You are on page 1of 25

PENDAHULUAN

Toksikologi merupakan ilmu yang berkaitan dengan racun. Toksikologi

ditekankan pada kandungan kimia atau fisik dari substansi racun dan efek

fisiologis pada makhluk hidup, metode kualitatif dan kuantitatif untuk analisis

materi biologis dan nonbiologis, dan perkembangan prosedur untuk mengobati

keracunan. Racun dianggap sebagai substansi yang ketika digunakan dalam

jumlah yang cukup akan menyebabkan penyakit atau kematian.1

Saat ini, pengetahuan tentang toksikologi diperluas, meliputi evaluasi

terhadap risiko penggunaan di bidang farmasi, pestisida, dan bahan aditif

makanan, selain itu pengetahuan tentang penggunaan racun, paparan polusi

lingkungan, efek radiasi, dan perang kimia dan biologis. Toksikologi forensik

lebih ditekankan pada deteksi dan estimasi racun pada jaringan dan cairan tubuh

yang didapatkan pada otopsi atau pada darah, urin, atau cairan lambung pada

korban hidup. Jika hasil analisis toksikologi telah lengkap, ahli toksikologi dapat

menginterpretasikan hasil sebagai efek fisik dan atau psikologis dari racun pada

seseorang yang diambil sampel tubuhnya untuk diperiksa. 1

Pemeriksaan forensik dalam kasus keracunan, dapat dibagi dalam dua

kelompok, yaitu atas dasar tujuan pemeriksaan itu sendiri. Pertama betujuan untuk

mencari penyebab kematian, misalnya karena keracunan sianida,

karbonmonoksida, insetisida, dsb. Kedua untuk mengetahui mengapa suatu

peristiwa dapat terjadi, misalnya kasus pembunuhan, kecelakaan lalu lintas,

kecelakaan pesawat udara, pemerkosaan, dsb. 2

1
TOKSIKOLOGI FORENSIK

Definisi

Toksikologi merupakan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan sumber,

karakteristik dan kandungan racun, gejala dan tanda yang disebabkan racun, dosis

fatal, periode fatal,dan penatalaksanaan kasus keracunan. Periode fatal merupakan

selang waktu antara masuknya racun dalam dosis fatal rata-rata sampai

menyebabkan kematian pada rata-rata orang sehat. 3

Dalam berbagai kepustakaan, terdapat berbagai pengertian tentang

keracunan (poisoning) dan intoksikasi. Beberapa kepustakaan menyatakan

pengertian keracunan dan intoksikasi berbeda, dimana keracunan dinyatakan

sebagai over dosis yang mempunyai efek sentral sedangkan intoksikasi

merupakan over dosis yang bersifat umum baik sentral maupun perifer. Namun

kepustakaan lain menyatakan keracunan dan intoksikasi memiliki pengertian yang

sama. 4

Berbagai definisi racun telah dipublikasikan berdasarkan sudut pandang

yang berbeda dari berbagai ahli. Semua definisi memiliki kelemahan dan

kelebihan tersendiri dalam interpretasi dan banyak definisi yang tumpang tindih

satu dengan lainnya. Paracelcus (1493-1541) yang lebih dikenal sebagai

Theopraksis Bombastus Von Honhenheim, orang yang pertama mendefinisikan

racun, menyatakan semua substansi di alam adalah racun hanya dosis yang

membedakan substansi tersebut racun atau bukan (sola dosis facit venenum).

Tosksikologist Seinen (1989) menyatakan racun adalah substansi yang diberikan

2
secara berlebihan sehingga toksikologi dianggap sebagai pengetahuan tentang

sesuatu yang berlebihan (toxicology is the knowledge of too much). 4

Sangster secara lebih rinci menyatakan tentang sumber substansi yang

dianggap racun. Keracunan dianggap sebagai cidera yang diakibatkan konsentrasi

berlebihan dari substansi eksogenous (dari luar tubuh manusia). 4

Toksisitas Racun

Dalam pemeriksaan keracunan harus diperhatikan kondisi-kondisi yang

mempengaruhi fatalitas racun pada korban, baik pada anamnesis, pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan tambahan. Banyak substansi yang hanya bersifat toksik

dalam jumlah yang besar tetapi ada yang bersifat toksik meskipun jumlahnya

kecil. Demikian juga adanya substansi tertentu secara tersendiri tidak bersifat

toksik atau toksisitasnya rendah tetapi dengan adanya substansi lain,

menyebabkan substansi tersebut menjadi toksik. Hal yang perlu diperhatikan

dalam pemeriksaan korban hidup, antara lain: 4

1. Toksisitas intrinsik

Ikatan kimia (struktur kimia) suatu zat secara intrinsik membentuk sifat racun

zat tersebut,misalnya unsur sodium. Ikatan sodium dengan unsur klorida

menjadi NaCl tidak bersifar toksik dan hanya bersifat toksik dalam jumlah

yang sangat besar. Sedangkan ikatan sodium dengan sianida menjadi NaCN

bersifat toksik meskipun dalam jumlah yang kecil.

2. Dosis dan bioavailabilitas

Farmakokinetik untuk substansi yang bersifat sistemik sangat tergantung

dosis zat yang masuk ke dalam tubuh dan kecepatan metabolisme zat

3
terutama di organ detoksifikasi (hati). Metabolisme zat di dalam hati sebelum

beredar ke dalam sirkulasi sistemik (first pass effect) sangat menentukan

toksisitas zat yang masuk ke dalam tubuh secara oral.

3. Konsentrasi

Fatalitas beberapa zat tergantung konsentrasi seperti halnya gas karbon

monoksida (CO), asam kuat dan basa kuat.

4. Frekuensi dan waktu paruh

Seringnya kontak, lama kontak (durasi) dan waktu paruh zat yang kontak juga

mempengaruhi toksisitas racun seperti akumulasi logam berat (keracunan

arsen, timah hitam).

5. Cara masuk zat ke dalam tubuh

Cara masuk zat ke dalam tubuh sangat menentukan kecepatan kecepatan

absorbsi dan beredarnya zat secara sistemik. Pemekaian zat per oral relatif

lebih lambat dibandingkan secara injeksi dan inhalasi sebab dipengaruhi oleh

berbagai enzim pencernaan dan mengalami metabolisme awal di hati sebelum

beredar ke dalam sirkulasi sistemik.

6. Ko-medikasi

Adanya zat lain (ko-medikasi) dapat meningkatkan toksisitas zat dengan

toksisitas rendah atau mengubah zat yang tidak toksik menjadi toksik.

Alkohol merupakan ko-medikasi yang paling sering digunakan, yang dapat

meningkatkan efek depresan dari obat-obat yang menekan sistem saraf pusat.

Penggunaan kombinasi dari obatobat terlarang merupakan ko-medikasi ang

sering menimbulkan bahaya.

4
7. Kondisi pemakai

Kondisi korban harus diperiksa dengan teliti terhadap adanya penyakit-

penyakit yang melibatkan sistem metabolisme dan detoksifikasi, dimana

penyakit tersebut dapat meningkatkan toksisitas suatu zat. Demikian juga

halnya faktor umur, jenis kelamin, status gizi, reaksi alergi, dan idiosinkrasi.

Keracunan dalam Bidang Medis

Pelayanan forensik klinis kasus keracunan pada prinsifnya adalah

mengumpulkan bukti-bukti penggunaan racun dan menginterpretasikannya dalam

bentuk sertifikasi yang dapat dijadikan bukti da dapat diterima di pengadilan.

Informasi yang melatarbelakangi keracunan menjadi salah satu bukti yang perlu

digali dan dikumpulkan. Secara medis keracunan dapat terjadi karena beberapa

keadaan, seperti: 4

Bentuk Keracunan Berdasarkan Motif

Salah satu tujuan pelayanan forensik klinik adalah memberikan informasi

atau fakta-fakta yang membuat terang kasus keracunan yang mencurigakan

termasuk motif yang melatarbelakangi kasus tersebut. Dalam kasus tindak pidana

harus dibuktikan adanya perbuatan yang salah (actua rheus) dan situasi batin yang

melatarbelakangi tindakan tersebut (men rhea). Motif keracunan harus ditentukan

sebagai unsur men rhea, apakah timbul akibat kecerobohan (recklessness),

kealpaan (negligence) atau kesengajaan (intentional). 4

Secara umum, motif keracunan dapat dibedakan menjadi dua bentuk (tipe)

berdasarkan korban keracunan, yaitu: 4

5
1. Tipe S (spesific target)

Menunjukkan bahwa korban keracunan hanya orang tertentu dan biasanya

antara pelaku dan korban sudah saling kenal. Motivasi yang biasanya

melatarbelakangi, antara lain: uang, membunuh, pembunuhan lawan

politik dan balas dendam. Keracunan tipe S berdasarkan terjadinya dibagi

ke dalam dua sub grup yaitu:

a. Sub grup S tipe S/S (spesific/slow) dimana keracunan terjadi secara

perlahan dan direncanakan oleh pelaku.

b. Sub grup Q tipe S/Q (spesific/quick) dimana keracunan terjadi secara

mendadak dan tanpa perencanaan sebelumnya.

Pemeriksaan terhadap korban keracunan tipe S/S perlu mendapat perhatian

lebih sebab kegagalan pembuktian tanda-tanda keracunan oleh dokter

sangat sering membuat kasus tersebut menjadi kasus tersebut menjadi

kasus pembunuhan yang sempurna (the perfect murder). Pembunuhan

yang sempurna adalah kematian korban yang sesungguhnya akibat tindaan

pidana tetapi dokter menyatakan sebagai kematian wajar karena faktor

penyakit. Kasus pembunuhan yang sempurna terjadi bukan karena

keahlian si pembunuh, tetapi akibat kegagalan dokter mengenali tanda-

tanda keracunan pada korban.

2. Tipe R (random target)

Terjadi pada korban yang acak. Motivasi bentuk keracunan ini biasanya

ego, sadistik, dan teror. Berdasarkan kejadiannya keracunan tipe R dibagi:

6
a. Sub grup S tipe R/S (random/slow), terorisme merupakan salah satu

benuk keracunan tipe ini bila racun yang dipakai sebagai alat untuk

menjalankan teror.

b. Sub tipe Q tipe R/Q

Pemeriksaan Forensik Klinik terhadap Korban Keracunan

Pemeriksaan korban keracunan pada prisifnya sama secara medis maupun

secara forensik klinis meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

tambahan. Perbedaan yang ada adalah pada hasil akhir pemeriksaan, berupa

sertifikasi yang memberi batuan pembuktian hukum terhadap korban. Sertifkasi

yang dimaksud adalah diterbitkannya visum et repertum peracunan. 4

Dalam pemeriksaan forensik klinis, anamnesis dapat bersifat auto-

anamnesis bila korban kooperatif atau allo-anamnesis baik terhadap keluarga

koban atau penyidik. Beberapa hal yang perlu ditekankan dalam anamnsis

meliputi: 4

- Jenis racun

- Cara masuk racun (route of administration)

- Data tentang kebiasaan dan kepribadian korban

- Keadaan sikiatri korban

- Keadaan kesehatan fisik korban

- Faktor yang menigkatkan efek letal zat yang digunakan seperti penyakit,

riwayat alergi atau idiosinkrasi atau penggunaan zat-zat lain (ko-medikasi)

Dalam pemeriksaan fisik, harus dicatat semua bukti-bukti medis meliputi

tanda-tanda mencurigakan pada tubuh korban seperti bau tertentu yang keluar dari

7
mulut atau saluran napas, warna muntahan dan cairan atau sekret yang keluar dari

mulut atau saluran napas, adanya tanda suntikan, dan tanda fenomena drainage.

Gejala-gejala dan perlukaan tertentu harus dicatat seperti kejang, pin point pupil

atau tanda gagal napas. Demikian juga terhadap luka-luka lecet sekitar mulut, luka

suntikan atau kekerasan lainnya. Bau-bau tertentu harus dikenali dalam

pemeriksaan seperti bau amandel pada keracunan sianida, bau pestisida atau bau

minyak tanah yang dipakai sebagai pelarut. 4

Pengambilan dan analisis sampel dilakukan dengan mengambil sisa

muntahan, sekret mulut dan hidung, darah serta urin. Bila racun per oral, analisis

isi lambung harus dilakukan secara visual, bau dan secara kimia. Skrening racun

diambil dari sampel urin dan darah. 4

Hasil akhir pemeriksaan forensik klinik adalah diterbitkannya Visum et

Repertum Peracunan yang merupakan salah satu alat bukti sah di pengadilan.

Prosedur penerbitan Visum et Repertum Peracunan sesuai dengan prosedur

mediko legal penerbitan visum dimana harus dibuat berdasarkan Surat Permintaan

Visum resmi penyidik (pasal 133 KUHAP). Dalam Visum et Repertum peracunan

ditentukan kualifikasi luka akibat peracunan, dimana penentuannya berdasarkan

penilaian efek racun terhadap metabolisme dan gangguan fungsi organ yang

diakibatkan oleh racun. 4

Pemeriksaan Forensik Kasus Keracunan terhadap Koban yang Sudah

Meninggal

Beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan keracunan

pada korban yang sudah meninggal antara lain:

8
1. Pemeriksaan post mortem

a. Pemeriksaan luar

Pada pemeriksaan luar untuk kasus keracunan, kemungkinan

didapatkan:

- Racun jenis tertentu mengeluarkan bau aroma yang khas, misalnya

asam hidrosianida, asam karbonat, kloroform, alkohol, dll. Untuk

menjaga keutuhan jenazah tidak boleh menggunakan cairan

desinfektan yang mempunyai bau (aroma). 3

- Pada permukaan tubuh jenazah mungkin ditemukan bercak-bercak

yang berasal dari muntahan, feses dan kadang-kadang jenis racun itu

sendiri. 3

- Perubahan warna kulit, misalnya menjadi kuning pada keracunan

fosfor dan keracunan akut akibat unsur tembaga sulfat. 3

- Keadaan pupil mata dan jari tangan yang lemas atau mengepal. 3

- Pemeriksaan lubang pada tubuh jenazah untuk melihat adanya

tanda-tanda bekas zat korosif atau benda asing. 3

- Livor mortis yang khas, merah terang, cherry red atau merah coklat

(bila racunnya menyebabkan perubahan warna darah sehingga warna

lebam jenazah mengalami perubahan. 2

b. Pemeriksaan dalam

Pada umumnya tanda-tanda keracunan tampak pada traktus

gastrointestinal, terutama jika keracunan akibat zat korosif atau iritan.

Perubahan yang terjadi adalah: 3

9
- Hiperemia

Warna kemerahan pada membran mukosa paling jelas terlihat pada

bagian kardiak lambung dan pada bagian kurvatura mayor. Warnanya

adalah merah gelap dan hiperemia ini bentuknya bisa merata atau

bercak, misalnya pada keracunan arsen hiperemia adalah merah

merata.

Perubahan warna juga bisa muncul karena berbagai unsur lainnya

seperti sari buah. Asam nitrat menyebabkan warna kuning pada usus.

Hiperemia harus dibedakan dengan kongesti vena secara menyeluruh

yang terjadi pda kematian akibat asfiksia. Gambaran yang

membedakan dengan hiperemia yang disebabkan oleh penyakit adalah

pada hiperemia karena penyakit sifatnya merata dan terdapat pada

seluruh permukaan serta tidak berupa bercak, selain itu gambaran

membran mukosa lebih banyak terkena pada kasus keracunan.

- Perlunakan

Keadaan ini terjadi pada keracunan korosif, lebih sering terlihat pada

kardiak lambung, kurvatura mayor, mulut, tenggorokan dan esofagus.

Jika disebabkan karena penyakit, gambaran ini hanya tampak pada

lambung. Juga harus dibedakan dengan perlunakan post mortem yang

terdapat pada bagian yang lebih rendah dan mengenai seluruh lapisan

dinding lambung. Pada bagian yang mengalami perlunakan tidak ada

tanda-tanda inflamasi.

- Ulserasi

10
Paling sering ditemukan ditemukan pada kurvatura mayor lambung

dan harus dibedakan dengan tukak peptik yang paling sering terdapat

di kurvatura minor lambung dan ditandai dengan adanya hiperemia di

sekitar tukak tersebut.

- Perforasi

Sangat jarang terjadi, kecuali pada kasus keracunan asam sulfat.

Perforasi juga bisa terjadi akibat tukak kronis, tetapi bentuk perforasi

pada kasus ini biasannya lonjong atau bulat, pinggirnya melekuk ke

arah luar dan lambung menunjukkan tanda-tanda perlekatan dengan

jaringan sekitar.

2. Pemeriksaan kimia/toksikologi pada organ tubuh bagian dalam

Ditemukannya jenis racun pada darah, feses, urin atau dalam organ

tubuh merupakan bukti yang memastikan bahwa telah terjadi keracunan.

Racun bisa ditemukan dalam lambung, usus halus, dan kadang-kadang pada

hati, limpa dan ginjal. Organ tubuh dan bahan yang diperiksa antara lain: 3

- Urin dan feses

- Darah

- Lambung dan isinya

- Bagian dari usus halus (duodenum dan jejunum)

- Hati

- Setengah bagian dari masing-masing ginjal

- Otak dan korda spinalis, terutama pada keracunan striknin

11
- Uterus dan organ-organ yang berkaitan dengan uterus, jika ada kecurigaan

abortus kriminalis

- Paru-paru terutama pada keracunan kloroform

- Tulang, rambut, gigi dan kuku

- Organ tubuh lainnya yang dicurigai mengandung racun.

3. Pengumpulan bukti-bukti dari sekitar tempat kejadian

Kunci Pembuktian Kasus Keracunan

Dalam pembuktian kasus keracunan sebagai tindak pidana, banyak hal

yang harus dibuktikan dan dalam pembuktiannya banyakmelibatkan dokter

forensik klinis. Hal yang dibuktikan antara lain: 4

1. Bukti hukum (legally proving): bukti hukum yang dapat diterima di

pengadilan (adminissible) sangat tergantung dari keaslian bukti tersebut

sehingga penatalaksanaan terhadap bukti-bukti pada korban sangat

diperlukan. Terlebih lagi pada kasus tindak pidana yang memerlukan standar

pembuktian dengan tingkat kepercayaan yang lebih tinggi yaitu sampai tidak

ada keraguan yang beralasan.

2. Pembuktian motif keracunan

3. Kondisi yang memungkinkan dapat diperolehnya racun seperti adanya

resep, toko obat atau toko yang menyediakan substansi yang digunakan.

4. Bukti-bukti pada korban seperti kebiasaan korban, gangguan kepribadian,

kondisi kesehatan, dan penyakit serta kesempatan dilibatkannya racun.

5. Bukti kesengajaan (intentional)

12
6. Bila korban meninggal harus ditentukan sebab kematian korban adalah

racun dengan menyingkirkan sebab kematian yang lainnya.

7. Bukti peracunan adalah homicide.

Dari 7 bukti pembuktian kasus keracunan, tampak bantuan dokter sangat

diperlukan dalam beberapa langkah terutama: 4

- Pengumpulan, pencatatan dan interpretasi bukti keracunan medis dalam

upaya memberikan pembuktian hukum

- Menemukan bukti-bukti pada korban seperti kebiasaan, kondisi fisik dan

keadaan psikiatri korban

- Penentuan sebab kematian bila korban dengan mengeklusi penyebab

kematian lainnya.

Keracunan Karbon Monoksida

Karbon mononoksida (CO) adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau

dan tidak merangsang selaput lendir. Sumber CO berasal dari hasil pembakaran

tidak sempurna motor yang menggunakan bahan bakar bensin. CO diserap

melalui paru, sebagian besar diikat oleh Hb, afinitas COHb 208-245 kali afinitas

O2. Bila korban dipindahkan ke udara bersih, kadar COHb berkurang 50% dalam

waktu 4,5 jam dan setelah 6-8 jam darah tidak mengandung COHb lagi. Gejala

keracunan CO berkaitan dengan kadar COHb dalam darah: 5

13
Tabel 1. Gejala yang ditimbulkan akibat keracunan CO.5
Saturasi COHb Gejala
10 % Tidak ada
10% - 20% Rasa berat pada kening, mungkin sakit kepala ringan
20% - 30% Sakit kepala, berdenyut pada pelipis
30% - 40% Sakit kepala keras, lemah, pusing,penglihatan buram,
mual dan muntah, kolaps
40% - 50% Sama dengan gejala di atas tetapi dengan kemungkinan
besar kolaps atau sinkop. Pernapasan dan nadi cepat,
ataksia.
50% - 60% Sinkop, pernapasan dan nadi bertambah cepat, koma
dengan kejang intermitten, pernapasan Cheyne Stoke
60% - 70% Koma dengan kejang, depresi jantung dan pernapasan,
mungkin meninggal
70% - 80% Nadi lemah, pernapasan lambat, gagal napas dan
meninggal.

Pada kematian korban yang singkat setelah keracunan CO ditemukan

lebam mayat berwarna cherry red pada pemeriksaan luar. Warna ini disebabkan

kadar COHb dalam darah melebihi 20%-30% saturasi. Pada pemeriksaan luar

selanjutnya biasanya tidak terdapat gambara yang khas. 2,5,6

Pemeriksaan dalam untuk keracunan yang tidak lama terjadi ditemukan

jaringan otot, viscera dan darah yang berwarna merah terang. Kadang-kadang

ditemukan tanda-tanda asfiksia dan hiperemia viscera. Pada otak besar dapat

ditemukan petekie di substansia alba bila korban bertahan hidup lebih dari 30

menit. 5

Pada korban keracunan CO yang sempat mendapat pertolongan dan baru

meninggal beberapa saat (hari) kemudian, maka kadar COHb dalam darah sudah

kembali rendah dan lebam mayat tidak akan berwarna merah terang. Mekanisme

kematian pada kasus ini adalah anoksia jaringan otak, yang pada pemeriksaan

jenazah petekie pada substansia alba otak atau gambaran infark atau

ensephalomalacia yang simetris. Pada kondisi demikian, diagnosis kematian

14
akibat keracunan CO ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan di TKP atau

gambaran klinis saat korban baru dirawat. 6

Keracunan Sianida

Sianida (CN) merupakan racun yang sangat toksik, cara masuk ke dalam

tubuh dapat secara :

- inhalasi, misalnya gas HCN (gas penerangan, sisa pembakaran seluloid,

fumigasi kapal)

- oral, yaitu garam CN yang dipakai pada peyepuhan emas, pengelasan besi

dan baja, serta fotografi dan amigdalin yang didapat dari singkong, ubi dan

biji apel

Setelah diabsorbsi, CN masuk ke dalam sirkulasi sebagai CN bebas dan tidak

dapat berikatan dengan Hb kecuali dalam bentuk methemoglobin akan terbentuk

sianmethemoglobin. CN akan mengaktifkan enzim oksidatif beberapa jaringan

secara radikal, terutama sitokrom oksidase juga merangsang pernapasan bekerja

pada ujung sensorik sinus (kemoreseptor) sehingga pernapasan cepat. Dengan

demikian proses oksidasi-reduksi dalam sel tidak berlangsung dan

oksihemoglobin tidak dapat berdisosiasi melepaskan O2 ke sel jaringan sehingga

timbul anoksia jaringan. Hal ini merupakan keadaan paradoksal karena korban

meninggal akibat hipoksia tetapi darahnya kaya akan O2. 2,7

Takaran toksik per oral untuk HCN adalah 60-90 mg, sedangkan KCN

atau NaCN adalah 200 mg. Gas CN 200-400 ppm akan menyebabkan kematian

dalam 30 menit sedangkan gas CN 20000 ppm akan menyebabkan meninggal

seketika. Tanda dan gejala keracunan akut CN yang ditelan dapat dengan cepat

15
menyebabkan kegagalan pernafasan dan kematian dapat timbul dalam beberapa

menit. Dalam interval yang pendek antara menelan racun sampai kematian,

korban mengeluh merasa terbakar pada kerongkongan dan lidah, hipersalivasi,

mual, muntah, sakit kepala, vertigo, fotopobia, tinitus, pusing, kelelahan dan sesak

napas. Dapat pula ditemukan sianosis pada muka, keluar busa dari mulut, nadi

cepat dan lemah, napas cepat dan kadang-kadang tidak teratur, refleks melambat,

udara pernapasan berbau amandel. Menjelang kematian sianosis nyata dan timbul

kedutan otot-otot berlanjut dengan kejang dengan inkontinensia urin dan alvi.

Racun yang diinhalasi menimbulkan palpitasi, kesukaran bernapas, mual muntah

sakit kepala, salivasi, lakrimasi, iritasi mulut dan kerongkongan, pusing,

kelemahan ekstremitas, kolaps, kejang, koma, dan meninggal. 5,7

Pemeriksaan luar jenazah dapat tercium bau amandel yang merupakan

tanda patognomonik untuk keracunan CN. Selain itu didapatkan sianosis pada

wajah dan bibir, busa keluar dari mulut, dan lebam jenazah berwarna merah

terang. Pemeriksaan selanjutnya biasanya tidak memberikan gambaran yang

khas.5,6,7

Pada otopsi dapat tercium bau amandel waktu membuka rongga dada,

perut dan otak. Darah, otot dan penempang organ berwarna merah terang. Juga

ditemukan tanda-tanda asfiksia. Pemastian diagnosis keracunan CN dilakukan

dengan pemeriksaan toksikologis terhadap isi lambung dan darah. 5,6,7

Keracunan Insektisida

Kasus kematian akibat insektisida seringkali merupakan kematian akibat

bunuh diri menggunakan bahan pembunuhan serangga golongan karbamat yang

16
digunakan luas dimasyarakat. Selain itu keracunan juga disebabkan oleh faktor

ketidaksengajaan pada proses penyemprotan. Pembunuhan dengan racun jenis ini

jarang terjadi. (anonim, chadna) Insektisida yang sering digunakan, antara lain: 2

1. golongan fosfat organik : malation, paration, paraxon, diazinon

2. golongan karbamat : carbaryl, baygon

3. golongan hidrokarbon yang diklorkan : DDT, lindane

Berdasarkan cara kerjanya, golongan organofosfat dan karbamat

dikategorikan ke dalam antikolinesterase. Pada golongan organofosfat inhibisinya

bersifat irreversibel, sedangkan golongan karbamat bersifat reversibel. Inhibisi

mengakibatan terjadinya akumulasi asetilkoloin, rangsangan pada saraf kolinergik

diperpanjang. Kematian terjadi karena gagal napas dan henti jantung. Gejala klinis

berupa gangguan penglihatan, sukar bernapas, saluran pencernaan hiperaktif.

Tanda dan gejala lain yang sering terjadi antara lain sakit kepala, kelemahan otot,

hiperhidrosis, lakrimasi, salivasi, miosis, sekresi saluran napas, sianosis, papil

edem, konvulsi, koma, dan hilangnya kontrol terhadap sfingter. 2,7

Pemeriksaan luar terhadap jenazah dimulai dengan melakukan penciuman

pada lubang hidung dam mulut jenazah. Pada kasus keracunan insektisida akan

tercium bau bahan pelarut yang digunakan sebagai pelarut insektisida tersebut.

Kadang-kadang ditemukan luka bakar kimiawi berupa bercak berwarna coklat

agak mencekung di kulit sekitar mulut dan tempat yang terkena insektisida.

Pemeriksaan lebih lanjut akan ditemuakan lebam jenazah berwarna biru gelap,

ujung jari dan kuku berwarna kebiru-biruan. 6

17
Pada pemeriksaan dalam ditemukan tanda pembendungan pada alat dalam.

Di dalam lambung ditemukan cairan yang terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan

cairan lambung dan lapisan larutan insektisida. Mukosa lambung dan usus bagian

atas tampak hiperemis dan mengalami perdarahan submukosa. Juga dapat tercium

bau pelarut insektisida. Limpa, otak dan paru tampak edem dan kongesti.

Kerusakan jaringan hati biasanya merupakan penyebab kematian pada keracunan

kronis. 2,7

Keracunan Alkohol

Kematian akibat overdosis alkohol akut jarang terjadi. Kematian lebih

sering karena efek kronis alkohol. Penyakit hati kronis terbukti menyebabkan

kematian karena alkohol. Hampir separuh dari kecelakaan kendaraan bermotor

yang terjadi di United States berhubungan dengan penggunaan alkohol. Alkohol

juga dikaitkan dengan kelainan kongenital dan perkembangan tumor ganas. 8

Absorbsi alkohol terutama dari usus halus (80%) dan lambung (20%).

Konsentrasi alkohol dalam darah sudah bisa ditemukan dalam waktu 5-10 menit

setelah meminum alkohol. Kadar puncak dalam darah adalah 30 menit setelah

meminum alkohol. Dibutuhkan waktu yang lama agar kadar puncak alkohol

dalam darah bisa menyebabkan habituasi (ketergantungan) dan keadaan lainnya

seperti gastritis dan hiperemia. 3

Proses absorbsi semakin cepat jika terdapat air dalam saluran usus atau

lambung dalam keadaan kosong. Wine (anggur) merupakan jenis minuman yang

peling cepat penyerapannya. Metabolisme alkohol terutama terjadi di hati (90%)

18
da mengalami oksidasi. Sisanya 10% diekskresikan melalui kulit, paru-paru,

kelenjar liur dan ginjal. 3

Dosis tidak hanya tergantung dari jumlah yang diminum tetapi juga

tergantung pada kebiasaan seseorang dan jenis minumannya. Bagi orang dewasa,

dosis fatal adalah sebesar 150-200 ml alkohol absolut. Jika alkohol diminum

dalam jumlah yang banyak oleh seseorang yang tidak mempunyai kebiasaan

minum alkohol, bisa menyebabkan kematian dalam beberapa menit. Periode fatal

biasanya antara 12-24 jam, pada beberapa kasus bisa agak panjang yaitu 5-6 hari. 3

Keracunan alkohol bisa bersifat akut atau kronis. Keracunan alkohol akut

terdiri dari dari tahap merasa dalam keadaan senang, tahap kebingungan, dan

tahap koma. Keracunan alkohol kronis terjadi karena meminum alkohol dalam

jangka waktu lama. Gejala yang dialami berupa penurunan nafsu makan, mual,

muntah, diare, tremor pada tangan dan lidah, gangguan daya ingat dan menilai,

jika telah berlangsung lama dapat menyebebkan hipoproteinemia yang berakibat

edem anasarka. Selain mengalami stres psikologis, pasien juga mengalami neuritis

perifer dan demensia yang semakin nyata pada tahap akhir, pasien kemudian tiba-

tiba mengalami pingsan dan koma. 3

Mekanisme kematian pada alkoholisme kronis terutama akibat gagal hati

dan ruptur varises esofagus akibat hipertensi portal, selain itu dapat juga

disebabkan secara sekunder akibat pneumonia dan TBC. Peminum alkohol sering

terjatuh dalam keadaan mabuk dan meninggal. 5

Pada orang hidup, bau alkohol yang keluar dari udara pernapasan

merupakan petunjuk awal yang harus dibuktikan dengan pemeriksaan kadar

19
alkohol baik melalui urin atau darah vena. Kelainan yang ditemukanpada korban

meninggal tidak khas, mungkin ditemukan gejala-gejala yang ditemukan pada

asfiksia (seluruh organ menunjukkan tanda pembendungan, darah lebih encer dan

berwarna merah gelap). Mukosa lambung menunjukkan tanda-tanda

pembendungan, kemerahan, inflamasi tetapi kadang tidak ada kelainan. Gambaran

post mortem pada keracunan alkohol kronis berupa mukosa lambung tampak

hipertropi dan hiperemia, hati dan ginjal mengalami kongesti, pada hati terdapat

infiltrasi lemak dan sirosis, jantung membesar dan menunjukkan infiltrasi

lemak.3,5

Keracunan Arsen

Arsen dalam bentuk metal tidak beracun, yang beracun adalah dalam

bentuk garam. Arsen mengiritasi jaringan, menekan sisem saraf dan menghalangi

respirasi. Arsen tidak berwarna, tadak berbau (As2O3) dan tidak berasa. Bentuknya

seperti bubuk giling, tidak larut dalam air. Jumlah yang sangat sedikit sudah dapat

membunuh seseorang (30-300 mg). Cara kerja keracunan akut berupa gangguan

metabolisme seluler dengan menghambat sistem enzim sulfhidril, selain itu arsen

dianggap merupakan racun kapiler dan menyebabkan dilatasi kapiler. Timbulnya

gejala biasanya dalam waktu 2 jam setelah masuknya racun. Arsen menyebabkan:
3

- rasa terbakar pada tenggorokan, retrosternum dan epigastrium; rasa sangat

haus disertai mual, muntah dan diare

- nyeri akut pada abdomen, mungkin karena perforasi lambung

20
- tenesmus yang disertai tinja berwarna hitam karena banyak mengandung

darah dan banyak mengandung cairan seperti diare pada kolera

- berkurangnya produksi urin, terdapatnya sel darah merah pada urin dan

selanjutnya dapat mengalami gagal ginjal

- gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit mengakibatkan dehidrasi

dan kejang otot. Pasien menjadi gelisah

- tanda syok akan menonjol pada tahap menjelang kematian

- koma, kejang dan meinggal

Pada kasus racun arsen dalam bentuk serbuk arsen, pasien akan batuk

darah dengan dahak yang berbusa, gangguan pernapasan dan sianosis. Selanjutnya

mungkin mengalami edema paru akut. Kematian mendadak akibat syok mungkin

terjadi karena arsen dalam dosis tinggi. Tetapi pada beberapa kasus, arsen dalam

jumlah besar akan menyebabkan muntah sehingga mengeluarkan sebagian besar

racun tersebut dan pasiennya selamat. Pada beberapa kasus, gejala-gejala pada

sistem pencernaan sangat minimal, bahkan tidak sama sekali. Pasien merasa

pusing, nyeri prekordium, delirium, kehilangan kesadaran dan meninggal.

Paralisis seluruh anggota badan mungkin terjadi sebelum kematian. 3

Pada kasus kematian akibat keracunan arsen, pemeriksaan luar didapatkan

tanda-tanda dehidrasi, seperti mata cekung dan penonjolan tulang-tulang wajah.

Pada pemeriksaan dalam, mukosa mulut biasanya normal tetapi bisa tampak

tanda-tanda inflamasi. Mukosa sistem pencernaan mengalami inflamasi, berwarna

merah disertai perdarahan submukosa. Membran mukosa mempunyai rugae dan di

21
antara rugae bisa ditemukan lendir yang kental dan mengikat partikel racun. Isi

lambung berwarna gelap. 3

Untuk mendiagnosis keracunan akibat arsen dilakukan pemeriksaan

toksikologi pada isi lambung. Pada kasus keracunan kronis, pemeriksaan terhadap

rambut, kuku, dan tulang akan memberikan hasil positif. 6

Keracunan Narkotika

Kematian akibat narkotika lebih sering karena kecelakaan. Pada

pemeriksaan kasus yang meninggal akibat narkotika, perlu diperhatikan akan

adanya bekas suntikan yang baru dan lama. Pada para pemakai narkotika dengan

suntikan dapat diteukan pembesaran kelenjar limfe regional. Kadangkala

ditemukan tatto pada tempat yang tidak lazim, misalnya pada lipat siku, yang

dimaksudkan menutupi bakas suntikan. 6

Kematian akibat narkotika paling sering melalui terjadinya depresi napas.

Pada pemeriksaan jenazah akan ditemukan kelainan pada paru berupa

pembendungan hebat dan edema paru hebat, narcotic lung atau gambaran

pneumonia lobaris. Pembendungan ditemukan pula pada organ-organ tubuh

lainnya. 6

Pemeriksaan toksikologi dilakukan terhadap darah dan urin. Selain itu,

pemeriksaan toksikologi juga dilakukan pada cairan empedu serta tempat

masuknya narkotika tersebut (jaringan sekitar suntikan pada pemakai narkotika

suntikan, nasal swab pada mereka yang melakukan sniffing, isi lambung pada

mereka yang menelan narkotika). 6

22
Pemeriksaan Toksikologi pada Kematian Akibat Keracunan

Investigasi kematian akibat keracunan dapat dibagi menjadi tiga tahap,

yaitu:

1. Mengumpulkan keterangan riwayat keracunan dan spesimen yang sesuai

Saat ini, terdapat banyak bahan yang beredar di masyarakat yang

dapat menyebabkan kematian jika dicerna, diinjeksi, atau terinhalasi. Ahli

toksikologi harus membatasi sejumlah material yang dianalisis. Sebelum

memulai analisis, penting sekali dilakukan pengumpulan informasi yang

mungkin berkaitan dengan fakta keracunan. Ahli toksikologi harus

memperhatikan usia, jenis kelamin, berat badan, riwayat kesehatan, dan

pekerjaan korban, pemberian terapi sebelum meninggal, temuan pada otopsi,

obat yang terdapat pada korban, dan interval waktu antara onset gejala dan

kematian. 1

Pengumpulan spesimen untuk analisis toksikologi biasanya dilakukan

saat dilakukan otopsi. Spesimen dari sejumlah cairan tubuh dan organ penting

untuk mengambarkan afinitas obat dan racun terhadap jaringan tubuh.

Spesimen harus dikumpulkan sebelum jenazah diawetkan, dimana proses ini

dapat merusak atau melarutkan racun dan membuat deteksi menjadi tidak

memungkinkan. Contohnya CN dirusak oleh proses pembalseman. 1

2. Analisis toksikologi

Sebelum memulai analisis, ahli toksikologi harus mempertimbangkan

beberapa faktor yaitu: jumlah spesimen yang tersedia, sifat dasar temuan

racun dan biotransformsi racun. Pada kasus keracunan dengan racun yang

23
masuk per oral, isi saluran cerna harus dianalisi pertama kali, ketika sejumlah

residu racun yang tak terabsorbsi masih ditemukan. Selanjutnya urin dapat

dianalisis, karena ginjal merupakan organ ekskresi utama untuk kebanyakan

racun dan racun dalam konsentrasi tinggi sering ditemukan pada urin. Setelah

absorbsi pada saluran cerna, obat atau racun pertama-tama dibawa ke hepar

sebelum memasuki sirkulasi sistemik, oleh karena itu, analisis pertama dari

organ dalam dilakukan pada hepar. Jika racun tertentu diduga atau diketahui

terlibat pada kasus kematian, ahli toksikologi memilih menganalisis pertama-

tama jaringan dan cairan dimana racun terkonsentrasi. 1

3. Interpretasi terhadap hasil analisis

Setelah mengumpulkan keterangan-keterangan tentang riwayat kasus

keracunan, mengumpulkan laporan hasil analisis berdasarkan toksisitas,

distribusi, dan biotransformasi dan membandingkan hasil analisis dengan

kasus serupa yang pernah dilaporkan pada literatur yang berkualitas atau

kasus serupa dari pengalamannya sendiri. 1

Pemeriksaan toksikologi diperlukan pada kondisi seperti kasus kematian

mendadak yang terjadi pada seseorang maupun sekelompok orang, kematian yang

dikaitkan dengan tindakan abortus, kasus perkosaan atau kejahatan seksual

lainnya, kecelakaan transportasi, khususnya pada pengemudi dan pilot, kasus

penganiayaan dan pembunuhan (selektif), kasus yang memang diketahui atau patit

diduga meelan racun, kematian setelah tindakan medis, penyuntikan, operasi dan

lain sebagainya. 2

24
Gejala yang Menyerupai Keracunan (Apperent Intoxicataion) 4

a. Koma hipoglikemi

b. Cerebro vasculer accident

c. Exhaustion setelah kejang atau setelah pemakaian MDMA

d. Trauma ota dan kematian otak

e. Meningitis

f. Flash black setelah penyalahgunaan obat

g. Gejala withdrawal

h. Idiosinkrasi dan reaksi hipersensitivitas

i. Syok neurogenik

j. Gejala tak terdga dari penyakit tertentu seperti penyakit Lyme atau tumor

otak.

25

You might also like