membantu pemerintah memberdayakan rakyat sebagai kekuatan


pendukung.

17. Kebijaksanaan
Salah satu tugas TNI adalah membantu pemerintah dalam pemberdayaan wilayah
pertahanan dengan cakupan penyiapan potensi nasional menjadi kekuatan pertahanan,
pelatihan dasar kemiliteran, serta pemberdayaan rakyat sebagai kekuatan pendukung.
Tugas tersebut diselenggarakan TNI melalui OMSP. Oleh karena luasnya spektrum
tugas pemberdayaan wilayah membutuhkan legislasi dan kecakapan atau keahlian
khusus, yang mencakup penguasaan karakteristik wilayah serta sumber daya yang ada
di wilayah negara. Kemampuan pemberdayaan wilayah juga menyangkut penyiapan
segenap sumber daya nasional yang meliputi wilayah negara beserta kekuatan
pendukungnya untuk melaksanakan OMP pada saat diperlukan. Pelaksanaannya sesuai
dengan kebutuhan sistem pertahanan negara dan kondisi keamanan negara yang
berkembang.

Strategi pemberdayaan wilayah darat disusun oleh Departemen Pertahanan yang


dilaksanakan oleh TNI AD sebagai pengemban fungsi Pelaksana Tugas dan Fungsi
pertahanan matra darat (PTF Pertahanan Negara) di daerah.
Pemberdayaan wilayah pertahanan darat diwujudkan melalui peran TNI AD dalam
membantu Pemerintah di bidang penataan ruang, kegiatan survei dan pemetaan, serta
penyiapan daerah dengan bekerja sama dengan unsur pemerintah yang membidanginya
untuk mendorong pembangunan nasional yang diintegrasikan dengan penyiapan logistik
wilayah untuk kepentingan pertahanan. Pemberdayaan wilayah darat juga mencakupi
pengamanan wilayah perbatasan dan pengamanan pulau-pulau kecil terluar.
Pengamanan wilayah perbatasan yang dilaksanakan TNI AD dengan menempatkan
kekuatan TNI AD sebagai penjaga perbatasan telah memberikan efek penangkalan yang
tinggi serta mampu mencegah dan menekan tindak kejahatan lintas negara yang melalui
wilayah perbatasan sampai pada titik terendah. Keberadaan TNI di sepanjang wilayah
perbatasan Indonesia juga telah memberikan efek pembangunan nasional yang sangat
berarti, yakni mendorong daerah-daerah pertumbuhan baru, baik di bidang keamanan,
ekonomi, pendidikan, maupun sosial budaya.
Pembinaan teritorial dalam rangka pemberdayaan wilayah pertahanan darat pada
hakikatnya merupakan pembinaan segenap sumber daya nasional, dilaksanakan sejak
dini ke dalam komponen-komponen pertahanan negara, yakni Komponen Utama,
Komponen Cadangan, dan Komponen Pendukung dalam rangka mewujudkan suatu
sistem pertahanan negara.
Pada masa damai, pembinaan kemampuan wilayah pertahanan darat diarahkan
untuk mewujudkan daya tangkal nasional, baik secara militer maupun nonmiliter. Pada
masa perang, pembinaan kemampuan pertahanan negara diarahkan untuk
25
mendinamisasi segenap sumber daya nasional menjadi kekuatan pertahanan untuk
mendukung keberlanjutan perang sampai peperangan dapat dimenangkan. Pada masa
pasca perang, pembinaan kemampuan wilayah pertahanan darat diarahkan untuk
mengembalikan kemampuan pertahanan yang terkena kerusakan atau dampak perang.
Pembinaan kemampuan menghadapi ancaman militer dilaksanakan secara
bersama oleh Pemerintah dalam hal ini Departemen Pertahanan dan TNI yang
diwujudkan dalam pembangunan postur TNI. Postur TNI disusun berdasarkan strategi
pertahanan negara yang diproyeksikan dalam 20 tahun mendatang sampai dengan
tahun 2029. Untuk dapat mewujudkan pembangunan postur TNI ditentukan oleh
komitmen pemerintah untuk mengalokasikan anggaran pertahanan dalam skema
anggaran yang mampu menjamin kesinambungan rencana pembangunan pertahanan
jangka panjang.
Pembinaan kemampuan menghadapi ancaman nonmiliter dilaksanakan oleh
Departemen/LPND (Lembaga Pemerintah Non Departemen) melalui penyusunan
kebijakan dan pelaksanaan di lingkungan masing-masing dan dikoordinasikan dengan
Departemen Pertahanan. Lingkup pembinaan yang dikoordinasikan mencakupi aspek
bela negara, penyiapan sumber daya nasional untuk pertahanan, serta kebijakan
penyelenggaraan pertahanan negara di bidangnya. Dalam rangka keikutsertaan warga
negara dalam upaya penyelenggaraan pertahanan negara, Departemen/LPND
menyelenggarakan fungsi pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran
secara wajib, dan pendidikan bela negara.
Dalam bidang pertahanan sipil, Departemen/LPND menyelenggarakan fungsi-fungsi
untuk mengatasi ancaman nonmiliter sesuai dengan lingkup fungsinya. Tanggung jawab
Departemen/LPND di luar bidang pertahanan teraktualisasi dalam perumusan kebijakan
di bidangnya yang berdimensi pertahanan, baik untuk menghadapi ancaman militer
maupun dalam kerangka pertahanan sipil.
Penyiapan logistik pertahanan diselenggarakan secara dini dan terpadu dengan
pembangunan nasional untuk tujuan kesejahteraan. Penyiapan logistik pertahanan
merupakan hal yang fundamental dalam mendukung penyelenggaraan peperangan.
Penyiapan logistik pertahanan merupakan bagian dari pembangunan pertahanan
nonmiliter yang diselenggarakan secara terpadu, terkoordinasi, dan lintas
departemen/lembaga. Perwujudannya melalui pembangunan ekonomi yang kuat dengan
pertumbuhan yang cukup tinggi serta industri nasional yang berdaya saing dan mandiri,
yang pada gilirannya akan dapat mewujudkan kemandirian sarana pertahanan serta
pusat-pusat logistik yang tersebar di tiap wilayah.

18. Strategi
Upaya pemberdayaan wilayah pertahanan darat pembinaan teritorial dalam
rangka pemberdayaan wilayah pertahanan darat diselenggarakan dengan Strategi
26
Pertahanan Berlapis. Strategi Pertahanan Berlapis bertumpu pada upaya pertahanan
negara yang memadukan pertahanan militer dengan pertahanan nonmiliter sebagai satu
kesatuan pertahanan negara yang utuh.
Lapis pertahanan militer merupakan kekuatan utama pertahanan negara yang
dibangun dan dipersiapkan untuk menghadapi ancaman militer, tersusun dalam
komponen utama serta komponen cadangan dan komponen pendukung.
Pendayagunaan lapis pertahanan militer diwujudkan dalam penyelenggaraan operasi
militer, baik dalam bentuk OMP maupun OMSP.
Lapis pertahanan nonmiliter merupakan kekuatan pertahanan negara yang
dibangun dalam kerangka pembangunan nasional untuk mencapai kesejahteraan
nasional dan dipersiapkan untuk menghadapi ancaman nonmiliter. Lapis pertahanan
nonmiliter tersusun dalam fungsi keamanan dan ketertiban masyarakat, penanganan
bencana alam dan operasi kemanusiaan lainnya, sosial budaya, ekonomi, psikologi
pertahanan, yang pada intinya berkaitan dengan pemikiran kesadaran bela negara, dan
pengembangan teknologi.
Untuk optimalisasi strategi pertahanan berlapis, perlu dibentuk postur pertahanan
negara yang merupakan wujud penampilan kekuatan pertahanan negara, yang
mencerminkan kekuatan, kemampuan, dan gelar kekuatan pertahanan negara. Postur
pertahanan negara mengintegrasikan kekuatan, kemampuan, dan gelar kekuatan
pertahanan militer serta kekuatan, kemampuan, dan penyebaran pertahanan nonmiliter
sebagai satu kesatuan pertahanan negara yang utuh dan terpadu.
Postur pertahanan negara dibangun dan dipersiapkan secara dini oleh
pemerintah. Pembangunan postur pertahanan militer menjadi kewenangan dan tanggung
jawab Menteri Pertahanan. Pembangunan postur pertahanan nonmiliter menjadi
tanggung jawab pemerintah melalui koordinasi antara menteri/kepala LPND dan Menteri
Pertahanan. Penyusunan Postur Pertahanan Negara bersifat jangka panjang dan
didasarkan atas visi negara di tengah-tengah persaingan global. Dalam konteks ini
Postur Pertahanan Negara disusun untuk memenuhi kebutuhan pertahanan negara
dalam 20 tahun ke depan yakni sampai tahun 2029.
Oleh karena itu, dalam kerangka penyusunan anggaran pertahanan harus
mengacu pada perencanaan pembangunan pertahanan jangka panjang, sehingga
kesinambungan pembangunan kekuatan dapat terjaga dan terpelihara. Dalam kondisi
dimana anggaran pertahanan negara tidak mampu mendukung kebutuhan
pembangunan pertahanan sebagaimana tertuang dalam perencanaan jangka panjang
tentang postur pertahanan, perlu disusun skenario yang tepat agar kepentingan
pertahanan tidak dikorbankan.

Postur Pertahanan Militer


Postur pertahanan militer dibangun berdasarkan tiga kaidah utama, yakni faktor
ancaman, standar penangkalan, dan organisasi. Rancang bangun postur pertahanan
militer serta pembangunannya didasarkan pada perkembangan ancaman yang dihadapi.
27
Dalam kerangka itu, pembangunan kapabilitas pertahanan adalah berdasarkan perkiraan
ancaman, baik yang potensial maupun ancaman nyata, dalam kurun waktu tertentu.
Selanjutnya, postur pertahanan militer yang telah dirancang tersebut dibangun
untuk mencapai standar penangkalan. Standar penangkalan adalah ukuran kemampuan
suatu tentara yang harus dicapai oleh Tentara Nasional Indonesia maupun kekuatan
pengganda dalam mengawal NKRI. Ukuran kemampuan tersebut mencakupi kekuatan
prajurit (personel) dan Alutsista, profesionalitas prajurit serta dukungan anggaran, yang
tercermin dalam gelar kekuatan yang mewujudkan efek penangkalan yang disegani.
Pembangunan postur TNI harus diakselerasi dan menjadi prioritas dalam pembangunan
pertahanan negara, karena TNI telah ditetapkan sebagai komponen utama pertahanan
negara.
Dalam rangka pembinaan postur pertahanan militer, maka pembinaan TNI
ditempatkan dalam kerangka TNI sebagai alat negara di bidang pertahanan yang
menjalankan tugas negara atas dasar kebijakan dan keputusan politik pemerintah untuk
menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, serta keselamatan
bangsa. Dalam kerangka itu, pembinaan TNI diarahkan untuk mewujudkan
profesionalitas prajurit, yaitu tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik,
tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya yang layak oleh
negara dan pemerintah sehingga dapat mengonsentrasikan diri pada misi dan tugas
yang diembannya, serta TNI yang mengikuti kebijakan politik negara yang menganut
prinsip demokrasi, tunduk pada pemerintah yang sah, dan menghargai hak asasi
manusia serta ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang diratifikasi
Indonesia sehingga menjadi kekuatan yang disegani minimal pada lingkup kawasan Asia
Tenggara dan kawasan yang mengitari wilayah NKRI.

Postur Pertahanan Nonmiliter


Postur pertahanan nonmiliter merupakan refleksi dari hasil pembangunan seluruh
sumber daya nasional. Unsur-unsur pertahanan nonmiliter berada dalam lingkup
wewenang dan tanggung jawab setiap instansi pemerintah di luar Departemen
Pertahanan dan pembangunan postur pertahanan nonmiliter karenanya menjadi
tanggung jawab seluruh departemen/LPND sesuai sektor masing-masing.
Komponen Cadangan dan Pendukung merupakan elemen kekuatan pertahanan
nonmiliter yang dibentuk dan disiapkan sejak dini berupa pemberdayaan potensi sumber
daya nasional (SDM, SDA, SDB, serta sarana dan prasarana nasional) menjadi kekuatan
pertahanan yang dapat memperbesar dan memperkuat Komponen Utama. Pada kondisi
tertentu, kedua komponen tersebut dapat dikerahkan untuk menghadapi ancaman
nonmiliter, khususnya untuk penanggulangan bencana dan operasi kemanusiaan
lainnya.
Gelar Komponen Cadangan bersifat lokal atau kedaerahan, yaitu dibentuk, dibina,
dan ditempatkan di mana potensi sumber daya nasional tersebut berada. Pada masa
damai, Komponen Cadangan tidak mempunyai dampak kekuatan militer, tetapi pada
saat dimobilisasi dan diproyeksikan ke daerah pertempuran dapat memperbesar
28
kekuatan TNI. Komponen Pendukung dibangun untuk melipatgandakan kekuatan
pertahanan dalam melaksanakan perlindungan dan penyelamatan terhadap rakyat
sesuai dengan profesinya.
Pembinaan pertahanan nonmiliter dalam kerangka menghadapi ancaman
nonmiliter diselenggarakan untuk menyiapkan dan mengembangkan fungsi pertahanan
sipil yang diselaraskan dengan penyelenggaraan pembangunan nasional. Dalam
rangka itu, setiap departemen berkewajiban menyusun kebijakan dan strategi di
bidangnya masing-masing yang berefek pertahanan sipil. Pembinaan pertahanan
nonmiliter untuk mengemban fungsi pertahanan sipil mencakupi pembangunan manusia
Indonesia yang berkualitas secara utuh dan menyeluruh untuk memiliki daya saing di era
globalisasi, serta membina segenap sumber daya nasional berupa sumber daya alam,
sumber daya buatan, sarana dan prasarana, serta teknologi untuk mewujudkan
Indonesia yang aman, bersatu, dan berkesejahteraan.

Logistik Pertahanan
Logistik pertahanan memberikan efek dukungan yang bernilai vital dalam
penyelenggaraan pertahanan negara. Logistik tidak memenangi perang, tetapi tidak ada
perang yang dapat dimenangkan tanpa logistik. Oleh karena itu, pemerintah
mempersiapkan logistik pertahanan secara cepat dan tepat serta menjamin
ketersediaannya bagi keberlangsungan usaha pertahanan negara. Pokok-pokok
penyelenggaraan logistik pertahanan negara sebagai berikut.
Pertama, dalam pembinaan logistik pertahanan negara, satuan-satuan operasional
sejauh mungkin dihindarkan dari urusan administrasi.
Kedua, sistem dukungan logistik dalam rangka menjamin keberlangsungan usaha
pertahanan negara disusun dalam logistik strategis pada lingkup nasional serta logistik
wilayah.
Ketiga, gelar logistik berbasis kewilayahan ditujukan untuk menjamin keberlangsungan
usaha pertahanan negara.

a. Tujuan
Pemberdayaan wilayah pertahanan darat pembinaan teritorial dalam
rangka pemberdayaan wilayah pertahanan darat untuk menghadapi ancaman
militer dan ancaman nonmiliter memiliki tujuan sebagai berikut :
1) Terwujudnya postur pertahanan negara yang dibangun oleh insan
Pancasilais dan profesional yang dapat memberikan kontribusi positif
dalam dinamisme kehidupan lingkungannya dimana pun berada.
2) Terwujudnya legitimasi dalam penyelenggaraan pembinaan teritorial,
baik dari aspek hukum, moral maupun kebenaran dalam membantu
pemerintah untuk memberdayakan wilayah pertahanan secara dini.
29
3) Terwujudnya pertahanan berlapis yang dibentuk dari keterpaduan
penyelenggaraan pertahanan militer dan nonmiliter oleh komponen-
komponen pertahanan negara.
4) Terwujudnya kesinambungan program pemberdayaan wilayah
pertahanan dengan mempertimbangan letak geografis dan kondisi sosial
serta potensi sumber daya yang ada, untuk membentuk ruang sebagai
tempat melakukan maneuver bagi keuntungan pertahanan sendiri dan
mampu memberikan dukungan logistik wilayah; menyiapkan alat juang
melalui wadah komponen cadangan dan komponen pendukung sebagai
kekuatan pengganda; dan kondisi juang yang tangguh yang melingkupi
segenap aspek terkait.
5) Terwujudnya kemampuan penangkalan pada setiap komponen
pertahanan negara, sehingga mampu mengidentifikasi, melemahkan, dan
menghilangkan setiap bentuk ancaman beserta perubahannya, pada
spektrum yang paling rendah.

b. Metode
Metode yang digunakan untuk melakukan pemberdayaan wilayah
pertahanan darat pembinaan teritorial dalam rangka pemberdayaan wilayah
pertahanan darat untuk menghadapi ancaman militer dan ancaman nonmiliter,
adalah sebagai berikut :
1) Komunikasi sosial, yaitu usaha, pekerjaan dan kegiatan yang
diselenggarakan oleh satuan jajaran TNI AD guna penyampaian pikiran
dan pandangannya yang terkait dengan pemberdayaan wilayah pertahanan
di darat, meliputi wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya serta
membangun, memelihara, meningkatkan dan memantapkan
Kemanunggalan TNI – Rakyat.
2) Bhakti TNI, yaitu usaha, pekerjaan dan kegiatan yang
diselenggarakan oleh satuan jajaran TNI AD dalam membantu
menyelenggarakan kegiatan bantuan kemanusiaan untuk menangani
masalah-masalah sosial atas permintaan instansi terkait dan atau inisiatif
sendiri dan terkoordinasikan, serta berbagai hal yang terkait dalam
penyiapan wilayah pertahanan di darat dan kekuatan pendukungnya yang
dilaksanakan baik secara berdiri sendiri maupun bersama-sama dengan
instansi terkait dan komponen masyarakat lainnya. Bentuknya :
a) Karya Bhakti
b) Operasi Bhakti
3) Pembinaan Perlawanan Wilayah, yaitu usaha pekerjaan dan
kegiatan yang diselenggarakan oleh satuan jajaran TNI AD dalam rangka
mewujudkan kekuatan pertahanan aspek darat, baik yang menyangkut
30
wilayah pertahanan maupun kekuatan pendukungnya, yang memiliki
ketahanan dalam semua aspek kehidupan dan memiliki kemampuan serta
keterampilan serta upaya bela negara.
4) Pembinaan Teritorial Terbatas, yaitu segala usaha, pekerjaan dan
kegiatan pembinaan teritorial yangg diselenggarakan secara terbatas
sampai dengan radius 0-8 km dari pangkalan satuan TNI dan dilaksanakan
oleh satuan non komando kewilayahan untuk mendukung tugas satuan.
5) Pembinaan Logistik Wilayah, yaitu sistem logistik yang digunakan
untuk mendukung operasi perlawanan wilayah (logistik menghasilkan) yang
bertumpu kepada kemampuan dari sumber-sumber daya yang tersedia
dalam wilayah yang bersangkutan.
6) Penerangan, yaitu menciptakan, mempertahankan dan
meningkatkan citra positif TNI melalui hubungan yang harmonis dengan
masyarakatnya, baik internal maupun eksternal.
c. Sarana dan Prasarana
Upaya memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya
secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta berada pada tataran
“membantu pemerintah”.
Namun sejauh ini, TNI menunjukan komitmen bahwa tindakan membantu menurut
Undang-undang tersebut tidak diartikan semata-mata apabila terdapat permintaan
bantuan dari instansi pemerintah saja, hal ini lebih dalam diartikan sebagai suatu
tugas pokok yang melekat pada institusi TNI, terstruktur dan terprogram sehingga
memerlukan keterpaduan langkah dan tindakan, termasuk dalam pengadaan
sarana dan prasarana sampai pada tingkat satuan operasional.
Untuk itu, ketersediaan sarana dan prasarana guna mendukung
penyelenggaraan pembinaan teritorial ini pada dasarnya menggunakan milik TNI
sebagai wujud kesiapan pelaksanaan tugas pokok tersebut, tetapi di dalam
pelaksanaannya karena masih adanya keterbatasan negara untuk memberikan
dukungan anggaran pertahanan yang proporsional, maka acap kali program
dikemas sedemikian rupa agar mampu didukung sarana dan prasarana yang
tersedia. Selain itu, tidak tertutup kemungkinan menggunakan sarana dan
prasarana milik instansi lain atau komponen masyarakat yang ada.
d. Langkah-langkah
1) Melakukan inovasi dan aktualisasi dalam upaya pemahaman nilai-
nilai Pancasila dan Sapta Marga pada lingkungan prajurit sehingga
memperoleh out put berupa perilaku, mentalitas dan pola pikir yang
mencerminkan keteladanan dalam kehidupan sosial, untuk selanjutnya
metode ini dapat diprogramkan melalui komunikasi sosial dalam rangka
penyelenggaraan pembinaan teritorial. Perlu ditekankan disini bahwa
“pertahanan negara“ diselenggarakan berdasarkan Pancasila, sehingga
31
TNI selaku komponen utama harus terlebih dahulu menunjukan perilaku,
olah pikir dan bermentalitas Pancasila.
2) Menyelenggarakan program latihan di satuan secara bertahap,
bertingkat, dan berlanjut untuk memperoleh standar kemampuan sesuai
spesialisasinya (berdasarkan kompetensi dan profesionalismenya), yang
juga senantiasa dikembangkan serta disesuaikan dengan perkembangan,
sehingga pada saatnya bertindak dalam konteks pembinaan teritorial,
mampu mentransformasikan kemampuan kemiliteran tersebut pada
bentuk-bentuk kegiatan untuk membantu mengatasi kesulitan rakyat
melalui penyelenggaraan Bhakti TNI atau pembinaan teritorial terbatas.
Pengaturan dan penempatan personel di lini depan satuan komando
kewilayahan harus direncanakan secara matang, dengan kualifikasi
personel sebagai berikut :
a) Memiliki integritas kepribadian prajurit Pancasila sesuai jiwa
Sapta Marga, Sumpah Prajurit, 8 Wajib TNI dan 11 Azas
Kepemimpinan.
b) Kehadirannya dapat diterima dan dibutuhkan oleh masyarakat
sekitar satuan/ada rasa manunggal dengan rakyat.
c) Memahami situasi, kondisi lingkungan tugas, hubungan
masyarakat dan permasalahannya, adat istiadat dan budaya
masyarakat yang ada di lingkungan satuan.
d) Mengenal dengan baik aparat pemerintahan dan tokoh
masyarakat di lingkungan satuan dan mampu mengajak untuk
berpartisipasi dalam pelaksanaan pembinaan teritorial.
e) Mampu mentransformasikan kemampuan/ilmu kemiliteran
untuk mengatasi kesulitan masyarakat, dan membuat perencanaan
pembinaan yang dikoordinasikan dengan semua pihak.
f) Mampu melaksanakan komunikasi dengan berbagai
komponen masyarakat dan aparat pemerintahan.
g) Menguasai 5 kemampuan teritorial :
(1) Kemampuan temu cepat dan lapor cepat.
(2) Manajemen teritorial.
(3) Kemampuan pembinaan perlawanan rakyat dan
pertahanan sipil.
(4) Kemampuan penguasaan wilayah.
(5) Kemampuan komunikasi sosial.
3) Mengadakan forum-forum pengkajian publik tentang masalah dan
doktrin pertahanan untuk memperoleh masukan dan menyebarluaskan
32
kesadaran bela negara kepada seluruh komponen bangsa melalui metode
komunikasi sosial dan Bhakti TNI yang up to date dan akuntabel.
Penguasaan doktrin pertahanan untuk menuntun penyelenggaraan
pertahanan negara tentang apa yang harus dipertahankan dan dengan apa
mempertahankannya. Doktrin yang digali dari nilai-nilai perjuangan bangsa
serta dari pengalaman dalam menyelenggarakan usaha-usaha pertahanan,
baik keberhasilan maupun kegagalan, berguna untuk dijadikan pelajaran
berharga dalam mengembangkan konsep-konsep pertahanan selanjutnya.
Atas dasar itu, doktrin harus dipahami, dikembangkan, dan
dipedomani.sehingga mendapatkan perhatian masyarakat secara meluas
dan diharapkan melahirkan kehendak untuk membuat legislasi atau tatanan
peraturan perundang-undangan yang dapat dijadikan sebagai legal frame
penyelenggaraan pembinaan teritorial sampai pada tataran operasional.
4) Melakukan koordinasi dan sinkronisasi melalui anjangsana,
mendengar, memperhatikan dan bekerja keras dalam semangat
kebersamaan dalam membantu pemerintah untuk menyelenggarakan
program-program pemberdayaan wilayah dengan instansi terkait dan
komponen masyarakat lainnya sebagai kesatuan langkah dalam rangka
pembangunan nasional, sehingga terwujud ruang, alat dan kondisi juang
guna penyelenggaraan pertahanan berlapis yang komprehensif.
5) Mengoptimalkan program pembinaan perlawanan wilayah melalui
sosialisasi konsep yang ada kepada publik, melalui kegiatan
menumbuhkan rasa cinta tanah air pada para pelajar usia sekolah dasar
dan menengah, antara lain keikutsertaan dalam kegiatan kepramukaan
atau Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K). Menumbuhkan
kesadaran bela negara yang ditindaklanjuti dengan menyelenggarakan
pelatihan-pelatihan dasar kemiliteran bagi para mahasiswa melalui
kegiatan Resimen Mahasiswa, pamong praja dan unsur perlindungan
masyarakat di Pemerintahan Daerah, atau organisasi kepemudaan yang
terukur sesuai skala prioritas berdasarkan pertimbangan letak geografis
dan kondisi sosial masyarakat. Secara terprogram bersama Pemerintah
melakukan pembinaan pertahanan sipil dalam menghadapi ancaman
nonmiliter sebagaimana dimaksud UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang
Pertahanan Negara Pasal 7 Ayat (3), yang terdiri atas fungsi untuk
penanganan bencana alam, operasi kemanusiaan, sosial budaya, ekonomi,
psikologi pertahanan yang berkaitan dengan kesadaran bela negara, dan
pengembangan teknologi, walaupun fungsi-fungsi tersebut pada prinsipnya
merupakan tanggung jawab instansi pemerintah di luar bidang pertahanan
sesuai dengan jenis dan sifat ancaman yang dihadapi.
33

BAB VII
PENUTUP

Pemberdayaan wilayah pertahanan darat melalui Binter bersama seluruh


komponen bangsa merupakan implementasi Sishanta yang merupakan salah satu
bentuk penyelenggaraan fungsi utama TNI AD, yang dilaksanakan dengan berlandaskan
Pancasila dan hukum positif yang memadai sebagai kerangka operasional lintas
sektoral, serta diaktualisasikan melalui metode pembinaan teritorial yang akuntabel untuk
menciptakan ruang, alat dan kondisi juang yang tangguh, serta menjadi sarana untuk
mensosialisasikan doktrin pertahanan guna membentuk postur pertahanan yang mampu
menyelenggarakan pertahanan berlapis.
Sebagai bahan motivasi dapat kita renungkan filsafat Sun Tzu dalam buku Art of
war yang dibuat + 500 SM dijelaskan bahwa,“ Konfirmasi tentang wilayah sangat baik
bagi prajurit, jadi kemenangan dihasilkan dari jenderal superior yang dapat
memperkirakan musuhnya, jarak perjalanan, dan sifat daratan dengan segala
hambatannya, yang memahami prinsip ini dan menerapkannya dalam perang akan
menang”.
Demikian Karangan Militer ini disusun, semoga dapat berguna bagi kepentingan
TNI AD dan khususnya bagi penulis, atas segala kekurangannya penulis mohon maklum.

Jakarta, Juli 2009

You might also like