You are on page 1of 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Manajemen keuangan memiliki peran dalam kehidupan perusahaan ditentukan
oleh perkembangan ekonomi kapitalisme. Pada awal lahirnya kapitalisme sebagai system
ekonomi pada abad 18, manajemen keuangan hanya membahas topic rugi-laba. Selanjutnya
berturut-turut ia memiliki peranan antara lain sebagai berikut :
1. Tahun 1900 awal : Penerbit surat berharga
2. Tahun 1930 – 1940 : kebangkrutan, reorganisasi
3. Tahun 1940 – 1950 : anggaran & internal audit
4. Tahun 1950 – 1970 : eksternal perusahaan
5. Tahun 1970 – 1980 : inflasi
6. Tahun 1980 – 1990 : krisis ekonomi keuangan
7. Tahun 1990 – sekarang : globalisasi
Perkembangan manajemen keuangan sangat dipengaruhi oleh berbagai factor
antara lain kebijakan moneter, kebijakan pajak, kondisi ekonomi, kondisi social, dan kondisi
politik. Kebijakan moneter berhubungan dengan tingkat suku bunga dan inflasi. Khususnya
inflasi mempunyai dampak langsung terhadap manajemen keuangan antara lain masalah :
1. Masalah akuntasi
2. Kesulitan perencanan
3. Permintaan terhadap modal
4. Suku bunga
5. Harga obligasi menurun
Kondisi ekonomi juga mempunyai dampak lansung terhadap manajemen keuangan antara
lain masalah :
a. Persaingan internasional
b. Keuangan internasional
c. Kurs pertukaran yang berfluktuasi
d. Marger, pengambilalihan, dan restrukturisasi

1
e. Inovasi keuangan dan rekayasa keuangan
B. Batasan Masalah
Manajemen Keuangan adalah suatu kegiatan perencanaan, penganggaran,
pemeriksaan, pengelolaan, pengendalian, pencarian dan penyimpanan dana yang dimiliki
oleh organisasi atau perusahaan. Manajemen keuangan berhubungan dengan 3 aktivitas,
yaitu :
1. Aktivitas penggunaan dana yaitu aktivitas untuk menginvestasikan dana pada
berbagai aktiva

2. Aktivitas perolehan dana yaitu aktivitas untuk mendapatkan sumber dana, baik
dari sumber dana internal maupun sumber dana eksternal perusahaan

3. aktivitas pengelolaan aktiva yaitu setelah dana diperoleh dan dialokasikan dalam
bentuk aktiva harus dikelola seefisien.

C. Rumusan Masalah
Cakupan permasalahan dalam pelaksanaan pemisahan kewenangan administrasi dan
kewenangan kebendaharaan adalah :

 Menyoroti sampai dimana tingkat kesiapan kementrian/lembaga dalam menjalankan


fungsinya selaku pemegang kewenangan administratif (what and how the manager
manage);
 Pelaksanaan kewenangan kebendaharaan (comptable) di kementrian keuangan (d.h.i
KPPN);
 Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pemisahan kedua kewenangan pada
KPA dan KPPN;
 Usul penyempurnaan aturan atau prosedur kerja untuk menciptakan efisiensi biaya dan
efektifitas kinerja dalam mekanisme pelaksanaan pembayaran sebagai bentuk
pengendalian keuangan negara .

Dalam rangka mengemban misi reformasi dalam bidang keuangan negara yakni
mewujudkan pemerintahan yang bersih (clean governance) maka Menteri Keuangan selaku

2
Bendahara Umum Negara (BUN) dan pejabat lainnya yang ditunjuk selaku Kuasa BUN
bukanlah sekadar kasir yang hanya melaksanakan penerimaan dan pengeluaran negara tanpa
berhak menilai kebenaran penerimaan dan pengeluaran negara tersebut, tetapi Menteri
Keuangan selaku pengelola keuangan dalam arti yang seutuhnya yaitu berfungsi sekaligus
kasir,pengawas keuangan dan manajer keuangan. Dikarenakan pelaksanaan tahun 2005
sampai dengan triwulan I tahun 2006 menunjukkan belum berubahnya mind set KPA dan
KPPN dalam mekanisme pelaksanaan pembayaran APBN perlu dilakukan langkah-langkah
konkrit mengendalikan pengelolaan keuangan negara sesuai fungsi kementrian keuangan
dalam arti seutuhnya : kasir, pengawas keuangan dan manajer keuangan agar tercipta
efisiensi biaya dan efektifitas dalam pelaksanaan anggaran (cost effektiveness and
operational efficiency) sehingga ada benang merah dalam siklus anggaran (budgetcycle)
antara input, output dan out come.

D. Landasan Teori
Sistem penganggaran moderen (Public Expenditure Management) menekankan
pentingnya tiga prinsip penting (best practice) dalam pengelolaan keuangan negara yaitu :

 Aggegate Fiscal Dicipline,


 disiplin anggaran pada tingkat nasional agar besarnya belanja negara disesuaikan dengan
kemampuan menghimpun pendapatan negara
 Allocative Efficiency, efisiensi alokasi anggaran melalui distribusi yang tepat sumber-
sumber daya keuangan untuk berbagai fungsi pemerintahan sesuai dengan outcome
(manfaat atau hasil) yang diharapkan dari penyelenggaraan tugas kementrian/lembaga
 Operational Efficiency, efisiensi pelaksanaan kegiatan instansi pemerintahan untuk
menghasilkan output sesuai tugas dan fungsi instansi pemerintahan bersangkutan

Reformasi di bidang perbendaharaan dilakukan sejalan dengan prinsip operational


efficiency dengan mengubah fokus dari kontrol pengeluaran pada input menjadi output dan
memberikan kewenangan yang lebih besar kepada manajer untuk pelaksanaan tugas dan
fungsinya (Let’s the manager manage). Pemberian kewenangan yang lebih besar pada
manajer dilakukan untuk melaksanakan kegiatan berorientasi pada hasil (output) dan manfaat
(outcome).

3
1. Dasar Hukum Pembayaran

 UU No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara


 UU No.1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
 UU No.15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara
 UU No.13 tahun 2005 tentang APBN TA.2006
 PP No.21 tahun 2004 tentang Penyusunan RKAKL
 Keppres No.42 tahun 2002 jtentang Pedoman Pelaksanaan APBN
 PMK No.134/PMK.06/2005 tentang Pedoman Pembayaran Dalam Pelaksanaan
Pembayaran APBN
 Peraturan Dirjen Perbendaharaan No.PER-66/PB/2005 tanggal 28-12-2005 tentang
Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran atas beban APBN

2. Pembagian Kewenangan
Pasal 19 UU No.1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara ayat (1)
menyebutkan bahwa Pembayaran atas tagihan yang menjadi beban APBN dilakukan oleh
Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara. Dalam pelaksanaannya
pembayaran APBN tersebut dilakukan oleh KPPN. Selanjutnya pada ayat (2) bahwa
dalam rangka pelaksanaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Bendahara
Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara berkewajiban untuk :

1. Meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna


Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran;
2. Menguji kebenaran perhitungan tagihan atas beban APBN yang tercantum dalam
perintah pembayaran;
3. Menguji ketersediaan dana yang bersangkutan;
4. Memerintahkan pencairan dana sebagai dasar pengeluaran negara;
5. Menolak pencairan dana, apabila perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna
Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

4
Kewajiban dalam rangka pelaksanaan pembayaran ini dijabarkan lebih lanjut
dalam peraturan pelaksanaan yaitu Peraturan Dirjen Perbendaharaan No.PER-
66/PB/2005 pada pasal 11 sebagai berikut :

1. Pengujian SPM dilaksanakan oleh KPPN mencakup pengujian yang bersifat substansif
dan formal.
2. Pengujian substantif dilakukan untuk:

 Menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam SPM;


 Menguji ketersediaan dana pada kegiatan/sub kegiatan/MAK dalam DIPA yang ditunjuk
dalam SPM tersebut;
 Menguji dokumen sebagai dasar penagihan (Ringkasan Kontrak/SPK, Surat Keputusan,
Daftar Nominatif Perjalanan Dinas);
 Menguji surat pernyataan tanggung jawab (SPTB) dari kepala kantor/satker atau pejabat
lain yang ditunjuk mengenai tanggung jawab terhadap kebenaran pelaksanaan
pembayaran;
 Menguji faktur pajak beserta SSP-nya.

Pengujian formal dilakukan untuk:

 Mencocokkan tanda tangan pejabat penandatangan SPM dengan spesimen tandatangan;


 Memeriksa cara penulisan/pengisian jumlah uang dalam angka dan huruf; memeriksa
kebenaran dalam penulisan, termasuk tidak boleh terdapat cacat dalam penulisan.

Pada Pasal 7 ayat (2.c.) UU No.1/2004 bahwa Menteri Keuangan selaku


Bendahara Umum Negara berwenang melakukan pengendalian pelaksanaan anggaran
negara. Sedangkan pada penjelasan UU tersebut Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum
Negara dan pejabat lainnya yang ditunjuk sebagai Kuasa Bendahara Umum Negara (KPPN)
bukanlah sekedar kasir yang hanya berwenang melaksanakan penerimaan dan pengeluaran
negara tanpa berhak menilai kebenaran penerimaan dan pengeluaran tersebut. Menteri
Keuangan selaku Bendahara Umum Negara adalah pengelola keuangan dalam arti

5
seutuhnya, yaitu berfungsi sekaligus sebagai kasir, pengawas keuangan, dan manajer
keuangan.

Fungsi pengawasan keuangan di sini terbatas pada aspek rechmatigheid dan


wetmatigheid dan hanya dilakukan pada saat terjadinya penerimaan atau pengeluaran,
sehingga berbeda dengan fungsi pre-audit yang dilakukan oleh kementerian teknis atau post-
audit yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional. Dengan demikian, dapat dijalankan
salah satu prinsip pengendalian intern yang sangat penting dalam proses pelaksanaan
anggaran, yaitu adanya pemisahan yang tegas antara pemegang kewenangan administratif
(ordonnateur) dan pemegang kewenangan kebendaharaan (comptable).

3. Kewenangan Administratif (Ordonateur)

Penyelenggaraan kewenangan administratif diserahkan kepada kementerian


negara/lembaga. Kewenangan administratif tersebut meliputi melakukan perikatan atau
tindakan-tindakan lainnya yang mengakibatkan terjadinya penerimaan atau pengeluaran
negara, melakukan pengujian dan pembebanan tagihan yang diajukan kepada
kementerian negara/lembaga sehubungan dengan realisasi perikatan tersebut, serta
memerintahkan pembayaran atau menagih penerimaan yang timbul sebagai akibat
pelaksanaan anggaran.

Satu hal penting yang mendasar dalam penyempurnaan manajemen keuangan


adalah adanya kewenangan dan tanggung jawab yang lebih besar bagi kementerian
negara/lembaga dalam mengelola program dan kegiatan yang ada dalam lingkup kerjanya
dimana penganggaran berdasarkan kinerja akan sangat membantu dalam penerapannya.

Penganggaran berdasarkan kinerja adalah penyusunan anggaran yang dilakukan


dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran dan hasil yang
diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut. Indikator
kinerja (performance indicators) dan sasaran (targets) merupakan bagian dari
pengembangan sistem penganggaran berdasarkan kinerja dalam rangka mendukung
perbaikan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan sumberdaya.

6
Penganggaran berdasarkan kinerja pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan
efisiensi dalam pelaksanaan anggaran dengan menghubungkan antara beban kerja dan
kegiatan terhadap biaya. Secara lebih dalam, penerapan penganggaran berdasarkan
kinerja akan mendukung alokasi anggaran terhadap prioritas program dan kegiatan.
Sistem ini terutama berusaha untuk menghubungkan antara keluaran (outputs) dengan
hasil (outcomes) yang disertai dengan penekanan terhadap efektifitas dan efisiensi
terhadap anggaran yang dialokasikan.

 Ekonomis: sejauh mana masukan/sumberdaya yang ada digunakan dengan sebaik-


baiknya;
 Efisiensi: sejauh mana perbandingan antara tingkat keluaran suatu kegiatan dengan
sumberdaya/dana yang digunakan;
 Efektivitas: sejauh mana keluaran yang dihasilkan mendukung pencapaian

7
BAB II
DEFINISI MANAJEMEN KEUANGAN

A. Pengertian Manajemen Keuangan


Manajemen Keuangan merupakan manajemen terhadap fungsi- fungsi keuangan.
Fungsi-fungsi keuangan tersebut meliputi bagaimana memperoleh dana (raising of fund) dan
bagaimana menggunakan dana tersebut (allocation of fund).

Beberapa definisi :

Manajemen Keuangan adalah aktivitas pemilik dan manajemen perusahaan untuk


memperoleh sumber modal yang semurah-murahnya dan menggunakannya se-efektif, se-
efisien, seproduktif mungkin untuk menghasilkan laba.

Manajemen keuangan dapat didefinisikan dari tugas dan tanggung jawab manajer
keuangan. Meskipun tugas dan tanggung jawabnya berlainan di setiap perusahaan, tugas
pokok manajemen keuangan antara lain meliputi : keputusan tentang investasi, pembiayaan
kegiatan usaha dan pembagian dividen suatu perusahaan (Weston dan Copeland, 1992: 2)

Manajemen Keuangan adalah suatu kegiatan perencanaan, penganggaran,


pemeriksaan, pengelolaan, pengendalian, pencarian dan penyimpanan dana yang dimiliki
oleh organisasi atau perusahaan.

Manajemen Keuangan adalah untuk memahami tentang apa yang terjadi


disekeliling kita untuk menyelesaikan masalah-masalah praktis dan juga menjelaskan
berbagai fakta dan informasi.
Pelaksanaan pengelolaan keuangan negara pasca Reformasi Manajemen
Keuangan Pemerintah yang diikuti lahirnya UU No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara
dan UU No.1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara telah berjalan hampir satu setengah
tahun. Sebagaimana dipahami UU Keuangan Negara No.17 tahun 2003 dan UU
Perbendaharaan Negara nomor 1 tahun 2004 adalah untuk memenuhi kebutuhan pengelolaan

8
keuangan negara yang sesuai dengan tuntutan perkembangan demokrasi, ekonomi dan
teknologi moderen.
UU No.17/2003 tentang Keuangan Negara telah merubah sistem dan pola
pengelolaan keuangan negara. Sistem yang diusung dalam UU tersebut adalah sistem
penganggaran berbasis kinerja (performance budgeting system) yang menjadikan kinerja
sebagai fokus sehingga seluruh potensi harus diarahkan untuk mendukung agar kinerja yang
diinginkan dapat tercapai. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa kinerja yang
dicanangkan tercapai dengan pendanaan yang dialokasikan secara efisien dan efektif. Sejalan
dengan ketentuan yang diatur dalam UU No.17 tahun 2003, Menteri Keuangan sebagai
pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada hakikatnya adalah Chief Financial Officer
(CFO) Pemerintah RI sedangkan setiap Menteri/Pimpinan Lembaga adalah Chief
Operacional Officer (COO) untuk statu bidang tugas pemerintahan. Untuk meningkatkan
akuntabilitas dan menjamin terselenggaranya saling uji (check and balance) dalam proses
pelaksanaan anggaran, perlu dilakukan pemisahan secara tegas antara pemegang kewenangan
administratif yang diserahkan kepada kementrian/lembaga dan pemegang kewenangan
kebendaharaan yang diserahkan kepada kementrian keuangan.
Dari pengamatan APBN tahun 2005 sampai dengan triwulan I tahun 2006
menunjukkan pengalihan kewenangan administratif yang dulunya dilaksanakan oleh
kementrian keuangan kepada kementrian/lembaga menunjukkan sebagian besar mind set
KPA masih berprinsip tolok ukur keberhasilan diukur dari tingkat capaian disbursement
(penyerapan) tanpa terlalu jauh memperhatikan kualitas kinerjanya. Berdasarkan
permasalahan di atas maka pada RADIN tingkat regional Kanwil DJPBN wilayah Sumatera
di Medan, Kanwil III DJPBN Padang merasa perlu mengangkat permasalahan pengalihan
kewenangan administratif pada Kementrian/Lembaga khususnya dalam hal pelaksanaan
pembayaran yang efisien dan efektif.
B. Manajer Keuangan

Manajer Keuangan merupakan seseorang yang mempunyai hak dalam mengambil


suatu keputusan yang sangat penting dalam suatu bidang investasi dan pembelanjaan
perusahaan. Manajer keuangan juga bertanggung jawab dalam bidang keuangan pada suatu
perusahaan. Manajer keuangan berkepentingan dengan penentuan jumlah aktiva yang layak

9
dari investasi pada berbagai aktiva dan pemilihan sumber-sumber dana untuk membelanjai
aktiva tersebut.

Manajer keuangan berkepentingan dengan penentuan jumlah aktiva yang layak dari
investasi pada berbagai aktiva dan pemilihan sumber-sumber dana untuk membelanjai
aktiva-aktiva tersebut. Untuk membelanjai kebutuhan dana tersebut, manajer keuangan dapat
memenuhinya dari sumber yang berasal dari luar perusahaan dan dapat juga yang berasal dari
dalam perusahaan. Sumber dari luar perusahaan berasal dari pasar modal, yaitu pertemuan
antara pihak membutuhkan dana dan pihak yang dapat menyediakan dana. Dana yang berasal
dari pasar modal ini dapat berbentuk hutang (obligasi) atau modal sendiri (saham). Sumber
dari dalam perusahaan berasal dari penyisihan laba perusahaan (laba ditahan), cadangan,
maupun depresiasi.
Setelah dana diperoleh, dana tersebut harus digunakan untuk membelanjai operasi
perusahaan. Dana akan tertanam pada berbagai kekayaan riil perusahaan.
a. Keputusan dan Tanggung Jawab Manajer Keuangan

Manajer keuangan mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap apa yang
telah dilakukannya. Ada pun keputusan keuangan yang menjadi tanggung jawab manajer
keuangan dikelompokkan ke dalam tiga (3) jenis:

1. Mengambil keputusan investasi (investment decision), Menyangkut masalah


pemilihan investasi yang diinginkan dari sekolompok kesempatan yang ada, memilih
satu atau lebih alternatif investasi yang dinilai paling menguntungkan.
2. Mengambil keputusan pembelanjaan (financing decision), Menyangkut masalah
pemilihan berbagai bentuk sumber dana yang tersedia untuk melakukan investasi,
memilih satu atau lebih alternatif pembelanjaan yang menimbulkan biaya paling
murah.
3. Mengambil keputusan dividen (dividend decision) atau dividen policy, Menyangkut
masalah penentuan besarnya persentase dari laba yang akan dibayarkan sebagai
dividen tunai kepada para pemegang saham, stabilitas pembayaran dividen,
pembagian saham dividen dan pembelian kembali saham-saham.

10
Keputusan-keputusan tersebut harus diambil dalam kerangka tujuan yang
seharusnya dipergunakan oleh perusahaan yaitu memaksimumkan nilai perusahaan. Nilai
perusahaan adalah harga yang terbentuk seandainya perusahaan dijual. Apabila perusahaan
“go public” maka nilai perusahaan ini akan dicerminkan oleh harga saham perusahaan
tersebut. Dengan meningkatnya nilai perusahaan, maka pemilik perusahaan menjadi lebih
makmur sehingga mereka menjadi lebih senang.

Aktivitas perusahaan ditinjau dari sudut manajemen keuangan menjadi tugas


manajer keuangan. Tugasnya antara lain adalah sebagai berikut :

1. Perolehan dana dengan biaya murah.


2. Penggunaan dana efektif dan efisien
3. Analisis laporan keuangan
4. Analisis lingkungan Internal dan eksternal yang berhubungan dengan keputusan rutin
dan khusus.

b. Kedudukan Manajer Keuangan Dalam Struktur Organisasi Perusahaan

Di dalam perusahaan yang besar bidang keuangan dipimpin oleh seorang manajer
keuangan (chief financial manager). Manajer keuangan atau sering disebut direksi
keuangan melaporkan secara langsung kepada direktur keuangan atau presiden direktur.
Sedangkan di dalam departemen keuangan dalam suatu perusahaan dibagi lagi ke dalam
beberapa bagian/divisi yang dipunyai oleh seorang kepada divisi meliputi:

1. Divisi anggaran, bertanggung jawab untuk mempersiapkan dan memperbaiki bugdet


operasi (operating bugdet)
2. Divisi penganggaran modal (capital budgeting) yang bertanggung jawab untuk
mempersiapkan analisis pengeluaran modal
3. Divisi perencanaan keuangan, yang bertanggung jawab untuk mengambil alternatif
pemenuhan kebutuhan dana jangka panjang
4. Divisi perencanaan keuangan jangka pendek, yang bertanggung jawab terhadap
pemenuhan kebutuhan dana jangka pendek, serta investasi jangka pendek pada surat
berharga (marketable securities)

11
5. Divisi kredit, bertanggung jawab untuk menentukan kredit yang akan diberikan
kepada langganan, disamping itu divisi ini juga bertanggung jawab dalam negoisasi
dengan kreditor (lembaga keuangan Bank dan bukan Bank)
6. Divisi hubungaan masyarakat (human relation), bertanggung jawab terhadap
pembentukan image/komunikasi antara perusahaan, pemegang saham, para investor
dan masyarakat keuangan secara umum.

C.

12
BAB III
FUNGSI DAN TUGAS MANAJEMEN KEUANGAN

Fungsi dan tugas manajemen keuangan adalah salah satu kepentingan di dalam manajemen
yang merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan pemanfaatan sumber daya keuangan
dalam kegiatan entitas secara efisien dan efektif, dalam kerjasama secara terpadu dengan fungsi-
fungsi lainnya seperti riset dan penelitian, produksi, pemasaran dan sumberdaya manusia.

Manajemen keuangan dapat didefinisikan dari tugas dan tanggung jawab manajer
keuangan. Tugas pokok manajemen keuangan antara lain meliputi keputusan tentang
investasi, pembiayaan kegiatan usaha dan pembagian deviden suatu perusahaan, dengan
demikian tugas manajer keuangan adalah merencanakan untuk memaksimumkan nilai
perusahaan.

Kegiatan penting lain yang harus dilakukan manajer keuangan menyangkut empat (4) aspek
yaitu:

1. Pertama, yaitu dalam perencanaan dan peramalan, dimana manajer keuangan harus
bekerja sama dengan para manajer lain yang ikut bertanggung jawab atas
perencanaan umum perusahaan.
2. Kedua, manajer keuangan harus memusatkan perhatian pada berbagai keputusan
investasi dan pembiayaan, serta segala hal yang berkaitan dengannya.
3. Ketiga, manajer keuangan harus bekerja sama dengan para manajer lain di
perusahaan agar perusahaan dapat beroperasi seefisien mungkin
4. Keempat, menyangkut penggunaan pasar uang dan pasar modal, manajer keuangan
menghubungkan perusahaan dengan pasar keuangan, di mana dana dapat diperoleh
dan surat berharga perusahaan dapat diperdagangkan.

Dari ke empat aspek tersebut dapat disimpulkan bahwa tugas pokok manajer
keuangan berkaitan dengan keputusan investasi dan pembiayaannya. Dalam menjalankan
fungsinya, tugas manajer keuangan berkaitan langsung dengan keputusan pokok perusahaan
dan berpengaruh terhadap nilai perusahaan.

13
TUGAS MANAJEMEN KEUANGAN

Tugas fungsional manajemen keuangan adalah:

1. Menetapkan struktur keuangan entitas. Yaitu menetapkan kebutuhan entitas akan dana
untuk sekarang (modal kerja jangka pendek) dan masa depan (keperluan investasi jangka
panjang) dan menetapkan sumber dana yang dapat menutup kebutuhan-kebutuhan itu
secara sehat. Di dalam prinsipnya, kebutuhan dana jangka pendek dibiayai oleh sumber
jangka pendek, dan kebutuhan dana jangka panjang dibiayai dari sumber jangka panjang.
2. Mengalokasikan dana sedemikian agar dapat memperoleh tingkat efisiensi atau
profitabilitas yang optimal.
3. Mengendalikan keuangan perusahaan dengan mengadakan sistem dan prosedur yang
dapat mencegah penyimpangan dan mengambil langkah perbaikan jika terjadi
penyimpangan di dalam pelaksanaan usaha dan memengaruhi struktur keuangan dan
alokasi dana.

Dukungan Akuntansi

Untuk dapat menjalankan fungsi dan tugasnya manajemen keuangan memerlukan


dukungan akuntansi yang melakukan “pencatatan, penggolongan dan peringkasan
peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian yang setidak-tidaknya sebagian bersifat
keuangan dengan cara yang setepat-tepatnya dan dengan petunjuk yang atau dinyatakan
dalam uang, serta penafsiran terhadap hal-hal yang timbul daripadanya”

Bidang Kritis

Dari informasi internal yang berasal dari bagian akuntansi, mempelajari situasi
umum dalam bidang industri/jasa entitas dan kebijakan-kebijakan pemerintah yang
berdampak pada keuangan entitas, memerhatikan rencana strategis umum dan fungsional-
operasional entitas, selanjutnya manajemen keuangan mengambil keputusan dalam rencana-
rencana anggaran dan pelaksanaannya terutama yang menyangkut :

 Penerimaan dan pembayaran tunai (Manajemen Kas),


 Utang dan piutang (Manajemen Utang dan Piutang),

14
 Permodalan (Manajemen Modal Kerja) dan
 Investasi (Manajemen Investasi), serta melakukan pengendalian atas semua itu.

Rambu-rambu

Keputusan-keputusan manajemen keuangan diharapkan selalu mendukung


kelancaran operasi dan strategi manajemen agar efektif dan efisien, sekaligus menjaga
kesehatan keuangan entitas, yang diukur dari aspek profitabilitas, likuiditas dan solvabilitas.

Untuk BUMN suatu ketika ditetapkan ukuran keuangan yang sehat sekali adalah
jika suatu entitas menunjukkan profitabilitas lebih dari 12%, likuiditas lebih dari 150% dan
solvabilitas lebih dari 200%. Kategori sehat jika profitabilitas antara 8%-12%, likuditas
antara 100%-150%, dan solvabilitas antara 150%-200%. Kategori kurang sehat jika
profitabilitas 5%-8%, likuiditas antara 75%-100%, dan solvabilitas antara 100%-150%.
Kategori tidak sehat jika profitabilitas kurang dari 5%, likuiditas kurang dari 75% dan
solvabilitas kurang dari 100%.

15
BAB IV
PERAN MANAJEMEN KEUANGAN

Manajemen keuangan merupakan menajemen terhadap fungsi-fungsi keuangan.


Fungsi-fungsi keuangan tersebut meliputi begaimana memperoleh dana (raising of fund) dan
bagaimana menggunakan dana tersebut (allocation of fund). Manajer keuangan berkepentingan
dengan penentuan jumlah aktiva yang layak dari investasi pada berbagai aktiva dan memilih
sumber-sumber dana untuk membelanjai aktiva tersebut. Untuk memperoleh dana, manajer
keuangan bisa memperolehnya dari dalam maupun luar perusahaan. Sumber dari luar perusahaan
berasal dari pasar modal, bisa berbentuk hutang atau modal sendiri.

Manajemen keuangan dapat didefinisikan dari tugas dan tanggung jawab manajer
keuangan. Tugas pokok manajemen keuangan antara lain meliputi keputusan berinvestasi,
pembiayaan kegiatan usaha dan pembagian deviden suatu perusahan, dengan demikian tugas
manajer keuangan adalah merencanakan untuk memaksimumkan nilai perusahaan. Kegiatan
penting lainnya yang harus dilakukan manajer keuangan menyangkut empat aspek yaitu :

1. Manajer keuangan harus bekerjasama dengan para manajer lainnya yang bertanggung
jawab atas perencanaan umum perusahaan.
2. Manajer kuangan harus memusatkan perhatian pada berbagai keputusan investasi dan
pembiayaan, dan berbagai hal yang berkaitan dengannya
3. Manajer keuangan harus bekerjasama dengan para manajer di perusahaan agar
perusahaan dapat beroperasi seefisien mungkin
4. Manajer keuangan harus mampu menghubungkan perusahaan dengan pasar keuangan,
dimana perusahaan dapat memperoleh dana dan surat berharga perusahaan dapat
diperdagangkan.

Aspek penting lain dari tujuan perusahaan dan tujuan manajemen keuangan
adalah pertimbangan terhadap tanggung jawab sosial yang dapat dilihat dari empat segi
yaitu :

16
1. Jika manajemen keuangan menuju pada memeksimalisasi harga saham, maka diperlukan
manajemen yang baik dan efisien sesuai dengan permintaan konsumen.
2. Perusahaan yang berhasil selalu menempatkan efisiensi dan inovasi sebagai prioritas,
sehingga menghasilkan produk baru, penemuan teknologi baru dan perluasan lapangan
pekerjaan
3. Faktor-faktor luar seperti pencemaran lingkungan, jaminan keamanan produk dan
keselamatan kerja menjadi lebih penting untuk dipertimbangkan. Fluktuasi disemua
tingkat kegiatan bisnis dan perubahan-perubahan yang terjadi pada kondisi pasar
keuangan merupakan aspek penting dari lingkungan luar.
4. Kerjasama antara industri dan pemerintah sangat diperlukan untuk menciptakan peraturan
yang mengatur tentang perilaku perusahaan, dan sebaliknya perusahaan mematuhi
peraturan tersebut. Tujuan perusahaan pada dasarnya adalah memeksimumkan nilai
perusahaan dengan pertimbangan teknis.

Pada dasarnya tujuan manajemen keuangan adalah memaksimumkan nilai


perusahaan. Akan tetapi dibalik tujuan tersebut masih terdapat konflik antara pemilik perusahaan
dengan penyedia dana sebagai kreditur. Jika perusahaan berjalan lancar, maka nilai saham
perusahaan akan meningkat, sedangkan nilai hutang perusahaan dalam bentuk obligasi tidak
terpengaruh sama sekali. Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai dari saham kepemilikan bisa
merupakan indeks yang tepat untuk mengukur tingkat efektifitias perusahaan. Berdasarkan
alasan itulah, maka tujuan manajemen keuangan dinyatakan dalam bentuk maksimalisasi nilai
saham kepemilikan perusahaan, atau memaksimalisasikan harga saham. Tujuan
memaksimumkan harga saham tidak berarti bahwa para manajer harus berupaya mencari
kenaikan nilai saham dengan mengorbankan para pemegang obligasi.

17
BAB V
ANALISA MANAJEMEN KEUANGAN

A. Pelaksanaan Reformasi di Bidang Perbendaharaan

Sebagaimana diketahui reformasi di bidang perbendaharaan mempunyai


konsekuensi pada pemisahan kewenangan administratif (ordonateur) dan kewenangan
kebendaharaan (comptable). Kewenangan administratif yang selama hampir 58 tahun berada
di Kementrian Keuangan beralih pada Kementrian/Lembaga sementara Kementrian
Keuangan mempunyai kewenangan kebendaharaan. Dari pengamatan terhadap pelaksanaan
APBN tahun 2005 dan triwulan pertama tahun anggaran 2006 memberikan gambaran masih
terdapat berbagai hambatan dalam pelaksanaan anggaran yang efisien (operational
efficeincy).

Permasalahan aktual dan krusial yang dihadapi dalam rangka pelaksanaan fungsi
pelayanan yang diemban KPPN sebagai ujung tombak dalam rangka pembayaran dana
APBN adalah :

 Aspek check and balance (saling uji) belum dapat dijalankan dengan baik sebagai
konsekuensi pemisahan fungsi orodonateur dan fungsi comptable dikarenakan faktor
SDM yang masih belum siap menjalankan amanat UU No.1/2004
 Cara berpikir (mindset) jajaran Dit.Jen.Perbendaharaan (Kanwil DJPBN dan KPPN) yang
sebagian besar belum memahami bahwa telah terjadi perubahan dalam sistim
pembayaran sebagaimana telah diatur dalam UU No. 17/2003 dan UU No.1/2004 yakni
diterapkannya sistem Anggaran Berbasis Kinerja (ABK)
 Masih adanya perasaan berat hati melepaskan kewenangan administratif yang telah
bertahun-tahun melekat dan seolah menjadi ”bench mark” pegawai KPPN bahwa dalam
pelaksanaan pembayaran harus melakukan pengujian substantif yang kadang terjebak
kepada pengujian formal yakni aspek tujuan pembayaran (doelmatigheid). Contoh :
Dikarenakan penulisan resume kontrak yang kurang lengkap KPPN minta kontrak
sebagai bahan pemeriksaan;

18
 Adanya perbedaan penafsiran dalam menterjemahkan peraturan pelaksanaan yang
mengakibatkan ketidakjelasan atau grey area bahkan menjadi blank area dan mendorong
pada satu tindakan yang mengarah pada pelayanan yang berbelit-belit. Contoh : Dalam
hal pembayaran Belanja Barang Non Operasional Lainnya (BKPK 5212) ternyata dalam
SPTB tercantum Pemeliharaan AC yang seharusnya masuk dalam BKPK 5231 dan
ternyata dalam RKAKL memang alokasi dana untuk pemeliharaan AC tersebut masuk
dalam MAK 521219
 Adanya pertentangan pemahaman satu produk aturan dan produk aturan lainnya
menimbulkan dilematika dalam pelaksanaan pengujian substantif atas perintah
pembayaran contoh : pada pasal 19 ayat 2c UU No.1 tahun 2004 tentang pengendalian
anggaran negara dan pasal 19 ayat 2 mengenai kewajiban bendahara umum negara serta
penjelasan UU dimana fungsi komptabel tidak sekedar sebagai kasir tapi termasuk
sebagai pengawas keuangan. Dilain pihak pada Peraturan Menteri Keuangan 96/2005
disebutkan bahwa Satker selaku Kuasa Pengguna Anggaran bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan kegiatan pendukung program sesuai dengan bagian anggarannya masing-
masing yang juga dituangkan pada halaman pengesahan DIPA. Hal ini berpengaruh pada
kualitas pelayanan antar KPPN karena masing-masing mempunyai standar pelayanan
berdasarkan penafsiran dan pemahaman aturan-aturan tersebut
 KPPN wajib membuat Kartu Pengawasan Belanja Pegawai Perorangan yang seharusnya
merupakan kewenangan administratif dan berada di Satker/KPA. Hal ini merupakan
inkonsistensi dalam penerapan pemisahan ordonateur dan comptable.

B. Pelaksanaan Kewenangan Administratif (Ordonateur) di KPA

Permasalahan yang dihadapi KPA dalam pelaksanaan fungsi administratif :

 Permasalahan dalam DIPA misalnya : tidak tersedia MAK 511119 (Pembulatan)


MAK 511124 (tunjangan fungsional), MAK 511125 (PPh Ps.21) menimbulkan
dilematika pada KPPN untuk melakukan pembayaran;
 Adanya euforia (Let’s the manager manage) untuk melakukan pengeluaran sesuai
keinginan dengan berdalih pada Petunjuk Operasional Kegiatan yang pada dasarnya

19
adalah untuk menghabiskan dana yang tersedia dalam DIPA sehingga mengakibatkan
penafsiran yang menyimpang dari bagan perkiraan standar.

Contoh

 Pembayaran insentif pegawai untuk kegiatan bersifat rutin


 Fungsional
 Kegiatan-kegiatn yang kurang mendukung pencapaian sasaran

Dalam hal pengadaan barang dan jasa yang dikontrakkan pada pihak yang bukan ahli
dibidangnya

 Adanya kecenderungan melakukan pengadaan barang dan jasa dengan pembayaran


Uang Persediaan/ Tambahan UP khususnya untuk pekerjaan swakelola misalnya pada
Dinas Kimpraswil. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya permintaan izin TU
dengan beraneka alasan yang pada hakikatnya adalah keengganan KPA untuk
melakukan pembayaran langsung;

 Adanya kecenderungan melakukan perubahan/penambahan volume kegiatan yang


pada hakikatnya adalah untuk penyerapan dana, dengan mengalihkan dari kegiatan
yang dirasa sulit untuk melakukan pencairan dana. Indikator ini dapat dibuktikan
banyaknya pengajuan revisi kepada Kanwil DJPBN;

 Belum adanya kesadaran para pengelola keuangan untuk menjadikan dan memiliki
peraturan tentang pengelolaan keuangan sebagai pegangan dan acuan kerja, dan lebih
mengandalkan pada konsultasi ke KPPN dimana kemampuan dan penguasaan
peraturan teknis pegawai yang melayani juga masih terbatas;

 Belum adanya kemandirian para penanggung jawab fungsional (Bendahara, Penguji


Tagihan dan Penandatangan SPM) yang pada umumnya secara struktural merupakan
pegawai bawahan pembuat komitmen (Kabag Umum / Kasubag Umum/ Kasubag

20
TU) yang dalam pelaksanaan pekerjaannya berada dalam kendali dan atas perintah
atau lebih extrim berada dalam “tekanan” sesuai keinginan atasannya sehingga ada
rasa enggan atau takut terjadinya conflict of interest;

 Masih lemahnya kemampuan pejabat penerbit SPM dalam menterjemahkan DIPA


serta RKA-KL dan akibatnya pengujian tagihan dan pembebanan MAK/MAP tidak
sesuai dengan substansi pembayaran,

Contoh :
Dalam hal pembayaran Belanja Barang Non Operasional Lainnya (BKPK 5212) ternyata
dalam SPTB tercantum Pemeliharaan AC yang seharusnya masuk dalam BKPK 5231 dan
ternyata dalam RKAKL memang alokasi dana untuk pemeliharaan AC tersebut masuk
dalam MAK 521219.

C. Faktor-faktor yang mempegaruhi pelaksanaan tugas


 Faktor yang mendukung pelaksanaan tugas

1. Proses pengolahan data pelaksanaan APBN dilakukan secara elektronik didukung dengan
aplikasi program secara integrasi;
2. Adanya payung hukum yang mandiri dan mempunyai legimitasi yakni UU No.17 tahun
2003 tentang Keuangan Negara dan UU No.1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
serta peraturan lainnya.

 Faktor yang menghambat pelaksanaan tugas

1. Kemampuan SDM menjadi faktor utama terhambatnya pelaksanaan tugas dikarenakan di


era Teknologi Informasi maka pelaksanaan tugas menuntut adanya kemampuan di bidang
pengolahan data (komputer) disamping pengetahuan kewenangan kebendaharaan dan
pengetahuan kewenangan administratif yang standar;
2. Pembinaan terhadap KPA masih dilakukan parsial dan seharusnya pembinaan dan
bimbingan teknis dilakukan secara komprehensf meliputi aspek otoriasasi,
orodonansering, comptable, akuntansi dan pengolahan data;

21
3. Kurangnya sosialisasi dalam bentuk GKM kepada lingkup internal (jajaran DJPBN);
4. Belum adanya payung hukum bagi Bendahara Umum Negara/Kuasa BUN untuk
melakukan pengawasan kepada satker pengguna atas pengelolaan keuangan negara
khususnya ada temuan kejanggalan atau indikasi penyimpangan yang dilakukan oleh
KPA;
5. Tidak adanya penghargaan (reward) dan sanksi (punishmen) atas kinerja pegawai;
6. Sarana dan prasarana berupa piranti komputer dan jaringan website untuk mendukung
sistem pembayaran yang belum memadai mengingat sarana yang ada sementara ini sudah
tergolong kuno dan tidak branded.

D. Usul Penyempurnaan Aturan Pelaksanaan Kewenangan Kebendaharaan

Dari pengamatan pelaksanaan pengelolaan keuangan negara yang dikemukakan di


atas dapat disimpulkan masih terdapat kelemahan khususnya efficiency operational yang
dikhawatirkan justru akan menghambat pencapaian tujuan dan sasaran program. Oleh karena
itu diperlukan langkah-langkah perbaikan sebagai berikut :

 Perlu adanya aturan sebagai bentuk pembinaan sekaligus pengawasan atas pengelolaan
keuangan negara (post audit) oleh Bendahara Umum Negara/Kuasa BUN. Artinya
apabila ada kejanggalan atau ditemukan indikasi penyimpangan dalam perintah
pembayaran maka BUN/Kuasa BUN tetap menerbitkan SP2D, namun perlu dilakukan
pembinaan secara tertulis atas kesalahan/penyimpangan tersebut dengan tembusan
kepada aparat pengawas fungsional. Produk aturan yang diusulkan adalah dalam bentuk
Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan;

 Diperlukan penyuluhan secara kontinyu kepada KPA agar mind set selaku pemegang
kewenangan administratif dapat dipahami dan diresapi. Untuk itu fungsi pembinaan pada
Bidang PPKN dan Bidang AKLAP perlu dirumuskan ulang agar pola pembinaan yang
dilakukan benar-benar komprehensif dan tepat guna sesuai reformasi manajemen
keuangan pemerintah;

22
 Perlu aturan tentang standar mutu layanan Kanwil DJPBN dan KPPN agar proses
pengalihan kewenangan administratif kepada KPA dapat berjalan dengan baik;

 Dengan diberlakukan standar mutu layanan maka perlu adanya bentuk kompensasi yakni
berupa rangsangan (insentif) sebagai reward dan sebaliknya akan diberikan sanksi
apabila ada pelanggaran dalam pelayanan kepada mitra kerja;

 KPPN tidak perlu lagi membuat Kartu Pengawasan Belanja Pegawai Perorangan
(lampiran 14-3 PER-66/PB/2005) dikarenakan hal tersebut merupakan kewenangan
administratif pada KPA;

 Perlunya Bank Data Pegawai Negeri Sipil seluruh Indonesia agar file data jati diri PNS
dapat secara mudah diakses oleh seluruh unit pemakai mengingat di era IT semua data
diproses secara elektronik;

 Diterapkan standar kompetensi dalam rangka meningkatkan kualitas kinerja


Dit.Jen.Perbendaharaan termasuk lingkup Kanwil DJPBN dan KPPN dikarenakan
perubahan dalam sistem penganggaran di era reformasi manajemen pemerintah
menghendaki adanya profesionalisme dan kompeten di bidang tugasnya;

 Perlu percepatan peningkatan kompetensi pegawai di bidang otorisasi, ordonateur,


akuntansi, analisa pelaporan dan pengolahan data dengan indikator sasaran prosentase
pegawai yang mempunyai keahlian pada bidang tersebut dengan melaksanakan kegiatan
on the job training (pelatihan di tempat kerja) dan GKM dengan sisitim mentoring;

 Perlu dirumuskan ulang prosedur kerja Kanwil DJPBN dan KPPN dalam hal :

 • Pola pembinaan sistem akuntansi pemerintah yang komprehensif dan pengolahan data
yang integrasi dengan membetuk think thank dan DUKTEK di Kanwil DJPBN

 Standardisasi kinerja KPPN :

a. Diterapkan pengamanan prosedur tetap pengamanan database

23
b. Ditentukan proses cut off
c. Dibentuk work shop untuk menanggulangi permasalahan aplikasi
d. Standar rekonsiliasi dalam rangka mutu pelayanan terhadap mitra kerja
Prosedur perbaikan data

E. Reformasi Manajemen Keuangan Pemerintah


Indikasi penyimpangan anggaran negara sebagaimana ditemukan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) akhir-akhir ini menimbulkan kekhawatiran pada sebagian
kalangan politisi dan masyarakat bahwa reformasi manajemen keuangan pemerintah
tampaknya masih dalam batas verbalisme politis. Sistem manajemen keuangan pemerintah
dan aparat pelaksananya masih belum mampu menggunakan uang rakyat secara bertanggung
jawab. Sungguh ironis di tengah pengangguran dan kemiskinan yang semakin meluas serta
hutang negara yang semakin membengkak, oknum aparat pemerintah masih melakukan
tindakan tidak terpuji dengan menyalahgunakan uang rakyat. Perilaku koruptif masa Orde
Baru masih melekat kuat pada sebagian aparat pemerintah.
Hasil temuan BPK tersebut menimbulkan pertanyaan mendasar: Apa yang salah
dengan sistem manajemen keuangan pemerintah kita? Apabila ternyata sistem manajemen
keuangan pemerintah kita terbukti memiliki kelemahan, apakah ada sistem manajemen
keuangan pemerintah alternatif yang mampu menekan penyimpangan dan pemborosan
keuangan dan sumber daya negara? Sistem manajemen keuangan pemerintah.
Apa yang dikemukakan oleh Sondang P. Siagian (1995) dalam menggambarkan
keadaan manajemen keuangan pemerintah semasa Orde Baru tampaknya masih belum
berubah secara signifikan pada masa Orde Reformasi sekarang ini. Ia mengatakan bahwa
manajemen keuangan pemerintah sudah tidak sesuai dengan tuntutan pembangunan. Sebagai
contoh, sistem pelaporan keuangan, katanya "....sering hanya menunjukkan legalitas
penggunaan biaya dan kurang menunjukkan efisiensi penggunaan biaya tersebut". Sistem
pelaporan keuangan yang memungkinkan terjadinya distorsi informasi demikian tentunya
sangat buruk bagi proses pembuatan keputusan dan kebijakan pemerintah yang efektif di
bidang manajemen aset dan kewajiban (liabilities).
Dalam praktik manajemen keuangan pemerintah yang masih berlangsung
sekarang ini, ada kecenderungan dari oknum pejabat untuk menghabiskan sisa anggaran, baik

24
anggaran rutin maupun anggaran pembangunan (proyek), yang dikelolanya. Pejabat tersebut
termotivasi oleh insentif untuk menghabiskan sisa anggaran karena kalau sisa anggaran
tersebut tidak dihabiskan maka jumlah anggaran yang disetujui Departemen Keuangan untuk
tahun berikutnya, baik yang diusulkan dalam Daftar Usulan Kegiatan (DUK) maupun Daftar
Usulan Proyek (DUP), akan lebih kecil dari jumlah anggaran tahun sebelumnya.
Akibatnya, oknum pejabat tersebut merekayasa kegiatan untuk menghabiskan sisa
anggaran dan membuat laporan keuangan "yang seolah-olah benar" untuk menjustifikasi
kegiatan tersebut. Dalam sistem manajemen keuangan demikian tidak ada insentif bagi
pengelola anggaran untuk menghemat maupun mengelola anggaran tersebut secara efektif
dan efisien.
Lemahnya manajemen pemerintahan khususnya manajemen keuangan,
pemerintah yang menstimulasi perbuatan koruptif demikian telah menimbulkan
ketidakpercayaan masyarakat kepada lembaga pemerintah terutama pada lembaga
pengawasan.
Apabila dilihat dari praktik pengelolaan keuangan negara, tampak jelas
pemerintah menggunakan "Cash Accounting System" (Sistem Akutansi Tunai-SAT).
Penggunaan sistem ini dipertegas lagi dalam Keputusan Presiden No. 16 Tahun 1994 dan
Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 217/KMK.03/1990.
SAT hanya mencatat pos-pos penerimaan dan pengeluaran tunai. Dalam SK
Menteri tersebut ditegaskan bahwa mulai 1 April 1990 berlaku sistem baru untuk semua
pembayaran atas beban kepanjangan (APBN) yang disebut Sistem Pembayaran dengan Uang
Yang Harus Dipertanggungjawabkan (UYHD). Dalam sistem UYHD tampak jelas
pencatatan hanya dilakukan pada pembayaran tunai kegiatan jangka pendek, tidak
memperhitungkan kewajiban jangka panjang.
Seperti yang sudah lazim dalam praktik pembukuan dan akutansi pemerintah
selama ini, SAT yang digunakan pemerintah tidak mencatat aset dan kewajiban terutang baik
dalam bentuk akun yang terutang (account payable) maupun akun piutang (account
receivable). Oleh karena itu, tidak jelas dan sulit dilacak berapa nilai semua aset dan
kewajiban yang dimiliki pemerintah.
Akibatnya, sistem pelaporan keuangan yang dihasilkan cenderung memberikan
informasi yang tidak lengkap dan menyesatkan. Keadaan demikian seringkali membuat

25
keputusan dan kebijakan publik yang berkaitan dengan aset dan kewajiban pemerintah,
termasuk manajemen hutang salah dan tidak efektif (policy defect). Kelemahan lain dari
manajemen keuangan pemerintah selama ini adalah adanya nonbujeter, yaitu dana di luar
APBN yang berasal dari pendapatan bukan pajak. Adanya pengalokasian dana yang bersifat
nonbujeter yang penggunaannya tidak transparan dan lemah mekanisme akuntabilitas
publiknya jelas bertentangan dengan prinsip pemerintahan yang baik (good governance).
Berbeda dengan SAT, Sistem "Accrual Accounting" (SAA) bukan hanya
mencatat nilai penerimaan dan pembayaran tunai tetapi juga mencatat semua nilai aset dan
kewajiban jangka panjang. Oleh karena itu, dengan SAA semua aset dan kewajiban
pemerintah akan terlihat dan terdeteksi. Melalui pencatatan account payable dan account
receivable, SAA secara sistematis membukukan, dalam bentuk double entries, semua aset
dan kewajiban pemerintah.SAA mengutamakan pemenuhan prinsip transparansi, partisipasi,
dan akuntablitas publik dalam manajemen keuangan dan sumber daya negara.
Penerapan SAA adalah wujud pelaksaan good governance dalam manajemen
keuangan dan sumber daya (aset) negara. Namun demikian, efektivitas implementasi SAA
tersebut tidak bisa lepas dari apa yang kemudian dikenal dalam manajemen sektor publik
moderen New Public Management (NPM) sebagai korporasi manajemen pemerintahan
(corporate government). Sebagaimana layaknya dikenal dalam dunia bisnis swasta, dalam
NPM pun diaplikasikan konsep ownership (pemilikan), purchase (pembeli), shareholder
(pemegang saham), dan custtomer (pelanggan). NPM mengonstruksi organisasi pemerintah
sebagai suatu korporasi. Masyarakat, sebagai pembayar pajak (tax payer), adalah shareholder
dari organisasi tersebut.
Masyarakat berhak tahu atas segala urusan dan manajemen organisasi pemerintah,
termasuk manajemen aset dan kewajiban. Pengurus organisasi tersebut wajib
memberitahukan secara transparan kepada masyarakat sebagai shareholder semua hal
mengenai aset dan kewajiban organisasi, baik yang bersifat jangka pendek maupun jangka
panjang. Menteri, sebagai pimpinan tertinggi dari organisasi tersebut, harus bertanggung
jawab dan akuntabel kepada masyarakat mengenai semua hal menyangkut kemajuan dan
manajemen organisasi.
Peran dan partisipasi masyarakat dalam korporasi manajemen pemerintahan
demikian adalah dengan mengawasi penggunaan dan pengelolaan aset dan kewajiban

26
organisasi. Apabila pengurus gagal mengelola aset dan kewajiban organisasi maka
masyarakat bisa mengusulkan untuk mengganti pengurus atau menteri yang memimpin
organisasi tersebut. Dalam NPM hubungan antara Menteri dan Direktur Jenderal sebagai
CEO (Chief Executive Officer) diwujudkan dalam bentuk Performance Contract (kontrak
kinerja) yang biasanya berlaku selama lima tahun. Dalam kontrak demikian, menteri sebagai
wakil dari owner (pemerintah), dapat memecat CEO sebelum habis masa kontrak kerjanya
apabila ia gagal dalam mengelola aset dan sumber daya organisasi yang dipimpinnya. Oleh
karena itu, CEO akan termotivasi untuk mengelola aset organisasi tersebut secara lebih
afektif, efisien, dan bertanggung jawab.
Namun, SAA bukannya tanpa kekurangan. Kelemahannya adalah relatif tingginya
biaya admisitrasi dan transaksi (transaction cost). Dalam sistem ini setiap organisasi
pemerintah diwajibkan mempublikasikan laporan keuangannya kepada publik. Artinya,
dibutuhkan banyak tenaga pemeriksa keuangan (auditor) profesional untuk menyiapkan dan
mengaudit laporan keuangan tersebut. Selain itu, efektivitas SAA dalam manajemen aset dan
keuangan negara sangat bergantung pada integritas moral dan keprofesionalan para
operatornya.
Di sinilah profesi pemeriksa keuangan, baik ia sebagai pemeriksa keuangan
internal maupun eksternal (internal and external auditor) maupun pengelola keuangan
pemerintah, memegang peranan penting. Efektivitas SAA dalam manajemen aset dan
keuangan pemerintah telah dibuktikan oleh Pemerintah Selandia Baru. Hasilnya, posisi
anggaran belanja Pemerintah Selandia Baru berubah, dari defisit sebesar $ 2.254 miliar tahun
1990-1991 menjadi surplus $755 juta pada 1994 dan $ 3.314 juta pada 1996. SAA telah
memberikan kontribusi yang nyata dalam menekan pemborosan anggaran sekaligus
meningkatkan efektivitas penggunaan anggaran tersebut.
SAA merupakan sistem manajemen keuangan alternatif yang dapat digunakan
oleh pemerintah Indonesia untuk mereformasi manajemen keuangannya. Sistem ini telah
terbukti mampu mengelola kekayaan negara secara efektif, efisien, dan bertanggung jawab.
Namun, hal yang paling mendasar agar sistem tersebut bekerja dengan efektif adalah adanya
kemauan politik pemerintah untuk secara sungguh-sungguh menerapkan sistem tersebut guna
mewujudkan good governance dalam manajemen keuangan pemerintah.

27
BAB VII

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari uraian yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan pemisahan kewenangan


administratif dan kewenangan kebendaharaan masih menimbulkan permasalahan-
permasalahan sehingga pelaksanaan anggaran yang efisien sebagaimana diharapkan dengan
perubahan sistem belum terlihat secara jelas.
Yang perlu dipikirkan bersama adalah arah reformasi bidang perbendaharaan
harus dikawal sesuai tujuan yang dicapai yaitu menciptakan good governance dan hal itu
dapat terwujud apabila dalam pelaksanaan APBN mengacu pada tiga prinsip penting dalam
Public Expendiure Management yakni : aggregate fiscal dicipline, Allocative efficiency dan
operational efficiency.
Untuk itu selaku bagian dari jajaran Direktorat Jenderal Perbendaharaan maka
Kanwil DJPBN hendaknya terus melakukan evaluasi kinerja dan pengembangan kinerja
agar dapat merespon perubahan dalam segala aspek pengelolaan keuangan negara. Amin.
B. SARAN

Sistem manajemen keuangan pemerintah yang dipraktikkan pemerintah selama ini


kurang memenuhi prinsip good governance dalam pengelolaan keuangan negara. Sistem
manajemen keuangan demikian melemahkan partisipasi masyarakat untuk mengawasi
penggunaan anggaran, memancing praktik korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) karena kurang
transparan, dan mendorong pejabat untuk menggunakan keuangan dan sumber daya negara
secara tidak bertanggung jawab karena lemahnya mekanisme akuntablitas publik dalam
pengelolaan keuangan negara. Oleh karena itu, perlu dicari sistem manajemen keuangan
pemerintah alternatif yang memenuhi prinsip good governance dalam pengelolaan keuangan
dan sumber daya negara. Sistem "Accrual Accounting" dapat dijadikan salah satu alternatif
kebijakan.

28

You might also like